Anda di halaman 1dari 21

Pleno Blok 21 : Metabolik Endokrin 2

Diabetes Melitus Tipe 2

Kelompok PBL D8
Gabby A. Frisca Elisabeth Jesica The Richard Kevin Fera Susanti Krisantus Desiderius Jebada 102010322 102011037 102011082 102011159 102011190 102011310 102011338

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061

PENDAHULUAN Diabetes melitus (DM) merujuk kepada kelompok kelainan metabolik yang memiliki gejala klinis dasar yaitu hiperglikemik. Beberapa pembagian umum dari tipe-tipe DM dibedakan oleh interaksi penyebab kelainan genetik dan juga penyebab dari lingkungan. Penyebab-penyebab tersebut berkontribusi terhadap hiperglikemik pada DM, termasuk di dalamnya juga adalah penurunan sekresi insulin, penurunan penggunaan glukosa dan peningkatan produksi glukosa. Kelainan regulasi metabolik ini juga dapat menyebabkan berbagai kelainan pada beberapa organ dalam tubuh manusia. Contohnya kelainan ginjal, amputasi ekstremitas, dan kebutaan pada dewasa. Dapat juga DM menjadi predisposisi pada penyakit kardiovaskular.Dengan insiden yang terus meningkat hampir di seluruh dunia, DM mungkin akan menjadi penyakit dengan angka morbiditas dan mortalitas paling tinggi untuk kedepannya.1,2

SKENARIO III Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang berobat ke dokter untuk berkonsultasi karena ia merasa semakin lemas sejak 2 minggu yang lalu. Pasien memiliki riwayat diabetes sejak 5 tahun yang lalu dan minum metformin dan glibenklamid secara teratur PF : Keadaan umum baik. Tampak ada hipopigmentasi pada lipatan leher dan ketiak. PP :TD: 120/80 mmHg, RR: 16 kali/menit, Nadi: 88 kali/menit, IMT: 22,5 m/kg2, GDS: 252 mg/dL, HbA1c: 10%, HOMA-IR: 8.

RUMUSAN MASALAH Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang dengan keluhan semakin lemas sejak 2 minggu lalu. Pasien memiliki riwayat diabetes sejak 5 tahun lalu dan minum metformin dan gibenklamid secara teratur.

HIPOTESIS Laki-laki tersebut menderita penyakit diabetes melitus tipe 2.

ANAMNESA IdentitasPasien : Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat. Keluhan Utama

PBL Blok 21Metabolik Endokrin 2 Diabetes Melitus Tipe 2

Ditanyakan keluhan utama yang mendorong pasien data berobat ke dokter. Misalnya dalam skenario keluhan utamanya adalah pasien merasa badannya terasa makin lemas sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan Penyerta Dalam hal ini kita menanyakan mengenai keluhan lain yang menyertai keluhan utama di atas.Setiap keluhan penyerta yang didapatkan juga harus digali informasinya secara rinci ( sejak kapan, bagaimana, hilang-timbul dan sebagainya). Riwayat Penyakit Sekarang. Diceritakan secara jelas dan terperinci mengenai riwayat keluhan utama dan keluhan penyerta yang diderita pasien sejak pertama kali dirasakannya. Selain itu ditanyakan juga keluhan atau penyakit lain yang mungkin diderita pasien. Ditanyakan pula apakah pasien sedang dalam masa pengobatan atau ada minum obat-obat tertentu. Riwayat Penyakit Dahulu Ditanyakan riwayat kesehatan pasien dahulu. Apakah pernah menderita penyakit tertentu? Apakah sudah diobati dengan baik atau tidak. Riwayat Makanan Ditanyakan pola makan pasien. Kebiasaan makan sehari-hari secara lengkap. Makanan kesukaan dan sebagainya. Riwayat Keluarga Ditanyakan riwayat kesehatan keluarga pasien. Apakah ada penyakit keturunan dalam keluarga. Ditanyakan pula kesehatan keluarga dekat pasien. Riwayat Sosial Ekonomi Ditanyakan suasana, kebersihan tempat tinggal pasien. Ditanyakan pula pekerjaan dan kesibukan pasien sehari-hari. Perlu ditanyakan pula hobi dan kebiasaan pasien. Anamnesis untuk Diabetes Melitus Ditanyakan keluhan utama pasien seperti yang di atas. Menanyakan banyak makan, minum dan banyak kencing. Menanyakan adanya keluarga yang terkena DM. Menanyakan apakah pernah dirawat dengan penurunan kesadaran karena lupa makan setelah minum obat. Menanyakan apakah pernah dirawat dengan penurunan kesadaran karena diare berlebihan.

PBL Blok 21Metabolik Endokrin 2 Diabetes Melitus Tipe 2

Menanyakan apakah pernah dirawat dengan penurunan kesadaran karena sesuatu keadaan stres misalnya infeksi atau MCI. Menanyakan apakah adanya buram, katarak, buta, retinopati, glaucoma. Menanyakan apakah ada kesemutan, sakit maag dan impotensi. Menanyakan adanya bengkak pada kaki, urin yang berkurang dan lemas. Menanyakan adanya riwayat sakit jantung (nyeri dada kiri). Menanyakan adanya hipertensi. Menanyakan adanya luka yang sukar sembuh, jaringan parut pada kulit dan luka yang bau. Menanyakan apakah ada batuk >3 minggu.

PEMERIKSAAN FISIK Kesadaran : compos mentis, apatis, somnolen. Keadaan umum : Dapat diperoleh kesan keadaan sakit dan keadaan gawat darurat yang memerlukan pertolongan segera. Kesan keadaan sakit tidak identik dengan serius tidaknya penyakit. Tanda Vital : Tekanan darah, Nadi, Frekuensi Napas, Suhu Kulit. Antropometri : Panjang badan, Lingkar kepala, Berat badan. Inspeksi: ada tidaknya atrofi kulit, atrofi otot, lesi kulit (ulkus, gangrene,dll), terdapat bau keton, takipneu, napas kussmaul. Palpasi: pemeriksaan suhu kulit, pemeriksaan pulsasi arteri dorsalis pedis, serta pemeriksaan monofilament untuk pemeriksaan neurologis terutama dibagian distal tubuh seperti pada kaki. Pemeriksaan mata dan ketajaman penglihatan.1,2,3

DIAGNOSIS AWAL Diagnosis awal yang kami ambil untuk kasus ini adalah Diabetes Melitus Tipe 2. Alasannya adalah :1,2 1. Keluhan utama pasien yang merasa semakin lemas sejak dua Minggu terakhir. 2. Riwayat diabetes pada pasien dengan meminum OHO (metformin dan glibenklamid). Tidak adanya indikasi dependen insulin. 3. GDS : 252 mg/dL (Cut off : 200 mg/dL)

PBL Blok 21Metabolik Endokrin 2 Diabetes Melitus Tipe 2

4. HbA1c : 10% (Cut off : 6,5% ) 5. HOMA : 8 ( Cut for : 2,77) 6. Adanya hiperpigmentasi pada lipatan leher dan ketiak (AcanthosisNigricans) yang merupakan salah satu ciri khas dari resisten insulin.

Diagnosis Diferensialnya adalah 1. LADA 2. Diabetes Melitus Tipe 1 3. MODY KLASIFIKASI DM diklasifikasikan berdasarkan proses patogenesis yang menyebabkan hiperglikemik, dulunya pernah dikriteriakan berdasarkan onset atau tipe terapi yang diberikan. Dua kategori utama dari DM adalah tipe 1 dan tipe 2. DM tipe 1 merupakan hasil dari komplit atau near-total insulin defisiensi. Sedangkan DM tipe 2 merupakan campuran kelainan yang heterogen seperti derajat resistensi insulin, kelainan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa.1

GAMBAR 1 Spektrum dari homeostasis glukosa dan diabetes melitus. Sumber : Longo DL etal. 2011.Harrisonsprinciples of internal medicine. 18th Ed. Vol II.

PBL Blok 21Metabolik Endokrin 2 Diabetes Melitus Tipe 2

GAMBAR 2 Klasifikasi DM berdasarkan AMA, 2011. Sumber : Longo DL etal. 2011.Harrisonsprinciples of internal medicine. 18th Ed.Vol II. Etiologi lain dari DM termasuk efek genetik spesifik dalam sekresi insulin atau aksinya, abnormalitas metabolik yang mempengaruhi sekresi insulin, kelainan mitokondrial dan kondisi host yang mempengaruhi toleransi glukosa. Maturity-onset diabetes of theyoung (MODY) adalah salah satu subtipe dari DM yang ditandai oleh kelainan genetik autosomaldominan, onset dari hiperglikemik biasanya kurang dari usia 25 tahun dan ada Kelainan sekresi insulin. MODY akan dibahas di bagian diferensial diagnosis.1,2 EPIDEMIOLOGI Prevalensi DM di dunia meningkat secara dramatis dalam dua dekade terakhir, diperkirakan dari 30 juta kejadian pada tahun 1985 menjadi 285 juta kasus pada tahun 2010. Berdasarkan pada trendnya, International Diabetes Federation memperkirakan bahwa pada tahun 2030 akan ada 438 juta individu yang terkena diabetes.1,2,3

PBL Blok 21Metabolik Endokrin 2 Diabetes Melitus Tipe 2

DM tipe 2 prevalensinya meningkat lebih cepat daripada tipe 1. Mungkin disebabkan oleh peningkatan obesitas, pengurangan aktivitas fisik dan usia harapan hidup yang meningkat.1

GAMBAR 3 Prevalensi diabetes mellitus berdasarkan IDF, 2009. Sumber : Longo DL etal. 2011.Harrisonsprinciples of internal medicine. 18th Ed.Vol II.

DIAGNOSIS Toleransi glukosa dapat ditaksir menggunakan glukosa darah puasa/fasting plasma glucose(FPG), TTGO atau hemoglobin A1C. FPG <5.6 mmol/L (100 mg/dL), glukosa plasma<140 mg/dL (11.1 mmol/L) pada TTGO, dan A1C <5.6% adalah nilai-nilai yang menggambarkan toleransi glukosa normal. Berdasarkan American Diabetes Association menyimpulkan kriteria untuk diagnosis DM adalah FPG 7.0 mmol/L (126 mg/dL), glukosa >11.1 mmol/L (200 mg/dL) 2 jamTTGO, atau A1C 6.5% memastikan diagnosis DM. Gula darah sewaktu 11.1 mmol/L (200 mg/dL) diikuti dengan gejala klasik DM (polyuria, polydipsia, weightloss) juga bisa didiagnosis sebagai DM.1,2,3

GAMBAR 4 Kriteria diagnosis diabetes melitus. Sumber : Longo DL etal. 2011.Harrisonsprinciples of internal medicine. 18th Ed.Vol II.

PBL Blok 21Metabolik Endokrin 2 Diabetes Melitus Tipe 2

Impaired glukosa homeostasis didefinisikan sebagai :1 1. FPG = 5.66.9 mmol/L (100125 mg/dL), dimana didefinisikan sebagai IFG (World Health Organizationmemakai FPG of 6.16.9 mmol/L (110125 mg/dL); 2. Glukosa plasma 7.8 and 11 mmol/L (140 and 199 mg/dL) setelah TTGO, dimana diistilahkan sebagaiimpairedglucosetolerance (IGT); atau 3. A1C of 5.76.4%. Hasil A1C antara 5.76.4%, IFG, dan IGT tidak sama untuk semua individu, tetapi individu pada ketiga grup ini mempunyai resiko yang besar untuk berkembang menjadi DM tipe 2 dan penyakit kardiovaskularnya. Beberapa menggunakan istilah "prediabetes," "increasedrisk of diabetes" (ADA), atau "intermediatehyperglycemia" (WHO) untuk kategori ini impaired glukosa homeostasis.1,2,3 Selain pemeriksaan diatas, dapat juga dilakukan pemeriksaan : 2 1. Glukosa Urin Adanya glukosuria tidak dapat dijadikan sebagai dasar diagnosis karena kurang akurat. Akan tetapi, hiperglikemik yang disertai glukosuria dapat dijadikan untuk menegakkan diagnosis termasuk ketoasidosis. Biasanya pemeriksaan glukosa darah harus bersamaan dengan glukosa urin. 2. Benda Keton, sedimen, dan protein dalam urin : Pemeriksaan keton dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya gangguan metabolic. 3. Resisten Insulin : dengan pemeriksaan HOMA dan Quicky. 4. Profil Lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida) 5. Mikroalbumin 6. Kadar Kreatinin Serum 7. Pemeriksaan funduskopi : Pemeriksaan funduskopi untuk melihat ada tidaknya kelainan mata yang sering terjadi pada penderita DM seperti katarak. 8. Foto rontgen thoraks : Foto rontgen thoraks dilakukan untuk melihat ada tidaknya infeksi TBC karena pada penderita DM sangat rentan akan infeksi. 1,2

PBL Blok 21Metabolik Endokrin 2 Diabetes Melitus Tipe 2

GAMBAR 5 Faktor resiko diabetes melitus tipe 2. Sumber : Longo DL etal. 2011.Harrisonsprinciples of internal medicine. 18th Ed.Vol II. PATOFISIOLOGI Insulin resistensi dan kelainan sekresi insulin berperan utama pada perkembangan DM tipe 2. Meskipun efek utama masih menjadi kontroversi, kebanyakan studi mendukung pandangan bahwa resistensi insulin mendahului defek insulin sekresi tetapi diabetes mulai terjadi hanya ketika sekresi insulin menjadi inadekuat.1,2 DM tipe 2 dicirikan dengan kelainan insulin sekresi, resistensi insulin, produksi glukosa oleh hati yang berlebihan dan kelainan metabolisme lemak. Kegemukan, terutama visceral atau sentral sangat sering menderita DM tipe 2. Pada kelainan tahap awal, toleransi glukosa cukup normal, meskipun terjadi resistensi karena cell beta pankreas mengkompensasi dengan meningkatkan pengeluaran insulin. Ketika insulin resistensi dan kompensasi hiperinsulinemia terus terjadi, sel beta pankreas pada beberapa individu tidak dapat menopang keadaan hiperinsulinemia. Hal tersebut menyebabkan terjadinya IGT, ditandai dengan meningkatnya glukosa postprandial. Pada keadaan yang lebih lanjut, penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi paling terakhir adalah terjadi kerusakan cell beta.1,2 glukosa oleh hati

menyebabkan diabetes yang jelas dengan hiperglukosa pada saat keadaan puasa. Yang

PBL Blok 21Metabolik Endokrin 2 Diabetes Melitus Tipe 2

Gambar 6. Patofisiologi DM tipe 2. 2

MANIFESTASI KLINIS Gejala klasik DM yakni : 1,2 1. Polidipsi (banyak minum) 2. Poliphagia (banyak makan) 3. Poliuria (sering buang air kecil) 4. Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas. Trias DM (3P)

PBL Blok 21Metabolik Endokrin 2 Diabetes Melitus Tipe 2

10

Gejala penyerta : 1,2 1. Lemas, cepat lelah, dan mengantuk 2. Kesemutan 3. Hiperpigmentasi (laki-laki : penis, selangkangan, axilla. Wanita : vulva) tidak hilang dengan dicuci atau obat kulit. 4. Penglihatan kabur 5. Disfungsi ereksi atau impoten (pada pria) 6. Frigiditas (pada wanita) : tidak ada hasrat seks pada wanita atau sakit saat koitus akibat mukosa vaginal kering. 7. Pruritus ( didaerah vulva pada wanita ) 8. Penyembuhan luka yang lambat PERTIMBANGAN GENETIK DM tipe 2 juga sangat dipengaruhi oleh genetik. Peluang terjadinya DM tipe 2 pada kembar identik adalah 70-90%. Individu dengan salah satu orangtuanya menderita DM tipe 2, memiliki resiko juga untuk terkena DM, jika kedua orang tua terkena DM, resiko keturunannya menderita DM dapat mencapai 40%. Gene yang menyebabkan predisposisi untuk DM tipe 2 belum sepenuhnya teridentifikasi. 1,2 RESISTENSI INSULIN SINDROM Kondisi resistensi insulin terdiri dari berbagai kelainan dengan hiperglikemik merupakan salah satu gejala paling utama untuk mendiagnosisnya. Metabolik sindrom, insulin resistensi sindrom, sindrom X merupakan istilah-istilah yang digunakan untuk menggambarkan kumpulan kelainan metabolik seperti insulin resistensi, hipertensi, dislipidemia (penurunan HDL dan peningkatan trigliserida), obesitas visceral atau sentral, DM tipe 2 atau IGT/FGT dan mempercepat kelainan kardiovaskular.1,2 Mutasi dari reseptor insulin yang mengganggu pengikatan atau transduksi signal adalah penyebab yang cukup jarang terjadinya insulin resistensi. Acanthosis migran dan gejala hiperandrogen (hisutisme, jerawat, dan oligomenorea pada wanita) juga merupakan gejala umum dari sindrom ini. Disfungsi jaringan adiposa dapat menyebabkan resistensi insulin sistemik.1,2

PBL Blok 21Metabolik Endokrin 2 Diabetes Melitus Tipe 2

11

HOMA-IR Homeostatic Model Assessment(HOMA) adalah sebuah metode yang digunakan untuk mengukur resistensi insulin (HOMA-IR), sensitivitas insulin (%S) dan fungsi beta sel (%B). HOMA2 merupakan modifikasi dari HOMA dengan menggunakan model komputerisasi untuk menggambarkan lebih baik fisiologi manusia dan merekalibrasinya sesuai assays modern insulin. Dalam revisi terbaru itu, kita dapat menentukan sensitivitas insulin, fungsi beta sel dari glukosa darah puasa dan konsentrasi insulin, spesifik insulin, atau C-peptida. 3

GAMBAR 7 Persamaan untuk menghitung nilai HOMA. Sumber : Longo DL etal. 2011.Harrisonsprinciples of internal medicine. 18th Ed.Vol II.

Nilai cut-off HOMA berbeda-beda untuk setiap tempat, tergantung ras, suku bangsa dan berbagai faktor lainnya. Contohnya untuk di timur tengah Iran cut for HOMA yang dipakai adalah untuk orang normal adalah 1.775 sedangkan nilai optimal HOMA untuk penderita diabetes adalah 3,875. Di Indonesia penyusun tidak menemukan jurnal/hasil studi untuk menentukan nilai cut off HOMA ini. 3 Jika hasil pemeriksaan HOMA B tinggi, maka produksi insulin bagus sehingga hasil gula puasa juga bagus (turun), artinya HOMA B dikatakan baik jika hasilnya lebih besar dari nilai normal. Jika HOMA IR dibawah nilai normal, berarti kualitas insulin bagus, maka otomatis HbA1C turun sehingga gula darah 2 jamPP pasti turun. Artinya HOMA IR dikatakan baik jika hasilnya kurang dari nilai normal.3 Bila dalam beberapa kali pengobatan HOMA IR selalu tinggi, maka harus diwaspadai terjadinya Insulin Resistensi, segera deteksi dengan parameter ADIPONECTIN. Apabila hasilnya rendah artinya terjadi Insulin Resistensi.3

PBL Blok 21Metabolik Endokrin 2 Diabetes Melitus Tipe 2

12

ACANTHOSIS NIGRICANS Acanthosis nigricans ialah dermatosis yang terdiri atas hiperpigmentasi dan hipertrofi papular yang berlokalisasi simetrik. Acanthosis nigricans merupakan kelainan pada kulit yang sering ditemukan pada penderita terutama yang resisten insulin dan obesitas. Acanthosisnigricans sering ditemukan leher, aksila, groin dan lipatan abdominal.4 Adanya Acanthosisnigricans bisa dipergunakan sebagai pertanda untuk prognosis DM tip 2. Insulin jelas memiliki pengaruh utama pada munculnya Acanthosisnigricans. Pada keadaan resistensi insulin, Acanthosisnigricans merupakan akibat dari kadar insulin yang berlebihan dan berikatan dengan IGF-1R (insulin-likegrowthfactor1 reseptor) pada keratinosit dan fibroblast yang menyebabkan proliferasi epidermal yang abnormal. Proliferasi yang abnormal itulah yang menyebabkan munculnya fenotip acanthosisnigricans. IGF-1R terdapat pada asal keratinosit dan regulasinya meningkat pada keadaan proliferasi keratinosit ataupun fibroblast.4 DIAGNOSIS BANDING 1. Diabetes melitus tipe 1 Diabetes tipe 1 yang merupakan tipe immune-mediated lebih dari 95% (tipe 1a) dan tipe idiopatik< 5% (tipe 1b). Tingkat/kecepatan kerusakan Beta sel pankreas bervariasi, bisa terjadi cepat ataupun lambat di individu-individu tertentu. DM tipe 1 sering diasosiasikan dengan terjadinya ketosis bila tidak diobati. Dapat terjadi pada berbagai usia namun terbanyak onsetnya pada saat anak-anak dan dewasa muda dominan pada usia sebelum sekolah dan pada masa pubertas. Kelainan katabolikdimana terjadinya absen dari sirkulasi insulin, glukagon plasma meningkat dan cell Beta pankreas gagal merespons semua stimulus kekurangan insulin tersebut. Pemberian insulin dari luar sangat dibutuhkan untuk mengembalikan keadaan katabolik tersebut, mencegah ketosis, mengurangi hiperglukagon dan menurunkan glukosa darah. Pengaruh lingkungan dalam DM tipe 1 kurang diketahui. Beberapa hipotesis mengatakan bahwa infeksi virus seperti mumps, rubbella atau Coxsackie B4 juga dapat meningkatkan resiko DM tipe 1.1,2,3

PBL Blok 21Metabolik Endokrin 2 Diabetes Melitus Tipe 2

13

GAMBAR 8 Spesifitas dan sensitivitas markerautoimun untuk DM tipe 1. Sumber : Papadakis MA, Mcphee SJ. 2013.Currentmedical diagnosis &treatment 2013. 2. MODY Maturity-onset diabetes of The Yong (MODY) adalah kelainan genetik dan klinik yang heterogen dan merupakan salah satu tipe dari DM yang ditandai dengan onset yang cepat, kelainan genetik autosomal dominan dan defek utama pada sekresi insulin - Geneticdefects of beta cellfunction. Mutasi pada pada enam gen merupakan penyebab MODY terbanyak. MODY seperti DM tipe 2 yang disebabkan oleh kelainan gen autosomal dominan dan terjadi pada usia muda dengan riwayat DM dalam keluarga. MODY merupakan kelainan genetik diwariskan melalui keturunan. MODY sering dibandingkan dengan DM tipe 2 dan memiliki beberapa kesamaan gejala. Tetapi bagaimanapun, MODY tidak ada hubungannya dengan obesitas, penderitanya biasanya muda dan tidak ada kaitannya dengan kelebihan berat badan. Diperkirakan sekitar 1-2% orang yang teken DM sebenarnya merupakan tipe MODY. Onset terjadi sebelum usia 25 tahun. Dapat terjadi dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam keluarga. MODY tidak selalu membutuhkan pengobatan insulin. Manifestasi klinis yang digunakan untuk menegakkan diagnosis MODY :5,6 Hiperglikemik ringan sampai sedang (tpically 130250 mg/ dl, atau 714

mmol/ l) dan ditemukan sebelum usia 30 tahun. Tetapi bagaimanapun, MODY masih dapat berkembang sampai dibawah usia 50 tahun. Gejala awal sama seperti gejala DM pada umumnya. Tidak ada autoantibodi atau kelainan autoimun lainnya. Kadar insulin yang Persita rendah. Tidak ada obesitas atau kelainan lainnya yang berhubungan dengan DM tipe 2. Resistensi insulin jarang terjadi. Adanya kista pada ginjal pasien juga sering ditemukan.

PBL Blok 21Metabolik Endokrin 2 Diabetes Melitus Tipe 2

14

Non-transientneonatal DM. Liver adenoma dan hepatocellular karsinoma sering ditemukan bersama MODY tipe 3.

3. LADA Latentautoimmune diabetes of adults (LADA) adalah sebuah konsep yang diperkenalkan pada tahun 1993 untuk menggambarkan slow-onsetautoimun DM tipe 1 pada dewasa. Biasanya individu dewasa yang menderita LADA sering salah didiagnosa menderita DM tipe 2 karena mungkin pengaruh dari umur tetapi bukan etiologi. Pasien dengan LADA memiliki gejala lebih sedikit dibanding DM tipe 2. Ciri khas lainnya adalah pada pasien LADA ada kesulitan untuk mengontrol kadar glukosa darah menggunakan obat standar hipoglikemi oral. Pasien LADA memiliki markerautoimmun dalam darahnya seperti marker pada DM tipe 1 tetapi bisanya pada awal diagnosis, pasien LADA tidak membutuhkan terapi insulin bukan insulin dependen. Tetapi ketika kelainan metaboliknya terus berlanjut, maka pasien dengan LADA akan membutuh terapi insulin (insulin dependen) seperti pada DM tipe 1. Gejala ketoasidosis juga mulai timbul pada keadaan lanjut pasien dengan LADA yang tidak terkontrol. Berdasarkan The UK Prospective Diabetes Study menemukan bahwa antibodi spesifik LADA dapat ditemukan pada 6% - 10% pasien yang didiagnosis menderita DM tipe 2. Diagnosis LADA ditegakkan ketika ditemukan peningkatan kadar markerautoantibodi dalam darah pasien seperti pada DM tipe 1. Pada tahap awal, pasien dengan LADA mungkin berespons terhadap terapi OHO. Tetapi kerusakan sel Beta pankreas terus berlanjut dan pada akhirnya pasien harus membutuhkan insulin insulin dependend. 1,5,6 Karakteristik LADA yang mungkin dapat digunakan pada diferensial diagnosis : 1,5,6 Onset biasanya umur 25 tahun atau lebih tua. Bergejala awal seperti DM tipe 2 pada orang yang bukan obese. (pasien LADA biasanya memiliki berat badan yang ideal. Sering tetapi tidak selalu, pasien LADA jarang memiliki riwayat DM tipe 2 dalam keluarganya. Individu dengan LADA kelihatannya seperti resisten insulin. HLA gen berhubungan dengan DM tipe 1 bukan DM tipe 2.

PBL Blok 21Metabolik Endokrin 2 Diabetes Melitus Tipe 2

15

Biasanya sekitar 12 tahun setelah salah didiagnosa sebagai DM tipe 2, pasien LADA akan dependen insulin. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan DM disebut sebagai 4 pilar yang terdiri atas edukasi (pasien, keluarga), terapi gizi medis (food planning), latihan jasmani atau aktivitas fisik, dan intervensi farmakologis untuk menurunkan kadar glukosa darah (obat hipoglikemik oral / OHO maupun insulin). Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani dalam jangka waktu antara 2-4 minggu. Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) atau dengan suntikan insulin. OHO dapat diberikan tunggal atau dengan kombinasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolic berat seperti ketoasidosis, stress berat, berat badan yang menurun cepat, adanya ketonuria, dapat menjadi indikasi pemberian insulin segera. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia, dan cara mengatasinya harus diberitahukan kepada pasien. Untuk pencegahan hipoglikemia, dapat dilakukan dengan jadwal makan yang teratur, hindari konsumsi alcohol, hindari olahraga berlebihan, dan makan snack sekitar 1 jam sebelum berolahraga. 1,2,3 1. Edukasi Promosi perilaku sehat seperti pola makan sehat dan teratur, melakukan aktivitas fisik dan latihan jasmani secara rutin, menggunakan obat diabetes atau insulin secara teratur sesuai dosis yang diberikan, melakukan pemantauan glukosa darah mandiri secara teratur, melakukan perawatan kaki secara berkala, serta mengerti keadaan hipoglikemik. Edukasi pada pasien yang perlu disampaikan seperti pengertian tentang perjalanan penyakit DM, makan pentingnya pengendalian dan pemantauan DM, penyulit DM dan risikonya, intervensi farmakologis dan non farmakologis serta target perawatan, interaksi asupan makanan dengan aktivitas fisik dan OHO serta insulin, cara pemantauan glukosa mandiri, mengatasi keadaan gawat darurat seperti rasa sakit atau hipoglikemik, pentingnya latihan jasmani teratur, pentingnya perawatan kaki, dan cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan. 1,2,3

PBL Blok 21Metabolik Endokrin 2 Diabetes Melitus Tipe 2

16

2. Terapi Gizi Medis (TGM) Setiap penderita diabetes harus menyesuaikan TGM dengan kebutuhannya dengan komposisi makronutrisi (KH, lemak, protein) dan mikronutrisi (vitamin dan mineral) yang cukup dan seimbang serta dengan jadwal makan yang teratur. Karbohidrat dianjurkan sebesar 45-65 % total asupan energy. Jenis KH yang diberikan termasuk karbohidrat kompleks dan berserat tinggi. Jadwal makan penderita DM dibagi menjadi 6 kali setiap 3 jam, dengan 3 kali makan besar dan 3 kali makan kecil seperti buah-buahan dengan interval setiap 3 jam. Lemak dianjurkan sekitar 20-25 % dari total kebutuhan kalori dengan lemak tidak jenuh < 10% dan lemak jenuh < 7%. Protein diberikan 10-20% dari total asupan energy dengan sumber protein yang baik seperti ikan, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe. Sayuran yang dianjurkan buncis dan hindari nangka muda. Untuk buah dianjurkan papaya, kedondong, salak, pisang ambon, tomat, dan semangka. Buah yang harus dihinari seperti sawo, nanas, rambutan, durian, nangka, dan anggur. 1,2,3 3. Latihan Jasmani Latihan jasmani dilakukan secara teratur 3-4 kali seminggu selama rentang waktu 30-60 menit disertai dengan aktivitas fisik sehari-hari. Latihan jasmani bermanfaat untuk menurunkan atau menjaga berat badan, meningkatkan kebugaran, memperbaiki sensitivitas insulin sehingga glukosa darah dapat terkontrol. Latihan jasmani yang dianjurkan yang berintensitas ringan-sedang seperti jalan kaki, bersepeda, jogging, senam atau berenang hingga didapat maximal heart rate 6070%. Maximal heart rate (MHR) didapat dari (220-umur) karena intensitas harus disesuaikan dengan usia dan kemampuan tubuh. 1,2,3 4. Intervensi Farmakologis Intervensi farmakologis dilakukan bila sasaran glukosa darah belum tercapai dengan ketiga pilar diatas. Intervensi farmakologis diberikan dari mulai dosis terendah hingga memberikan efek pada pasien atau disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Intervensi farmakologis untuk DM tipe 2 diawali dengan pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) dan apabila tidak responsive, maka diberikan insulin. Intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO)yang biasa digunakan adalah : 1,2,3

PBL Blok 21Metabolik Endokrin 2 Diabetes Melitus Tipe 2

17

Cara Kerja Utama

Efek Utama

Samping Penurunan A1C

Sulfonilurea

Meningkatkan sekresi insulin

BB naik Hipoglikemik

1,5-2%

Glinid

Meningkatkan sekresi insulin

BB naik Hipoglikemik

???

Metformin

Menekan

produksi

glukosa

dan Diare Dyspepsia Asidosis laktat

1,5-2%

menambah sensitivitas terhadap insulin

Penghambat Glukonidase Alfa Tiazolidindion Insulin

Menghambat absorbsi glukosa

Flatulens Tinja lembek

0,5-1,0%

Menambah sensitivitas terhadap insulin Menekan produksi glukosa

Edema

1,3% Potensial normal sampai

hati, Hipoglikemik BB naik

stimulasi pemanfaatan glukosa Cara pemberian OHO yang benar yakni : 1,2,3 -

OHO dimulai dengn dosis kecil dan ditingkatkan bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, hingga dosis maksimal.

Sulfonylurea I dan II diberikan 15-30 menit sebelum makan. Glinid diberikan sebelum makan. Metformin bisa diberikan sebelum/saat/sesudah makan. Acarbose dapat diberikan bersama makanan suapan pertama. Tiazolidindion tidak bergantung pada jadwal makan

Insulin diperlukan pada keadaan penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia berat dsiertai ketosis, ketoasidosis diabetic, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO atau dengan dosis maksimal, stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke), kehamilan dengan DM/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi ginjal atau hati yang berta, serta kontraindikasi atau alergi terhadap OHO. Cara kerja insulin adalah dengan menekan produksi glukosa hati dan menstimulasi pemanfaatan glukosa. Efek samping dari terapi glukosa seperti dapat

PBL Blok 21Metabolik Endokrin 2 Diabetes Melitus Tipe 2

18

terjadinya hipoglikemia serta timbulnya reaksi imunologi berupa alergi terhadap insulin atau resistensi insulin. 1,2,3

Komplikasi Dalam perjalanan penyakit DM tipe 2 dapat terjaid komplikasi atau penyulit akut dan menahun. Komplikasi akut berlangsung cepat dan meningkatkan tingkat mortalitas :1,2,3 1. Ketoasidosis diabetik : hiperglikemik, asidosis, ketosis. Ketoasidosis diabetic ditandai dengan gejala DM tidak terkontrol, rasa lemah, anoreksia, mual, muntah, sakit perut, hipotermia, hiperpneu (pernapasan kussmaul), napas berbau aseton, dehidrasi, hiporefleks, inkoordinasi otot mata, serta dilatasi pupil. Pada pemeriksaan lab, didapatkan hiperglikemia, ketonemia, kadar bikarbonat menurun, pH darah menurun, kadar BUN dan ureum darah meningkat, jumlah sel darah dan Ht meningkat. 2. Hiperosmolar non-ketosis : hiperglikemik berat, dehidrasi berat, tanpa ketosis, dan asidosis, yang ditandai dengan gejala klinis poliuria, polidipsi, dan letargi. Pada pemeriksaan lab, didapatkan kadar glukosa darah sangat tinggi, kadar bikarbonat plasma normal, dan pH darah normal. 3. Hipoglikemia : Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dl. Biasanya hipoglemia ditandai dengan penurunan kesadaran pada penderita DM. Hipoglikemik biasa ditandai pada penggunaan sulfonylurea dan insulin. Hipoglikemia akibat sulfonylurea dapat berlangsung lama sehingga harus diawasi secara terus-menerus hingga waktu kerja obat habis ( sekitar 24-72 jam). Gejala hipoglikemik seperti adanya gejala adrenergic (berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma). Hipoglikemik harus segera mendapat pengelolaan memadai dengan diberikan makanan yang mengandung karbohidrat atau glukosa 15-20 gram intravena.

Komplikasi kronik atau penyulit menahun berlangsung lambat tapi bila tidak dicegah, dapat menyebabkan mortalitas : 1,2,3 1. Makroangipati : komplikasi yang terjadi pada pembuluh darah besar seperti pada pembuluh darah jantung dan pembuluh darah tepi. Komplikasi menyebabkan lebih

PBL Blok 21Metabolik Endokrin 2 Diabetes Melitus Tipe 2

19

cepat terjadinya aterosklerosis yang akhirnya mengakibatkan peningkatan risiko timbulnya infark miokard, stroke, dan gangrene pada ekstremitas bawah. Penyakit arteri perifer sering terjadi dengan gejala tipikal intermittent claudicatio atau dapat pula tanpa gejala. Ulkus iskemik pada kaki merupakan kelainan yang umum muncul dan biasa terjadi pertama kali. mikroangiopati dapat juga terjadi pada pembuluh darah otak. 2. Mikroangiopati : Mikroangiopati merupakan komplikasi yang terjadi pada pembuluh darah kapiler yang umumnya terjadi paling berat pada retina, ginjal, dan saraf yang akhirnya menyebabkan retinopati diabetika, nefropati diabetika, dan neuropati diabetika. PROGNOSIS Sepanjang dapat dikontrol dengan baik, prognosis DM dapat memuaskan. Selain itu juga ketaatan pasien sangat menentukan juga prognosis kelainan ini. Kadar glukosa darah harus dijaga agar selalu optimal; tidak berlebihan ataupun

kekurangan.Pencegahan atau penanganan

komplikasi

yang cepat juga dapat

menurunkan angka mortalitas dari penyakit ini. Berikut parameter yang digunakan untuk menilai prognosis perbaikan DM tipe 2 : 1,2,3 Parameter GDP (mg/dl) GD2PP (mg/dl) A1C (%) K-Total (mg/dl) K-LDL (mg/dl) K-HDL (mg/dl) TG (mg/dl) IMT (kg/m2) TD (mmHg) Baik 80-109 80-144 < 6,5 < 200 < 100 >45 < 150 18,5-22,9 <130/80 150-199 23-25 130-140/80-90 200 25 140/90 Sedang 110-125 145-179 6,5-8,0 200-239 100-129 Buruk 126 180 8,0 240 130

KESIMPULAN Penyakit diabetes mellitus tipe 2 merupakan penyakit kronik akibat hiperglikemia yang dapat disebabkan oleh resistensi insulin ataupun akibat adanya defek pada sel beta

PBL Blok 21Metabolik Endokrin 2 Diabetes Melitus Tipe 2

20

pancreas sebagai penghasil insulin. Penyakit DM tipe 2 biasanya muncul pada usia dewasa. Penatalaksanaan untuk penyakit diabetes mellitus tipe 2 terlebih dahulu diberikan obat hipoglikemik oral (OHO). OHO dapat diberikan baik dengan OHO yang sama cara kerjanya ataupun dengan insulin. Insulin diberikan bila OHO tidak efektif. Kombinasi beberapa obat OHO seperti pada kasus seperti metformin dengan gibenklamid dapat menyebabkan hipoglikemik bila digunakan dalam jangka panjang. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa laki-laki tersebut menderita diabetes melitus tipe 2 karena masih tidak membutuhkan insulin dan muncul pada usia dewasa.

Referensi 1. Powers CA. Diabetes mellitus. In: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J [editor].Harrisonsprinciples of internal medicine. 18th Ed. Vol. II Philadelphia: The McGraw-HillCompanies, 2011: 2968-3002. 2. Soegondo S, Rudianto A, Manaf A, Subekti I, BPranoto A, Arsana PM, dkk. Consensus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta : PB. Perkeni; 2008 .h. 1-33. 3. Masharani U. Diabetes mellitus&hypoglycemia. In: Papadakis MA, Mcphee SJ [editor].Current Medical diagnosis &treatment 2013. Philadelphia: The McGrawHillCompanies, 2013: 1992-1244. 4. Kalus AA, Chien AJ, Olerud JE. Diabetes mellitus and other endocrine diseases. In: Wold K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ [editor].Fitzpatricks dermatolog in general medicine. 7th Ed. Philadelphia: The McGraw-HillCompanies, 2008: 1461-83. 5. Velho G, Robert JJ. Maturity-onset diabetes of the Yong (MODY): genetis and clinical characteristics. HormRes 2002; 57(suppl 1): 29-33. 6. Gardner DS, Tai ES. Clinical features and treatment of maturity onset diabetes of the young (MODY). Dovepress 2012; 5: 101-108.

PBL Blok 21Metabolik Endokrin 2 Diabetes Melitus Tipe 2

21

Anda mungkin juga menyukai