Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH

TINITUS DAN VERTIGO


PADA ANAK

Oleh :
dr.ERIE TRIJONO,Sp.THT-KL

DIPRESENTASIKAN PADA SIMPOSIUM


TINITUS DAN VERTIGO UPDATE
TANGGAL 17 NOPEMBER 2012
DI HOTEL PURI PERDANA KOTA BLITAR

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Tinitus adalah bunyi abnormal yang didengar oleh penderita yang berasal dari

dalam kepala, biasanya terlokalisasi, dan jarang didengar oleh orang lain.
Tinitus dapat digambarkan sebagai telinga yang berdering dan berbagai suara
didalam kepala yang terdengar tanpa adanya sumber suara dari luar. Tinitus dapat
didengar pada satu atau kedua telinga atau ditengah-tengah kepala ataupun bisa juga
digambarkan tidak jelas lokasinya. Suara dapat terdengar lemah, sedang ataupun
keras, dapat terdengar satu jenis atau pun lebih,dan serangan dapat terus menerus
ataupun hilang timbul.
Tinitus dapat menyerang siapa saja dan semua umur. Kurang lebih 24 juta
orang mengalami tinitus, orang-orang tersebut terutama menndengar deringan atau
suara lain paling tidak satu kali atau lebih dalam suatu waktu dan dapat berulang pada
lain waktu. Menurut Tungland rata-rata 5% populasi dewasa di Inggris pernah
mengalami tinitus. Sedangkan di AS, tinitus dilaporkan oleh Richard menyerang 10%
populasi umumnya usia 40-70 tahun.
Tinitus dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu tinitus subjektif dan
tinitus objektif. Tinitus subjektif biasanya terjadi pada gangguan pendengaran
sensorineural, intoksikasi obat, sedangkan pada tinitus objektif biasanya terjadi pada
gangguan vaskuler, gangguan mekanis seperti terbukanya tuba eustachius,
kejang

klonus

muskulus

tensor

timpani

dan

muskulusstapedius

serta

otot-otot palatum.
Tinitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga karena
tuli konduksi. Tinitus merupakan kelainan pada telinga dengan banyak penyebab. Pada banyak
kasus terutama terjadi tinitus subjektif, tetapi terkadang keluhan ini dapat didengar
oleh pemeriksa. Gangguan telinga, terutama gangguan pendengaran merupakan
penyebab utama terjadinya tinitus subjektif. Gangguan telinga bilateral dengan tinitus
harus dicurigai adanya neuroma akustik.
Vertigo adalah sensasi berputar atau berpusing yang merupakan suatu gejala,
penderita merasakan benda-benda di sekitarnya bergerak-gerak memutar

atau

bergerak naik-turun karena gangguan pada sistem keseimbangan. Vertigo bisa di


sebabkan faktor fisiologis, misalnya berputar yang berlebihan, para astronot ketika
berada di luar angkasa ketika melakukan gerakan sehingga kepalanya ada di dasar
lantai pesawat padahal bila dilakukan di bumi dia tidak merasakan sensasi ini.

Terjadinya vertigo ini bukan oleh suatu kelainan, tetapi justru oleh tidak adanya gaya
gravitasi.
Vertigo bisa berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai
beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih baik jika berbaring diam,
tetapi vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak sama sekali.
Pada anak, tinitus dan vertigo dapat terjadi dikarenakan suatu masalah
penyakit tertentu. Pada makalah makalah ini kita akan membahas tentang penyakit
apa saja pada anak yang berhubungan dengan tinitus dan vertigo.

1.2 Rumusan Masalah


Penyakit pada anak apa saja yang berhubungan dengan tinitus dan vertigo?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui jenis penyakit pada anak yang berhubungan dengan tinitus dan
vertigo

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kata tinitus berasal dari kata latin tinnire yang berarti berdering atau
deringan, tinitus berarti persepsi pendengaran yang tidak diinginkan akibat masalah
didalam kepala, umumnya terlokalisasi, dan jarang didengar orang lain.
Tinitus adalah bunyi abnormal yang didengar oleh penderita yang berasal dari dalam
kepala. Menurut Tungland tinitus adalah persepsi suara ketika tidak ada sumber suara.
Suara yang terdengar oleh penderita tinitus digambarkan bervariasi dari suara
berdering, berdengung, berbisik, melengking dan lain-lain.
Tinitus bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan sebuah gejala yang
berhubungan dengan lintasan pendengaran penderita. Hampir semua orang pernah
mengalami tinitus. Tinitus dapat sangat mengganggu, namun di banyak kasus
bukanlah masalah serius. Namun beberapa kasus memang memerlukan penanganan
medis bahkan dengan tindakan operasi.
2.2 Klasifikasi Tinitus
Klasifikasi tinitus dapat dibagi berdasarkan tekanan menjadi tinitus jenis
bergetar dan jenis yang tidak bergetar. Sedangkan berdasarkan jenis suaranya
dibedakan menjadi tinitus subjektif dan tinitus objektif. Klasifikasi yang sering
digunakan adalah pembagian klasifikasi yang kedua.
A. Tinitus Subjektif
Penyebab utama terjadinya tinitus ini adalah penyakit telinga. Yang paling
banyak adalah penyebab terjadinya gangguan pendengaran, baik yang konduktif
maupun yang sensorineural.
Gangguan konduktif dapat disebabkan oleh sumbatan oleh serumen,
otitis eksterna, perforasi membrane timpani, ataupun anomaly cincin tulang ossikular
atau otosklerosis. Sedangkan ganguan sensorineural terjadi karena abnormalitas inner
ear atau lesi nervus yang mempersarafi telinga terutama N.VIII. Etiologi utama
terjadinya gangguan ini adalah noise induced hearing loss (NIHL), dan presbyakusis.

B. Tinitus Objektif
Tinitus jenis ini jarang dijumpai, biasanya disebabkan oleh gangguan
vaskuler, penyakit neurologik, ataupun disfungsi tuba eustachius. Gangguan vaskuler
akan menunjukkan keluhan tinitus pulsatil, dimana bising arteri ditransmisikan ke
arteri yang berdekatan dengan tulang temporal.
2.3 Etiologi
1. Reaksi Alergi
a. Obat
Obat-obat terutama yang bersifat ototoksik, dimana obat tersebut akan
mempengaruhi sel-sel rambut, N.VIII, atau hantaran saraf pusat. Salah satu
contohnya berupa jenis antibiotik aminoglikosid yang mempunyai efek ototoksik.
Obat-obatan tersebut adalah neomisin, kanamisin, amikasin dan dihidro-streptomisin
yang berpengaruh pada komponen akustik. Gangguan akustik ini tidak selalu terjadi
pada kedua telinga sekaligus. Pada mulanya kepekaan terhadap gelombang frekuensi
tinggi akan berkurang dan tidak disadari. Gejala dini berupa tinitus bernada tinggi
dapat bertahan sampai dua minggu setelah pemberian aminoglikosid dihentikan.
Penggunaan obat-obat ototoksik harus dengan pengawasan ketat, terutama pada
penderita dengan faktor resiko, yaitu penderita anak kecil, gangguan hepar dan ginjal,
hamil, riwayat gangguan pendengaran atau NIHL (Noise Induced Hearing Loss).

Tabel 1. Obat dan Zat yang Bisa Penyebab Tinitus (Crummer, at.al., 2004)
Analgesik
Antibiotik

Aspirin
Nonsteroidal anti-inflammatory drugs
Aminoglikosida
Kloramfenikol (Chloromycetin)
Eritromisin
Tetracycline
Vankomisin (Vancocin)

Kemoterapi

Bleomycin (Blenoxane)
Cisplatin (Platinol)
Mechlorethamine (Mustargen)
Methotrexate (Rheumatrex)
Vincristine (Oncovin)

Loop Diuretik

Bumetanide (Bumex)
Ethacrynic acid (Edecrin)
Furosemide (Lasix)

Lainnya

Klorokuin (Aralen)
Logam berat : merkuri
Heterosiklik antidepresan
Kina

b. Makanan dan Minuman


Makanan seperti keju, daging, sayuran, ikan, serta minuman seperti alkohol,
anggur, koffein, dan lain-lain dapat menyebabkan tinitus atau memperberat terjadinya
tinitus. Tetapi tidak semua orang yang mengkonsumsi makanan dan minuman
tersebut terjadi tinitus, kemungkinan ini dapat terjadi akibat reaksi orang tersebut
terhadap makanan dan minuman, hal ini seperti halnya personal idiosyncratic
reaction. Sayangnya tidak terdapat pemeriksaan atau tes yang khusus untuk
memeriksa reaksi ini. Satu-satunya cara adalah untuk menentukan adalah dengan
memisahkan jenis makanan tersebut dari diet dan melakukan challage test.
c. Tembakau, Mariyuana dan Recreational Drug
Tidak terdapat data yang pasti mengenai tembakau, mariyuana, ekstasi,
kokain, dan obat rekreasional lainnya dapat menyebabkan atau memperberat tinnitus.
Tetapi Tinitus FAQ menyatakan bahwa mariyuana dapat memperberat tinitus.

2. Penyakit
a. Lime Disease
b. Infeksi telinga berat
c. Hiperkolesterolemia
d. Abnormalitas vaskuler
e. Hipertensi intracranial
f. Menieres sindrom
g. Temporomandibular sindrom
h. Stress
i. Diet dan lifestyle
3. Trauma dan terapi pembedahan
a. Trauma kepala akibat kecelakaan
b. Operasi gigi dan Mercury amalgam thooth filling
c. Chocklear implant atau operasi tulang kepala lain
d. Arnold Chiari Malformation (AMC)
4. Paparan bising berlebihan.
Tabel 2. Penyebab Tinitus (Crummer, at.al., 2004)

Tinitus Subyektif
1. Otologic

: gangguan pendengaran, penyakit Meniere, neuroma akustik,

zat atau obat ototoxic


2. Neurologis : multiple sclerosis, cedera kepala
3. Metabolik : gangguan tiroid, hiperlipidemia, defisiensi vitamin B12
4. Psikogenik : fibromyalgia, depresi, anxiety

Tinitus Obyektif
1. Vaskular

: arterial bruit, venous hum, malformasi arteri, tumor vaskuler

2. Neurologis : Palatomyclonus, idiopathic stapedial muscle spasm,


Patulous Eustachian tube
2.4 Diagnosis
7

Diagnosis tinitus ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Melalui

anamnesis

ditanyakan

waktu

permulaan

munculnya

gejala,

lokasi bunyi apakah uni atau bilateral, durasi, jenis bunyi, keluhan yang menyertai,
riwayat penyakit sebelumnya, dan riwayat penyakit yang lain yang mungkin dapat
berhubungan.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis tinitus dapat
dilakukan dengan tes-tes antara lain:
1.) Baer Test / uji Baer
Uji ini dilakukan untuk mencatat respon gelombang elektroda di tulang kepala
pada 0-10 msec (potensial awal), 10-50 msec (potensial tengah), dan 50-500 msec
(potensial akhir). Uji pada akhirnya dapat untuk menentukan adanya gangguan
pendengaran sensorineural dan penyebabnya, apakah akibat kelainan koklea, N.VIII,
atau lesi di susunan saraf pusat.
2.) Bedside Test.
Bedside test digunakan untuk analisis awal suatu gangguan pada telinga, yang
terdiri dari 4 jenis tes, antara lain:
a. Tes menggunakan suara dari pemeriksa sendiri dengan menggunakan intensitas
yang berbeda-beda (misalnya berbisik, berbicara biasa, berbicara keras dan
berteriak).
b. Tes Sschwabach : dengan membandingkan hantaran suara dari penala di tulang
mastoideus dan dibandingkan antara penderita dan pemeriksa.
c. Tes Rinne : saraf konduksi dibandingkan antara hantaran udara dan hantaran
tulang mastoideus. Tes ini digunakan untuk membandingkan antara hantaran
melalui udara dan melalui tulang. Normalnya hantaran udara dua kali lebih lama
daripada hantaran tulang
d. Tes Weber : penala diletakkan di garis tengah kepala ( dahi, vertex,
pangkal hidung, ditengah-tengah gigi seri atau di dagu ). Tes ini digunakan untuk
membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan telinga kanan.
3.) Audiometri

Semua pasien dengan tinitus dianjurkan untuk diperiksa dengan audiometric


karena keluhan yang subjektif biasanya berhubungan dengan alat-alat pendengaran.

Gambar 1 : Algoritma yang diusulkan untuk pendekatan diagnostik untuk tinitus. (CT = computed
tomography; MRA = magnetic resonance angiography; MRI = magnetic resonance imaging)

2.5 Tinnitus Pada Anak


a.
b.
c.

Idiopatik
Paparan Kebisingan
Biasanya oleh paparan suara keras
Otomikosis
Merupakan infeksi subakut atau kronis dari liang telinga luar oleh jamur.
Jamur penyebabnya dapat dibagi 2 jenis, yaitu (1) Saprofit, misalnya :
aspergilosis, penisilinosis, mukormikosis dan (2) Patogen, misalnya :
(a) dangkal (superficial), seperti : moniliasis, mikrosporosis, trikofitosis,
epidermofitosis; (b) dalam, seperti : aktinomikosis, blastomikosis.
Faktor predisposisi ialah udara panas dan lembab, terdapat terutama di
daerah tropis.
Patogenesis setelah jamur mengadakan implantasi pada stratum korneum
liang telinga luar selama beberapa hari sampai beberapa minggu kemudian
terjadi masa proliferasi sehingga jamur tumbuh sampai permukaan epidermis
dan mulai timbul peradangan. Keropeng jamur membentuk masa yang basah
dan mengisi seluruh liang telinga. Gejala timbul setelah jamur tumbuh dan
terjadi pengelupasan. Penderita merasa telinganya gatal, kadang-kadang

disertai nyeri. Telinga terasa penuh dan pendengaran berkurang, serta terdapat
tinitus.
Keropeng ini terdiri dari sel epitel yang rusak, miselium, spora dan
sel neutrofil. Bila keropeng ini dibersihkan tampak permukaan yang kasar,
bergranulasi dengan luka-luka yang kecil. Pembersihan kropeng-kropeng
yang tidak steril dapat menyebabkan infeksi sekunder. Infeksi ini dapat
menutupi infeksi primernya dan dapat terjadi selulitis dan adenopati.
Selulitis ini dapat menjalar ke jaringan ikat dan perikondrium daun telinga.
Gejala berupa rasa gatal, telinga terasa penuh, pendengaran kurang dan
d.

tinitus.
Tinitus berdenyut
Karena adanya aliran darah abnormal pada ateri atau vena dekat dengan

e.
f.
g.

telinga dalam, tumor otak atau penyimpangan dalam struktur otak.


Otitis Eksterna
Degenerasi tulang di telinga tengah
Neuroma akustik
Tumor ini tumbuh pada saraf yang mengirimkan sinyal dari telinga ke
otak. Gejalanya terjadi pada sebelah telinga saja.

10

2.6 Terapi
Pengobatan tinitus merupakan masalah yang kompleks dan merupakan
fenomena psiko-akustik murni, sehingga tidak dapat diukur. Perlu diketahui penyebab
tinitus supaya dapat dihilangkan dengan cara mengobati penyebabnya tetapi kadangkadang penyebabnya itu sukar diketahui.
1.

Terapi Penyamaran
Terapi penyamaran merupakan pilihan praktis untuk menghilangkan gangguan
tinitus, diantaranya dengan cara menyamarkan suara menggunakan kipas angin
dan atau radio / lagu-lagu setiap waktu / selama sadar / mau tidur.
Yang termasuk terapi ini antara lain:
a. Biofeedback
Biasanya digunakan untuk mengurangi stress.
b. Sound terapi
Metode terapi ini diindikasikan untuk tinnitus, vertigo. Metode ini

2.

dipublikasikan pada tahun 2000 di St. James, Australia.


Terapi Farmakologi Kausatif
a. Alprazolam (Xanax)
Merupakan tranquilizer golongan benzodiazepin, pada suatu penelitian
double-blind dengan dosis 0,5 mg sebelum tidur, dapat mengurangi rata-rata
tinitus dari 7,5 dB menjadi 2,3 dB.
b. Klonopin
Obat sejenis xanax, tetapi tidak sekuat xanax, dan belum dilakukan penelitian
untuk pengobatan tinitus.
c. Antikonvulsan
Obat seperti carbamazepin

(Tegretol),

fenitoin

(Dilantin),

Primidon

(Mysoline), asam Valproat (Depakene), dapat mengurangi tinnitus, tetapi tidak


ada dosis standar untuk terapi tinitus. Beberapa obat ini dapat menyebabkan
efek samping yang berbahaya, antara lain sindrom Steven Johnson, diskrasia
darah dan hipertrofi ginggiva sehingga dalam memberikan terapi ini
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kimia darah dan pemeriksaan
lainnya. Obat-obat ini belum dilakukan penelitian untuk mengurangi tinitus.
d. Vasodilator
Secara teoritis, dilatasi dapat mengalirkan darah lebih banyak ke daerah yang
kekurangan, tetapi penelitian terakhir menyatakan bahwa pada banyak kasus,
vasodilator menyebabkan kondisi lebih parah. Sehingga dapat disimpulkan
tinitus dengan gangguan vaskuler akan bertambah parah jika diberikan
vasodilator.
e. Diuretik
Diuretik bisa digunakan pada Menieres sindrom, dilaporkan dengan
pemberian Dyazyde tinitus dapat dikurangi. Tetapi perlu diingat bahwa
beberapa diuretik merupakan obat ototoksik dan dapat memperburuk tinitus.
f. Betahistine hydrochloride (SERC)
11

Obat ini diyakini dapat mengurangi tekanan di dalam telinga dan


meningkatkan aliran darah menuju ke pembuluh darah kecil. Obat ini dapat
mengurangi tinitus selama 6-12 jam dengan dosis 24-48 mg per hari.
g. Lidokain
Injeksi intravena lidokain diikuti dengan IV drip dapat mengurangi kesakitan
akibat tinitus, dimana suatu penelitian pada 26 probandus, 23 orang
merasakan efek obat setelah lebih dari 30 menit setelah penyuntikan obat.
Penelitian yang dilakukan Lenarz menyatakan bahwa lidokain intra vena
mengurangi lebih dari 50 % gejala tinitus, sedangkan lidokain oral dianjurkan
bila sudah dilakukan tes sensitivitas terhadap lidokain.
h. Tocainide Hydrochloride
Obat untuk antiaritmia ini diberikan per oral dan mempunyai efek seperti
lidokain, tetapi obat ini mempunyai efek samping yang berat. Penelitian
Lenarz menyimpulkan hanya pemberian oral tocainide hanya dapat
mengurangi gejala sebanyak 35% dari seluruh probandus, tetapi dengan
pemberian intra vena dapat mengurangi sampai dengan 55% pasien. Tetapi
perlu diingatkan bahwa pamberian tocainide mempunyai efek samping yang
berat, sehingga pemberiannya hanya diberkan pada pasien yang sangat
menderita akibat tinnitus.
i. Histamin
Efek yang diambil dari histamine adalah sebagai vasodilator, pada suatu
penelitian yang belum dipublikasikan, hampir 70% pasien dengan pengobatan
histamin mendapatkan perbaikan sempurna ataupun setengah dari keluhan
tinnitus.
j. AntiHistamin
Secara teori, antihistamin mempunyai efek sedative ringan yang dapat
menghilangkan kecemasan, mengurangi sekresi mukus sehingga rongga
telinga tetap kering, dan ini akan mengurangi tekanan koklear.
Meclizine, adalah obat antihistamin yang digunakan untuk mual dan
motion sickness serta anti vertigo yang disertai Menieres sindrom. Tetapi
pada suatu laporan dari penderita tinitus tanpa gejala vertigo, meclizine dapat
mengurangi tinitusnya.
3. Terapi adjuvant
a. Hydergin
Hydergin kemungkinan mempunyai efek yang dilaporkan sebagai berikut:
meningkatkan suplai darah dan oksigen ke otak, memperbaiki metabolisme
otak,

melindungi

otak

dari

radikal

bebas,

meningkatkan

ingatan,

menormalkan tekanan sistolik, menurunkan kadar kolesterol, mengurangi


kelelahan, mengurangi gejala pusing dan tinitus.
b. Vinpocetine dan Vincamine

12

Vincamine telah banyak digunakan untuk keadaan kekurangan aliran darah


ke otak, termasuk vertigo dan Menieres sindrom, susah tidur, masalah
pendengaran, hipertensi.
c. Sodium Flouride
Kristal garam yang tidak berwarna, dapat membantu ketika tinitus
disebabkan oleh otosklerosis koklear.
d. Niasin
Merupakan suatu kristal garam, komponen pembentuk vitamin B, diharapkan
dapat memacu supply oksigen ke dalam telinga melalui vasodilatasi. Niasin
lebih cepat bekerja pada saat perut kosong. Belum ada percobaan klinik yang
membuktikan keefektifan niasin untuk mengatasi tinitus, dan niasin dalam
dosis besar dapat merusak hepar.
e. Zinc
Konsentrasi zinc di dalam koklea merupakan konsentrasi terbesar di dalam
tubuh, sehingga pemberian zinc 90-150 mg per hari dapat bermanfaat. Tetapi
zinc dosis tinggi lebih dari 150 mg dapat menyebabkan anemia dan
keracunan.
f. Magnesium
Magnesium dapat bermanfaat untuk mencegah terjadinya kehilangan
pendengaran.
g. Ginkgo Biloba
Tahun 1990, Swart Davis menyatakan ginkgo biloba tidak mempunyai
efek terapeutik terhadap tinitus, tetapi jurnal Lancet volume 340 tahun 1992
menyatakan dengan dosis 120-160 mg setelah makan dapat menurunkan
symptom sebesar 30-70 %.
Pada suatu penelitian yang dilakukan Hobbs pada tahun 1992,
menyatakan bahwa : (1) tinitus dihilangkan seluruhnya sebesar 35 % dari
seluruh pasien yang di uji. (2) pasien dengan usia tua sebanyak 350 orang
dengan gangguan pendengaran yang di terapi ginkgo berhasil sebanyak 82 %.
(3) sebanyak 137 pasien yang di ikuti, 67 % masih memiliki pendengaran
yang baik setelah 5 tahun kemudian.
Pada tahun 1994, Holger menyimpulkan bahwa ekstrak ginkgo biloba
4.

tidak mempunyai efek terhadap tinitus.


Non Invasif Laser
Terapi ini menggunakan laser yang tidak invasive pada procesus
mastoideus dengan energi 90 J/cm2, dilanjutkan 45 J/cm2 dengan frekuensi 5 Hz
2 kali seminggu sebanyak 8 sampai 10 seri, hasilnya 36 % tinitus berkurang, dan

5.

26 % tinitus menghilang sama sekali.


Hearing Aid (Alat Bantu Dengar)
Alat Bantu Dengar dapat diberikan untuk pasien dengan gangguan
pendengaran disertai dengan tinitus yang berat. Karena dapat membantu

13

menormalkan kecepatan suara, juga berguna untuk mencegah suara bising dari
6.

luar yang tidak diinginkan.


Electrical Stimulation
Penempatan berbagai elektroda dengan berbagai volume frekuensi sudah
terbukti dapat mengurangi tinitus. Penempatan elektroda si luar, liang telinga,
telinga tengah, dan koklea. Efek samping yang terjadi adalah rasa sakit,
perubahan sensasi bau. Pada suartu penelitian, 3 dari 5 orang mengalami

perbaikan dengan frekuensi 40 Hz atau kurang.


7. Terapi oksigen hiperbarik / terapi ozonisasi
Terapi ini dapat bermafaat jika dicurigai adanya kekurangan oksigen pada
mekanisme pendengaran. Terapi ini bermanfaat pada kasus akut daripada kasus
kronis.
Hypnoterapi
Terapi ini dilaporkan dapat memperbaiki keadaan tinitus sebesar 68 %.
9. TMD Terapi.
10. Audio Integration Therapy.
11. Pembedahan
Tindakan pembedahan dapat dilakukan untuk tinitus yang diakibatkan
8.

oleh neuroma akustik, abnormalitas vaskuler, dan TMJ sindrom. Salah satu
bentuk tindakan ini adalah implant koklear.
Neurotomi merupakan tindakan pembedahan pilihan terakhir, dengan
melakukan pembedahan N.VIII, tetapi hati-hati, jika penyebab tinitus akibat
sesuatu di dalam otak, pasien akan tuli permanen dan tinitus masih dapat
terjadi.
12. Terapi alternative
a. Akupuntur
Akupuntur merupakan

pengobatan

tradisional

Cina

kuno.

Tujuan

pengobatan ini adalah untuk mengembalikan keseimbangan alami tubuh dan


meningkatkan ketahanan seluruh tubuh.
b. Aromaterapi
Pengobatan dengan menggunakan minyak yang penting dari bunga,
tumbuh-tumbuhan, pohon dan buah sudah banyak dikenal sejak berabadabad lalu di banyak Negara. Aromaterapi menggunakan minyak untuk
membantu relaksasi dan kesehatan, dengan cara pemijatan pada tubuh,
meskipun juga dapat dilakukan dengan cara lain. Banyak penderita tinitus
yang terbantu dengan aromaterapi.
c. Chiropractic
Prinsip dasar dari chiropractic adalah untuk mengembalikan susunan tulang
belakang dan sambungannya, sehingga mengembalikan fungsi saraf untuk
bekerja secara tepat.
d. Terapi kraniosakral
Terapi relaksasi yang dalam dimana terapis menggunakan tangannya untuk
menemukan dan menghilangkan tahanan pada otot, tulang dan cairan tubuh.
e. Herbal Medicine
14

Dengan

menggunakan

trial

and

error,

ditemukan

bahwa

untuk

menghilangkan penyakit, maka tanaman merupakan metode yang paling


efektif.
f.
Pemijitan.
g. Homeophaty.
h. Osteophaty.
i.
Refrexology.

BAB III
VERTIGO PADA ANAK

3. 1

Defenisi
Vertigo adalah sensasi berputar atau berpusing yang merupakan suatu gejala,

penderita merasakan benda-benda di sekitarnya bergerak-gerak memutar

atau

bergerak naik-turun karena gangguan pada sistem keseimbangan. Vertigo bisa di


sebabkan faktor fisiologis, misalnya berputar yang berlebihan, para astronot ketika
berada di luar angkasa ketika melakukan gerakan sehingga kepalanya ada di dasar
lantai pesawat, padahal bila dilakukan di bumi dia tidak merasakan sensasi ini.
Terjadinya vertigo ini bukan oleh suatu kelainan, tetapi justru oleh tidak adanya gaya
gravitasi.
Vertigo bisa berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai
beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih baik jika berbaring diam,
tetapi vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak sama sekali.
Sesuai kejadiannya, vertigo ada beberapa macam yaitu :
- Vertigo spontan : Vertigo ini timbul tanpa pemberian rangsangan. Rangsangan
timbul dari penyakitnya sendiri, misalnya pada penyakit Meniere oleh sebab
tekanan endolimfa yang meninggi. Vertigo spontan komponen cepatnya mengarah
ke jurusan lirikan kedua bola mata.

15

- Vertigo posisi : Vertigo ini disebabkan oleh perubahan posisi kepala. Vertigo timbul
karena perangsangan pada kupula kanalis semi-sirkularis oleh debris atau pada
kelainan servikal. Debris ialah kotoran yang menempel pada kupula kanalis semisirkularis.
- Vertigo kalori : Vertigo yang dirasakan pada saat pemeriksaan kalori. Vertigo ini
penting

ditanyakan

pada

pasien

sewaktu

tes

kalori,

supaya

ia

dapat

membandingkan perasaan vertigo ini dengan serangan yang pernah dialaminya.


Bila sama, maka keluhan vertigonya adalah betul, sedangkan bila ternyata berbeda,
maka keluhan vertigo sebelumnya patut diragukan.

3. 2

Etiologi

Menurut (Burton, 1990 : 170) yaitu :


1. Lesi vestibular

Fisiologik

Labirinitis

Menire

Obat misalnya quinine, salisilat.

Otitis media

Motion sickness

Benign post-traumatic positional vertigo

2. Lesi saraf vestibularis

Neuroma akustik

Obat misalnya streptomycin

Neuronitis vestibular

3. Lesi batang otak, serebelum atau lobus temporal

Infark atau perdarahan pons

16

Insufisiensi vertebro-basilar

Migraine arteri basilaris

Sklerosi diseminata

Tumor

Siringobulbia

Epilepsy lobus temporal

3. 3 Patofisiologi
Vertigo timbul jika terdapat ketidak cocokan informasi aferen yang disampaikan
ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan
vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan impulsnya
ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan proprioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei N.III,
IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis. Informasi yang
berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual,
dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih
dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya
adalah proprioseptik. Dalam kondisi fisiologis / normal, informasi yang tiba di pusat
integrasi alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan
proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan
sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa
penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak.
Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan
sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi
tidak normal / tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan,
maka proses pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo
dan gejala otonom; di samping itu respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat
sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness,
ataksia saat berdiri / berjalan dan gejala lainnya (Mardjono dan Shidarta, 2004)

17

3. 4 Fisiologi
Informasi yang berguna untuk alat keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh
respetor vestibuler visual dan propioseptik. Dan ketiga jenis reseptor tersebut,
reseptor vestibuler yang punya kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50%
disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil konstribusinya adalah
propioseptik. Arus informasi berlangsung

intensif

bila

ada gerakan atau

perubahan gerakan dari kepala atau tubuh, akibat gerakan ini menimbulkan
perpindahan cairan endolimfe di labirin dan selanj utnya bulu (cilia) dari
s el rambut (hair cells) akan menekuk. Tekukan belum menyebabkan
permeabilitas membran sel berubah sehingga ion Kalsium menerobos masuk kedalam
sel (influx). Influx Ca akan menyebabkan terjadinya depolarisasi dan juga
merangsang pelepasan NT eksitator (dalam hal ini glutamat) yang selanjutnya akan
meneruskan impul sensoris ini lewat saraf aferen (vestibularis) ke pusat-pusat alat
keseimbangan tubuh di otak. Pusat Integrasi alat keseimbangan tubuh pertama diduga
di inti vertibularis menerima impuls aferen dari propioseptik, visual dan
vestibuler. Serebelum selain merupakan pusat integrasi kedua juga diduga
merupakan pusat komparasi informasi yang sedang berlangsung dengan informasi
gerakan yang sudah lewat, oleh karena memori gerakan yang pernah
dialami masa lalu diduga tersimpan di vestibule serebeli. Selain serebellum, informasi
tentang gerakan juga tersimpan di pusat memori prefrontal korteks serebri.
3.4.1 Cara Membedakan Vertigo Perifer dan Sentral
Ada dua macam vertigo, yakni vertigo sentral dan perifer. Vertigo sentral
adalah vertigo yang sumber masalahnya berasal dari kelainan pada sistem saraf pusat.
Sedangkan vertigo perifer adalah vertigo yang sumber masalahnya berasal dari
kelainan sistem vestibuler perifere yang terdiri dari sensor proprioseptif, sensor taktil
dan visual. Cara untuk membedakan kedua vertigo ini dapat dilihat melalui sejumlah
anamnesi yang berkaitan dengan onset vertigo, tingkat keparahannya, riwayat
penyakit terdahulu dan penggunaan obat. Semua pertanyaan itu memiliki nilai yang
sangat signifikan dalam menentukan penyebab vertigo agar pemberian terapi pada
pasien dapat mengatasi keluhan secara optimal. Selain anamnesis pemeriksaan fisis
juga sangat berperan dalam menentukan sumber kelainan vertigo. Manuver sederhana
sepertei manuver Epley juga dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis.
Ver tig o juga dap at diseba bka n ole h kelainan vaskuler, seperti
hipotensi. Untuk membedakan dengan kelainan vaskuler, maka kita harus
memeriksa tekanan darah dan denyut nadi pasien. Jika tidak terdapat kelainan pada
kedua hal maka kemungkinan diagnosis yang tersisa adalah kelainan
18

neurologis

dan kelainan

labirin.

Untuk menyingkirkan

kemungkinan

kelainan neurologis, maka abnormalitas neurologis seperti kelumpuhan harus


ikut disingkirkan. Keterlibatan gangguan pendengaran juga harus dipertimbangkan
untuk menegakkan diagnosis. Karena ada sejumlah penyakit yang memiliki
karakterisitik hearing loss dan tinnitus.
Seperti pada penyakit Meniere dan Labirintitis. Untuk membedakan kedua
penyakit ini, kita harus memperhatikan ada tidaknya tanda-tanda infeksi dan
penggunaan obat. Labirintitis identik dengan dua hal yang disebutkan terakhir.

3.4.2. Keterkaitan Antar Gejala


Muntah (Vomit) dapat terjadi ketika vomit centre di brain stem diaktifkan oleh
signal yang disebabkan pleh salah satu dari 3 tempat, yaitu traktus digestif,
mekanisme keseimbangan di telinga tengah dan otak. Vomit centre mengirimkan
pesan ke dua diagram, yang menekan perut dan dinding abdominal yang
menyebabkan stomach mengeluarkan massa / cairan melalui esofagus. Tinitus terjadi
karena adanya gangguan di koklea atau nervus kranial VIII, tinitus ini selalu disertai
oleh hearing loss, baik konduktif maupun sensorineural. Vertigo dapat disebabkan
oleh 2 macam sumber lesi, yaitu peripheral dan central. Pada peripheral : lesi berada
di labyrinth atau pada vestibular nerve. Dan pada central : vertigo terjadi oleh karena
gangguan pada brainstem dan CNS pathways (tumor dan multiple sclerosis). Gejala
vertigo pada lesi perifer biasanya lebih parah dibandingkan dengan lesi di sentral,
yaitu dengan disertai muntah dan mual. Perasaan penuh yang dirasakan oleh pasien
dapat disebabkan oleh endolimfe hydrops, dimana ada retak di membran antara
bony labyrinth dan membranous labyrinth yang menyebabkan cairan perilimfa dan
endolimfa bercampur, disertai oleh diet pasien yang tinggi garam menyebabkan
peningkatan ion K sehingga terjadi edema yang menyebabkan pasien merasakan
telinga seperti penuh air.
Di bawah ini adalah klasifikasi vertigo antara lain:
Perbedaan Vertigo Vestibular dan Non Vestibular
Gejala

Vertigo Vestibular

Vertigo Non Vestibular

Sifat vertigo
Serangan
Mual / muntah
Gangguan pendengaran
Gerakan pencetus
Situasi pencetus

rasa berputar
episodik
+
+/gerakan kepala
-

melayang,hilang keseimbangan
kontinu
gerakan obyek visual
keramaian, lalu lintas

19

Perbedaan Vertigo Vestibular Perifer dan Sentral


Gejala

Vertigo Vestibular Perifer

Vertigo Vestibular Sentral

Bangkitan vertigo
Derajat vertigo
Pengaruh gerakan kepala
Gejala otonom (mual,
muntah, keringat)
Gangguan pendengaran
(tinitus, tuli)
Tanda fokal otak

lebih mendadak
berat
++
++

lebih lambat
ringan
+/+

Berdasarkan awitan serangan, vertigo dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu


paroksismal, kronik, dan akut. Serangan pada vertigo paroksismal terjadi mendadak,
berlangsung beberapa menit atau hari, lalu menghilang sempurna. Suatu saat
serangan itu dapat muncul lagi. Namun diantara serangan, pasien sama sekali tidak
merasakan gejala. Lain halnya dengan vertigo kronis. Dikatakan kronis karena
serangannya menetap lama dan intensitasnya konstan. Pada vertigo akut, serangannya
mendadak, intensitasnya perlahan berkurang namun pasien tidak pernah mengalami
periode bebas sempurna dari keluhan. Demikian papar Abdulbar.
Jenis Vertigo
Berdasarkan
Awitan Serangan
Vertigo paroksismal

Disertai Keluhan
Telinga

Tidak Disertai
Keluhan Telinga

Timbul Karena
Perubahan Posisi

Penyakit Meniere,
tumor fossa cranii
posterior, transient
ischemic attack
(TIA) arteri
vertebralis

TIA arteri vertebrobasilaris, epilepsi,


vertigo akibat lesi
lambung

Benign paroxysmal
positional vertigo
(BPPV)

Vertigo kronis

Otitis media kronis,


meningitis
tuberkulosa,
tumor serebelopontine, lesi labirin
akibat zat ototoksik

Kontusio serebri,
sindroma paska
komosio,
multiple sklerosis,
intoksikasi obatobatan

Hipotensi ortostatik,
vertigo servikalis

Vertigo akut

Trauma labirin,
herpes zoster otikus,
labirinitis akuta,
perdarahan labirin

Neuronitis
vestibularis,
ensefalitis
vestibularis,
multipel sklerosis

3.5 Penyakit-Penyakit Yang Berkaitan Dengan Gejala Dan Penatalaksanaannya Pada Anak
3.5.I OTITIS
3.5.I.1 Definisi
20

Otitis adalah radang telinga, yang ditandai dengan nyeri, demam, hilangnya
pendengaran, tinitus dan vertigo. Otitis berarti peradangan dari telinga, dan media
berarti tengah. Jadi otitis media berarti peradangan dari telinga tengah. Otitis media
adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius,
antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media adalah infeksi atau inflamasi pada
telinga tengah.
3.5.1.2 Otitis Media Akut
Otitis media akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum
telinga tengah dan terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu. Otitis media akut
adalah proses infeksi yang ditentukan oleh adanya cairan di telinga atau gangguan
dengar, serta gejala penyerta lainnya tergantung berat ringannya penyakit, antara lain:
demam, iritabilitas, letargi, anoreksia, vomiting, bulging hingga perforasi membrana
tympani yang dapat diikuti dengan drainase purulen. Otitis media akut bisa terjadi
pada semua usia, tetapi paling sering ditemukan pada anak-anak terutama 3 bulan3 tahun.
Otitis media akut terjadinya dapat cepat dan berdurasi pendek, otitis media
akut biasanya berhubungan dengan akumulasi cairan di telinga tengah bersama
dengan tanda-tanda atau gejala-gejala dari infeksi telinga, gendang telinga, yang
menonjol biasanya disertai nyeri, atau gendang telinga yang berlubang, seringkali
dengan aliran dengan materi yang bernanah, dan dapat disertai demam.
3.5.1.3 Otitis Media Kronis
Otitis media kronis adalah infeksi menahun pada telinga tengah. Kondisi yang
berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh
episode berulang otitis media akut yang tak tertangani. Otitis media adalah proses
peradangan di telinga tengah dan mastoid yang menetap > 12 minggu. Otitis media
kronik adalah perforasi pada gendang telinga.
Otitis media kronis adalah peradangan telinga tengah yang dapat berulang,
secara khas untuk sedikitnya satu bulan. Orang awam biasanya menyebut congek.
OMK dibagi dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu :
1. Tipe tubotimpani (tipe benigna/ tipe aman/ tipe mukosa)

21

Tipe ini ditandai adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik
yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Proses peradangan pada OMK
posisi ini terbatas pada mukosa saja, biasanya tidak mengenai tulang, umumnya
jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom.
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba
Eustachius, infeksi saluran nafas atas, kegagalan pertahanan mukosa terhadap infeksi
pada penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah, campuran bakteri aerob dan
anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa serta migrasi sekunder dari epitel
squamosa. Sekret mukoid berhubungan dengan hiperplasi sel goblet, metaplasi dari
mukosa telinga tengah.

22

OMK tipe benigna berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal 2 jenis,yaitu

OMK aktif ialah OMK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara
aktif

OMK tenang apabila keadaan kavum timpani terlihat kering.

2. Tipe Atikoantral (tipe maligna / tipe bahaya)


Tipe ini ditandai dengan perforasi tipe marginal atau tipe atik, disertai dengan
kolesteatom dan sebagian besar komplikasi yang berbahaya dan fatal timbul pada
OMK tipe ini.
Kolesteatom adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel
(keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatom
bertambah besar. Banyak teori mengenai patogenesis terbentuknya kolesteatom
diantaranya adalah teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi, dan teori
implantasi. Kolesteatom merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman
(infeksi), terutama Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Infeksi akan memicu proses
peradangan lokal dan pelepasan mediator inflamasi yang dapat menstimulasi sel-sel
keratinosit matriks kolesteatom bersifat hiperproliferatif, destruksi, dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak organ
disekitarnya sehingga dapat terjadi destruksi tulang yang diperhebat oleh
pembentukan asam dari proses pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini
mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirinitis, meningitis dan abses otak.
Kolesteatom dapat diklasifikasikan atas dua jenis:
a. Kolesteatom kongenital.
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital menurut Derlaki dan Clemis
(1965) adalah :
1. Berkembang dibelakang membran timpani yang masih utuh.
2. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
3. Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel
undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.

23

Kolesteatom kongenital lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau


tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa. Kolesteatom ini dapat menyebabkan
parese nervus fasialis, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.
b. Kolesteatom akuisital atau didapat

Primary acquired cholesteatoma.

Kolesteatom yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran timpani.


Kolesteatom timbul akibat proses invaginasi dari membran timpani pars flaksida
akibat adanya tekanan negatif pada telinga tengah karena adanya gangguan tuba (teori
invaginasi). Kolesteatom yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida.

Secondary acquired cholesteatoma.

Terbentuk setelah perforasi membran timpani. Kolesteatom terjadi akibat masuknya


epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga
tengah (teori migrasi), atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena
iritasi infeksi yang berkangsung lama (teori metaplasi).
Bentuk perforasi membran timpani adalah :
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan posterosuperior, kadang-kadang sub total. Pada seluruh tepi perforasi masih ada terdapat sisa
membran timpani.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dan adanya erosi dari anulus fibrosus.
Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi
pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flaksida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma.

24

3.5.2 Etiologi
3.5.2.1 Otitis Media Akut
Biasanya penyakit ini merupakan komplikasi dari infeksi saluran pernafasan atas
(common cold). Penyebab otitis media akut (OMA) dapat berupa virus maupun
bakteri.
Virus atau bakteri dari tenggorokan bisa sampai ke telinga tengah melalui tuba
Eustachius atau kadang juga melalui aliran darah. Otitis media akut juga bisa terjadi
karena adanya penyumbatan pada sinus paranasalis atau tuba eustakius akibat alergi
atau pembengkakan amandel.
Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik ke
dalam telinga tengah yang normalnya adalah steril. Paling sering terjadi bila terdapat
disfungsi tuba eustachius seperti obstruksi yang disebabkan oleh infeksi saluran
pernafasan atas, inflamasi jaringan disekitarnya (sinusitis, hipertrofi adenoid) atau
reaksi alergik (rhinitis alergika). Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme
penyebab adalah Streptococcus peneumoniae, Hemophylus influenzae, Streptococcus
pyogenes, dan Moraxella catarrhalis.
3.5.2.2 Otitis Media Kronis
Otitis media kronis terjadi akibat adanya lubang pada gendang telinga (perforasi)
(Mediastore,2009). Perforasi gendang telinga bisa disebabkan oleh : otitis media akut
penyumbatan tuba eustakius cedera akibat masuknya suatu benda ke dalam telinga
atau akibat perubahan tekanan udara yang terjadi secara tiba-tiba akibat luka bakar
karena panas atau zat kimia. Bisa juga disebabkan karena bakteri, antara lain:

Streptococcus.

Stapilococcus.

Diplococcus pneumonie.

Hemophilus influenza.

Gram Positif : S. Pyogenes, S. Albus.

Gram Negatif : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli.

Kuman anaerob : Alergi, diabetes melitus, TBC paru.


25

Penyebab OMK antara lain:


1.

Lingkungan
Hubungan penderita OMK dan faktor sosio ekonomi belum jelas, tetapi
kelompok sosio ekonomi rendah memiliki insiden OMK yang lebih tinggi.
Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara
umum, diet, dan tempat tinggal yang padat.

2.

Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden
OMK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor
genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media,
tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.

3.

Riwayat otitis media sebelumnya


Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis
media akut dan / atau otitis media dengan efusi.

4.

Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak
bervariasi pada otitis media kronik yang aktif. Keadaan ini menunjukkan
bahwa metode kultur yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama
dijumpai adalah bakteri Gram (-), flora tipe usus, dan beberapa organisme
lainnya.

5. Infeksi saluran nafas atas


Banyak penderita mengeluh keluarnya sekret telinga sesudah terjadi infeksi
saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah
menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara
normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan
bakteri.
6. Autoimun: Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih
besar terhadap OMK

26

7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi
dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian
penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksintoksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba Eustachius
Pada otitis media kronis aktif tuba Eustachius sering tersumbat oleh edema,
tetapi apakah hal ini merupakan fenomena primer atau sekunder masih belum
diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk
mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba
tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani yang menetap
pada OMK adalah:

Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan


produksi sekret telinga purulen berlanjut.

Berlanjutnya obstruksi tuba Eustachius yang mengurangi penutupan spontan


pada perforasi.

Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui


mekanisme migrasi epitel.

Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan


yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah
penutupan spontan dari perforasi.

3.5.3 PATOFISIOLOGI
3.5.3.1 Otitis Media Akut
Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga
kesterilan telinga tengah. Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran
napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat
saluran Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat
27

menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar


saluran, tersumbatnya saluran menyebabkan transudasi, dan datangnya sel-sel darah
putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan
mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam
telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius
menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang
gendang telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena
gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ
pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran
yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih
banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran
pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat,
cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena
tekanannya.
3.5.3.2

Otitis Media Kronis


Patofisiologi OMK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini

merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah
terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Terjadinya OMK
hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang. OMK disebabkan oleh
multifaktor antara lain infeksi virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi,
kekebalan tubuh, lingkungan, dan social ekonomi.
Fokus infeksi biasanya terjadi pada nasofaring (adenoiditis, tonsillitis,
rhinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Kadang-kadang
infeksi berasal dari telinga luar masuk ke telinga tengah melalui perforasi membran
timpani, maka terjadi inflamasi. Bila terbentuk pus akan terperangkap di dalam
kantung mukosa di telinga tengah. Dengan pengobatan yang cepat dan adekuat serta
perbaikan fungsi telinga tengah, biasanya proses patologis akan berhenti dan kelainan
mukosa akan kembali normal. Walaupun kadang-kadang terbentuk jaringan granulasi
atau polip ataupun terbentuk kantong abses di dalam lipatan mukosa yang masingmasing harus dibuang, tetapi dengan penatalaksanaan yang baik perubahan menetap
pada mukosa telinga tengah jarang terjadi. Mukosa telinga tengah mempunyai
kemampuan besar untuk kembali normal. Bila terjadi perforasi membrane timpani
yang permanen, mukosa telinga tengah akan terpapar ke telinga luar sehingga
28

memungkinkan terjadinya infeksi berulang. Hanya pada beberapa kasus keadaan


telinga tengah tetap kering dan pasien tidak sadar akan penyakitnya. Berenang,
kemasukan benda yang tidak steril ke dalam liang telinga atau karena adanya focus
infeksi pada saluran napas bagian atas akan menyebabkan infeksi eksaserbasi akut
yang ditandai dengan secret yang mukoid atau mukopurulen.
3.5.4 MANIFESTASI KLINIS
3.5.4.1 Otitis Media Akut
Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantung pada stadium penyakit dan
umur pasien. Stadium otitis media akut (OMA) berdasarkan perubahan mukosa
telinga tengah :
1.

Stadium oklusi tuba Eustachius


Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di

dalam telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat
dideteksi. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa akibat virus atau alergi.
2.

Stadium hiperemis (presupurasi)


Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh

membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk
mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat.
3.

Stadium supurasi
Membrana timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat

pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya
eksudat purulen di kavum timpani. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu
meningkat, serta nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan tidak berkurang,
akan terjadi iskemia, tromboflebitis dan nekrosis mukosa serta submukosa. Nekrosis
ini terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan kekuningan pada membran timpani.
Di tempat ini akan terjadi ruptur.
4.

Stadium perforasi
Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang

tinggi, dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga

29

tengah ke telinga luar. Pasien yang semula gelisah menjadi tenang, suhu badan turun,
dan dapat tidur nyenyak.
5.

Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal

kembali. Bila terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan mengering. Bila daya
tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi tanpa
pengobatan. Otitis media akut (OMA) berubah menjadi otitis media supuratif subakut
bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul
lebih dari 3 minggu. Disebut otitis media supuratif kronik (OMSK) bila berlangsung
lebih 1,5 atau 2 bulan. Dapat meninggalkan gejala sisa berupa otitis media serosa bila
sekret menetap di kavum timpani tanpa perforasi. Pada anak, keluhan utama adalah
rasa nyeri di dalam telinga dan suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat
batuk pilek sebelumnya. Pada orang dewasa, didapatkan juga gangguan pendengaran
berupa rasa penuh atau kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas otitis
media anak adalah suhu tubuh yang tinggi (> 39,5 derajat celsius), gelisah, sulit tidur,
tiba-tiba menjerit saat tidur, diare, kejang, dan kadang-kadang memegang telinga
yang sakit. Setelah terjadi ruptur membran tinmpani, suhu tubuh akan turun dan anak
tertidur.
3.5.4.2 Otitis Media Kronis
Gejala berdasarkan tipe Otitis Media Kronis:
1. OMK tipe benigna:
Gejalanya berupa discharge mukoid yang tidak terlalu berbau busuk, ketika
pertama kali ditemukan bau busuk mungkin ada tetapi dengan pembersihan dan
penggunaan antibiotiklokal biasanya cepat menghilang, discharge mukoid dapat
konstan atau intermitten.
Gangguan pendengaran konduktif selalu didapat pada pasien dengan derajat
ketulian tergantung beratnya kerusakan tulang-tulang pendengaran dan koklea selama
infeksi nekrotik akut pada awal penyakit.
Perforasi membrane timpani sentral sering berbentuk seperti ginjal tapi selalu
meninggalkan sisa pada bagian tepinya. Proses peradangan pada daerah timpani
terbatas pada mukosa sehingga membrane mukosa menjadi berbentuk garis dan

30

tergantung derajat infeksi membrane mukosa dapt tipis dan pucat atau merah dan
tebal, kadang suatu polip didapat tapi mukoperiosteum yang tebal dan mengarah pada
meatus menghalangi pandangan membrane timpani dan telinga tengah sampai polip
tersebut diangkat . Discharge terlihat berasal dari rongga timpani dan orifisium tuba
eustachius yang mukoid, dan setelah satu atau dua kali pengobatan local maka bau
busuk berkurang. Cairan mukus yang tidak terlalu bau datang dari perforasi besar tipe
sentral dengan membrane mukosa yang berbentuk garis pada rongga timpani
merupakan diagnosa khas pada OMSK tipe benigna.
1. OMK tipe maligna dengan kolesteatoma:
Sekret pada infeksi dengan kolesteatom ber-aroma khas, sekret yang sangat bau
dan berwarna kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat keping-keping kecil,
berwarna putih mengkilat.
Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya kolesteatom
bersamaan juga karena hilangnya alat penghantar udara pada otitis media nekrotikans
akut. Selain tipe konduktif dapat pula tipe campuran karena kerusakan pada koklea
yaitu karena erosi pada tulang-tulang kanal semisirkularis akibat sifat osteolitik dari
kolesteatom.
Gejalanya bervariasi, berdasarkan pada lokasi perforasi gendang telinga:
1. Perforasi sentral (lubang terdapat di tengah-tengah gendang telinga).
Otitis media kronis bisa kambuh setelah infeksi tenggorokan dan hidung (misalnya
pilek) atau karena telinga kemasukan air ketika mandi atau berenang. Penyebabnya
biasanya adalah bakteri. Dari telinga keluar nanah berbau busuk tanpa disertai rasa
nyeri. Bila terus menerus kambuh, akan terbentuk pertumbuhan menonjol yang
disebut polip, yang berasal dari telinga tengah dan melalui lubang pada gendang
telinga akan menonjol ke dalam saluran telinga luar. Infeksi yang menetap juga bisa
menyebabkan kerusakan pada tulang-tulang pendengaran (tulang-tulang kecil di
telinga tengah yang mengantarkan suara dari telinga luar ke telinga dalam) sehingga
terjadi tuli konduktif.
2. Perforasi marginal: (lubang terdapat di pinggiran gendang telinga). Bisa
terjadi tuli konduktif dan keluarnya nanah dari telinga.
3.5.5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

31

3.5.5.1 Otitis Media Akut


Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan telinga dengan
otoskop. Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran timpani.
Untuk menentukan organisme penyebabnya dilakukan pembiakan terhadap nanah
atau cairan lainnya dari telinga.
3.5.5.2 Otitis Media Kronis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan telinga dengan
otoskop. Untuk mengetahui organisme penyebabnya, dilakukan pembiakan terhadap
cairan yang keluar dari telinga. Rontgen mastoid atau CT Scan kepala dilakukan
untuk mengetahui adanya penyebaran infeksi ke struktur di sekeliling telinga.
Tes Audiometri dilakukan untuk mengetahui pendengaran menurun. X-ray mastoid
posisi Schuller untuk mengetahui adanya

kolesteatoma dan kekaburan /

perselubungan mastoid.
3.5.6 PENATALAKSANAAN
3.5.6.1 Otitis Media Akut
Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal
ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik,
dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.
-

Stadium Oklusi

Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan


negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,25 %
untuk anak < 12 tahun atau HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologis untuk anak
diatas 12 tahun dan dewasa. Sumber infeksi lokal harus diobati. Antibiotik diberikan
bila penyebabnya kuman.
-

Stadium Presupurasi

Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran timpani sudah
terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian
antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan
kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan
penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak
32

terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan


kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari.

Stadium Supurasi

Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila


membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.
- Stadium Perforasi
Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci
telinga H2O2 3% selama 3-5 hari, serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu.
Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.
-

Stadium Resolusi

Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi
menutup. Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila tetap,
mungkin telah terjadi mastoiditis.
a. Pemberian Antibiotik
1. OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya.
2. Sekitar 80% OMA sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotik. Penggunaan
antibiotik tidak mengurangi komplikasi yang dapat terjadi, termasuk
berkurangnya pendengaran.
3. Observasi dapat dilakukan pada sebagian besar kasus. Jika gejala tidak
membaik dalam 48-72 jam atau ada perburukan gejala, antibiotik diberikan.
American Academy of Pediatrics (AAP) mengkategorikan OMA yang dapat
diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut:
Usia
< 6 bln
6 bln 2 th

Diagnosis pasti
Antibiotik
Antibiotik

2 thn

Antibiotik jika gejala berat,


observasi jika gejala ringan

Diagnosis meragukan
Antibiotik
Antibiotik jika gejala berat,
observasi jika gejala ringan
Observasi

33

Yang dimaksud dengan gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam <39C
dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang berat
atau demam 39C.
Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia
enam bulan dua tahun dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis
meragukan pada anak di atas dua tahun. Untuk dapat memilih observasi, follow-up
harus dipastikan dapat terlaksana. Analgetik tetap diberikan pada masa observasi.
British Medical Journal memberikan kriteria yang sedikit berbeda untuk
menerapkan observasi ini.10 Menurut BMJ, pilihan observasi dapat dilakukan
terutama pada anak tanpa gejala umum seperti demam dan muntah.
Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian besar
anak adalah amoxicillin.

Sumber

seperti

AAFP

(American

Academy

of

Family

Physician)

menganjurkan pemberian 40 mg/kg berat badan/hari pada anak dengan risiko


rendah dan 80 mg/kg berat badan/hari untuk anak dengan risiko tinggi.

Risiko tinggi yang dimaksud antara lain adalah usia kurang dari dua tahun,
dirawat sehari-hari di daycare, dan ada riwayat pemberian antibiotik dalam
tiga bulan terakhir.

WHO menganjurkan 15 mg/kg berat badan/pemberian dengan maksimumnya


500 mg.

AAP menganjurkan dosis 80-90 mg/kg berat badan/hari. 6 Dosis ini terkait
dengan meningkatnya persentase bakteri yang tidak dapat diatasi dengan dosis
standar di Amerika Serikat. Sampai saat ini di Indonesia tidak ada data yang
mengemukakan hal serupa, sehingga pilihan yang bijak adalah menggunakan
dosis 40 mg/kg/hari. Dokumentasi adanya bakteri yang resisten terhadap dosis
standar harus didasari hasil kultur dan tes resistensi terhadap antibiotik.

Antibiotik pada OMA akan menghasilkan perbaikan gejala dalam 48-72 jam.

Dalam 24 jam pertama terjadi stabilisasi, sedang dalam 24 jam kedua mulai
terjadi perbaikan. Jika pasien tidak membaik dalam 48-72 jam, kemungkinan
ada penyakit lain atau pengobatan yang diberikan tidak memadai. Dalam
kasus seperti ini dipertimbangkan pemberian antibiotik lini kedua. Misalnya:

34

- Pada pasien dengan gejala berat atau OMA yang kemungkinan disebabkan
Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis, antibiotik yang
kemudian dipilih adalah amoxicillin-clavulanate.6 Sumber lain menyatakan
pemberian amoxicillin-clavulanate dilakukan jika gejala tidak membaik
dalam tujuh hari atau kembali muncul dalam 14 hari.
-

Jika pasien alergi ringan terhadap amoxicillin, dapat diberikan cephalosporin

seperti cefdinir, cefpodoxime, atau cefuroxime.


Pada alergi berat terhadap amoxicillin, yang diberikan adalah azithromycin

atau clarithromycin
Pilihan lainnya adalah erythromycin-sulfisoxazole atau sulfamethoxazole-

trimethoprim.
Namun kedua kombinasi ini bukan pilihan pada OMA yang tidak membaik

dengan amoxicillin.
Jika pemberian amoxicillin-clavulanate juga tidak memberikan hasil, pilihan

yang diambil adalah ceftriaxone selama tiga hari.


Perlu diperhatikan bahwa cephalosporin yang digunakan pada OMA
umumnya merupakan generasi kedua atau generasi ketiga dengan spektrum
luas. Demikian juga azythromycin atau clarythromycin. Antibiotik dengan
spektrum luas, walaupun dapat membunuh lebih banyak jenis bakteri,
memiliki risiko yang lebih besar. Bakteri normal di tubuh akan dapat terbunuh
sehingga keseimbangan flora di tubuh terganggu. Selain itu risiko
terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik akan lebih besar.
Karenanya, pilihan ini hanya digunakan pada kasus-kasus dengan indikasi

jelas penggunaan antibiotik lini kedua.


Pemberian antibiotik pada otitis media dilakukan selama sepuluh hari pada

anak berusia di bawah dua tahun atau anak dengan gejala berat.
Pada usia enam tahun ke atas, pemberian antibiotik cukup 5-7 hari. Di

Inggris, anjuran pemberian antibiotik adalah 3-7 hari atau lima hari.
Tidak adanya perbedaan bermakna antara pemberian antibiotik dalam jangka
waktu kurang dari tujuh hari dibandingkan dengan pemberian lebih dari tujuh
hari. Dan karena itu pemberian antibiotik selama lima hari dianggap cukup
pada otitis media. Pemberian antibiotik dalam waktu yang lebih lama
meningkatkan risiko efek samping dan resistensi bakteri.

b.

Pemberian Analgetik / pereda nyeri

Penanganan OMA selayaknya disertai penghilang nyeri (analgetik).

Analgetik yang umumnya digunakan adalah analgetik sederhana seperti


paracetamol atau ibuprofen.

35

Namun perlu diperhatikan bahwa pada penggunaan ibuprofen, harus


dipastikan bahwa anak tidak mengalami gangguan pencernaan seperti muntah
atau diare karena ibuprofen dapat memperparah iritasi saluran cerna.

c. Obat lain

Pemberian obat-obatan lain seperti antihistamin (antialergi) atau dekongestan


tidak memberikan manfaat bagi anak.

Pemberian kortikosteroid juga tidak dianjurkan.

Myringotomy

(myringotomy

melubangi

gendang

telinga

untuk

mengeluarkan cairan yang menumpuk di belakangnya) juga hanya dilakukan


pada kasus-kasus khusus di mana terjadi gejala yang sangat berat atau ada
komplikasi.

Cairan yang keluar dapat dikultur.

Pemberian antibiotik sebagai profilaksis untuk mencegah berulangnya OMA


tidak memiliki bukti yang cukup.

3.5.6.2 Otitis Media Kronis


Penyebab penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor
penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian pada waktu
pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi
kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta
menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat ditelinga. Bila didiagnosis
kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat-obatan dapat
digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.
Menurut Nursiah, prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya
infeksi, dimana pengobatan dapat dibagi atas : Konservatif dan Operasi.
3.5.7 Komplikasi
3.5.7.1 Otitis Media Akut
Komplikasi yang serius adalah:
Infeksi pada tulang di sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis)
Labirintitis (infeksi pada kanalis semisirkuler)
36

Kelumpuhan pada wajah

Tuli

Peradangan pada selaput otak (meningitis)

Abses Otak

Tanda-tanda terjadinya komplikasi:


3.5.7.2

Sakit kepala
Tuli yang terjadi secara mendadak
Vertigo (perasaan berputar)
Demam dan menggigil.
Otitis Media Kronis

OMK tipe benigna :


OMK tipe benigna tidak menyerang tulang sehingga jarang menimbulkan
komplikasi, tetapi jika tidak mencegah invasi (peristiwa masuknya bakteri ke dalam
tubuh) organisme baru dari nasofaring dapat menjadi otitis media supuratif akut
eksaserbsi

akut

yang

dapat

menimbulkan

komplikasi

dengan

terjadinya

tromboplebitis vaskuler.
OMK tipe maligna : Komplikasi dimana terbentuknya kolesteatom berupa :
1.

erosi canalis semisirkularis

2.

erosi canalis tulang

3.

erosi tegmen timpani dan abses ekstradural

4.

erosi pada permukaan lateral mastoid dengan timbulnya abses subperiosteal

5.

erosi pada sinus sigmoid

Menurut Shanbough (2003) komplikasi OMK terbagi atas:


a. Komplikasi Intratemporal
- Perforasi membrane timpani.
- Mastoiditis akut.

37

- Parese nervus fasialis.


- Labirinitis.
- Petrositis.
b. Komplikasi Ekstratemporal.
- Abses subperiosteal.
c. Komplikasi Intrakranial.
- Abses otak.
- Tromboflebitis.
- Hidrocephalus otikus.
- Empiema subdural/ ekstradural
3.5.8 Prognosis
3.5.8.1 Otitis Media Akut
Prognosis pada Otitis Media Akut prognosis baik apabila diberikan terapi yang
adekuat (antibiotik yang tepat dan dosis yang cukup).
3.5.8.2 Otitis Media Kronik
OMK tipe benigna
Prognosis dengan pengobatan local, otorea dapat mengering. Tetapi sisa
perforasi sentral yang berkepanjangan memudahkan infeksi dari nasofaring atau
bakteri dari meatus eksterna khususnya terbawa oleh air, sehingga penutupan
membrane timpani disarankan dengan cara Miringoplasti.
OMK tipe maligna
Prognosis kolesteatom yang tidak diobati akan berkembang menjadi
meningitis, abes otak, prasis fasialis atau labirintis supuratif yang semuanya fatal.
Sehingga OMSK type maligna harus diobati secara aktif sampai proses erosi tulang
berhenti.
38

3.5.2

LABYRINTHITIS.

Infeksi dari telinga dalam yang mempengaruhi keseimbangan dan pendengaran.


Ini adalah jarang dan dapat terjadi dalam dua bentuk yang berbeda:
-

Viral labyrinthitis. Infeksi telinga dalam disebabkan oleh virusvirus (seperti virus-virus yang menyebabkan measles, mumps atau
flu). Viral labyrinthitis umumnya h i l a n g d e n g a n s e n d i r i n y a ,
tanpa

perawatan,

dan

tidak

meninggalkan

komplikasi-

komplikasi jangka panjang.


Bacterial labyrinthitis. Infeksi telinga dalam disebabkan oleh
bakteri-bakteri, seperti ketika suatu infeksi telinga tengah (otitis
media) menyebar ke telinga dalam, atau sebagai akibat penyebaran dari
meningitis (peradangan dari pelindung otak dan spinalcord).

3.5.2.1 Definisi :
Labirintitis merupakan radang pada Labirin Membranosus
3.5.2.2 Patogenesis
-

Otogenik: Otitis Media Supuratif Kronik (OSMK), Mastoiditis

Non-Otogenik: Meniingotogenik, Hematogenik

3.5.2.3 Macam-Macam Labirinithitis


A. Labirintitis Sirkum Skripta (Perilabirinthitis)

Merupakan labirinthitis otogenik yang didahului oleh suatu OSMK atau


mastoiditis yang dapat menyebabkan tuli konduktif
Patologi: Kerusakan atau erosi pada labirin pars osseus dari Kanalis
semisirkularis (KSS) horizontalis, labirin membrane dan perilimfe masih
normal
Gejala : Vertigo bila terjadi perubahan tekanan Meatus Externa (ME),
Nystagmus, Tuli K o n d u k t i f , d e n g a n Tes F i s t u l a :
-

Tekan Tragus , Tekanan MA E men ingkat


Kanalis Semisirkularis (KSS) terangsang

Terapi : Mastoidoktomi Radikal


39

B. Labirintitis Purulenta (Supurativa) Patologi

Timbunan nanah pada labirin sehingga merusak sel sensoris Tuli sensorineural
Gejala: Vertigo (kontinu), Nystagmus spontan, Tuli sensorineural,
Kanal paresis (Teskalori), Berbaring miring ke sisi yang sakit, Tuli total,
permanen.
Terapi :

Antibiotik dosis tinggi, Labirintektomi


Mastoidektomi radikal jika kausa otogenik
Prognosis :
Ancaman komplikasi intracranial
Ketulian permanen

3.5.2.4 Faktor-Faktor Risiko dan Penyebab-Penyebab


Infeksi-infeksi telinga paling sering terjadi sebagai akibat infeksi
virus, jamur atau bakteri. Kebanyakan kasus-kasus infeksi telinga diantara
anak-anak terjadi setelah selesma atau influensa, dan mempengaruhi
telinga tengah (otitis media). Infeksi dapat juga terjadi sebagai akibat dari
penghadapan pada kelembaban yang berlebihan atau luka pada telinga luar
atau saluran telinga (swimmer s e a r ) .
F a k t o r - f a k t o r l a i n y a n g d a p a t m e n i n g k a t k a n risiko infeksi
telinga termasuk :
o
o

o
o
o
o
o

Ekspose pada orang-orang dengan penyakit- penyakit


m e n u l a r ( s e p e r t i s e l e s m a , influensa)
Tidak diberikan ASI (air susu ibu)
Tusuk (tindih) telinga (Ear piercings)
Lilin (wax) telinga yang berlebihan
Benda-benda asing didalam saluran telinga
Luka-luka pada telinga luar
Penggunaan bahan-bahan kimia yang mengiritasi (seperti hair spray,

pewarna rambut) didekat telinga


o Tiduran sewaktu minum dari botol bayi
o Penggunaan dot (bayi)
Anak-anak kecil lebih rentan terhadap infeksi-infeksi telinga dari
pada grup dengan umur berapa saja. Kebanyakan anak-anak di Amerika
mengalami satu atau beberapa infeksi t e l i n g a p a d a s a a t m e r e k a m a s u k

40

s e k o l a h , d e n g a n o t i t i s m e d i a y a n g p a l i n g s e r i n g didiagnosis. Banyak
anak-anak mengalami infeksi telinga yang berulang.
Anak-anak terutama lebih mudah terserang infeksi telinga
karena

s i s t i m pertahanan

berkembang

sempurna

tambahan,

anak-anak

tubuh

sampai

(immune

kira-kira

mempunyai

systems)

umur
ukuran

mereka

tahun.

belum

Sebagai

struktur-struktur

y a n g berbeda didalam telinga, hidung dan tenggorok yang kemungkinan


besar menjurus ke p e n i n g k a t a n t e k a n a n d a n c a i r a n d i d a l a m t e l i n g a
t e n g a h . S e b a g a i c o n t o h , t a b u n g - t a b u n g eustachio (eustachian tubes)
mereka kecil dan sempit, dan lebih mudah tersumbat. Tabung- t a b u n g i n i
horizontal pada anak-anak, jadi virus-virus dan bakteri-bakteri
d a p a t d e n g a n mudah dipindahkan dari hidung ke telinga tengah. Adenoid besar
pada anak-anak yang terletak di belakang dari tenggorok atas (dekat tabungtabung eustachius), yang mana dapat berinteraksi d e n g a n m u l u t l u b a n g
dari

saluran-saluran

dan

berkontribusi

pada

peningkatan

t e k a n a n didalam telinga tengah.


Faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan risiko infeksi telinga
termasuk jenis kelamin (anak-anak laki sedikit lebih berisiko dari anakanak perempuan), sejarah k e l u a r g a d a r i i n f e k s i - i n f e k s i t e l i n g a
dan kelahiran prematur (dini). Anak-anak yang

dilahirkan

dengan Down syndrome, cleft palate atau kondisi-kondisi medis tertentu


lainnya d a p a t j u g a m e m p u n y a i p e r b e d a a n - p e r b e d a a n s t r u k t u r
d a l a m s i s t i m p e r n a p a s a n n y a ( r e s p i r a t o r y s ys t e m ) y a n g d a p a t
membuat infeksi-infeksi telinga lebih mungkin terjadi. Beberapa
studi-studi menyarankan bahwa anak-anak dengan alergi dapat
l e b i h m u d a h mengembangkan infeksi-infeksi telinga tengah disebabkan
oleh pembengkakkan tabung-tabung eustachius yang berhubungan dengan alergi
yang dapat terjadi dengan pembengkakan dari lorong-lorong hidung.
3.5.2.4 Tanda-Tanda dan Gejala-Gejala
Tan d a - t a n d a d a n g e j a l a - g e j a l a d a r i i n f e k s i - i n f e k s i t e l i n g a
dapat

berbeda-beda,

tergantung pada lokasi dan penyebab persoalan.

Seringkali, gejala-gejala dari infeksi-infeksi telinga didahului oleh gejala-gejala


selesma atau influensa, terutama pada anak-anak. Orangtua dihimbau untuk
waspada terutama pada tanda-tanda atau gejala-gejala infeksi telinga setelah
anaknya menderita penyakit-penyakit ini. Gejala-gejala yang sering dihubungkan
dengan infeksi-infeksi telinga termasuk:
41

Nyeri / sakit telinga


Gatal atau ketidaknyamanan lain dalam telinga atau saluran telinga
Kulit yang memerah dan bengkak pada telinga luar atau saluran

telinga
Pengaliran cairan dari telinga
Kehilangan pendengaran (umumnya sementara)
Tinitus atau telinga berdengung
Demam
Menggigil
Iritasi
Nafsu makan berkurang
Kepeningan (Pusing)
Mual dan muntah
Diare

Anak-anak
telinga

yang

pendengarannya

yang berulang

dapat

terpengaruh

mengalami

oleh

perkembangan

infeksi
yang

l e m a h d a n t e r t u n d a a t a s k e m a m p u a n berbicaranya. Untuk sebab ini, adalah


penting untuk merawat infeksi telinga dengan s e g e r a u n t u k m e m a s t i k a n
bahwa cairan di dalam telinga menghilang dan pendengaran
kembali
dapat

normal.

Infeksi

mempengaruhi

telinga

dalam

(labyrinthitis)

keseimbangan dan berakibat pada suatu sensasi

memutar (vertigo).
3.5.2.5 Metode Diagnose
Dalam mendiagnosis suatu infeksi telinga, seorang dokter akan
melaksanakan suatu pemeriksaan fisik yang lengkap dan menyusun suatu
sejarah medis yang teliti. Perhatian khusus diberikan pada tenggorok, sinus
paranasalis, kepala, leher dan paru-paru. Dokter kemungkinan besar akan
menanyakan tentang sejarah yang baru-baru ini dari selesma-selesma atau adanya
alergi. Pada kasus telinga perenang (swimmers ear), infeksi dapat terlihat jelas dari
gejala-g e j a l a s e p e r t i k e m e r a h a n d a n k e l e m b u t a n d a r i t e l i n g a l u a r
a t a u s a l u r a n t e l i n g a . K u l i t menyerupai eksim (eczema), dengan suatu
penampakan yang bersisik. Dalam mendiagnosis otitis media, dokter mungkin
menggunakan suatu alat khusus yang diterangkan dengan sinar ( otoscope)
untuk melihat pada saluran telinga dan gendang t e l i n g a t a n d a - t a n d a
d a r i k e m e r a h a n a t a u p e m b e n g k a k a n . P a d a b e b e r a p a k a s u s , lubang
dalam gendang telinga (perforasi) terlihat jelas. Mungkin suatu gelembung
dipasang pada otoscope yang dapat mendorong udara kedalam saluran
telinga untuk menguji mobilitas (gerakan) gendang telinga. Suatu infeksi
telinga tengah dimana cairan atau tekanan didalam telinga tengah menekan pada
gendang telinga dapat membatasi gerakan dari gendang telinga. Pasien-pasien yang
42

mengalami terulangnya infeksi telinga dapat dilakukan pengujian pendengarannya


untuk memastikan infeksi tersebut tidak menyebabkan kerusakan menetap
(permanen). Pada kasus-kasus yang berat atau berulang, seorang anak dapat dirujuk
pada seorang spesialis telinga, hidung dan tenggorok (THT) untuk menyelidiki
pilihan-pilihan perawatan tambahan, seperti operasi penempatan dari saluransaluran pengaliran telinga pada telinga anak-anak.

1.5.2.6 Pilihan Perawatan


Pada banyak kasus, infeksi telinga hilang dengan sendirinya melalui
suatu periode waktu, seringkali dalam 24 sampai 48 jam, tanpa perlu obatobatan resep. Pasien-pasien seringkali diberi semangat untuk hanya memonitor
infeksi mereka dan menjagad a n m e n c a t a t a p a s a j a y a n g m e m p e r b u r u k
k o n d i s i m e r e k a suatu pendekatan dikenal sebagai watchfull waiting.
Ketika

menunggu

tubuh

untuk

sembuh,

pasien-pasien

dapat

mengambil beberapa tindakan-tindakan untuk menghilangkan ketidaknyamanan.


Ini dapat termasuk menggunakan suatu handuk hangat atau botol air hangat pada
telinga dan menggunakan obat-obatan tanpa resep/ over-the-counter (OTC) untuk
menghilangkan gejala-gejala ketidaknyamanan.
Pada beberapa kasus, obat-obatan dengan resep mungkin perlu untuk merawat
infeksi

telinga

seseorang.

Antibiotik

(pil

atau

tetes

telinga)

digunakan

untuk m e l a w a n i n f e k s i - i n f e k s i y a n g b e r a s a l d a r i b a k t e r i - b a k t e r i ,
dimana

corticosteroids

peradangan.

Kadangkala,

dapat

membantu

ketika

saluran

mengurangi
telinga

gatal

meradang

dan
atau

membengkak, suatu sumbu kapas ditempatkan kedalam telinga untuk mengizinkan


obat tetes telinga berpergian ke ujung kanal. Bakteri-bakteri semakin
meningkat menjadi kebal (resistant) terhadap banyak antibiotik-antibiotik
umum. Ini berarti bahwa seorang pasien mungkin harus mencoba lebih dari
satu tipe antibiotik sebelum menemukan satu yang efektif. Pasien-pasien dengan
alergi dapat juga diberikan obat-obatan untuk mengurangi atau mencegah
gejala-gejala alergi pada bebrapa kasus. Ini dapat membantu mencegah atau
mengurangi

pembengkakan

dari

tabung-tabung

eustachius,

m e n g i z i n k a n c a i r a n u n t u k mengalir dari telinga tengah.


Pasien-pasien sering dihimbau untuk memelihara telinga agar bersih
dan kering selama perawatan. Ini dapat termasuk pencegahan dari air
masuk ketelinga sewaktu mandi pancuran, atau kemasukan shampo saat mandi.
Pasien mungkin juga mau menghindari segala situasi yang menempatkan tambahan
43

tekanan

pada

telinga,

yang

dapat

meningkatkan

nyeri/sakit

yang

berhubungan dengan infeksi telinga. Situasi-situasi yang harus


dihindari termasuk perjalanan udara dan olahraga menyelam (scuba diving).
Operasi mungkin diperlukan ketika infeksi telinga menetap
meskipun

diberikan terapi antibiotik. Pada kasus-kasus ini, suatu

prosedur untuk menciptakan suatu

pembukaan secara operasi pada

gendang telinga (myringotomy) mungkin dilaksanakan. Ini membebaskan


tekanan dan mengizinkan cairan mengalir keluar dari telinga tengah.
Pada beberapa kasus, tabung telinga (tympanostomy tubes) mungkin dimasukkan
kedalam gendang telinga untuk mengizinkan udara masuk kedalam telinga sehingga
cairan dapat keluar dari kavum timpani kearah MAE.
3.5.3.VESTIBULAR NEURITIS
3.5.3.1 Definisi
Vestibular neuritis adalah gangguan pada sistem vestibular yang tidak
berhubungan dengan penurunan pendengaran dan penyakit-penyakit lain
pada sistem saraf pusat. Vestibular neuritis adalah gangguan yang disebabkan
oleh infeksi virus pada nervus vestibularis. Biasa juga disebut sebagai Vestibular
Neuronitis.

Gambar. Inflamasi pada Saraf Vestibular


3.5.3.2 Epidemiologi
Vestibular neuritis dapat terjadi pada semua kelompok usia terutama
pada dekade ke 3 danke 4, tetapi jarang ditemukan kasus pada anak-anak.
44

3.5.3.3 Etiologi
Ves t i b u l a r n e u r i t i s d i d u g a d i s e b a b k a n o l e h i n f e k s i v i r u s
pada nervus vestibularis yang berjalan dari telinga tengah ke
b a t a n g o t a k . B e l u m d i k e t a h u i v i r u s a p a t e p a t n y a y a n g menyebabkan
masalah ini dan kenyataannya banyak virus yang dapat menginfeksi
nervus vestibularis. Beberapa pasien mempunyai riwayat infeksi saluran
napas atas (common cold ) atau flu yang mendahului onset terjadinya
gejala-gejala vestibular neuritis, beberapa yang lain tidak mempunyai riwayat
infeksi virus yang mendahului serangan vertigo

3.5.3.4 Gambaran Klinis


Gejala-gejala dari neuritis bisa ringan hingga berat, mulai dari pusing ringan
hingga sensasi b e r p u t a r y a n g b e r a t ( v e r t i g o ) . G e j a l a y a n g j u g a d a p a t
d i t e m u k a n a d a l a h m u a l , m u n t a h , ketidakseimbangan, kesulitan penglihatan
dan konsentrasi terganggu. Dapat juga ditemukan gejala nistagmus. Kadang-kadang
gejala dapat menjadi sangat berat sehingga mempengaruhi kemampuan untuk duduk,
berdiri, atau jalan. Onset penyakit biasanya tiba-tiba dengan pusing berat
yang terjadi secara tiba-tiba selama aktivitas sehari-hari. Pada beberapa
kasus, gejala muncul ketika bangun pagi hari. Gejala- gejala biasanya pulih
dalam 3-6 bulan. Episode serangan vertigo dapat berlangsung dalam 10 hari akan
tetapi beberapa pasien dapat mengalami pusing kronik jika virus telah
merusak nervus vestibularis.

45

3.5.3.4 Pengobatan
Pengobatan

biasanya

ditujukan

menekan pusing selama fase


Benadryl

akut.

(diphenhydramine),

untuk

mengontrol

Contohnya

An t i v e r t

dapat

(meclizine),

mual

dan

diberikan
Phenergen

( p r o m e t h a z i n e h y d r o c h l o r i d e ) , A t i v a n ( l o r a z e p a m ) , a n d Val i u m
(diazepam.)

Pengobatan lain yang dapat diberikan adalah steroids

(misalnya prednison), obat antivirus (misalnya Acyclovir), atau antibiotik


(misalnya amoxicillin) jika ada infeksi telinga tengah
3 . 5 . 4 P E N YAK I T M E N I E R E
Penyakit ini ditemukan oleh Meniere pada 1861, dan dia yakin bahwa
penyakit ini berada dalam telinga, sedangkan pada waktu itu para ahli banyak
menduga bahwa penyakit itu berada pada otak. Dan pernyataan Meniere dibenarkan
oleh Hallpike dan Cairn dengan ditemukannya hidrops endolimfe, setelah memeriksa
tulang temporal pasien Meniere.
3.5.4.1 Patofisiologi
Gejala klinis penyakit ini disebabkan oleh adanya hidrops pada koklea dan
vestibulum. Hidrops yang terjadi mendadak dan hilang timbul diduga disebabkan
oleh meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung kapiler, berkurangnya tekanan
osmotik dalam kapiler, meningkatnya tekanan osmotik ruangan ekstrakapiler dan
jalan keluar endolimfe tersumbat sehingga terjadi penimbunan cairan endolimfe.
Pada pemeriksaan histopatologi tulang temporal, ditemukan pelebaran dan perubahan
morfologi pada membran Reissner. Terdapat penonjolan ke dalam skala vestibuli,
terutama di daerah apeks koklea Helikotrema. Sakulus juga mengalami pelebaran
menekan utrikulus. Hal ini menjelaskan adanya tuli pada penyakit Meniere.
3.5.4.2 Etiologi
Penyebab pasti belum diketahui.

3.5.4.3 Gejala Klinis


Terdapat trias Meniere yaitu vertigo, tinitus dan tuli saraf. Serangan pertama
sangat berat, biasanya disertai muntah. Pada setiap serangan biasanya disertai dengan
gangguan pendengaran.
3.5.4.4 Diagnosis Penyakit Meniere

46

Diagnosis dipermudah dengan dibakukannya kriteria diagnosis : vertigo


hilang timbul, fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli saraf, menyingkirkan
kemungkinan penyebab sentral. Untuk membuktikan penyakit Meniere, kita dapat
melakukan tes gliserin.
3.5.4.5 Pengobatan
Pengobatan didasarkan pada gejala simptomatik, seperti sedatif, dan bila
perlu, diberikan anti-muntah. Khusus untuk penyakit Meniere pemberian vasodilator
perifer dapat diberikan untuk mengurangi hidrops endolimfe. Salah satut erapi yang
penting juga adalah rehabilitasi untuk mengembalikan kemampuan keseimbangan
pasien.

BAB IV
KESIMPULAN
47

Nama Penyakit pada Anak


Idiopatik
Degenerasi tulang di telinga
tengah
Labirinthitis
Meniere Syndrome
Neuroma Akustik
Otomikosis
Otitis Eksterna
Otitis Media Akut
Otitis Media Kronik
Paparan kebisingan
Tinnitus berdenyut
Vestibular neuritis

Tinnitus
+
+

Vertigo
-

+
+
+
+
+
+
-

+
+
+
+
+
+

Penyakit tinitus pada anak meliputi : oleh karena idiopatik, degenerasi tulang di telinga
tengah, neuroma akustik, otomikosis, otitis eksterna, otitis media kronik, oleh karena
paparan kebisingan, dan tinitus berdenyut.

Penyakit vertigo pada anak meliputi: labirinthitis, meniere syndrome, neuroma akustik,
otitis media akut, otitis media kronik, dan vestibular neuritis.

Penyakit tinnitus dan vertigo pada anak meliputi : neuroma akustik dan otitis media
kronik.

DAFTAR PUSTAKA
-

Sidharta, Priguna, M.D, Ph.D.2004. Neurologi klinis dalam praktek

umum.Dian Rakyat : Jakarta.Sidharta, priguna. 1999.


Tata pemeriksaan klinis dalam neurologi. Dian Rakyat. Jakarta.Arsyad

soepardi, efiaty dan Nurbaiti, Sp.THT.2002.


Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher edisi ke lima.
Gaya Baru. Jakarta.Suriadi, ib kt.

48

Boston,M

.E.,

2011.I nner E ar

Labyrinthitis

Diunduh

dari

http://emedicine.medscape.com/article/856215 [Diakses 20 September 21,


-

2012 2.
Seranganvertigoitusepertiapa.
http://www.balipost.co.id/BALIPOSTCETAK/2004/12/12/ink.html.

printeddate:6/11/2007.
Anonim.Vertigo. http://www.infosehat.com/content.php?S_Sid=896. Printed

date :6/11/2007.
Anonim.

Jangan

remehkan

http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2006/2/8/k4.Htm.

vertigo.
Printed

date

6/11/2007. Mardjono dan sidharta.1987.


Neurologi klinis dasar.Dian Rakyat.JakartaNgoerah gst,ng,gd.2004.
Dasar-dasar ilmu penyakit saraf. UGM.Yogyakarta.Hilton Malcoln and

Pinder Darren , Benign paroxysmal positional


vertigo.
Http://www.bmj.com/cgi/content/full/326/7391/673?
maxtoshow=&HITS=10&hits=10&RESULTFORMAT=&fulltext=vertigo&se
archid=1&FIRSTINDEX=0&resourcetype=HWCIT

29/3/2003.

printed

date : 30/11/2007.Sean I, Savitz, otitis


-

Carpenito,Lynda

Juall.2006.Buku

Saku

Diagnosis

Keperawatan.Edisi

10.EGC:Jakarta
-

George L, Adams.1997.Buku Ajar Penyakit THT.Edisi 6.EGC:Jakarta

Abidin, Taufik.2009.Otitis Media Akut.http:/library.usu.ac.id(10 September


2009)

Rothrock, C.J.(2000).Perencanaan Asuha

Eventy-six cases of presumed sudden hearing loss occurring in 1973:


prognosis and incidence. 2000. Diunduh dari:
http://www.medscape.com/medline/abstract/850455 [Diakses 20 September

2012.
Meyerhoff WL, Cooper JC. Tinnitus. In: Paparella MM, ed. Otolaryngology.
3d ed. Philadelphia: Saunders, 1991:116975.

Schleuning AJ 2d. Management of the patient with tinnitus. Med Clin


North Am. 1991;75:122537.

49

Jastreboff PJ. Tinnitus. In: Gates GA, ed. Current therapy in otolaryngology:
head and neck surgery. 6th ed. St. Louis: Mosby, 1998:905.

Fortune DS, Haynes DS, Hall JW

3d. Tinnitus. Current evaluation and

management. Med Clin North Am. 1999;83:15362.


-

Dinces

EA.

Tinnitus.

Accessed

September

20,

2012,

at

http://www.uptodate.com/physicians/adult_primary_care_toclist.asp.
-

Pulec JL. Tinnitus. In: Rakel RE, Bope ET, eds. Conn's Current therapy.
Philadelphia: Saunders, 2003:456.

Clinical evidence on tinnitus. BMJ Publishing Group. September 20, 2012, at


http://www.clinicalevidence.com.

Koufman JA. Tinnitus, otalgia, and facial paralysis. In: Koufman JA, ed. Core
otolaryngology. Philadelphia: Lippincott, 1990:1259.

Gulya AJ. Evaluation of tinnitus. In: Goroll AH, Mulley AG, eds. Primary
care medicine: office evaluation and management of the adult patient. 4th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2000:11235.

Weber PC, Klein AJ. Hearing loss. Med Clin North Am. 1999;83:12537.

Rabinowitz

PM.

Noise-induced hearing loss.

Am Fam Physician.

2000;61:274956,275960.
-

Knox GW, McPherson A. Meniere's disease: differential diagnosis and


treatment. Am Fam Physician. 1997;55:118590.

Haln TC, Micco A. Vestibulocochlear system. In: Goetz CG, Pappert EJ, eds.
Textbook of clinical neurology. Philadelphia: Saunders, 1999:18499.

Spoelhof GD. When to suspect an acoustic neuroma. Am Fam Physician.


1995;52:176874.

Brechtelsbauer DA. Adult hearing loss. Prim Care. 1990;17:24966.

Griest SE, Bishop PM. Tinnitus as an early indicator of permanent hearing


loss. AAOHN J. 1998;46: 3259.

50

Black FO, Pesznecker SC. Vestibular ototoxicity. Clinical considerations.


Otolaryngol Clin North Am. 1993;26:71336.

Palomar Garcia V, Abdulghani Martinez F, Bodet Agusti E, Andreu Mencia


L, Palomar Asenjo V. Drug-induced ototoxicity: current status. Acta
Otolaryngol. 2001;121:56972.

Arslan E, Orzan E, Santarelli R. Global problem of drug-induced hearing


loss. Ann N Y Acad Sci. 1999;884:114.

Kapadia SB, Janecka IP. Overview of skull base tumors. Accessed September
20, 2012, at http://www.uptodate.com.

Weissman JL, Hirsch BE. Imaging of tinnitus: a review. Radiology.


2000;216:3429.

51

Anda mungkin juga menyukai