Anda di halaman 1dari 4

A.

Pengertian Tinnitus

Tinnitus adalah gangguan pendengaran berupa bunyi mendenging pada satu atau kedua telinga padahal
tidak ada rangsangan suara dari luar. Dapat diartikan juga sebagai sensasi bising atau persepsi suara
yang ditimbulkan oleh telinga atau kepala dari penderita sendiri, di saat tidak ada suara apapun di
sekitarnya.

Bunyi yang terdengar bisa beragam, ada yang mendenging, ada yang menderu, ada yang seperti
raungan, desisan, dan lain-lain. Kekuatan bunyinya pun berbeda-beda pada setiap penderita, ada
yang hanya mendengar suara bising yang halus dan tidak terlalu terasa, tetapi ada juga yang
mendengar suara yang keras sampai sulit tidur. Gangguan ini bisa terjadi secara terus-menerus
ataupun hilang-timbul.

Tinnitus sering dikaitkan dengan penurunan fungsi pendengaran karena faktor usia (degenerasi),
trauma pada telinga, atau penyakit pendengaran lainnya. Penelitian menyebutkan bahwa 1 dari 5
orang yang berusia 55-65 tahun mengalami tinnitus. Sehingga tinnitus disebut sebagai salah satu dari
keluhan umum di usia lanjut.

B. Etiologi Tinnitus

Penyebab tinnitus bermacam-macam, dapat terjadi karena faktor dari luar, tengah, dalam telinga,
seperti yang dijelaskan berikut ini:

 Kotoran yang mengeras dan menempel di gendang telinga sehingga sulit dibersihkan. Pada
kasus ini, diperlukan penanganan dokter dengan semprotan spuit dan air.
 Cedera kepala atau leher yang membuat trauma pada bagian pendengaran
 Terlalu sering mendengar suara yang keras, seperti pada saat konser music rock, balapan
mobil, dekat dengan pesawat, dsb.
 Infeksi akut ataupun kronis di bagian telinga tengah oleh jamur atau bakteri
 Penurunan fungsi pendengaran karena sudah lanjut usia (degeneratif)
 Penyakit Meniere di mana terjadi peningkatan tekanan cairan di dalam koklea / rumah siput
sehingga menekan dan merusak saraf pendengaran. Peningkatan tekanan cairan ini dapat
disebabkan oleh tekanan darah yang tinggi karena mengonsumsi makanan bergaram dan berlemak.
 Efek samping dari mengkonsumsi jenis obat-obatan ototoksik seperti analgesik, antibiotic,
obat kemoterapi, diuretik, dsb.
 Faktor psikologis seperti depresi, stress, gelisah yang tidak segera ditangan

C. Patologi Tinnitus
Salah satu penyebab terbanyak dalam kasus tinnitus adalah paparan bunyi yang sangat keras
selama kurun waktu yang lama. Bunyi keras ini berada di atas ambang normal pendengaran manusia
(biasanya di atas 80 dB) dan menimbulkan dengingan dan gaung selama beberapa saat di dalam
telinga.

Rangsangan bunyi yang terlalu kuat dan sering akan menggetarkan cairan di dalam koklea dengan
keras hingga mampu merusak rambut-rambut pendengaran di dekatnya. Kondisi ini menyebabkan
tinnitus. Jika penderita tidak berhati-hati dan tidak segera menghindari sumber bunyi yang kuat
tersebut, lama-kelamaan rambut-rambut pendengaran itu akan mati dan menyebabkan tuli. 

Proses elektrik yang abnormal juga menyebabkan tinnitus, di mana penderita akan merasakan
adanya bunyi bukan karena rangsangan dari luar, melainkan karena bunyi yang dihasilkan dari dalam
telinganya sendiri. Sumber bunyi abnormal itu bisa berasal dari denyut nadi yang terdengar pada saat
seseorang menderita aterosklerosis, atau bisa berasal dari terbukanya tuba eustachius (lapisan yang
berada di antara rongga telinga dan rongga mulut) sehingga tiap kali bernafas akan menggetarkan
gendang telinga dan menghasilkan bunyi. Selain itu, bunyi juga dapat dihasilkan oleh kontraksi yang
kuat dari otot-otot pendengaran.

D. Manifestasi Klinis Tinnitus

Bunyi yang terdengar bisa saja berfrekuensi rendah (low tone) seperti gemuruh, atau berfrekuensi
tinggi (high tone) seperti dengingan. Pada beberapa kasus, suara tinnitus dapat juga didengar oleh
pemeriksanya (dokter). Tinnitus ini disebut tinnitus objektif. Namun, jika bunyinya hanya terdengar
oleh penderita, tinnitus itu disebut tinnitus subjektif.

Jika yang terjadi adalah tinnitus subjektif, maka masih ada tanda yang dapat diamati dari penderita
tinnitus, seperti mudah emosi, pusing, mual, gangguan keseimbangan tunbuh, bahkan sampai
depresi apabila bunyi yang didengarnya sudah sangat sering dan mengganggu aktivitas sehari-hari.

E. Pemeriksaan Tinnitus

Beberapa langkah berikut ini dapat ditempuh untuk memeriksa keparahan dan mencari penyebab
tinnitus:
 Melakukan anamnesis, mendengarkan keluhan penderita secara lengkap: intensitas dan
frekuensi terjadinya tinnitus, kapan terjadi (siang atau malam), berapa lama, dan adakah gejala lain
yang mengiringi seperti vertigo, mual, dan sebagainya
 Pemeriksaan fisik kedua telinga dengan otoskop untuk mengetahui apakah termasuk tinnitus
subjektif atau objektif. Jika bunyinya seirama dengan denyut nadi, kemungkinan besar tinnitus itu
disebabkan oleh penyakit aneurisma, tumor vaskular, atau vascular malformation. Jika seirama
dengan pernafasan, mungkin bisa karena tuba eustachius yang terbuka.
 Pada tinnitus subjektif, pemeriksaan audiometri seperti Pure Tone Audiometry atau BERA
(Brainstem Evoked Response Audiometry) untuk mengetahui penyebab khusus tinnitus tersebut. Jika
hasil tes BERA-nya normal, maka tinnitus tersebut bisa diakibatkan oleh paparan suara bising,
konsumsi obat ototoksik, atau Meniere. Sedangkan jika hasil tesnya neuroma akustik, kompresi
vaskular, atau tumor.
 Jika berbagai pemeriksaan di atas tidak mampu mengidentifikasi penyebab pasti tinnitusnya,
maka dilakukan CT Scan atau MRI untuk memeriksa lebih detail apakah telah terjadi kelainan saraf
atau tidak.

F. Penatalaksanaan Kasus Tinnitus

Penatalaksanaan yang dilakukan untuk meredakan atau menyembuhkan tinnitus dapat ditempuh
melalui beberapa cara berikut ini:

 Elektrofisiologik: memberi rangsangan bunyi dengan intensitas yang lebih tinggi dari tinnitus
yang diderita. Rangsangan ini akan menjadi distraksi (pengalih perhatian) agar tidak merasakan
sensasi bunyi tinnitus.
 Psikologik: memberi dukungan psikologis untuk meyakinkan kepada penderita bahwa kondisi
ini tidak membahayakan dan dapat disembuhkan. Selain itu, penderita dilatih untuk melakukan
relaksasi pada saat bunyi itu terdengar.
 Terapi Medikametosa: penanganan medis seperti pemberian transquilizer, antidepresan
sedatif, vitamin, mineral, dan neurotonik. Selain itu, dapat juga diberikan obat tidur karena umumnya
penderita mendengar bunyi tinnitus lebih jelas pada malam hari khususnya pada saat berangkat tidur
di mana kondisinya sedang sepi dan sunyi.
 Edukasi: mendorong gaya hidup sehat, hindari konsumsi nikotin dan kafein, kurangi makanan
bergaram dan berlemak karena dapat meningkatkan tekanan darah yang menjadi salah satu pemicu
tinnitus, serta tidak mendekati sumber bunyi yang memekakkan telinga. 

G. Fokus Pengkajian Askep Tinnitus


Berikut ini adalah beberapa fokus kajian yang berlaku pada gangguan tinnitus:

 Keluhan Utama: sensasi atau persepsi bunyi


yang mengganggu
 Riwayat Kesehatan: identifikasi riwayat
kesehatan, riwayat penggunaan obat, riwayat penyakit sebelumnya, dan riwayat hospitalisasi sebagai
faktor pendukung terjadinya tinnitus.
 Sirkulasi darah: hipertensi, hipotensi, viskositas
darah menurun, wajah pucat
 Nutrisi dan Cairan: mual dan nafsu makan
menurun, sehingga kekurangan nutrisi dan berat badan menurun.
 Aktivitas: sulit beristirahat, mudah lelah, dan
keseimbangan tubuh terganggu
 Psikologis: mudah emosi hingga depresi 

H. Masalah Umum dan Intervensi Keperawatan Tinnitus

Kecemasan dan Depresi: karena bunyi yang mengganggu dan hilangnya harapan penderita untuk
segera sembuh.

 Intervensi: identifikasi tingkat kecemasan penderita dan sebab kecemasan itu, mendukung
dan meyakinkan bahwa gangguan ini bisa diredakan, melatih penderita untuk relaksasi,
kolaborasikan dengan obat penenang, dan memberikan informasi yang benar kepada pasien agar
dapat mengenali tinnitus dengan lebih baik.

Gangguan Istirahat: penderita yang sudah sangat terganggu akan kesulitan menenangkan diri dan
berujung pada terganggunya jam istirahat mereka.

 Intervensi: identifikasi tingkat kesulitan istirahat, kolaborasikan dengan pemberian obat tidur
dan melatih penderita untuk mampu beradaptasi dengan kondisi tersebut. Jika sudah terbiasa, maka
gangguan yang muncul lama-kelamaan dapat diabaikan.

Kesulitan Dalam Berkomunikasi: pendengaran yang terganggu akan mempengaruhi kemampuan


komunikasi penderita, baik dengan dokter, perawat, maupun keluarganya.

 Intervensi: identifikasi keparahan pendengaran dan miskomunikasi, memasang alat bantu


pendengaran, dan mengaplikasikan bahasa non-verbal untuk membantu pembicaraan.

Demikian pemaparan Asuhan Keperawatan atau Askep gangguan tinnitus. Semoga bermanfaat dan
silakan memberikan saran membangun terutama bagi Anda yang mempunyai kompetensi profesional
di bidang ini. Terimakasih.

Anda mungkin juga menyukai