Anda di halaman 1dari 11

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Menurut penelitian yang dilakukan WHO tentang pola formasi keluarga dan kesehatan, ditemukan kejadian prolapsus uteri lebih tinggi pada wanita yang mempunyai anak lebih dari tujuh daripada wanita yang mempunyai satu atau dua anak. Prolapsus uteri lebih berpengaruh pada perempuan di negara-negara berkembang yang perkawinan dan kelahiran anaknya dimulai pada usia muda dan saat fertilitasnya masih tinggi. Peneliti WHO menemukan bahwa laporan kasus prolapsus uteri jumlahnya jauh lebih rendah daripada kasus-kasus yang dapat dideteksi dalam pemeriksaan medis. 1 Penentuan letak uterus normal dan kelainan dalam letak alat genital bertambah penting artinya, karena diagnosis yang tepat perlu sekali guna penatalaksanaan yang baik sehingga tidak timbul kembali penyulit pascaoperasi di kemudian hari.2 Rahim adalah salah satu organ penting dari sistem reproduksi wanita. Hal ini biasanya terletak di panggul dengan berbeda, ligamen otot dan jaringan. Kadang-kadang, saat melahirkan atau sulit melahirkan, otot-otot ini menjadi lemah. Dengan penuaan , ada kerugian alami estrogen, karena yang rahim dapat menutup ke dalam saluran vagina. Kondisi ini dikenal sebagai rahim prolaps atau prolaps rahim. Beberapa kondisi lain yang melemahkan otot-otot yang memegang rahim di tempat termasuk cystocele (herniasi dari dinding depan atas vagina), enterocele (herniasi dari dinding vagina atas belakang) dan rectocele (herniasi dari bawah dinding vagina belakang).3 Frekuensi prolapsus genitalia di beberapa negara berlainan, seperti dilaporkan di klinik dGynecologie et Obstetrique Geneva insidensinya 5,7%, dan pada periode yang sama di Hamburg 5,4%, Roma 6,7%. Dilaporkan di Mesir, India, dan Jepang kejadiannya tinggi, sedangkan pada orang Negro Amerika dan Indonesia kurang. Frekuensi prolapsus uteri di Indonesia hanya 1,5% dan lebih sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan, wanita tua dan wanita dengan pekerja berat.2 Sumber data dari 5.372 kasus ginekologik di Rumah Sakit Dr. Pirngadi di Medan diperoleh 63 kasus prolapsus uteri terbanyak pada grande multipara dalam masa menopause dan pada wanita petani, dari 63 kasus tersebut 69% berumur diatas 40 tahun. Jarang sekali prolapsus uteri dapat ditemukan pada seorang nullipara.2. Kejadian prolapsus uteri di Rumah Sakit Dr. Moewardi untuk tahun 2007 yaitu sebanyak 18 kasus. Dari 18 kasus tersebut dua pasien tergolong paritas rendah, sedangkan lainnya adalah pasien dengan paritas tinggi.4 Gejala yang timbul pada prolapsus uteri bersifat individual dan berbeda-beda. Gejala yang biasa muncul adalah tekanan kuat pada vagina, low back pain, serta terdapat pembengkakan pada introitus vagina dan ketika diperiksa dapat ditemukan sistokel, rektokel atau enterokel.5

1.2. Definisi Prolaps adalah jatuh atau penurunan bagian. Prolapsus uteri adalah pergeseran letak uterus ke bawah sehingga serviks berada di dalam orifisium vagina (tingkat pertama), portio kelihatan di introitus vagina (tingkat dua) atau seluruh uterus berada di luar orifisium (tingkat tiga).6 Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya. Atau turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus genitalis.7,8,9 Prolapsus uteri adalah keadaan yang terjadi akibat otot penyangga uterus menjadi kendor sehingga uterus akan turun atau bergeser kebawah dan dapat menonjol keluar dari vagina. Dalam keadaan normal, uterus disangga oleh otot panggul dan ligamentum penyangga. Bila otot penyangga tersebut menjadi lemah atau mengalami cedera akan terjadi prolapsus uteri. Pada kasus ringan, bagian uterus turun ke puncak vagina dan pada kasus yang sangat berat dapat terjadi protrusi melalui orifisium vaginae dan berada di luar vagina. 1.3. Etiologi Dasar panggul yang lemah oleh kerusakan dasar panggul pada partus (rupture perinea atau regangan) atau karena usia lanjut. Pada menopause, hormon estrogen telah berkurang sehingga otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah.3,4 Tekanan abdominal yang meninggi karena ascites, tumor, batuk yang kronis atau mengejan (obstipasi atau strictur dari tractus urinalis). Partus yang berulang dan terjadi terlampau sering. Partus dengan penyulit. Tarikan pada janin sedang pembukaan belum lengkap. Ekspresi menurut creede yang berlebihan untuk mengeluarkan placenta. 1.4. Gejala-Gejala Klinik Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadang-kadang penderita yang satu dengan prolaps yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun. Prolaps dapat terjadi secara akut alam hal ini dapat timbul gejala nyeri. Keluhan-keluhan yang hampir dijumpai adalah : 5,7,10 1. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia eksterna. 2. Rasa sakit dalam panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita berbaring keluhan hilang atau berkurang. 3. Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu berjalan dan bekerja. Gesekan portio uteri terhadap celana dapat menimbulkan lecet sampai luka dekubitus pada portio uteri. 4. Leukorhea karena kongesti pembuluh darah vena daerah serviks dan area infeksi serta luka pada portio uteri. 5. Coitus terganggu. 6. Infertilitas karena servicitis. 1.5. Klasifikasi Klasifikasi prolapsus uteri menurut Sjamsuhidajat dan Jong (2004) : 1. Prolapsus uteri tingkat I Yaitu serviks tetap di dalam vagina. Pada sebagian pasien keadaan ini biasanya tanpa disertai keluhan, pasien akan memeriksakan keadaannya jika terdapat keluhan dan derajat prolaps bertambah.
2

2. Prolapsus uteri tingkat II Yaitu portio kelihatan di introitus (pintu masuk) vagina. Keadaan ini disebabkan karena otot-otot yang menopang rahim menjadi lemah dan biasanya terjadi pada wanita yang menginjak usia tua dan mempunyai banyak anak. Gejala-gejala sering timbul setelah menopause ketika otot menjadi lemah, gejala yang dirasakan pasien adalah punggung bagian bawah terasa nyeri dan ada perasaan yang mengganjal pada vagina, bahkan pada sebagian wanita keadaan ini tidak ada keluhan. 3. Prolapsus uteri tingkat III Disebut juga prosidensia uteri (seluruh rahim keluar dari vulva), dikarenakan otot dasar panggul sangat lemah dan kendor sehingga tidak mampu menopang uterus. Keadaan ini juga terjadi pada wanita dalam masa menopause dikarenakan menurunnya hormon estrogen. Menurut beberapa literatur lainnya, membagi klasifikasi derajat prolaps uteri menjadi 4 derajat (grade), yaitu : 7,11 1. Tahap I : turunnya uterus dari vagina setingkat di atas selaput dara. 2. Tahap II : turunnya uterus ke tingkat selaput dara. 3. Tahap III : turunnya uterus di luar selaput dara. 4. Tahap IV : Procidentia, yaitu turunnya uterus seluruhnya dari vagina. 1.6. Penanganan Prolaps Uteri Faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan penanganan pada prolapsus adalah: - Keadaan umum - Masih bersuami atau tidak - Keinginan punya anak - Umur - Tingkat prolaps Penanganan prolaps uteri dapat dibagi: 1. Terapi Kuratif atau Non Operatif Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan dan hanya memberikan hasil sementara. Cara ini dilakukan pada prolaps ringan tanpa keluhan, jika yang bersangkutan masih ingin punya anak. Jika penderita menolak untuk dilakukan operasi atau jika kondisinya tidak mengijinkan untuk dioperasi. Yang termasuk pengobatan tanpa operasi: 1. Latihan-latihan otot dasar panggul Latihan ini sangat berguna pada prolaps yang ringan yang terjadi pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya adalah untuk menguatkan otot dasar panggul atau otot uang mempengaruhi miksi. Latihan ini dilakukan selama beberapa bulan. Caranya: penderita disuruh menguncupkan anus dan jaringan panggul, seperti biasanya setelah BAB, atau penderita disuruh membayangkan seolah-olah sedang mengeluarkan air kencing dan tiba-tiba menghentikannya. 2. Stimulasi otot-otot dengan alat-alat listrik Kontraksi otot-otot dasar panggul dapat ditimbulkan dengan alat listrik, elektrodenya dapat dipasang dalm pessarium yang dimasukkan dalam vagina. 3. Pengobatan dengan Pessarium
3

Pengobatan dengan pessarium sebetulnya hanya bersifat paliatif, yakni menahan uterus di tempatnya selama dipakai. Jika Pessarium diangkat timbul prolaps lagi. Prinsip pemakaian pessarium ialah bahwa alat tersebut mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian atas sehingga bagian dari vagina tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian bawah. Kerugian pessarium ini adalah perasaan rendah diri dan pessarium harus dibersihkan sebulan sekali. Untuk penanganan prolapsus uteri selama awal kehamilan, uterus harus direposisi dan dipertahankan dalam posisinya dengan pessarium yang sesuai.

2.

Penanganan secara Operatif 1. Ventrofiksasi Pada wanita yang masih tergolong muda dan masih menginginkan anak dilakukan operasi untuk membuat uterus Ventrofiksasi, dengan cara memendekkan ligamentum Rotundum atau mengikatkan ligamentum rotundum ke dinding perut atau dengan cara operasi Purandare. 2. Histerektomi vagina Histerektomi vaginal sebagai terapi prolaps kita pilih kalau ada methroragi, patologi portio atau tumor dari uterus, juga pada prolaps uteri tingkat lanjut. 3. Manchester Fothergill Dasarnya ialah memendekkan ligamentum Cardinale. Disamping itu dasar panggul diperkuat ( Perineoplasty ) dan karena sering ada elongasio coli dilakukan amputasi dari portio. Cystokele atau Rectokele dapat diperbaiki dengan Kolporafia anterior atau posterior. 4. Kolpocleisis ( Neugebauer Le Fort ) Pada wanita tua yang seksual tidak aktif lagi dapat dilakukan operasi sederhana dengan menghubungkan dinding vagina depan dengan bagian belakang, sehingga lumen vagina ditiadakan dan uterus terletak diatas vagina yang tertutup itu. Akan tetapi operasi ini dapat mengakibatkan tarikan pada dasar kandung kemih kebelakang, sehingga dapat menimbulkan inkontinensia urine, atau menambah inkontinensia yang telah ada. Coitus tidak mungkin lagi setelah operasi. 5. Operasi transposisi dari Watkins ( interposisi operasi dari Wertheim ) Prinsipnya ialah menjahit dinding depan uterus pada dinding depan vagina, sehingga korpus uteri dengan demikian terletak antara dinding vagina dan vesika urinaria dalam hiperantefleksi dan ekstra peritoneal. Disambing itu dilakukan amputasi portio dan perineoplasty. Setelah operasi ini wanita tidak boleh hamil lagi, maka sebaiknya dilakukan dalam menopause.

Berikut ini dilaporkan penanganan pasien P3A0 dengan prolapsus uteri yang dirawat di Ruang Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura.

BAB II LAPORAN KASUS

2.1. IDENTITAS Nama Penderita Umur Alamat Agama Pekerjaan Suku /bangsa Tanggal MRS Jam Dikirim oleh

: Ny. S.L : 47 tahun : APO : Kristen Protestan : Pegawai Kantor Kuskupan : Nusa Tenggara Timur / Indonesia : 13 Februari 2011 : 22.30 WIT : Dokter Praktek

2.2. ANAMNESIS 1. Keluhan utama : Adanya benjolan keluar dari vagina. 2. Riwayat penyakit sekarang : Pasien kiriman dari dokter praktek dengan keluhan adanya benjolan keluar dari vagina. Keluhan ini dirasakan pasien sejak beberapa bulan yang lalu. Keluhan lain yang menyertai adalah pasien merasa seolah-olah duduk di sebuah bola kecil atau jika ada sesuatu yang jatuh dari vaginanya. Pasien sering merasa sakit pada panggul, perut, atau punggung bawah. Disertai dengan kesulitan buang air kecil dan pada saat beraktifitas terasa terganggu serta sulit untuk melakukan hubungan seksual (bersanggama). Keluhan tidak disertai panas badan dan mual muntah. Pasien dapat makan dan minum baik dan seperti biasa. 3. Riwayat penyakit dahulu : Tidak ada riwayat penyakit dahulu 4. Riwayat obstetri : 1. Riwayat Kehamilan Gravida : Paritas : 3 Abortus : Kehamilan 1 : Cukup bulan, lahir spontan, , BB 3350, hidup, 20 tahun Kehamilan 2 : Cukup bulan, lahir spontan, , BB 3800, hidup, 19 tahun Kehamilan 3 : Cukup bulan, lahir spontan, , BB 4000, hidup, 10 tahun 2. Riwayat Pernikahan Usia Pernikahan : Umur : 31 tahun Pendidikan : D3 Pekerjaan : Wiraswasta Umur : 26 tahun Pendidikan : SMA Pekerjaan : Pegawai Kuskupan Pernikahan ke : 1 (satu) Suami ke : 1 (satu) Dengan suami sekarang : 21 tahun 3. Riwayat Menstruasi Menarche : 13 tahun Siklus Haid : teratur, 28 hari Lamanya : 5 hari Gejala Penyerta : dismenorrhoea (-) HPHT : 6 / 12 / 2010

2.3. STATUS GENERALIS Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : composmentis Tinggi Badan : 158 cm Berat Badan : 55 Kg Tanda-tanda vital : TD : 120/80 N : 84 x/menit R : 20s x/menit SB : 36C Kepala : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening Thoraks : Simetris, retraksi (-), rho (-/-), whz (-/-), Bj I-II regular murni Abdomen : Supel, datar, nyeri tekan (+) pada daerah umbilikus, Hepar / lien tidak teraba, BU (+) normal. Ekstremitas : Akral hangat, tidak anemis, tidak edema.

2.4. STATUS GINEKOLOGIS Pemeriksaan Luar - Abdomen

Nyeri perut bagian bawah dari umbilikus

Inspekulo Pemeriksaan Dalam

: Tidak dilakukan : Tidak dilakukan

2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Hematologi ( Darah Lengkap ) Eritrosit : 4,5 juta / uL Leukosit : 6,2 ribu / uL Hemoglobin : 14,2 gr % LED : 10 30 mm/jam Hematokrit : 40 % Trombosit : 254 ribu / uL DDR : negatif
6

Clotting Time : 1100 Bleeding Time : 200 Pemeriksaan Kimia Klinik ( Kimia Lengkap ) GDS : 134 mg/dL Kreatinin : 0,8 mg/dL Ureum : 13 mg/dL SGOT : 77 U/L SGPT : 120 U/L Pemeriksaan Urine Lengkap Warna : kuning jernih Berat Jenis : 1.010 Reaksi/pH : 6,5 Protein : negatif Aceton : negatif Nitrit : negatif Urobilinogen : negatif Bilirubin : negatif Sedimen : Leukosit : positif (+) Eritrosit : negatif Epitel : positif (+++) Kristal : Ca. Oxalat (+) RESUME Pasien Ny. S.L umur 47 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan adanya benjolan yang keluar dari vagina. Keluhan ini dirasakan beberapa bulan yang lalu. Pasien merasa seolah-olah duduk di sebuah bola kecil atau merasakan ada sesuatu yang jatuh dari vaginanya. Pasien sering merasa sakit pada panggul, perut, atau punggung bawah. Disertai dengan kesulitan buang air kecil dan pada saat beraktifitas terasa terganggu serta sulit untuk melakukan hubungan seksual (bersanggama). Pada pemeriksaan fisis masih dalam batas normal. Status ginekologis tidak dilakukan. Pemeriksaan penunjang laboratorium masih dalam batas normal. DIAGNOSIS KERJA Pasien P3A0 dengan Prolaps Uteri Grade IV PENATALAKSANAAN 1. Operasi Transvaginal Histerektomi + Kalporafi Anterior + Kalporafi Posterior 2. Konsul Bagian Penyakit Dalam 3. Konsul Bagian Anestesi LAPORAN OPERASI Tanggal operasi : 14 Februari 2011 Jam operasi dimulai : 11.15 WIT Jam operasi selesai : 14.30 WIT Nama Pasien : Ny. S.L Umur : 47 tahun Nama Ahli Bedah : Dr. Hermanus Suhartono, Sp.OG (K) Nama Ahli Anestesi : Dr. Diah, Sp.An (KIC) Nama Asisten : Dr. Tommy. N Nama Perawat : Br. Macklon
7

2.6.

2.7. 2.8.

2.9.

Diagnosis pre operatif Diagnosis post operatif

: Prolaps Uteri Grade IV : Transvaginal Histerktomi + Kalporafi Anterior dan Kalporafi Posterior Laporan Operasi : - Pasien dibaringkan dalam posisi litotomi dipengaruhi Spinal Anestesi Block (SAB). - Dilakukan disinfektan pada jaringan yang prolaps pada vulva vagina. - Persempit lapang operasi dengan menggunakan duk steril. - Dilakukan incisi melingkar pada portio, dilanjutkan pengelupasan endometrium dan selanjutnya identifikasi artei uterina. Dilakukan lagi ligasi arteri uterina sampai pangkal tuba ovarium dari ligamentum rotundum. - Dilakukan pemotongan pada ligamentum rotumdum dan tuba. - Kemudian dilakukan histerktomi tampak adenomiosis pada jaringan uterus. - Dilanjutkan lagi dengan dilakukan Kalporafi anterior dan Kalporafi posterior. - Dinding vagina dicuci dan dibersihkan. - Operasi selesai. - Perdarahan kurang lebih 200 cc.

Instruksi Pasca Operasi : 1. Puasa sampai sadar benar. 2. Periksa Hb Post Operasi. 3. Observasi tanda tanda vital dan perdarahan. 4. Pemberiaan Terapi : - IVFD RL : D5 ( 2 : 1 ) / 8 jam - Cefixos 2 x 1 vial ( i.v ) - Mikasin 2 x 1 vial ( i.v ) - Kalnex 3 x 1 ampul (i.v) - Pospargin 3 x 1 ampul (iv) - Tramadol 3 x 1 ampul (i.v) - Vitamin C 3 x 1 ampul (i.v) - Cernefit 3 x 1 ampul (i.v) 2.10. LAPORAN FOLLOW UP Tanggal 15 Februari 2011 S : Nyeri pada daerah operasi (+) masih dirasakan, pusing (-), O : mobilisasi (+) kurang, makan minum sedikit-sedikit, flatus (+), BAB/BAK (-) Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran TTV : Composmentis : TD : 110/70 mmHg N A : 80x/menit.

RR : 20x/menit : Post Operasi Transvaginal Histerektomi (TVH) dan SB : 36,6 C Kalporafi Kepala Anterior dan: Kalporafi Psoterior ( Hari perawatan I ) CA(-/-), SI(-/-) - IVFD RL : D5 ( 2 : : P>KGB(-) 1) / 8 jam Leher 8 - Cefixos Thorax - Mikasin - Kalnex Abdomen 2 x 1 vialSimetris, retraksi(-), ronchi(-/-), : ( i.v ) 2 x 1 vialwheezhing(-/-), BJ 1-2 reguler. ( i.v ) 3 x 1 ampul (i.v) : Supel, kesan datar, nyeri tekan (-),

P:

BAB III PEMBAHASAN Adapun pembahasan yang akan dibahas dari beberapa permasalahan berikut : 1. Apakah yang menyebabkan terjadinya prolaps uteri ? 2. Mengapa pasien ini didiagnosis dengan prolaps uteri grade IV ? 3. Apakah penanganan yang dilakukan pada pasien ini sudah sesuai dan benar ?

1. Apakah yang menyebabkan terjadinya Prolaps Uteri ? Prolaps uteri merupakan suatu proses turunnya uterus dari tempat yang biasa (normal) oleh karena kelemahan otot atau fascia pada dasar panggul yang dalam keadaan normal menyokongnya. Hal ini ditemukan oleh beberapa faktor predisposis yaitu : - Paritas - Trauma persalinan - Usia - Hormonal - Keadaan yang dapat menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal - Kelainan bawaan - Ras

Pada pasien ini yang menyebabkan terjadinya prolaps uteri diduga oleh karena dengan meningginya paritas, dimana pasien ini sudah mempunyai 3 orang anak sehingga salah satunya dapat menyebabkan terjadinya prolaps uteri. Selain itu, didukung oleh usia yang hampir lanjut tahun, yaitu di usia yang ke 47 tahun dapat memperberat terjadinya prolaps uteri. Hal ini terbukti dari penelitian kasus, dari 5.372 kasus ginekologik di Rumah Sakit Dr. Pirngadi di Medan diperoleh 63 kasus prolapsus uteri dengan jumlah persentase 69 % dari jumlah kasus berada dalam usia lebih dari 40 tahun. Dengan beranjaknya usia secara tidak langsung akan terjadinya defisiensi hormonal, menurunnya kadar estrogen (hipoestrogen) yang dapat mempengaruhi penurunan fungsi otot sehingga menyebabkan prolaps uteri. 2. Mengapa pasien ini didiagnosis dengan Prolaps Uteri Grade IV ? Pada pasien dengan prolaps uteri dapat didiagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis ditemukan keluhan utama pada pasien berupa adanya benjolan yang keluar dari vagina pasien. Pasien juga merasa seolah-olah duduk di sebuah bola kecil atau jika ada sesuatu yang jatuh dari vaginanya serta merasakan nyeri pada panggul, perut, atau punggung bawah. Disertai dengan kesulitan buang air kecil dan pada saat beraktifitas terasa terganggu serta sulit untuk melakukan hubungan seksual (bersanggama). Hal ini sesuai dengan beberapa
9

literatur mengenai tanda dan gejala terjadinya prolaps uteri. Selain itu, perlu anamnesis yang baik mengenai faktor-faktor predisposisi yang mengakibatkan terjadinya prolaps uteri ini. Untuk masalah anamnesis saja belum bisa disimpulkan prolaps uteri dengan derajatnya (grade). Hal ini dapat dipastikan dengan dilakukan pemeriksaan fisis dan pemeriksaan ginekologi. Pada pemeriksaan fisis kita hanya menilai secara inspeksi dengan melihat tampak keluarnya uters dari posisi normalnya. Dengan pemeriksaan ginekologi dengan baik dan cermat, maka derajat pada prolaps uteri dapat dinilai. Namun, pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan ginekologi karena tidak mendapat ijin dari pasien yang bersangkutan dan berhubungan dengan status sosial pasien ( pasien berada di Kelas I ). Pada pasien ini didiagnosis sebagai prolaps uteri grade IV, karena tampak seluruh rahim keluar dari vulva, hal ini sesuai dengan lietratur tentang derajat penilaian prolaps uteri. Disebut juga prosidensia uteri. 3. Apakah penanganan yang dilakukan pada pasien ini sudah sesuai dan benar ? Penanganan prolapsus uteri bersifat individual terutama pada mereka yang mempunyai keluhan. Penanganan kasus prolaps uteri pada dasarnya ada dua yaitu konservatif dan operatif. Tindakan konservatif diambil biasanya bila pasien tidak memungkinkan dilakukan tindakan operatif, pasien dalam keadaan hamil atau bila penderita menolak untuk dilakukan operasi. Metode konservatif yang dipilih antara lain, latihan Kegel, Pesarium dan terapi sulih hormon. Tindakan operasi dipilih terutama bila terapi dengan pesarium gagal, penderita menginginkan penanganan definitif, sudah menopause dan tidak memerlukan organ reproduksi lagi, serta prolaps uteri dengan tingkat lanjut yang dialami oleh pasien.

Penanganan yang dilakukan pada pasien ini adalah tindakan operatif, sesuai dengan diagnosis pada pasien ini, yaitu prolaps uteri grade IV dimana telah terjadi tingkat derajat dari prolaps uteri yang lanjut sehingga dipilih penanganan tersebut, yaitu dilakukan transvaginal histerektomi. Transvaginal histerektomi sebagai pilihan operatif pada pasien ini dikarenakan oleh penilaian derajat prolaps uteri, yaitu seperti diagnosis pada pasien ini, prolaps uteri grade IV.

10

BAB IV PENUTUP 4.1. KESIMPULAN - Prolaps uteri adalah keadaan yang jarang terjadi. Kebanyakan terjadi pada wanita usia tua dan grandemultipara pada masa menopause. Hal ini dapat disebabkan oleh kelemahan dari otot dan struktur fascia pada usia yang lebih lanjut. Prolapsus uteri lebih sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan, wanita tua dan wanita dengan pekerjaan berat. - Prolapsus uteri dapat disebabkan oleh dasar panggul yang lemah oleh karena partus yang berulang atau dengan penyulit (ruptur perineum atau regangan) atau usai lanjut, tekanan abdominal yang meninggi, penurunan hormonal, dan lainnya - Penanganan prolapsus uteri dilakukan dengan menilai keadaan dari keadaan umum pasien, umur pasien, masih bersuami atau tidak, tingkat prolaps sehingga didapatkan penanagan yang paling baik untuk setiap pasien. Dari kasus ini penanganan yang sesuai adalah penanganan secara operatif. 4.2. SARAN - Penanganan prolaps uteri sebaiknya dilakukan dengan menilai keadaan dari keadaan umum pasien, umur, masih bersuami atau tidak, tingkat prolaps sehingga didapatkan terapi yang paling baik dan tepat untuk setiap pasien. DAFTAR PUSTAKA

1.

Koblinsky M, et all. 2001. Kesehatan Wanita Sebuah Perspektif Global. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 2. Winkjosastro, H. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: YBP-SP 3. Anonim. Prolaps Uterus. Didapat dari http://buzzle.com. [on line] Diakses pada tanggal 20 Maret 2011 4. Anonim. Rekam Medik. 2009. Surakarta: RSUD DR. Moewardi. Didapat dari http://wordpress.com. [on line] Diakses pada tanggal 20 Maret 2011. 5. Andra. Menopause. Didapat dari www.google.com. [on line] Diakses pada tanggal 20 Maret 2011. 6. Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC. 7. Anomin. prolaps uteri. Didapat dari http://wordpress.com. [on line] Diakses pada tanggal 20 Maret 2011. 8. Lazarou G, Scotti RJ, Zhou HS, et al. Preoperative Prolapse Reduction Testing as a Predictor of Cure of Urinary Retention in Patients with Symptomatic Anterior Wall Prolapse. Int Urogynecol J Pelvic Floor Dysfunct. 2000;11:S60. 9. Scotti RJ, Flora R, Greston WM, et al. Characterizing and reporting pelvic floor defects: the revised New York classification system. Int Urogynecol J Pelvic Floor Dysfunct. 2000;11(1):48-60 10. Bambang Widjanarko, Prolapsus Uteri. Didapat dari www. reproduksiumj.blogspot.com.. [on line] Diakses pada tanggal 20 Maret 2011. 11. Richard Sinert. Uterine Prolapse in Emergency Medicine. emedicine.medscape.com. 21 Maret 2011.

11

Anda mungkin juga menyukai