Anda di halaman 1dari 9

J Kedokter Trisakti

Januari-April 2002, Vol.21 No.1

Homosistein faktor risiko baru (non tradisional) penyakit kardiovaskuler


Pusparini
Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

ABSTRACT
Cardiovascular disease is primary cause of death in developed country. Homocysteine recognized as nontraditional risk factor for atherosclerosis. Correlation between increasingly homocysteine with cardiovascular disease has been reported by Mc Cully in 1969. Homocysteine is a sulfur containing aminoacid formed during the metabolism of methionine. Homocysteine is metabolized by one of two pathways : remethylation and transulfuration. Factors influenced homocysteine metabolism are genetic, age, sex, renal function, nutrition, disease like as psoriasis and cancer. Study about the correlation of hyperhomocysteine and cardiovascular disease has been reported. Patofisiology atherogenesis in hyperhomocysteinemia are effects on endothelium. Hyperhomocysteinemia are treated by replacement with folic acid, vitamin B6 and B12. Key words : Homocysteine, atherosclerosis, cardiovascular disease

ABSTRAK
Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama kematian di negara maju. Homosistein saat ini dikenal sebagai suatu faktor risiko non tradisional yang dapat menimbulkan aterosklerosis. Hubungan peningkatan homosistein dengan penyakit kardiovaskuler pertama kali dikemukakan oleh Mc Cully pada tahun 1969. Homosistein merupakan non protein sulfhydryl amino acid yang metabolismenya terletak pada persimpangan antara jalur transulfurasi dan remetilasi biosintesis metionin. Faktor yang mempengaruhi metabolisme homosistein antara lain faktor genetik, umur, sex, faktor fungsi ginjal, nutrisi dan penyakit seperti psoriasis, keganasan. Sejumlah penelitian menunjukkan adanya hubungan antara hiperhomosistein dengan penyakit kardiovaskuler. Patofisiologi aterogenesis pada hiperhomosistein adalah efek terhadap endotel, trombosit, dan pengaruh terhadap faktor pembekuan darah. Hiperhomosisteinemia diobati dengan pemberian asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12. Kata kunci : Homosistein, aterosklerosis, penyakit kardiovaskuler

PENDAHULUAN Penyakit kardiovaskuler (PKV) merupakan penyebab kematian utama di negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, dan banyak negara di Asia. Diperkirakan pada milenium mendatang PKV akan menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia.(1) Secara umum dikenal berbagai faktor risiko tradisional yang dapat menimbulkan aterosklerosis seperti dislipidemia, merokok, hipertensi, diabetes mellitus dan adanya riwayat keluarga.(1,2) Faktor risiko tersebut hanya dapat menentukan 50-60% variasi kejadian koroner secara individual, bahkan ada suatu penelitian yang menunjukkan 80% penderita jantung koroner (PJK) dengan kadar kolesterol total sama tinggi dengan yang non PJK.(2,3) Beberapa studi intervensi menunjukkan bahwa mereka yang telah berhasil diturunkan kadar kolesterol total dan kolesterol low density lipoproteinnya (LDL) masih tetap menunjukkan progresifitas aterosklerosis secara arteriografik. Alasan kejadian ini adalah pada penderita tersebut 31

Pusparini

Faktor risiko kardiovaskuler

terdapat mekanisme lain selain hanya peningkatan lipid semata.(3) Oleh sebab itu kini bermunculan berbagai faktor risiko non tradisional atau faktor risiko baru yang berkaitan dengan aterosklerosis dan trombosis antara lain lipoprotein (a), LDL kecil padat, plasminogen activator inhibitor (PAI-1), faktor von Willebrand (vWF), dan homosistein.(1,2) Hubungan peningkatan homosistein dengan penyakit vaskuler pertama kali dikemukakan oleh Mc Cully pada tahun 1969.(1) Ia melaporkan adanya aterosklerosis disertai disertai trombosis arteri pada otopsi dua orang anak yang mempunyai kadar homosistein darah dan urin yang tinggi. Berdasarkan observasi tersebut Mc Cully membuat hipotesis bahwa hiperhomosisteinemia dapat menyebabkan penyakit vaskuler. Berbagai penelitian epidemiologi telah dilakukan sebagai konfirmasi terhadap hipotesis Mc Cully tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hiperhomosisteinemia merupakan faktor risiko bebas untuk terjadinya aterosklerosis dan aterotrombosis.(1) Hiperhomosisteinemia berat merupakan kejadian yang jarang tetapi hiperhomosisteinemia sedang terjadi pada kira-kira 5-10% dari populasi. Pasien dengan hiperhomosisteinemia sedang tidak menunjukkan gejala klinis sampai dekade ketiga atau keempat kehidupan yaitu terjadinya penyakit koroner yang prematur, trombosis arteri dan vena yang berulang. Walaupun mekanisme molekuler hiperhomosisteinemia dapat menyebabkan aterotrombosis belum diketahui tetapi bukti epidemiologi mengenai hubungan antara hiperhomosisteinemia dengan aterotrombosis telah ada.(1,2) Pada makalah ini akan dikemukakan mengenai metabolisme homosistein, faktor yang mempengaruhi metabolisme homosistein, hubungan hiperhomosisteinemia dengan penyakit kardiovaskuler, patofisiologi aterogenesis pada hiperhomosisteinemia dan terapi hiperhomosisteinemia. METABOLISME HOMOSISTEIN Senyawa homosistein pertama kali ditemukan tahun 1932 dan diberi nama oleh du Vigneaud.(4,5) 32

Homosistein (2 amino 4 mercaptobutanoic acid) merupakan non protein sulfhydryl amino acid, yang metabolismenya terletak pada persimpangan antara jalur transsulfurasi dan remetilasi biosintesis metionin.(4,5) Homosistein merupakan senyawa antara yang dihasilkan pada metabolisme metionin, suatu asam amino esensial yang terdapat dalam beberapa bentuk diplasma (Gambar 1). Sulfhidril atau bentuk tereduksi dinamakan homosistein, dan disulfida atau bentuk teroksidasi dinamakan homosistin. Bentuk disulfida juga terdapat bersama-sama dengan sistein dan protein yang mengandung residu sistein reaktif (homosistein yang terikat protein), bentuk ini dinamakan disulfida campuran. Bentuk teroksidasi merupakan bagian terbesar (98-99%) dalam plasma sedangkan bentuk tereduksi hanya 1% dari total homosistein dalam plasma.(6,7)

Gambar 1. Konstituen homosistein plasma total dan persentasenya.(7)

J Kedokter Trisakti

Vol.21 No.1

Gambar 2. Siklus metionin dan jalur metabolisme homositein.(2) Metionin merupakan asam amino esensial yang mengandung sulfur yang didapat dari makanan. Walaupun asupan metionin yang dianjurkan di Aerika Serikat adalah 0,9 gram per hari, umumnya masyarakat Amerika mengkonsumsi 2 gram metionin per hari. Asupan metionin yang tinggi dalam waktu lama akan meningkatkan kadar total homosistein dalam plasma (15-25 M/L) dan sudah merupakan risiko PKV.(6,7) Homosistein bukan merupakan konstituen diet normal. Satu-satunya sumber homosistein adalah metionin yaitu suatu asam amino esensial yang mengandung sulfur yang diperoleh melalui asupan protein. Biosintesis metionin akan menghasilkan produk antara yaitu homosistein. Metabolisme homosistein dipengaruhi oleh asam folat, vitamin B6 dan B12 serta aktivitas berbegai enzim yang berperan pada jalur metabolismenya.(4,5) Tahap pertama metabolisme homosistein adalah pembentukan S adenosil metionin (Gambar 2), yang merupakan donor metil terpenting pada reaksi transmetilasi. S adenosilmetionin, selanjutnya mengalami demitilasi membentuk S adenosil homosistein, yang kemudian dihidrolisis menjadi adenosin dan homosistein. Homosistein selanjutnya memasuki jalur transsulfurasi atau jalur remetilasi. Sekitar 50% homosistein yang memasuki jalur ini dan secara irreversibel berikatan dengan serin melalui pengaruh enzim sistasionin sintase, untuk membentuk sistasionin. Sistasionin ini selanjutnya dimetabolisme menjadi sistein dan ketobutirat melalui pengaruh enzim sistasionase. Sistein yang terbentuk dari homosistein ini akhirnya dirubah menjadi sulfat dan diekskresikan ke dalam urin.(4,8) Pada jalur remetilasi, homosistein akan mengalami daur ulang menjadi metionin melalui 2 33

Pusparini

Faktor risiko kardiovaskuler

reaksi yang berbeda. Reaksi pertama memerlukan enzim 5 metiltetrahidrofolat homosistein metiltransferase (metionin sintase). Untuk aktivitas enzim ini dibutuhkan metilkobalamin sebagai kofaktor dan metiltetrahidrofolat sebagai kosubstrat. Metiltetrahidrofolat dibentuk dari tetrahidrofolat oleh pengaruh enzim metiltetrahidrofolat reduktase (MTHFR). Reaksi ini terjadi di semua jaringan. Jalur kedua dikatalisir oleh enzim betain homosistein metil transferase.(2,9) Reaksi dengan betain ini terutama terbatas di dalam hati. Proses daur ulang serta penyimpanan homosistein akan menjamin penyediaan metionin yang cukup.(2) Pada keadaan kelebihan metionin, dimanfaatkan jalur transfulfurasi dengan meningkatkan regulasi sistasionin sintase dan mengurangi regulasi jalur remetilasi, sedangkan bila terdapat defisiensi metionin dimafaatkan jalur remetilasi.(2,8)

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI METABOLISME HOMOSISTEIN Dalam keadaan normal homosistein dalam darah relatif sangat sedikit, dengan kadar antara 515 umol/L. Kadar homosistein di kompartemen ekstrasel ditentukan oleh beberapa hal yaitu pembentukannya di dalam sel, metabolisme dan eksresinya. Bila produksi homosistein intrasel melebihi kapasitas metabolisme, maka homosistein akan dilepaskan ke ruang ekstrasel, sebaliknya bila produksi berkurang maka pelepasan dari sel akan berkurang. (2,4) Keadaan ini membantu mempertahankan agar kandungan homosistein intrasel tetap rendah. Keseimbangan ini dapat terganggu pada keadaan gangguan aktivitas enzim atau akibat jumlah kofaktor yang berperan dalam metabolismenya berkurang. (4) Penyebab hiperhomosisteinemia adalah multifaktorial (Tabel 1).(2)

Tabel 1. Faktor yang mempengaruhi kadar homosistein(2)


I. Genetics A. Trassulfuration abnormalities : diminished or absent cystahionine beta-synthase activy (chromosome 21) B. Remethylation abnormalities 1. Abnormal methylenetetrahydrofolate reductase (absent or thermolabile variant) 2. Abnormal methionine synthase II. Age/gender A. Homocysteine increases with age B. Homocysteine levels : men > age-matched women C. Postmenopausal women : homocysteine levels increase III. Renal function : homocysteine increases with increased creatinine IV. Nutrition A. Vitamin B6 deficiency B. Vitamin B12 deficiency C. Folate deficiency V. Disease states A. Severe psoriasis, associated with increased homocysteine levels (possibly related to lower folate levels) B. Cancer, acute lymphoblastic leukemia, elevated levels C. Chronic renal Failure, increased homocysteine, lowered with dialysis VI. A. Increase homocysteine 1. Methotrexate, depletes 5-methyltetrahydrofolate 2. Azaribine, vitamin B6 antagonist 3. Nitrous oxide, inactivates vitamin B 4. Phenytoin, interferes with folate metabolism 5. Carbamazepine, interferes with folate metabolism 6. Estrogen-containing oral contraceptine induce vitamin B6 defyciency B. Decrease homocysteine : penicillamine metabolically stable cysteine analogue

34

J Kedokter Trisakti

Vol.21 No.1

Genetik Pada homosistinuria homozigot aktivitas enzim sistasionin sintase sangat rendah bahkan tidak terdeteksi, sedang kadar homosistein darah meningkat. Karena gen untuk enzim sistasionin sintase terletak pada kromosom 21, maka pada sindroma Down atau trisomi 21 dapat dijumpai keadaan yang sebaliknya yaitu peningkatan enzim sistasionin sintase. Penurunan kadar homosistein plasma dijumpai pada 8 anak dengan sindroma Down. Pengaruh genetik pada konsentrasi homosistein plasma juga terlihat pada orang normal dan pada pasien dengan penyakit vaskuler.(2,10) Umur Kadar homosistein plasma meningkat seiiring dengan peningkatan usia. Penyebabnya kemungkinan adanya penurunan kadar kofaktor atau adanya kegagalan ginajl yang sering dijumpai pada psien lanjut usia. Selain itu aktivitas enzim sistasionin sintase juga menurun seiring dengan meningkatnya usia.(2,10) Sex Secara umum, laki-laki mempunyai kadar homosistein yang lebih tinggi dari wanita. Sesudah menopause konsentrasi homosistein akan meningkat. Perbedaan kadar homosistein pada wanita dan pria mungkin disebabkan perbedaan hormon sex terhadap metabolisme homosistein. Selain itu kadar kreatinin atau massa otot yang besar pada pria juga berpengaruh.(2,10) Fungsi ginjal Terdapat korelasi positif antara kadar homosistein dan kreatinin serum, walaupun mekanismenya belum jelas. Kelainan arteriosklerosis renovaskuler dan faktor prerenal juga sangat penting. Pada gagal ginjal kronik kadar homosistein plasma akan meningkat 2-4 kali dari normal. Konsentrasi ini akan menurun setelah dialisis. Peningkatan homosistein pada gagal ginjal mungkin disebabkan gangguan metabolisme.(2,10) Nutrisi Kadar homosistein akan sangat meningkat pada defisiensi kofaktor vitamin B12 atau folat. Korelasi

negatif antara kadar folat serum dan B12 telah terbukti pada orang normal. Hiperhomosisteinemia didapat antara lain disebabkan oleh defisiensi asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12. Untuk memperoleh kadar homosistein yang optimal diperlukan kadar yang cukup dari ketiga vitamin itu. Asupan vitamin B6 yang dianjurkan untuk pria adalah 2 mg / hari sedang pada wanita 1,6 mg / hari.(2,10) Penyakit Terdapat beberapa penyakit yang dihubungkan dengan peningkatan kadar homosistein plasma yaitu psoriasis, keganasan dan pemakaian obat-obatan. Psoriasis yang berat dihubungkan dengan peningkatan kadar homosistein plasma. Pada suatu penelitian didapatkan penderita psoriasis mempunyai kadar folat yang lebih rendah dari kelompok kontrol. Peningkatan kadar homosistein juga dijumpai pada leukemia limfoblastik akut. Selain itu beberapa keganasan seperti Ca mamae, ovarium dan pankreas juga menunjukkan peningkatan kadar homosistein. Plasma homosistein juga dipengaruhi oleh obat-obatan seperti methotrexate, nitrous oxide, phenytoin, carbamazepine, azaribine, kontrasepsi oral dan penicillamine.(2,10) HUBUNGAN HIPERHOMOSISTEIN DENGAN PENYAKIT KARDIOVASKULER Hubungan antara hiperhomosisteinemia dengan peningkatan risiko PKV telah banyak dilaporkan. Mc Cully dkk. seperti dikutip oleh Stampfer dkk.(11) melakukan penelitian pada 20 kasus kontrol dan 2000 pasien pada penelitian potong lintang. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara PKV dan hiperhomosisteinemia. Penelitian pada 75 orang dengan aterosklerosis, didapatkan bahwa 1/ 3 pasien dengan penyakit serebrovaskuler dan penyakit vaskuler perifer menunjukkan hiperhomosisteinemia. (11) Clarke dkk. (12) juga mendapatkan bahwa risiko penyakit koroner pada pasien dengan hiperhomosisteinemia 24 kali lebih tinggi dibanding pada kelompok kontrol.(12) Boushey dkk.(13) telah melakukan meta analisis yang meliputi 27 penelitian tentang kaitan 35

Pusparini

Faktor risiko kardiovaskuler

homosistein dengan PKV, dan 11 penelitian tentang folat sebagai determinan homosistein plasma. Peningkatan homosistein merupakan faktor risiko independen untuk PKV dengan rasio odds setiap peningkatan 5 umol/L homosistein adalah 1,6 untuk pria dan 1,8 untuk wanita. Artinya untuk setiap penambahan 5 umol/L homosistein akan meningkatkan risiko PKV setara dengan penambahan kolesterol 20 mg/dL. Terdapat hubungan terbalik antara asupan folat dengan penurunan homosistein. (13) Graham dkk. (14) melaporkan bahwa peningkatan homosistein sama kuatnya sebagai faktor risiko PKV dengan merokok dan hiperlipidemia berdasarkan penelitian multisenter di Eropa yang melibatkan 750 kasus dan 800 kontrol. Hubungan antara kadar homosistein plasma dengan risiko PKV juga telah dilaporkan oleh Malinow dkk.(15) Hasil serupa terdapat pada penelitian mengenai hubungan antara hiperhomosisteinemia dengan penyakit serebrovaskuler.(16) Hoogeveen dkk.(17) menunjukkan hiperhomosisteinemia merupakan faktor risiko PKV yang lebih kuat (1,6 kali) pada penderita non insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) dibandingkan dengan kelompok bukan diabetes mellitus.(17) Den Heijer dkk. (18) menunjukkan bahwa hiperhomosisteinemia sedang merupakan faktor risiko independen terjadinya tromboemboli vena. Mereka mendapatkan peningkatan yang tajam risiko trombosis vena pada pasien dengan kadar homosistein plasma yang tinggi. Kadar homosistein plasma lebih dari 22 umol/L meningkatkan rasio Odds terhadap trombosis vena sebanyak 4 kali. Ridker dkk. (19) menunjukkan kombinasi hiperhomosisteinemia dan faktor V Leiden meningkatkan risiko terhadap tromboemboli vena sampai 3,6 kali. PATOFISIOLOGI ATEROGENESIS PADA HIPERHOMOSISTEINEMIA Penelitian secara klinik dan eksperimen menunjukkan bahwa kadar homosistein yang tinggi cenderung untuk memberikan respons aterogenik yang menimbulkan terjadinya trombosis. Mekanisme pasti dari keadaan ini belum sepenuhnya 36

dapat diketahui, namun beberapa mekanisme yang mungkin berperan telah dapat diidentifikasi.(2) Efek terhadap endotel In vitro Beberapa penelitian telah berhasil menunjukkan adanya efek sitotoksik langsung dari homosistein pada kultur sel endotel.(20) Starkebaum dan Harlan(21) menemukan bahwa ion tembaga menyebabkan oksidasi homosistein akan memproduksi hidrogen peroksida. Kultur sel endotel yang terpapar homosistein akan lisis sesuai dengan lamanya paparan dan kadar homosistein, hanya bila terdapat ion tembaga. Penemuan ini sesuai dengan pasien homosistinuria akan didapatkan homosistein darah yang tinggi dan konsentrasi ion tembaga yang meningkat.(21) Prostasiklin merupakan inhibitor trombosit, sehingga berkurangnya sintesis zat tersebut merupakan predisposisi trombosis. Terdapat hasil penelitian yang berbeda mengenai adanya efek homosistein terhadap sintesis prostasiklin pada kultur sel endotel. Penelitian yang pertama menunjukkan bahwa endothelium derived relaxing factor bersifat protektif terhadap efek homosistein, yang akan hilang dengan adanya kerusakan sel endotel.(2,10) Tsai dkk.(23) melaporkan homosistein mempunyai efek proliferasi otot polos dan menurunkan sintesis DNA. In vivo Harker dkk. (24) melaporkan penyuntikkan homosistein ke baboon selama 5 hari menunjukkan adanya bercak deskuamasi pada endotel pembuluh darah disertai berkurangnya masa hidup trombosit. Mereka juga mendukung pendapat bahwa trombus arteri akibat trauma endotel yang terjadi pada penderita homosistinuria disebabkan oleh pengaruh homosistein yang terus menerus sehingga menyebabkan terjadinya aterogenesis dan peningkatan konsumsi trombosit. Semakin tingi kadar homosistein maka kerusakan endotel akan semakin berat. Penelitian lain menunjukkan kerusakkan endotel akibat homosistein juga dipengaruhi faktor spesies. Hal ini ditunjukkan adanya kerusakan endotel pada baboon tetapi tidak terdapat kerusakan endotel pada binatang lain setelah terpapar homosistein.(25)

J Kedokter Trisakti

Vol.21 No.1

Tabel 2. Pengobatan hiperhomosisteinemia.(30)


Terapi pertama Asam folat 1 2 mg / hari (untuk beberapa penderita dapat dipakai 400ug/hari) Terapi kedua Piridoksin (vitamin B6) 10-25 mg/hari (dosis > diperlukan untuk penderita dengan defisiensi enzim sistasionin beta sintase) Vitamin B12 400 ug/hari (pada defisiensi vitamin B12) Terapi ketiga Betaine Choline

Efek terhadap trombosit Efek homosistein terhadap trombosit antara lain gangguan masa hidup trombosit. Gangguan ini juga ditemukan pada pasien dengan defisiensi enzim sistasionin beta sintase. (24-26) Mc Donald (27) menunjukkan adanya peningkatan adhesi trombosit pada pasien dengan defisiensi enzim sistasionin beta sintase. Mayer menyatakan bahwa homosistein meningkatkan metabolisme asam arakhidonat trombosit normal, sehingga terjadi peningkatan tromboksan A2, akibatnya akan terjadi akumulasi yang berlebihan dari agregator trombosit yang memungkinkan untuk terjadinya trombosis.(2) Pengaruh terhadap faktor pembekuan darah Homosistein kumungkinan mempengaruhi beberapa faktor yang terlibat dalam kaskade pembekuan darah, seperti menurunkan aktivitas anti trombin.(2,8) Selain itu homosistein juga menghambat aktivitas kofaktor trombomodulin dan aktivasi protein C, meningkatkan aktivitas faktor V dan faktor XII, mengganggu sekresi faktor von Willebrand oleh endotel dan mengurangi sintesis prostasiklin. Menurut Panganamala seperti dikutip oleh Mayer,(2) prostasiklin merupakan inhibitor yang penting terhadap trombosit maka dengan berkurangnya sintesis prostasiklin akan menyebabkan terjadinya trombosis, namun hasil ini masih dipertentangkan. Akibat peningkatan homosistein juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan sintesis DNA sel endotel.(2,8) PENGOBATAN HIPERHOMOSISTEINEMIA Peningkatan kadar homosistein plasma dapat diturunkan secara bermakna dengan terapi vitamin

B dan folat terkevuali penderita homosistinuria dengan kadar homosistein yang amat tinggi.(28,29) Dosis optimal dan terapi kombinasi belum ditentukan dengan pasti, tetapi anjuran dibawah ini dapat dipakai sebagai pedoman (Tabel 2).(30) Asam folat dengan dosis 1-2 mg/hari merupakan pilihan pertama, biarpun dosis 400 ug/ hari sudah cukup untuk penderita dengan kelainan primer defisiensi folat. Kebanyakan suplemen multivitamin mengandung 400 ug. Pemakaian piridoksin dengan dosis 10-25 mg/hari dapat berguna sebagai terapi tambahan pada penderita yang penurunan homosisteinnya kurang memadai dengan terapi asam folat. Terapi dengan vitamin B12 saja kurang efektif untuk menurunkan kadar homosistein, kecuali pada defisiensi vitamin B12.(29,30) KESIMPULAN Hiperhomosisteinemia merupakan faktor risiko independen yang penting untuk infark jantung stroke maupun penyakit vaskuler perifer dan trombosis. Kadar homosistein plasma akan meningkat dengan berkurangnya asupan asam folat, vitamin B12 dan B6 dalam diet, di samping juga dipengaruhi oleh faktor genetik, umur, sex, tingkat kesehatan dan gaya hidup seseorang. Uji saring bagi penderita berisiko tinggi sangat dianjurkan. Daftar Pustaka
1. Mc Cully KS. Vascular pathology of hyperhomocysteinemia: Implication for the pathogenesis of atherosclerosis. Am J Pathol 1969; 53: 111-28.

37

Pusparini

Faktor risiko kardiovaskuler

2.

3.

4.

5.

6.

7. 8. 9.

10. 11.

12.

13.

14.

15.

Mayer EL, Jacobsen DW, Robinson K. Homocysteine and coronary atherosclerosis. JACC 1996; 27: 517-27. Wita IW. Manajemen lipid pada penderita dengan faktor-faktor risiko non tradisional. Dalam: Kaligis RMW, Kalim H, Yusak M, Ratnaningsih E, Soesanto AM, Hersunarti N, dkk., editors. Penyakit Kardiovaskuler dari pediatrik sampai geriatrik. 1st ed. Jakarta. Balai Penerbit Rumah Sakit Jantung Harapan Kita 2001.p. 154-64. Ueland PM, Refsum H, Stabler SP, Malinow MR, Anderson A, Allen RH. Total homocysteine in plasma or serum methods and clinical applications. Clin Chem 1993; 39(9): 1764-78. Bostom AG, Lathrop L. Hyperhomocysteinemia in end stage renal disease. Prevalence etiology and potential relationship to arteriosclerotic outcomes. Kidney International 1997; 53: 10-20. Jacobsen DW. Homocysteine and vitamins in cardiovascular disease. Clin Chem 1998; 44: 1833-43. Malinow MR. Plasma homocysteine and arterial occlusive disease. Clin Chem 1995; 41: 173-76. DAngelo A, Selhub J. Homocysteine and thrombotic disease. Blood 1997; 98(1): 1-11. Wilcken DEL, Wilcken B. The pathogenesis of coronary artery disease a possible role for methionine metabolism. J Clin Invest 1976; 37: 1079-82. Epstein FH. Homocysteine and atherothrombosis. N Eng J Med 1998; 4: 1042-50. Stampfer MJ, Malinow MR. Can lowering homocysteine levels reduce cardiovascular risk? N Eng J Med 1995; 332: 328-9. Clarke R, Daly L, Robinson K. Hyperhomocysteinemia: an independent risk factor for vascular disease. N Eng J Med 1991; 324: 1149-55. Boushey CJ, Beresford SAA, Omenn GS, Motulsky AG. A quantitative assessment of plasma homosysteine as a risk for vascular disease probable benefits of increasing folic acid intakes. JAMA 1995; 274: 1049-57. Graham IM, Daly LE, Refsum HM, Robinson K, Brattstrom L, Ueland PM. Plasma homosysteine as a risk factor vascular disease The European concerted action project. JAMA 1997; 227: 177581. Malinow MR, Ducimetiere P, Luc G, Evans AE, Arveller D, Chambien F. Plasma homocysteine

16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.

23.

24.

25.

26.

levels and graded risk for myocardial infarction: finding in two populations at contrasting risk for coronary heart disease. Atherosclerosis 1996; 126: 227-34. Perry IJ, Refsum H, Morris RW, Ebrahim SB, Ueland PM, Shaper AG. Prospective study of serum total homocysteine concentration and risk of stroke in middle age british men. Lancet 1995; 346: 1395-8. Hoogeveen EK, Kostense PJ, Beks PJ, Mackaay AJC. Hyperhomocysteinemia is associated with an increased risk of cardiovascular disease, especially in non insulin dependent diabetes mellitus, a population based study. Arterioscler thromb vasc biol 1998; 18: 133-8. Den Heijer M, Kostor T, Blom HJ. Hyperhomocysteinemia as a risk factor for deep vein thrombosis. N Eng J Med 1996; 334: 759 62. Ridker PM, Hennekens CH, Selhub J, Miletich JP, Malinow MR, Stampfer MJ. Interrelation of hyperhomocysteinemia, factor V Leiden, and risk of future venous thromboembolism. Circulation 1997; 95: 1777-82. Wilcken DEL, Reddy SG, Gupta VJ. Homocysteinemia, ischemic heart disease and the carrier state for homocystinuria. Metabolism 1983; 32: 363-70. Starkebaum G, Harlan JM. Endothelial cell injury due to copper catalyzed hydrogen peroxide generation from homocysteine. J Clin Invest 1986; 77: 1370-6. Wang J, Dudman NPB, Wilcken DEL. Effects of homocysteine and related compounds on prostacyclin production by cultured human vascular endothelial cells. Thromb Haemostas 1993; 70: 1047-52. Tsai JC, Perrella MA, Yoshizumi M. Promotion of vascular smooth muscle cell growth by homocysteine: a link to atherosclerosis. Proc Natl Acad Sci USA 1994; 91: 6369-73. Harker LA, Slitchter SJ, Scott CR, Ross R. Homocystine induced arteriosclerosis. The role of endothelial cell injury and platelet response in its genesis. J Clin Invest 1976; 58: 731-41. Harker LA, Ross R, Slichter SJ, Scott CR. Homocystine induced arteriosclerosis. The role of endothelial cell injury and platelet response in its genesis. J Clin Invest 1976; 58: 731-41. Harker LA, Harlan JM, Ross R. Effects of

38

J Kedokter Trisakti

Vol.21 No.1

sulfinpyrazone on homocysteine induced endothelial injury and arterioslerosis in baboons. Circ Res 1983; 53: 731-9. 27. Mc Donald L, Bray C, Field C, Love F, Davies B. Homocystinuria, thrombosis and the blood platelets. Lancet 1964; 1: 745-6. 28. Den Heijer M, Brouwer IA, Bos GMJ, Blom HJ, van der Put NMJ, Spaans AP, et al. Vitamin supplementation reduces blood homocysteine levels, A controlled trial in patients with venous

thrombosis and healthy volunteers. Arterioscler thromb Vasc Biol 1998; 18: 356-61. 29. Malinow MR, Nieto FJ, Kruger WD, Duell PB. The effects of folic acid supplementation on plasma total homocysteine are modulated by multivitamin use and MTHFR genotype. Arteriocler thromb Vasc Biol 1997; 17: 1157-62. 30. Duell PB, Malinow MR. Homocysteine : An important risk factor for atherosclerotic vascular disease. Curr Opin Lipidol 1997; 8: 28-34.

39

Anda mungkin juga menyukai