Anda di halaman 1dari 31

Insisi Ditulis Oleh: kapten Insisi dilakukan sebagai akses awal menuju daerah tujuan operasi.

Insisi dilakukan setelah mengkaji kembali diagnosa dan tujuan terapi bedah. Perencanaan insisi harus disertai dengan perencanaan penutupan defek yang ditimbulkannya. Pengambilam masa di subkutis yang tidak membuang kulit mungkin tidak akan menimbulkan masalah saat penutupan defek, tetapi jika kulit ikut diambil maka ada kemungkinan timbul masalah saat penutupan luka apalagi jika jariongsan kulit yang diambil luas. Menurut bentuknya insisi dikelompokan menjadi 1. Insisi Linier Insisi dalam satu lintasan atau garis lurus, atau melengkung. Insisi ini digunakan jika daerah operasi atau masa yang diambil tidak melekat/ berhubungan dengan kulit. Misalnya mengambil masa lipoma yang letaknya di subkutis maka insisi linier digunakan sebagai akses masuk dan diseksi sebagai lanjutan untuk evakuasi masa.

Pastikan masa yang akan diambil tidak berhubungan dengan kulit. 2. Insisi elips atau bulat Digunakan sebagai akses jika target operasi masa yang akan diambil berhubungan atau berada di kulit. Misalnya skin tag, granuloma, atau keloid. Dilakukan juga untuk massa dilokasi lebih dalam dari kulit tetapi berhubungan dengan kulit misalnya kista aterom, atau masa di subkutis lainnya yang terinfeksi sampai kulit sehingga kulit diatasnya harus dibuang. Pada pembuatannya tentukan lebih dulu lebar dan incisi sesuai dengan lesi, kemudian panjang insisi harus 3x lebar

Perhatikan ujung lancip tiapsisi Jahitan tidak boleh sekaligus tetapi harus dua kali karena arah jarum harus tegak lurus dengan tepi insisi Untuk menghindari regangan dapat dikerjakan teknik undermining 3. Insisi S atau Z Insisi dalam satu lintasan berbentuk huruf S atau Z (tidak berbetuk lurus). Insisi ini digunakan jika daerah operasi atau masa yang diambil biasanya tidak berhubungan dengan kulit tetapi letaknya di persendian. Misalnya mengambil masa Becker cyst di fosa poplitea. Insisi ini digunakan sebagai akses masuk dan diseksi sebagai lanjutan jika masa sudah ditemukan. Tujuan dari bentuk yang tidak lurus adalah untuk mencegah terjadinya kontraktur seteleh luka sembuh.

Perhatikan jahitan ditiap sudut.

Insisi dilakukan jika lokasi didaerah persendian dan masa tidak berhubungan dengan kulit. 4. Insisi tangensial/transversal Insisi secara mendatar, sejajar dengan masa. Dilakukan pada masa solid yang letaknya di kulit.Untuk bedah minor, insisi ini dilakukan pada insisi klavus dimana klavus ditipiskan dahulu sampai inti yang masuk ditemukan yang dilanjutkan dengan insisi ellips. 5. Insisi Poligonal Digunakan sebagai akses sekaligus diseksi tajam jika target operasi masa yang akan diambil berhubungan atau berada di kulit. Dibuat banyak sisi tajam atau poligonal bertujuan untuk menghabiskan akar-akanr dari masa yang dibuang. Misalnya tumor ganas kulit. Poligonal juga berfungsi untuk mengecek tiap sisi apakah bebas dari masa tumor atau tidak. Penutupan Defek Pengambilan masa bersamaan dengan kulit diatasnya menimbulkan deffek yang dapat

ditutup dengan mendekatkan tepi luka. Mungkin juga jika defek terlalu lebar maka kedua tepi luka tidak dapat didekatkan. Untuk itulah diperlukan teknik khusus untuk menutup defek. Sekali lagi, petutupan defek ini harus difikirkan saat merencanakan insisi, bagaimana kemungkinan defek yang terjadi dan cara untuk menutupnya. Dengan demikian, pada saat insisi telah tergambar rencana teknik penutupan defeknya. Adapun teknik yang dapat dipakai adalah, advancement, flaps, STSG (split thickness skin graff ), FTSG (full thickness) dan lain-lain Menutup defek dengan cara mendekatkan 2 sisi insisi. Dilakukan jika masing-masing tepi longgar. Jika tidak maka dilakukan pembebasan jaringan subkutis dari masingmasing tepi agar menjadi longgar sehingga masing-masi tepi bisa bertemu sehingga jahitan tidak terlalu tegang /tension.

Gambar penutupan defek dengan flap

Gambar advancement flaps dengan single pedicle

Gambar advancment flaps dengan 2 buah flaps

Koreksi Dog Ear Adakalanya diujung luka kulit lebih menonjol dan seakan seperti masa kulit. Kelebihan kulit ini menyerupai telinga anjing sehingga sering disebut dog ear. Antisipasi terbentuknya dog ear ini dilakukan saat insisi, yaitu ujung insisi pada insisi elips diusahakan lebih lancip, tidak lengkung.

Badingkan kedua ujung insisi yang lancip dengan lengkung. Dog ear terbetntuk dari insisi yang lebih lengkung. Untuk memperbaikinya, luka operasi terlebih dahulu dijahit seperti biasa untuk menilai sebesar apa ear dog yang terbentuk. Kemudiaan baru dikoreksi dengan membuat insisi berikutnya seperti pada gambar dibawah ini

Gambar diatas mengoreksi dog ear dengan membuat insisi elips pada tepi sayatan sebelumnya, sedangkan gambar bawah membuat insisi dua segitiga.

Dog ear pada ujung luka

infeksi dan administrasi antibiotika dalam bidang kedokteran gigi ; part 2 PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA UNTUK INFEKSI ORAL DAN MAKSILOFASIAL

Antibiotika adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. 4 Istilah antibiotik berasal dari bahasa Yunani anti (melawan) dan bio (kehidupan). Antibiotik merupakan obat-obatan yang mampu menghambat reproduksi bakteri atau membunuh bakteri. Golongan antibiotik yang membunuh bakteri disebut bakterisida dan golongan yang menghambat pertumbuhan bakteri disebut bakteriostatik. 11 Antibiotika pertama kali ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun 1929, ketika penicillin menjadi obat manjur pertama , banyak sekali kehidupan telah diselamatkan dari berbagai bencana seperti Pneumococcal pneumonia, luka sepsis, dan bakteremia. Dokter gigi memanfaatkan dengan baik hasil dari penemuan penicillin, sebab banyak infeksi odontogenik disebabkan oleh organisme yang sensitif terhadap penicillin. 4 Untuk menangani infeksi oral dan maksilofasial, dokter gigi menggunakan antibiotika sebagai pilihan utama. Saat diputuskan untuk menggunakan antibiotika sebagai bentuk penanganan terhadap infeksi, maka antibiotika yang digunakan harus diseleksi secara tepat. Dalam penggunaannya, antibiotika memiliki berbagai ketentuan dan metode administrasi yang harus dilaksanakan dengan benar.

III.1 Mekanisme Kerja Antibiotika Suatu zat antimikroba yang ideal memiliki toksisitas selektif. Istilah ini berarti bahwa suatu obat berbahaya bagi parasit tetapi tidak membahayakan inang. Seringkali, toksisitas selektif lebih bersifat relatif dan bukan absolut; ini berarti bahwa suatu obat yang pada konsentrasi tertentu dapat ditoleransi oleh inang, dapat merusak parasit. 2 Toksisitas selektif dapat berupa fungsi dari suatu reseptor khusus yang dibutuhkan untuk perlekatan obat, atau dapat bergantung pada penghambatan proses biokimia yang penting untuk parasit tetapi tidak untuk inang. 2 Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik; dan ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisid. 2 Yang termasuk bakteriostatik di sini misalnya sulfonamida, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, trimetoprim, linkomisin, klindamisin, asam paraaminosalisilat, dan lain-lain. Obat-obat bakteriostatik bekerja dengan mencegah pertumbuhan kuman, tidak

membunuhnya, sehingga pembasmian kuman sangat tergantung pada daya tahan tubuh. Sedangkan antibiotika yang bakterisid, yang secara aktif membasmi kuman meliputi misalnya penisilin, sefalosporin, aminoglikosida (dosis besar), kotrimoksazol, rifampisin, isoniazid dan lain-lain. 12 Sifat antimikroba dapat berbeda satu dengan yang lainnya. Misalnya, penicillin G bersifat aktif terutama terhadap bakteri gram-positif , sedangkan bakteri gram-negatif pada umumnya tidak peka (resisten) terhadap penisilin G; streptomisin memiliki sifat yang sebaliknya; tetrasiklin aktif terhadap beberapa bakteri gram-positif maupun bakteri gramnegatif, dan juga terhadap Rickettsia dan Chlamydia. Berdasarkan perbedaan sifat ini, antimikroba dibagi menjadi dua kelompok yaitu berspektrum sempit ( misalnya benzyl penisilin dan streptomisin) dan berspektrum luas (umpamanya tetrasiklin dan kloramfenikol). 2 Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dibagi ke dalam empat kelompok yaitu : 2, 12 (1) yang menghambat sintesis dinding sel mikroba, termasuk di sini adalah basitrasin, sefalosporin, sikloserin, penisilin, ristosetin dan lain-lain. (2) yang menghambat fungsi membran sel atau mekanisme transport aktif sel mikroba.Yang termasuk di sini adalah amfoterisin, kolistin, imidazol, nistatin dan polimiksin (3) yang menghambat sintesis protein sel mikroba, yaitu hambatan translasi dan transkripsi bahan genetik. Contohnya kloramfenikol, eritromisin (makrolida), linkomisin, tetrasiklin dan aminogliosida (4) yang menghambat sintesis atau yang merusak asam nukleat mikroba, contohnya yakni asam nalidiksat, novobiosin, pirimetamin, rifampisin, sulfanomida dan trimetoprim

III.2 Antibiotika yang Biasa Digunakan dalam Bidang Kedokteran Gigi Penggunaan antibiotika oleh dokter gigi dibagi menjadi beberapa kelompok khusus. Akibatnya, peresepan antibiotika menjadi sesuatu yang empiris. Seorang dokter harus mengetahui mikroorganisme yang menyebabkan infeksi, karena kultur pus atau eksudat tidak umum dilakukan. Banyak mikroorganisme yang dapat diisolasi dari rongga mulut, walaupun tidak semuanya termasuk patogen potensial, daftar bakteri yang berhubungan dengan infeksi oral masih banyak (cocci, bacilli, organisme gram positif dan gram negatif, aerob dan anaerob). Untuk menangani infeksi tersebut, digunakan antibiotik dengan jenis yang terbatas- biasanya dua sampai tiga jenis antibiotik. 13 Terdapat beberapa jenis klasifikasi antibiotika, ada yang berdasarkan spektrum bakteri (luas dan sempit) atau rute administrasi (suntikan, oral, dan topikal), atau tipe aktivitas (bakterisida dan bakteriostatik). Yang paling efektif digunakan yaitu klasifikasi berdasarkan struktur kimianya. Antibiotika yang memiliki kemiripan struktur akan memiliki pola efektivitas, toksisitas, dan potensi alergi yang juga mirip. 11 III.2.1 Penicillin

Golongan penisilin bersifat bakterisid dan bekerja dengan mengganggu sintesis dinding sel. Antibiotika penisilin mempunyai ciri khas secara kimiawi adanya nukleus asam amino-penisilinat, yang terdiri dari cincin tiazolidin dan cincin betalaktam. Spektrum kuman terutama untuk kuman koki Gram positif. Beberapa golongan penisilin ini juga aktif terhadap kuman Gram negatif. 12 Gambar 3. Struktur inti penicillin (sumber http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Penicillin-core.png) Penicillin adalah salah satu jenis antibiotik -Lactam yang memiliki spektrum yang berbeda-beda. Pada regio maksilofasial didominasi oleh flora aerob dan anaerob sehingga hanya beberapa jenis penicillin yang bermanfaat, antara lain penicillin natural, aminopenicillin, dan penicillin-resistant yaitu oxacillin dan methicillin. Kelompok utama penicillin disebut penicillin berspektrum luas dan termasuk di antaranya ialah ticarcillin, mezlocillin, dan piperacillin. Spektrum obat ini meluas hingga dapat digunakan untuk Pseudomonas aeroginosa, tapi yang efektifitasnya terbatas untuk bakteri aerob rongga mulut. 4 Meskipun penicillin didistribusi secara keseluruhan setelah dikonsumsi, tapi penicillin tidak mampu masuk ke dalam cairan cerebrospinal (CSF) dengan baik. Konsentrasi dalam CSF umumnya kurang dari 1% nilai serum. Bila ada inflamasi, konsentrasi hanya dapat meningkat 5%. Kontra indikasi utama pengggunaan penicillin perawatan terhadap bakteri yang rentan adalah hipersensivitas. Insiden alergi terhadap penicillin sekitar 1% dari jumlah populasi. Pada banyak kasus hipersensivitas terbatas pada reaksi dermatologis (kulit) yaitu 2% hingga 3% dan respon anafilaktik terhadap penicillin adalah kasus yang tidak biasa atau tidak umum dan terjadi sekitar 0,004% hingga 0,015% dari pasien. Cephalosporin dan antibiotik -Lactam lainnya dapat digunakan secara aman pada pasien yang alergi terhadap penicillin, meskipun reaktivitas silang dapat terjadi kurang lebih 10%. Ketentuan pemberian antibiotik -Lactams pada pasien yang memiliki riwayat anafilaktik atau reaksi serius lainnya akibat penggunaan obat antibiotik jenis ini. 4 Terdapat empat jenis penicillin, antara lain : 11 Penicillin alami yang berdasarkan struktur asli penicillin-G. jenis penicillin-G efektif melawan bakteri gram-positif strain streptococci, staphylococci, dan beberapa bakteri gramnegatif seperti meningococcus. Penicillin resisten-penicillinase merupakan jenis yang aktif walaupun terdapat enzim bakteri yang dapat menginaktivasi sebagian besar penicillin alami. Penicillin spektrum luas yang efektif melawan bakteri dengan spektrum yang lebih luas. Aminopenicillin, contohnya ampicillin dan amoxicillin yang memiliki spektrum aksi yang lebih luas jika dibandingkan dengan penicillin alami. Jenis penicillin alami yang utama adalah penicillin G dan penicillin V. Penicillin G adalah garam yang terdiri dari sodium atau potassium. Garam K+ mengandung 1,7 mEg potassium per unit. Karena bersifat garam labil, maka pemberian penicillin G biasanya dengan cara parenteral. Dosis orang dewasa adalah 2 hingga 5 juta unit dengan pemberian secara intramuskular. Procain penicillin G adalah formulasi penicillin yang memiliki masa kerja yang lama dan digunakan untuk mencapai level dalam serum selama 8 hingga 12 jam. Dalam level tersebut, obat tetap efektif untuk satu hingga dua hari bila diberikan secara

intramuskular. Penicillin G benzathine menghasilkan durasi yang lebih panjang dalam level serum dan obat masih dapat dideteksi dalam serum selama 1 minggu hingga 3 minggu. Penicillin V adalah garam stabil dan diberikan secara oral. Dosis dewasa adalah 500 mg dengan empat kali pemakaian dalam sehari. Level puncak penicillin V diperoleh dalam waktu 30 sampai 45 menit dengan rata-rata obat yang hilang dalam serum adalah 6 jam setelah pemberian. Spectrum penicillin alami adalah bakteri gram positif aerob dan anaerob. Jenis bakteri yang paling resisten terhadap penicillin adalah Staphylococcus aureus , Bacteroides fragilis, dan Haemophilus influenza. 4 Apabila penyebab infeksi pada wajah atau rongga mulut adalah bakteri gram negatif maka penggunaan ampicillin dan amoxicillin dapat diandalkan. Ampicillin kurang diabsorpsi dalam traktus gastrointestinal dan oleh karena itu cara pemberiannya dianjurkan secara parenteral. Sebaliknya , pada amoxicillin, diabsorpsi dengan baik pada rute enteral. Kedua jenis obat ini sangat rentan terhadap -Lactamase. Amoxicillin dan ampicillin tersedia dalam formulasi yang mengandung inhibitor -Lactamase yaitu dengan menggunakan sulbactam (untuk ampicillin = Unasyn) dan asam clavulanat (untuk amoxicillin = Augmentin), untuk mengatasi -Lactamase, sehingga obat ini mampu mengatasi jenis bakteri seperti Streptococcus aureus dan H.influensa. 4 Meskipun terdapat jenis penicillin berspktrum luas seperti mezlocillin (mezlin), nafcillin (nafcil), piperacillin (pipracil), dan ticarcillin (timentin), namun obat ini tidak efektif melawan organisme gram positif dan gram negatif. Manfaat obat ini terbatas untuk infeksi leher dan daerah kepala. 4

III.2.2 Cephalosporin Gambar 4. Struktur inti cephalosporin (sumber : j.heritage@leeds.ac.uk) Cephalosporin adalah jenis antibiotik yang penting lainnya dari -Lactam. Keunggulan obat ini adalah tidak terlalu rentan terhadap -Lactamase dibandingkan dengan penicillin alami. Sama seperti penicillin, generasi pertama cephalosporin dan generasi kedua atau generasi berikutnya jauh lebih baik. Oleh karena itu cephalosporin memiliki kekuatan yang luas dalam melawan flora rongga mulut. 4 Secara umum aktif terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif, tetapi spektrum anti bakteri dari masing-masing antibiotika sangat beragam, terbagi menjadi 3 kelompok, yakni : 12 Generasi pertama yang paling aktif terhadap bakteri Gram positif secara in vitro. Termasuk di sini misalnya sefalotin, sefaleksin, sefazolin, sefradin. Generasi pertama kurang aktif terhadap bakteri Gram negatif. Generasi kedua agak kurang aktif terhadap bakteri Gram positif tetapi lebih aktif terhadap bakteri Gram negatif, termasuk di sini misalnya sefamandol dan sefaklor. Generasi ketiga lebih aktif lagi terhadap bakteri Gram negatif, termasuk Enterobacteriaceae dan kadang-kadang pseudomonas. Termasuk di sini adalah sefoksitin (termasuk suatu antibiotika sefamisin), sefotaksim dan moksalatam.

Hal tersebut juga berlaku untuk bakteri anaerob yaitu generasi pertama memiliki kekuatan yang lebih baik untuk melawan bakteri anaerob. Sesuai dengan peningkatan generasi, resistensi terhadap -Lactamase meningkat. Penghambat aktivitas B. fragilis pada generasi kedua sangat bermanfaat untuk infeksi kepala dan leher yang disebabkan oleh bakteri tersebut. 4 Sediaan cephalosporin seharusnya hanya digunakan untuk pengobatan infeksi bakteri berat atau tidak dapat diobati dengan antimikroba lain, sesuai dengan spektrum antibakterinya. Anjuran ini diberikan selain karena harganya yang mahal , potensi antibakterinya yang tinggi sebaiknya dicadangkan hanya untuk hal tertentu seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Perlu diingat bahwa cephalosporin generasi pertama dan kedua bukan merupakan obat terpilih untuk kebanyakan infeksi karena tersedia obat lain yang efektivitasnya sama dan harganya lebih murah. Cephalosporin mensensitisasi dan dapat menimbulkan berbagai reaksi hipersensitivitas yang identik dengan reaksi-reaksi pada golongan penicillin, termasuk anafilaksis, demam, ruam kulit, nefritis, granulositopenia, dan anemia hemolitik. 14, 15 Cephalosporin generasi pertama yang biasa digunakan untuk pencegahan dan pada kasus infeksi maksilofasial adalah cephalexin (ceflex) dan cephradine (cefacyl) untuk penggunaan secara oral, cefazolin (ancef, kersol) untuk pemberian secara parenteral. Generasi kedua sangat bermanfaat untuk sinusitis, namun secara klinis menunjukkan tidak ada perbedaan dengan generasi pertama. Generasi terbaru yaitu generasi ketiga tersedia dalam bentuk oral seperti cefditorin (spectracef) yang cukup efektif untuk infeksi yang parah pada sinus dan kulit. 4 Cephalosporin secara umum menyebabkan beberapa efek samping. Efek samping yang umum sehubungan dengan obat ini antara lain : diare, nausea, nyeri perut ringan, maupun gangguan lainnya. Kurang lebih 10% pasien dnegan alergi hipersensitif terhadap penicillin memiliki reaktifitas-silang terhadap cephalosporin. Oleh sebab itu, antibiotika cephalosporin dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat reaksi alergi penicillin maupun cephalosporin (urtikaria, anafilaktik, nefritis interstisial, dan lain-lain). 11 III.2.3 Monobactams Monobactam adalah salah satu jenis antibiotik -Lactam yang memiliki sifat bakterisid yang sama dengan jenis lainnya. Hanya terdapat satu monobactam yang tersedia yaitu aztreonam (azactam) yang disetujui penggunaannya di Amerika. Sama halnya dengan monobactam lainnya, aztreonam tidak memiliki aktifitas yang melawan organisme gram positif. Sehingga penggunaanya terbatas dalam mengatasi infeksi kepala dan leher. 4 Aztreonam tidak memiliki reaksi silang terhadap antibiotik -Lactam lainnya dan insiden terjadinya toksisitas sangat rendah. Dosis umumnya adalah 1 sampai 2 gram setiap 8 jam. 4 Gambar 5. Struktur inti Monobactam (sumber : www.freebase.com/view/en/beta-lactam)

III.2.4 Carbanepems

Kelompok antibiotik -Lactam lainnya adalah carbanepems. Agen ini memiliki fungsi yang sama dengan antibiotik lainnya yaitu membentuk ikatan dengan penicillin dinding protein dan menghambat protein dinding sel. Aktivitas spektrumnya sangat luas, hal ini disebabkan oleh stabilitasnya terhadap -lactamase. Carbanepems juga digunakan untuk infeksi P. aeruginosa yang resisten terhadap antibiotik lainnya. Contoh carbanepems yang tersedia di Amerika Serikat yaitu imipenem dan meropenem. Kedua obat ini tidak diabsorpsi dalam rute enteral sehingga pemberiannya secara parenteral. 4 Gambar 6 .Struktur inti Carbanepems (sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:carbanepem-core.png) Imipenem bersifat toksik dan tidak diaktifkan oleh ginjal. Namun bila obat ini dikombinasikan dengan cilastatin, yaitu inhibitor dari dehidropeptidase, maka sifat nefrotoksisitas dan inaktivasi dari ginjal dapat dihambat. Kombinasi imipenem- cilastatin 1:1 dapat digunakan jika obat antibiotik berspektrum sempit tidak efektif, atau tidak dapat digunakan. Dosis yang umum digunakan adalah 0,5 sampai 1 gram setiap 6 sampai 8 jam. Meropenem adalah carbanepem jenis lain yang digunakan dengan dosis 0,5 sampai 1 gram setiap 8 jam. 4 Carbanepems aktif terhadap berbagai strain pneumokokkus yang sangat resisten terhadap penisilin. Carbanepems merupakan antibiotik -Lactam pilihan untuk terapi infeksiinfeksi enterobacter, karena kekebalannya terhadap penghancuran oleh -Lactamase yang diproduksi oleh organisme-organisme ini. 14 Efek-efek yang tidak diinginkan paling umum dari iminepem adalah mual, muntah, diare, ruam kulit, dan reaksi pada tempat penyuntikan. Kadar yang berlebihan pada pasienpasien dengan gagal ginjal dapat mengakibatkan seizure.14

III.2.5 Tetracycline Merupakan antibiotika spektrum luas bersifat bakteriostatik untuk bakteri Gram positif dan Gram negatif, tetapi indikasi pemakaiannya sudah sangat terbatas oleh karena masalah resistensi, namun demikian antibiotika ini masih merupakan pilihan utama untuk infeksi-infeksi yang disebabkan oleh klamidia, riketsia, dan mikoplasma. Mungkin juga efektif terhadap N. meningitidis, N. gonorhoeae dan H. influenzae, termasuk di sini adalah tetrasiklin, klortetrasiklin, oksitetrasiklin, doksisiklin, minosiklin, metasiklin dan demeklosiklin. 12

Gambar 7. Struktur inti tetracycline (sumber : http://wikimedia.org/wiki/tetracyline-core.png) Tetracycline bekerja sebagai antibakteri yang adekuat, tetapi memperlihatkan resistensi yang cepat sehingga penggunaannya dibatasi. Fungsi obat-obatan ini mengikat secara reversibel pada 30S sub unit ribosomal yang menghambat peningkatan aminoacyltransfer ribonucleic acid, kemudian menghambat sintesis protein bakteri. Walaupun tetracycline digunakan secara klinis, yang lainnya untuk pencegahan osteitis sicca (dry

socket) dan penanganan penyakit periodontal, obat-obatan ini jarang digunakan untuk infeksi regio maksilofasial. 4 Efek samping dari tetracycline termasuk gangguan gastrointestinal. diskolorisasi tulang dan gigi, dan gangguan pertumbuhan gigi. Efek-efek kontraindikasi pada pasien yang hamil dan pada anak-anak. Tetracycline seharusnya digunakan berhubungan dengan phenytoin, carbamazepine, dan antikoagulan oral dan pada pasien dengan gangguan ginjal. 4 III.2.6 Vancomycin Vancomycin (vancocin) dihubungkan dengan antibiotik toksik yang digunakan awal untuk perawatan pada methicillin-resisten terhadap staphylococci, walaupun resistensi pada vancomycin oleh organisme yang resisten terhadap methycillin dilaporkan terjadi di beberapa rumah sakit. Mekanisme kerjanya yaitu menghambat sintesis peptidoglikan. Vancomycin dapat mempenetrasi berbagai jaringan dan rongga cairan tetapi tidak dapat memasuki cairan vitreous dan CSF dalam jumlah yang adekuat untuk keperluan terapeutik. 4 Gambar 8. Struktur vancomycin (sumber : j.heritage@leeds.ac.uk ) Vancomycin diadministrasikan secara intravena tetapi memerlukan metode infus yang sangat lambat. Jika tidak, pasien dapat mengalami gejala-gejala yang tidak menyenangkan termasuk pruritus, dyspnea, spasme otot, dan nyeri dada. Tekanan darah juga dapat menurun.
4

Efek-efek toksik lain akibat vancomycin termasuk nefrotoksisitas, khususnya jika obat digunakan bersamaan dengan obat-obatan lain yang berpotensi nefrotoksik. Dosis vancomycin pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal adalah 2 gram per hari, yang diberikan dalam bentuk 1 gram / infus atau 500 mg / infus setiap enam jam. Dosis pada pasien dengan gangguan ginjal bervariasi dan berhubungan dengan nilai clearance-creatinin.
4

III.2.7 Chloramphenicol Golongan ini mencakup senyawa induk kloramfenikol maupun derivat-derivatnya yakni kloramfenikol palmitat, natrium suksinat dan tiamfenikol. Antibiotika ini aktif terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif maupun ricketsia, klamidia, spirokaeta dan mikoplasma. Karena toksisitasnya terhadap sumsum tulang, terutama anemia aplastik, maka kloramfenikol hanya dipakai untuk infeksi S. typhi dan H. influenza. 12 Gambar 9. Struktur inti chloramphenicol. (sumber : j.heritage@leeds.ac.uk ) Chloramphenicol (chloromycetin) pada masa sekarang ini jarang digunakan sebagai antibiotik yang dapat menghambat sintesis protein bakteri, melalui proses pengikatan 50S sub unit ribosomal, sebagai salah satu agen bakteriostatik. Karena spektrumnya yang luas sehingga obat ini berpotensi dalam perawatan untuk H.influenza dan bakteri anaerobik yang resisten terhadap ampicillin. Obat ini dapat melakukan penetrasi hingga sistem syaraf pusat

dengan baik sehingga menjadi agen yang baik untuk menangani kasus abses otak dan meningitis. Meski demikian, terdapat efek yang jarang terjadi akibat obat ini yaitu anemia aplastik, yang menyebabkan pembatasan penggunaannya. Dosis kloramfenikol yang biasa diberikan untuk anak-anak dan orang dewasa adalah 50 mg/kg setiap harinya sebanyak 4 dosis. Tingkat serum dan jumlah sel darah secara lengkap harus tetap diawasi. 4

III.2.8 Makrolida Golongan makrolida hampir sama dengan penisilin dalam hal spektrum antibakteri, sehingga merupakan alternatif untuk pasien-pasien yang alergi penisilin. Bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri. Aktif secara in vitro terhadap bakteri gram-positif, gram-negatif, mikoplasma, klamidia, riketsia dan aktinomisetes. Selain sebagai alternatif penisilin, eritromisin juga merupakan pilihan utama untuk infeksi pneumonia atipik (disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae) dan penyakit Legionnaires (disebabkan Legionella pneumophilla) termasuk dalam golongan makrolida selain eritromisin juga roksitromisin, spiramisin, josamisin, rosaramisin, oleandomisin dan trioleandomisin. 12 Gambar 10. Struktur erythromycin (sumber : j.heritage@leeds.ac.uk) Erytrhomycin merupakan salah satu makrolida terbaik yang perlu diketahui. Antibakteri gram positif yang serupa dengan penicillin , akan tetapi erythromycin tidak seefektif penicillin terhadap bakteri anaerob. Gugus ester pada erythromycin membantu mengatasi bioavailabilitas obat yang buruk dan kecenderungannya untuk menyebabkan masalah gastrointestinal. Untuk infeksi oral dan maksilofasial yang parah, agen-agen lain yang serupa dengan erythromycin lebih baik digunakan, terutama jika pasien alergi terhadap penicillin.4 Clindamycin (cleocin) merupakan salah satu antibiotik linkoamida yang muncul kembali sebagai obat yang umum digunakan untuk infeksi odontogenik yang parah, termasuk osteomyelitis. Kekurangan dalam hal pseudomembraneous colitis menyebabkan terbatasnya penggunaan obat ini selama bertahun-tahun., tetapi pengujian yang lebih ilmiah terhadap antibiotik yang berhubungan dengan colitis tidak menemukan adanya bahaya khusus akibat clindamycin jika dibandingkan dengan antibiotik jenis lainnya pada individu dengan kemampuan imun rendah (immunokompeten). 4 Clindamycin diserap dengan baik secara oral dan juga tersedia dalam bentuk parenteral. Obat ini dapat dimasukkan ke dalam jaringan keras maupun lunak karena ukuran molekulnya yang relatif kecil meskipun tetap tidak dapat menembus selaput otak yang terinflamasi. Spektrumnya termasuk bakteri aerob gram positif dan fakultatif dan bakteri anaerobik. Dosis untuk orang dewasa yang umum diberikan yaitu 150 sampai 450 mg setiap 6 jam per oral atau 300 sampai 900 mg setiap 8 jam parenteral. Dosis untuk anak-anak adalah 10 hingga 20 mg / kg per hari dalam tiga sampai empat dosis terpisah. 4

III.2.9 Nitromydazole

Metronidazole tergolong antibiotik kelas nitromidazol. Agen-agen ini merangsang produksi metabolis toksik yang dapat membunuh bakteri yang dicurigai. Metronidazole hanya efektif pada bakteri anaerobik termasuk yang terdapat dalam kavitas rongga mulut. Obat ini dapat digunakan bersamaan dengan obat spektrum aerobik pada perawatan infeksi campuran aerobik dan anaerobik atau pada perawatan empirikal pada kasus infeksi odontogenik. Metronidazole diberikan per oral (500 mg setiap 8 jam). Sebagian besar efeknya berlawanan reaksi dengan tipe disulfiram yang disebabkan oleh pemilihan asetaldehid dengan konsumsi etanol oleh pasien yang menggunakan metronidazole. Juga dapat meningkatkan kerja anti koagulan. Obat ini sebaiknya tidak digunakan pada pasien yang sedang hamil. 4 Gambar 11. Struktur kimia metronidazole, tinidazole, dan nimorazole (sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:metronidazole-core.png)

III.2.10 Quinolon Merupakan kemoterapetika sintetis yang akhir-akhir ini mulai populer dengan spektrum antibakteri yang luas terutama untuk bakteri gram negatif dan gram positif, enterobakteriaceae dan pseudomonas. Terutama dipakai untuk infeksi-infeksi nosokomial. Termasuk di sini adalah asam nalidiksat, norfloksasin, ofloksasin, pefloksasin dan lain-lain.
12

Quinolon umumnya efektif untuk bakteri aerob gram positif dan gram negatif, termasuk P. aeruginosa tetapi tidak bermanfaat untuk anaerob tertentu. Agen-agen ini bercampur dengan enzim bacterial selama transkripsi DNA. Quinolon digunakan pada saat bakteri yang dicurigai seperti Streptococcus pneumoniae yang diketahui sebagai penyebab infeksi, tetapi seharusnya obat ini tidak dipertimbangkan sebagai obat tunggal untuk perawatan empirikal ketika terdapat bakteri anaerob. Ciprofloxacin (Cipro) merupakan obat golongan quinolon yang paling umum digunakan pada infeksi oral dan maksilofasial. Absorpsi oral berkisar 50% sampai 90%. Efek sampingnya termasuk gangguan gastrointestinal, fotosensitivitas, xerostomia, dan gejala-gejala sistem syaraf pusat seperti insomnia, sakit kepala, dan pusing. Dosis dewasa yang umum adalah 500-750 mg per oral setiap 12 jam. 4 Gambar 12. Struktur inti Quinolon (sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:quinolon-core.png) Moxifloxacin (Avelox), yang merupakan quinolon generasi ketiga, dapat memberikan perlindungan yang baik melawan streptococci dan mikroorganisme anaerobik lainnya, dan memiliki efektivitas terhadap sinusitis. Obat ini diserap dengan baik secara oral dan tidak terpengaruh oleh asupan makanan. Level jaringan pada umumnya meningkat; kandungan obat dapat ditemukan dalam saliva dan sekret nasal. Efek samping jarang terjadi, dan biasanya ditandai dengan gangguan gastrointestinal. Dosis yang umum digunakan yaitu satu tablet 400 mg per hari. 4

III.2.11 Antibiotika Lokal Selama bertahun-tahun penggunaan antibiotika, beberapa jenis bakteri telah mengalami resistensi terhadap beberapa tipe antibiotika (termasuk golongan penicillin). Untuk mengatasi masalah tersebut, telah dikembangkan metode baru pengaplikasian antibiotika hanya pada jaringan yang terinfeksi, dengan mekanisme menghindari aktifitas bakteri yang diinginkan, tanpa membunuh bakteri tersebut. Menekan beberapa spesies bakteri dengan antibiotika dapat menyebabkan jenis bakteri lainnya berkembang dengan cepat, mengganggu keseimbangan flora normal dalam rongga mulut, perut, dan saluran pencernaan. Hal ini juga dapat menyebabkan bakteri sasaran bermutasi menjadi bentuk yang resisten terhadap antibiotika. 16 Contoh dari teknologi baru ini yaitu penggunaan doxicycline dosis rendah (20 mg) untuk mencegah bakteri agar tidak memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim penghancur jaringan yang dapat menghancurkan jaringan periodontal (gingival dan tulang). Pada dosis ini, bakteri tidak dihancurkan atau pun dihambat reproduksinya, tetapi aktifitasnya yang berbahaya dihindari. Karena keseimbangan flora normal tidak diganggu, diyakini bahwa obat ini lebih mana diaplikasikan dalam bentuk pil tanpa resiko terjadi perkembangan resistensi strain bakteri. 16 Metode lain yang sering digunakan untuk mencegah aktifitas penghancuran jaringan di sekitar gigi oleh bakteri yaitu dengan cara menempatkan antibiotik dalam poket gingival sekitar gigi dalam jangka waktu tertentu. Hal ini umum dilakukan sebagai prosedur tambahan dalam perawatan periodontal, seperti scaling dan root planing. 16 Penggunaan antibiotika lokal mungkin tidak dapat membantu individu dengan periodontitis agresif, dan telah terbukti bahwa metode ini paling efektif pada orang dewasa dengan periodontitis localized yang kronis. 16 Pemakaian agen antimikrobial lokal memungkinkan penggunaan konsentrasi obat yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan penggunaan obat secara sistemik. Agar antibiotika lokal efektif dan bermanfaat secara klinis, maka harus diaplikasikan hingga mencapai dasar poket, dalam konsentrasi tertentu dan konsentrasi ini dipastikan dapat bertahan cukup lama untuk menekan mikroorganisme target. Karena aliran gingival crevicular fluid (GCF) yang cepat, maka antibiotika ditempatkan subgingival dan harus memiliki kemampuan membunuh bakteri dalam waktu singkat setelah aplikasi, atau dapat bertahan dan dilepaskan secara perlahan dalam poket periodontal dengan mekanisme pengontrolan yang tepat. Bentuk sediaan antibiotika yang digunakan untuk periodontal antara lain pasta, salep, gel, fiber, strip, cakram, dan chip. Tetracycline, minocycline, doxixycline, dan metronidazole telah digunakan dalam metode ini. sebagian besar sistem aplikasi antibotika lokal telah dievaluasi sebagai perawatan tambahan untuk scaling dan root planing, meski demikian hal ini masih membutuhkan penelitian yang lebih lanjut. Antibiotika yang diaplikasikan secara lokal memiliki efek yang kecil terhadap A. actnomycetemcomitans dan patogen periodontal lainnya yang menginvasi jaringan konektif gingival. 17

III. 3. Pemilihan Antibiotika

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih antibiotika sebagai solusi untuk menangani infeksi, antara lain : r Identifikasi organisme penyebab infeksi Untuk mengidentifikasi patogen dapat dilakukan di laboratorium, di mana organisme dapat diisolasi dari pus, darah, atau jaringan, dan dapat pula secara empirik berdasarkan pengetahuan tentang patogenesis dan kenampakan klinis dari suatu infeksi yang spesifik. 4 Beberapa faktor bergantung pada jenis bakteri yang menginfeksi (aerob atau pun anaerob) dan identifikasi spesifiknya sangat penting. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri aerob lebih sedikit presentasenya yaitu kurang lebih 5%. Adapun infeksi yang disebabkan oleh bakteri anaerob kurang lebih 25%, dan 70% dari infeksi odontogenik yang terjadi disebabkan oleh gabungan bakteri aerob dan anaerob. 4 Bakteri aerob pada infeksi odontogenik umumnya merupakan kokus gram positif, yang sebagian besar merupakan jenis streptococcus. Jenis bakteri tersebut rentan terhadap penicillin dan antibiotik lainnya yang memiliki spektrum yang sama. 4 Terdapat dua kelompok besar bakteri anaerob yaitu bakteri anaerob gram positif kokus dan bakteri anaerob gram negatif basil. Bakteri anaerob gram positif kokus ditemukan pada hampir sepertiga kejadian infeksi odontogenik. Kerentanannya terhadap antibiotik sama dengan bakteri streptokokus aerob; oleh karena itu, bakteri jenis ini sensitif terhadap penicillin dan antibiotik lainnya dengan spektrum seperti penicillin. 4 r Penentuan sensitivitas antibiotik Sebagian besar infeksi odontogenik disebabkan oleh mikroorganisme seperti streptococci yang tidak memiliki banyak variasi pada pola sensitivitas terhadap antibiotik. Streptococcus viridans yang telah terekspos antibiotik -lactam dapat menjadi resisten dalam waktu singkat (2 hingga 4 hari). Resistensi Streptococcus viridans dapat menyebabkan infeksi serius pada beberapa pasien. 4 Beberapa perbedaan kerentanan terhadap antibiotik merupakan hal yang penting. Penicillin tepat digunakan untuk menangani infeksi Streptococcus dan cukup baik untuk menangani infeksi odontogenik yang diakibatkan oleh sebagian besar bakteri anaerob. Erythromycin efektif melawan Streptococcus, Peptostreptococcus, dan Prevotella tetapi tidak efektif melawan Fusobacterium. Clindamycin baik untuk Streptococcus dan untuk lima kelompok besar bakteri anaerob. Cephalexyn hanya bersifat moderat terhadap Streptococcus (kurang lebih 10% turunannya resisten, 70% sensitif menengah, dan 20% sensitif) dan cukup baik untuk melawan lima kelompok bakteri anaerob. Metronidazole tidak memiliki efektivitas melawan Streptococcus tetapi sangat efektif untuk menangani lima kelompok bakteri anaerob tersebut. 4 r Penggunaan antibiotik spesifik, berspektrum sempit Saat mempertimbangkan penggunaan antibiotik, terdapat berbagai pilihan obat. Pemilihannya harus berdasarkan beberapa faktor. Yang pertama, antibiotik dengan spektrum tersempit harus dipilih. Sebagai contoh, Streptococcus sensitif terhadap penicillin, cephalosporin, dan tetracycline, maka penicillin yang dipilih karena memiliki spektrum paling sempit. 4

Penggunaan antibiotik spektrum sempit dapat meminimalkan resiko superinfeksi. Ketika sejumlah besar flora normal pada host tereliminasi, terjadi pertumbuhan organisme resisten yang tidak terkendali, dan hal ini dapat menyebabkan infeksi klinis pada beberapa pasien, bervariasi dari moniliasis hingga pneumonia gram negatif. Penggunaan antibiotik spektrum sempit memungkinkan proporsi besar flora normal host dapat dijaga, yang akan meminimalkan superinfeksi. 4 r Penggunaan antibiotik dengan toksik minimal Salah satu prinsip dalam pemilihan antibiotika yaitu pemilihan obat-obatan yang memiliki toksik paling rendah di antara semua jenis obat yang efektif. Antibiotika digunakan untuk membunuh sel bakteri hidup, tetapi beberapa antibiotika juga mampu mematikan atau merusak sel-sel manusia, yang menyebabkannya bersifat sangat toksik. Sebagai contoh, bakteri yang menyebabkan infeski odontogenik biasanya sensitif terhadap penisilin dan kloramfenikol. Faktanya, kloramfenikol lebih efektif 2% hingga 3% dalam menangani infeksi ini. Meski demikian, kloramfenikol merupakan obat yang toksik dengan potensi dapat menyebabkan penurunan jumlah sumsum tulang yang parah. Walaupun kemungkinan keberhasilan perawatan dengan kloramfenikol lebih besar, penisilin dipilih karena toksisitasnya yang lebih rendah. 4 r Riwayat obat-obatan pasien Pengetahuan tentang riwayat reaksi pasien terhadap obat-obatan merupakan hal yang penting. Dua hal yang harus diperhatikan yaitu riwayat reaksi alergi dan reaksi toksik. 4 r Penggunaan obat-obatan bakterisida lebih baik daripada bakteriostatik Antibiotika digunakan untuk membantu mengatasi infeksi dan penyembuhan dari proses infeksi merupakan hasil dari mekanisme pertahanan host. Antibiotika bakteriostatik bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan dan reproduksi bakteri, biasnya dengan cara menghalangi sintesis protein. Karena pertumbuhan menjadi lambat, pertahanan tubuh host dapat menghancurkan populasi yang statis dan menyembuhkan infeksi tersebut. Jika sistem pertahanan host tidak dapat bekerja dengan baik, maka penggunaan antibiotika bakterisida menjadi hal yang penting. Dua mekanisme utama dari antibiotik bakterisida yaitu menginterferensi sintesis dinding sel dan sintesis asam nukleat. 4 r Penggunaan antibiotika yang telah diketahui efektivitasnya Evaluasi terbaik bagi efisiensi suatu obat pada situasi tertentu adalah observasi kritis terhadap efektivitas klinisnya selama periode perpanjangan. Observasi ini membantu dalam penentuan frekuensi keberhasilan dan kegagalan perawatan, frekuensi efek merugikan, dan frekuensi terjadinya efek samping. 4 r Segi ekonomis antibiotika Sulit untuk memasukkan pertimbangan mengenai harga sebagai salah satu faktor penentu. Pada beberapa situasi, sering kali antibiotika yang harganya lebih mahal merupakan pilihan obat yang tepat. Sebagai pertimbangan tambahan, harga dari metode administrasi antibiotika juga harus dipertimbangkan. Sebagai contoh, sebagaian besar antibiotika parenteral yang diberikan di rumah sakit diaplikasikan secara intravena. Antibiotika tersebut dikemas per set dan harus diberikan setiap empat jam sekali. Maka harganya akan semakin mahal jika dijumlahkan dengan harga dari antibiotika itu sendiri. Oleh karena itu, penggunaan antibiotika dengan waktu paruh yang panjang dan harga yang mahal dapat menjadi lebih murah jika dibandingkan saat semua biaya dikalkulasikan. 4

III.4 Administrasi Antibiotika Jika pasien telah didiagnosa mengalami infeksi dan jenis antibiotika sebagai terapinya telah ditentukan, maka antibiotika tersebut harus diadministrasikan dengan tepat. Administrasi antibiotika mencakup penentuan dosis, rute administrasi, dan kombinasi terapi.
4

Tabel 4. Farmakologi antibiotika yang umum digunakan Obat Rute penggunaa n IM/IV Dosis dewasa Gambaran khusus (hr) Level serum (g) dan dosis 0,5 7,0 Efek sampin g utama Alergi

Penicillin G

600.0001.200.00 0 U q 4h 500 mg q ld 5001000 mg q4-6 h 250-500 mg q6h 250-500 mg q6h

Penicillin V

PO

3,0

2,0 (250 mg PO)

Alergi

Oxacillin

IM/IV

Resistensi penicillin Resistensi penicillin

0,5

11,0 (500 mg PO)

Alergi

Dicloxacillin

PO

0,5

14,0 (500 mg PO) 2,4 (250 mg PO)

Alergi

Ampicillin

PO,IM

Penggunaan 0,7 yang berlawanan proteus (indole negatif) 1,0

Alergi

Amoxicillin

PO

250-500 mg q68h 2501000 mg q8h 5001000 mg q6h

4,7 (250 mg PO) 38 (500 mg IM)

Alergi

Cefazoline

IM,IV

Farmakokineti k baik Sefalosforin oral

1,8

Alergi

Cefalexine

PO

0,7

8 (250 mg PO)

Alergi

Cefoxitin

IM/IV

5002000 mg q6h 2501000 mg q6h Dosis dewasa

Penggunaan untuk anaerob

0,7

24 (1000 mg IM)

Alergi

Cefaclor

PO

Sefalosforin oral Gambaran khusus

0,7 18(500mgPO ) (hr) Level serum (g) dan dosis 5 1,0 250 mg PO) 4 2,5 (150 mg PO) 8 11,5 (500 mg PO) 30 (500 mg IV)

Alergi

Obat

Rute penggunaa n PO/IV

Efek sampin g utama GI

Erythromycin

500 mg q6h 150-450 mg q6h 1000mg ,250-500 mg tid 500 mg q6h

Infeksi positif gram+ ringan Antibiotika anaerob Antibiotika anaerob Infeksi gram + yang berat (PO untuk Clostridium difficile) -

Clindamycin

PO.IM/ IV

Diare (20%) Nausea

Metronidazol

PO

Vancomycin

IV (PO)

Plebitis

Tetracycline

PO,IV

500 mg q6h 100 mg q12h x2, 50 mg bid 250-750 mg q6h PO 400 mg SMX 1 tab bid

3 (250 mg PO)

GI

Doxycycline

PO,IV

18, 5

2,4 (100 mg PO)

GI

Chloramphenico l Trimethoprim Sulfamethoxazol e

PO,IV

2,5

4 (500 mg PO)

Anemia aplastik Alergi

PO

Spektrum luas Bakterisidal Antibiotik oral

1,0

TMP 2 SMX 60 (1 tab)

Ciprofloxacin

PO

250 mg q12h

Spektrum luas Bakterisidal

3,3

1,5 (250 mg PO)

Infeksi sekunde r

Sumber : Oral and maxillofacial infections. 4, R.G, Goldberg M.H, Hupp J.R . 4th ed. Philadelphia: W.B Saunders Company;p.114.

Dosis yang tepat. Tujuan dari semua terapi obat-obatan yaitu bagaimana mengaplikasikan obat untuk menghasilkan efek yang diinginkan tanpa menyebabkan cedera bagi host. Prosedur laboratorium sangat membantu seorang dokter dalam menghitung dosis obat yang tepat. Dari laboratorium dapat diperoleh informasi yang tepat mengenai penentuan konsentrasi penghambat minimum (minimum inhibitory concentration = MIC) dari suatu antibiotika untuk bakteri spesifik. Antibiotika yang telah umum digunakan MIC-nya telah ditentukan. Untuk penggunaan terapeutik, konsentrasi tertinggi antibiotika pada titik infeksi seharusnya tiga hingga empat kali MIC. 4 Interval waktu yang tepat. Setiap antibiotika memiliki waktu paruh plasma tertentu (t1/2), di mana setengah dari dosis obat yang diabsorbsi telah diekskresikan. Interval dosis yang umum untuk penggunaan terapeutik yaitu empat kali dari t 1/2. 4 Rute administrasi yang tepat. Pada kasus tertentu, hanya administrasi parenteral yang dapat menghasilkan level serum yang adekuat bagi antibiotika. Telah terbukti bahwa konsentrasi plasma tertinggi antibiotika lebih cepat diperoleh melalui administrasi intravena (IV) dibandingkan dengan injeksi intramuscular (IM). Administrasi antibiotika melalui intravena merupakan metode yang optimal untuk mencapai level yang adekuat dalam jaringan selama prosedur pembedahan. 4, 17 Konsistensi obat dalam rute administrasi. Jika menangani infeksi yang parah, maka administrasi parenteral merupakan metode yang paling tepat digunakan. Hal yang cukup penting agar menjaga level plasma tertinggi antibiotika selama periode tertentu untuk mencapai penetrasi jaringan maksimum dan efek menghancurkan bakteri yang efektif. Bakteri biasanya belum musnah seluruhnya hingga antibiotika diberikan selama 5 hingga 6 hari. Jika infeksi yang terjadi cukup ringan dan tidak membutuhkan terapi parenteral, maka pencapaian level plasma teringgi melalui terapi oral dapat dianggap cukup. 4 Kombinasi terapi antibiotika. Hasil yang umum dari terapi kombinasi antibiotika yaitu paparan spektrum yang luas yang dapat menekan flora normal host dan meningkatkan kemungkinan timbulnya resistensi bakteri. Meski demikian, terdapat beberapa situasi di mana penggunaan kombinasi antibiotika diindikasikan. Situasi yang utama yaitu ketika spektrum antibiotika perlu ditingkatkan pada pasien dengan sepsis akibat penyebab yang tidak diketahui. Situasi yang kedua yaitu jika diperlukan peningkatan efek bakterisida untuk melawan organisme spesifik. 4 Tabel 5. Antibiotika untuk infeksi oral dan fasial Antibiotik Dengan makanan Dosis dewasa Dosis untuk anak

Penicillin

ya

250/500 mg qid

25-50 mg/kg/hr Dibagi 3 dosis

Amoxicillin

ya

250/600 mg tid

25-5- mg/kg/hr Dibagi 3 dosis

Augmentin

ya

875mg bid/ 500 tid

90 mg/kg/hr Dibagi 2 dosis

Cefaclor

ya

250 mg tid

20-40 mg/kg/hr Dibagi 3 dosis

Cefuroxime

ya

250-500 mg bid

20-30 mg/kg/hr Dibagi 2 dosis

Erythromycin stearate

tidak

400 mg qid

20-4- mg/kg/hr Dibagi 2 dosis

Azithromycin Clindamycin

ya ya

500 mg diikuti 250 mg pada hari ke 2-5 150-450 mg q 6h

10 mg/kg/hr diikuti 5 mg/kg/hr pada hari ke 2-5 10-30 mg/kg/hr Dibagi 3-4 dosis

Metronidazole Doxycyline

ya ya

250-500 mg tid 200 mg dibagi 2 dosis pada hari pertama kemudian 100 mg/hr Dosis dewasa 200 mg diikuti 100 mg q 12 h 125 mg q 6h 250-500 mg q 8-12 hr 250-500 mg qid

34-50 mg/kg/hr > 8 th, 4 mg/kg/hr dibagi 2 dosis diberikan per oral pada hari pertama kemudian 2mg/kg/hr Dosis untuk anak > 8th, 4 mg/kg/hr per oral/ IV kemudian 2 mg/kg/hr q 12 h 40mg/kg/hr dibagi 4 dosis 7,5 mg/kg/ 12 jam -

Antibiotik Minocycline

Dengan makanan tidak

Vancomycin Clarythomycin Cefalexin

ya ya ya

Sumber : Infections and antibiotic administration.Thales RT, In: Koerner KR. Manual of minor oral surgery. . p. 273.

penulisan resep yang tepat untuk penyakit odontogenik BAB I PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang Kesehatan yang holistik tergambarkan dari kesehatan semua bagian tubuh secara menyeluruh, salah satunya kesehatan gigi dan mulut. Rongga mulut merupakan pintu masuk pertama dalam sistem pencernaan dan gigi berperan dalam mmelakukan pencernaan mekanis yang terjadi dalam rongga mulut. Sehingga dapat dikatakan bahwa, sangatlah penting untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut. Salah satu permasalahan yang sering terjadi pada rongga mulut adalah infeksi. infeksi adalah suatu keadaan abnormal dari jaringan tubuh yang akibatkan oleh suatu mikroorganisme atau agen asing yang menyerang jaringan. Adanya suatu infeksi dalam rongga mulut, membuat ketidaknyamanan pada saat makan maupun berbicara, dan juga bisa membuat nyeri atau perih pada rongga mulut yang menyebabkan berkurangnya produktifitas seseorang. Infeksi di rongga mulut dibagi menjadi dua, yaitu infeksi odontogenik dan infeksi non odontogenik. Infeksi odontogenik adalah infeksi yang menyerang atau menginfeksi jaringan keras rongga mulut, dan infeksi non odontogenik adalah infeksi yang menyerang atau menginfeksi jaringan lunak. Pengobatan infeksi pada rongga mulut harus menerapkan pengobatan secara holistic artinya harus dapat memperhitungkan perawatan, pemberian obat, evaluasi dan lain lain secara menyeluruh. Dalam hal ini pengobatan harus mementingkan segala aspek baik dari umur pasien, berat badan pasien, alergi, jenis mikroba yang menginfeksi dan efek samping dari obat maupun dari infeksi itu sendiri. Dikarenakan akan banyak kerugian yang didapatkan ketika pada seseorang mengalami infeksi oral, maka sangat penting untuk kita tanggulangi hal tersebut dengan membuat rencana perawatan yang tepat pada pasien.

2.

Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah : a. Bagaimana penulisan resep yang tepat untuk infeksi odontogenik pada kasus? b. Apa manfaat dari masing masing obat yang diresepkan? Tujuan Berikut tujuan dilakukannya penulisan makalah ini adalah a. Mengetahui penulisan resep yang tepat untuk infeksi odontogenik b. Mengetahui manfaat dari masing masing obat yang diresepkan

3.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1.

Parasetamol Parasetamol adalah obat pereda demam dan nyeri yang paling banyak dipergunakan. Senyawa ini dikenal dengan nama lain asetaminofen, merupakan senyawa metabolit aktif fenasetin, namun tidak memiliki sifat karsinogenik (menyebabkan kanker) seperti halnya fenasetin. Senyawa berkhasiat obat ini, tidak seperti obat pereda nyeri lainnya (aspirin dan ibuprofen), tidak digolongkan ke dalam obat anti inflamasi non steroid (NSAID) karena memiliki khasiat anti inflamasi yang relatif kecil. Parasetamol umumnya digunakan untuk mengobati demam , sakit kepala, dan rasa nyeri ringan. Senyawa ini bila dikombinasikan dengan obat anti inflamasi non steroid (NSAID) atau obat pereda nyeri opioid, dapat digunakan untuk mengobati nyeri yang lebih parah. Parasetamol relatif aman digunakan, namun pada dosis tinggi dapat menyebabkan kerusakan hati. Risiko kerusakan hati ini diperparah apabila pasien juga meminum alkohol. Penelitian pada tahun 2008 membuktikan bahwa pemberian parasetamol pada usia bayi dapat meningkatkan risiko terjadinya asma pada usia kanak-kanak (Beasley et al, 2008; Laurance, 2008). Parasetamol memiliki sebuah cincin benzena, tersubstitusi oleh satu gugus hidroksil dan atom nitrogen dari gugus amida pada posisi para (Aronoff et al, 2006). Senyawa ini dapat disintesis dari senyawa asal fenol yang dinitrasikan menggunakan asam sulfat dan natrium nitrat. Parasetamol dapat pula terbentuk apabila senyawa 4-aminofenol direaksikan dengan senyawa asetat anhidrat. Mekanisme kerja yang sebenarnya dari parasetamol masih menjadi bahan perdebatan. Parasetamol menghambat produksi prostaglandin (senyawa penyebab inflamasi), namun parasetamol hanya sedikit memiliki khasiat anti inflamasi. Telah dibuktikan bahwa parasetamol mampu mengurangi bentuk teroksidasi enzim siklooksigenase (COX), sehingga menghambatnya untuk membentuk senyawa penyebab inflamasi (Roberts & Marrow, 2001). Sebagaimana diketahui bahwa enzim siklooksigenase ini berperan pada metabolisme asam arakidonat menjadi prostaglandin H2, suatu molekul yang tidak stabil, yang dapat berubah menjadi berbagai senyawa pro-inflamasi. Kemungkinan lain mekanisme kerja parasetamol ialah bahwa parasetamol menghambat enzim siklooksigenase seperti halnya aspirin, namun hal tersebut terjadi pada kondisi inflamasi, dimana terdapat konsentrasi peroksida yang tinggi. Pada kondisi ini oksidasi parasetamol juga tinggi, sehingga menghambat aksi anti inflamasi. Hal ini menyebabkan parasetamol tidak memiliki khasiat langsung pada tempat inflamasi, namun malah bekerja di sistem syaraf pusat untuk menurunkan temperatur tubuh, dimana kondisinya tidak oksidatif (Chandrasekharan et al, 2002). Metabolisme parasetamol terjadi di hati. Metabolit utamanya meliputi senyawa sulfat yang tidak aktif dan konjugat glukoronida yang dikeluarkan lewat ginjal. Hanya sedikit

jumlah parasetamol yang bertanggungjawab terhadap efek toksik (racun) yang diakibatkan oleh metabolit NAPQI (N-asetil-p-benzo-kuinon imina). Bila pasien mengkonsumsi parasetamol pada dosis normal, metabolit toksik NAPQI ini segera didetoksifikasi menjadi konjugat yang tidak toksik dan segera dikeluarkan melalui ginjal (Borne, 1995). Namun apabila pasien mengkonsumsi parasetamol pada dosis tinggi, konsentrasi metabolit beracun ini menjadi jenuh sehingga menyebabkan kerusakan hati.

2.

Penicilin Penicillin adalah salah satu antibiotika yang penting dalam dunia kesehatan dimana golongan antibiotika ini mempunyai keefektifan yang tinggi dalam peranannya sebagai anti mikroba, selain itu penggunaan antibiotika ini dikenal lebih aman atau tidak toksik. Penicillin merupakan antibiotik yang hanya digunakan untuk mengatasi dan mencegah infeksi bakteri pada spektrum luas. Penicillin bekerja untuk menghentikan pertumbuhan bakteri. Antibiotik ini tidak digunakan untuk mengatasi infeksi virus. Pemakaian Penicillin yang tidak sesuai dengan tujuan klinis atau penggunaan yang berlebihan dapat menurunkan efektivitasnya (Arroliga dan Pien, 2003). Penicillin pertama kali ditemukan pada tahun 1929 oleh Alexander Flemming yang merupakan hasil metabolit sekunder dari jamur Penicillium chrysogeum.

Gambar 1. (A) dan (B) Koloni Penicillium chrysogeum secara miroskopis (Muniz et all, 2007) Jarvis (1950) kemudian dilanjutkan oleh Dewey (1980) yang melakukan penelitian dengan cara fermentasi dari jamur yang digunakan. Pembuatan Penicillin lebih lanjut diteruskan oleh Morikawa (1979) yang menggunakan metode sel amobil dengan K-Karadenan sebagai matriknya. Metode ini terbukti menguntungkan dari metode biakan tanpa amobilisasi sel karena menghasilkan produk yang lebih banyak dari metode sebelumnya.

Gambar 2. Struktur umum Penicilin Beta Lactam

Medikasi menggunakan Penicillin dilakukan sesuai apa yang disarankan oleh Dokter. Medikasi ini dapat dilakukan setelah makan ataupun sebelum makan. Namun, Penicillin dapat terabsorbsi dengan baik bila perut dalam keadaan kosong (sekitar 1 atau 2 jam setelah makan). Dosis pemakaian disesuaikan dengan kondisi medis pasien dan terapi yang dilakukan. Antibiotik akan bekerja baik jika dosisnya dikonsumsi secara tetap. Pemakaian antibiotik ini tetap dilanjutkan sampai obat habis bahkan jika gejala telah hilang setelah beberapa hari. Penghentian pemakaian yang terlalu awal akan mengakibatkan tumbuhnya kembali bakteri dan infeksi akan terjadi lagi (Arroliga dan Pien, 2003). Pemakaian Penicillin dapat menimbulkan efek samping berupa : 1. Gangguan pada perut.

2. 3. 4. 5. 6.

Mual. Muntah. Diare. Rasa tidak nyaman pada rongga mulut. Timbul Black Hairy Tongue. Hal ini jarang terjadi, dengan menjaga kebersihan mulut dan membersihkan lidah dapat meminimalisir tejadinya Black Hairy Tongue. Yang harus dipertimbangkan dalam pemberian Penicillin, yaitu:

1. 2. 3. 4.

Adanya alergi pada tipe Penicilin (misalnya Amphicilin, Amoxicillin) atau Cephalosporin (misalnya, Cephalexin, Cefuroxime). Kelainan pada ginjal harus dihindari pemakaian antibiotik ini. Lansia juga mungkin akan sensitif terhadap pemakaian antibiotik ini. Wanita dalam kondisi hamil dan menyusui. Penicillin dapat menyebabkan 4 tipe reaksi immunologis yang diklasifikasikan oleh Gell dan Coombs. Klasifikasi reaksi immunologis menurut Gell dan Coombs terdiri dari :

1. 2. 3. 4.

Tipe I Tipe II Tipe III Tipe IV

: IgE mediated. : Antibody mediated. : Immune complex mediated. : T lymphocyte mediated.

Reaksi immunologis dari Penicillin yang umum terjadi: 1. IgE mediated. Asthma, Urticaria, Angiodema, dan Anaphilaxis 2. Non IgE mediated. Hemolytic anemia, Thrombosytopenia, Serum Sickness, Vasculitis, Contact dermatitis, Mobiliform rash. Meskipun terdapat lebih dari satu mekanisme immunologi yang terlibat, namun hanya satu yang akan mendominasi. Reaksi alergi pada Penicilin terjadi sekitar 2% . Reaksi alergi Makulopapular atau Urticarial rash yang banyak ditemukan. Reaksi alergi yang parah seperti Anaphylaxis jarang ditemukan (Arroliga dan Pien, 2003).

3.

Metronidazole

Metronidazole mencakup bakteri anaerob (seperti Bacteriodes fragilis, Clostridium, Fusobacterium, Peptococcus dan Peptococcus sp.) yang terlibat dalam infeksi. Modifikasi pada pemakaian Metronidazole dapat dilakukan. Metronidazole yang dikombinasikan dengan Amoxicillin efektif terhadap perawatan kasus-kasus periodontitis lanjut, terutama yang berhubungan dengan infeksi Actinobacillus actinomycetemcomitans.

Gambar 3. Struktur dari Metronidazole Metronidazole memiliki efek oral pada mikrobiota subgingiva dan dapat menembus cairan sulkus gingiva dan saliva. Setelah beberapa kali pemberian dosis 250 mg, Metronidazole dapat mencapai konsentrasi 26,7 mg/ml dalam cairan sulkus gingiva, dan dosis tunggal 750 mg Metronidazole memberikan konsentrasi 8,7-13,8 mg/ml pada cairan sulkus gingiva. Yang harus dipertimbangkan pada pemakaian Metronidazole : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pasien yang memiliki hipersensitif terhadap Metronidazole. Pasien dengan kelainan neurological. Pasien dengan riwayat Blood Dyscrasia. Hypothyroidism. Hypoadrenalism. Wanita menyusui dan hamil Efek merugikan pada Metronidazole : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Mual . Muntah. Paraesthesia. Tremor. Maculopapular rash. Thrombocythopenia.

4.

Chlorhexidin Chlorhexidine merupakan salah satu antiseptic yang dapat diberikan pada infeksi odontogenik merupakan antiseptic yang telah diuji dan digunakan secara ekstensif untuk pengendalian plak dalam 15 tahun terakhir ini. Chlorhexidine adalah satu dari beberapa antiseptic kation yang karena muatan positifnya meresap ke jaringan gigi, ke protein yang asam yang menutupi gigi dan mukosa mulut dan meresap pula ke protein saliva. Chlorhexidine merupakan salah satu produk antiseptik yang secara umum sering digunakan sebagai pencuci tangan dan produk oral. Selain itu chlorhexidine juga dapat digunakan sebagai desinfektan dan bahan pengawet. Chlorhexidine sangat banyak digunakan karena

berspektrum luas, tidak mengiritasi, dan aman untuk kulit. Tetapi chlorhexidine memiliki kelemahan dimana aktivitasnya bergantung pada pH dan hal ini berefek kepada kemampuan untuk memusnahkan organisme. Chlorhexidine merupakan agen bakterisidal, mampu memakan E.Coli dan S.aureus dalam waktu yang sangat cepat. Chlorhexidine gluconate baru-baru ini menunjukkan efek yang bagus untuk mengatasi bakteri dan yeast. Cairan ini merusak lapisan sel terluar namun tidak mampu melisiskan atau mematikan sel. Kemudian secara perlahan masuk ke dinding sel atau membran terluar melalui difusi pasif dan menyerang sitoplasma atau membran terdalam atau membran plasma pada yeast. Pada yeast, chlorhexidine terbagi-bagi masuk kedalam dinding sel, membran plasma, dan sitoplasma sel. Kerusakan membran semipermeabel terjadi secara perlahan diikuti keluarnya material intraseluler yang menandai kematian sel. Chlorhexidine konsentrasi tinggi menyebabkan penggumpalan material intraseluler. Akibatnya sitoplasma menjadi mengental dan hanya sedikit material sel yang keluar. Efek chlorhexidine pada yeast serupa dengan yang dijelaskan pada bakteri. Chlorhexidine melisiskan protoplasma, dengan kemampuan melisiskan yang menurun sebanding dengan konsentrasi cairan yang semakin tinggi. Mycobacteria secara umum resisten terhadap chlorhexidine. Chlorhexidine tidak bersifat sporicidal. Meskipun dengan konsentrasi tinggi, chlorhexidine tidak menunjukkan efek yang berarti terhadap spora bacillus pada suhu kamar. Efek sporicidal ditunjukkan pada suhu yang lebih tinggi. Chlorhexidine adalah suatu antiseptik yang termasuk golongan bisbiguanide. Chlorhexidine merupakan antiseptik dan disinfektan yang mempunyai efek bakterisidal dan bakteriostatik terhadap bakteri Gram (+) dan Gram (-). Chlorhexidine lebih efektif terhadap bakteri Gram positif dibandingkan dengan bakteri Gram negatif. Chlorhexidine dapat menyebabkan kematian sel bakteri dengan menimbulkan kebocoran sel (pada pemaparan chlorhexidine konsentrasi rendah) dan koagulasi kandungan intraselular sel bakteri (pada pemaparan chlorhexidine konsentrasi tinggi). Chlorhexidine akan diserap dengan sangat cepat oleh bakteri dan penyerapan ini tergantung pada konsentrasi chlorhexidine dan pH. Chlorhexidine menyebabkan kerusakan pada lapisan luar sel bakteri, namun kerusakan ini tidak cukup untuk menyebabkan kematian sel atau lisisnya sel. Kemudian chlorhexidine akan melintasi dinding sel atau membran luar, diduga melalui proses difusi pasif, dan menyerang sitoplasmik bakteri atau membran dalam sel bakteri. Kerusakan pada membran semipermiabel ini akan diikuti dengan keluarnya kandungan intraselular sel bakteri. Kebocoran sel tidak secara langsung menyebabkan inaktivasi selular, namun hal ini merupakan konsekuensi dari kematian sel. Chlorhexidine konsentrasi tinggi akan menyebabkan koagulasi (penggumpalan) kandungan intraselular sel bakteri sehingga sitoplasma sel menjadi beku, dan mengakibatkan penurunan kebocoran kandungan intraselular. Jadi terdapat efek bifasik (memiliki 2 fase) chlorhexidine pada permeabilitas membran sel bakteri, dimana peningkatan kebocoran kandungan intraselular akan bertambah seiring bertambahnya konsentrasi chlorhexidine, namun kebocoran ini akan menurun pada chlorhexidine konsentrasi tinggi akibat koagulasi dari sitosol (cairan yang terletak di dalam sel) sel bakteri. Dosis chlorhexide sangat bervariasi tergantung dari kebutuhan pemakaian.

5.

Chloramphenikol Chloramphenicols adalah anti bakteri bakteriostatik spectrum luas yang aktif melawan infeksi rickettsial dan chlamydophilial, mayoritas dari anaerob obligat, kebanyakan aerob Gram positif, dan non-enterik aerob termasuk Actinobacillus, Bordetella, Haemophilus, Pasteurella multocida, dan Mannheimia haemolytica. Enterobacteriaceae termasuk Escherichia dan Salmonella spp. Rentan secara intrinsic tetapi resistensi yang dimediasi plasma tersebar luas. Chloramphenicol punya aktifitas terhadap Mycoplasma dan Proteus spp. tetapi tidak hal tersebut tidak dapat dipercaya. Chloramphenicol tidak aktif terhadap Pseudomonas spp. Chloramphenicol digunakan dalam perawatan infeksi Salmonella typhi pada manusia (penyakit tipus). Pada kedokteran hewan, penggunaan chloramphenicol dibatasi untuk hewan penghasil bukan makanan; obat termasuk dalam Annex IV dari Regulasi 2337/90/EEC yang melarang penggunaannya pada hewan penghasil makanan. Chloramphenicol seharusnya digunakan untuk merawat hewan secara individu daripada secara kelompok. Operator harus memakai sarung tangan kedap air dan menghindari kontak obat dengan kulit. Chloramphenicol adalah senyawa sederhana bermuatan dan larut lemak yang siap melewati barrier seluler. Chloramphenicol berdifusi lewat tubuh dan sampai di tempat infeksi yang tidak bisa dijangkau banyak obat antibacterial lainnya termasuk cairan serebrospinal, otak, dan struktur internal mata. Chloramphenicol menjadi tidak aktif di hati oleh konjugasi dan kemudian diekskresikan di urin dan empedu. Aksi bakteriostatik dari chloramphenicol mungkin menghambat aksi bakterisidal dari antibacterial beta-lactam dan obat-obatan ini seharusnya tidak digunakan secara bersamaan. Chloramphenicol merupakan inhibitor ireversibel dari enzim sitokrom P450 termasuk dalam metabolism barbiturate dan akan mempengaruhi metabolism obat-obatan ini oleh anjing selama 3 minggu untuk dosis tunggal 50 mg/kg chloramphenicol (Riviere dan Papich, 2009)

6. Infeksi odontogenik Paling sedikit ada 400 kelompok bakteri yang berbeda secara morfologi dan biochemical yang berada dalam rongga mulut dan gigi. Kekomplekan flora rongga mulut dan gigi dapat menjelaskan etiologi spesifik dari beberapa tipe terjadinya infeksi gigi dan infeksi dalam rongga mulut, tetapi lebih banyak disebabkan oleh adanya gabungan antara bakteri gram positif yang aerob dan anaerob. Dalam cairan gingival, kira-kira ada 1.8 x 1011 anaerobs/gram. Pada umumnya infeksi odontogen secara inisial dihasilkan dari pembentukan plak gigi. Sekali bakteri patologik ditentukan, mereka dapat menyebabkan terjadinya komplikasi lokal dan menyebar/meluas seperti terjadinya bacterial endokarditis, infeksi ortopedik, infeksi pulmoner, infeksi sinus kavernosus, septicaemia, sinusitis, infeksi mediastinal dan abses otak. Infeksi odontogen biasanya disebabkan oleh bakteri endogen. Lebih dari setengah kasus infeksi odontogen yang ditemukan (sekitar 60 %) disebabkan oleh bakteri anaerob. Organisme penyebab infeksi odontogen yang sering ditemukan pada pemeriksaan kultur

adalah alpha-hemolytic Streptococcus, Peptostreptococcus, Peptococcus, Eubacterium, Bacteroides (Prevotella) melaninogenicus, and Fusobacterium. Bakteri aerob sendiri jarang menyebabkan infeksi odontogen (hanya sekitar 5 %). Bila infeksi odontogen disebabkan bakteri aerob, biasanya organisme penyebabnya adalah species Streptococcus. Infeksi odontogen banyak juga yang disebabkan oleh infeksi campuran bakteri aerob dan anaerob yaitu sekitar 35 %. Pada infeksi campuran ini biasanya ditemukan 5-10 organisme pada pemeriksaan kultur. Berdasarkan tipe infeksinya, infeksi odontogen bisa dibagi menjadi : 1. Infeksi odontogen lokal / terlokalisir, misalnya: Abses periodontal akut; peri implantitis. 2. Infeksi odontogen luas/ menyebar, misalnya: early cellulitis, deep-space infection. 3. Life-Threatening, misalnya: Facilitis dan Ludwig's angina. Serotipe dari streptococcus mutans (cricetus, rattus, ferus, sobrinus) merupakan bakteri yang utama dapat menyebabkan penyakit dalam rongga mulut. Tetapi meskipun lactobacilli bukan penyebab utama penyakit, mereka merupakan suatu agen yang progresif pada karies gigi, karena mereka mempunyai kapasitas produksi asam yang baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan penyebaran dan kegawatan infeksi odontogenik adalah: Jenis dan virulensi kuman penyebab. Daya tahan tubuh penderita. Jenis dan posisi gigi sumber infeksi. Panjang akar gigi sumber infeksi terhadap perlekatan otot-otot. Adanya tissue space dan potential space. Gejala Klinis Penderita biasanya datang dengan keluhan sulit untuk membuka mulut (trismus), tidak bisa makan karena sulit menelan (disfagia), nafas yang pendek karena kesulitan bernafas. Penting untuk ditanyakan riwayat sakit gigi sebelumnya, onset dari sakit gigi tersebut apakah mendadak atau timbul lambat, durasi dari sakit gigi tersebut apakah hilang timbul atau terusmenerus, disertai dengan demam atau tidak, apakah sudah mendapat pengobatan antibiotik sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda infeksi yaitu ; 1. Rubor : permukaan kulit yang terlibat infeksi terlihat kemerahan akibat vasodilatasi, efek dari inflamasi 2. Tumor : pembengkakan, terjadi karena akumulasi nanah atau cairan exudat 3. Calor : teraba hangat pada palpasi karena peningkatan aliran darah ke area infeksi 4. Dolor : terasa sakit karena adanya penekanan ujung saraf sensorik oleh jaringan yang bengkak akibat edema atau infeksi 5. Fungsiolaesa :

terdapat masalah denagn proses mastikasi, trismus, disfagia, dan gangguan pernafasan. Infeksi yang fatal bisa menyebabkan gangguan pernafasan, disfagia, edema palpebra, gangguan penglihatan, oftalmoplegia, suara serak, lemah lesu dan gangguan susunan saraf pusat (penurunan kesadaran, iritasi meningeal, sakit kepala hebat, muntah).

Tehnik Insisi dan Drainase Insisi dan drainase biasanya merupakan prosedur bedah yang sederhana. Pengetahuan tentang anatomi wajah dan leher diperlukan untuk melakukan drainase yang tepat pada abses yang lebih dalam. Abses seharusnya dikeluarkan bila ada fluktuasi, sebelum pecah dan pusnya keluar. Insisi dan drainase adalah perawatan yang terbaik pada abses (Topazian et al, 1994). Insisi tajam yang cepat pada mukosa oral yang berdekatan dengan tulang alveolar biasanya cukup untuk menghasilkan pengeluaran pus yang banyak, sebuah ungkapan abad ke-18 dan 19 yang berupa deskriptif dan seruan. Ahli bedah yang dapat membuat relief instan dan dapat sembuh dengan pengeluaran pus dari abses patut dipuji dan oleh sebab itu lebih dikenal daripada teman sejawat yang kurang terampil yang menginsisi sebelum waktunya atau pada tempat yang salah (Peterson, 2003). Prinsip berikut ini harus digunakan bila memungkinkan pada saat melakukan insisi dan drainase adalah sebagai berikut (Topazian et al., 1994; Peterson, 2003; Odell, 2004).

Melakukan insisi pada kulit dan mukosa yang sehat. Insisi yang ditempatkan pada sisi fluktuasi maksimum di mana jaringannya nekrotik atau mulai perforasi dapat menyebabkan kerutan, jaringan parut yang tidak estetis (Gambar 1)

Penempatan insisi untuk drainase ekstraoral infeksi kepala leher. Insisi pada titik-titik berikut ini digunakan untuk drainase infeksi pada spasium yang terindikasi: superficial dan deep temporal, submasseteric, submandibular, submental, sublingual, pterygomandibular, retropharyngeal, lateral pharyngeal, retropharyngeal (Peterson, 2003)

Tempatkan insisi pada daerah yang dapat diterima secara estetis, seperti di bawah bayangan rahang atau pada lipatan kulit alami (Gambar 2).

Garis Langer wajah. Laserasi yang menyilang garis Langer dari kulit bersifat tidak menguntungkan dan mengakibatkan penyembuhan yang secara kosmetik jelek. Insisi bagian fasia ditempatkan sejajar dengan ketegangan kulit. (Pedersen, 1996).

Apabila memungkinkan tempatkan insisi pada posisi yang bebas agar drainase sesuai dengan gravitasi. Lakukan pemotongan tumpul, dengan clamp bedah rapat atau jari, sampai ke jaringan paling bawah dan jalajahi seluruh bagian kavitas abses dengan perlahan-lahan sehingga daerah kompartemen pus terganggu dan dapat diekskavasi. Perluas pemotongan ke akar gigi yang bertanggung jawab terhadap infeksi Tempatkan drain (lateks steril atau catheter) dan stabilkan dengan jahitan. Pertimbangkan penggunaan drain tembus bilateral, infeksi ruang submandibula. Jangan tinggalkan drain pada tempatnya lebih dari waktu yang ditentukan; lepaskan drain apabila drainase sudah minimal. Adanya drain dapat mengeluarkan eksudat dan dapat menjadi pintu gerbang masuknya bakteri penyerbu sekunder. Bersihkan tepi luka setiap hari dalam keadaan steril untuk membersihkan bekuan darah dan debris.

Pengetahuan yang seksama mengenai anatomi fascial dan leher sangat penting untuk drain yang tepat pada abses yang dalam, tetapi abses yang membatasi daerah dentoalveolar menunjukkan batas anatomi yang tidak jelas bagi ahli bedah. Hanya mukosa yang tipis dan menonjol yang memisahkan scalpel dari infeksi. Idealnya, abses harus didrain ketika ada fluktuasi sebelum ada ruptur dan drainase spontan. Insisi dan drainase paling bagus dilakukan pada saat ada tanda awal dari pematangan abses ini, meskipun drainase pembedahan juga efektif, sebelum adanya perkembangan klasik fluktuasi (Peterson, 2003).

Teknik insisi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut (Peterson, 2003). (1) Aplikasi larutan antiseptik sebelum insisi. (2) Anestesi dilakukan pada daerah sekitar drainase abses yang akan dilakukan dengan anestesi infiltrasi. (3) Untuk mencegah penyebaran mikroba ke jaringan sekitarnya maka direncanakan insisi :

Menghindari duktus (Wharton, Stensen) dan pembuluh darah besar. Drainase yang cukup, maka insisi dilakukan pada bagian superfisial pada titik terendah akumulasi untuk menghindari sakit dan pengeluaran pus sesuai gravitasi. Jika memungkinkan insisi dilakukan pada daerah yang baik secara estetik, jika memungkinkan dilakukan secara intraoral. Insisi dan drainase abses harus dilakukan pada saat yang tepat, saat fluktuasi positif.

(4) Drainase abses diawali dengan hemostat dimasukkan ke dalam rongga abses dengan ujung tertutup, lakukan eksplorasi kemudian dikeluarkan dengan unjung terbuka. Bersamaan dengan eksplorasi, dilakukan pijatan lunak untuk mempermudah pengeluaran pus. (5) Penembatan drain karet di dalam rongga abses dan distabilasi dengan jahitan pada salah satu tepi insisi untuk menjaga insisi menutup dan drainase. (6) Pencabutan gigi penyebab secepatnya.

Anda mungkin juga menyukai