Anda di halaman 1dari 12

LOMBA ESAI NASIONAL MULMED

TAHUN 2020

Tema:
Cardiovascular Disease: “Pencegahan dan Penanganan Cardiovascular
Disease guna Menekan Angka Mortalitas Menuju Indonesia Sehat 2025”

Subtema:
Kesehatan

Judul:
Inovasi Medical Food Mengandung Probiotik, Molekul Organik, dan
Biomolekul Sebagai Terapi Preventif dan Kuratif pada Penderita Infark
Miokard Akut

ZHALIF ZHAFIR AGHNA


ALMA ABIGAIL PAMARTA
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020
Gagal jantung (Infark Miokard Akut) merupakan penyakit kardiovaskular
dengan angka kematian nomor 1 diseluruh dunia. Lebih dari 40% kasus
kardiovaskular dikarenakan oleh gagal jantung. Diperkirakan 7,2 juta orang di
dunia meninggal karena serangan jantung1. Di Indonesia, prevalensi penyakit gagal
jantung di Indonesia tahun 2013 diperkirakan sekitar 229.696 orang, sedangkan
berdasarkan diagnosis dokter/ gejala diperkirakan sekitar 530.068 orang2.

Penderita gagal jantung umumnya mengalami rasa sakit yang meremukkan,


meremas, atau terbakar di tengah dada. Gejala infark miokard akut (IMA) muncul
secara perlahan dan lama-kelamaan memburuk. Gejala yang ditimbulkan dari
penyakit ini adalah nyeri yang menjalar dari area dada ke leher, lengan, bahu, atau
rahang, sesak napas, pusing, mual, menggigil dan berkeringat, denyut nadi lemah,
kulit dingin dan lembap, pucat abu-abu, penampilan penyakit yang parah3.

Penyebab IMA adalah penurunan aliran darah koroner. Pasokan oksigen


yang tersedia tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen, sehingga terjadi iskemia
jantung. Aliran darah koroner yang menurun bersifat multifaktorial. Plak
aterosklerotik secara klasik pecah dan menyebabkan trombosis, berkontribusi pada
penurunan aliran darah di koroner secara akut. Adapun faktor resiko dari penyakit
gagal jantung memiliki dua tipe; faktor risiko yang dapat diubah dan yang tidak
dapat diubah. Faktor risiko yang dapat diubah yaitu hipertensi, penggunaan
tembakau, kadar lemak, obesitas, dan lain-lain. Sedangkan faktor resiko yang tidak
dapat diubah yaitu status sosio-ekonomi yang rendah, genetik, etnis, umur dan jenis
kelamin4. Untuk terapinya sendiri, terdapat beberapa pilihan yaitu obat-obatan,
medical food, suplemen, hingga tindakan operasi tergantung pada tingkat
keparahan5.

Probiotik adalah satu atau campuran beberapa kultur bakteri yang hidup dan
dapat memberi manfaat kesehatan dengan cara meningkatkan bakteri baik di kolon
apabila diberikan kepada manusia atau hewan. Kultur bakteri yang biasanya
digunakan sebagai probiotik yaitu bifidobacteria, lactobacilli, dan lactococci. Pada
awalnya penelitian tentang kegunaan probiotik mempelajari kemampuannya untuk
meningkatkan mikrobiota baik di usus, kemudian mulai diketahui bahwa probiotik

1
memiliki peran positif terhadap beberapa penyakit mulai dari diare, inflammatory
bowel disease (IBD), hingga kanker6. Penelitian tentang probiotik dalam 2 dekade
belakangan mengalami kemajuan, apalagi dengan berkembangnya penemuan
spesies bakteri yang menandakan baiknya keseimbangan antara mikrobiota usus
dengan kadar lipid dalam darah.

Definisi medical food menurut Food and Drug Administration (FDA)


adalah makanan yang diformulasikan untuk dikonsumsi atau diasup secara enteral
dibawah supervisi tenaga kesehatan dan diperuntukkan untuk managemen diet
spesifik suatu penyakit atau kondisi yang membutuhkan zat gizi tertentu
berdasarkan prinsip sains dan ditegakkan dengan evaluasi medis7. Medical food
yang sudah diteliti pada subjek dengan risiko IMA tinggi adalah PDL 0101.
Medical food ini diberikan pada subjek dengan tujuan menurunkan angka
triasilgliserol (TAG) dalam darah hingga menurunkan tekanan darah. Di Indonesia
sampai saat ini belum ada medical food yang dibuat khusus untuk penderita IMA,
padahal prevalensi penderita IMA terus meningkat. Maka dari itu saya memiliki
gagasan untuk membuat inovasi medical food yang mengandung probiotik, molekul
organik, dan biomolekul untuk terapi pada penderita IMA di Indonesia8.

A. Patofisiologi Infark Miokard Akut

Ada beberapa penyebab untuk terjadinya IMA tetapi penyebab


terbanyaknya adalah trombosis. Sebenarnya peran trombosis sebagai penyebab
IMA diperdebatkan selama beberapa dekade pada abad ke-20. Hingga pada tahun
1970-an, akhirnya trombosis diketahui dengan jelas sebagai penyebab dari hampir
semua IMA yang terlihat pada hasil otopsi9,10. Aterosklerosis yang diikuti dengan
peradangan adalah pendorong trombosis yang paling umum dan terpenting. Ciri
utama dari aterosklerosis adalah disfungsi endotel. Aterosklerosis adalah proses
inflamasi kronis pada dinding dalam arteri sedang dan berukuran besar dan
melibatkan sel endotel vaskular, monosit, makrofag, limfosit T, sel otot polos
pembuluh darah, lipid, dan trombosit11.

Aterosklerosis dimulai ketika low-density lipoprotein (LDL) diambil ke


dalam intima dan teroksidasi, menghasilkan kaskade inflamasi sitokin, enzim, dan
produksi molekul adhesi sel. Proses ini menghasilkan tarikan limfosit T dan

2
monosit ke dalam ruang subintimal. Akumulasi LDL teroksidasi akan merusak sel
endotel dan menghasilkan lebih banyak produksi radikal bebas yang diturunkan
dari sitokin dan oksigen ke dalam ruang subintimal. LDL teroksidasi kemudian
dicerna oleh makrofag yang diturunkan dari monosit dan diubah menjadi sel busa.
Seiring waktu, sel otot polos bermigrasi dari media ke intima dan lipid terakumulasi
di bawah tutup berserat yang terdiri dari sel otot polos pembuluh darah, elastin, dan
kolagen11.

Lebih lanjut, peradangan tingkat rendah yang ditandai oleh peningkatan


protein C-reaktif, tidak bergantung pada kadar LDL, telah terbukti berkontribusi
pada kejadian miokard dan karenanya dianggap berkontribusi pada pembentukan
dan perkembangan penyakit aterosklerotik12. Seperti yang disebutkan sebelumnya,
sel inflamasi seperti makrofag dan limfosit T memainkan peran langsung dalam
pembentukan dan destabilisasi plak aterosklerotik. Peradangan juga secara tidak
langsung mengaktifkan kaskade pembekuan intrinsik dan ekstrinsik, yang
selanjutnya berkontribusi pada pembentukan dan destabilisasi plak aterosklerotik13.

Thin-cap fibroatheroma (TCFA) memiliki inti nekrotik kaya lipid yang


dianggap oleh beberapa orang sebagai "plak rentan", dapat pecah tiba-tiba karena
infiltrasi makrofag dan degradasi matriks dari tutup berserat. Hal ini menghasilkan
kaskade agregasi platelet dan pembentukan trombus yang dapat menyebabkan
iskemia miokard di distal atau infark berikutnya atau keduanya13.

3
Gambar 1. Infark miokard biasanya disebabkan oleh pecahnya plak
yang rentan yang mengarah ke pembentukan trombus oklusif di arteri
koroner. TCFA sering dikaitkan dengan peradangan, aktivasi makrofag
di tutup serat, dan degradasi proteolitik dari matriks11.

B. Probiotik dan Hubunganya dengan Infark Miokard Akut

Bukti ilmiah yang menjelaskan efek pemberian probiotik dan/ atau prebiotik
terhadap kesehatan kardiovaskular sudah banyak dipublikasikan. Beberapa
penelitian telah membuktikan bahwa probiotik dapat meningkatkan kualitas
kesehatan kardiovaskular dengan ditandai penurunan lemak jahat yang diikuti
dengan peningkatan lemak baik. Penelitian terbaru oleh Collins S dan Reid G telah
menunjukan bahwa prebiotik mempengaruhi profil lipid serum, yang semuanya
berpengaruh pada kesehatan kardiovaskular14. Eksperimen ini telah diamati
efeknya terhadap probiotik baik in vitro maupun in vivo pada penurunan
kolesterol15. Dalam penggunaan probiotik untuk membantu menurunkan
kolesterol, properti adhesi probiotik ke sel epitel usus manusia merupakan
karakteristik kritis yang harus diperhatikan16. Karakteristik ini berguna untuk
memastikan bahwa ada waktu transit probiotik yang diperpanjang di traktus
gastrointestinal yang mengakibatkan efek penurunan kolesterol in vivo.

4
Adapula penelitian tentang probiotik yang telah menunjukkan penurunan
LDL dan kolesterol total, seiring dengan peningkatan pada kolesterol, high-density
lipoprotein (HDL), penurunan tekanan darah sistolik, dan peningkatan aktivitas
antioksidan17. Ini dilakukan melalui enzim yang disebut bile salt hydrolase (BSH)
yang menyebabkan penurunan penyerapan kolesterol dalam aliran darah dan
merupakan kriteria penting untuk pemilihan probacteria17, 18
. Enzim ini
mengeluarkan asam empedu terkonjugasi, yang akhirnya menyebabkan penurunan
sirkulasi TAG dan plasma LDL dan very low-density lipprotein (VLDL) tingkat 19,
20
. Probiotik aktif yang paling berkualitas BSH-nya adalah Lactobacillus,
Lactococcus, dan Bifidobacterium21. Bakteri ini memiliki telah diamati untuk
menurunkan kolesterol baik in vitro dan in vivo22.

Gambar 2. Representasi skematis yang menggambarkan faktor risiko


penyakit kardiovaskular dan potensi mikroorganisme probiotik
dilaporkan mengurangi risiko untuk masing-masing faktor risiko
tersebut19.

Metode lain di mana probiotik mempengaruhi lipid darah yaitu probiotik


mengikat dan memasukkan kolesterol ke membran selnya, yang menurunkan
jumlah kolesterol usus yang tersedia untuk diserap, dan dengan memproduksi
Short-chain fatty acid (SCFA) yang menghambat hidroksimetilglutaril CoA
reduktase. Spesies Lactobacillus memiliki protease-sensitive receptors pada
permukaan sel mereka. Reseptor ini mengikat kolesterol eksogen atau pembuluh

5
fosfatidilkolin, yang kemudian memasukkan kolesterol ke dalam membran selnya.
Ini adalah aksi yang bergantung pada ketegangan dan pertumbuhan21.

Mekanisme inhibitor reduktase 3-hidroksi-3-metil-glutaril-koenzim A


(HMGCoA) juga terdapat dalam probiotik, ditunjukkan dengan serat makanan
(prebiotik) yang mengubah fungsi mikrobioma usus termasuk stimulasi produksi
metabolit mikroba seperti short chain fatty acid (SCFA) yang mempengaruhi
metabolisme kolesterol. Penurunan kolesterol dengan prebiotik diyakini terjadi
melalui dua mekanisme. Yang pertama adalah menurunkan penyerapan kolesterol
dengan meningkatkan ekskresi kolesterol melalui tinja dan yang kedua adalah
melalui produksi SCFA melalui fermentasi selektif oleh mikroflora bakteri usus.
Inulin dan arabinoxylan, keduanya prebiotik, dapat mengubah mikrobioma usus
untuk merangsang produksi SCFA yang telah terbukti mempengaruhi metabolisme
19
kolesterol . Mekanismenya yaitu kolesterol dikeluarkan melalui penggabungan
kolesterol ke dalam membran sel di usus 18.

C. Medical Food Mengandung Molekul Organik dan Biomolekul

Salah satu medical food yang mengandung molekul organik adalah PDL-
0101. Medical food ini sudah diakui sebagai terapi preventif dan kuratif untuk
pasien IMA. PDL 0101 mengandung karotenoid non-provitamin A (Astaxanthin),
gamma/delta tokotrienol bebas tokoferol (Vit E) yang diperkayai geranilgeraniol,
dan eicosapentaenoic acid (EPA). Studi randomized controlled trial (RCT) PDL-
0101 selama 8 minggu menunjukan hasil adanya penurunan tingkat TAG23. Pada
penelitian lanjutannya yang memfokuskan kepada astaxanthin yang didapat dari
Haematococcus pluvialis terbukti bahwa senyawa tersebut tidak hanya dikatakan
sebagai antioksidan yang terbaik, tetapi seringkali juga lebih unggul dibandingkan
antioksidan ‘klasik’ seperti vitamin C dan vitamin E. Dimana, antioksidan dapat
memblokade efek buruk yang dihasilkan oleh reactive oxygen species (ROS)
akibat peningkatan stress oksidatif yang dapat memicu aterosklerosis. Dalam
penelitian lainya terhadap hewan, suplemen ini pun terbukti memiliki efek anti-
aterosklerotik dan berhsil menurunkan ukuran dari infark miokard24.

Suplemen lainya yang perlu dipertimbangkan sebagai terapi IMA adalah


ubiquinone atau coenzyme Q10 (CoQ10). Pada pasien jantung, CoQ10 plasma

6
telah ditemukan sebagai prediktor independen dari kematian. CoQ10 sendiri
adalah komponen penting dalam transportasi dalam fosforilasi oksidatif
mitokondria. Senyawa ini adalah antioksidan kuat, penstabil membran, dan
kofaktor dalam produksi adenosin trifosfat oleh fosforilasi oksidatif,
penghambatan oksidasi protein dan DNA25.

Gambar 3. Efek patofisiologis utama dari stress oksidatif dan peran


CoQ10 dalam gagal jantung (diilusterasikan dalam tanda merah)25.

CoQ10 memiliki peran dalam peningkatan bioenergetika jantung.


Gangguan metabolisme substrat energi jantung memainkan peran kunci dalam
patogenesis IMA. CoQ10 memainkan peran penting dalam bioenergetika otot
jantung. Ini adalah kofaktor wajib dan pembatas kecepatan dalam produksi
adenosine triphosphate (ATP) mitokondria dan merupakan komponen penting dari

7
elektron. rantai transportasi di mitokondria di mana energi dihasilkan sebagai
ATP26. Adapun Bentuk CoQ10 yang tereduksi pun bertindak dengan memengaruhi
proses inisiasi dan mencegah pembentukan radikal peroksil lipid. Kelarutan lemak,
regenerasi berkelanjutan yang efisien dan keterlibatan dalam inisiasi dan langkah
propagasi peroksidasi lipid dapat menjelaskan mengapa CoQ10 dianggap sebagai
antioksidan yang sangat efisien melawan radikal bebas yang diproduksi di
membran biologis27. Beberapa studi terbaru menunjukkan bahwa CoQ10 memiliki
anti-inflamasi yang cukup besar efek, mungkin melalui pengaturan tingkat oksida
nitrat (NO)28.

Suplementasi probiotik, senyawa organik (Geranilgeraniol, Astaxanthin,


dan Vit E) dan biomolekul (EPA dan CoQ10) terbukti dapat melindungi dan
memperbaiki kondisi kardiovaskular dari ketidaksembingan kadar lipid dalam
darah dan kerusakan akibat stress oksidatif, inflamasi, dan respon apoptosis,
sehingga dapat meningkatkan fungsi jantung dan pembuluh darah dari pasien IMA.
Zat-zat tersebut bisa bekerja secara sinergis sehingga meningkatkan peluang
keberhasilan pada terapi pasien IMA. Pembuatan medical food ini masih harus
melewati banyak proses yaitu formulasi dengan dosis yang tepat, uji pra-klinis, uji
organoleptik dan uji klinis pada manusia, sehingga kedepannya masih memerlukan
penelitian lebih lanjut. Apabila inovasi medical food ini dapat diterapkan pada
terapi dan pencegahan IMA di Indonesia, maka besar peluang untuk menurunkan
prevalensi dan angka kematian IMA di Indonesia.

8
Daftar Pustaka

1. World Health Organization.(2020). Cardiovascular diseases. Diakses pada


3 September 2020 https://www.who.int/news-room/factsheets/detail/
cardiovascular-diseases-(cvds)
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Situasi Kesehatan
Jantung. Diakses pada 3 September 2020
https://www.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/
infodatin/infodatin-jantung.pdf
3. Singapore Health Promotion Board. (2012). Heart Attack. Diakses pada 3
September 2020 http://www.hpb.gov.sg/HOPPortal/dandc-article/530
4. National Health Service. (2018). Cardiovascular disease. Diakses pada 3
September 2020 https://www.nhs.uk/conditions/cardiovascular disease/
5. Kutty, R. S., Jones, N., & Moorjani, N. (2013). Mechanical Complications
of Acute Myocardial Infarction. Cardiology Clinics, 31(4), 519–531
6. Kerry RG, Patra JK, Gouda S, Park Y, Shin HS, Das G. (2018).
Benefaction of probiotics for human health: a review. Journal of Food and
Drug Analysis. 26(3): 927-939.
7. Food and Drug Administration. (2017). Medical foods guidance
documents and regulatory information. Diakses pada 3 September 2020
https://www.fda.gov/food/guidance-documents regulatory-information-
topic-food-and-dietary-supplements/medical-foodsguidance-documents-
regulatory-information
8. Maki, K. C., Geohas, J. G., Dicklin, M. R., Huebner, M., & Udani, J. K.
(2015). Safety and lipid-altering efficacy of a new omega-3 fatty acid and
antioxidant-containing medical food in men and women with elevated
triacylglycerols. Prostaglandins, Leukotrienes and Essential Fatty Acids
(PLEFA), 99, 41–46.
9. Chandler AB, Chapman I, Erhardt LR, et al. (1974). Coronary thrombosis
in myocardial infarction. Report of a workshop on the role of coronary
thrombosis in the pathogenesis of acute myocardial infarction. Am J
Cardiol. 34(7):823–33.

9
10. DeWood MA, Spores J, Notske R, et al. (1980). Prevalence of total
coronary occlusion during the early hours of transmural myocardial
infarction. 303(16):897–902. 10.1056/NEJM198010163031601
11. Saleh M, Ambrose JA. (2018). Understanding myocardial infarction.
7:F1000 Faculty Rev-1378. doi:10.12688/f1000research.15096.1
12. Bohula EA, Giugliano RP, Leiter LA, et al. (2018). Inflammatory and
Cholesterol Risk in the FOURIER Trial. Circulation. 138(2):131–140.
13. Frangogiannis, N. G. (2015). Pathophysiology of Myocardial Infarction.
Comprehensive Physiology, 1841–1875.
14. Collins S, Reid G. (2016). Distant Site Effects of Ingested Prebiotics.
Nutrients. 8(9):523
15. Yoo J, Kim S. (2016). Probiotics and Prebiotics: Present Status and Future
Perspectives on Metabolic Disorders. Nutrients. 8(3):173
16. Tomaro-Duchesneau C, Saha S, Malhotra M, Jones M, Rodes L, Prakash
S. (2015). Lactobacillus fermentum NCIMB 5221 and NCIMB 2797 as
cholesterol-lowering probiotic biotherapeutics: in vitro analysis. Beneficial
Microbes. 6(6):861-869
17. Thushara R, Gangadaran S, Solati Z, Moghadasian M. (2016).
Cardiovascular benefits of probiotics: a review of experimental and
clinical studies. Food & Function. 7(2):632-642
18. Sun J, Buys N. (2015). Effects of probiotics consumption on lowering
lipids and CVD risk factors: A systematic review and meta-analysis of
randomized controlled trials. Annals of Medicine. 47(6):430-440
19. Ryan P, Ross R, Fitzgerald G, Caplice N, Stanton C. (2015). Functional
food addressing heart health. Current Opinion in Clinical Nutrition and
Metabolic Care. 18(6):566-571
20. Ettinger G, MacDonald K, Reid G, Burton J. (2014). The influence of the
human microbiome and probiotics on cardiovascular health. Gut Microbes.
5(6):719-728
21. Ishimwe N, Daliri E, Lee B, Fang F, Du G. (2015). The perspective on
cholesterol-lowering mechanisms of probiotics. Molecular Nutrition &
Food Research. 59(1):94-105

10
22. Kumari A, Catanzaro R, Marotta F. (2011). Clinical importance of lactic
acid bacteria: a short review. Acta Bio-Medica. 82(3):177-180
23. Maki, K. C., Geohas, J. G., Dicklin, M. R., Huebner, M., & Udani, J. K.
(2015). Safety and lipid-altering efficacy of a new omega-3 fatty acid and
antioxidant-containing medical food in men and women with elevated
triacylglycerols. Prostaglandins, Leukotrienes and Essential Fatty Acids
(PLEFA), 99, 41–46.
24. Fassett, R. G., & Coombes, J. S. (2012). Astaxanthin in Cardiovascular
Health and Disease. Molecules, 17(2), 2030–2048.
25. Yang, Y.-K., Wang, L.-P., Chen, L., Yao, X.-P., Yang, K.-Q., Gao, L.-G.,
& Zhou, X.-L. (2015). Coenzyme Q10 treatment of cardiovascular
disorders of ageing including heart failure, hypertension and endothelial
dysfunction. Clinica Chimica Acta, 450, 83–89.
26. N.K. Swarnakar, A.K. Jain, R.P. Singh, C. Godugu, M. Das, S. Jain.
(2011). Oral bioavailability, therapeutic efficacy and reactive oxygen
species scavenging properties of coenzyme Q10-loaded polymeric
nanoparticles, Biomaterials 32, 6860–6874.
27. Zozina, V. I., Covantev, S., Goroshko, O. A., Krasnykh, L. M., & Kukes,
V. G. (2018). Coenzyme Q10 in Cardiovascular and Metabolic Diseases:
Current State of the Problem. Current cardiology reviews, 14(3), 164–174.

28. Sharma, A., Fonarow, G. C., Butler, J., Ezekowitz, J. A., & Felker, G. M.
(2016). Coenzyme Q10 and Heart Failure. Circulation: Heart Failure, 9(4),
e002639. doi:10.1161/circheartfailure.115.002639

11

Anda mungkin juga menyukai