VOLUME
1-2-3
LANGKAH
MENEMPATKAN KEMBALI KESELAMATAN
MENUJU TRANSPORTASI YANG BERMARTABAT
Tim Penulis:
Heru Sutomo
Agus Taufik Mulyono
Arif Wismadi
Bambang Susantono
Chaerul Djaelani
Danang Parikesit
Djoko Setijowarno
Darmaningtyas
Ellen Sophie Wulan Tangkudung
Harun Al-Rasyid S. Lubis
IGP. Suparsa
M. Y. Jinca
P. Alit Suthanaya
Suharto Abdul Majid
Saut Gurning
Editor
Cholis Aunurrohman
Diterbitkan oleh
© Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) bekerjasama dengan
Pusat Studi Transportasi dan Logistik (PUSTRAL) UGM
Jl. Mendawai I No. 50, Kebayoran Baru
JAKARTA 12130
Tel/Fax: +62.21.7203481
E-mail: sekretariat@mti-its.or.id
Website: www.mti-its.or.id
ISBN 978-979-95237-1-6
ISBN 978-979-95237-3-0
1 - 2 - 3 LANGKAH
2
Sambutan Ketua Umum
Masyarakat Transportasi Indonesia
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Penerbitan Volume 2 dari seri buku 123 Langkah oleh Forum Keselamatan
Transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) merupakan respons
dari MTI untuk memberikan kontribusi pada upaya peningkatan keselamatan
bagi pengguna infrastruktur dan layanan transportasi di Indonesia. Seperti
yang juga dimaksudkan dalam Volume 1, buku ini memberikan acuan
sederhana mengenai bagaimana kondisi transportasi di Indonesia dan apa
yang bisa dilakukan oleh masing-masing pemangku kepentingan bagi
perbaikan kondisi tersebut. Semangat yang ingin digulirkan oleh MTI adalah
bahwa semakin banyak dari komponen masyarakat yang mengetahui dan
belajar mengenai transportasi di Indonesia, maka akan semakin cepat kita
mampu mewujudkan tatanan transportasi yang kita idam-idamkan.
Keselamatan transportasi yang menjadi tema Volume 2 dari seri publikasi MTI
123 Langkah sengaja diterbitkan dengan mengambil momentum Kongres IV
MTI di Surabaya sehingga diharapkan mampu membawa semangat perbaikan
keselamatan transportasi bagi kepengurusan MTI periode 2007-2010. Saat
ini kita juga belum dapat melupakan berbagai peristiwa kecelakaan baik di
udara dengan hilangnya pesawat Adam Air penerbangan 574, tenggelamnya
KMP Senopati di Laut Jawa dan kecelakaan KA Bengawan di jalur Selatan
Jawa Tengah. Sementara itu, kecelakaan di angkutan jalan terus-menerus
terjadi dan merupakan salah satu penyebab hilangnya nyawa manusia di In-
donesia. Kecelakaan tidak saja menyebabkan kerugian finansial dan ekonomi
yang besar, melainkan juga meninggalkan duka dan derita yang mendalam
bagi korban dan keluarganya. Apabila hal ini tidak ditangani dengan baik maka
masyarakat dapat menjadi hilang kepercayaannya kepada pemerintah dan
operator di saat kita semua berharap banyak pada kembalinya angkutan umum
sebagai tulang punggung sistem angkutan penumpang di Indonesia.
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) telah diundang oleh Komisi V DPR-
RI pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada tanggal 16 Januari 2007
untuk membahas berbagai hal yang berkaitan dengan keselamatan
transportasi. Dalam pertemuan tersebut, MTI menyampaikan sepuluh hal yang
perlu diperhatikan dalam jangka pendek, diantaranya adalah:
1. Pertama, perlunya segera dilakukan pemeringkatan keselamatan (safety
rating) dari berbagai operator jasa angkutan yang ada di Indonesia, baik
untuk darat, laut dan udara. Bagi masyarakat, pemeringkatan ini akan
berguna untuk membuat keputusan dalam melakukan perjalanan dengan
berbagai alternatif yang tersedia. Bagi operator, karena diumumkan secara
terbuka akan mendorong mereka untuk melakukan upaya perbaikan secara
internal. Pemeringkatan terbuka juga akan menimbulkan kompetisi yang
sehat antar operator dalam memberikan layanan yang terbaik bagi
konsumen.
2. Kedua adalah perbaikan dari Keputusan Menteri mengenai metode
penetapan tarif angkutan untuk berbagai moda angkutan. Komponen yang
mensyaratkan keselamatan minimum yang dijamin (guaranteed safety
level) harus secara eksplisit masuk dalam komponen biaya. Disamping
itu, premi asuransi yang dibayarkan juga harus merefleksikan
penghargaan yang sesuai bagi hilangnya nyawa manusia.
1 - 2 - 3 LANGKAH
3
3. Ketiga adalah sistem pembaruan lisensi penyelenggaraan usaha
angkutan yang perlu memperhatikan catatan masa lalu dari operator.
Apabila catatan keselamatan masa lalu buruk, maka perusahaan tersebut
bisa saja ditolak untuk mengajukan perpanjangan lisensi.
4. Jumlah asesor laik terbang, layar atau jalan juga perlu segera ditambah
sehingga mereka tidak bekerja di bawah tekanan waktu, bersifat
mekanistis saja dan bisa menjalankan tugas dan kewajibannya dengan
baik dan profesional. Kegiatan tersebut menjadi hal keempat yang perlu
dilakukan.
5. Hal kelima yang harus dilakukan oleh perbaikan metode untuk
pemeriksaan laik terbang, layar atau jalan. Metode random check harus
lebih sering dilakukan. Apabila pemerintah merasa tidak mampu melakukan
kegiatan tersebut, maka pertimbangan batas usia kendaraan perlu
dipertimbangkan.
6. Tiga hal berikutnya berkaitan dengan upaya menjadikan kompetisi dalam
pelayanan angkutan sebagai kebijakan yang mengungtungkan masyarakat
pengguna. Pemeriksaan segera dari sistem keuangan, sumber
pendapatan dan pengeluaran dari maskapai, perusahaan pelayaran,
PT. Kereta Api, dan semua angkutan bis harus menjadi tugas Departemen
Perhubungan yang dijamin dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Hal ini membuat pemerintah paham atas trade-off yang dilakukan oleh
pengusaha angkutan antara komponen keselamatan dengan tarif atau
biaya.
7. Berikutnya pemerintah harus mampu menjamin hak bagi pilot, masinis,
nakhoda, sopir atau penilai (assessor) untuk menilai laik terbang, layar
maupun jalan secara obyektif. Jumlah pengemudi dan penilai yang terbatas
sementara beban kerja yang tinggi memungkinkan timbulnya ”moral
hazard” antara penilai dan yang dinilai.
8. Sementara itu, pemerintah juga harus menetapkan ketersediaan ar-
mada yang memungkinkan operator mampu memastikan kesehatan
perusahaannya.
9. Untuk penanganan setelah terjadinya kecelakaan terdapat dua hal yang
wajib dilaksanakan oleh pemerintah. Berkaca dari berbagai kecelakaan
udara dan penanganan kecelakaan laut, sebaiknya pemerintah memiliki
Prosedur Operasi Standar (SOP: Standard Operating Procedure) dalam
pemberitaan kepada media, kepada keluarga korban, dan bagaimana
informasi harus diverifikasi.
10. Komponen kesepuluh adalah terpenuhinya kewajiban pemerintah dalam
penyampaian informasi terbuka kepada masyarakat. Sudah bukan lagi
waktunya masyarakat diminta untuk maklum dan menerima saja kejadian
kecelakaan.
Untuk penerbitan Volume 2 Seri 123 Langkah ini saya atas nama pribadi dan
Pengurus MTI Pusat ingin mengucapkan terimakasih yang sangat besar kepada
Koordinator Forum Keselamatan Transportasi Dr. Heru Sutomo serta para
kontributor tulisan. Saya sangat yakin bahwa komitmen, kesungguhan dan
pemikiran mereka didasarkan pada optimisme bahwa kita semua mampu untuk
bekerjasama dalam menciptakan transportasi Indonesia yang lebih baik.
MTI mengharapkan bahwa karya ini dapat dibaca dan menjadi refleksi kita
semua atas kondisi keselamatan transportasi serta merupakan salah satu
pijakan bagi kita semua dalam melangkah menuju ke arah yang lebih baik.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Masyarakat Transportasi Indonesia
Ketua Umum,
1 - 2 - 3 LANGKAH
4
Daftar Isi
1 - 2 - 3 LANGKAH
5
1 - 2 - 3 LANGKAH
6
Bab 1 Prinsip Keselamatan Transportasi
1.1 Transportasi dan Hak Azasi 1.1. Transportasi dan Hak Azasi 7
Setiap orang berhak untuk berada dimanapun di dunia ini, bahkan di luar 1.2. Makna Keselamatan 8
angkasa sekalipun, karena ini merupakan hak azasi manusia. Kewajiban 1.3. Persepsi Masyarakat 10
negara adalah melindungi hak-hak azasi warganya, dengan memfasilitasi 1.4. Peran Negara 11
pergerakannya, agar semua insan dapat berpindah kemanapun yang diinginkan 1.5. Passive Safety 11
(termasuk barangnya), dalam rangka mendukung peri kehidupannya. 1.6. Active Safety 12
1.7. Pengelolaan 13
Sistem transportasi dirancang guna memfasilitasi pergerakan manusia dan
barang. Pelayanan transportasi sangat terkait erat dengan aspek keselamatan
(safety,) baik orang maupun barangnya. Seseorang yang melakukan perjalanan
wajib mendapatkan jaminan keselamatan, bahkan jika mungkin memperoleh Penyelenggaraan transportasi dengan
kenyamanan, sedangkan barang yang diangkut harus tetap dalam keadaan keselamatan tinggi merupakan tugas
utuh dan tidak berkurang kualitasnya ketika sampai ditujuan. pembinaan pemerintah dalam
melindungi hak asasi manusia dalam
Jaminan layanan transportasi yang dilengkapi dengan jaminan keselamatan melakukan mobilitas.
akan memberikan rasa kepastian dan ketenangan bagi pelaku perjalanan,
sehingga kegiatan sosial ekonomi masyarakat dapat terlindungi ketika
melakukan perjalanan. Jika aspek keselamatan transportasi terjamin, dan
hak masyarakat pengguna terlindungi, niscaya tidak akan muncul biaya-
biaya tidak terduga yang merugikan masyarakat pengguna.
Di Indonesia, ketidakmampuan negara dalam memfasilitasi pergerakan
warganya merupakan kegagalan sistem transportasi yang dikembangkannya.
Kegagalan ini tampak dari tidak adanya jaminan keselamatan terhadap
semua kecelakaan yang menimpa pengguna transportasi di tanah air.
Kegagalan ini juga berarti tidak adanya harmonisasi antar unsur dalam
penyelenggaraan transportasi, penyelenggara dan pengguna. Kegagalan
juga direfleksikan dengan tidak adanya jaminan rasa aman, selalu merasa
was-was baik disebagian perjalanan, maupun perjalanan sambungannya,
ataupun seluruh proses perjalanannya. Jika seseorang naik bus kota cukup
aman, namun ketika berjalan kaki menuju halte keselamatannya terancam
akibat gangguan kendaaraan lain, maka gagal lah pelayanan bus kota itu.
Dampak kegagalan transportasi di Indonesia ini cenderung mendorong
munculnya distorsi-distorsi perkembangan suatu kota/daerah, ditandai
dengan inefisiensi ekonomi urban, kerugian ekonomi (diseconomy), isu-isu
ketidaksepadanan (inequality), yang selanjutnya berakibat pada masalah
sosial, seperti kemiskinan (urban/rural poverty), kecemburuan sosial yang
berujung pada kriminalitas dan gangguan keamanan di tengah kehidupan
bermasyarakat.
Contoh 2: Rasa terancam dan was-was saat naik bus kota atau angkutan
kota membuat penumpang meninggalkannya, kemudian masyarakat
berbondong-bondong beralih ke kendaraan pribadi, dan memadati jalan
yang berakhir dengan kemacetan.
1 - 2 - 3 LANGKAH
7
Contoh 3: Ketiadaan rasa aman dan nyaman bagi pejalan kaki yang
Keselamatan adalah kepentingan berjalan kaki di atas trotoar, mengakibatkan pejalan kaki mulai enggan
bersama, jadi harus diupayakan oleh berjalan kaki, kemudian trotoar dimanfaatkan berjualan oleh pedagang
berbagai pihak: pemerintah, swasta, kaki lima.
pelaku dan pengguna jalan.
Contoh 4: Ketiadaan jaminan keselamatan bagi pengguna kendaraan tidak
bermotor seperti pengendara sepeda, pengemudi becak, dan andhong,
serta pejalan kaki, membuat mereka seperti “warga kelas dua” yang
kemudian mendorong mereka berperilaku sembarangan, yang pada
akhirnya merugikan semua pengguna jalan.
1 - 2 - 3 LANGKAH
8
guna penyamaan persepsi instansi terkait dalam penanganan keselamatan,
terutama yang terkait dengan jaminan atau santunan asuransi yang
menyangkut ganti rugi uang. Berdasarkan Undang-Undang No.14 Tahun
1992, yang dimaksud:
KECELAKAAN (Accident): suatu peristiwa di jalan yang tidak
disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan
dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban
manusia atau kerugian harta benda.
Definisi tersebut menggambarkan kecelakaan sejati (real accident) yaitu semua
unsur transportasi (kendaraan, jalan dan manusia) dalam kondisi normal pun
akan tetap terjadi kecelakaan. Kecelakaan jenis ini disebut “nasib”, karena
tidak ada unsur yang bisa dibuktikan bersalah, berarti kecelakaan ini terjadi
karena tidak bisa dihindari, dan kecelakaan jenis ini diperkirakan hanya terjadi
1% dari populasi kecelakaan di suatu negara, termasuk sistem transportasi
yang sangat baik di negara-negara maju sekalipun.
Meskipun dikatakan tidak sengaja, namun sebagian besar kecelakaan bisa
dijelaskan sebab-sebabnya, seperti tindakan kesengajaan yang menjurus
ke kecelakaan yakni membiarkan berkendaraan dengan ban gundul, rem
yang tidak bekerja sempurna, atau memaksakan mengemudi dalam kondisi
mengantuk
Untuk membedakan jenis kecelakaan yang “tidak sejati”, banyak negara
telah merubah definisi kecelakaan dengan “crash” atau tabrakan. Di sini
tidak disinggung ada atau tidaknya unsur kesengajaan, sehingga mendorong
semua pihak untuk mencari sebab musababnya. Definisi kecelakaan yang
saat ini banyak diacu negara lain yakni:
TABRAKAN (Crash): tubrukan/benturan kendaraan bergerak di
jalan yang menyebabkan manusia atau hewan terluka.
Definisi tabrakan tersebut lebih mendorong mencari penyebabnya, karena
kecelakaan jenis ini merupakan mayoritas kecelakaan yang terjadi di lapangan.
Secara intensif, investigasi dilakukan guna mengungkap sebab-sebab
tabrakan, yang mendorong akumulasi pengetahuan tentang anatomi penyebab
kecelakaan yang lebih utuh, dengan demikian penciptaan langkah-langkah
penanganan lebih terarah. Dengan definisi tabrakan inilah, banyak negara
maju saat ini telah mampu menekan jumlah korban kecelakaan maupun
jumlah tabrakan di negaranya.
1 - 2 - 3 LANGKAH
9
1.3 Persepsi Masyarakat
Perbedaan definisi serta tingkat pendidikan berlalulintas di berbagai negara
menyebabkan persepsi masyarakat tentang kecelakaan maupun
keselamatan juga berbeda pula. Definisi kecelakaan di Indonesia adalah
kejadian yang tidak disangka-sangka, dan mengesankan kecelakaan
sebagai suatu nasib yang tidak perlu lagi untuk diungkap. Umumnya pihak
keluarga korban cenderung melihat kecelakaan sebagai sesuatu yang harus
diterima, meskipun pihak polisi berusaha menyelidiki siapa yang
bermasalah. Kecelakaan juga sering dilihat sebagai suatu “kemalangan”
bahkan “aib” yang menyebabkan duka bagi keluarga yang ditinggalkan,
sehingga pihak keluarga korban cenderung menutup diri. Hal ini menjadi
kendala terkait dengan akumulasi pengetahuan yang dikumpulkan untuk
mengungkap penyebab kecelakaan tersebut. Keterbatasan pengetahuan
ini akan menjadi penghalang untuk membuat upaya-upaya yang lebih
sistematis dalam penanganan dan pencegahan kecelakaan.
Sampai saat ini, sebagian besar masyarakat masih menafsirkan kecelakaan
lalulintas sebagai sesuatu yang lazim terjadi “bak kejatuhan pohon” ataupun
“hamil di luar nikah”. Kecelakaan dianggap bukan masalah publik, akan
tetapi lebih pada urusan pribadi. Pengetahuan masyarakat tentang
Kata “Kecelakaan” terkandung unsur kelalulintasan ini merupakan bentuk kegagalan sistem transportasi yang
nasib sehingga sering menyulitkan dikembangkan di Indonesia, sehingga fenomena kecelakaan diidentikkan
dalam investigasinya; akibatnya data dengan masalah aib keluarga yang harus ditutupi.
dan informasi penyebab menjadi Sesungguhnya, sudah banyak regulasi yang mengatur tentang transportasi,
terbatas. karena transportasi ini adalah bentuk pelayanan publik, yang melibatkan
banyak pihak baik pemerintah, swasta, profesional dan masyarakat.
Kecelakaan adalah masalah bersama yang harus selalu dicatat dan direkam,
dan dirinci dalam bentuk data, sehingga dapat diteliti dengan seksama,
untuk dicarikan solusinya guna mengurangi atau mencegah agar tidak
tersandung pada batu yang sama.
Kecelakaan yang terjadi saat ini telah
mengakibatkan kerugian ekonomi
yang luar biasa. Mulai dari biaya
perawatan luka Si korban, rusaknya
kendaraan (kapal, pesawat, mobil,
kereta api), dan prasarananya
(pelabuhan, bandara, jalan, rel atau
stasiun/terminal), sampai rusaknya
properti (rumah, bangunan) milik or-
ang lain. Jelas semua ini tidak bisa
dijadikan argumen “urusan pribadi”
lagi, karena tidak seorang pun yang
akan sanggup menanggung seluruh
biaya akibat dari kecelakaan ini.
ADB (2001) menguraikan peran dari 14 sektor yang berpengaruh dalam
penanganan keselamatan jalan. Keterlibatan multi profesi sangat diperlukan
seperti: insinyur/ahli teknik, pendidik, ahli hukum, penegak hukum dan
pengadilan, akademisi, ahli kesehatan, ahli kampanye publik, serta peran
manajerial yang tinggi.
Kompleksitas ini tidak banyak dipahami masyarakat, dan kebanyakan
masyarakat saat ini masih mengasosiasikan masalah kecelakaan adalah
urusan polisi dan departemen/dinas perhubungan. Hal ini bisa dipahami
karena kedua lembaga ini bertanggung jawab terhadap penciptaan
keselamatan jalan, ketertiban berlalulintas, pelanggaran rambu, dan prilaku
sembarangan pengguna jalan. Bahkan peristiwa kecelakaan pesawat, kapal
laut dan kereta api pun diartikan masyarakat sebagai akibat buah korupsi di
tubuh pemerintah yang kemudian menyebabkan layanan menjadi
“amburadul”.
1 - 2 - 3 LANGKAH
10
Bagi masyarakat yang hidup di daerah terisolir, dan tidak mempunyai pilihan, Peran negara adalah melindungi dan
ketika disodorkan moda transportasi yang sederhana pun cenderung akan memfasilitasi pergerakan warganya
diterimanya. Disinilah tugas pemerintah sebagai regulator untuk menerapkan dengan selamat. Itu sebabnya negara
standar keselamatan yang tinggi sesuai dengan tuntutan dan harkat hidup berkewajiban menetapkan segala bentuk
masyarakat, dengan mensyaratkan mutu layanan transportasi, mulai dari penyelenggaraan transportasi, lengkap
penyediaan sarana, prasarana dan sistem operasi. disertai dengan persyaratan standar
keselamatannya.
Dalam kehidupan masyarakat juga berkembang persepsi bahwa layanan
angkutan umum tidak harus berstandar tinggi. Persepsi ini salah, dan
mestinya layanan angkutan umum harus harus mempunyai standar lebih
tinggi di atas kendaraan pribadi.
Beberapa fakta menunjukkan kecelakaan yang terjadi sangat mempengaruhi
masyarakat berpenghasilan rendah, seperti pengendara sepeda motor,
sepeda, pengemudi becak, dan pejalan kaki. Penyelenggaraan transportasi
yang tidak mampu melindungi mereka ini sangat mengancam kesejahteraan
kaum marjinal, bahkan cenderung menciptakan kemiskinan baru.
1 - 2 - 3 LANGKAH
11
Guna mengurangi besarnya momentum tubrukan, maka bahan-bahan yang
sifatnya menyerap hentakan saat ini sudah banyak dipakai, seperti penemuan
helm dan bemper metal (bumper) pada mobil. Helm telah menjalani
perjalanan riset yang panjang, dan helm ini sangat baik untuk melindungi
kepala manusia. Bemper lunak pada mobil seperti plastik dengan peredam
kejut menggantikan bemper metal yang diproduksi mulai tahun 90-an, dan
bemper lunak ini sangat baik untuk melindungi pengemudi. Sepeda motor
jenis bebek saat ini juga sudah dilengkapi pelindung kaki yang terbuat dari
plastik. Bangunan fisik di tepi jalan juga sudah dibuat dari bahan yang mampu
menyerap energi tabrakan, bahkan banyak bangunan beton saat ini sudah
digantikan dengan metal, sehingga tiang tersebut mampu melengkung saat
ditabrak. Pemasangan plastik di dinding-dinding tepi jalan juga merupakan
upaya untuk mengurangi energi tumbukan dalam rangka mengurangi tingkat
keparahan korban. Ini semua adalah hasil riset panjang, memakan waktu
bertahun-tahun, dan merupakan kerja keras para insinyur ahli teknik otomitif,
perencana jalan dan fasilitasnya, serta peralatan pelindungnya.
Penanganan Kedaruratan
Korban kecelakaan dapat ditolong jika Ia segera mendapatkan pertolongan
pertama (first golden hour). Pemberian pertolongan pertama ini akan sukses
jika dilakukan satu jam pertama pada saat peristiwa kecelakaan, berarti
perann sektor kesehatan di sini sangat dominan. Sebaliknya, tindakan
ceroboh dalam penanganan kedaruratan justeru dapat membuat korban yang
mestinya hanya luka berat menjadi mati, atau yang mestinya luka ringan bisa
menjadi lebih berat. Itu sebabnya tujuan utama penanganan darurat ini adalah
untuk menekan tingkat keparahan Si korban (level of severity).
Setidaknya, terdapat tiga mata rantai dalam penanganan kedaruratan, yaitu:
(1) cepatnya berita kecelakaan sampai ke fasilitas pertolongan pertama; (2)
cepat tanggapnya unit pertolongan pertama mencapai lokasi; (3) kualitas
penanganan korban. Meskipun ketiganya berurutan namun ketiganya
memerlukan sentuhan terpadu dari berbagai pihak. Pertama, memerlukan
peran telekomunikasi yakni bagaimana cara menghubungi tempat yang
mampu memberikan bantuan tercepat dan terdekat dengan lokasi
kecelakaan, dengan nomor yang mudah diingat, misalnya 118. Kedua,
memerlukan kombinasi armada bantuan pertolongan seperti ambulan, ini
berarti diperlukan peranan infrastruktur jalan yang sewaktu-waktu dapat
digunakan dalam kondisi darurat. Ketiga, memerlukan kompetensi penuh
Keterlambatan atau kesalahan dalam
dari unsur medis yang mampu langsung bekerja tanpa memperdebatkan
penanganan kedaruratan korban di
soal finansial dimuka, atas jasa yang Ia keluarkan.
lapangan sering merupakan penyebab
tingginya fatalitas dan tingkat Sampai saat ini penyelenggaraan ketiga unsur tersebut belumlah terintegrasi,
keparahan korban. dan masih jalan sendiri-sendiri. Masyarakat tidak memperoleh layanan
komunikasi tercepat karena nomor ambulans beragam (tergantung rumah
sakit). Bahkan, ketika ambulans menuju lokasi seringkali dihadapkan pada
kemacetan lalulintas, sedangkan pertolongan pertama selalu lambat
diberikan karena pihak rumah sakit selalu memerlukan penanggungan biaya
tindakan.
1 - 2 - 3 LANGKAH
12
cenderung mengatasi masalah kecelakaan dalam jangka pendek. Active Active safety merupakan program jangka
safety cenderung memfokuskan pada edukasi manusia, mulai dari pendidikan panjang yang cenderung memfokuskan
berlalulintas bagi anak usia dini, pendidikan dan pengujian pengemudi, pada edukasi manusia, dan harus
pendidikan masyarakat melalui kampanye yang terarah, riset mendalam dilengkapi dengan pasif safety yang
tentang kecelakaan, pendataan dan perekaman kejadian kecelakaan, cenderung mengatasi masalah
perencanaan infrastruktur yang selamat, koordinasi antar unsur terkait, kecelakaan dalam jangka pendek.
perumusan regulasi dan peraturan yang cermat, penegakan hukum yang
tegas dan diberlakukan konsisten, semuanya ini harus dilakukan secara Pemerintah memegang peran sentral
terpadu, terarah dan berkelanjutan. dalam active safety ini, karena hanya
pemerintah lah yang memiliki kekuatan
Pemerintah seharusnya memegang peran sentral dalam active safety ini,
dan sumberdana dalam menggalang
karena hanya pemerintah lah yang memiliki kekuatan dan sumberdana dalam
unsur-unsur tersebut.
menggalang unsur-unsur tersebut. Peran serta masyarakat tidak bisa
dikecilkan karena kesadaran setiap merupakan kunci keberhasilan
peningkatan keselamatan.
1.7 Pengelolaan
Baik passive safety maupun active safety keduanya berperan utama dalam
penciptaan keselamatan transportasi, namun karena passive safety dan ac-
tive safety melibatkan banyak pihak, maka kesulitan utama yang akan muncul
adalah soal koordinasi dan pengorganisasian. Di sinilah perlunya suatu sistem
pengelolaan sumberdaya pembentuk keselamatan.
Di banyak negara peranan pejabat tinggi atau tertinggi negara sering diperlukan
terutama dalam awal-awal pengorganisasian. Di Malaysia peran Perdana
Menteri merupakan kunci keberhasilan penciptaan keselamatan yang semakin
membaik di sana saat ini.
Dalam rangka mengorganisasi atau mengkoordinasikan unsur-unsur
keselamatan biasanya dibentuk suatu komite atau dewan yang dikenal dengan
NRSC (National Road Safety Council). Dewan ini berperan mengkoordinasi
peran berbagai unsur, layaknya konduktor yang mengorkestrakan berbagai
alat musik. Jadi, sifat kendali penciptaan keselamatan ini adalah tersentralisir,
meskipun secara teknis dapat dijalankan oleh masing-masing pemerintah
daerah.
1 - 2 - 3 LANGKAH
13
1 - 2 - 3 LANGKAH
14
Bab 2 Wajah Perkeretaapian Nasional
1 - 2 - 3 LANGKAH
15
Infrastruktur rel KA telah mengalami Kompleksitas dalam operasi perkeretaapian menyebabkan bertambahnya
peningkatan rata-rata sebesar 0,16%, ragam penyebab kecelakaan. Salah satu variabelnya adalah kesehatan
hal ini terjadi karena jumlah infrastruktur organisasi perkeretaapian, dan kecelakaan yang ditimbulkan setelah adanya
rel non-utama (cabang) meningkat pemicu dan kegagalan aktif. Sebetulnya, pemicu dan kegagalan aktif ini tidak
10,57%, sedangkan infrastruktur rel harus mengakibatkan kecelakaan jika kesehatan organisasi tersebut cukup
utama (raya) menurun sebesar -0,20%. baik, dan untuk memperbaikinya tidak harus menunggu kecelakaan terjadi.
Peningkatan infrastruktur rel KA selama
lima tahun ini dikarenakan proses Resiko kecelakaan dengan penyebab kondisi laten dalam operasi
peremajaan yang dilakukan oleh PT. perkeretaapian juga cukup tinggi. Kondisi laten ini dapat berkembang dalam
Kereta Api organisasi perkeretaapian dan selanjutnya akan menimbulkan kecelakaan
setelah adanya pemicu dan kegagalan aktif. Kondisi laten ini, dapat berubah-
ubah dan cenderung menjadi lebih buruk bila tidak selalu dimonitor dan
diperbaiki. Pada organisasi dengan sistem informasi keselamatan yang
bekerja dengan baik, suatu kecelakaan atau near-miss (kondisi yang hampir
saja menimbulkan kecelakaan) akan meningkatkan resistansi terhadap
kecelakaan. Namun demikian untuk memperbaiki kondisi laten ini, tidak
harus menunggu suatu kecelakaan terjadi. Suatu organisasi harus dapat
mengetahui kondisi kesehatannya dan dapat memperbaikinya segera bila
kondisi tersebut berpotensi menimbulkan kecelakaan.
1 - 2 - 3 LANGKAH
16
Minimnya dana yang disediakan untuk memperbaiki sarana dan prasarana
KA tampak dari seringnya kecelakaan KA (penumpang maupun barang) anjlok
setiap tahun. Namun dari total keseluruhan kecelakaan yang terjadi beberapa
tahun terakhir ini cenderung menurun.
Dari keseluruhan rel (4.337,699 kilometer), kondisi rel operasi untuk type R.
25 sepanjang 256,997 kilometer (5,92 persen), type R.33/34 sepanjang
705,867 kilometer (16,27 persen), type R.41/42 sepanjang 1.959,984 kilo-
meter (45,19 persen), type R.50 sepanjang 204,803 kilometer (4,72 persen),
dan type R.54 sepanjang 1.176,053 kilometer (27,11 persen), seperti pada
Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Tipe, Panjang dan Prosentasi Rel di Pulau Jawa dan Sumatera
Pulau Tipe Panjang (km) %
Jawa R.25 20,21 0,66
R.33/34 445,00 14,57
R.41/42 1.638,53 53,66
R.50 204,803 6,70
R 54 744,729 24,39
Total 3.053,28
Sumatera R.25 236,787 18,4
R.33/34 260,861 20,3
R.41/42 355,488 27,7
R 54 431,324 33,6
Total 1.284,420
Sumber: Ditjen KA, Dephub 2006
1 - 2 - 3 LANGKAH
17
Usia rel dapat mencapai 25 tahun pada lintas lurus dan lengkung dengan
jari-jari 300 meter, sedangkan pada lengkung dengan jarin-jari kurang 300
meter, bisa kurang dari 8 tahun. Di Sumatera Selatan (angkutan batubara)
usia rel kurang dari lima tahun sudah dalam kondisi aus dan harus segera
diganti, karena beban angkut yang dibawa setiap hari cukup besar.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi rel adalah frekuensi perjalanan,
beban angkut, geometrik jalan rel, dan konstruksi (termasuk jenis, penambat,
bantalann dan balas). Type rel yang lebih tinggi yang tidak disertai dengan
bantalan yang handal akan mempengaruhi keamanan dan kecepatan
perjalanan. Faktanya, bantalan kayu masih digunakan di beberapa lintas
jalan rel, bahkan masih ada yang menggunakan bantalan baja peninggalan
Pemerintah Hindia Belanda yang usianya lebih dari 100 tahun seperti yang
terdapat di Sumatera Utara.
Di Wilayah Daerah Operasi 9 Jember, terdapat bantalan kayu sepanjang
137,253 kilometer, pada lintas Leces-Rambipuji (yang disela-selanya
disisipkan bantalan beton), dan lintas Jember-Temuguruh. Di wilayah Daerah
Operasi 4 Semarang masih digunakan bantalan kayu dan baja, yaitu bantalan
kayu yang berasal dari jenis bangkirai di lintas Karangjati-Bojonegoro (80,6
kilometer) yang usianya di atas 15 tahun, juga terdapat di lintas Brumbung-
Karangjati-Gundih selang seling antara bantalan baja dan kayu sepanjang
67 kilometer. Di wilayah Daerah Operasi 8 Surabaya, terdapat bantalan kayu
di lintas Bojonegoro-Surabaya sepanjang 56,250 kilometer dan lintas Bangil-
Blitar sepanjang 89,029 kilometer. Selanjutnya, bantalan kayu dengan
penambat tirepon juga masih digunakan di Sumatera Utara pada lintas
Medan-Belawan (21 kilometer) yang sudah diganti 10 kilometer, dan tahun
ini diperkirakan seluruhnya sudah selesai diganti. Bantalan kayu ini ada
juga di lintas Tebingtinggi-Pematangsiantar (32,5 kilometer) dan lintas
Kisaran-Tanjungbalai (21,5 kilometer), sedangkan di Daerah Operasi 2
Bandung, bantalan kayu masih dijumpai di lintas Banjar-Kroya sepanjang
91 kilometer.
1 - 2 - 3 LANGKAH
18
jalur kereta api, konstruksi jalan rel, keselamatan dan kelancaran operasi Kecelakaan di perlintasan harus dilihat
kereta api, persyaratan teknis bangunan dan keselamatan serta keamanan sebagai masalah lalulintas jalan - bukan
di perlintasan. Hal yang sama juga ada pada KM No.53 tahun 2000 tentang kecelakaan kereta api. Jadi yang perlu
Perpotongan dan/atau Persing-gungan antara Jalur Kereta Api dengan ditangani pengguna jalannya.
Bangunan Lain, Pasal 2 menyebutkan perpotongan antara jalur kereta api
dengan bangunan lain dapat berupa perpotongan sebidang atau tidak
sebidang. Perpotongan sebidang keberadaan-nya dapat di atas maupun di
bawah jalur kereta api, sementara itu pada Pasal 6, untuk melindungi
keamanan dan kelancaran pengoperasian kereta api pada perlintasan
sebidang, kereta api mendapat prioritas berlalu lintas. Untuk keamanan
dan kelancaraan operasi kereta api perlintasan wajib dilengkapi rambu
peringatan, rambu larangan, marka berupa pita penggaduh, pintu
perlintasan, dan isyarat suara adanya kereta api yang melintas.
Menurut Pedoman Teknis Perlintasan antara Jalan dengan
Jalur Kereta Api (2005), pengecualian terhadap perlintasan
tidak sebidang dapat dibuat pada lokasi dengan ketentuan :
1) selang waktu antara kereta api satu dengan kereta api
berikutnya (headway) yang melintas pada lokasi tersebut
rata-rata sekurang-kurangnya 6 (enam) menit pada waktu
sibuk (peak);
2) jarak perlintasan yang satu dengan yang lainnya pada satu
jalur kereta api tidak kurang dari 800 meter;
3) tidak terletak pada lengkungan jalan kereta api atau
tikungan jalan;
4) terdapat kondisi lingkungan yang memungkinkan
pandangan bagi masinis kereta api dari as perlintasan dan bagi
Perlu terus dikembangkan sistem pintu
pengemudi kendaraan bermotor;
perlintasan otomatis yang mampu
5) jalan yang melintas adalah jalan kelas III.
mendeteksi kereta yang mendekat.
Mengandalkan manual sangat tidak
Sementara untuk membangun perlintasan sebidang harus memenuhi handal karena kelemahan manusia.
persyaratan:
1) permukaan jalan tidak boleh lebih tinggi atau lebih rendah dengan kepala
rel, dengan toleransi 0,5 cm;
2) terdapat permukaan datar sepanjang 60 cm diukur dari sisi terluar jalan
rel;
3) maksimum gradien untuk dilewati kendaraan dihitung dari titik tertinggi
di kepala rel adalah:
a) 2% diukur dari sisi terluar permukaan datar sebagaimana dimaksud
dalam butir untuk jarak 9,4 meter;
b) 10% untuk 10 meter berikutnya dihitung dari titik terluar sebagaimana
dimaksud dalam butir 1), sebagai gradien peralihan.
4) lebar perlintasan untuk satu jalur maksimum 7 meter;
5) sudut perpotongan antara jalan rel dengan jalan sekurang-kurangnya
90 derajat dan panjang jalan yang lurus minimal harus 150 meter dari
as jalan rel;
6) harus dilengkapi dengan rel lawan (dwang rel) atau konstruksi lain untuk
menjamin tetap adanya alur untuk flens roda;
Selain itu, menurut Pasal 64 Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 1993
tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan, menyebutkan pada persilangan
sebidang antara jalur kereta api dengan jalan, pengemudi harus
mendahulukan kereta api dan memberikan hak utama kepada kendaraan
yang lebih dahulu melintasi rel.
Mengenai kondisi perlintasan di Indonesia, Ramadhan (2006) menjabarkan
beberapa fakta yang menyangkut kejadian tabrakan KA dengan kendaraan
di jalan raya. Pertama, menunjukkan tingkat kecelakaan di pintu perlintasan
cukup tinggi, yaitu rata-rata per tahun mencapai 40 kali kejadian, dengan
penyebaran 86 orang meninggal, 103 luka berat, dan 86 luka ringan. Kedua,
total jumlah perlintasan terdapat 8.585 unit (dijaga atau tidak dijaga, resmi
maupun tidak), dan lebih dari 486 unit yang liar, setiap 430 meter terdapat 1
unit perlintasan (idealnya minimum setiap 800 meter), dijaga hanya 954
1 - 2 - 3 LANGKAH
19
Tabel 2.6. Kondisi Perlintasan di Beberapa Negara Asia unit (12,6 persen), dan kalau dijaga
Panjang Rute/Tipe perlintasan Bangladesh Philippines semua, butuh tambahan personil
Thailand
Rute kilometer 2.734 484 4.041 28.916 orang. Ketiga, bahaya selalu
Resmi dijaga 402 49 467 mengintai yang ditandai dengan
Resmi tidak dijaga 926 161 1.145 perilaku pengendara yang sering
Liar 821 98 625 menyerobot dan disiplin masih
Total 2.149 308 2.237 rendah. Keempat, banyak jalan
Kepadatan perlintasan 0,79 0,64 0,55 setapak yang lambat laun berubah
Jarak perlintasan, satu setiap km 1.3 1.6 1.8 menjadi jalan besar. Kelima,
Sumber: United Nations (2000) pandangan terhalang, karena
pandangan bebas tidak memenuhi
syarat baik dari arah KA maupun pengguna jalan raya. Keenam, adanya
fenomena ‘Pak Ogah’ yang kerap ditemui di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Sebagai pembanding, di India yang memiliki panjang jalan rel 62.495 kilo-
Tabel 2.7. Jarak Pengereman Moda meter, terdapat perlintasan sebidang 40.445 unit, ini yang resmi dijaga hanya
Kereta Api 16.132 perlintasan sebidang dan resmi terbuka (tidak dijaga) adalah 20.528
Kecepatan (km/jam) Jarak berhenti perlintasan, yang berbatasan dengan terusan atau kanal tanpa palang pintu
setelah pengereman sejumlah 948 perlintasan. Perlintasan terbuka dengan peringatan yang lain
(meter) dan bukan rambu peringatan yang tetap sebanyak 2.837 perlintasan dengan
45 132 rata-rata ada satu perlintasan setiap 1,5 kilometer (United Nations, 2000).
50 157 Sebagai gambaran kondisi perlintasan di beberapa negara dapat dilihat
55 190 Tabel 2.6.
60 221 Masinis atau penjaga pintu perlintasan sering disalahkan, apabila ada
70 336 kejadian kecelakaan di perlintasan KA. Sebetulnya, hal ini bukan kecelakaan
80 379 KA, sehingga secara hukum yang menjadi tergugat adalah pengendara, dan
90 480 bukan pegawai KA, karena penjaga pintu perlintasan KA bertugas hanya
100 505 menjaga agar perjalanan KA tidak mengalami gangguan. Bukan persoalan
110 750 KA yang arogan, akan tetapi moda KA ini memiliki karakteristik yang berbeda
120 860 dengan moda transportasi lainnya, yaitu jika moda transportasi lain dapat
Sumber: Peraturan Dinas No. 10 direm secara mendadak, maka moda KA ini tidak dapat dihentikan dengan
Perusahaan Jawatan
seketika, dan perlu jarak tertentu untuk menghentikan kereta api seperti terlihat
Kereta Api
pada Tabel 2.7.
Untuk mengurangi kecelakaan di pintu perlintasan, dan guna percepatan
pengenalan berlalu lintas yang berkualitas, tampaknya perlu dilakukan upaya
pendidikan usia dini di sekolah. Pembuatan taman lalu lintas yang dulu
pernah ada di beberapa kota seyogianya dihidupkan kembali, dengan cara
membangun kerja sama dengan pihak swasta, mengingat taman lalu lintas
ini dapat memberikan pendapatan bagi pemerintah daerah.
1 - 2 - 3 LANGKAH
20
Tabel 2.8. Besaran usulan dan penetapan PSO, IMO dan TAC dari tahun 2000-2005
Tahun PSO IMO TAC Net = PSO+IMO-TAC
2000 Usulan 434.497 399.245 592.147 241.595
Penetapan 239.169 316.216 496.201 59.184
Perhitungan BPK (Audit) - - - 403.212
Kekurangan Pembiayaan - - - 344.028
2001 Usulan 342.281 489.137 684.369 147.049
Penetapan 256.711 410.878 607.588 60.000
Perhitungan BPK (Audit) - - - 343.509
Kekurangan Pembiayaan - - - 283.509
2002 Usulan 326.870 528.407 693.365 161.912
Penetapan 224.958 528.407 693.365 60.000
Perhitungan BPK (Audit) - - - 257.797
Kekurangan Pembiayaan - - - 197.797
2003 Usulan 217.307 590.729 558.677 250.194
Penetapan 148.203 566.683 608.686 106.200
Perhitungan BPK (Audit) - - - 354.595
Kekurangan Pembiayaan - - - 248.395
2004 Usulan 189.935 755.111 656.191 285.855
Penetapan 93.068 569.551 522.619 140.000
Perhitungan BPK (Audit) - - - 403.717
Kekurangan Pembiayaan - - - 263.717
2005 Usulan 294.889 807.299 568.625 533.564
Penetapan 200.000 624.091 624.091 270.000
Perhitungan BPK (Audit) - - - 0.000
Kekurangan Pembiayaan - - - 270.000
2006 Usulan 372.000
Penetapan 450.000
Perhitungan BPK (Audit) - - -
Kekurangan Pembiayaan - - -
Sumber: Badan Perencananaan Pembangunan Nasional (2006)
Ekonomi, Biaya Perawatan dan Pengoperasian serta Biaya Penggunaan Keselamatan kereta api harus
Prasarana Kereta Api seperti pada Tabel 2.8. diselenggarakan dengan memadukan
kondisi rel berstandar, kereta dengan
Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan
roda dan suspensi terpelihara dan
(BPKP) pemerintah belum membayar Rp.1.607,35 milliar kepada PT. Kereta
beroperasi sesuai kecepatan.
Api selama kurun waktu tahun 2000-2005. Di satu sisi PT. Kereta Api sebagai
BUMN dituntut laba, tetapi di sisi lain PT. Kereta Api dibebani untuk
memberikan subsidi kepada penumpang KA kelas ekonomi, yang
pembayarannya tidak maksimum. Besaran dana yang diberikan jelas akan
berpengaruh terhadap anggaran tahunan PT. Kereta Api, yakni untuk
pemeliharaan sarana dan prasarana, sistem penggajian karyawan dan
belanja rutin (belanja barang dan jasa), sehingga keterbatasan anggaran
sangat mempengaruhi perawatan rutin sarana dan prasarana KA.
Mekanisme pembayaran PSO idealnya harus dilakukan di awal tahun
anggaran karena sesungguhnya jumlah penumpang yang akan diangkut
pada setiap lintas yang direncanakan mengangkut KA kelas ekonomi dapat
diprediksi. Selain itu, kondisi stasiun KA yang terbuka harus secara bertahap
dilakukan dengan sisem tertutup, sehingga dapat diketahui secara pasti
berapa jumlah penumpangnya. Pelayanan terhadap KA kelas ekonomi dapat
dilihat pada Tabel 2.9.
1 - 2 - 3 LANGKAH
21
Selama ini, perkeretaapian hanya sebatas Berdasarkan data tahun 2006, KA mampu mengangkut 154 juta penumpang,
direktorat, dan baru pada pertengahan tetapi dana PSO dari pemerintah yang diberikan kepada PT. Kereta Api hanya
tahun 2005 dipisah dari Direktorat Rp 2.600 per penumpang, sedangkan PT Pelni mendapat dana PSO hingga
Jenderal Perhubungan Darat menjadi Rp 400.000 per penumpang, dan PT. Merpati Nusantara Airline mendapatkan
Direktorat Jenderal Perkeretaapian. Rp 240.000 per penumpang.
1 - 2 - 3 LANGKAH
22
Keikutsertaan Pemprov Jawa Tengah dalam pengadaan warning system
dan blockrail ini juga diikuti beberapa kabupaten dan kota di Jawa Tengah,
dengan melakukan upaya yang sama terhadap keberadaan pintu perlintasan
di daerahnya. Sebelumnya di tahun 2003, Pemprov. Jawa Tengah juga turut
serta memperbaiki prasarana KA lintas Ambarawa-Tuntang (6 kilometer)
dengan dana Rp 600 juta. Dan tahun 2006 memperbaki Stasiun Tuntang
dengan dana Rp 200 juta.
1 - 2 - 3 LANGKAH
23
jalan-rel. Sementara itu, PT Kereta Api juga dirasa perlu segera: (a)
Menangani masalah backlog pemeliharaaan sarana; (b) Mendirikan Pusat
Keselamatan Perkeretaapian (c) Menambah direksi keselamatan pada
board of director; (d) Membuat program keselamatan operasi dan penerbitan
laporan tahunan keselamatan.
Keempat, soal penanganan masalah-masalah khusus keselamatan
perkeretaapian. Dirjen Perkeretaapian perlu segera mengambil langkah:
(a) Penyelesaian permasalahan pintu pelintasan rel-jalan raya melalui
penyusunan juknis perlintasan sebidang; (b) Standarisasi dan sertifikasi
produk-produk teknologi kereta api; (c) Sertifikasi lembaga pelatihan dan
perawatan sarana dan prasarana kereta api. Kemudian Dirjen
Perkeretaapian juga perlu mengambil langkah tindak terhadap: (a)
Penyelesaian permasalahan pintu pelintasan rel-jalan raya melalui solusi
sistematis masalah kecelakaan pada pelintasan; (b) Peningkatan kapasitas
dan keandalan sistem pengatur lalu lintas kereta api; (c) Penerapan daerah
steril operasi di stasium kereta api dan pelayangan rel kereta api di
perkotaan. Selain itu, PT Kereta Api juga perlu membuat panduan
keselamatan dan prosedur gawat darurat bagi penumpang kereta api.
1 - 2 - 3 LANGKAH
24
No. KM 87 tahun 2004/No. 247 tahun 2004 tentang Perencanaan,
Pembangunan, Pengadaan, Pengoperasian, Pemeliharaan dan
Penghapusan Perlintasan Sebidang antara Jalur Kereta Api dengan
Jalan, terutama di kalangan anggota DPRD yang akan menyetujui
anggaran di daerahnya.
1 - 2 - 3 LANGKAH
25
1 - 2 - 3 LANGKAH
26
Bab 3 Pertumbuhan Ekonomi
di Tengah Lakalantas Tinggi
3.1. Pendahuluan 3.1. Pendahuluan 27
Di dalam dunia jurnalistik ada sebuah analog yang selalu dipakai “Jika anjing 3.2. Statistik Kecelakaan di Jalan 27
menggigit manusia, maka itu bukan berita, akan tetapi kalau manusia yang 3.3. Permasalahan dan Upaya
menggigit anjing, itu baru berita”. Analog ini menggambarkan betapa realitas Penanganan 28
empiris di masyarakat kecelakaan lalu lintas yang merenggut nyawa manusia 3.3.1. Mutu Layanan Angkutan
tidak dianggap sebagai masalah lagi, karena peristiwanya terjadi hampir setiap Umum 28
jam, sehingga nilai beritanya pun sudah berkurang. 3.3.2. Sepeda Motor Penyumbang
Kecelakaan Tertinggi 29
Dalam ilmu jurnalistik, sesuatu yang dianggap biasa (terjadi) bukan menjadi 3.3.3. Penegakan Hukum 31
berita yang menarik lagi. Meskipun orang yang meninggal di jalan korbannya 3.3.4. Saatnya Membangun Transportasi
cukup banyak, dan terjadi hampir setiap hari, namun beritanya lebih menjual Yang Lebih Terintegrasi 31
orang yang meninggal karena terkena HIV/AIDS atau flu burung, karena 3.4. Catatan Penutup 33
peristiwa ini masih sangat jarang, bahkan belum tentu terjadi sebulan sekali.
Karena jarang terjadi inilah maka berita HIV/AIDS atau flu burung lebih memiliki
nilai berita yang tinggi, tinimbang berita kecelakaan di jalan raya. Tingginya
nilai berita ini mampu menjaga sensitivitas masyarakat terhadap korban, bahkan
mampu menumbuhkan rasa empati dan solidaritas sosial yang tinggi terhadap
korban maupun keluarganya.
Oleh karena itu, di bawah ini akan diuraikan fakta korban kecelakaan lalu lintas
di jalan, beserta permasalahan dan upaya penanganannya, hal ini diharapkan
dapat membuka mata kita betapa bangsa ini dihadapkan pada persoalan yang
serius terkait dengan tingginya angka kematian akibat kecelakaan di jalan.
1 - 2 - 3 LANGKAH
29
Tidak hanya itu, peningkatan dibeberapa kota saat ini telah lahir club-club sepeda motor dengan
sepeda motor ternyata juga membanggakan merk sepeda motornya masing-masing.
telah menyebabkan semakin
menurunnya volume Bagi pemerintah, meningkatnya kepemilikan sepeda motor ini merupakan
pengendara sepeda onthel. salah satu indikator pertumbuhan ekonomi, namun di sisi lain tidak dapat
dipungkiri kalau volume sepeda motor menempati urutan pertama lakalantas
di Indonesia seperti pada Tabel 3.2.
Pada tahun 2005, kepemilikan sepeda motor di Indonesia meningkat
mendekati 90% jika dibandingkan dengan tahun 2001. Fenomena ini dipicu
oleh meningkatnya harga BBM, yang berakibat pada naiknya tarif angkutan
umum, serta berpindahnya masyarakat dari angkutan umum ke sepeda
motor akibat buruknya pelayanan angkutan umum, disamping kemudahan
yang ditawarkan oleh industri sepeda motor bagi masyarakat yang ingin
memilikinya.
Diduga kuat ada korelasi kuat antara tingginya angka lakalantas sepeda
motor dengan kemudahan masyarakat untuk memiliki SIM C. Banyak
pengendara sepeda motor di jalan raya yang tidak memiliki C. Pada kasus
tertentu, banyak orang tua membelikan sepeda motor sebagai hadiah untuk
anaknya yang lulus ujian SMP. Si anak kadang menganggap hadiah ini
sebagai toy yang dapat dikendarai sesuka hatinya di jalan raya.
Populasi sepeda motor terbanyak dan
menjadi penyumbang kecelakaan Talkshow interaktif di radio Rama FM Yogyakarta yang dikelola Pustral (2005),
terbesar. Penanganan berfokus sepeda diketahui seorang ibu sering menyuruh anakanya membeli kerupuk di warung
motor akan mampu menekan korban dengan naik sepeda motor, walaupun Si anak masih duduk dibangku SMP,
secara signifikan. dan belum mempunyai Sim C. Sementara ada pula seorang bapak yang
meminta anaknya membelikan rokok di seberang jalan dengan naik sepeda
motor pula. Ketika Sang anak tertabrak kendaraan lain, kedua orang tua ini
baru sadar kalau Sim C yang didapat tanpa melalui proses latihan dan ujian
yang sebenarnya justeru dapat mengancam keselamatan jiwa Sang anak
dan pengendara lain.
Tidak hanya itu, peningkatan sepeda motor di Yogyakarta ternyata juga telah
menyebabkan semakin menurunnya volume pengendara sepeda onthel.
Studi yang dilakukan Instran (2004) diketahui jika kurun waktu 2003-2004
pengendara sepeda motor meningkat (15,45%) dari 472.484 unit menjadi
545.371 unit, justeru volume pengendara sepeda onthel yang melintasi
Yogyakarta menurun (39%) dari 42.087 unit menjadi 29.000 unit. Sementara
itu, dari berbagai diskusi yang diselenggarakan club-club sepeda, tampaknya
masyarakat Yogyakarta sudah mulai enggan naik sepeda yang ramah
lingkungan ini, karena menurut pandangan sebagian masyarakat “Bersepeda
di jalan raya sama halnya mengantarkan nyawa”.
1 - 2 - 3 LANGKAH
30
setiap Pemerintah Propinsi saat ini juga mempunyai Perda yang mengatur
lebih detail tentang penyelenggaraan lalu lintas di daerahnya.
Buruknya layanan angkutan umum di kota-kota Indonesia, sebetulnya tidak
terlepas dari lemahnya kemampuan pihak berwenang seperti Dinas
Perhubungan selaku pengendali operasional, dan pihak Kepolisian selaku
pengawal Perda. Meskipun ketentuan yang mengatur operasi dan cara
pelayanan sudah diatur, namun ketaatan operator di lapangan tidak bisa
terwujud. Kendatipun sanksi-sanksi administrasi dan hukum telah
ditetapkan, namun sampai saat ini tidak satupun Si pelanggar di seret ke
pengadilan. Hal ini membuktikan bahwa aturan hukum saja
tidak efektif, tanpa dukungan penegakan hukum.
Ada banyak kasus pelanggaran hukum terhadap Perda
lalu lintas yang dilakukan pengguna jalan di daerah, namun
Polisi sebagai pengawal Perda terkesan ogah
menindaklanjutinya. Sebut saja Perda Propinsi DIY No.5
Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas Jalan di
Wilayah Propinsi DIY. Pertama, hampir semua sopir
angkutan umum di Yogyakarta menaikkan dan / atau
menurunkan penumpang di sembarang tempat yang
sangat membahayakan pengemudi di belakangnya.
Kendatipun kejadian ini jaraknya hanya 5 meter dari pos
jaga Polisi, namun Sang Polisi yang bertugas cenderung
membiarkannya. Seharusnya Polisi sebagai aparat
penegak hukum dapat menyeretnya ke pengadilan dengan
ancaman pidana kurungan selama-lamanya 3 bulan atau
denda setinggi-tingginya Rp.3 juta, sesuai Perda Propinsi
DIY No.5 Tahun 2004 Kota perlu diasumsikan
Kedua, banyak pengendara sepeda motor di Yogyakarta ketika dirazia sebuah undangan, jika jalan
kedapatan tidak memakai helm. Kalau Polisi mau berpijak pada Perda di kota dilebarkan maka
Propinsi DIY No.5 Tahun 2004 seharusnya dapat menerapkan ancaman artinya kita mengundang
pidana kurungan selama-lamanya 1 bulan atau denda setinggi-tingginya kendaraan bermotor, dan jika
Rp.1 juta, namun yang terjadi cara damai yang tidak mendidik masyarakat kendaraan bermotor yang
justeru lebih banyak dilakukan Polisi. diundang maka lambat laun
terjadi lakalantas dan
kemacetan.
3.3.4. Saatnya Membangun Transportasi Yang Lebih Terintegrasi
Kecepatan kendaraan merupakan salah satu penyumbang terbesar
terjadinya lakalantas di jalan. Sustrans (1999) menyebutkan 67% pengendara
mobil di daerah urban kecepatannya melebihi batas kecepatan 30 mph.
Pejalan kaki yang ditabrak mobil dengan kecepatan 40 mph hanya memiliki
15% kesempatan untuk bertahan hidup. Hal ini disebabkan karena faktor
masih bercampurnya kendaraan bermotor, kendaraan tidak bermotor dan
pejalan kaki (mix transport). Kenyataan ini tidak berbeda dengan studi yang
dihasilkan Uni Eropa. Komparasi korban lakalantas antara kendaraan
bermotor, kendaraan tidak bermotor dan pejalan kaki masing-masing adalah
20:9:8 per kilometer. Pejalan kaki dua kali beresiko lebih tinggi jika lalu lintas
pergerakannya masih tercampur dengan kendaraan bermotor.
Menurut Prof. Jan Gehl, akademisi Royal Danish Academy of Fine Arts,
Compenhagen, Denmark, kota perlu diasumsikan sebuah undangan. Jika
jalan di kota dilebarkan maka artinya kita mengundang kendaraan bermotor,
dan jika kendaraan bermotor yang diundang maka lambat laun terjadi
lakalantas dan kemacetan. Sebaliknya jika kota diseting untuk pejalan kaki
(pedestrization), Non-Motorize (NMT), dan angkutan massal maka kota akan
didatangi orang berjalan kaki dan kendaraan tidak bermotor, dan angkutan
massal. Dengan kata lain kota perlu diformat menjadi sebuah tempat
bertemunya orang untuk melakukan transaksi, serta penghubung antar kota.
Dengan membangun fasilitas jalur pedestrian, NMT, dan angkutan massal
ini kemungkinan bisa untuk menekan tingginya kecepatan operasi kendaraan
bermotor. Berkurangnya kecepatan kendaraan tampaknya bisa mereduksi
1 - 2 - 3 LANGKAH
31
tingginya angka lakalantas di jalan raya. Idealnya kecepatan kendaraan di
perkotaan tidak lebih dari 20 mph, namun kondisi di lapangan saat ini banyak
pengendara yang kecepatannya lebih dari 40 mph. Tentu kecepatan sebesar
ini sangat membahayakan pengemudi lain. Dengan penyediaan lajur khusus
NMT dan pedestrian tampaknya mampu merubah sikologi pengemudi dari
kecapatan tinggi ke kecepatan rendah.
Studi di Denmark menunjukkan bahwa setiap pengurangan kecepatan 1 mph
dapat mengurangi lakalantas sebesar 6,2%. Bahkan Studi yang dilakukan
Transport Research Laboratory (TRL) diketahui bahwa penggunaan batas
kecepatan 20 mph mampu mengurangi lakalantas terhadap anak yang
berjalan kaki (70%) dan pengendara sepeda (48%), bahkan dengan
kecepatan 20 mph ini korban lakalantas yang akan terjadi diperkirakan hanya
sebesar 0,1%.
Begitu juga dengan penyediaan angkutan massal, dengan sistem busway
kemungkinan terjadinya lakalantas sangat kecil karena busway mempunyai 2
sistem keamanan. Pertama, sistem terpadu busway yang meliputi lajur terpisah,
pulau pemberhentian, dan memprioritaskan bus di lampu lalu lintas, sehingga
dapat mengurangi resiko tabrakan dengan kendaraan lain. Kedua, kecepatan
Angkutan umum yang beroperasi rata-ratanya tidak terlalu tinggi. Kecepatan busway di Curitiba rata-rata hanya
dengan tertib dan teratur seperti berkisar antara 21-22 km/jam, sedangkan TransMilenio di Bogota hanya 26,2
busway di Jakarta terbukti mampu km/jam. Dengan pembatasan kecepatan ini, maka kemungkinan kematian
menekan kecelakaan disamping akibat lakalantas hanya sebesar 0,1%.
memberi citra positif. Rekomendasi Pustral (2005) kepeda Pemprop DIY bertajuk “Reformasi Sistem
Angkutan Perkotaan DI. Yogyakarta” dengan dana dari European Union ini
menarik untuk dicermati. Tampaknya pemerintah perlu segera: Melindungi hak-
hak pengguna angkutan umum (konsumen); Menggalang kekuatan konsumen
agar bisa mengendalikan operator; Menjembatani konflik antara konsumen
dan operator agar dicapai rekonsiliasi dan kondisi yang mutual;
Mengintegrasikan tujuan-tujuan pemerintah dalam bidang angkutan umum.
Caranya, pemerintah daerah dapat; Menempatkan diri diantara konsumen
dan produsen yaitu terlibat dalam penggalangan pembayaran ongkos agar
tidak terjadi transaksi langsung antara konsumen dan produsen;
Mengendalikan penggunaan akumulasi ongkos sebagai kekuatan dalam
rangka penyelenggaraan angkutan yang lebih terkendali; Mengatur
penyelenggaraan angkutan umum dengan menggabungkan kekuatan
regulasi dan finansial. Cara ini kemudian disebut buy the service.
Konsep buy the service banyak diterapkan di negara maju dalam rangka
penyelenggaraan angkutan yang berkualitas, terkendali dan mampu
memberikan layanan yang responsif terhadap demand yang cukup beragam
di suatu kota. Idenya bisa dianalogikan dengan KUD petani. Jika petani secara
sendiri-sendiri mengkonsumsi sarana produksi pertanian (pupuk, bibit dan
sebagainya), maka ia memiliki daya tawar rendah dan seringkali dipermainkan
pedagang. Untuk mengatasinya petani-petani harus bersatu membentuk
koperasi, sehingga hak-haknya akan terlindungi, daya tawar saat membeli
saprodi pun meningkat tanpa merugikan pihak pemasok saprodi.
Aplikasi di angkutan umum, pemerintah atau badan yang ditunjuk
menempatkan diri diantara konsumen dan produsen. Ia akan mengumpulkan
ongkos-ongkos yang dibayar konsumen lalu menggunakan uang itu untuk
membeli secara “grosir” layanan angkutan yang dilaksanakan oleh operator.
Ia juga akan menanggung resiko jika uang yang diterima dari konsumen ini
tidak cukup untuk membayari layanan yang telah diselenggarakan oleh
produsen.
Sebagai perantara, ia harus profesional agar tidak terjadi kondisi defisit. Ia
juga mencerminkan peran pemerintah sebagai regulator, dan mensinkronkan
dengan tujuan-tujuan pemerintah yang harus dicapai dalam sektor
transportasi. Ia merupakan penanggung jawab sekaligus sebagai pembina
operasional dari sektor angkutan umum, dan harus memiliki pengetahuan
dan keterampilan yang tinggi secara teknis, ekonomis, operasional dan
manajemen dari angkutan umum seperti skema pada Gambar 3.1.
1 - 2 - 3 LANGKAH
32
Di dalam sistem buy the service ini pemerintah akan mengambil resiko
penyelenggaraan angkutan umum dengan cara membeli layanan dari op-
erator. Pada sistem yang sedang berjalan, penetapan tarif angkutan ditetapkan
oleh pemerintah, namun resiko defisit sepenuhnya ditang-gung pengusaha
bus, yang kemu-dian dialihkan pada awak bus dengan sistem setoran.
Dengan sistem buy the service ini
peme-rintah akan membeli layanan Gambar 3.1. Sistem “Buy The Service” Manajemen Angkutan Umum
dari operator melalui sistem tender
guna mendapatkan layanan terbaik
dengan harga rasional yang meng-
untungkan negara dan masyarakat.
Dengan pembelian layanan ini maka
pemerintah mengambil alih resiko
penyelenggaraan, sehingga wajar
kalau pemerintahlah yang menetap-
kan tarifnya.
Dengan sistem ini maka pengen-
dalian layanan dapat dilakukan oleh
pemerintah, dan kinerja operator
dapat dikendalikan berdasarkan
kontrak layanan antara operator
dengan pemerintah. Dalam kontrak
layanan ini harus jelas hak dan
kewenangan masing-masing pihak.
Beberapa kewajiban operator
misalnya seperti ketepatan waktu,
ketersediaan jumlah aramada pada
jam sibuk, keselamatan dan
sebagainya, sedangkan pemerintah Sumber: Sutomo & Saumatmaji, Busway dan Pengembangan
wajib membayar harga layanan Koridor Blok M- Kota, 2003
kepada operator setiap bulan
berdasarkan kilometer perjalanan. Dalam hal ini pemerintah punya
wewenang untuk mengurangi pembayaran manakala standar pelayanan
yang diberikan operator tidak terpenuhi.
Dalam sistem buy the service ini, salah satu komponen penting yang
mengikat perjanjian layanan operator dengan pemerintah adalah soal
ketepatan waktu. Di negara-negara maju, pembatas fisik lajur bus sering
tidak diperlukan karena nilai-nilai budaya masyarakat setempat dapat
menempatkan kepentiangan umum di atas kepentingan pribadi. Berbeda Dengan sistem buy the service ini
dengan kota-kota di negara berkembang seperti di Bogota, Curitiba dan pengendalian layanan dapat dilakukan
Jakarta yaitu pemberian lajur khusus dengan devider ini menjadi jalan keluar oleh pemerintah, dan kinerja operator
untuk memberikan prioritas bagi bus yang akan lewat. dapat dikendalikan berdasarkan kontrak
layanan antara operator dengan
pemerintah.
3.4. Catatan Penutup
Dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa:
n Korban lakalantas di Indonesia merupakan terbesar di Asean setelah Dalam hal ini pemerintah punya
Thailand dan Vietnam, dengan kerugian ekonomi mencapai Rp.41 trilyun wewenang untuk mengurangi
(2002) pembayaran manakala standar
n Data tahun 2000-2004 menunjukkan rata-rata pertumbuhan angka pelayanan yang diberikan oleh operator
kecelakaan di Indonesia mencapai 9,65%, dan angka tertinggi kecelakaan tidak terpenuhi.
terjadi pada tahun 2004 yaitu sebanyak 18.732 kejadian, atau meningkat
sebesar 32,34%.
n Sistem organisasi, operasi, dan finansial angkutan umum di beberapa
kota Indonesia saat ini menghasilkan mutu pelayanan dan keselamatan
yang rendah, dan di negara-negara maju sistem seperti ini sudah banyak
ditinggalkan karena tingkat pelayanan yang dihasilkan rendah.
n Tingkat pelayanan angkutan umum yang diberikan pada konsumen saat
ini sangat rendah, akibatnya masyarakat kini mulai berbondong-bondong
beralih ke sepeda motor, dan kenyataannya sepeda motor menduduki
peringkat paling atas lakalantas di Indonesia.
1 - 2 - 3 LANGKAH
33
n Sudah banyak produk hukum yang mengatur agar masyarakat terhindar
Menggunakan kendaraan tidak bermotor
dari bahaya lakalantas, baik di pusat maupun di daerah, baik Undang-
akan menekan kecepatan lalulintas
Undang No.4 Tahun 1992, Keputusan Menteri Perhubungan No.61 Tahun
sehingga jika tabrakan keparahannya
1993, dan Perda Provinsi, namun penegakan hukum di jalan masih dirasa
bisa ditekan.
sangat lemah.
1 - 2 - 3 LANGKAH
34
Bab 4 Kebijakan Tarif Murah dan
Keselamatan Penerbangan
4.1. Pendahuluan 4.1. Pendahuluan 35
Transportasi udara sangat berpengaruh pada perkembangan ekonomi 4.2. Kinerja Penerbangan Nasional 36
nasional maupun regional, dan salah satu kunci perkembangan suatu 4.2.1. Statistik Kecelakaan
bangsa. Sistem pengangkutan udara suatu bangsa harus lah handal, Penerbangan 36
berkelanjutan dan efisien dalam memenuhi permintaan masa depan dan 4.2.2. Fenomena Tarif Murah 37
harapan masyarakat, lingkungan hidup, dan tujuan-tujuan sosial. 4.2.3. Pengaturan Ekonomi dan
Keselamatan penerbangan haruslah tetap terjaga, dan terus ditingkatkan Sosial 40
mutunya. Untuk mencapai efisiensi berarti harus berani menyingkirkan 4.3. Permasalahan dan Upaya
pembatas-pembatas yang tidak perlu, peluang bersaing diperluas, dan Penanganan 42
memaksimalkan manfaat-manfaat persaingan untuk masyarakat konsumen, 4.3.1. Aspek Teknis: Apa Masalahnya 42
industri dan tenaga kerja. Pasar yang bersaing pada umumnya akan 4.3.2. Aspek Infrastruktur dan Kejadian
mengembangkan lalu-lintas penumpang yang bermanfaat bagi konsumen. Kecelakaan 43
Hal ini akan tercapai bila penyediaan jasa-jasa pengangkutan udara, bandar 4.3.3. Kawasan Keselamatan Operasi
udara, dan pemanduan lalu lintas udara menjamin keselamatan dan Penerbangan 43
keamanan penerbangan. 4.3.4. Upaya Peningkatan Keselamatan
Penerbangan 44
Keselamatan dan keamanan merupakan salah satu tolok ukur dari kualitas 4.4. Catatan Penutup 46
transportasi, dan menjadi perhatian utama dalam setiap kegiatan transportasi
penerbangan. Definisi keselamatan dan keamanan transportasi secara umum
dapat dirujuk pada PP No.3/2001 Tentang Keselamatan dan Kemanan
Penerbangan yaitu:
Keamanan transportasi adalah keadaan yang terwujud dari penyelenggaraan
transportasi yang bebas dari gangguan dan/atau tindakan yang melawan
Transportasi udara merupakan cara
hukum.
berpengalaman paling selamat. Namun
Keselamatan transportasi adalah keadaan yang terwujud dari begitu kecelakaan terjadi, kondisinya bisa
penyelenggaraan transportasi yang lancar sesuai dengan prosedur operasi sangat mengerikan.
dan persyaratan kelaikan teknis terhadap sarana dan prasarana penerbangan
beserta penunjangnya.
Tingkat keselamatan ditunjukkan oleh indikator output, sedangkan tingkat
jaminan keselamatan ditunjukkan oleh indikator input dan proses. Indikator
output, keselamatan ditunjukkan oleh statistik kecelakaan berupa jumlah
kecelakaan, korban jiwa, korban luka-luka, dan kerugian finansial per frekuensi
atau produktivitas kegiatan transportasi. Sedangkan indikator input dan proses
ini dapat berupa jumlah ketersediaan operator bersertifikat, ketersediaan
prasarana yang laik dan bersertifikat dengan kapasitas yang memadai,
ketersediaan sarana yang laik operasi, kelengkapan organisasi penyedia
operasi yang baik dan bersertifikat, dan keberadaan organisasi regulator
yang berdaya guna. Parameter input dan proses ini merupakan parameter
yang dapat dikendalikan, sedangkan output merupakan akibat dan tidak dapat
dikendalikan.
Keamanan dan keselamatan penerbangan merupakan upaya semua pihak
yang berperan dan berkepentingan dalam kegiatan transportasi udara.
Keamanan dan keselamatan penerbangan dapat diupayakan mulai dari
konsep, rancangan, proses (pre-ongoing-post), sampai perawatan korban
dan investigasi (bila terjadi kecelakaan). Kegiatan ini melingkupi kegiatan
pengaturan (regulatory), proses jaminan keselamatan operasi (safety as-
surance) maupun proses penyelidikan kecelakaan (investigation), serta
upaya-upaya menemukan pencegahan (prevention) agar kecelakaan serupa
tidak berulang.
1 - 2 - 3 LANGKAH
35
Usaha untuk menciptakan keselamatan ini merupakan proses dinamis dan
tidak pernah berhenti (safety is never ending war). Dinamika terjadi antara
lain karena dipicu oleh perkembangan teknologi dan tuntutan kebutuhan
transportasi. Adanya tuntutan akan kapasitas yang lebih besar mau tidak
mau menuntut penerapan produk teknologi baru. Implementasi produk
teknologi baru dalam proses transportasi menyaratkan penyesuaian dalam
prosedur operasi, tuntutan pelatihan bagi tenaga operator, dan bila perlu
mengharuskan perubahan dalam organisasi operator maupun regulator.
1 - 2 - 3 LANGKAH
36
yang sangat tajam, terutama Gambar 4.1. Perbandingan Kecelakaan Pesawat pada Tahun 2004-2006
persaingan dibidang tarif/harga tiket.
Para pendatang baru umumnya
dengan bangga mengaku
menerapkan konsep Low Cost Car-
rier (LCC) atau Low Cost Airline
(LCA). Sangat sedikit diantara
mereka yang mengaku menerapkan
Low Fare Carrier (LFC), meski
kenyataannya tidak satupun airline di
Indonesia yang benar-benar
menerapkan LCC.
Merujuk definisi dan kriteria LCC
sebagaimana telah dilaksanakan
oleh beberapa airline di luar negeri,
maka perusahaan penerbangan di
Indonesia belum sepenuhnya
menerapkan LCC. Perhatikan
definisi LCC yang disampaikan oleh
Philip D. Roberts, Vice President
Managing Partner Unisys R2A & Edi-
tor in Chief Scorecard (Oktober 2003) adalah sebagai berikut:
“LCC or LCA is a low cost airline is one that is operated efficiently
so as to achieve the lowest cost, possible for the service product
offered - consistent with operational integrity and safety”.
Dari definisi tersebut sangat jelas, bahwa LCC adalah satu paket dengan
efisiensi di semua lini, dengan tetap mengutamakan keselamatan. Karena
kemampuan dan inovasinya untuk melakukan efisiensi di semua lini dengan
1 - 2 - 3 LANGKAH
37
Point ke-17 ini mencerminkan dan “more efficient” airlines, karena pada saat ini karakteristik airlines baru
kesungguhan airline berbasis LCC adalah mempunyai struktur organisasi yang datar (flat). Selain itu, pendekatan
terhadap jaminan keamanan dan yang digunakannya pun adalah entrepreneur, dan manajemen perusahaan
keselamatan penerbangan yaitu biaya hanya memiliki sedikit pengalaman dibidang penerbangan sipil. Kemudian,
perawatan pesawat, biaya flight pesawat yang digunakan adalah sewa baik baru maupun bekas, ini pun
simulator, biaya training dimasukkan ke sering dihadapkan pada keterbatasan peralatan dan suku cadang, dan belum
dalam perhitungan “fixed cost”. lagi masalah sedikitnya pesawat cadangan dan sebagainya.
LCC yang sudah diidentifikasi oleh pemerintah: (1) Organisasi yang datar,
yaitu terjadi multifungsi pada staf sehingga setiap pegawai adalah manajer/
pimpinan dan sekaligus juga pekerja. Tidak ada pegawai yang tidak benar-
benar dibutuhkan, (2) Penggunaan pesawat baru atau bekas dengan sewa
dan tipe pesawat udara yang sama untuk seluruh armada, sehingga lebih
mudah dan murah dalam menyiapkan SDM, peralatan, fasilitas, administrasi,
manual dan lain-lain, (3) Hanya menyediakan satu kelas penumpang, (4)
Aturan penjualan tiket yang sederhana, artinya kalau jumlah penumpang
meningkat, maka harga tiket akan dinaikkan, memberikan potongan atau
diskon kepada penumpang yang melakukan reservasi lebih dulu, (5) Tempat
duduk tidak diberi nomor, sehingga mendorong penumpang untuk naik
pesawat lebih awal dan lebih cepat, (6) Bandara yang dipilih adalah second-
ary airport untuk menghindari kepadatan yang biasa terjadi di primary air-
port, sehingga biayanya lebih murah, bahkan kalau bisa bandara dapat
memberikan kemudahan atau kompensasi lainnya, (7) Penggunaan elec-
tronic ticketing dan electronic administration (paperless), (8) jumlah awak
kabin seminimum mungkin, (9) tidak ada pelayanan makan-minum di atas
pesawat (no frill), sehingga kondisi kabin tetap bersih atau minimum cabin
cleaning, tidak diperlukan galley, serving tray dan table, (10) Pengurangan
kenyamanan terhadap tempat duduk dengan tidak adanya backrest reclin-
ing dan tidak ada window blind/shade, (11) Pembatasan berat dan jumlah
bagasi yang boleh dibawa (maximum baggage allowance), (12) Penerbangan
single leg, sehingga pesawat tidak menginap di kota lain di luar home base,
tidak ada transfer baggage, less ground handling and less ground time, (13)
Jarak penerbangan terjauh/terlama maksimal 4 (empat) jam terbang, (14)
Tidak ada fasilitas antar jemput/transportasi bagi semua awak pesawat,
(15) Penjualan makanan, minuman dan cindera mata di atas pesawat (in
flight sales), (16) Pemasangan iklan di pesawat udara baik eksterior maupun
interior, sehingga ada pemasukan tambahan, dan terakhir (17) Biaya
perawatan pesawat, biaya flight simulator, biaya training dimasukkan ke dalam
perhitungan “fixed cost”.
Dari ke-17 kriteria LCC tersebut ada sekitar lima point yang belum dipenuhi
oleh maskapai penerbangan Indonesia yakni penggunaan pesawat yang
sama (satu tipe), tiket dan administrasi berbasis elektronik (e-ticketing atau
paperless), tempat duduk tanpa nomor, tidak ada makanan-minuman selama
penerbangan dan penggunaan secondary airport. Satu point yang terpenting
adalah pada LCC, biaya perawatan pesawat bersama-sama dengan biaya
flight simulator dan biaya training awak pesawat dimasukkan ke dalam fixed
cost. Point terakhir ini mencerminkan kesungguhan airline berbasis LCC
terhadap jaminan keamanan dan keselamatan penerbangan.
Sejarah tarif murah di Indonesia diawali oleh AW Air yang dengan percaya
diri mengiklankan jadwal dan tarif murahnya di beberapa media cetak yaitu
pasca deregulasi atau pasca krisis moneter. Namun sayang, belum sampai
dua tahun AW Air mendadak berhenti beroperasi, dan belakangan muncul
lagi dengan nama Indonesia Air Asia pada 1 Desember 2005 dan
menyatakan perubahan orientasi pasarnya ke penerbangan biaya rendah
(LCC).
Pada saat yang hampir bersamaan, menjelang AW Air “almarhum” pada
2001, muncul Lion Air dengan strategi promosi yang luar biasa agresif,
sehingga seolah-olah Lion Airlah yang memelopori tarif murah di Indonesia.
Bedanya, jika Lion Air sangat gencar berpromosi tarif murah dengan iming-
iming hadiah mobil mewah bahkan uang tunai Rp 1 milyar, sedangkan AW
Air tidak melakukannya. Keberhasilan Lion Air berpromosi dengan sangat
1 - 2 - 3 LANGKAH
38
agresif, dikombinasi dengan iming-iming hadiah-hadiah yang menggiurkan Sesungguhnya, banyak airline di negara-
serta didukung modal yang kuat menjadikan Lion Air ini cepat dikenal luas negara lain dengan konsep LCC meraih
oleh pasar penerbangan domestik. untung seperti South West Airlines,
sebaliknya tidak sedikit airline yang
Lion Air saat ini dapat dikatakan sebagai pemimpin pasar untuk penerbangan
menerapkan LCA justru merugi.
domestik. Fenomena ini hanya bisa disamai dengan Sempati Air yang waktu
jayanya sangat kaya dengan inovasi dan produk-produk layanan berkelas
dunia. Sekarang, hampir semua pendatang baru memiliki pola dan gaya
berpromosi tipikal Lion Air, karena dianggap efektif dan berhasil. Lalu
muncullah nama-nama Batavia Air, Adam Air, Sriwijaya Air, Kartika Airline,
Star Air, Bali Air, Air Paradise, dan sebagainya. Apakah mereka berhasil
dengan beramai-ramai mengusung tarif murah?.
Tampaknya tidak, karena beberapa maskapai penerbangan ini kemudian
berguguran di tengah jalan, ketika usia belum genap 5 tahun, seperti Star Air
yang sempat mati dua kali, Air Paradise, Kartika Airline, Efata Papua Airlines,
Seulawah Air dan terakhir Bouraq Airlines yang justru pemain lama swasta.
Beberapa lainnya mulai memperlihatkan kelesuan usaha baik pemain lama
BUMN maupun para pemain baru seperti Garuda Indonesia, Merpati
Nusantara Airline, Jatayu Air, Air Mark Indonesia, Pelita Air, dan sebagainya.
Meski demikian patut dikaji apakah “kematian” ini disebabkan oleh
ketidakmampuan mereka dalam bersaing harga, beban biaya BBM (aftur)
yang terlalu tinggi akibat kenaikan harga BBM per 1 Oktober 2005, ataukah
karena kesalahan manajemen (missmanagement).
Sesungguhnya, banyak airline di negara-negara lain dengan konsep LCC
meraih untung, sebaliknya tidak sedikit airline yang menerapkan LCA justeru
merugi. South West Airlines adalah salah satu contoh perusahaan yang
cukup beruntung. Ia memulai usahanya pada 1971 dan terus-menerus
mengalami keuntungan, bahkan sejak 1973 menduduki peringkat teratas
soal perolehan profit. Meski harus diakui bahwa LCC pertama yang berhasil
dalam usahanya adalah Pacific South West Airlines di Amerika Serikat,
dengan melakukan penerbangan perdananya pada 6 Mei 1949, namun
predikat keberhasilan ini sering keliru diberikan kepada South West Airlines.
1 - 2 - 3 LANGKAH
39
Untuk mengukur kemajuan dan/atau menentukan rutenya maupun jenis pesawatnya. Di Indonesia pengaturan
kemunduran keselamatan penerbangan ekonomi penerbangan dilakukan dan dikendalikan oleh Direktorat Angkutan
ICAO menggunakan tiga tolok ukur Udara, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan.
yaitu: Jumlah kecelakaan per satu juta
Pengaturan sosial bertujuan untuk melindungi warganya dan yang
pendaratan; Jumlah kecelakaan per 100
digolongkan pengaturan sosial ini adalah PKPS (Peraturan Keselamatan
juta km penerbangan, dan; Tingkat
Penerbangan Sipil) atau CASR (Civil Aviation Safety Regulation) di Indone-
kematian per 100 juta penumpang-km.
sia. Di AS adalah FAR (Federal Aviation Regulation) dan di Eropa adalah JAR
(Joint Aviation Regulation). Di Indonesia, pengaturan sosial penerbangan
dilakukan dan dikendalikan oleh dua direktorat, yaitu Direktorat Sertifikasi
dan Kelaikan Udara (DSKU) dan Direktorat Keselamatan Penerbangan
(Ditkespen). Secara internasional Organisasi Penerbangan Sipil
Internasional atau ICAO (International Civil Aviation Organization) memberikan
panduan dalam hal pengaturan segala aspek keselamatan penerbangan,
namun panduan ICAO ini tidak mengatur masalah ekonomi.
Pengaturan sosial ini cenderung menguat terbalik dengan pengaturan
ekonomi yang cenderung memberikan kebebasan kepada para penyedia
jasa penerbangan. Pengaturan sosial itu sendiri di dunia penerbangan
bersifat dinamis disesuaikan dengan perubahan-perubahan teknologi,
ekonomi dan sosial. Kemajuan-kemajuan di bidang Information Communi-
cation Technology (ICT) sangat mempengaruhi pengaturan sosial
penerbangan, misalnya masalah jarak terbang antar pesawat baik secara
vertikal maupun horizontal dan pengaturan kebisingan serta emisi gas buang.
Tingkat keselamatan adalah sesuatu yang abstrak, sehingga tidak mudah
untuk dibandingkan. Untuk dapat menilai apakah terjadi peningkatan ataupun
penurunan mutu keselamatan maka harus ada tolok ukur yang mengaitkan
dengan kepadatan lalu-lintas. Itulah sebabnya ICAO kemudian menggunakan
tiga tolok ukur untuk mengukur kemajuan atau kemunduran keselamatan
penerbangan:
1 - 2 - 3 LANGKAH
40
tahun 1977 terjadi 2,5 kecelakaan, tetapi pada tahun 1996 ternyata
menurun menjadi hanya 1,5 kecelakaan;
(b) Dengan tolok ukur jumlah kecelakaan per 100 juta kilometer penerbangan,
maka pada tahun 1977 terjadi 0,3 kecelakaan, sedangkan pada tahun 1996
ternyata jumlahnya menurun menjadi 0,12 kecelakaan;
(c) Dengan tolok ukur tingkat kematian per 100 juta penumpang-kilometer maka
pada tahun 1977 terjadi 0,1 kematian, dan pada tahun 1996 ternyata tingkat
kematian menurun menjadi hanya 0,03 kematian.
1 - 2 - 3 LANGKAH
41
Guna mengantisipasi kecelakaan Pengoperasian pesawat udara di Indonesia saat ini masih didominasi oleh
penerbangan akibat faktor teknis pesawat yang sudah berumur tua. Pesawat yang sudah uzur ini masih
pesawat, maka semua pesawat harus diijinkan beroperasi sepanjang dinyatakan laik terbang oleh regulator, dan
melalui izin dan verifikasi dari Dirjen memenuhi semua persyaratan perintah kelaikan udara, serta dirawat sesuai
Perhubungan Udara untuk memperoleh prosedur manual yang dikeluarkan oleh pembuat pesawat.
Certificate of Airworthiness (CoA) bagi
Berdasarkan catatan Aero Transport Data Bank per Januari 2007, rata-rata
pesawat yang akan beroperasi.
umur armada pesawat terbang yang digunakan oleh beberapa maskapai
penerbangan di Indonesia cukup tua yaitu Garuda Indonesia (11,3 tahun),
Langkah lain yang diambil Menteri
Citilink (16,6 tahun), Lion Air (17,7 tahun), AdamAir (19,4 tahun), Awair/Indo-
Perhubungan adalah dengan
nesia AirAsia (19,5 tahun), Batavia Air (22,3 tahun, tidak termasuk Airbus A-
menerbitkan revisi Keputusan Menteri
319), Merpati Nusantara Airlines (22,8 tahun), Sriwijaya Air (24,5 tahun),
Nomor KM 35 Tahun 2005 tentang
Mandala Airlines (24,5 tahun).
pembatasan usia pesawat maksimum 20
tahun dengan 50 ribu jam terbang Pada tahun 1997, jumlah pesawat berjadwal yang terdaftar sebanyak 217 unit,
namun yang siap beroperasi hanya 176 unit. Pada tahun 1998, pesawat yang
terdaftar mengalami penurunan 25,35%, sedangkan pesawat yang siap
beroperasi juga turun 47,16%. Perbandingan jumlah pesawat yang beroperasi
deangan pesawat yang terdaftar pada tahun 1997 dan 1998 ini masing-
masing sebesar 81% dan 57%.
Pada tahun 1999-2004 jumlah pesawat yang beroperasi sekitar 70%-76%
dari pesawat yang terdaftar. Salah satu faktor rendahnya jumlah pesawat
yang beroperasi dibandingkan pesawat yang terdaftar adalah tingginya biaya
perawatan dan suku cadang.
Guna mengantisipasi kecelakaan penerbangan akibat faktor teknis pesawat,
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara sebagai regulator moda transportasi
udara, berkewajiban meneliti kondisi setiap pesawat sebelum mengeluarkan
Certificate of Airworthiness (CoA) bagi pesawat terbang yang akan beroperasi.
Dengan kata lain semua pesawat terbang yang masuk dan dioperasikan oleh
maskapai penerbangan Indonesia harus melalui izin dan verifikasi Direktorat
Jenderal Perhubungan Udara untuk memperoleh CoA.
Langkah lain yang telah diambil Menteri Perhubungan adalah dengan
menerbitkan revisi Keputusan Menteri Nomor KM 35 Tahun 2005 yang
membatasi usia pesawat terbang maksimum 20 tahun dan 50.000 jam
terbang. Selain itu, juga akan menambah frekuensi random spot-checks
pesawat terbang dan pemeriksaan manifes penumpang.
1 - 2 - 3 LANGKAH
42
resistance), kekasaran (roughness), dan kerataan (evenness). Kekesatan
berarti permukaan landasan harus cukup kesat sehingga pesawat yang
sedang take off maupun landing tidak tergelincir. Faktor yang dapat
mempengaruhi kekesatan adalah akibat gesekan antara permukaan
landasan dan roda pesawat sehingga permukaan landasan pacu menjadi
licin/aus serta terjadi rubber deposit. Kekasaran, berarti permukaan landasan
menjadi kasar sehingga menimbulkan getaran pada pesawat yang
mengakibatkan ketidaknyamanan bagi penumpang. Kerataan berarti
landasan pacu harus cukup rata. Landasan pacu juga harus mem-punyai
kemiringan baik memanjang sekitar 1,25% dan kemiringan melintang sekitar
1,5% agar tidak terjadi genangan air hujan.
Pada tahun 2002, Pemerintah RI melalui Menteri Perhubungan telah
menerbitkan SK Menteri No.47 Tahun 2002 tentang sertifikasi Operasi
Bandara Udara (SOB). Setelah dilakukan sosialisasi dan evaluasi di 10
bandara dalam rangka penertiban SOB, ternyata sampai saat ini masih
banyak pilot yang mengeluhkan tentang kondisi bandara, mulai dari kondisi
landas pacu sampai dengan
informasi cuaca sekitar runway yang
kurang akurat. Fasilitas ATC seperti
komunikasi, navigasi, surveillance
juga dirasa kurang handal, bahkan
jauh tertinggal dengan negara
tetangga seperti Malaysia dan
Singapura.
1 - 2 - 3 LANGKAH
43
“Booming-nya”Untuk mengukur benar berdasarkan tingkat resiko yang terukur dan dilaksanakan secara
kemajuan dan/atau kemunduran berkelanjutan, oleh karena itu pemerintah perlu didorong untuk:
keselamatan penerbangan ICAO n Mengaktifkan proses assessment dan peta resiko keselamaatan
menggunakan tiga tolok ukur yaitu: penerbangan di Indonesia.
Jumlah kecelakaan per satu juta n Meningkatkan kesadaran, komitmen dan kompetensi tentang keselamatan
pendaratan; Jumlah kecelakaan per 100 semua pihak yang terkait dengan penyelenggaraan penerbangan nasional.
juta km penerbangan, dan; Tingkat n Meningkatkan keandalan pesawat dengan menetapkan sistem dan
kematian per 100 juta penumpang-km. manajemen perawatan pesawat yang baik dan dipersyaratkan untuk semua
jumlah maskapai diduga tidak didukung airline.
oleh kecukupan SDM yang berkompeten. n Meningkatkan keandalan fasilitas bandara dan ATC dengan memanfaatkan
Ditambah dengan persaingan tarif akan pilot report dan menerapakan sistem dan manajemen perawatan fasilitas
merupakan ancaman akut keselamatan. yang baik.
n Meningkatkan kemampuan untuk melakukan prediksi cuaca yang
berpengaruh terhadap penerbangan.
n Meningkatkan kemampuan Search and Rescue (SAR).
n Meningkatkan kemampuan indepensi dan balance dalam penyelidikan
sebab-sebab kecelakaan.
n Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang keselamatan penerbangan
dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berperan dalam
melaksanakan fungsi kontrol terhadap penyelenggara penerbangan.
n Menerapkan sanksi yang berat bagi perusahaan yang melanggar peraturan
keselematan dan meningkatkan peran masyarakat dalam menjamin
penegakan aturan tentang keselamatan.
Sesuai dengan strategi di atas maka urutan prioritas tindakan dapat
dikelompokkan dalam rencana aksi lima tahunan seperti ditampilkan dalam
Tabel 4.2.
1 - 2 - 3 LANGKAH
44
Tabel 4.2. Strategi dan Rencana Aksi Keselamatan Penerbangan
No. Strategi Aksi
I II III IV
1. Mengaktifkan proses assessmen n Melakukan studi n Rancang Bangun dan
komitmen dan kompetensi (3C) dan metoda pelatihan dan memperkaya modul pengayaan modul pengayaan modul
tentang keselamatan semua pihak melaksanakan pelatihan pelatihan pelatihan pelatihan
yang terkait dengan dan workshop untuk n Pelaksanaan n Pelaksanaan n Pelaksanaan
melakukan prediksi cuaca yang tenaga peneliti di lingkungan Pengoperasian Sistem dankapasitas lembaga
berpengaruh terhadap Badan Meteorologi dan Peramalaan Cuaca penelitian meteorologi
penerbangan. Geofisika Dengan Akurasi dan dalam negeri.
n Peningkatan kualitas dan Keandalan Tingi untuk
kapasitas lembaga penelitian Badan Meteorologi dan
meteorlogi dalam negeri. Geofisika.
n Peningkatan kerjasama
1 - 2 - 3 LANGKAH
45
No. Strategi Aksi
I II III IV
7. Meningkatkan kemampuan n Melakukan perbaikan n Mengembangkan
1 - 2 - 3 LANGKAH
46
menyebabkan kecelakaan penerbangan antara lain karena gangguan
mesin, ban pecah, gangguan pada roda pesawat, dan tekanan udara
dalam pesawat tidak normal. Sedangkan kecelakaan penerbangan akibat
kesalahan infrastruktur fasilitas sisi udara karena licinnya landasan yang
menyebabkan pesawat tergelincir dan amblesnya landasan bagian
stopway.
1 - 2 - 3 LANGKAH
47
1 - 2 - 3 LANGKAH
48
Bab 5 Potret Keselamatan Pelayaran
di Negeri Bahari
5.1. Pendahuluan 5.1. Pendahuluan 49
Masalah keselamatan pelayaran akhir-akhir ini melejit di permukaan dan 5.2. Statistik Kecelakaan Kapal
menjadi tema hangat pemberitaan, baik di media cetak maupun elektronik, Laut 49
seiring dengan kecelakaan kapal laut yang terjadi pada akhir tahun 2006 5.3. Permasalahan dan Upaya
dan awal tahun 2007. Peranan keselamatan pelayaran dalam sistem Penanganan 50
transportasi laut merupakan hal penting untuk direfleksikan karena jenis 5.3.1. Sumber Daya Awak Kapal 50
transportasi ini penuh diwarnai bahaya dan ancaman badai, kabut, dan 5.3.2. Keselamatan dan Kelaikan
gerakan-gerakan dari laut seperti ombak, arus, karang laut, pendangkalan Kapal 52
serta jalur pelayaran yang tetap dan berubah. Ini sebabnya pelayaran kita 5.3.3. Sarana Penunjang Pelayaran 53
sangat beresiko tinggi, dan oleh sebab itu aspek keselamatan harus benar- 5.3.4. Kebijakan dan Program
benar dijamin. Strategis 53
5.4. Catatan Penutup 54
Untuk menunjang pencapaian sasaran pembangunan nasional, maka
pelayaran merupakan unsur yang sangat menentukan dalam kelancaran
transportasi laut. Ketidakselarasan penanganan sistem dan masalah
transportasi laut, serta timpangnya perhatian terhadap persoalan
keselamatan pelayaran, dapat menghambat penyediaan layanan transportasi
di seluruh wilayah Benua Maritim Indonesia.
Kelancaran transportasi laut merupakan media interaksi antar pulau yang
berperan sebagai “jembatan penghubung”, yang efektif dan effisien dalam
perwujudan wawasan nusantara. Sistem palayaran yang demikian baru bisa
dicapai bila persyaratan keselamatan berlayar dan kepelabuhan yang
mempengaruhi keselamatan pelayaran dapat dipenuhi. Transportasi laut
dari sudut ekonomi merupakan suatu usaha yang luas cakupan unit Pelayaran sering diasosiasikan dengan
usahanya. Perusahaan pelayaran terkait dengan usaha unit terminal, ar- angkutan untuk masyarakat luas dan
mada dan lain-lain; perusahaan EMKL dan per-Veem-an, penyediaan fasilitas HARUS murah. Motif murah ini telah
pelabuhan, fasilitas galangan kapal sebagai penunjang dan lain sebagainya. menekan penyelenggaraan pelayaran
Unsur keselamatan pelayaran hanyalah merupakan salah satu mata rantai untuk menekan aspek-aspek keselamatan
saja, akan tetapi sangat menentukan terhadap manfaat ekonomi dari karena hanya disitu peluangnya.
keseluruhan rantai usaha transportasi laut.
Tabel 5.2 Jumlah, Kebutuhan dan Kecukupan SBNP Tetap Milik Pemerintah (2003)
No. Distrik Navigasi SBNP Tetap Pelampung Suar Penilaian Disnav
Jumlah Kebutuhan Kecukupan Jumlah Kebutuhan Kecukupan
1. Sabang 39.00 53.00 73.58% 3.00 5.00 60.00% Tidak cukup
2. Sibolga 50.00 130.00 38.46% 0.00 4.00 0.00% Tidak cukup
3. Dumai 40.00 105.00 38.10% 53.00 62.00 85.48% Tidak cukup
4. Tanjung Pinang 93.00 112.00 83.04% 25.00 38.00 65.79% Cukup
5. Teluk Bayur 54.00 90.00 60.00% 1.00 1.00 100.00% Tidak cukup
6. Palembang 68.00 144.00 47.22% 16.00 92.00 17.39% Tidak cukup
7. Tanjung Priok 116.00 180.00 64.44% 41.00 74.00 55.41% Tidak cukup
8. Semarang 37.00 57.00 64.91% 12.00 14.00 85.71% Tidak cukup
9. Cilacap 24.00 35.00 68.57% 5.00 5.00 100.00% Cukup
10. Surabaya 72.00 72.00 100.00% 29.00 56.00 51.79% Cukup
11. Benoa 67.00 98.00 68.37% 8.00 8.00 100.00% Cukup
12. Pontianak 46.00 61.00 75.41% 14.00 23.00 60.87% Cukup
13. Banjarmasin 46.00 92.00 50.00% 18.00 33.00 54.55% Tidak cukup
14. Samarinda 51.00 56.00 91.07% 17.00 30.00 56.67% Tidak cukup
15. Tarakan 32.00 69.00 46.38% 6.00 10.00 60.00% Tidak cukup
16. Manado/Bitung 100.00 152.00 65.79% 7.00 13.00 53.85% Tidak cukup
17. Makassar 69.00 98.00 70.41% 0.00 5.00 0.00% Tidak cukup
18. Kendari 69.00 159.00 43.40% 9.00 52.00 17.31% Tidak cukup
19. Kupang 78.00 197.00 39.59% 3.00 12.00 25.00% Tidak cukup
20. Sorong 58.00 125.00 46.40% 15.00 33.00 45.45% Tidak cukup
Sumber: Cetak Biru Pembangunan Perhubungan Laut, Ditjen Hubla, 2005
1 - 2 - 3 LANGKAH
50
Bila dikaji lebih dalam dapatlah diuraikan tugas-tugas para awak kapal Para awak kapal harus senantiasa
sebagai berikut: “memelihara kapalnya” dan membuat
“rencana pemuatan (stowage plan)
n Mereka harus senantiasa “memelihara kapalnya” agar tetap dalam
sedemikian rupa, serta memiliki
kondisi prima dan siap layar dalam arti laik laut. Semua peralatan mesin
kemampuan bernavigasi untuk
dan perlengkapan lainnya termasuk alat-alat penolong harus senantiasa
menyeberangkan kapalnya secara aman.
siap pakai baik ketika berada di pelabuhan maupun selama pelayaran.
n Mereka harus membuat “rencana pemuatan (stowage plan)” sedemikian
rupa sehingga muatan yang diangkut tidak membahayakan kapal selama
dalam pelayaran. Tidak jarang kapal tenggelam disebabkan kesalahan
dalam menyusun muatan, termasuk penanganan muatan roda/
kendaraan pada kapal-kapal ferry/ penyeberangan.
n Mereka harus memiliki kemampuan bernavigasi untuk menyeberangkan
kapalnya dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain, dalam batas-batas
pelayaran tertentu secara aman. Mereka juga dituntut untuk melakukan
“pelayaran-ekonomi” yakni melakukan pelayaran melalui jarak terpendek
yang aman dari bahaya-bahaya navigasi sehingga tambahan biaya
exploitasi dapat dihindari.
Awak kapal, terutama Nakhoda dan para perwiranya harus memenuhi kriteria
untuk dapat diwenangkan memangku jabatan tertentu di atas kapal.
Karenanya, mereka harus mengikuti pendidikan formal lebih dahulu sebelum
diberi ijazah ke-pelautan yang memungkinkan mereka bertugas di kapal.
Awak kapal yang tahu dan sadar akan tugas-tugasnya akan sangat
menguntung-kan bagi perusahaan. Jika mesin kapal terawat, maka umur
kapal dapat lebih panjang, ini berarti nilai depresi-asi/susutan dapat diperkecil.
Teknis perawatan kapal ini juga berpeng-aruh pada bidang perasuransian,
karena kapal dengan kondisi prima akan diberikan nilai pertanggungan yang
lebih besar dengan premi yang rendah, sebaliknya jika kondisinya tidak prima,
maka preminya tinggi dan nilai pertanggungannya lebih rendah.
Penyusunan muatan kapal yang terampil dapat menghindarkan terjadinya
kerusakan muatan maupun kapal, berarti claim pun sesungguhnya dapat
dihindari, sebaliknya kesalahan
dalam menyusun muatan dapat
mengakibatkan kapal terbalik atau
tenggelam.
Widarbowo (2006) dalam pene-
litiannya tentang penelitian Analisa
Kompetensi Perwira Awak Kapal
Pelayaran Rakyat menunjukkan
bahwa 54,7% perwira awak kapal
memiliki kompetensi dengan pe-
nilaian kurang mampu, dan ada
hubungan yang kuat antara
kompetensi perwira bagian deck dan
mesin terhadap tingkat kecelakaan.
Hasil penelitian juga merekomen-
dasikan bahwa aspek-aspek dalam
kelompok kejuruan kompetensi ini
perlu ditingkatkan terutama perwira
bagian deck yaitu pengetahuan
pedoman, pengetahuan peta,
peraturan tubrukan di laut, pengetahuan arus dan pasang surut serta
kecakapan pelaut. Sedangkan untuk perwira mesin yang perlu ditingkatkan
adalah pengetahuan tentang sistem pendingin, sistem pelumasan, cara
(prosedur) menjalankan motor dan pemeliharaanya serta susunan instalasi
motor/penggerak kapal. Dari segi keamanan pelayaran maka awak kapal
yang terampil bisa menghindari bahaya-bahaya navigasi atau kandas ataupun
tubrukan dengan kapal lain, ini berarti keselamatan pelayaran sangat
tergantung pada awak kapal.
1 - 2 - 3 LANGKAH
51
Kapal yang kondisinya prima, dan sesuai 5.3.2. Keselamatan dan Kelaikan Kapal
dengan ketentuan perundang-undangan,
serta dinyatakan laik laut, akan lebih Indonesia merupakan Benua Maritim yang memiliki keunikan tersendiri
aman menyeberangkan orang dan
dalam sistem transportasi laut, namun demikian dari aspek teknik dan
barang.
ekonomi, perlu dikaji lebih mendalam, karena umur armada kapal saat ini
banyak yang sudah tua, sehingga dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan
Demi memurahkan tarif, kapal bekas
yang tidak terduga, dan dapat mempengaruhi keselamatan kapal.
sering dibeli dan digunakan. Kapal tua Kondisi kapal harus memenuhi persyaratan material, konstruksi bangunan,
memerlukan biaya tinggi sehingga aspek permesinan, dan pelistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan
keselamatan sering dikorbankan. radio/elektronika kapal dan dibuktikan dengan sertifikat, tentunya hal ini
setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian.
Pada tahun 2002, berdasarkan data 30 kapal perintis yang beroperasi di KTI
ditemukan bahwa 67% armada kapal perintis telah mencapai usia lebih dari
25 tahun. Untuk saat ini (tahun 2007) jika kapal tidak diremajakan, diperkirakan
prosentase armada perintis meningkat sekitar 90% berumur diatas 25 tahun,
sebagaimana pada Tabel 5.3.
Kapal yang kondisinya prima, dan
Tabel 5.3. Umur Kapal-kapal Perintis Tahun 1997 dan 2002 sesuai dengan ketentuan per-
Umur Kapal (Tahun) Tahun 1997 Tahun 2002 undang-undangan, serta dinyatakan
Jml. Kapal Prosentase Jml. Kapal Prosentase laik laut, akan lebih aman me-
< 10 1 3,85 - - nyeberangkan orang dan barang,
11 – 15 1 3,85 2 6,67 sebaliknya kapal yang diragukan
16 – 20 5 19,23 1 3,33 kondisinya cenderung menemui
21 – 25 2 7,69 7 23,33 hambatan saat dalam pelayaran.
26 – 30 9 34,62 4 13,33 Jika kapal mengalami kerusakan
> 31 8 30,76 16 53,33 saat di perjalanan akan memerlukan
Jumlah 26 100,00 30 100,00 biaya tambahan seperti biaya
Sumber : Studi Manfaat Pelayaran ALP di KTI, UPTL LPUH, 2003 eksploitasi yang disebabkan
terjadinya delay.
Tentu bukan hal yang mudah untuk mempertahankan kondisi kapal yang
memenuhi persyaratan dan keselamatan, pencegahan pencemaran laut,
pengawasan pemuatan, kesehatan, dan kesejahteraan ABK, karena ini
semua memerlukan modal yang cukup besar. Apalagi bisnis usaha pelayaran
saat ini dapat dibilang cukup sulit untuk mencapai BEP (Break Even Point).
Konon adalah hal yang mustahil untuk menyisihkan sebagian keuntu-ngan
untuk rehabilitasi maupun replacement armada, terkait dengan rencana
pengembangan dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas
pelayanan transportasi laut. Disamping itu, usaha-usaha bisnis pelayaran
ini juga memerlukan kerjasama dan bantuan penuh dari pihak galangan
kapal, sedangkan kondisi galangan kapal saat ini juga dihadapkan pada
kelesuan.
Oleh karenaa itu, sentuhan tangan pemerintah beserta perangkat
kebijakannya sangat diharapkan, terutama aspek permodalan dan penciptaan
iklim usaha yang kondusif, sehingga para pengusaha pelayaran dan
perkapalan dapat melaksanakan rahabilitasi, replacement maupun
perluasan armada kapal.
1 - 2 - 3 LANGKAH
52
Peranan SALVAGE juga sangat
penting untuk mempercepat usaha
penyelamatan kapal dan muatan
guna menghindari kerugian yang
lebih besar.
SAR (Search and Rescue) juga
merupakan usaha penyelamatan
pada tahap akhir yang sangat
dibutuhkan, oleh karenanya SAR ini
merupakan usaha yang sangat vital
bagi penyelamatan jiwa penumpang,
kapal maupun muatannya yang
sedang mengalami musibah di laut.
Tugas SAR semata-mata bersifat
kemanusiaan, dan sama sekali
bukan “profit making” oleh karenanya
satu-satunya sumber penyediaan dan
penanganannya adalah pemerintah.
1 - 2 - 3 LANGKAH
53
Tabel 5.4. Tujuan, Program Strategis dan Strategi Implementasi Keselamatan dan Keamanan Transportasi
Tujuan Program Strategis Strategi Implementasi
n Meningkatkan keandalan sarana dan n Mengurangi kemungkinan kecelakaan Jangka Pendek
prasarana transportasi. transportasi n Peningkatan pemahaman atau kesadaran
n Meningkatkan Keselamatan Transportasi n Meningkatkan kemampuan/kualifikasi tentang pentingnya keselamatan transportasi
Nasional. awak transportasi (safety cognisance)
n Mengurangi kerugian nasional akibat n Melakukan standarisasi/asesmen n Peningkatan komitmen keselamatan
kecelakaan transportasi. terhadap sarana dan prasarana (safety commitment) pengelola prasarana
n Meningkatkan keamanan transportasi transportasi transportasi
nasional untuk mendukung pemerataan n Mencegah terjadinya terorisme n Penanganan masalah-masalah khusus
nasional dan meningkatkan kepercayaan keselamatan transportasi
internasional. n Melakukan penilaian terhadap sarana
dan prasarana transportasi nasional
berdasarkan standar keamanan internasional.
n Melakukan penilaian terhadap prasarana
transportasi nasional berdasarkan standar
keamanan internasional.
n Memperbaharui rancangan undang-undang
anti terorisme sesuai perkembangan tingkat
terorisme internasional dan
mengesahkannya.
Jangka Menengah
n Peningkatan kemampuan (kompetensi)
organisasi operator dan regulator untuk
mengelola keselamatan transportasi (safety
competence)
n Pemberian fasilitas pendidikan pada awak
transportasi mengikuti perkembangan
kebutuhan transportasi
n Memperketat toleransi kualifikasi pengguna
dan awak transportasi.
n Membentuk suatu badan keselamatan
transportasi nasional
Sumber: Harun Al-Rasyid S. Lubis (2006)
1 - 2 - 3 LANGKAH
54
peralatan mesin, termasuk alat-alat penolong harus senantiasa siap
pakai selama berlayar. Para awak kapal juga harus membuat rencana
pemuatan (stowage plan) sedemikian rupa, sehingga muatan yang
diangkut tidak membahayakan kapal selama berlayar. Para awak kapal
pun juga dituntut memiliki kemampuan navigasi yang andal.
n Awak kapal, terutama Nakhoda dan para perwira harus mengikuti
pendidikan formal lebih dahulu, dan oleh sebab itu dibutuhkan staf
pengajar yang mampu mentransfer knowledge ke siswanya sehingga
awak kapal tahu dan sadar akan tugas-tugasnya terutama bagaimana
teknis memelihara kapal dengan baik agar umur kapal dapat lebih
panjang, dan penyusutan dapat diperkecil.
n Penyediaan sarana bantu navigasi pelayaran sebagai alat penuntun di
laut juga mutlak diperlukan. Alat bantu ini sangat penting bagi nahkoda
untuk menghindarkan kapal dari bahaya. Dengan alat ini pula kapal tidak
perlu berlayar memutar untuk menghindari bahaya yang pada gilirannya
akan menambah biaya operasi. Penyediaan Salvage juga dirasa perlu
untuk mempercepat usaha penyelamatan kapal/muatan guna
menghindari kerugian yang lebih besar. Tidak kalah pentingnya adalah
bagaimana menyiapkan Tim SAR karena ini merupakan usaha yang
sangat vital bagi penyelamatan jiwa penumpang dan awak kapal, kapal
maupun muatan kapal yang sedang mengalami musibah di laut.
n Pengadaan SBNP sebagai unsur penunjang keselamatan pelayaran
sangat diperlukan, sehingga kapal dapat terhindar dari bahaya-bahaya
navigasi terutama yang berada di bawah permukaan air. Pengadaan Sta-
tion Radio Pantai juga dirasa perlu karenea sangat berguna bagi kapal-
kapal yang dilengkapi dengan Radio Direction Finder (RDF). Station Ra-
dio Pantai ini juga sangat berguna sebagai sarana bantu navigasi untuk
memungkinkan kapal-kapal melakukan pelayaran ekonomis.
n Sentuhan tangan pemerintah beserta perangkat kebijakannya sangat
diharapkan, terutama aspek permodalan dan penciptaan iklim usaha
yang kondusif. Sehingga para pengusaha pelayaran dan perkapalan
dapat melaksanakan rahabilitasi, replacement maupun perluasan ar-
mada kapal-kapalnya.
1 - 2 - 3 LANGKAH
55
1 - 2 - 3 LANGKAH
56
Bab 6 Aspek Keselamatan Dalam Penyelenggaraan
Transportasi Sungai, Danau, dan Ferry
6.1. Pendahuluan 6.1. Pendahuluan 57
Apabila dilihat dari praktek operasi angkutan air baik di inland, coastal maupun 6.2. Kinerja Keselamatan 57
open sea, aspek pengaturan dan keselamatan seolah-olah merupakan faktor 6.2.1. Kejadian Kecelakaan 58
yang berbanding terbalik dengan profitabilitas usaha angkutan air. 6.2.2. Jumlah Korban Kecelakaan 59
6.2.3. Faktor Penyebab Kecelakaan 59
Disisi lain, permasalahan keselamatan sangat erat kaitannya dengan aspek 6.3. Permasalahan dan Upaya
persaingan usaha. Adanya persaingan usaha yang demikian ketat Pemecahan 59
menyebabkan tuntutan kualitas menjadi lebih longgar, dengan demikian faktor 6.3.1. Peningkatan Faktor
keselamatan pelayaran yang seharusnya menjadi syarat minimum akhirnya Keselamatan Kapal 60
dikorbankan. 6.3.2. Sistem Navigasi Kapal 61
6.3.3. Pengadaan Sistem Patroli
Sungai 61
6.2. Kinerja Keselamatan 6.3.4. Ketersediaan Prasarana yang
Beberapa kejadian kecelakaan transportasi perairan daratan tahun 2002 Memadai 61
hingga per Januari 2007 yang tercatat dari berbagai sumber dapat 6.4. Catatan Penutup 61
digambarkan pada Tabel 6.1.
Tabel 6.1 Daftar Insiden Kecelakaan Transportasi Air Tahun 2002 hingga per 5 Januari 2007
No Insiden Waktu Penyebab
1. Kapal kandas muara sungai di Selat Bangka 2002 Alur pelayaran yang sempit
dan banyak tikungan
2. Tabrakan yang terjadi di Sungai Musi 9 Juli 2003 Rambu dan alat navigasi
(Kompas, 9/7), terjadi antara kapal An Giang tidak ada
yang sedang dipandu dengan tongkang
PLTU-I/PLN pengangkut bahan bakar
minyak (BBM).
3. Kecelakaan perahu di Sungai Mahakam Agustus-September 2003 Tabrakan yang disebabkan
menyebabkan 14 orang tewas karena tidak adanya lampu
kurangnya penerangan pada kapal pada malam hari
4. Kapal Motor Jasima Jasa yang mengangkut 20 Nopember 2003 Akibat cuaca buruk dan
sekitar 100 ton beras Depot Logistik untuk angin kencang sehingga
Kabupaten Kapuas Hulu di Kalimantan jarak pandang nakhoda
Barat, tenggelam di perairan Sungai Kapuas, terbatas
persisnya di daerah Sukalanting, Kabupaten
Pontianak. Kapal ini bersenggolan dengan
tugboat (TB) Leo yang sedang menarik ponton
Kalbar II dan sama-sama bertujuan ke arah
hulu Sungai Kapuas di Kabupaten Sintang,
sekitar 240 kilometer dari Pontianak.
5. Speed boat yang membawa lima orang, 2003 Kapal tidak dilengkapi
bertabrakan dengan perahu bermesin lampu sorot sebagai
(ketinting) berpenumpang empat orang, penunjuk alur pelayaran
di perairan Sungai Mahakam di wilayah
Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai
6. KM Digoel yang merupakan kapal motor barang 8 Juli 2005 Kelebihan kapasitas
milik perusahaan negara angkutan sungai (muatan). Standar 50 orang
danau dan penyeberangan yang tenggelam digunakan oleh 200 orang
pada sekitar pukul 23.15 WIT di perairan Arafura.
Kapal tersebut sedang dalam perjalanan dari
Merauke ke Tanah Merah, Kabupaten Boven Digoel.
1 - 2 - 3 LANGKAH
57
No Insiden Waktu Penyebab
7. Perahu ketinting yang ditumpangi satu 9 Desember 2005 —
keluarga bertabrakan dengan tugboat (TB)
Megawati milik PT Total, di kawasan Sungai
Mahakam
8. Satu unit kapal pompong (kapal kayu Desember 2005 Kapal bocor sehingga tidak stabil, kemudian
tradisional bermesin motor) menabrak menabrak dan akhirnya karam
tugboat milik Pertamina di kawasan Sungai Apit,
Kecamatan Gasib, Kabupaten Siak
9. Kecelakaan perahu penumpang juga terjadi Akhir Tahun 2005 Melebihi kapasitas angkut sehingga kapal
di Sungai Mahakam sekitar wilayah Kutai terbalik akibat dihantam gelombang
Kartanegara dengan menelan belasan warga
dari jemaah Gereja Tanah Toraja
10. Dua kapal barang bertabrakan di Sungai 27 Desember 2006 Rambu dan perlengkapan tanda tidak ada
Mentaya, Sampit, Kalimantan Tengah.
Kecelakaan ini mengakibatkan tiga orang
tewas karena terperangkap di dalam kapal.
Akibat tabrakan tersebut, Kapal Kenangan
Indah yang membawa lebih dari 600 kubik
kayu olahan tenggelam
11. Kapal Feri Tri Star I tenggelam di 28 Desember 2006 —
ambang luar Sungai Musi
12. Kapal penumpang di pedalaman Mahakam Akhir Tahun Gelombang cukup besar menghantam
sekitar Sungai Muara Pahu, Kabupaten Kutai 2006 dan membalik
Barat, Kaltim terbalik dan menyebabkan satu
orang hilang dan 100 orang lainnya selamat.
13. Sebuah kapal puskesmas terapung milik 5 Januari 2007 Kapal tenggelam akibat kebocoran badan kapal
Dinas Kesehatan Kota Palembang,
Sumatra Selatan, tenggelam
karena diterjang ombak
1 - 2 - 3 LANGKAH
58
6.2.2. Jumlah Korban Kecelakaan
Untuk menemukan korban kecelakaan kapal yang terjadi di perairan Kecelakaan yang terjadi di sungai,
tampaknya jauh lebih sulit jika dibandingkan dengan kecelakaan di darat. danau, dan penyeberangan ini lebih
Dari kejadian kecelakan selama ini umumnya korban kecelakaan yang hilang disebabkan oleh faktor kesalahan
menempati posisi teratas, setelah itu diikuti oleh korban meninggal dan manusia (88%), dan hanya sedikit
luka-luka, dengan jumlah korban kecelakaan seperti tampak pada Grafik kejadian kecelakaan di perairan yang
6.2. disebabkan oleh faktor alam.
1 - 2 - 3 LANGKAH
59
Menurut standar keselamatan, kualitas menjadi lebih longgar, sehingga keselamatan pelayaran yang
seharusnya jumlah penumpang tidak seharusnya menjadi syarat minimum, menjadi dikorbankan.
boleh lebih dari jumlah pelampung yang
disediakan, dan setiap kapal seharusnya
Upaya untuk menjamin keselamatan penumpang maupun awak kapal juga
memiliki fasilitas sekoci.
harus menjadi perhatian yang serius, terutama hal “sepele” yang terkait dengan
penyediaan alat keselamatan seperti pelampung. Kondisi saat ini, banyak kapal
yang tidak memiliki peralatan keselamatan pelampung yang sangat dibutuhkan
penumpang dan awak kapal manakala kapal ditimpa musibah kecelakaan. Di
masa mendatang, peraturan yang mengharuskan kapal penumpang dilengkapi
dengan pelampung tampaknya sudah harus mulai diberlakukan.
Beberapa kasus penyelenggaraan kapal yang mengindikasikan permasalahan
terkait dengan aspek keselamatan yaitu faktor rambu-rambu navigasi. Di
Palembang, rambu-rambu navigasi di sepanjang alur Sungai Musi di Sumatera
Selatan kondisinya sangat memprihatinkan. Sementara, alur yang masuk ke
Pelabuhan Boombaru, Palembang saat ini selalu dipadati segala jenis
kendaraan sungai, hal ini mengakibatkan rawan terjadinya kecelakaan di
sepanjang alur. Kondisi saat ini, keandalan rambu-rambu navigasi yang
berfungsi di sana hanya sekitar 50 persen, itupun rambu-rambu navigasi
angkutan sungai yang ada selalu menjadi sasaran pencurian. Minimnya
fungsi rambu di Sungai Musi mulai muara hingga Pelabuhan Boombaru
sepanjang 100 kilometer ini menyebabkan kerawanan alur.
Sebagian rambu yang hilang,
terkadang hanya diganti dengan
rambu darurat, namun rambu darurat
ini sering menyala “byar-pet”, itupun
juga tidak aman dari pencurian.
Sementara pelayaran kapal-kapal
besar sangat tergantung pada kapal
pandu, karena sudah tidak bisa lagi
mengandalkan fungsi rambu
terutama di malam hari. Pada malam
hari alur Sungai Musi sangat rawan
terjadinya kecelakaan, hal ini
disebabkan tidak adanya suar
navigasi untuk panduan kapal, sedangkan kapal yang melintasi juga tidak
dilengkapi lampu, sehingga potensi tabrakan antar kapal sangat tinggi.
Selain di Alur Sungai Musi Sematera Selatan, kecelakaan serupa juga sering
terjadi di Alur Sungai Mahakam di Kalimatan Timur. Di samping faktor air yang
cukup deras, dan rusaknya sebagian rambu, kecelakaan yang sering terjadi
lebih disebabkan karena perahu atau kapal tidak memenuhi standar
keselamatan pelayaran. Betapa banyak angkutan kapal di Sungai Mahakam
ini yang kurang peduli terhadap keselamatan pelayaran dengan mengangkut
penumpang melebihi batas kapasitas angkut.
Rawannya pelayaran di Sungai Mahakam juga
diperparah oleh banyaknya rambu yang hilang,
bahkan dua suar yang ada saat ini kondisinya sudah
rusak dan tidak berfungsi lagi.
Menurut standar keselamatan transportasi,
seharusnya jumlah penumpang tidak boleh lebih dari
jumlah pelampung yang disediakan, dan setiap kapal
seharusnya memiliki fasilitas sekoci. Namun saat
ini banyak kapal dibiarkan beroperasi kendatipun mengangkut penumpang
dan barang lebih besar dari pada daya angkutnya, dan banyak kapal
penumpang yang tidak memiliki sekoci.
Menilik permasalahan di atas, maka sebagai upaya untuk meningkatkan
kualitas layanan moda transportasi air ini dapat dilaksanakan dengan
meningkatkan faktor keselamatan kapal, sistem navigasi kapal, sistem patroli
sungai, dan ketersediaan prasarana yang memadai.
1 - 2 - 3 LANGKAH
60
6.3.1. Peningkatan Faktor Keselamatan Kapal Pembekalan pengetahuan pelayaran
pada pengemudi kapal dapat dilakukan
Keselamatan kapal dipengaruhi oleh perlengkapan kapal, fungsi kapal,
dengan pendekatan kelembagaan,
beban muatan dan kecakapan pengemudi kapal. Agar keselamatan
sehingga setiap langkah sosialisasi
penumpang dan awak kapal tetap terjaga, maka perlengkapan kapal harus
menuju pada arah yang tepat dan dapat
disesuaikan dengan standard keselamatan, penggunaan kapal sesuai fungsi
diterima semua pihak.
utamanya, beban muatan tidak melebihi batas muatan yang disyaratkan,
pengemudi kapal benar-benar cakap melayarkan kapal dan menguasai jalur
pelayaran yang dilaluinya.
Pengawasan standar keselamatan kapal seyogianya dilakukan dengan ketat
pada saat pengajuan surat ijin pelayaran atau rekomendasi trayek, selain itu
juga perlu dilakukan razia secara temporari atau pemeriksaan kelengkapan
kapal secara berkala, termasuk penanganan pelanggaran batas muatan
kapal, terutama untuk kapal speedboat yang selama ini mengangkut
penumpang hingga di atas kap atap kapal.
Pembekalan pengetahuan pelayaran pada pengemudi kapal sangat
diperlukan, terutama yang berkaitan dengan penguasaan kapal yang
dikemudikan, serta jalur trayek yang dilaluinya. Hal ini dapat dilakukan dengan
melalui pendekatan kelembagaan seperti pendirian asosiasi, baik pemilik,
maupun pengemudi dan awak kapal, yang berkaitan langsung dengan pola
dan cara hidup pelaku angkutan sungai, yang sebagian besar berbasis
tradisional. Sehingga setiap langkah sosialisasi yang dilakukan akan menuju
pada arah yang tepat dan dapat diterima semua pihak.
1 - 2 - 3 LANGKAH
61
6.4. Catatan Penutup
Dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa:
n Aspek keselamatan dalam penyelenggaran transportasi sungai, danau
dan penyeberangan, berkaitan erat dengan faktor kecakapan pengemudi
kapal, beban muatan kapal, fungsi kapal, dan perlengkapan kapal serta
kondisi alur pelayaran.
n Beberapa muatan kapal diketahui melebihi batas muatan yang
disyaratkan, sedangkan pelampung yang disediakan kapal juga tampak
lebih sedikit dari pada jumlah penumpangnya.
n Sistem navigasi kapal, sistem patroli sungai, dan penyediaan sarana
bantu juga merupakan aspek penting dalam penyelengaraan transportasi
sungai yang umumnya kondisi di lapangan masih jauh dari cukup.
1 - 2 - 3 LANGKAH
62
Bab 7 Manajemen Keselamatan Transportasi:
Tantangan Multi Dimensi
Di awal tahun 2007 ini Indonesia diwarnai beberapa peristiwa kecelakaan di 7.1. Kerangka Regulasi 63
hampir semua moda transportasi baik kereta api, jalan, udara, laut maupun 7.2. Tingginya Angka Kecelakaan 64
air. Potret di awal tahun 2007 ini seakan menafikan beberapa upaya perbaikan 7.3. Langkah Tindak 65
layanan transportasi yang telah dilaksanakan sepanjang tahun 2006. 7.3.1. Penanganan ke Infrastruktur 66
Selesainya peningkatan beberapa bandara, pembangunan rel ganda dan dan Fasilitas
bahkan 4 jalur KA (double-double tracking), serta rencana dan implementasi 7.3.2. Penanganan ke Manusia 68
jalur busway di beberapa kota besar sebenarnya memberikan secercah 7.3.3. Peran pemerintah, masyarakat
harapan bagi perbaikan layanan transportasi. Selesainya beberapa proyek dan swasta 69
sarana dan prasarana transportasi di tahun 2006 mengesankan perbaikan 7.3.4. Menuju Transportasi yang
aksesibilitas, atau sederhananya kemudahan dan keterjangkauan warga Bermartabat 70
atas layanan transportasi yang ada.
Disamping beberapa upaya perbaikan, tahun 2006 masih menyisakan
beberapa catatan masih buruknya akses transportasi yang secara esensial
sangat dibutuhkan bagi perekonomian dan kesejahteraan rakyat. Di
Kalimantan, angkutan sungai dan jalan masih belum mampu memberikan
layanan yang dapat diandalkan. Di Sumatera, kondisi jalur jalan lintas Timur
dan Tengah masih belum mencerminkan peranannya sebagai urat nadi
perekonomian wilayah. Akses jalan ke pelabuhan-pelabuhan utama di Indo-
nesia juga mencerminkan inefisiensi transportasi yang sangat berpengaruh
kepada daya saing perekonomian nasional. Bencana kelaparan di Yahu
Peraturan keselamatan transportasi
Kimo pada tahun sebelumnya juga memperlihatkan betapa aksesibilitas
sudah diatur dengan UU Kereta Api
warga atas kebutuhan pokok pangan masih sangat rentan.
No.13/1992, UU Lalulintas Angkutan
Penelitian dari beberapa universitas yang tergabung dalam The University Jalan Raya No.14/1992, UU
Network for Rural Infrastructure Development (2005) memperlihatkan bahwa Penerbangan No.15/1992, dan UU
kondisi angkutan keperintisan kita masih sangat menyedihkan. Begitu banyak Pelayaran No.21/1992, dan keempat UU
kapal perintis dengan jadwal satu atau dua minggu sekali, harus mengangkut tersebut saat ini tengah dibahas untuk di
muatan jauh lebih besar dari beban yang diijinkan, hanya karena tidak adanya revisi di DPR.
alternatif angkutan di daerah tersebut. Inilah potret jujur wajah transportasi
kita yang memang menuntut perhatian yang lebih dari sektor-sektor lainnya.
1 - 2 - 3 LANGKAH
63
perlindungan keselamatan. Kedua, operator yang tentunya menginginkan
adanya tingkat keuntungan yang wajar. Ketiga, pemerintah yang berfungsi
sebagai regulator dan melindungi kepentingan publik secara luas, sehingga
pemanfaatan dana-dana publik misalnya dapat efisien dan tepat sasaran.
Di sini terlihat bahwa yang ingin dicari adalah kerangka regulasi, agar
kompetisi dapat berjalan dengan sehat, sesuai mekanisme pasar, dengan
tanpa mengorbankan pemenuhan standar keselamatan yang merupakan
bagian dari standar pelayanan minimum.
1 - 2 - 3 LANGKAH
64
Jumlah pengguna angkutan udara sebenarnya hanya 0,3 – 0,5 % dari seluruh
perjalanan (trips) penumpang domestik. Jumlah korban jiwa juga relatif lebih
kecil dibandingkan dengan jumlah korban kecelakaan kapal, kereta api apalagi
angkutan darat. Namun demikian, angkutan udara merupakan industri yang
memiliki kandungan teknologi tinggi yang, sehingga soal kelalaian sudah
barang tentu tidak dapat ditoleransi. Di sisi lain, keselamatan tidak dapat
dikompromikan dengan angka statistik korban. MTI berpendapat bahwa
sekecil apapun korban kecelakaan, masalah keselamatan haruslah tetap
menjadi prioritas. Berita di media yang luar biasa pada saat terjadi kecelakaan
pesawat terjadi karena secara politis, penumpang pesawat udara adalah
kelompok masyarakat yang lebih kaya dan mampu memberi tekanan politik
kepada pemerintah dan penyedia jasa angkutan. Sedangkan kecelakaan
yang terjadi di sungai, kereta api dan bahkan di jalan raya tampaknya kurang
mendapat perhatian, dan seolah-olah dianggap sebagai berita rutin yang
dapat dibaca setiap hari melalui koran.
1 - 2 - 3 LANGKAH
65
Program keselamatan jalan adalah keselamatan di Indonesia. Partisipasi aktif masyarakat dalam ikut mengawasi
program yang dapat mereduksi angka pelaksanaan standar akan sangat menentukan keberlangsungan kompetisi
kecelakaan, sehingga penyediaan antar operator secara sehat.
infrastruktur transportasi yang memadai
Keempat, penegakan kepatuhan juga perlu dibarengi dengan “Kampanye
mutlak diperlukan langkah cepat dan
Publik untuk Keselamatan Transportasi”. Secara umum yang perlu dilakukan
konsisten .
adalah peningkatan kesadaran atas berbagai hak dan kewajiban dari regu-
lator, operator dan penumpang. Disamping pengetahuan atas hak layanan
transportasi oleh konsumen, juga penting untuk memperingatkan kewajiban
penumpang antara lain memberikan data pribadi penumpang dengan benar,
tidak membawa muatan yang berbahaya (explosive materials) atau
berlebihan, tidak mengambil peralatan emergency, atau agar mematikan
handphone dalam pesawat. Pelaksanaan public awareness campaign ini
sebaiknya juga mencakup berbagai institusi pendidikan misalnya di sekolah-
sekolah dari SD-SMA. Melalui partisipasi aktif masyarakat maka mekanisme
transparansi dan akuntabilitas dapat berlangsung, dan manajemen
keselamatan transportasi dapat berjalan dengan baik.
Kelima, informasi bagi publik yaitu kebijakan untuk menginformasikan secara
terbuka mengenai analisis kecelakaan pesawat Adam Air yang diputuskan
Presiden SBY pada Rapat Koordinasi Terbatas tanggal 3 Januari 2007 patut
diapresiasi dan dapat menjadi keputusan historis bagi kepentingan
pengguna transportasi udara. Selama ini, masyarakat dan media hanya dapat
berspekulasi mengenai peristiwa kejadian kecelakaan. Laporan Komite
Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) seharusnya dapat menjadi
referensi pemerintah dalam memberikan informasi kepada masyarakat.
Apabila informasi ini disampaikan kepada publik, pastilah kepercayaan
masyarakat kepada regulator khususnya Departemen Perhubungan akan
meningkat. Masyarakat juga perlu mengetahui bahwa prinsip dasar dalam
analisis kejadian kecelakaan transportasi adalah untuk memastikan tidak
terjadinya peristiwa serupa di masa mendatang, khususnya untuk
mempersiapkan kebijakan dan investasi publik yang dibiayai para pembayar
pajak. Hak memperoleh informasi (right to information) dalam peristiwa
kejadian kecelakaan transportasi perlu kiranya juga menjadi bahan
penyempurnaan paket UU transportasi yang saat ini sedang dibahas di DPR.
1 - 2 - 3 LANGKAH
67
Keselamatan transportasi jalan tersusun 7.3.2. Penanganan ke Manusia
dari hal-hal mendasar, seperti berjalan
Sesungguhnya, teknologi transportasi sampai saat ini masih menempatkan
kaki di trotoar, berkendaraan di sisi kiri,
manusia sebagai kunci kendali, dan keselamatan masih sangat bergantung
mengemudi dengan penuh kendali,
pada peran manusia. Pesawat mungkin bisa berjalan sendiri dengan auto
menyiap hanya dilakukan pada kondisi
pilot atau mendekati landasan dengan bantuan Instrument Landing System
memungkinkan, melakukan manuver
(ILS), namun saat mendaratkan pesawat keandalan pilot sangat dibutuhkan.
kendaraan tanpa mengejutkan pihak
Kendaraan boleh fit, jalan boleh mulus, namun ini semua tidak serta merta
lain, lampu kendaraan berfungsi
menjamin perjalanan selamat bilamana sopirnya mengantuk. Walau
terutama di malam hari, semua ini tidak
bagaimanapun peran manusia menempati urutan pertama sehingga
membutuhkan ilmu yang rumit,
pendidikan berlalulintas sangat diperlukan, karena ini merupakan investasi
semuanya sangat commoc sense.
jangka panjang yang tidak pernah merugi.
Kompetensi pengemudi (pilot, masinis, sopir, nahkoda) dibangun dari tiga
hal yaitu: (1) kognitif berhubungan dengan pengetahuan atau ilmu yang harus
dikuasai; (2) psiko-motorik yakni koordinasi yang akurat antara pikiran/psikis
dan gerakan motorik anggota badan yang diwujudkan dalam ketrampilan
mengendarai; dan (3) afektif yakni gabungan dari keduanya yang jika
dilakukan dengan penuh kesadaran akan melahirkan pembentukan perilaku
dan kebiasaan yang selalu sadar akan pentingnya keselamatan. Pendidikan
menuju kompetensi ini tidak terjadi dengan sendirinya, dan perlu waktu yang
panjang, apalagi sampai saat ini Indonesia belum mempunyai pendidikan
sistematis yang khusus membangun kompetensi pengemudi, setidaknya
ini bisa dimulai dari aspek kognitif.
Keselamatan dalam transportasi tersusun dari hal-hal yang mendasar, seperti
berjalan kaki di trotoar, berkendaraan di sisi kiri, mengemudikan kendaraan
dengan penuh kendali, menyiap hanya dilakukan pada saat kondisi
memungkinkan, melakukan manuver kendaraan tanpa mengejutkan pihak
lain, lampu kendaraan berfungsi terutama di malam hari, dan sebagainya.
Semua kebutuhan ini tidaklah rumit, dan juga tidak membutuhkan ilmu yang
rumit, semuanya sangat commoc sense, oleh karena itu pendidikan
berlalulintas perlu dimulai pada usia dini. Anak-anak usia pra-sekolah dan
taman kanak-kanak adalah usia ideal untuk memulai, misalnya dengan
pengetahuan menyeberang jalan. Perkumpulan Mitra Selamat di Jalan (MSJ)
Yogyakarta misalnya, memiliki program pendidikan berlalulintas sederhana
bagi guru TK dengan target akan mengajarkannya pada anak didiknya, dan
program ini mendapat respon positif dari masyarakat.
Pelatihan membentuk keterampilan psiko-motorik dalam mengemudi alat
angkut memerlukan cara yang cermat dan sungguh-sungguh. Bukti
kompetensi dalam bentuk sertifikat semestinya diperoleh dengan pengujian
yang ketat. Kemudahan memperoleh SIM dengan cara “membeli” jelas akan
merusak sistematika pendidikan pengemudi di Indonesia. Sertifikasi ujir kir
kendaraan “yang diperdagangkan”
juga perlu dikaji ulang, berarti
pendidikan bagi petugas atau aparat
pemerintah juga menjadi kebutuhan
mendesak, sebelum sistem pen-
didikan keselamatan yang ada saat
ini mengalami kehancuran.
Dalam membentuk pembiasaan
agar berperilaku selamat diperlukan
pemaksaan, hal ini dapat dilakukan
manakala penegakan hukum
dipertegas dan diberlakukan secara
konsisten. Fenomena prit jigo
merefleksikan betapa lemahnya
penegakan hukum di Indonesia.
Secara kelembagaan pihak yang
menerbitkan sertifikat seyogianya
bukan yang menegakkan hukum.
1 - 2 - 3 LANGKAH
68
Selama ini SIM dikeluarkan oleh polisi, sementara penegakan hukum juga Belajar dari pengalaman negara-negara
dilakukan polisi, standar ganda inilah yang kemudian mendorong untuk maju, penerapan sistem denda “uang”
terjadinya manipulasi. Belajar dari pengalaman negara-negara maju, maka ini terbuksi lebh efektif karena sistem
kedua fungsi ini dipisahkan, dan penerapan sistem denda “uang” terbuksi denda ini cenderung membuat Si
lebh efektif karena sistem denda ini cenderung membuat Si pelanggar jera. pelanggar jera.
1 - 2 - 3 LANGKAH
69
Transportasi mampu mengangkat daya Secara operasional, sektor-sektor ini dikelompokkan ke dalam lima
tarik suatu kota, upaya untuk pendekatan yang dikenal sebagai Pendekatan 5-E, yaitu: pendekatan
meningkatkan keselamatan jalan dan rekayasa (engineering), pendidikan (education), penegakan hukum (enforce-
perbaikan sistem transportasi di Malaysia ment), penggalakan dan penggalangan (encouragement), serta kesiapan
misalnya, telah berhasil menyedot tanggap darurat (emergency preparedness). Hal-hal yang menghambat
wisatawan, sehingga negeri yang miskin proses peningkatan keselamatan jalan adalah sebagai berikut:
obyek wisata alam ini mampu
n Pembagian tanggung jawab penanganan keselamatan multi sektor
mengalahkan Indonesia dalam menyedot
n Ketiadaan informasi yang cukup dan akurat
turis asing.
n Tidak memadainya tindakan-tindakan untuk mengkoordinasi-kan dan
mengimplementasikan penanganan keselamatan di semua sektor yang
memerlukan perbaikan
n Tidak memadainya ketersediaan sumber daya manusia dan finansial
untuk mendukung tindakan/program preventif kecelakaan.
Program-program keselamatan lalulintas saat ini sudah mulai banyak
dilakukan, namun sulit diukur tingkat keberhasilannya karena program-pro-
gram tersebut masih dilakukan secara terpisah. Kalaupun ada koordinasi
masih sangat diragukan efektivitasnya. Pihak Kepolisian memiliki program
Kawasan Tertib Lalulintas (KTL). Pihak Departemen Perhubungan telah
melengkapi rambu-rambu dan marka, pengadaan pendidikan bagi
pengemudi serta membuat penilaian ketertiban lalulintas di kota-kota melalui
pemberian anugerah Wahana Tata Nugraha. Perusahaan asuransi Jasa
Raharja terus menyantuni korban-korban kecelakaan yang saat ini bernilai
Rp.10 juta untuk setiap korban mati atau cacat tetap.
Menilik ulasan di atas, tampaknya permasalahan koordinasi antar instansi
untuk program-program peningkatan keselamatan di jalan masih sangat
lemah. Masing-masing pihak masih menjalankan sendiri-sendiri programnya,
dan alhasil dampak konkret berupa penurunan angka kecelakaan masih
jauh dari harapan.
Di banyak negara aspek keselamatan lalulintas ditangani serius oleh
pemerintah pusat. Untuk mengkoordinasinya dibentuklah Dewan Nasional
Keselamatan Lalulintas (National Road Safety Council)
yang berada langsung di bawah presiden/perdana menteri,
dan bukan berada di bawah suatu departemen. Ia bisa
menjangkau ke departemen dan badan pemerintah lainnya
dengan leluasa, serta memiliki kekuatan politis.
Seluruh perencanaan, program-program, gerakan-gerakan
dipelopori dan dikoordinasi oleh dewan ini, sehingga ada
sinergi antara program instansi yang satu dengan instansi
lainnya. Dewan ini juga merupakan penanggung jawab
utama masalah keselamatan di suatu negara sehingga
memudahkan untuk melakukan hubungan dengan instansi
sejenis dari negara-negara lain atau lembaga-lembaga
internasional, khususnya dalam rangka kerjasama dan
penggalangan dana untuk program-program peningkatan
keselamatan.
1 - 2 - 3 LANGKAH
70
Angkutan umum yang beroperasi saat ini mulai tampak tidak beradab, seolah Penyediaan sarana dan prasaran
tidak ada aturan lagi, layaknya di hutan rimba. Pemandangan menyedihkan transportasi dan upaya merias wajah
korban kecelakaan semakin sering terlihat di depan mata. Trotoar yang kota tidak saja mampu mendukung
semestinya rindang penuh pepohonan hijau, termasuk taman-taman kota, perekonomian, namun juga dapat
sudah tidak bisa dinikmati oleh warga kota. Betapa sulit untuk menemukan membuat bangsa ini lebih bermartabat
tempat rekreasi murah bagi kaum miskin kota saat ini. Trotoar, ruang jalan,
taman-taman, fasilitas pejalan kaki ini sudah dirampas oleh pedagang kaki
lima, dan ini semua menunjukkan betapa masyarakat semakin
meninggalkan kepedulian akan lingkungan fisik dan sosialnya.
Banyak di antara kita yang tidak menyadari bahwa transportasi mampu
mengangkat daya tarik suatu kota. Usaha untuk meningkatkan keselamatan
jalan dan perbaikan sistem transportasi di Malaysia misalnya, telah berhasil
menyedot wisatawan, sehingga negeri yang miskin obyek wisata alam ini
mampu mengalahkan Indonesia dalam menyedot turis asing.
Belum lagi icon-icon yang melekat pada suatu kota seperti London dengan
underground dan taxi hitamnya, New York dengan taxi kuningnya, Jepang
dengan Shinkanshen (kereta peluru), Bangkok dengan Tuk-tuk-nya, kota-
kota Eropa dengan taman dan pedestrianisasi-nya (pusat kota yang tertutup
bagi kendaraan bermotor kecuali pejalan kaki).
Fakta menunjukkan trotoar yang lebar, pedagang kaki lima yang terkendali,
kenyamanan berjalan kaki, yang didukung oleh sistem angkutan umum yang
bermutu, telah membuktikan bahwa investasi di sektor transportasi akan
mampu membayar kembali melalui derasnya pariwisata.
Indonesia yang memiliki ribuan obyek wisata, tidak akan mampu menarik
minat turis dunia untuk datang ke Indonesia lagi, karena pengalaman
melakukan perjalanan yang tidak aman dan selamat (secure and safe) dapat
membuat turis kapok. Keselamatan transportasi dan daya tarik kota serta
pariwisata sangat erat kaitannya, sedangkan penyediaan sarana dan
prasaran transportasi serta upaya merias wajah kota tidak saja mampu
mendukung perekonomian, namun juga dapat membuat bangsa ini lebih
bermartabat.
1 - 2 - 3 LANGKAH
71
Daftar Pustaka
1 - 2 - 3 LANGKAH
72
Makalah Saatnya Angkutan Publik Diprioritaskan, disampaikan pada diskusi
”Inisiatif Masyarakat Dalam Membangun Transportasi
Berkelanjutan di Semarang” yang diselenggarakan oleh Insti-
tute for Transportation Studies (INSTRAN) di kantor Lembaga
Pembinaan & Pemberdayaan Konsumen (LP2K), 25 Januari
2005
Nurwahidah, 2003, Penelitian Persepsi Pengambilan Keputusan Terhadap
Implementasi Standar Manajemen Kapal-kapal PELRA, PPs
Unhas Makassar.
Pemaparan Direktur Jenderal Perhubungan Udara pada Diskusi Ilmiah, Maret
2006.
Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana
Kereta Api
Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas
Jalan KM No. 53 tahun 2000 tentang Perpotongan dan/atau
Persinggungan antara Jalur Kereta Api dengan Bangunan Lain
Ramadhan, Soedarmo (2006), Upaya Bersama PT. Kereta Api (Persero)
dengan Pemerintah Daerah dalam Penanganan Perlintasan
SebidangAntara Jalur Kereta Api dengan Jalan, Makalah Rapat
Koordinasi Dishub Provinsi Jateng, 27 Nopember 2006, Dinas
Perhubungan dan Telekomunikasi Provinsi Jawa Tengah
Sumandi, I Made, 2006. Implementasi ISM-Code Pada Perusahaan PT.
BOSOWA Llyod, PPs Unhas.
Suharto Abdul Majid, 2004, Menimbang Daya Saing Perusahaan Penerbangan
Berjadwal Nasional dalam majalah Transport Volume 22 Nomor
2 April 2004.
Source Book 2000, Aviation Week & Space Technology, 2000.
Sulistiono Adi dkk, Benang Kusut Lalu-lintas, 2006
United Nations (2000), Evaluation of Cost Effective System for Railway Level
Crossing Protection, Economic and Social Commsiion for Asia
and the Pacific
Widarbowo. Dodik, 2006, Analisa Kompetensi Perwira Awak Kapal Pelayaran
Rakyat, Tim S2 Transportasi PPs Unhas Makassar.
Wahyudie, 2005, makalah Flight Safety in Low Cost Carrier Operations, Uni-
versitas Sahid, Jakarta, 4 Juni 2005.
1 - 2 - 3 LANGKAH
73
1 - 2 - 3 LANGKAH
74