Anda di halaman 1dari 11

TINTUS

Indikasi

Tinitus berasal dari bahas Latin ‘tinnire’ yang berarti bunyi. Tinitus di definisikan
sebagai suatu persepsi bunyi tanpa adanya rangsangan suara dari luar. Diperkirakan sebanyak
10%-15% dari seluruh populasi pernah mengalami tinitus dalam hidupnya (Shargorodsky,
2010; Fioretti, 2011; Holmes, 2011). Tinitus dikatakan sebagai suatu keadaan patologis bila
dialami lebih dari 5 menit dan terjadi lebih dari satu kali tiap minggunya (Henry, 2005).
Tinitus ditandai dengan sensasi mendengar bunyi, padahal tidak ada suara di sekitarnya.
Penderita tinitus bisa mengalami sensasi bunyi hanya pada salah satu telinga, atau pada kedua
telinga. Sensasi bunyi itu dapat berupa: Dengung.

Berdasarkan The International Classification of Functioning, Disability and Health


dari WHO, kondisi kesehatan seseorang dapat berdampak terhadap kehidupannya. Dalam hal
ini keluhan tinitus menyebabkan terganggu fungsi organ tubuh. Tinitus menyebabkan
kesulitan berkonsentrasi dan berdampak terhadap prestasi kerja. Faktor lain yang
berkontribusi yaitu menjadi pencetus ansietas (faktor personal) dan kurangnya dukungan dari
keluarga (faktor lingkungan) (Henry, 2005).

KONSEP TEORI

Kondisi Kesehatan
(Kelainan atau Penyakit)
Tinitus

Masalah yang berkaitan


dengan Tinitus

Gangguan Fungsi Limitasi Aktivitas Pembatasan (Restriksi


Tubuh Persepsi Kesulitan Partisipasi) Masalah dengan
‘Suara Kuat’ Berkonsentrasi Pekerjaan

Faktor Lingkungan Faktor Personal


Kurangnya Dukungan Predisposisi terhadap
Keluarga Ansietas
Dampak tinitus terhadap kondisi kesehatan (Henry, 2005) .Tinitus dapat
diklasifikasikan menjadi tinitus vibratori dan nonvibratori. Dan dapat dibedakan menjadi
tinitus subjektif dan objektif. Tinitus vibratori disebabkan adanya transmisi ke koklea yang
berasal dari vibrasi jaringan atau organ sekitar, sedangkan tinitus nonvibratori di hasilkan
oleh perubahan biokimia pada saraf yang bertanggung jawab pada proses pendengaran
(Heller, 2003; Crummer, 2004).

Patofisiologi Tinitus

Tinitus juga dibedakan menjadi tinitus objektif, yang diperkirakan berkisar kurang
dari 1% dari seluruh kasus tinitus, dimana suara tersebut dapat didengar oleh pasien dan
pemeriksa atau dengan auskultasi disekitar telinga. Kelainan tinitus objektif berasal dari
transmisi vibrasi sistem muskular atau kardiovaskular di sekitar telinga. Tinitus subjektif
yang merupakan tinitus yang paling sering terjadi, kadang-kadang dianggap sebagai
‘phantom sensation’ berupa suara yang hanya dapat didengar oleh pasien sendiri. Tinitus
subjektif, disebabkan oleh proses iritatif atau perubahan degeneratif traktus auditorius mulai
dari sel-sel rambut getar koklea sampai pusat saraf pendengaran (Fioretti, 2011; Holmes,
2011). Tinitus juga dibedakan menjadi akut yang berlangsung dalam hitungan hari atau
minggu dan tinitus kronis yang berlangsung lebih dari 6 bulan (Holmes, 2011). Walaupun
banyak teori yang telah digunakan untuk menjelaskan bagaimana terjadinya tinitus, namun
patofisiologinya masih sulit dipahami dan tidak mungkin hanya satu proses patologis yang
dapat menyebabkan terjadinya tinitus. Dapat dikatakan banyak kasus tinitus berhubungan
dengan bertambahnya usia, gangguan pendengaran, paparan bising dan hampir setiap
kelainan yang melibatkan telinga luar atau telinga tengah atau telinga dalam atau nervus
auditorius dapat menyebabkan keluhan tinitus (Holmes, 2011).

Diagnosis Tinitus Akibat Bising

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat pekerjaan, pemeriksaan fisik


dan otoskopi serta pemeriksaan penunjang untuk pendengaran seperti audiometri.

Anamnesis

Anamnesis pernah atau sedang bekerja di lingkungan bising dalam jangka waktu yang
cukup lama, pada pemeriksaan otoskopi tidak dijumpai adanya kelainan. Pada pemeriksaan
audiologi, tes penala didapatkan hasil rinne tes positif, weber lateralisasi ke telinga yang
pendengarannya lebih baik dan tes schwabah memendek. Kesan jenis ketulianya tuli
sensorineural. Pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural pada
frekuensi antara 3.000-6.000 Hz. Dan pada frekuensi 4.000 Hz sering terdapat takik
(Basyiruddin, 2007; Nandi, 2008; Azizi, 2010).

Tidak ada kesepakatan mengenai metode yang objektif untuk mendeteksi dan mengukur
tinitus. Namun demikian, wawancara dan karakterisasi psikoakustik merupakan pendekatan
yang sesuai di praktek klinis sehari-hari. Beberapa metode yang digunakan untuk
mengevaluasi tinnitus antara lain dengan wawancara dan psikoakustik (Jastreboff, 2009).
Penatalaksanaan Tinitus

Pengobatan Tinitus merupakan masalah yang kompleks dan merupakan fenomena


psikoakustik murni, sehingga tidak dapat diukur. (Cook, 2006; Basyiruddin, 2007; Ross,
2007). Perlu diketahui penyebab tinnitus agar dapat diobati sesuai dengan penyebabnya.
Kadang- kadang penyebabnya sukar diketahui (Basyirudin 2010). Pada umumnya pengobatan
gejala tinnitus dapat dibagi dalam 4 cara yaitu:

1. Elektrofisiologik yaitu dengan membuat stimulus elektro akustik dengan


intensitas suara yang lebih keras dan tinitusnya, dapat dengan alat bantu
dengar (tinnitus masker).
2. Psikologik, dengan memberikan konsultasi psikologik untuk meyakinkan
pasien bahwa penyakit tinnitus tidak membahayakan dan mengajarkan
relaksasi setiap hari.
3. Terapi Medikamentosa, sampai saat ini belum ada kesepakan yang jelas untuk
mengobati tinnitus secara jangka panjang. Adapun jenis obat sedikit banyak
yaitu vitamin B, Trimetazidine, Vitamin A, dan Tocainine.

Pemahaman yang tidak sempurna terhadap sumber dari kebanyakan kasus tinitus
menyulitkan penegakan diagnosis dan pengobatan, tetapi beberapa jenis tinitus dapat diobati
dengan hasil yang memuaskan. Karena banyaknya penyebab dari tinitus maka banyak pula
pilihan terapi dari keluhan tersebut. Pengobatan harus disesuaikan dengan masing-masing
individu.

Pengobatan tinitus dibedakan menjadi dua kategori yaitu(Noell, 2003):

1.Pengobatan yang bertujuan untuk mengurangi intensitas atau kekuatan suara tinnitus.

2. Pengobatan yang bertujuan untuk meringankan atau menghilangkan gangguan yang


berkaitan dengan tinitus.

VERTIGO

Indikasi

Vertigo (gangguan keseimbangan) merupakan suatu istilah yang berasal dari Bahasa
latin vertere yang berarti memutar. Vertigo seringkali dinyatakan sebagai rasa pusing,
sempoyongan, rasa melayang, badan atau dunia sekelilingnya berputar- putar (Pulungan,
2018). Vertigo merupakan suatu ilusi gerakan, biasanya berupa sensasi berputar yang akan
meningkat dengan perubahan posisi kepala (Kusumastuti & Sutarni, 2018).

Gejala vertigo yang umum terjadi adalah terasa benda di sekeliling berjalan memutar dengan
diikuti telinga berdengung. Hal tersebut membuat rasa mual dan ingin muntah tidak bisa
terhindarkan. Jika penyakit vertigo itu terus berlanjut, biasanya pengidap dapat terjatuh
karena tidak kuat berdiri. Bahkan, apabila telah berbaring dan menutup mata, pengidap akan
tetap merasa tubuhnya berputar-putar dan rasa berdebar hingga dapat menyebabkan pingsan.

Diagnosis Vertigo

Serangan awal vertigo biasanya berlangsung beberapa jam saja. Namun, jika tidak segera
ditanggulangi, vertigo akan selalu kambuh dan kambuh lagi, dan apabila berulang dapat
menyebabkan stroke. Perubahan kulit yang menjadi pucat (pallor) terutama di daerah muka
dan peluh dingin (cold sweat). Gejala ini selalu mendahului munculnya gejala mual/muntah
dan diduga akibat sistem saraf simpatik. Vertigo bukan suatu gejala pusing saja, tetapi
merupakan suatu kumpulan gejala atau satu sindroma yang terdiri dari gejala somatik
(nistagmus, unstable), otonomik (pucat, peluh dingin, mual, berkeringat, muntah), dan
pusing. (Kusumastuti & Sutarni, 2018).

Etiologi Vertigo

Penyebab utama vertigo umumnya dikarenakan oleh adanya gangguan pada telinga bagian
dalam, sehingga memicu masalah mekanisme keseimbangan tubuh. Selain penyebab utama
tersebut, ada beberapa Penyebab lain vertigo, yaitu:

 Perubahan posisi kepala tertentu.


 Migrain atau sakit kepala tidak tertahankan.
 Stroke, menghindari gerakan kepala secara tiba-tiba agar tidak terjatuh
 Penyakit Meniere yaitu gangguan yang menyerang telinga bagian dalam.
 Vestibular neuroniti, yaitu inflamasi saraf vestibular pada telinga bagian dalam.
 Gangguan pada otak, misalnya tumor.
 Obat-obatan tertentu yang menyebabkan kerusakan telinga.
 Trauma atau luka di kepala dan leher.

Patofisiologi Vertigo

Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang
dipersepsi oleh susunan saraf pusat. Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian
tersebut (Arsyad E, Iskandar N;(2008):

1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation) Teori ini berdasarkan asumsi bahwa


rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya
terganggu, akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.

2. Teori konflik sensorik. Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang
berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu mata/visus, vestibulum dan proprioceptif,
atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik yang berasal dari sisi kiri dan kanan.
Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul
respons yang dapat berupa nnistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan
(gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (berasal dari sensasi kortikal).
Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses
pengolahan sentral sebagai penyebab.
3. Teori neural mismatch Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik,
menurut teori ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu, sehingga
jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola 3 gerakan yang
telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru
tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-
angsur tidak lagi timbul gejala.

4. Teori otonomik Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai
usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu
dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.

5. Teori neurohumoral Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori
serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam
pengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.

Keseimbangan Sistim Simpatis dan Parasimpatis Keterangan : STM (Sympathic Nervous


System), PAR (Parasympathic Nerbous System)

6. Teori Sinap Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjai peranan


neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi,
belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan 4 stres yang akan memicu sekresi
CRF (corticotropin releasing factor), peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan
susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa
meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik.

TATALAKSANA PENDERITA VERTIGO


Vertigo bukan suatu penyakit tersendiri, melainkan gejala dari penyakit yang letak lesi dan
penyebabnya berbeda-beda. Oleh karena itu, pada setiap penderita vertigo harus dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan yang cermat dan terarah untuk menentukan bentuk vertigo, letak
lesi dan penyebabnya.

Anamnesis

Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya, melayang, goyang, berputar, tujuh keliling, rasa
naik perahu dan sebagainya. Perlu diketahui juga keadaan yang memprovokasi timbulnya
vertigo. Perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan dan ketegangan. Profil wakti, apakah
timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul, paroksismal, kronikm progresif atau
membaik. 5 Beberapa penyakit tertentu mempunyai profil waktu yang karakteristik. Apakah
juga ada gangguan pendengaran yang biasanya menyertai/ditemukan pada lesi alat vestibuler
atau nonvestibularis. Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat,
antimalaria dan lain-lain yang diketahui ototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit
sistemik seperti anemia, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru dan
kemungkinan trauma akustik.(Effendi H, Santoso R,:1997)

Pengobatan Vertigo

Pasien dapat mengatasi vertigo dengan duduk diam saat gejala kambuh. Beberapa jenis obat
juga bisa digunakan untuk meredakan gejala, namun harus dengan resep dokter. Pengobatan
yang diberikan dokter kepada pasien dapat berbeda-beda, tergantung penyebab yang
mendasarinya.
Vertigo bisa dicegah dengan beberapa cara, antara lain:

 Tidur dengan posisi kepala lebih tinggi.


 Duduk diam sejenak saat bangun tidur.
 Gerakkan kepala secara perlahan.
 Hindari posisi membungkuk, agar vertigo tidak kambuh.

Vertigo ringan dapat diatasi secara mandiri. Namun, kasus vertigo berulang atau cukup berat
membutuhkan konsumsi obat, terapi, hingga operasi, yang mungkin membutuhkan biaya
pengobatan cukup besar. Vertigo membutuhkan langkah pengobatan khusus apabila
disebabkan oleh:

 Manuver Epley untuk menangani BBPV.


 Obat-obatan.
 Melakukan terapi rehabilitasi vestibular yang bertujuan untuk membantu otak
beradaptasi dengan sinyal membingungkan dari telinga yang bisa jadi penyebab munculnya
serangan vertigo, agar frekuensinya berkurang.

Selain dari metode pengobatan tersebut, penanganan vertigo bisa dilakukan saat berada di
rumah selama gejala masih belum terlalu parah. Pengobatan di rumah bisa dengan melakukan
pijatan ringan di sekitar area kepala, minum teh jahe, memakan kacang almond, meminum
campuran cuka apel dengan madu. Terakhir, minum air putih yang cukup agar tubuh tidak
dehidrasi. Hal itu tentu saja karena air putih memperlancar peredaran darah.
Pencegahan Vertigo

Berikut ini beberapa cara untuk mengurangi atau mencegah gejala-gejala vertigo muncul:

 Menghindari gerakan secara tiba-tiba agar tidak terjatuh.


 Segera duduk jika vertigo menyerang.
 Gunakan beberapa bantal agar posisi kepala saat tidur menjadi lebih tinggi.
 Gerakkan kepala secara perlahan-lahan.
 Hindari gerakan kepala mendongak, berjongkok, atau tubuh membungkuk.
 Kenalilah pemicu vertigo dan lakukan latihan yang dapat memicu vertigo. Otak akan
menjadi terbiasa dan malah menurunkan frekuensi kambuhnya vertigo. Lakukan latihan ini
dengan meminta bantuan orang lain.
 Bagi yang juga mengidap penyakit Meniere, batasi konsumsi garam dalam menu
sehari-hari.

GANGGUAN PENDENGARAN SENSORINEURAL

Fisiologi gangguan pendengaran

Gangguan pada telinga luar, tengah, dan dalam dapat menyebabkan ketulian. Tuli dibagi atas
tuli konduktif, tuli sensorineural, dan tuli campuran. Tuli konduktif terjadi akibat kelainan
telinga luar, seperti infeksi, serumen atau kelainan telinga tengah sepertiotitis media atau
otosklerosis (Kliegman, Behrman, Jenson, dan Stanton, 2004). Tuli sensorineural melibatkan
kerusakan koklea atau saraf vestibulokoklear. Salah satu penyebabnya adalah pemakaian
obat-obat ototoksik seperti streptomisin yang dapat merusak stria vaskularis.Selain tuli
konduksi dan sensorineural, dapat juga terjadi tuli campuran. Tuli campuran adalah tuli baik
konduktif maupun sensorineural akibat disfungsi konduksi udara maupun konduksi tulang
(Lassman, Levine dan Greenfield,1997).

Epidemiologi gangguan pendengaran

Bising merupakan masalah utama penyebab gangguan pendengaran di negara maju. Pajanan
bising secara kontinyu dan berlebihan menjadi salah satu penyebab gangguan pendengaran
yang semestinya bisa dihindari (Nelson, et all,2005).

Diagnosis

Berkurangnya pendengaran secara perlahan-lahan dan progresif, simetris pada kedua


telinga,berdenging (tinitus nada tinggi), Pasien dapat mendengar suara percakapan, tetapi
sulit untuk memahaminya, terutama bila diucapkan dengan cepat di tempat dengan latar
belakang yang bising (cocktail party deafness).

Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga

Gangguan pendengaran adalah tidak dapat mendengar suara sebagian atau seluruhnya di
salah satu atau kedua telinga. Ada tiga jenis gangguan pendengaran yang dapat dikenali
dengan uji pendengaran yakni: gangguan konduktif, gangguan sensorineural dan gabungan
keduanya atau tipe campuran.

1. Tuli konduktif (Conductive Hearing Loss) Terjadi akibat adanya gangguan pendengaran
karena masalah dengan saluran telinga, gendang telinga, atau telinga tengah dan tulang yang
kecil (maleus, inkus, dan stapes). (Hearing Loss Association of America)

Penyebab tuli konduktif:

a) Malformasi telinga luar, saluran telinga, atau struktur telinga tengah

b) Cairan di telinga tengah dari pilek

c) Infeksi telinga

d) Fungsi tuba eustachius yang menurun

e) Gendang telinga berlubang

f) Tumor jinak

g) Dampak kotoran telinga

h) Infeksi pada saluran telinga i)

Otosklerosis

2.Tuli Sensorineural (Sensorineural Hearing Loss) Disebabkan oleh kerusakan pada koklea
atupun retrokoklea. Tuli sensorineural dapat bersifat akut (acute sensorineural deafness)
yakni tuli sensorineural yang terjadi tiba-tiba dimana penyebab tidak diketahui dengan pasti
dan sensorineural kronik deafness merupakan tuli sensorineural yang terjadi secara perlahan.
Penyebab tuli sensorial:

a) Trauma kepala b)

Virus atau penyakit

c) Penyakit autoimun telinga bagian dalam

d) Gangguan pendengaran yang dialami dalam lingkungan keluarga

e) Penuaan (presbikusis)

f) Malformasi telinga bagian dalam

g) Penyakit Meniere

h) Otosklerosis - gangguan menurun di mana bentuk pertumbuhan tulang di sekitar tulang


kecil di telinga tengah, mencegah dari bergetar saat dirangsang oleh suara.
3.Tuli Campuran (Mixed Hearing Loss) Gangguan ini mengacu pada kombinasi dari
gangguan pendengaran konduktif dan sensorineural. Ini berarti bahwa mungkin ada
kerusakan di telinga luar atau tengah dan di telinga bagian dalam (koklea) atau saraf
pendengaran. Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua komponen gejala
gangguan pendengaran jenis konduktif dan sensorineural.

Pemeriksaan Audiometri

Untuk mendiagnosis gangguan pendengaran diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik atau


otoskopi telinga, tes pendengaran yaitu tes bisik, tes garputala dan tes audiometri 11 Tes
audiometri merupakan tes pendengaran dengan alat elektroakustik. Tes ini meliputi
audiometri nada murni dan audometri nada tutur. Audiometri nada murni dapat mengukur
nilai ambang hantaran udara dan hantaran tulang penderita dengan alat elektroakustik. Alat
tersebut dapat menghasilkan nada-nada tunggal dengan frekuensi dan intensitasnya yang
dapat diukur. Untuk mengukur nilai ambang hantaran udara penderita menerima suara dari
sumber suara lewat heaphone, sedangkan untuk mengukur hantaran tulangnya penderita
menerima suara dari sumber suara lewat vibrator. Manfaat dari tes ini adalah dapat
mengetahui keadaan fungsi pendengaran masing-masing telinga secara kualitatif
(pendengaran normal, gangguan pendengaran jenis hantaran, gangguan pendengaran jenis
sensorineural, dan gangguan pendengaran jenis campuran). Dapat mengetahui derajat
kekurangan pendengaran secara kuantitatif (normal, ringan, sedang, sedang berat, dan berat)
(Bhargava, Bhargava dan Shah, 2002).

Anamnesis

Anamnesis yang teliti mengenai proses terjadinya ketulian, gejala yang menyertai,serta factor
predisposisi. Identitas pasien,keluhan utama ,riwayat penyakit sekarang,riwayat penyakit
dahulu,riwayat penyakit keluarga,riwayat kebiasaan,dan riwayat social dan ekonomi

Etiologi

Etiologi merupakan akibat dari proses degenerasi, karena sebagian tuli mendadak atau
sensoneural adalah idiopatik. factor-faktor herediter, pola makanan, metabolisme,
arteriosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat multifactor.

Klasifikasi

No Jenis Patologi
Tatalaksana dan edukasi

 Presbiakusis tidak dapat disembuhkan.

 perbaiki kemampuan pendengarannya dengan mengunakan alat bantu (diperlukan bila


penurunan pendengaran lebih dari 40dB)

 assistive listening devices, merupakan amplifikasi sederhana yang mengirimkan


signal pada ruangan dengan menggunakkan headset.

 tidak semua penderita presbiakusis dapat diatasi dengan baik menggunakkan alat
bantu dengar terutama pada presbiakusis tipe neural. (penderita merasa adanya
penolakan)

 latihan mendengar atau lip reading

 physiologic counseling

 menjelaskan pada keluarganya bagaimana memperlakukan atau menghadapi


penderita presbiskusis.

Rehabilitasi perlu sesegera mungkin untuk memperbaiki komunikasi

Pencegahan

Pencegahan pada presbikusis adalah dengan menghindari factor resiko seperti :

 Jangan merokok

 Kontrol kadar gula darah

 Kontrol tekanan darah

 Kontrol kadar kolestrol

Anda mungkin juga menyukai