Oleh :
Rikha Liemiyah
Pembimbing :
Dr. Muyassaroh, Sp.THT-KL (K), Msi.Med
PENDAHULUAN
Tinitus berasal dari bahasa Latin “tinnere” yang artinya dering. Tinitus
adalah persepsi bunyi yang diterima pasien tanpa adanya stimulus suara dari luar
telinga. Tinitus dapat bersifat obyektif dan subyektif. Tinitus subyektif adalah
tinitus yang hanya dapat didengar pasien sendiri tanpa dapat didengar oleh
pemeriksa atau orang lain. Tinitus subyektif lebih banyak dijumpai dalam praktek
sehari-hari yaitu 95% dari total penderita tinitus.3
Pada penelitian Dimas, 2010, tinitus subyektif diderita lebih banyak
perempuan (51,6 %) di banding laki-laki (48,4 %), dengan rentang umur 25–60
tahun. Pasien dengan pendengaran normal (58,1%) lebih banyak dijumpaidaripada
pasien tinitus dengan kurang pendengaran (41,9%). Kualitas hidup pasien
terbanyak didapatkan gangguan sedang sebanyak 12 (38,7%). Frekuensi tinitus
berhubungan dengan kualitas hidup pasien (p = 0,005) dengan tingkat korelasi
sedang (r = 0,491). Intensitas tinitus berhubungan dengan kualitas hidup pasien (p
= 0,043) dengan tingkat korelasi lemah (r = 0,365).19
Tinitus merupakan suatu gejala, bukanlah keadaan yang membahayakan,
namun munculnya gejala ini pada hampir kebanyakan orang sangat mengganggu
dan sering mempengaruhi kualitas hidup dan pekerjaannya. 2 Tatalaksana pada
tinitus sering diberhentikan karena kepercayaan yang salah, bahwa tidak ada
terapi yang tersedia untuk pasien ini, pasien selalu diinstruksikan bahwa tidak ada
obat atau operasi untuk membantu mereka. 17
Tujuan dari penulisan Tinjauan Pustaka ini adalah mempelajari tatalaksana
tinitus agar dapat dikelola dengan baik dan diharapkan dapat meningkatkan
kualitas hidup penderita tinitus dan meningkatkan pelayanan terhadap tatalaksana
tinitus.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dari 3 bulan dan dianggap sub-akut setelah 3 bulan, disebut kronis ketika pasien
telah mengalaminya selama 6 bulan atau lebih. 14
Tujuan menilai apakah tinitus akut atau kronis, berhubungan dengan
pilihan terapi tertentu.14 Tetapi pembagian tinitus yang paling sering digunakan
adalah tinitus subyektif dan tinitus obyektif.17
2.3. Epidemiologi
Tinitus umumnya dikaitkan dengan gangguan pendengaran, paparan
kebisingan, penuaan dan stres dan lebih jarang dengan efek otologis, neurologis,
infeksi, dan yang terkait dengan obat serta komorbiditas lainnya.15
Menurut WHO, 278 juta orang menderita tinitus, sekitar 15% dari populasi
dunia. Dalam sebuah penelitian populasi yang dilakukan di kota Sao Paulo,
kejadian tinitus lebih umum terjadi pada wanita (26% pada wanita dan 17% pada
pria). Prevalensi ini meningkat menjadi 35% pada individu yang berusia lebih dari
60 tahun.5
Hasil penelitian yang dilakukan di Nepal kejadian tinitus sekitar 10,1%
hingga 14,5% orang dewasa ditemukan memiliki keluhan tinitus, dengan
prevalensi yang lebih tinggi pada pria daripada wanita. dan ditemukan meningkat
seiring dengan bertambahnya usia.5, 11
Hasil penelitian yang dilakukan di oleh Dimas 2010, angka kejadian pada
laki-laki 15 orang (48,4%) dan perempuan 16 orang (51,6%),dengan rentang umur
25-60 tahun. Pasien tinitus dengan pendengaran normal sebanyak 18 orang
(58,1%) dan kurang pendengaran sebanyak 13 orang (41,9%).18
Pada populasi tinitus, prevalensi hiperacusis (berkurangnya toleransi
terhadap suara sehari-hari) adalah 40-86%.15
Angka kejadian tinitus subyektif lebih sering ditemukan daripada tinitus
obyektif .1Tinitus subyektif hampir ditemukan pada 95% kasus tinitus.15,16
Pada penilitian Gudawi tahun 2017, didapatkan 28% dari penderita tinitus
subyektif memiliki onset tinitus antara 2,5 bulan sampai 6 bulan. 24% dari pasien
memiliki onset tinitus sejak 0,5 hingga 1 tahun, 4% sejak 1,0 hingga 1,5 tahun,
12% sejak 1,5 hingga 2 tahun, 16% sejak 2,0 hingga 5,0 tahun, dan 16% memiliki
onset tinitus lebih dari 5 tahun. 12
5
2.4. Etiologi
Berbagai gejala klinis dapat mendasari tinitus subyektif. Paling sering,
kondisi ini menyebabkan gangguan pendengaran,yang dianggap sebagai langkah
awal dalam generasitinitus pada pasien ini. Gangguan pendengaran yang diinduksi
oleh kebisingan, presbiakusis,obat ototoksik, labirinitis, herpes zoster oticus,
Penyakit Meniere, dan gangguan pendengaran genetik menyebabkankerusakan sel
rambut telinga bagian dalam yang mengakibatkan gangguan pendengaran,
yangdapat menyebabkan tinitus subyektif. Otitis media kronis, kolesteatoma,
oklusi kanal, dan otosklerosis dapat menyebabkangangguan pendengaran
konduktif yang pada akhirnya dapat menyebabkan tinitus.Lesi yang
mempengaruhi saraf koklea dan Sistem Saraf Pusat (SSP) seperti neuroma
akustik, meningioma,multiple sclerosis, dan penyakit Charcot-Marie-Toothjuga
dapat menyebabkan tinitus, biasanya bersamaan dengan kejadian hearing loss.17
2.5. Patofisiologi
Karena tinitus adalah gejala dan bukan penyakit, tidak ada tes obyektif
untuk mengkonfirmasi keberadaannya atau menilai tingkat keparahannya. Untuk
alasan ini, sebagian besar pemeriksaan tinitus tanpa bukti. Etiologi tinitus sering
6
multifaktorial, tetapi dalam banyak kasus, tinitus merupakan respons sistem saraf
pusat terhadap input yang tidak mencukupi atau abnormal dari telinga.16
Tinitus subyektif jauh lebih umum dan dapat terjadi pada hampir semua
gangguan telinga. Penyebab umum termasuk gangguan pendengaran sensorineural
(misalnya: Trauma akustik), obstruksi saluran telinga oleh serumen, infeksi (mis.
Otitis media), obstruksi tuba Eustachius dan obat-obatan seperti salisilat.
Mayoritas pasien memiliki tinitus “sensorineural”, yang berhubungan dengan
gangguan pendengaran pada koklea atau level saraf koklea.14
2.7. Pemeriksaan
Pemeriksaan dimulai dengan pemeriksaan THT pada pasien untuk
menyingkirkan penyebab organik dan memastikan bahwa tinitus itu subyektif.
Pada tinitus unilateral, dilakukan pencitraan MRI untuk menyingkirkan penyakit
telinga bagian dalam.13
Pemeriksaan dilakukan pada penderita tinitus subyektif:12,14
1. Pencatatan onset dan durasi tinitus
Tinitus akut jika pasien telah mengalaminya kurang dari 3 bulan dan
dianggap sub-akut setelah 3 bulan. Ini disebut "kronis" ketika pasien telah
7
mengalaminya selama 6 bulan atau lebih. Menilai apakah tinitus akut atau
kronis relevan dengan pilihan perawatan tertentu.
2. Lakukan pemeriksaan fisik untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab
tinitus
3. Pemeriksaan status pendengaran
Dilakukan pemeriksaan status pendengaran, dikategorikan, derajat ringan,
sedang, sedang-berat, berat, profound
4. Pitch matching
Pemeriksaan untuk mengetahui frekuensi tinitus. Tinitus subyektif lebih
banyak di temukan pada frekuensi nada tinggi (rata-rata pada frekuensi
12.000, 14.000, dan 16.000),
5. Loudness matching
Dikategorikan Rendah < 30 dB HL
Keras 31-50 dB HL
Sangat Keras 51-70 dB HL
Profound > 70 dB HL
Pada penelitian Gudwandi, 2017 sebanyak 36% tinitus sengan kategori
bunyi keras, 24% pada bunyi rendah, 20% pada bunyi sangat keras, dan
12% profound.
6. Residual inhibition
Dalam menilai apakah tinitus mengganggu aktivitas sehari-hari, dapat
menggunakan skor THI. Diklasifikasikan menjadi 5: ringan, ringan, sedang,
berat, dan berbahaya.9
2.8. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis, dokter akan melakukan serangkaian
prosedur diagnostik, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik termasuk otoscopy,
uji garpu tala, audiometri, tinnitus psychoaccoust.6
a. Anamnesis
Pada penelitian oleh Koning, 2019, Riwayat klinis yang ditanyakan meliputi
karakteristik tinitus (sisi kiri dan/ sisi kanan, riwayat trauma, durasi keluhan,
usia onset, dan intensitas minimal, maksimal dan rata-rata tinitus mereka
diukur dengan skala analog visual), obat-obatan, dan bersamaan gejala
(gangguan pendengaran yang dilaporkan sendiri, adanya ketidakseimbangan,
pusing, dan nyeri serviks). Faktor yang memperberat dan memperburuk, Diet
dan Kebiasaan seperti merokok, konsumsi alkohol.
b. Pemeriksaan Fisik
9
CAE dan membran timpani harus diperiksa untuk mengetahui adakah impaksi
serumen, perforasi, atau infeksi. Saraf kranial harus diperiksa untuk mencari
bukti kerusakan batang otak atau kehilangan pendengaran. Auskultasi di leher,
area periaurikular, orbit, dan mastoid harus dilakukan. Tinitus yang berasal
dari vena dapat ditekan dengan kompresi vena jugularis ipsilateral.
c. Pemeriksaan Tambahan
Selain itu, Untuk mendiagnosis suatu tinitus dapat dilakukan dengan
menggunakan kuesioner.Kuesioner tersebut berguna untuk penilaian tinitus
dan dapat membantu dalam memahami keparahan masalah dan dampaknya
pada kehidupan individu. Penelitian dilakukan lebih banyak berfokus pada
strategi pengobatan tinitus berdasarkan gejala, dan bertujuan untukmelakukan
penilaian tepat, yang dapat diandalkan dan valid.5
Tinitus
Subyektif Obyektif
MRI Serumen
infeksi Etiologi
Otosklerosis, Metabolik, Tuba patent,
presbikusis, psikogenik, vaskuler myoklonus, spasme m.
ototoksik ototoksik stapedius
Disertai
Disertai vertigo, KP &
vertigo / KP :
gangg neurologis : infeksi,
Meniere’s,
tumor batng otak, sklerosis
neuroma
multiple
akustik
10
2.9.Penatalaksanaan Tinitus
Anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah alat diagnostik utama untuk
tinitus.Elemen kunci dari pemeriksaan fisik termasuk kepala, mata, telinga,
hidung, tenggorokan, leher, dan sistem neurologis untuk mencari penyebabnya.
Tabel 4 memberikan temuan pemeriksaan fisik yang membantu dalam evaluasi
pasien dengan tinitus.16
KATEGORI TEMUAN KETERANGAN
Telinga Canalis Auditorius Externus (CAE) Serumen, Benda asing, stenosis
Middle Ear Disease Efusi, Kolesteatoma, atau Lesi Intratimpani
Kerusakan Inner Hair Cell (IHC) Kongenital Hearing Loss, Labirintitis, NIHL,
Ototoksik, Presbiakusis
Mata Papil Edema/ Gangguan Peningkatan Tekanan Intrakranial curiga masa/
penglihatan Idiopatik Hipertensi Intrakranial
Muskuloskeletal Perubahan persepsi tinitus selama Persepsi tinitus berkurang/ meningkat dengan
penggilingan gigi, sisi ke sisi atau manuver ini (komponen somatosensori terkena)
memutar kepala yang ditahan
Nyeri leher atau gerakan terbatas Nyeri di area ini mungkin mengarah pada
komponen somatosensori untuk dilakukan
rujukan ke Dokter gigi atau THT
Nyeri sendi temporomandibular,
nyeri atau krepitus dengan gerakan
Nyeri otot pengunyahan
Neurologi Tes saraf kranial abnormal Curiga Schwannoma vestibular dapat dikaitkan
dengan hipertensi intrakranial atau hipotensi
Meningitis, Meningioma, Multiple
Sklerosis, Vestibuler Scwannoma
Keseimbangan abnormal, tes jari-
ke-hidung, atau disdiadokokinesia
Diet Kafein, Ethanol
Obat Antibitik, antidepresan,
Imonomodulator, Nikotin
Tabel 4. Pemeriksaan Fisik dan Kemungkinan Penyebab Tinitus Non Pulsatil16, 18
Saat ini tidak ada obat untuk tinitus, juga tidak ada obat berlisensi untuk
meringankan gejala. Alasan yang pengobatan farmakologis yang efektif untuk
tinitus termasuk heterogenitas tinitus dan pengetahuan kita yang terbatas tentang
patofisiologi dari berbagai bentuk tinitus yang berbeda. Akibatnya, sebagian besar
pilihan pengobatan tinitus terutama diarahkan untuk mengurangi atau mengelola
gejala tinitus.15
Penatalaksanaan tinitus subyektif dilakukan dengan beberapa tahap. Pada
tahap :
1. Penilaian psikologis terhadap pasien. Dimulai dari saat pertama kali
bertemu. Kemanjuran wawancara akan sangat tergantung pada sikap
dokter terhadap pasien. Pasien dengan tinitus memiliki karakteristik
khusus, karena pada umumnya, mereka telah dirawat oleh banyak dokter
di masa lalu, termasuk spesialis THT, yang akan memberi mereka saran
negatif seperti: "tidak ada obat untuk tinitus", " tinitus tidak pernah
berjalan” dan “anda harus belajar untuk hidup dengan itu”, dan ini
memiliki efek menurunkan mood mereka dan meningkatkan persepsi
tinitus mereka.13
Empati pewawancara ditunjukkan dengan cara mereka mendengarkan,
merasakan, memahami dan merespons pasien.Tujuan utama dalam fase ini
adalah untuk membangun "hubungan" yang nyaman. Wawancara berakhir
ketika pasien telah memberikan informasi yang cukup tentang kesulitan
mereka.Keaslian berarti bahwa terapis otentik berperilaku secara spontan,
non-defensif, terbuka tanpa memerlukan ketulusan atau bermain peran.
2. Pengobatan menyebabkan patologi yang mendasarinya17
Gangguan pendengaran akan mengurangi tinitus. Misalnya :
- pengangkatan serumen atau benda asing dapat meringankanbaik
gangguan pendengaran dan tinnitus terkaitpenyumbatan saluran audit
eksternal
- Stapedectomyuntuk pasien dengan otosklerosis tanpa adanya
signifikankehilangan sensorineural dapat meringankan tinitusnya
12
5. Neuromonics18
Perangkat Neuromonics menggunakanterapi suara. Terapi dengan
mendengarkan music yang telah dimodifikasiatau “music tenang”.
Didengarkan selama untuk 2-4 jam setiap hari. Spektrum suara dari
kebisingan ini terbentuksesuai dengan audiogram pasien untuk
mengkompensasi hearing loss. Lebih dari 6-24 bulan, suara bising secara
bertahapmenurun. Dasar pemikiran yang mendasari adalah stimulasi
frekuensi akan melawan hearing loss. Akibat gangguan pendengaran yang
sudah ada sebelumnya, suara yang menenangkan melawan umpan balik
negatif dari system limbik, dan nada tinitus yang cocok juga
dimasukkanke dalam program ini akan menyebabkan desensitisasi
bertahap.
6. Implan koklea6,18
Hingga 80% penerima implan koklea memiliki derajat keparahan tinitus
sedang hinggaberat. Hampir seluruh penelitian tentang implant koklea, di
dapatkan perkembangan pada unilateralimplantasi multichannel di
sebagian besar implant (60-90%), dengan beberapa penerima
14
BAB III
KESIMPULAN
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
9. Bashiruddin JE, Alviandi W, Reinaldo A, Safitri ED, Pitoyo Y, Ranakusuma RW. Validity
and reliability of the Indonesian version of tinnitus handycap inventory. Med J Indones.
2015;Vol 24:36-42
10. Koning HM. Sleep disturbances associated with tinnitus: Reduce the maximal intensity of
tinnitus. American tinnitus association. 2019; Vol 23:64-68
11. McCormack A, Morre D. The prevalence of tinnitus and the relationship with neuroticism
in middle-age UK population. Journal of psichocomatic research. 2014; Vol 76:56-60
12. Gudwani S, Munjai SK, Panda NK, Kohli A. Association of chronic subyective tinnitus
with neuro-cognitive performance. International tinnitus journal. 2017;21(2):90-97
13. Canals P, Valle BP, Lopez F, Marco A. The efficacy of individual treatment of subjective
tinnitus with cognitive behavioural theraphy. Acta Otorrinolaringologica espanola. 2016;
Vol 67:187-192
14. Cima RF, Mazurek B, Haider H, Kikidis D, Lapira A, Norena A, et al. A Multidisciplinary
European guideline for tinnitus: diagnostics, assessment, and treatment. Springer nature.
2019;Vol 67:10-42
15. Haider HF, Bojic T, Ribeiro SF, Paco J, Hall DA, Szczepek AJ. Pathophysiology of
subjective tinnitus: triggers and maintenance. Front Neurosci. 2018; Vol 1:8-66
16. Atik A. Pathophysiology and treatment of tinnitus: an elusive disease. Indian j
otolaryngol head neck surg. 2014; Vol 66: 1-5
17. Bailey BJ. Head and neck surgery-otolaryngology. In Johnson JT, Rosen CA. Editors.
Tinnitus and Hyperacusis. 5th ed. Philadelphia Lippincott Williams & Wilkins; 2014:
2597-2614
18. Nugroho DA, Muyassaroh, Naftali Z. Hubungan frekuensi dan intensitas tinitus subyektif
dengan kualitas hidup pasien. Oto rhino laryngologi indonesiana. 2015; Vol 45: 19-26