Anda di halaman 1dari 36

BAB I PENDAHULUAN Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan reaksi toksik pada struktur telinga dalam, termasuk koklea,

vestibulum, semisirkular kanal, dan otolit. Obat dapat menginduksi struktur pendengaran dan sistem keseimbangan yang dapat menyebabkan terjadinya kehilangan pendengaran, tinitus, dan vertigo. Gangguan pendengaran akibat toksisitas kadang bersifat sementara tetapi kebanyakan bersifat menetap. Telah diketahui bahwa gangguan pendengaran atau ketulian mempunyai dampak yang merugikan bagi penderita, keluarga, masyarakat maupun negara. Penderita akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan lingkungannya. Pada tahun 2000 terdapat 250 juta (4,2%) penduduk dunia yang menderita gangguan pendengaran dan lebih kurang setengahnya (75-140 juta) terdapat di asia tenggara. Dari hasil WHO Multi center study indonesia merupakan empat negara di asia tenggara dengan prevalensi gangguan pendengara cukup tinggi (4,6%). Dari semua kasus kehilangan pendngaran, 90% merupakan tuli sensorineural. Kina dan klorokuin adalah obat anti malaria yang biasa digunakan dan bersifat ototoksik. Efek toksisitasnya berupa gangguan pendengaran sensorineural dan tinitus. Kuinin dapat menyebabkan sindroma berupa gangguan pendnegaran sensorineural, tinitus dan vertigo. Studi terbaru menyatakan bahwa kuinin mengganggu motilitas sel-sel rambut. Pada pemakaian klorokuin dosis tinggi (lebih dari 250 mg sehari) atau penggunaan lama (diatas 1 tahun), efek sampingnya lebih hebat, yaitu rambut rontok, tuli menetap, dan kerusakan menetap. Absorbsi klorokuin setelah pemberian oral terjadi lengkap dan cepat dan makanan mempercepat absorbsi ini. Metabolisme dalam tubuh berlangsung lambat sekali dan metabolitnya diekskresi melalui urin. Dosis harian 300 mg menyebabkan kadar mantap kira-kira 125 ug/l sedangkan dengan dosis oral 0,5 gr tiap minggu dicapai kadar plasma antara 150-250 ug/l.

Untuk terapi supresi diberikan klorokuin difosfat 0,5-1 gr sekali seminggu pada hari yang tetap, sejak 1 minggu sebelum seseorang menuju ke daerah endemik dan diteruskan sampai paling sedikit 6 minggu setelah meninggalkan tempat dan pada anak-anak 5 mg/kg BB dengan cara yang sama dan serangan klinik diatasi dengan dosis awal 1 gr disusul dengan 0,5 gr setelah 6 jam dan 2 hari berikutnya sehingga total 2,5 gr dalam 3 hari. Dosis boleh diulang dalam 6 jam dengan syarat dalam 24 jam tidak melebihi 800 mg klorokuin basa. Kina adalah alkaloid penting yang diperoleh dari kulit pohon sonkoma. Kina digunakan dalam terapi malaria. Untuk pemberian ora dikenal 2 regimen dosis yaitu garam kina 3 kali sehari 650 mg selama 7-10 hari bersama 3 tablet fansidar dosis tunggal, garam kina 3 kali sehari 650 mg selama 7-10 hari bersama tetrasiklin 4 kali sehari 250 mg selama 7 hari. Dosis kina untuk anak-anak 25 mg/kg BB perhari yang diberikan sebagai dosis terbagi seperti orangd ewasa, dosis suntikan atau infus pada dewasa 10-20 mg/kgBB garam kina dilarutkan dalam 500 ml NaCl dan dekstrosa 5% yang diinfus perlahan selama 4 jam dan dosis untuk anak-anak 12,5 mg/kgBB/hari maksimum perhari 25mg/kgBB.

Definisi Ototoksisitas adalah kerusakan koklea atau saraf pendengaran dan organ vestibular yangberfungsi mengirimkan informasi keseimbangan dan pendengaran dari labirin ke otak yang disebabkan oleh zat-zat kimia atau toxin. Mekanisme keja Klorokuin Derivat 4 aminokuinolon yang merupakan senyawa difosfat. Mekanisme belum jelas diduga dengan menghambat polimerase hem, efektif pada stadium erittodit P. Ovale, P. Vivaks, P. Malariae, bersifat gametosidal Kina Berikatan dengan heme, saturasi rantai heme polimer, bersifat skizontosid darah dan gametosid pada P.Vivax dan P.Malariae. untuk malaria yang resisten terhadap klorokuin Patgenesis

Mekanisme dari tuli akibat ototksik masih belum jelas. Patologinya meliputi hilangnya sel rambut luar yang lebih apical, yang diikuti oleh sel rambut dalam. Hal ini awalnya menyebabkan gangguan pendengaran frekuensi tinggi yang dapat berlanjut ke frekuensi rendah. Pasien-pasien tertentu tidak mengetahui adanya gangguan pendnegaran hingga defisit mencapai derajat ringan sedang (>30 dB hearing level) pada frekuensi percakapan. Kebanyakan poin yang terbukti saat ini adalah terdapat pengikatan obat dengan glikosaminoglikan stria vaskularis, yang menyebabkan perubahan strial dan perubahan sekunder sel-sel rambut. Kina dan klorokuin adalah obat anti malaria yang biasa digunakan1. Pemberian klorokuin atau hidroksiklorokuin dehngan dosis harian yang tinggi (>250 mg) dapat mengakibatkan ototoksisitas6. Ototksisitas terjadi pula bila obat diberikan secara parenteral, misalnya pada malaria serebral. Efek ototksik berupa gangguan pendnegaran dan tinitus1. Kuinin juga dilaporkan menimbulkan gangguan pendnegaran ila digunakan dalam jangka waktu yang panjang dan dengan dosis tinggi. Dosis oral kuinin yang fatal untuk dewasa adalah 2-8 gram. Kerusakan N VIII menimbulkan tinitus, berkurangnya pendnegaran dan vertigo6.

Gejala Tinitus dan vertigo merupakan gejala utam otoksisitas. Tinnitus biasnaya menyertai gejala jenis tuli sensorineural oleh sebab apapun dan seringkali keluhan pertama yang muncul serta mengganggu jika dibandingkan dengan tulinya sendiri dimana pada ototoksik tinitus cirinya kuat dan bernada tinggi, berkisar antara 4 KHz sampai 6 KHz serta bilateral. Pada kerusakan yang meentap, tinitus lama kelamaan tidak begitu kuat tetapi tidak pernah hilang, gejala lainnya juga terdapat gangguan keseimbangan badan, sulit memfiksasi pandangan, terutama seteah perubahan posisi. Diagnosis Anamnesis: Tinitus, ganguan pendengaran, vertigo

Riwayat pemakaian ototoksik yang lama Tuli sensorineural Pemfis Tuli nada tinggi 4 KHz sampai 6 KHz Grade ototoksi menurut CTCAE (the national cancer institute common terminology criteria adverse event) Grade 1: perubahan/kehilangan ambang batas dengar 15-25 Db Grade 2: > 25

Penatalaksanaan Tuli yang diakibatkan oleh obat-obat ototoksik tidak dapat diobati. Bila pada waktu pemberian obat-obat ototoksik terjadi gangguan pada telinga dalam dapat dketahui secara audiometrik, maka pengobatan pada obat tersebut segera dihentikan. Apabila ketulian terjadi dapat dicoba melakukan rehabilitasi antara lain dengan alat bantu dengar, belajar komunikasi total dengan belajar membaca bahasa isyarat. Pada tuli total bilateral dapat dipertimbangkan pemasangan implan koklea. Pencegahan Berhubung tidak ada pengobatan untuk tuli akibat ototoksik, maka pencegahan menjadi penting. Pencegahan dengan mengukur fungsi audiometri sebelum terapi, memonitor efek samping secara dini, yaitu dengan memperhatikan gejala-gejala keracunan telinga dalam yang timbul seperti tinitus, kurang pendnegaran dan vertigo. Pada pasien-pasien yang telah mulai menunjukkan gejala tersebut diatas harus dilakukan evaluasi audiologik dan segera mengehntikan pengobatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Otitis media supuratif kronik ( OMSK ) ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-menerus atau hilang timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah. Otitis media supuratisf kronis selian merusak jaringan lunak pada

telinga tengah dapat juga merusak tulang dikarenakan terbentuknya jaringan patologik sehingga sedikit sekali / tidak pernah terjadi resolusi spontan. Otitis media supuratif kronis terbagi antara benigna dan maligna, maligna karena terbentuknya kolesteatom yaitu epitel skuamosa yang bersifat osteolitik. Penyakit OMSK ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap dan morbiditas penyakit telinga tengah kronis ini dapat berganda, gangguan pertama berhubungan dengan infeksi telinga tengah yang terus menerus (hilang timbul) dan gangguan kedua adalah kehilangan fungsi pendengaran yang disebabkan kerusakan mekanisme hantaran suara dan kerusakan konka karena toksisitas atau perluasan infeksi langsung. 2.2. Epidemiologi Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang. Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan 65 330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya (39200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan.4 Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia. 2.3. Etiologi Penyebab OMSK dapat berasal dari lingkungan yang buruk, infeksi, genetik, otitis media berulang dan autoimun. (Bellinger, 1997) Penyebab terbesar otitis

media supuratif kronis adalah infeksi campuran bakteri dari meatus auditoris eksternal, kadang berasal dari nasofaring melalui tuba eustachius saat infeksi saluran nafas atas. Organisme-organisme dari meatus auditoris eksternal termasuk Staphylococcus, Pseudomonas aeruginosa, B.proteus, B.coli dan Aspergillus. Organisme dari nasofaring diantaranya Streptococcus viridans ( Streptococcus A hemolitikus, Streptococcus B hemolitikus dan Pneumococcus). Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Downs syndrom. Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat bermanifestasi sebagai sekresi telinga kronis. 2.4. Patofisiologi Banyak penelitian yang menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini (otitis media, OM). Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan akan membuka bila menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan otitis media dari pada dewasa. Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya peningkatan

beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah. Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah.

Gambar 1. Patofisiologi OMSK (Djaafar, Zainul A, et al, 2009) Berdasarkan gambar diatas dijelaskan bahwa gangguan pada tuba Eustachius mengakibatkan terbentuknya tekanan negatif pada telinga tengah yang dapat mengakibatkan efusi. Apabila efusi tidak disertai dengan infeksi maka menjadi otitis media efusi, tetapi apabila disertai infeksi maka akan menjadi otitis media akut. Otitis media akut ini akan berkembang menjadi fase-fase atau tahapan berupa: tahapan olusi tuba Eustachius, kemudian membran timpani menjadi hiperemis, kemudian akan timbul edema yang mengakibatkan supurasi, dan akan menjadi perforasi. Setelah perforasi, maka akan menjalani tahap resolusi. Apabila

otarea keluar hilang timbul selama lebih dari 2 bulan, maka otitis ini menjadi otitis media supuratif kronik, tetapi apabila membaik maka biasa dikatakan sembuh.

2.5. Patologi Otitis media supuratif kronik lebih merupakan penyakit kekambuhan daripada menetap, keadaan ini lebih berdasarkan waktu dan stadium daripada keseragaman gambaran patologi, ketidakseragaman ini disebabkan oleh proses peradangan yang menetap atau kekambuhan disertai dengan efek kerusakan jaringan, penyembuhan dan pembentukan jaringan parut secara umum gambaran yang ditemukan : 1. Terdapat perforasi membrane timpani dibagian sentral, ukuran bervariasi dari 20 % luas membrane timpani sampai seluruh membrane dan terkena dibagian-bagian dari annulus. 2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit. Dalam periode tenang akan nampak normal kecuali infeksi telah menyebabkan penebalan atau metaplasia mukosa menjadi epitel transisonal. 3. Jaringan tulang-tulang pendengaran dapat rusak/ tidak tergantung pada berat infeksi sebelumnya. 4. Mastoiditis pada OMSK paling sering berawal pada masa kanak-kanak, penumatisasi mastoid paling aktif antara umur 5 -14 tahun. Proses ini saling terhenti oleh otitis media yang sering. Bila infeksi kronis terus berlanjut mastoid mengalami proses sklerotik, sehingga ukuran mastoid berkurang. Antrum menjadi lebih kecil dan penumatisasi terbatas hanya ada sedikit sel udara saja sekitar antrum. Faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis sangat majemuk, antara lain : 1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis akibat : a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang. b. Obstruksi anatomi tuba Eustachius parsial atau total. 2. Perforasi membran timpani yang menetap

3. Terjadinya metaplasia skuamosa / perubahan patologik menetap lainnya pada telinga tengah 4. Obstruksi terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid 5. Terdapat daerah dengan skuester atau otitis persisten ddi mastoid 6. Faktor konstitusi dasar seperti alergi kelemahan umum atau perubahan mekanisme pertahanan tubuh.

Ada 3 tipe perforasi membran timpani berdasarkan letaknya, yaitu : 1. Perforasi sentral (sub total). Letak perforasi di sentral dan pars tensa membran timpani. Seluruh tepi perforasi masih mengandung sisa membran timpani. 2. Perforasi marginal. Sebagian tepi perforasi langsung berhubungan dengan anulus atau sulkus timpanikum. 3. Perforasi atik. Letak perforasi di pars flaksida membran timpani.

2.6. Klasifikasi Otitis media supuratif kronik dapat dibagi menjadi 2 berdasarkan sifatnya, yaitu OMSK tipe tubotimpanal/ jinak (benigna) dan OMSK tipe atikoantral/ ganas (maligna). 1. Tipe tubotimpanal (benigna) Tipe tubotimpanal disebut juga sebagai tipe jinak (benigna) dengan perforasi yang letaknya sentral. Biasanya tipe ini didahului dengan gangguan fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di kavum timpani. Tipe ini disebut juga dengan tipe mukosa karena proses peradangannya biasanya hanya pada mukosa telinga tengah, dan disebut juga tipe aman karena tidak menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Penyakit aktif jika terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen.

Penyakit tidak aktif jika dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala adalah tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus, atau rasa penuh dalam telinga. 2. Tipe atikoantral (maligna) Beberapa nama lain digunakan untuk tipe ini OMSK tipe tulang karena penyakit menyebabkan erosi tulang, tipe bahaya ataupun sering disebut sebagai chronic supurative otitis media with cholesteatoma. Perforasi membran timpani yang terjadi pada tipe ini biasanya perforasi yang marginal yang dihasilkan dari suatu kantong retraksi dan muncul di pars plasida, merupakan perforasi yang menyebabkan tidak ada sisa pinggir membran timpani (anulus timpanikus). Oleh sebab itu dinding bagian tulang dari liang telinga luar, atik, antrum, dan sel-sel mastoid dapat terlibat dalam proses inflamasi sehingga tipe ini disebut penyakit atikoantral. Kolesteatoma pada OMSK tipe atikoantral adalah suatu kantong retraksi yang dibatasi oleh epitel sel skuamosa yang diisi dengan debris keratin yang muncul dalam ruang yang berpneumatisasi dari tulang temporal. Kolesteatoma mempunyai kemampuan untuk tumbuh,

mendestruksi tulang, dan menyebabkan infeksi kronik sehingga suatu otitis media kronik dengan kolesteatoma sering dikatakan sebagai penyakit yang tidak aman dan secara umum memerlukan

penatalaksanaan bedah. Teori terbentuknya kolesteatom adalah: 1. Epitel dari liang telinga masuk melalui perforasi ke dalam kavum timpani dan disini ia membentuk kolesteatom (migration teori menurut Hartmann); epitel yang masuk menjadi nekrotis, terangkat keatas. 2. Embrional sudah ada pulau-pulau kecil dan ini yang akan menjadi kolesteatom. 3. Mukosa dari kavum timpani mengadakan metaplasia oleh karena infeksi (metaplasia teori menurut Wendt).

Istilah lain dari kolesteatoma adalah keratoma, skuamos epiteliosis, kolesteatosis, epidermosis. Tabel 2.1 Perbedaan OMSK benigna dan OMSK maligna OMSK tipe Benigna OMSK tipr Maligna epidermoid kolesteatoma, kista epidermoid,

Proses peradangan terbatas pada Proses peradangan tidak terbatas pada mukosa. mukosa. Proses peradangan tidak mengenai tulang Perforasi membran timpani tipe sentral. Proses peradangan mengenai tulang.

Perforasi membran timpani paling sering tipe marginal & atik. Kadang-kadang tipe sub total (sentral) dengan kolesteatoma.

Jarang terjadi berbahaya

komplikasi

yang Sering terjadi komplikasi yang berbahaya. Kolesteatoma ada

Kolesteatoma tidak ada

2.7. Manifestasi Klinis Gejala yang paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya sekret di liang telinga yang pada tipe tubotimpanal sekretnya lebih banyak dan seperti berbenang (mukous), tidak berbau busuk dan intermiten, sedangkan pada tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah. 1. Telinga Berair (Otorrhoe) Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau

busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis. 2. Gangguan Pendengaran Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat. 3. Otalgia (Nyeri Telinga) Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis. 4. Vertigo Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi ke serebelum.

2.8. Diagnosis Diagnonsis dari OMSK dapat dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, harus ditanyakan onset penyakit serta keluhan yang dirasakan. Pada pemeriksaan fisik didapat perforasi membran timpani dari telinga yang terkena, dan dapat terlihat sekret kental. Dapat juga ditemukan adanya jaringan granulasi, kolesteatoma. Pada OMSK tipe bahaya didapatkan abses atau fistel retroaurikuler, polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang beasal dari dalam telinga tengah, terlihat kolesteatoma pada telinga tengah, sekret berbentuk nanah dan berbau khas atau terlihat bayangan kolesteatoma pada foto rontgen mastoid. Pada pemeriksaan penunjang, dapat digunakan audiometriuntuk mengetahui derajat keparahan OMSK pada fungsi pendengaran. Hasil audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas. Adapun derajat ketulian nilai ambang pendengaran: 1. Normal 2. Tuli ringan 3. Tuli sedang 4. Tuli sedang berat 5. Tuli berat 6. Tuli total : -10 dB sampai 26 dB : 27 dB sampai 40 dB : 41 dB sampai 55 dB : 56 dB sampai 70 dB : 71 dB sampai 90 dB : lebih dari 90 dB.

Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu yaitu sebagai berikut: 1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB 2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 3. 30-50 dB apabila disertai perforasi besar

4. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB. 5. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan koklea parah.

Pada pemeriksaan bakteriologi bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus sp. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp. 2.9. Penatalaksanaan Prinsip terapi OMSK tipe benigna ialah konstervatif atau dengan medika mentosa. Bila sekret yang keluar terus-menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3 % selama 3 5 hari. Setelah sekret berkurang terapi dilanjutkan dengan obat tetes telinga yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid, kultur dan tes resisten penting untuk perencanaan terapi karena dapat terjadi strain-strain baru seperti pseudomonas. Infeksi pada kolesteatom sukar diobati sebab kadar antibiotik dalam kantung yang terinfeksi tidak bias tinggi. Pengangkatan krusta yang menyumbat drainage sagaat membantu. Granulasi pada mukosa dapat diobati dengan larutan AgNO3 encer ( 5 -100 %) kemudian dilanjutkan dengan pengolesan gentian violet 2 %. Untuk mengeringkan sebagai bakterisid juga berguna untuk otitis eksterna dengan otorhea kronik. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi. Pemberian antibiotika sistemik tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan

sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut. Antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dengan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam. Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah: 1. Pseudomonas 2. P. mirabilis 3. P. morganii, P. vulgaris 4. Klebsiella 5. E. coli 6. S. Aureus : Aminoglikosida karbenisilin : Ampisilin atau sefalosforin : Aminoglikosida Karbenisilin : Sefalosforin atau aminoglikosida : Ampisilin atau sefalosforin : Penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida 7. Streptokokus : Penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida 8. B. fragilis : Klindamisin

Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat derivat asam nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidin dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMSK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK. Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Metronidazol dapat diberikan dengan dan tanpa antibiotik (sefaleksin dan kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu. Pada OMSK tipe maligna pengobatan terbaik adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara

sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain: 1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy) Dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan konservatif tidak sembuh. Dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik agar infeksi tenang dan telinga tidka berair lagi. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki. 2. Mastoidektomi radikal Dilakukan pada OMSK bahaya dengan infeksi atau kolesteatoma yang sudah meluas. Rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan tongga mastoid diruntuhkan, sehingga menjadi satu ruangan. Tujuan operasi untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki. Pasien tidak boleh berenang setelah operasi ini, pasien juga harus datang teratur agar tidak terjadi infeksi lagi. Pendengaran sangat berkurang. 3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi Dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma di daerah atik, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dari dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ialah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid, dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.

4. Miringoplasti Merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuan operasi adalah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada IMSK tipe aman dengan perforasi menetap. Operasi

dilakukan pada OMSK tipe aman yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani. 5. Timpanoplasti Operasi dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi adalah untuk

menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran biasa dilaukan rekonstruksi membran timpani dan juga tulang pendengaran. 6. Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty) Dilakukan pada OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal. Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran. Penggunaan Antibiotik pada OMSK 1. OMSK Benigna Tenang Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi

rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.

2. OMSK Benigna Aktif Prinsip pengobatan OMSK benigna aktif adalah : 1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani. 2. Pemberian antibiotika : antibiotika/antimikroba topikal

antibiotika sistemik

Tujuan aural toilet adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme.

Bagan 1. Pengerjaan aural toilet

Pengobatan antibiotika topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif, dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa. Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi tidak aktif melawan gram negatif anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas melawan Pseudomonas karena

meningkatnya resistensi. Polimiksin efektif melawan Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif tetapi tidak efektif melawan organisme gram positif. Seperti aminoglikosida yang lain, Gentamisin dan Framisetin sulfat aktif melawan basil gram negative. Tidak ada satu pun aminoglikosida yang efektif melawan kuman anaerob. Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid tetes mata. Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga akan sakit bila diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif dan gram negative kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif melawan kuman anaerob, khususnya. Pemakaian jangka panjang lama obat tetes telinga yang mengandung

aminoglikosida akan merusak foramen rotundum, yang akan menyebabkan ototoksik. Antibiotika topikal yang sering digunakan pada pengobatan Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah :

Catatan: Terapi topikal lebih baik dibandingkan dengan terapi sistemik. Tujuannya untuk mendapatkan konsentrasi antibiotik yang lebih tinggi. Pilihan antibiotik yang memiliki aktifitas terhadap bakterigram negatif, terutama pseudomonas, dan gram positifterutama Staphylococcus aureus.

Pemberian antibiotik seringkali gagal, hal ini dapat disebabkan adanya debris selain juga akibat resistensi kuman. Terapi sistemik diberikan pada pasien yang gagal dengan terapi topikal. Jika fokus infeksi di mastoid, tentunya tidak dapat hanya dengan terapi topikal saja, pemberian antibiotik sistemik (seringkali IV) dapat membantu mengeliminasi infeksi. Pada kondisi ini sebaiknya pasien di rawat di RS untuk mendapatkan aural toilet yang lebih intensif. Terapi dilanjutkan hingga 3-4 minggu setelah otore hilang. Pemilihan antibiotika sistemik untuk OMSK juga sebaiknya

berdasarkan kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi

kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut. Dalam penggunaan antimikroba, perlu diketahui daya bunuh

antimikroba terhadap masing-masing jenis kuman penyebab, kadar hambat minimal terhadap masing-masing kuman penyebab, daya penetrasi antimikroba di masing-masing jaringan tubuh dan toksisitas obat terhadap kondisi tubuh. Berdasarkan konsentrasi obat dan daya bunuh terhadap mikroba, antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama antimikroba dengan daya bunuh yang tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam. Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah.

Antibiotika golongan kuinolon ( siprofloksasin dan ofloksasin) mempunyai aktifitas anti Pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan diberikan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidim dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMSK belum pasti

cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK. Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Metronidazol dapat diberikan pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.

3. OMSK Maligna Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain: 1. Mastoidektomi sederhana ( simple mastoidectomy) 2. Mastoidektomi radikal 3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi 4. Miringoplasti 5. Timpanoplasti 6. Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty)

Bagan 2. Pembedahan pada tatalaksana OMSK6

Tujuan

operasi

adalah

menghentikan

infeksi

secara

permanen,

memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.

Pedoman umum pengobatan penderita OMSK adalah Algoritma berikut :

2.10. Komplikasi dan Prognosis OMSK 1. Tipe Benigna Omsk tipe benigna tidak menyerang tulang sehingga jarang menimbulkan komplikasi, tetapi jika tidak mencegah invasi organisme baru dari nasofaring dapat menjadi superimpose otitis media supuratif akut eksaserbsi akut dapat menimbulkan komplikasi dengan terjadinya tromboplebitis vaskuler.

Prognosis dengan pengobatan local, otorea dapat mongering. Tetapi sisa perforasi sentral yang berkepanjangan memudahkan infeski dari nasofaring atau bakteri dari meatus eksterna khususnya terbawa oleh air, sehingga penutupan membrane timpani disarankan.

2. Tipe Maligna Komplikasi dimana terbentuknya kolesteatom berupa : a. erosi canalis semisirkularis b. erosi canalis tulang c. erosi tegmen timpani dan abses ekstradural d. erosi pada permukaan lateral mastoid dengan timbulnya abses subperiosteal e. erosi pada sinus sigmoid

Prognosis kolesteatom yang tidak diobati akan berkembang menjadi meningitis, abes otak, prasis fasialis atau labirintis supuratif yang semuanya fatal. Sehingga OMSK type maligna harus diobati secara aktif sampai proses erosi tulang berhenti.

BAB III PENYAJIAN KASUS I. ANAMNESIS Identitas Nama : An. M.F

Jenis Kelamin Umur Alamat Pekerjaan Tanggal periksa

: Laki-Laki : 8 tahun : Jl. Asoka Sungai Pinyuh : Pelajar SD : 31 Oktober 2013

Anamnesis dilakukan pada pasien dan keterangan lainnya ditambahkan oleh ibu pasien.

Keluhan Utama Keluar cairan berwarna kuning dari telinga kiri.

Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poli THT RSUD Dr. Soedarso Pontianak dengan keluhan keluar cairan berwarna kekuningan pada telinga kiri disertai nyeri hilang timbul. Keluhan ini dirasakan pasien sejak berumur 6 tahun yang didahului dengan nyeri hebat di kedua telinga dan disertai demam. Setelah beberapa hari keluar cairan berwarna kekuningan dan berbau. Ibu pasien juga mengeluh anaknya sulit mendengar saat dipanggil. An. F.M sering mengalami batuk pilek sebelumnya dan suka berenang di parit sekitar rumahnya. Pasien juga mengalami batuk dan pilek yang merupakan keluhan penyerta saat datang ke poli THT RSUD Dr.Soedarso Pontianak.

Riwayat Penyakit Dahulu Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya dengan nyeri hilang timbul sejak usia 6 tahun. Pasien juga sering mengalami batuk dan pilek.

Riwayat Penyakit Keluarga

Pada keluarga tidak pernah mengalami hal yang sama.

Riwayat Pemakaian Obat-obatan Pasien sudah pernah dibawa ke Puskesmas Sungai Pinyuh dan mendapatkan pengobatan untuk keluhan nyeri telinga, demam dan batuk pilek. Pasien pernah mendapatkan obat tetes telinga dan obat minum untuk penurun panas dan batuk pilek. II. PEMERIKSAAN FISIK Dilakukan pada tanggal Keadaan umum Tanda-tanda Vital Tekanan Darah Frekuensi Nadi Frekuensi Napas Suhu : tidak diukur, berat badan 25 kg. : 80 x/ menit, teratur : 26 x/menit, teratur : 36,8 0C : 31 Oktober 2013 : Kompos Mentis pukul: 10.15 WIB

STATUS LOKALIS Telinga Inspeksi, Palpasi Telinga kanan Aurikula Hiperemis : Edema : Massa : Preaurikula Hiperemis : Edema : Massa : Fistula : Telinga kiri Hiperemis : Edema : Massa : Hiperemis : Edema : Massa : Fistula : -

Retroaurikula

Hiperemis : Edema : Massa : -

Fistula : -

Hiperemis : Edema : Massa : -

Fistula : -

Palpasi

Nyeri pergerakan : Nyeri tekan tragus : Nyeri tekan aurikula : -

Nyeri pergerakan : Nyeri tekan tragus : Nyeri tekan aurikula : -

Otoskopi : Telinga kanan MAE Edema : Hiperemis : Massa : Sekret : Putih kekuningan Serumen : MembranTimpani Perforasi : subtotal Warna : pucat Hiperemis : Refleks Cahaya : Telinga kiri Edema : Hiperemis : Massa : Sekret : Putih kekuningan Serumen : Perforasi : total Warna : Hiperemis : Refleks Cahaya : -

Tes Pendengaran Fungsional (Tes Pendengaran / Garpu Tala) Tes Rinne Weber Schwabach Telinga kanan Lateralisasi ke telinga kiri Memanjang Memanjang Telinga kiri -

Kesan: Tuli konduktif pada telinga Kiri

Hidung dan Sinus Paranasal Inspeksi, Palpasi : - Kemerahan pada daerah hidung ( - ) - Deviasi tulang hidung ( - ) - Bengkak daerah hidung ( - ) dan sinus paranasal ( - ) - Krepitasi tulang hidung ( - ), nyeri tekan hidung ( - ) dan sinus paranasal (frontal ( - ); maksilaris ( - ); ethmoidalis ( - )

Rinoskopi Anterior : Rinoskopi anterior Cavumnasi dextra Cavumnasi sinistra

Mukosa hidung

Hiperemis : Massa :Sekret : + Atrofi : Mukus : Pucat : -

Hiperemis : Massa : Sekret : + Atrofi :Mukus : Pucat : Deviasi : Dislokasi : Hipertrofi : + Atrofi : Sekret : + putih kental Sekret : Polip : -

Septum

Deviasi : Dislokasi : -

Konka inferior dan Hipertrofi : + media Atrofi : Sekret : + putih kental Meatus inferior dan Sekret : media Polip : -

Rinoskopi Posterior : Tidak dilakukan

Tenggorokan Inspeksi, Palpasi :

Mukosa

Hiperemis : Massa : Nyeri : T1 T1

Tonsil

Laringoskopi Indirek : Tidak dilakukan III. RESUME Pasien An. MF (8tahun) datang ke poli THT RSUD Dr. Soedarso Pontianak dengan keluhan utama keluar cairan berwarna kekuningan pada telinga kiri dan berbau. Keluhan ini dirasakan pasien sejak 2 tahun yang lalu yang pernah mengalami sakit di dalam telinga kanan dan kiri yang disertai demam. Setelah nyeri telinga berlangsung beberapa hari kemudian keluar cairan kekuningan. Pasien juga mengalami batuk dan pilek. Pasien sudah pernah mendapat pengobatan di Puskesmas Sungai Pinyuh. Pasien memiliki riwayat sering berenang di parit dengan teman-temannnya. Ibu pasien juga mengeluh anaknya agak sulit mendengar saat dipanggil. Dari hasil pemeriksaan telinga dengan otoskop, tampak sekret kekuningan pada Meatus Akustikus Eksterna (MAE) yang menutupi penglihatan membran timpani. Setelah dilakukan pembersihan dengan Spooling H2O2 tampak membran timpani telinga kiri sudah mengalami perforasi total dan telinga kanan perforasi subtotal. Pada pemeriksaan rhinoskop anterior tampak konka media dan inferior mengalami hipertropi disertai adanya sekret yang putih kental.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan radiologi Audiometri nada murni : Foto polos posisi Schuller atau CT Scan

Cairan telinga : Pemeriksaan mikroorganisme Uji resistensi kuman

V. DIAGNOSIS Diagnosis kerja : Otitis Media Supuratif Kronik Benigna Aktif

Diagnosis banding : Otits Eksterna Otitis Media Akut VI. TATALAKSANA Non Medikamentosa : - Hindari masuknya air ke dalam telinga (jangan berenang). - Jangan mengorek telinga agar mencegah terdorongnya sekret masuk kedalam. Medikamentosa : - Apabila sekret masih keluar: berikan H2O2 3% selama 3-5 hari - Setelah kering berikan obat tetes telinga antibiotik Kloramfenikol 3% - Simptomatik: Nyeri : Asam mefenamat

VII. PROGNOSIS Ad vitam Ad functionam Ad sanactionam : Bonam : Dubia et bonam : Dubia et bonam BAB IV PEMBAHASAN

Pasien An. MF (8tahun) datang ke poli THT RSUD Dr. Soedarso Pontianak dengan keluhan utama keluar cairan berwarna kekuningan pada telinga kiri dan berbau. Keluhan ini dirasakan pasien sejak 2 tahun yang lalu yang pernah mengalami sakit di dalam telinga kanan dan kiri yang disertai demam. Setelah nyeri telinga berlangsung beberapa hari kemudian keluar cairan kekuningan. Pasien juga mengalami batuk dan pilek. Pasien sudah pernah mendapat pengobatan di Puskesmas Sungai Pinyuh. Pasien memiliki riwayat sering berenang di parit dengan teman-temannnya. Ibu pasien juga mengeluh anaknya agak sulit mendengar saat dipanggil. Dari hasil pemeriksaan telinga dengan otoskop, tampak sekret kekuningan pada Meatus Akustikus Eksterna (MAE) yang menutupi penglihatan membran timpani. Setelah dilakukan pembersihan dengan Spooling H2O2 tampak membran timpani telinga kiri sudah mengalami perforasi total dan telinga kanan perforasi subtotal. Pada pemeriksaan rhinoskop anterior tampak konka media dan inferior mengalami hipertropi disertai adanya sekret yang putih kental. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan diagnosis kerja yang mengarah yaitu OMSK benigna aktif yang didapat dari anamnesis yang diketahui bahwa pasien mengeluh keluar cairan kekuningan, memiliki riwayat nyeri telinga, penurunan fungsi pendengaran dan keluhan yang dirasakan hilang timbul sejak 2 tahun belakangan. Selain itu riwayat pasien yang sering berenang di parit yang bisa mengakibatkan infeksi yang masuk melalui telinga dan batuk pilek yang bisa masuk ke dalam tuba Eustachius menjadi faktor resiko terjadi OMSK. Sedangkan hasil pemeriksaan fisik yang mengarah ke OMSK yaitu adanya sekret kekuningan pada MAE dan membran timpani yang telah perforasi. OMSK ini tipe benigna yang dikarenakan perforasi sentral dan tidak mengalami perluasan ke tulang mastoid hanya pada mukosa saja. Selain itu masih terlihat sekret kekuningan yang menandakan lesi ini masih aktif. Kelainan dapat berawal dari infeksi saluran napas atas yang menyebar dari nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah atau infeksi yang masuk dari telinga luar yang menyebabkan terjadinya infeksi di telinga tengah. Terjadi respon imun sebagai

pertahanan di telinga tengah, dikeluarkan mediator yang dihasilkan oleh sel imun infiltrat seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit. Akibatnya terjadi penambahan permeabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah. Bakteri juga menstimulasi peningkatan kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah. Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah. Terjadinya OMSK disebabkan oleh keadaan mukosa telinga tengah yang tidak normal atau tidak kembali normal setelah proses peradangan akut telinga tengah, dan keadaan tuba Eustachius yang tertutup. Diagnosis banding yang disingkirkan yaitu otitis eksterna yang dikarenakan pada pasien juga terdapat sekret tebal di telinga sehingga membran timpani tidak tampak sehingga memiliki kemungkinan terkena otitis eksterna, tetapi setelah dibersihkan dengan H2O2 ternyata membran timpaninya telah perforasi sehingga keluhan pasien ini sudah mengenai telinga bagian tengah. Sedangkan otitis media akut dengan perforasi dapat disingkirkan dengan lamanya awitan yang diderita pasien. Pasien sudah mengalami hal ini selama kurang lebih 2 tahun (lebih dari 2 bulan) sehingga kasus ini bukan lagi otitis media akut fase supuratif tetapi telah menjadi ototis media supuratif kronik. Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan pada OMSK adalah pemeriksaan radiologi berupa foto polos posisi Schuller untuk mengetahui apakah OMSK terdapat kolesteatoma atau destruksi tulang mastoid. Pemeriksaan radiologi dengan CT scan juga diperlukan untuk melihat apakah sudah terjadi penyebaran ke jaringan lunak seperti abses otak, meningitis, dan lain sebagainya. Selain pemeriksaan radiologi, pada pasien ini juga dibutuhkan pemeriksaan audiometri untuk mengetahui derajat penurunan pendengaran yang juga diderita oleh pasien. Pemeriksaan kultur dan uji resistensi antibiotik juga diperlukan untuk

mengetahui secara spesifik jenis bakteri penyebab OMSK sehingga bisa memberikan terapi antibiotik yang tepat. Terapi yang diberikan pada pasien berupa medikamentosa dan non medikamentosa. Pengobatan medikamentosa dapat diberikan antibiotik topikal (Kloramfenikol) untuk menghilangkan infeksi OMSK. Tetapi pemberian antibiotik topikal ini hanya dapat dilakukan pada saat sekret di telinga kering. Oleh karena itu lakukan pembersihan terlebih dahulu dengan H2O2 untuk membuang sekret yang masih terdapat di MAE dan setelah kering baru bisa diberikan antibiotik topikal. Pilihan antibiotik yang digunakan adalah Kloramfenikol. Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif dan gram negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif melawan kuman anaerob. Antibiotik yang dapat membunuh bakteri gram negatif dan positif termasuk Pseudomonas aeruginosa yaitu golongan flourokuinolon

(siprofloksasin atau ofloksasin), tetapi pemberian antibiotik jenis flourokuinolon pada anak-anak dibawah 16 tahun dilarang karena dapat menghambat pertumbuhan tulang rawan apabila diberikan dalam waktu yang lama. Sedangkan pemakaian jangka panjang lama obat tetes telinga yang mengandung aminoglikosida akan merusak foramen rotundum, yang akan menyebabkan ototoksik. Pemberian antibiotik topikal seringkali gagal, hal ini dapat disebabkan adanya debris selain juga akibat resistensi kuman. Terapi sistemik diberikan pada pasien yang gagal dengan terapi topikal. Jika fokus infeksi di mastoid, tentunya tidak dapat hanya dengan terapi topikal saja, pemberian antibiotik sistemik (seringkali IV) dapat membantu mengeliminasi infeksi. Pasien juga diberikan pengobatan simptomatik untuk mengurangi nyeri pada telinga berupa NSAID (asam mefenamat). Pasien ini juga perlu diberikan terapi non medikamentosa berupa hindari masuknya air ke dalam telinga, jangan berenang, dan jangan mengorek telinga yang dapat memngakibatkan erosi dan infeksi berulang.

BAB V KESIMPULAN

1. Otitis media supuratif kronik ( OMSK ) ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-menerus atau hilang timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah yang terjadi setelah lebih dari 2 bulan. 2. Infeksi ini dapat bersifat benigna dan maligna. Benigna apabila OMSK hanya mengenai mukosa dan sifat perforasi membran timpani tipe sentral. Sedangkan maligna apabila infeksi meluas hingga ke tulang mastoid, terdapat kolesteatoma, dan tipe perforasi membran timpani tipe marginal. 3. Penegakkan diagnosis dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui penyebaran infeksi atau komplikasinya. 4. Pengobatan yang dberikan berupa H2O2 3% untuk membersihkan sekret yang masih basah dan aktif. Antibiotik topikal (Kloramfenikol 3%) diberikan jika sekret sudah mengering dan tidak aktif. Pengobatan simptomatik seperti nyeri dapat diberikan NSAID.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi E, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001 6. Chambers, Henry F.

Anda mungkin juga menyukai