Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN VERTIGO DAN NYERI AKUT

A. Definisi

1) Vertigo

Kata vertigo asalnya dari bahasa latin vertere yang artinya adalah berputar, mengacu
pada sensasi atau rasa berputar-putar pada penderitanya sehingga keseimbangannya
terganggu (Sutarni et al., 2018). Vertigo didefinisikan sebagai sensasi gerak ilusi diri atau
lingkungan tanpa adanya gerakan yang sebenarnya (Bhattacharyya et al., 2017). Vertigo
adalah perasaan bahwa benda disekitar orang tersebut bergerak atau berputar. Biasanya
dirangsang oleh cedera kepala (Harding & Kwong, 2019). vertigo adalah sensasi gerakan
tubuh ataupun lingkungan disekitar dengan gejala lainnya yang bisa timbul yang utama pada
sistem otonom yang timbul karena ada gangguan pada sisten keseimbangan tubuh oleh
kondisi ataupun penyakit. Oleh karena itu vertigo bukan sekedar gejala pusing saja. Tapi
merupakan suatu sindrom yang terdiri dari gejala somatik dan gejala psikiatrik (Sutarni et al.,
2018).

2) Nyeri

Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang
disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat individual.
Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan mental, sedangkan kerusakan
dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seorang individu (Poetter dan Perry,
2010)
B. Fisiologi / Phatway

Infeksi Telinga
Trauma Cereblum Neuroma Akustik
bagian dalam

Vertigo

Mual Muntah Gangguan sitem Otak Kecil


saraf Pusat

Defisit Nutris Nyeri Akut Gangguan


Keseimbanagn

Resiko Jatuh
C. Etiologi

Menurut (Victorya et al., 2016) vertigo di bedakan menjadi 2 berdasarkan penyebabnya,


vertigo perifer berhubungan dengan gejala patologis pada telinga sedangkan vertigo sentral
disebabkan oleh gangguan vaskuler :

1) Vertigo sentral merupakan vertigo yang disebabkan karena kelainan sentral,


penyebab dari vertigo sentral adalah stroke, perdarahan cerebelum, trauma, migren
basilar, neoplasma (Jusuf & Wahidji, 2016).
2) Vertigo perifer merupakan yang disebabkan oleh kelainan pada labirin dan
N.Vestibular. Penyebab dari vertigo perifer adalah posttrauma, toksik, labirinitis,
oklusi & fistula labirin (Jusuf & Wahidji, 2016).

Ada beberapa faktor risiko yang berpotensi vertigo menurut (Park et al., 2019) yaitu:

1) Umur tua
2) Jenis KelaminJenis kelamin yang lebih berisiko terkena vertigo adalah jenis
kelamin perempuan
3) Indeks masa tubuh
4) Riwayat merokok : Seorang perokok akan lebih berisiko terserang vertigo

D. Klasifikasi

Klasifikasi vertigo yaitu vertigo patologis. Vertigo patologis dibagi menjadi beberapa
bagian yaitu vertigo sentral dan vertigo perifer. Vertigo sentral terjadi dikarenakan kelainan
pada batang otak atau pada serebelum, sedangkan pada vertigo perifer disebabkan oleh
kelainan pada telinga dalam atau pada nervus vestibulocochlear. Berdasarkan lamanya
serangan, vertigo perifer dibagi menjadibeberapa episode yang berlangsung perdetiknya.
Episode vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam mengakibatkan serangan vertigo
yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Pada kelainan vestibuler, hanya
pada mata tertutup, badan pasien akan bergetar atau bergoyang ditempat, kemudian kembali
seperti normal lagi. Sedangkan pada saat mata terbuka badan penderita tetap tegak. Berbeda
dengan pada kelainan sereberal, badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka
ataupun pada mata tertutup. Pada vertigo perifer akan memberikan hasil berupa penyimpanan
saat berjalan kearah lesi (Sutarni et al., 2018)

E. Tanda dan Gejala

Menurut (Sudira, 2015) berdasarkan gejala klinis vertigo dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :

1) Vertigo paroksimal dengan ciri-ciri berupa serangan mendadak, berlangsung


selama beberapa menit hingga hari, menghilang sempurna suatu ketika muncul
kembali dan diantara serangan penderita bebas dari keluhan. Berdasarkan gejala
penyertanya dibagi menjadi :
2) Dengan keluhan telinga : tuli atau telinga berdenging : sindrom Meniere,
Arachnoiditis pontoserebralis, TIA vertebrobasilar, kelainan odontogen, serta
tumor fosa posterior.
3) Tanpa keluhan telinga : TIA vestebrobasilar, epilepsy, migraine, vertigo anak dan
labirin picu
4) Timbul dipengaruhi oleh perubahan posisi: vertigo posisional paroksimal
benigna.
5) Vertigo kronis dengan ciri-ciri berupa serangan vertigo menetap lama, keluhan
konstan tidak membentuk serangan akut. Berdasarkan gejala penyerta dibagi
menjadi :

a. Dengan keluhan telinga : OMC, Tumor serebelopotin, meningitis TB,


labirinitis kronik serta luesserebri.
b. Tanpa keluhan telinga : kontusio serebri, hipoglikemia, ensefalitis pontis,
kelainan okuler, kardiovaskuler dan psikologis, post traumatik sindrom,
intoksikasi serta kelainan endokrin.
c. Timbul ini dipengaruhi perubahan posisi : hipotensi orthostatic dan
vertigo servikalis
d. Vertigo serangan akut berangsur-angsur berkurang tapi tidak pernah bebas
serangan.
F. Patofisiologi

Dalam kondisi perangkat keseimbangan pusat atau perifer tidak normal dan terjadi
gerakan yang aneh atau berlebihan, tidak akan ada pemrosesan input yang normal dan vertigo
akan terjadi. Selain itu ada juga masalah respon penyesuaian otot-otot yang tidak adekuat.
Yang menyebabkan pergerakan mata tidak normal (nistagmus) ketidakstabilan saat berjalan
dan berdiri dan gejala lainnya. Pennyebab pasti dari gejala gejala ini belum diketahui (Sutarni
et al., 2018). ada beberapa teori di antaranya:

1) Teori rangsangan berlebihan

Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa stimulasi yang berlebih akan mengakibatkan
hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya yang akan mengalami gangguan (Sutarni
et al., 2018).

2) Teori konflik sensoris

Didalam kondisi yang normal (fisiologis) impuls yang diterima antara sisi kiri dan
kanan akan dibandingkan, antara impuls yang berasal dari penglihatan dan proprioseptik dan
vestibular secara timbal balik. Pengolahan informasi berjalan secara reflektoris melalui
proses normal dan hasil akhirnya adalah penyesuaian otot- otot yang menggerakkan tubuh
atau menopang tubuh dan otot yang menggerakkan bola mata (Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia, 2016).

G. Pemeriksaan Fisik

1) Riwayat Nyeri

Saat mengkaji riwayat nyeri, perawat sebaiknya memberikan klien kesempatan untuk
mengungkapkan cara pandang mereka terhadap nyeri dan situasi kesempatan untuk
mengungkapkan cara pandang mereka terhadap nyeri dan situasi tersebut dengan kata-kata
mereka sendiri. Langkah ini akan membantu perawat memahami makna nyeri bagi klien dan
bagaimana ia berkoping terhadap aspek, antara lain :
2) Lokasi

Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien untuk menujukan lokasi
area nyerinya. Pengkajian ini biasa dilakukan dengan bantuan gambar tubuh. Klien biasanya
menandai bagian tubuhnya yang mengalami nyeri. Ini sangat bermanfaat, terutama untuk
klien yang memiliki lebih dari satu sumber nyeri.

3) Intensitas nyeri

Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan terpercaya untuk
menentukan intensitas nyeri pasien. Skala nyeri yang paling sering digunakan adalah rentang
0-5 atau 0-10. Angka 0 menandakan tidak nyeri sama sekali dan angka tertinggi menandakan
nyeri “terhebat” yang dirasakan klien.

Keterangan :

SKALA KETERANGAN
0 Tidak Nyeri.
1-3 Nyeri Ringan (Secara objektif klien
dapat berkomunikasi dengan baik).
4-6 Nyeri Sedang (secara objektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukan lokasi nyeri, dapat
mendiskribsikan nyeri, dapat mengikuti perintah
dengan baik).
7-9 Nyeri Berat (secara objektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tetapi masih merespon terhadap
tindakan , dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
diatasi dengan alih posisi, nafas panjang dan distraksi.
10 Nyeri Sangat Berat (klien sudah tidak dapat
berkomunikasi)

4) Kualitas nyeri

Terkadang nyeri bisa terasa seperti “dipukul-pukul” atau “ditusuk- tusuk”. Perawat
perlu mencatat kata-kata yang digunakan klien untuk menggambarkan nyerinya sebab
informasi yang akurat dapat berpengaruh besar pada diagnosis dan etologi nyeri serta pilihan
tindakan yang diambil.

5) Pola

Pola nyeri meliputi : durasi/lamanya nyeri dan kekambuhan atau interval nyeri
berlangsung. Oleh karenanya, perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri
berlangsung, apakah nyeri berulang dan kapan nyeri terakhir kali muncul.

6) Faktor Presipitasi

Terkadang aktivitas tertentu dapat memicu munculnya nyeri, sebagai contoh :


aktivitas fisik yang berat dapat menimbulkan nyeri dada. Selain itu, faktor lingkungan
(lingkungan yang sangat dingin atau sangat panas), stressor fisik dan emosional juga dapat
memicu munculnya nyeri

7) Gejala yang menyertai

Gejala ini meliputi : mual, muntah, pusing dan diare. Gejala tersebut bisa disebabkan oleh
nyeri itu sendiri

8) Respon afektif

Respon afektif klien terhadap nyeri bervariasi, tergantung pada situasi, derajat dan
durasi nyeri, interpretasi tentang nyeri dan banyak faktor lainnya, perawat perlu mengkaji
adanya perasaan antietas, takut, lelah, depresi atau perasaan gagal dalam diri klien. Observasi
Respons perilaku dan fisiologis Respon nonverbal atau perilaku :

1. Ekspresi wajah

a. Menutup mata rapat-rapat


b. Membuka mata lebar-lebar
c. Menggigit bibir bawah

2. Vokalisasi

a. Menangis
b. Berteriak

3. Imobilisasi (bagian tubuh yang mengalami nyeri akan digerakan tubuh tanpa
tujuan yang jelas ) :

a. Menendang-nendang
b. Membolak-balikkan tubuh diatas Kasur

9) Respon Fisiologis :

a. Peningkatan tekanan darah


b. Diaforesis
c. Nadi dan pernafasan
d. Dilatasi pupil akibat terstimulasinya sistem saraf simpatis

H. Pemeriksaan Penunjang

Menurut (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2016) pemeriksaan yang bisa
dilakukan adalah:

1) Pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan darah ini dapat menggambarkan


kondisi kesehatan.
2) CT Scan atau pemeriksaan MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan
komputer atau mesin yang memancarkan sinar x. Hasil dari pemeriksaan ini
akan menampilkan gambar struktur dan jaringan tubuh.

I. Penatalaksanaan Umum

Tujuan dari pengobatan vertigo yaitu untuk menghilangkan gejala vertigo, mengontrol
gejala neurovegetatif dan psikoafektif, juga untuk meninkatkan sistem vestibular
(Pradnanying & Widiastuti, 2017). Menurut (Susilo, 2012) penatalaksanaan vertigo
nonmedikasi yaitu :
a) Manuver Epley

Langkah langkah Manuver Epley adalah menggantungkan posisi kepala selama 20-30 detik
ke sisi kanan, lalu kepala di putat 90 derajat kearah depan selama 20-30 detik. Selanjutnya
pasien diangkat dan diposisikan duduk.

b) Prosedur Semont

Langkah Prosedur semont yang pertama adalah kepala pasien di putar 45 derajat kesisi yang
tidak mengalami nyeri atau ke sisi yang sehat, selanjutnya pasien berbaring ke arah yang
berlawanan. Langkah ke dua adalah pasien mempertahankan pada posisi awal selama 30
langkah ketiga pasien melakukan gerakan yang sama ke posisi yang berlawanan. Langkah
keempat adalah kembali ke posisi awal.

c) Manuver Lampert Role

Ini adalah pengobatan untuk BPPV kanal horizontal. Yaitu dengan memposisikan kepala dan
telinga pasien yang sakit ke posisi bawah kemudian pasien memutar 90 derajat ke depan
dengan cepa. Kemudian diputar 90 derajat ke arah yang tidak sakit dan dilanjutkan memutar
360 derajat sampai telinga pasien yang sakit menempel kebawah. Kemudian kepala pasien
dinaikan dan diposisikan duduk.

d) Latihan Brandt Daroff

Latihan Brandt Daroff dengan cara pasien menutup mata, dan pasien diposisikan duduk disisi
tempat tidur dengan tungkai yang digantung. Kemudian baringkan dengan cepat kesatu sisi.

Pertahankan 30 detik lalu duduk kembali. Setlah 30 detik barikan secara cepat kesisi yang
lainnya, duduk kembali.

Karena penyebab dari vertigo beragam , tidak jarang dilakukan pengobatan simptomatik.
Pada sebagian besar kasus, setelah beberapa minggu terapi bisa dihentikan. Obat-obat yang
dapat sering diunakan:

a) Antikolinergik

Obat-obatan antikolinergik bekerja pada reseptor muskarinik dengan efek kompensasi.


Contoh antikolinergik adalah skopolamine. Efek samping dari antikolinergik adalah sedasi,
dilatasi pupil dan mulut kering (Pradnanying & Widiastuti, 2017).

b) Antihistamin

Antihistamin mempunyai efek sentral untuk mengurangi vertigo, bekerja pada reseptoh H2.
Antihistamin mempunyai efek antikolinergik dan juga blok kanal kalsium (Pradnanying &
Widiastuti, 2017). Antihistamin yang dapat diberikan pada penderita vertigo menurut
(Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2016) adalah :

c) Dimenhidrinat

sampai 6 jam adalah lama kerja obat ini. Dapat diberikan secara peroral atau atau parentral
(iv atau im) dosis yang diberikan adalah 25-50 mg (1 tablet) selama 4 hari.

d) Difenhidramin

Lama kerja dari obat ini adalah 4 sampai 6 jam , diberikan secara peroral dengan dosis 25 mg
(1 kapasul). (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2016).

J. Asuhan Keperawatan

1) Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut
b. Defisit Nutrisi
c. Resiko Jatuh
2) RENCANA KEPERAWATAN
a. Standar Luaran Keperawatan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ......x....... jam nyeri akut menurun
dengan ktiteria hasil :

1) Keluhan nyeri menurun


2) Meringis menurun
3) Sikap protektif menurun
4) Gelisah menurun
5) Kesulitan tidur menurun

a) Standar Intervensi Keperawatan

1) Identifikasi karakteristik nyeri


2) Monitor TTV
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
5) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
6) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi

10. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia. Surabaya : Salemba Medika.

Kozier, Erb, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses & Praktik
Edisi 7 Volume 2. Jakarta : EGC.

Lippincott dan Williams & Wilkins. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Lynda Juall
Carpenito-Moyet Edisi 8. Jakarta : EGC.

Nanda Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2012-2014.


Jakarta : EGC

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :


Definisi dan Indikator diagnostik. Jakarta : DPP PPNI

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :


Definisi dan Kriteria hasil keperawatan. Jakarta : DPP PPNI Persatuan Perawat Nasional
Indonesia. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan

Indonesia : Definisi dan tindakan keperawatan. Jakarta : DPP PPNI

Poeter & Perry. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : konsep, proses, dan praktik
(4th ed.). EGC.

Anda mungkin juga menyukai