Anda di halaman 1dari 18

Tinjauan Pustaka Departemen

TATALAKSANA TINITUS SUBYEKTIF

Oleh :
Rikha Liemiyah
Pembimbing :
Dr. Muyassaroh, Sp.THT-KL (K), Msi.Med

DEPARTEMEN IKTHT-KL FK UNDIP / SMF THT-KL


RSUP DR. KARIADI SEMARANG
2019
2

PENDAHULUAN

Tinitus berasal dari bahasa Latin “tinnere” yang artinya dering. Tinitus
adalah persepsi bunyi yang diterima pasien tanpa adanya stimulus suara dari luar
telinga. Tinitus dapat bersifat obyektif dan subyektif. Tinitus subyektif adalah
tinitus yang hanya dapat didengar pasien sendiri tanpa dapat didengar oleh
pemeriksa atau orang lain. Tinitus subyektif lebih banyak dijumpai dalam praktek
sehari-hari yaitu 95% dari total penderita tinitus.3
Pada penelitian Dimas, 2010, tinitus subyektif diderita lebih banyak
perempuan (51,6 %) di banding laki-laki (48,4 %), dengan rentang umur 25–60
tahun. Pasien dengan pendengaran normal (58,1%) lebih banyak dijumpaidaripada
pasien tinitus dengan kurang pendengaran (41,9%). Kualitas hidup pasien
terbanyak didapatkan gangguan sedang sebanyak 12 (38,7%). Frekuensi tinitus
berhubungan dengan kualitas hidup pasien (p = 0,005) dengan tingkat korelasi
sedang (r = 0,491). Intensitas tinitus berhubungan dengan kualitas hidup pasien (p
= 0,043) dengan tingkat korelasi lemah (r = 0,365).19
Tinitus merupakan suatu gejala, bukanlah keadaan yang membahayakan,
namun munculnya gejala ini pada hampir kebanyakan orang sangat mengganggu
dan sering mempengaruhi kualitas hidup dan pekerjaannya. 2 Tatalaksana pada
tinitus sering diberhentikan karena kepercayaan yang salah, bahwa tidak ada
terapi yang tersedia untuk pasien ini, pasien selalu diinstruksikan bahwa tidak ada
obat atau operasi untuk membantu mereka. 17
Tujuan dari penulisan Tinjauan Pustaka ini adalah mempelajari tatalaksana
tinitus agar dapat dikelola dengan baik dan diharapkan dapat meningkatkan
kualitas hidup penderita tinitus dan meningkatkan pelayanan terhadap tatalaksana
tinitus.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Tinitus Subyektif


Tinitus adalah persepsi bunyi yang diterima pasien tanpa adanya stimulus
suara dari luar telinga. Tinitus berasal dari bahasa Latin “tinnere” yang artinya
dering.Suara yang dirasakan penderita tinitus dapat berkisar dari kebisingan latar
belakang yang tenang hingga kebisingan yang dapat didengar dari suara eksternal
yang keras.1
Tinitus umumnya dibagi menjadi dua kategori: obyektif dan subyektif.
Tinitus obyektif didefinisikan sebagai tinitus yang dapat didengar oleh orang lain
sebagai suara yang berasal dari saluran telinga. Dapat disebabkan oleh aliran
turbulen melalui arteri karotid atau vena jugularis. Tumor telinga tengah yang
sangat vaskular (mis. Tumor glomus jugulare) dan malformasi arteri dural juga
dapat menyebabkan tinitus objektif.16
Tinitus subjektif adalah tinitus yang hanya dapat didengar pasien sendiri
tanpa dapat didengar oleh pemeriksa atau orang lain, biasanya dianggap tidak
memiliki etiologi akustik dan gerakan terkait bagian dari koklea atau cairan
koklea. Tinitus subjektif lebih banyak dijumpai dalam praktek sehari-hari.4
Tinitus dapat juga dikategorikan menjadi tinitus nonpulsatil dan pulsatil.
Tinitus pulsatil dapat bersifat subjektif atau objektif,sementara tinitus nonpulsatil
hampir secara eksklusif diistilahkan subjektif.Deskripsi pasien tentang pulsatil
dan nonpulsatildapat bervariasi secara signifikan, sehingga ketajaman
pemeriksaan klinis diperlukan agar efektif menentukan jenis tinitus.17, 18
Biasanya, tinitus nonpulsatil digambarkan sebagai "dering", "mendesis,"
"berdengung," atau "menderu." Sebaliknya, tinnitus non pulsatil, suara denging
berirama, sesuai dengan denyut nadi pasien,dimodifikasi oleh gerakan eksternal,
atau diubah oleh perubahan pada posisi, diklasifikasikan sebagai tinitus
"pulsatile".17
Klasifikasi tinitus berdasarkan onset terjadinya. Dibagi menjadi 3, tinitus
akut, sub-akut, dan kronis. Tinitus akut jika pasien telah mengalaminya kurang
4

dari 3 bulan dan dianggap sub-akut setelah 3 bulan, disebut kronis ketika pasien
telah mengalaminya selama 6 bulan atau lebih. 14
Tujuan menilai apakah tinitus akut atau kronis, berhubungan dengan
pilihan terapi tertentu.14 Tetapi pembagian tinitus yang paling sering digunakan
adalah tinitus subyektif dan tinitus obyektif.17

2.3. Epidemiologi
Tinitus umumnya dikaitkan dengan gangguan pendengaran, paparan
kebisingan, penuaan dan stres dan lebih jarang dengan efek otologis, neurologis,
infeksi, dan yang terkait dengan obat serta komorbiditas lainnya.15
Menurut WHO, 278 juta orang menderita tinitus, sekitar 15% dari populasi
dunia. Dalam sebuah penelitian populasi yang dilakukan di kota Sao Paulo,
kejadian tinitus lebih umum terjadi pada wanita (26% pada wanita dan 17% pada
pria). Prevalensi ini meningkat menjadi 35% pada individu yang berusia lebih dari
60 tahun.5
Hasil penelitian yang dilakukan di Nepal kejadian tinitus sekitar 10,1%
hingga 14,5% orang dewasa ditemukan memiliki keluhan tinitus, dengan
prevalensi yang lebih tinggi pada pria daripada wanita. dan ditemukan meningkat
seiring dengan bertambahnya usia.5, 11
Hasil penelitian yang dilakukan di oleh Dimas 2010, angka kejadian pada
laki-laki 15 orang (48,4%) dan perempuan 16 orang (51,6%),dengan rentang umur
25-60 tahun. Pasien tinitus dengan pendengaran normal sebanyak 18 orang
(58,1%) dan kurang pendengaran sebanyak 13 orang (41,9%).18
Pada populasi tinitus, prevalensi hiperacusis (berkurangnya toleransi
terhadap suara sehari-hari) adalah 40-86%.15
Angka kejadian tinitus subyektif lebih sering ditemukan daripada tinitus
obyektif .1Tinitus subyektif hampir ditemukan pada 95% kasus tinitus.15,16
Pada penilitian Gudawi tahun 2017, didapatkan 28% dari penderita tinitus
subyektif memiliki onset tinitus antara 2,5 bulan sampai 6 bulan. 24% dari pasien
memiliki onset tinitus sejak 0,5 hingga 1 tahun, 4% sejak 1,0 hingga 1,5 tahun,
12% sejak 1,5 hingga 2 tahun, 16% sejak 2,0 hingga 5,0 tahun, dan 16% memiliki
onset tinitus lebih dari 5 tahun. 12
5

2.4. Etiologi
Berbagai gejala klinis dapat mendasari tinitus subyektif. Paling sering,
kondisi ini menyebabkan gangguan pendengaran,yang dianggap sebagai langkah
awal dalam generasitinitus pada pasien ini. Gangguan pendengaran yang diinduksi
oleh kebisingan, presbiakusis,obat ototoksik, labirinitis, herpes zoster oticus,
Penyakit Meniere, dan gangguan pendengaran genetik menyebabkankerusakan sel
rambut telinga bagian dalam yang mengakibatkan gangguan pendengaran,
yangdapat menyebabkan tinitus subyektif. Otitis media kronis, kolesteatoma,
oklusi kanal, dan otosklerosis dapat menyebabkangangguan pendengaran
konduktif yang pada akhirnya dapat menyebabkan tinitus.Lesi yang
mempengaruhi saraf koklea dan Sistem Saraf Pusat (SSP) seperti neuroma
akustik, meningioma,multiple sclerosis, dan penyakit Charcot-Marie-Toothjuga
dapat menyebabkan tinitus, biasanya bersamaan dengan kejadian hearing loss.17

Otologi HearingLoss, Kolesteatoma, Meniere, Vestibuler Schwannoma


Toxicologi Obat-obatan
Somatis Disfungsi TMJ, penyakit kepala-leher
Trauma Pengambilan serumen
Neurologi MultipleSclerosis, hipotensi spontan,
Infeksi Virus, bateri, jamur
Metabolik Hiperlipidemia, Diabetes Melitus, Defisiensi Vit B12
Tabel 1. Penyebab tinitus subyektif10

Tinitus Subyektif dikaitkan dengan peningkatan prevalensi depresi dan


kecemasan. Namun, waktu dan urutan hubungan yang tepat tidak jelas. Tidak ada
bukti bahwa gangguan afektif menyebabkan tinitus, tetapi kecemasan atau depresi
dapat mengubah toleransi pasien terhadap tinitus atau diperburuk oleh tinitus.
Faktor kepribadian individu, seperti lebih ditarik secara sosial, kurang toleran
terhadap stres, dan lebih cenderung merasa menjadi korban dari keadaan hidup,
dikaitkan dengan durasi yang lebih lama dan gangguan yang lebih besar dari
tinitus.16

2.5. Patofisiologi
Karena tinitus adalah gejala dan bukan penyakit, tidak ada tes obyektif
untuk mengkonfirmasi keberadaannya atau menilai tingkat keparahannya. Untuk
alasan ini, sebagian besar pemeriksaan tinitus tanpa bukti. Etiologi tinitus sering
6

multifaktorial, tetapi dalam banyak kasus, tinitus merupakan respons sistem saraf
pusat terhadap input yang tidak mencukupi atau abnormal dari telinga.16
Tinitus subyektif jauh lebih umum dan dapat terjadi pada hampir semua
gangguan telinga. Penyebab umum termasuk gangguan pendengaran sensorineural
(misalnya: Trauma akustik), obstruksi saluran telinga oleh serumen, infeksi (mis.
Otitis media), obstruksi tuba Eustachius dan obat-obatan seperti salisilat.
Mayoritas pasien memiliki tinitus “sensorineural”, yang berhubungan dengan
gangguan pendengaran pada koklea atau level saraf koklea.14

2.6. Manifetasi Klinis Tinitus


Gejala yang yang dirasakan oleh pasien dengan tinitus subyektif adalah
hiperakusis, distorsi suara, gangguan tidur, dan gejala psikologis seperti gangguan
afek, fonofobia, dan atau depresi. Gejala lainnya berhubungan dengan dengan
fungsi kognitif seperti gangguan : persepsi, konsentrasi, berfikir, memori, bahasa,
kecepatan, menyelesaikan masalah dan perintah lisan.12
Komorbiditas dapat terjadi sebelumnya atau diinduksi oleh tinitus. Sering
komorbiditas psikologis, psikosomatik, dan/ kejiwaan dikaitkan dengan tinitus.
Kecemasan, depresi, dan insomnia umumnya ditemukan pada pasien dengan
tinitus. Semakin tinggi tingkat distres, semakin besar gangguan komorbiditas yang
hadir. Atas dugaan komorbiditas psikologis, penilaian dan pengobatan lebih lanjut
harus dilakukan oleh spesialis yang sesuai (psikolog, spesialis psikosomatik,
psikiater, atau ahli saraf).13

2.7. Pemeriksaan
Pemeriksaan dimulai dengan pemeriksaan THT pada pasien untuk
menyingkirkan penyebab organik dan memastikan bahwa tinitus itu subyektif.
Pada tinitus unilateral, dilakukan pencitraan MRI untuk menyingkirkan penyakit
telinga bagian dalam.13
Pemeriksaan dilakukan pada penderita tinitus subyektif:12,14
1. Pencatatan onset dan durasi tinitus
Tinitus akut jika pasien telah mengalaminya kurang dari 3 bulan dan
dianggap sub-akut setelah 3 bulan. Ini disebut "kronis" ketika pasien telah
7

mengalaminya selama 6 bulan atau lebih. Menilai apakah tinitus akut atau
kronis relevan dengan pilihan perawatan tertentu.
2. Lakukan pemeriksaan fisik untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab
tinitus
3. Pemeriksaan status pendengaran
Dilakukan pemeriksaan status pendengaran, dikategorikan, derajat ringan,
sedang, sedang-berat, berat, profound
4. Pitch matching
Pemeriksaan untuk mengetahui frekuensi tinitus. Tinitus subyektif lebih
banyak di temukan pada frekuensi nada tinggi (rata-rata pada frekuensi
12.000, 14.000, dan 16.000),
5. Loudness matching
Dikategorikan Rendah < 30 dB HL
Keras 31-50 dB HL
Sangat Keras 51-70 dB HL
Profound > 70 dB HL
Pada penelitian Gudwandi, 2017 sebanyak 36% tinitus sengan kategori
bunyi keras, 24% pada bunyi rendah, 20% pada bunyi sangat keras, dan
12% profound.
6. Residual inhibition
Dalam menilai apakah tinitus mengganggu aktivitas sehari-hari, dapat
menggunakan skor THI. Diklasifikasikan menjadi 5: ringan, ringan, sedang,
berat, dan berbahaya.9

7. Level gangguan pada penderita tinitus


Menentukan sejauh mana pasien mengalami tinitus subyektif sebagai
mengganggu atau menyusahkan menggunakan kuesioner yang divalidasi
menggunakanTinnitus Handicap Inventory (THI) kuesioner.

1 Apakah karena keluhan telinga berdengung, anda sulit Ya Tidak Kadang2


berkonsentrasi
2 Apakah kuatnya suara telinga berdengung membuat anda Ya Tidak Kadang2
kesulitan untuk mendengar orang lain?
3 Apakah keluhan telinga berdengung membuat anda kesal? Ya Tidak Kadang2
4 Apakah keluhan telinga berdengung membuat anda bingung? Ya Tidak Kadang2
5 Apakah telinga berdengung membuat anda putus asa? Ya Tidak Kadang2
6 Apakah anda sangat mengeluhkan mengenai keluhan
telingaberdengung ini? Ya Tidak Kadang2
7 Karena keluhan telinga berdengung, apakah anda kesulitan Ya Tidak Kadang2
tidur dimalam hari?
8 Apakah anda merasa tidak dapat menghilangkan keluhan Ya Tidak Kadang2
telinga berdengung anda?
9 Apakah keluhan telinga berdengung, anda terganggu dengan Ya Tidak Kadang2
aktivitas sosial anda? (seperti makan malam,menonton bioskop)
8

10 Karena telinga berdengung, apakah anda merasa frustasi? Ya Tidak Kadang2


11 Karena telinga berdengung, apakah anda merasa menderita Ya Tidak Kadang2
penyakit yang berbahaya?
12 Apakah karena telinga berdengung, anda kesulitan menikmati Ya Tidak Kadang2
kehidupan anda?
13 Apakah telinga berdengung mengganggu pekerjaan anda? Ya Tidak Kadang2
14 Karena telinga berdengung, apakah anda merasa bahwa anda cepat
tersinggung? Ya Tidak Kadang2
Tabel 2. Kuesioner Tinnitus Handicap Inventory (THI)9

KATEGORI SKOR INTERPRETASI


1. Sedikit 0-18 tinitus hanya terdengar di lingkungan yang tenang, mudah
disamarkan dan hampir tidak pernah mengganggu pasien
2. Ringan 18-36 Ditutupi oleh suara lingkungan dan dilupakan selama aktivitas
sehari-hari
3. Sedang 36-56 Tinitus terlihat meskipun ada kebisingan lingkungan, meskipun
kegiatan sehari-hari masih dapat dilakukan. Namun, itu
menyusahkan saat istirahat atau dalam keheningan dan terkadang
membuat sulit tidur
4. Parah 58-76 tinitus selalu terdengar, mengganggu aktivitas sehari-hari;
menyebabkan istirahat dan pola tidur terganggu. Pasien-pasien ini
sering mencari bantuan medis
5.Katastropik 78-100 semua gejala lebih buruk daripada grade sebelumnya, terutama
laporan. Dimungkinkan untuk menemukan penyakit kejiwaan
terkait dalam kasus ini.
Tabel 3. Interpretasi Skor THT

2.8. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis, dokter akan melakukan serangkaian
prosedur diagnostik, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik termasuk otoscopy,
uji garpu tala, audiometri, tinnitus psychoaccoust.6
a. Anamnesis
Pada penelitian oleh Koning, 2019, Riwayat klinis yang ditanyakan meliputi
karakteristik tinitus (sisi kiri dan/ sisi kanan, riwayat trauma, durasi keluhan,
usia onset, dan intensitas minimal, maksimal dan rata-rata tinitus mereka
diukur dengan skala analog visual), obat-obatan, dan bersamaan gejala
(gangguan pendengaran yang dilaporkan sendiri, adanya ketidakseimbangan,
pusing, dan nyeri serviks). Faktor yang memperberat dan memperburuk, Diet
dan Kebiasaan seperti merokok, konsumsi alkohol.
b. Pemeriksaan Fisik
9

CAE dan membran timpani harus diperiksa untuk mengetahui adakah impaksi
serumen, perforasi, atau infeksi. Saraf kranial harus diperiksa untuk mencari
bukti kerusakan batang otak atau kehilangan pendengaran. Auskultasi di leher,
area periaurikular, orbit, dan mastoid harus dilakukan. Tinitus yang berasal
dari vena dapat ditekan dengan kompresi vena jugularis ipsilateral.
c. Pemeriksaan Tambahan
Selain itu, Untuk mendiagnosis suatu tinitus dapat dilakukan dengan
menggunakan kuesioner.Kuesioner tersebut berguna untuk penilaian tinitus
dan dapat membantu dalam memahami keparahan masalah dan dampaknya
pada kehidupan individu. Penelitian dilakukan lebih banyak berfokus pada
strategi pengobatan tinitus berdasarkan gejala, dan bertujuan untukmelakukan
penilaian tepat, yang dapat diandalkan dan valid.5

Tinitus

Anamnesis, PF, audiometri

Subyektif Obyektif

Unilateral Bilateral Pulsatil Kontinu

PF telinga PF telinga Trauma CT Scan MRI


KP Tanpa KP
normal abnormal kepala

MRI Serumen
infeksi Etiologi
Otosklerosis, Metabolik, Tuba patent,
presbikusis, psikogenik, vaskuler myoklonus, spasme m.
ototoksik ototoksik stapedius
Disertai
Disertai vertigo, KP &
vertigo / KP :
gangg neurologis : infeksi,
Meniere’s,
tumor batng otak, sklerosis
neuroma
multiple
akustik
10

Bagan 1. Diagnosis Tinitus

2.9.Penatalaksanaan Tinitus
Anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah alat diagnostik utama untuk
tinitus.Elemen kunci dari pemeriksaan fisik termasuk kepala, mata, telinga,
hidung, tenggorokan, leher, dan sistem neurologis untuk mencari penyebabnya.
Tabel 4 memberikan temuan pemeriksaan fisik yang membantu dalam evaluasi
pasien dengan tinitus.16
KATEGORI TEMUAN KETERANGAN
Telinga Canalis Auditorius Externus (CAE) Serumen, Benda asing, stenosis
Middle Ear Disease Efusi, Kolesteatoma, atau Lesi Intratimpani
Kerusakan Inner Hair Cell (IHC) Kongenital Hearing Loss, Labirintitis, NIHL,
Ototoksik, Presbiakusis
Mata Papil Edema/ Gangguan Peningkatan Tekanan Intrakranial curiga masa/
penglihatan Idiopatik Hipertensi Intrakranial
Muskuloskeletal Perubahan persepsi tinitus selama Persepsi tinitus berkurang/ meningkat dengan
penggilingan gigi, sisi ke sisi atau manuver ini (komponen somatosensori terkena)
memutar kepala yang ditahan
Nyeri leher atau gerakan terbatas Nyeri di area ini mungkin mengarah pada
komponen somatosensori untuk dilakukan
rujukan ke Dokter gigi atau THT
Nyeri sendi temporomandibular,
nyeri atau krepitus dengan gerakan
Nyeri otot pengunyahan
Neurologi Tes saraf kranial abnormal Curiga Schwannoma vestibular dapat dikaitkan
dengan hipertensi intrakranial atau hipotensi
Meningitis, Meningioma, Multiple
Sklerosis, Vestibuler Scwannoma
Keseimbangan abnormal, tes jari-
ke-hidung, atau disdiadokokinesia
Diet Kafein, Ethanol
Obat Antibitik, antidepresan,
Imonomodulator, Nikotin
Tabel 4. Pemeriksaan Fisik dan Kemungkinan Penyebab Tinitus Non Pulsatil16, 18

Antibiotik Aminoglikosida, Makrolid, Vancomisin


Antidepresan TCA, SSRI, SNRI
Antimalaria Kuinin
Kemoterapi Cisplatin
Loop Diuretic Lasik, Asam Ethakrinik
Imuno Modulator Infergen, Mikofenolat, Sirolimus, Soriatan, Takrolimus
NSAID Ibuprofen
Salisilat Aspirin
11

Tabel 5. Obat Penyebab Tinitus Non Pulsatil 16, 18

Saat ini tidak ada obat untuk tinitus, juga tidak ada obat berlisensi untuk
meringankan gejala. Alasan yang pengobatan farmakologis yang efektif untuk
tinitus termasuk heterogenitas tinitus dan pengetahuan kita yang terbatas tentang
patofisiologi dari berbagai bentuk tinitus yang berbeda. Akibatnya, sebagian besar
pilihan pengobatan tinitus terutama diarahkan untuk mengurangi atau mengelola
gejala tinitus.15
Penatalaksanaan tinitus subyektif dilakukan dengan beberapa tahap. Pada
tahap :
1. Penilaian psikologis terhadap pasien. Dimulai dari saat pertama kali
bertemu. Kemanjuran wawancara akan sangat tergantung pada sikap
dokter terhadap pasien. Pasien dengan tinitus memiliki karakteristik
khusus, karena pada umumnya, mereka telah dirawat oleh banyak dokter
di masa lalu, termasuk spesialis THT, yang akan memberi mereka saran
negatif seperti: "tidak ada obat untuk tinitus", " tinitus tidak pernah
berjalan” dan “anda harus belajar untuk hidup dengan itu”, dan ini
memiliki efek menurunkan mood mereka dan meningkatkan persepsi
tinitus mereka.13
Empati pewawancara ditunjukkan dengan cara mereka mendengarkan,
merasakan, memahami dan merespons pasien.Tujuan utama dalam fase ini
adalah untuk membangun "hubungan" yang nyaman. Wawancara berakhir
ketika pasien telah memberikan informasi yang cukup tentang kesulitan
mereka.Keaslian berarti bahwa terapis otentik berperilaku secara spontan,
non-defensif, terbuka tanpa memerlukan ketulusan atau bermain peran.
2. Pengobatan menyebabkan patologi yang mendasarinya17
Gangguan pendengaran akan mengurangi tinitus. Misalnya :
- pengangkatan serumen atau benda asing dapat meringankanbaik
gangguan pendengaran dan tinnitus terkaitpenyumbatan saluran audit
eksternal
- Stapedectomyuntuk pasien dengan otosklerosis tanpa adanya
signifikankehilangan sensorineural dapat meringankan tinitusnya
12

- Konsumsi kafein atau aspirin yang berkurang dapat secara


substansialmeningkatkan atau meringankan tinitus pada pasien yang
menelan kadar tinggizat ini.
- Amplifikasi
Mayoritas pasien dengan tinitus subyektif memiliki gangguan
pendengaran yang signifikan. Alat bantu dengar meningkatkan ambang
kebisingan yang dirasakan oleh pasien, dengan demikian menutupi
tinitus. Penggunaan alat bantu dengar yang tepatbisa menurunkan
tinitus subyektif pada 50% pasientinnitus dengan hearing loss.
Selain itu, pemulihan input audit dalam frekuensi hilang, khususnya
yang cocok dengan frekuensi spektrum tinitus, mengarah ke plastisitas
auditoty sentral, yang dapat menurunkan tinitus. Idealnya, pasien
dengan bilateral tinitus subyektif harus dilengkapi dengan pendengaran
bilateral bantuan yang mencakup pita amplifikasi frekuensi tinggi yang
lebar dan membuka cetakan telinga. Cetakan terbuka akan mengurangi
oklusi efek. dan perbaiki amplifikasi pada frekuensi yang lebih tinggi.
Pengaturan alat bantu dengar yang ideal untuk pasien dengan
gangguan pendengaran dan tinitus akan mencakup mikrofon
omnidirectional, titik kompresi lebih rendah, menonaktifkan
pengurangan noise digital, dan pembatalan umpan balik digital aktif
3. Tinnitus Masking17
Penggunaansuara masking dapat menyebabkan hambatan residual, atau
menghentikan suara tinnitus selama beberapa detik hingga berjam-jam.
Penghambatan residual dihipotesiskan untuk hasil &penghambatan
aktivitas sinkron dalam jalur auditoty& suara masking yang terletak di
dalam frekuensi yang dipengaruhi oleh gangguan pendengaran yang
disajikan di atas minimal ambang batas masking.
4. Tinnitus Retraining Therapy (TRT) atau Terapi Habituasi6
Bertujuan untuk mengubah jaringan saraf yang paling aktif pada pasien
dengan gangguan tinitus, yaitu sistem limbik (segmen hippocampal) dan
sistem saraf otonom, terlepas dari sumber tinitus.
TRT didasarkan pada tiga pilar:
- Demistifikasi: mencakup semua tindakan yang digunakan untuk
mengurangi atau menghilangkan konotasi negatif dan aktivasi sistem
saraf limbik dan otonom.
13

- Konseling: mencakup semua tindakan anti-tinitus. Penghapusan


asosiasi negatif terkait dengan tinitus, melalui sesi konseling di mana
pasien memahami fungsi pendengaran dan mekanisme persepsi tinitus,
mungkin cukup untuk mempromosikan pembiasaan reaksi, yaitu,
pasien masih dapat merasakan tinitus, tetapi tidak lagi terganggu
olehnya.
- Habituasi: proses fisiologis yang ditandai dengan penurunan respons
progresif terhadap stimulus yang sama. Penggunaan bersamaan terapi
suara mungkin diperlukan, karena itu mempromosikan input suara
konstan, baik melalui generator suara, prostesis amplifikasi alat bantu
dengar atau suara lingkungan.
Habituasi terjadi jika stimulus netral, yaitu bebas dari asosiasi dan/
konotasi dengan keadaan emosi negatif. Pasien dengan hyperacusis,
terkait atau tidak dengan tinitus, juga kandidat untuk pengobatan
dengan TRT. Kemanjuran terapi habituasi adalah sekitar 84-86%, dan
dapat bervariasi sesuai dengan kepatuhan pasien terhadap pengobatan.
6,18

5. Neuromonics18
Perangkat Neuromonics menggunakanterapi suara. Terapi dengan
mendengarkan music yang telah dimodifikasiatau “music tenang”.
Didengarkan selama untuk 2-4 jam setiap hari. Spektrum suara dari
kebisingan ini terbentuksesuai dengan audiogram pasien untuk
mengkompensasi hearing loss. Lebih dari 6-24 bulan, suara bising secara
bertahapmenurun. Dasar pemikiran yang mendasari adalah stimulasi
frekuensi akan melawan hearing loss. Akibat gangguan pendengaran yang
sudah ada sebelumnya, suara yang menenangkan melawan umpan balik
negatif dari system limbik, dan nada tinitus yang cocok juga
dimasukkanke dalam program ini akan menyebabkan desensitisasi
bertahap.
6. Implan koklea6,18
Hingga 80% penerima implan koklea memiliki derajat keparahan tinitus
sedang hinggaberat. Hampir seluruh penelitian tentang implant koklea, di
dapatkan perkembangan pada unilateralimplantasi multichannel di
sebagian besar implant (60-90%), dengan beberapa penerima
14

menunjukkan peningkatantinitus kontralateral melalui penghambatan


residual (34-38).Namun ada beberapa pasien mengalami onset baru atau
meningkatkeparahan tinitus mereka setelah implantasi koklea.
Memburuknya tinitus sebelumnya dantinitus onset baru lebih sering terjadi
implantasi koklea bilateral.
7. Farmakoterapi18
Berbagai macam obat standar dan suplemen herbaltelah digunakan oleh
pasien untuk mengurangi atau mengurangitinitus mereka, termasuk agen
anestesi (IV lidocaine),antikonvulsan, antidepresan, antihistamin,
benzodiazepin,diuretik, agonis GABA (Baclofen), ekstrak GinkoBiloba,
histamin, steroid, dan vitamin. Hanya ada beberapa agen telah terbukti
menjadi agen yang efektif secara konsistenmeningkatkan persepsi pasien
tentang tinitus mereka: IV lidokain,antidepresan, dan steroid.
a. Lidocaine, sebuah anestesi lokal tipe amina dan obat anti aritmia kelas
1B, memblokir saluran natrium dan memiliki efek pada penembakan
sejumlah saluran neuron lainnya. Lidocaine menekan tinitus pada 40-
80%pasien. Situs aksi terletak di kedua koklea danCNS. Lidokain
intravena mungkin efektif hingga 4 minggusetelah injeksi, meskipun
eliminasi paruh waktu 90-120 menit pada sebagian besar pasien.
injeksi lidokain intratimpanik juga efektif untuk pengobatan
tinitus,tetapi tingginya insiden efek samping vestibular membatasi
penggunaannya.
b. Antidepresan telah diuji untuk pengobatan tinitus nonpulsatil
Kriteria yang digunakan pada terapi ini adalah durasi, tingkat
keparahan tinitus, dan obat yang digunakan,
c. Narkoba
Termasuk nortriptyline, paroxetine, sertraline, dantrimipramine. Secara
keseluruhan, pasien dengan kecemasan,depresi, dan tinitus yang lebih
parah lebih mungkin terjadimanfaat dari penggunaan obat-obatan ini
d. Steroid (Intratympanic atau oral)
Telah dijelaskan sebagai metode pengendalian yang efektif pada tinitus
dalam Penyakit Meniere. Namun, sebagian besar uji coba terapi steroid
untuk penyakit Meniere menggunakan kontrol vertigo sebagai hasil
utama merekamengukur. Dalam uji coba ini, kontrol tinitus adalah
yang sekunderatau ukuran hasil tersier.
15

Steroid intratimpanik terbukti tidak efektif untuk pengobatan tinitus


subyektif. Sejumlah suplemen diet dan vitamin telah digunakan untuk
mengobati tinitus, termasuk multivitamin (A, Bl,B3, B6, B9, C, E,
magnesium, mangan, selenium, danseng), antioksidan (flavonoid,
Koenzim Q, karotenoid)dan obat herbal (ginko biloba, dmidfuga
racemosa,comus officinalis, verbascum desiflorum, yoku-kan-san).
Meskipun biasanya dianggap tidak berbahaya, suplemen inimungkin
memiliki efek samping yang signifikan dan dapat berinteraksi dengan
obat-obatan resep dokter. Tetapi, hanya ada sedikit buktikemanjuran.
dan seringkali harganya mahal
e. Dekompresi Mikrovaskuler
Kompresi vaskular dari saraf vestibulocochlear (N.VIII) sebagai
penyebab tinitus nonpulsatil atau pulsatile sangat kontroversial. Pada
penelitian Jannetta, 1975mengatakan bahwa tinitus, vertigo, dan SNHL
dapat dikaitkan dengankompresi N. VIII dari loop redundan, arteri
serebelar anterior inferior di cerebellopontine sudut. Studi MRI terbaru
sering mendokumentasikan,kontak tanpa gejala antara loop vaskular
danN. VIII membantah keberadaan sindrom dan kehati-hatian
inimelawan swag dekompresi mikrovasrular.
Namun demikian, laporan dekompresi mikrovaskuler berkhasiatsaraf
vestibulocochlear menyarankan bedahpengobatan sindrom loop
vaskular mungkin bermanfaat untuk
beberapa pasien. Vaskular Loop paling baik diidentifikasidengan MRI
menggunakan konstruktifinterfence dalam kondisiCISS baik
8. Terapi Lain16
Berbagai terapi lain telah berhasil digunakan pengobatan tinitus subyektif.
Strategi Neurofeedback dapat menurunkan persepsi suara tinitus pada
pasien yang mampumemodulasi aktivitas otak mereka. Keduanya
berulangstimulasi magnetik transkranial dan transkranial
langsungstimulasi saat ini telah terbukti menurun.
16

BAB III
KESIMPULAN

Tinitus merupakan persepsi suara yang dihasilkan dari aktivitas dalam


sistem saraf tanpa aktivitas getaran dan mekanik yang sesuai di dalam koklea, dan
tidak terkait dengan stimulasi eksternal dalam bentuk apa pun.1
Tinitus dibagi menjadi dua kategori: obyektif dan subyektif. Tinitus
obyektif adalah tinitus yang dapat didengar oleh orang lain sebagai suara yang
berasal dari saluran telinga. Tinitus subjektif adalah tinitus yang hanya dapat
didengar pasien sendiri tanpa dapat didengar oleh pemeriksa atau orang lain. 4
Sebagian tinitus berlangsung singkat, kurang lebih durasi lima menit dan
terjadi pada usia tua, prevalensi yang lebih tinggi pada pria daripada wanita.
Untuk menegakkan diagnosis, dokter akan melakukan serangkaian
prosedur diagnostik, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik termasuk otoscopy,
uji garpu tala, audiometri, tinnitus psychoaccoust.6
Penatalaksanaan tinitus subyektif dilakukan dengan beberapa tahap.
Menunjukan empati terhadap penyakit pasien, Pengobatan menyebabkan patologi
yang mendasarinya, Tinnitus Masking, Tinnitus Retraining Therapy (TRT) atau
Terapi Habituasi, Neuromonics, Implan koklea6,18, Farmakoterapi18
17

Kompleksitas dan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi sensasi dan


tingkat ketidaknyamanan pada penderita tinnitus membuat setiap pasien unik dan
layak mendapatkan perhatian dan perawatan individual.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Dadoo S, Sharma R, Sharma V. Oto-acoustic emissions and brainstem evoked response


audiometry in patients of tinnitus with normal hearing. American tinnitus
association.2019;Vol 23:18-25
2. Nondahl DM, Cruickshanks KJ, Huang GH, Klein BEK, Klein R, Nieto FJ, et al. Tinnitus
and its risk factors in the beaver dam offspring study. Int J Audiol. 2015; Vol 50:313-20
3. Antonelli PJ. Assessment of peripheral and central auditory function. In: Bailey BJ,
Johnson JT, Newlands SD, editors. Head and neck surgery-otolaryngology. 4 ed.
Baltimore: Williams & Wilkins; 2006. p. 1927-31
4. McCormack A, Jones ME, Mellor D, Dawes P, Munro K J, Moore D R, at al. Association
of dietary factors with presence and severity of tinnitus in a middleaged UK population.
US National Library of MedicineNational Institutes of Health. 2014; Vol 9:12
5. Neupane AK, Ghimire A, Bhattarai B, Prabhu P. Development and standardization of
tinnitus handicap inventory in Nepali. American tinnitus association.2019;Vol 23:47-51
6. Onishi ET, Coelho CC, Oiticica J, Figueiredo RR, Guimaraes RDC, Sanchez TG, et al.
Tinnitus and sound intolerance: evidence and experience of a Brazilian group. 2018; Vol
84:24-28
7. Baguley D, McFerran D, Hall D. Tinnitus. Lancet (London, England). 2013; Vol
382(9904):1600–7.
8. Tyler RS, Noble W, Roncancio E. Tinnitus and Hyperacusis. In: HandBook of Clinical
Audiology. 7th Ed. 2016. 647-658 p.
18

9. Bashiruddin JE, Alviandi W, Reinaldo A, Safitri ED, Pitoyo Y, Ranakusuma RW. Validity
and reliability of the Indonesian version of tinnitus handycap inventory. Med J Indones.
2015;Vol 24:36-42
10. Koning HM. Sleep disturbances associated with tinnitus: Reduce the maximal intensity of
tinnitus. American tinnitus association. 2019; Vol 23:64-68
11. McCormack A, Morre D. The prevalence of tinnitus and the relationship with neuroticism
in middle-age UK population. Journal of psichocomatic research. 2014; Vol 76:56-60
12. Gudwani S, Munjai SK, Panda NK, Kohli A. Association of chronic subyective tinnitus
with neuro-cognitive performance. International tinnitus journal. 2017;21(2):90-97
13. Canals P, Valle BP, Lopez F, Marco A. The efficacy of individual treatment of subjective
tinnitus with cognitive behavioural theraphy. Acta Otorrinolaringologica espanola. 2016;
Vol 67:187-192
14. Cima RF, Mazurek B, Haider H, Kikidis D, Lapira A, Norena A, et al. A Multidisciplinary
European guideline for tinnitus: diagnostics, assessment, and treatment. Springer nature.
2019;Vol 67:10-42
15. Haider HF, Bojic T, Ribeiro SF, Paco J, Hall DA, Szczepek AJ. Pathophysiology of
subjective tinnitus: triggers and maintenance. Front Neurosci. 2018; Vol 1:8-66
16. Atik A. Pathophysiology and treatment of tinnitus: an elusive disease. Indian j
otolaryngol head neck surg. 2014; Vol 66: 1-5
17. Bailey BJ. Head and neck surgery-otolaryngology. In Johnson JT, Rosen CA. Editors.
Tinnitus and Hyperacusis. 5th ed. Philadelphia Lippincott Williams & Wilkins; 2014:
2597-2614
18. Nugroho DA, Muyassaroh, Naftali Z. Hubungan frekuensi dan intensitas tinitus subyektif
dengan kualitas hidup pasien. Oto rhino laryngologi indonesiana. 2015; Vol 45: 19-26

Anda mungkin juga menyukai