Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I
PENDAHULUAN

Pada tahun 1861, dokter asal Prancis bernama Prosper Meniere menggambarkan
sebuah kondisi yang sekarang kondisi tersebut diabadikan dengan menggunakan namanya.
Penyakit Meniere adalah kelainan telinga bagian dalam yang menyebabkan timbulnya
episode vertigo (pusing berputar), tinnitus (telinga berdenging), perasaan penuh dalam
telinga, dan gangguan pendengaran yang bersifat fluktuatif. Adapun struktur anatomi telinga
yang terkena dampaknya adalah seluruh labirin yang meliputi kanalis semisirkularis dan
kokhlea. Pendapat ini kemudian dibuktikan oleh Hallpike dan Cairn tahun 1938, dengan
ditemukannya hidrops endolimfa setelah memeriksa tulang temporal pasien dengan dugaan
penyakit Meniere.
(1)

Penyakit Meniere adalah salah satu penyebab tersering vertigo pada telinga dalam.
Sebagian besar kasus bersifat unilateral dan sekitar 10-20% kasus bersifat bilateral. Insiden
penyakit ini mencapai 0,5-7,5 : 1000 di Inggris dan Swedia.
(1)

Serangan khas dari Meniere didahului oleh perasaan penuh pada satu telinga.
Gangguan pendengaran yang bersifat fluktuatif dan dapat disertai dengan tinnitus. Sebuah
episode penyakit Meniere umumnya melibatkan vertigo, ketidakseimbangan, mual, dan
muntah. Serangan rata-rata berlangsung selama dua sampai empat jam. Setelah serangan
yang parah, kebanyakan pasien mengeluhkan kelelahan dan harus tidur selama beberapa jam.
Ada beberapa variabilitas dalam durasi gejala. Beberapa pasien mengalami serangan singkat
sedangkan penderita lainnya dapat mengalami ketidakseimbangan konstan.
(1)

Beberapa penyakit memiliki gejala yang mirip dengan penyakit Meniere. Dokter
biasanya menegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik telinga.
Beberapa pemeriksaan dilakukan seperti pemeriksaan audiometri, CT scan kepala atau MRI
dilakukan untuk menyingkirkan suatu tumor saraf kranial ke delapan (nervus
vestibulokokhlearis) serta penyakit lain dengan gejala serupa. Karena tidak adanya uji yang
defintif untuk penyakit Meniere, maka biasanya penderita tersebut biasanya didiagnosis
ketika semua penyebab lain disingkirkan.
(1,2)


2

BAB II
ANATOMI TELINGA















Gambar 1. Struktur anatomi telinga
Dikutip dari (3)

1. Telinga Luar
Telinga luar meliputi daun telinga (pinna) dan liang telinga sampai membran timpani.
Daun telinga terdiri dari kulit dan tulang rawan elastin. Liang telinga memiliki tulang
rawan pada bagian lateral namun bertulang pada sebelah medial. Seringkali terdapat
penyempitan liang telinga pada perbatasan antara tulang dan tulang rawan ini. Sendi
temporomandibularis dan kelenjar parotis terletak di depan terhadap liang telinga
sementara prosesus mastoideus terletak di belakangnya. Liang telinga berbentuk
menyerupai huruf S dengan panjang sekitar tiga sentimeter. Pada sepertiga bagian luar
kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan rambut sedangkan pada dua
pertiga dalamnya hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.
(3)

Peradangan pada bagian telinga ini disebut otitis eksterna. Hal ini terjadi akibat
infeksi bakteri, virus, maupun jamur disertai dengan faktor predisposisi berupa
kebiasaan mengorek telinga, kondisi udara dan keadaan klinis tertentu yang
3

menyebabkan penurunan dari sistem imunitas seperti HIV/AIDS, penggunaan
kortikosteroid jangka panjang, radioterapi, dan diabetes melitus.
(3)

2. Telinga Tengah
Telinga tengah terisi udara dapat dibayangkan sebagai kotak dengan enam sisi.
Dinding posteriornya jauh lebih luas daripada dinding anteriornya sehingga kotak
tersebut berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke arah lateral ke
arah umbo dari membran timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian
tengah.
(3,4)

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
(3,4)

Batas lateral : membran timpani
Batas anterior : tuba eustachius
Batas inferior : bulbus jugularis
Batas posterior : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars verikalis
Batas superior : lantai fossa kranii media
Batas medial : kanalis semisirkularis horizontalis, kanalis fasialis, fenestra
ovale, fenestra rotundum dan promontorium
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan
terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida,
sedangkan bagian bawah disebut pars tensa. Pars flaksida berlapis dua yaitu bagian
luar merupakan lanjutan epitel liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus
bersilia, seperti mukosa saluran pernapasan. Pars tensa memiliki satu lapisan lagi di
tengah yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan elastin yang berjalan secara
radier di luar dan sirkuler di dalam. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada
membrab timpani disebut umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of
light) ke arah bawah, yaitu ke arah pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5
untuk membran timpani kanan. Serabut sirkuler dan radier pada membran timpani
pars tensa inilah yang menyebabkan refleks cahaya yang berupa kerucut ini yang kita
nilai.
(5)

Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus, dan
stapes. Tulang pendengaran dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus
longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus
melekat pada stapes. Stapes terletak pada fenestra ovale yang berhubungan dengan
kokhlea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran adalah persendian.
(4,5)

4

Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Pada tempat ini terdapat aditus
ad antrum yang merupakan lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan
antrum mastoid. Tuba eustachius berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan
udara dalam cavum timpani. Bagian lateral berupa dinding dari tulang dan selalu
terbuka, sedangkan dinding medial tersusun dari tulang rawan yang biasanya menutup
kecuali menelan, mengunyah, atau menguap.
(3,4,5)











Gambar 2. Anatomi telinga tengah
Dikutip dari (3)












Gambar 3. Anatomi membran timpani
Dikutip dari (3)

5


3. Telinga dalam
Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut labirin. Telinga
dalam terdiri dari kokhlea yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang
dibentuk oleh utrikulus, sakulus, dan kanalis semisirkularis. Labirin (telinga dalam)
mengandung organ pendengaran dan keseimbangan, terletak pada pars petrosus os
temporal. Labirin terdiri dari :
(3,5)

Labirin bagian tulang, terdiri dari : kanalis semisirkularis, vestibulum, dan
kokhlea
Labirin bagian membran, yang terletak di dalam labirin bagian tulang, terdiri
dari : kanalis semisirkularis, utrikulus, sakulus, sakus, dan duktus
endolimfatikus serta kokhlea.
Antara labirin bagian tulang dan membran terdapat suatu ruangan yang berisi cairan
perilimfe yang berasal dari cairan serebrospinalis dan filtrasi dari darah. Di dalam
labirin bagian membran terdapat cairan endolimfe yang diproduksi oleh stria
vaskularis dan diresirbsi pada sakkus endolimfatikus.
(3,5)

Ujung atau puncak kokhlea disebut helikoterma yang menghubungkan perilimfa skala
timpani dan skala vestibuli. Pada irisan melintang di kokhlea tampak skala vestibuli di
sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media diantaranya. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi perilimfe sedangkan skala media berisi endolimfe.
Dasar skala vestibuli disebut membran reissner sedangkan dasar skala media disebut
membran basilaris yang terletak organ korti di dalamnya. Pada skala media terdapat
bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria dan pada membran
basilaris melekat sel rambut dalam, sel rambut luar, dan kanalis korti. Membran
basilaris sempit pada basisnya (nada tinggi) dan melebar pada apeksnya (nada
rendah). Terletak diatas membran basilaris dari basis ke apeks adalah organ korti yang
mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran.
Organ korti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3.000) dan tiga baris sel rambut
luar (12.000). Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut.
Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh utrikulus, sakulus, dan kanalis
semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel
rambut. Menutupi sel-sel rambut adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh
silia dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan akan
6

menimbulkan rangsangan pada reseptor. Sakulus berhubungan dengan utrikulus
melalui suatu duktus sempit yang merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus.
Makula utrikulus terletak pada bidang yang tegak lurus dengan makula sakulus.
Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masing-masing kanalis
memiliki satu ujung yang melebar yang membentuk ampula dan mengandung sel-sel
rambut krista dan diselubungi oleh lapisan gelatinosa yang disebut kupula. Gerakan
dari endolimfe dalam kanalis semisirkularis akan menggerakkan kupula yang
selanjutnya akan membengkokkan silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel
reseptor.
(3,5)











Gambar 4. Anatomi telinga dalam
Dikutip dari (3)

4. Vaskularisasi telinga
Telinga dalam memperoleh pendarahan dari a.auditori interna (a.labirintin) yang
berasal dari a.serebelli anterior atau langsung dari a.basilaris yang merupakan suatu
end arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis. Setelah memasuki
meatus akustikus internus, arteri ini bercabang tiga, yaitu :
(3)

Arteri vestibularis anterior yang memperdarahi makula utrikuli, sebagian
makula sakuli, krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral
serta sebagian dari utrikulus dan sakulus
7

Arteri vestibulokokhlearis yang memperdarahi makula sakuli, kanalis
semisirkularis posterior, bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran
berasal dari kokhlea.
Arteri kokhlearis yang memasuki mediolus dan menjadi pembuluh-pembuluh
arteri spiral yang memperdarahi organ korti, skala vestibuli, skala timpani
sebelum berakhir pada stria vaskularis.
Aliran vena pada telinga dalam melalui tiga jalur utama. Vena auditori interna berasal
dari putaran tengah dan apikal kokhlea. Vena aquaduktus kokhlearis berasal dari
putaran basiler kokhlea, sakulus, dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus
inferior. Vena akquaduktus vestibularis berasal dari kanalis semisirkularis sampai
utrikulus. Vena ini mengikuti duktus dan masuk ke sinus sigmoid.
(3)

5. Persarafan (inervasi) telinga
n.akustikus bersama n.fasialis masuk ke dalam porus dari meatus akustikus internus
dan bercabang dua sebagai n.vestibularis dan n.kokhlearis. Pada dasar meatus
akustikus internus terletak ganglion vestibularis dan pada mediolus terletak ganglion
spiralis.
(3,4)


8

BAB III
FISIOLOGI PENDENGARAN DAN KESEIMBANGAN

1. Fisiologi pendengaran
Sampai tingkat tertentu daun telinga adalah suatu pengumpul suara sementara
liang telinga karena bentuk dan dimensinya dapat sangat memperbesar suara
dalam rentang dua sampai empat KHz. Gelombang ini akan diteruskan ke telinga
tengah dengan menggetarkan membran timpani. Getaran ini akan diteruskan ke
telinga tengah dengan menggetarkan membran timpani. Getarani ini akan
diteruskan melalrui rangkaian tulang-tulang pendengaran (maleus, inkus, stapes)
yang akan mengamplifikasikan getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran
dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan foramen ovale. Tulang-
tulang pendengaran akan meningkatkan efisiensi dari getaran sebanyak 1,3 kali
dan perbandingan luas permukaan membran timpani dan foramen ovale dan
mengmplifikasi pendengarana sebanyak 20 kali, energi getar yang telah
diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan foramen ovale
sehingga perilimfe pada skala vestibuli akan bergerak. Getaran diteruskan melalui
membran reissner yang mendorong endolimfa sehingga akan menimbulkan gerak
relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan
rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel
rambut sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion-ion bermuatan listrik
dari badan sel. Untuk suara dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan defleksi
dominan pada bagian basis dari membran basilaris sedangkan untuk frekuensi
sedang di tengah dan frekuensi rendah di apeks. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel-sel rambut sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam
sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditoris, kemudian
dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran di lobus
temporalis (area broadman 41).
(5,6)






9












Gambar 5. Anatomi kokhlea
Dikutip dari (3)

















Gambar 6. Fisiologi mendengar
Dikutip dari (4)


10

2. Fisiologi keseimbangan
Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan sekitarnya
tergantung dari input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ
penglihatan, dan organ proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik
tersebut akan diolah di sistem saraf pusat sehingga akan menimbulkan gambaran
mengenai keadaan posisi tubuh pada suatu saat dan bagaimana mengatur posisi
tubuh seperti yang dikehendaki. Organ penglihatan menerima rangsangan melalui
reseptor di retina yaitu di makula lutea. Rangsang tersebut diteruskan melalui
n.optikus (N.II) sampai ke korteks visual di lobus oksipitalis. Fungsi penglihatan
memberikan informasi tentang posisi dan gerak tubuh serta lingkungan sekitar.
Organ proprioseptif menerima rangsang gerak melalui reseptor muskuloskeletal
terutama di daerah leher yang disalurkan melalui saraf spinal kemudian medula
spinalis, medula oblongata, thalamus dan berakhir di korteks sensoris (post
sentralis). Organ vestibuler menerima rangsangan gerak dari reseptor di labirin
yaitu utrikulus, sakulus (makula) dan kanalis semisirkularis (krista ampularis).
Sel-sel pada organ otolit peka terhadap gerak linier sedangkan sel-sel pada kanalis
semisirkularis peka terhadap rotasi khususnya terhadap percepatan sudut
(perubahan dalam kecepatan sudut). Kemudian rangsang tersebut disalurkan
melalui n.vestibularis (N.VIII) ke medula oblongata dan berakhir di korteks
serebri girus temporalis superior dekat pusat pendengaran. Sebagian rangsangan
disalurkan langsung ke serebelum dan sebagian lagi ke medula spinalis melalui
traktus vestibulospinal menuju ke motor neuron yang menginervasi otot-otot
proksimal, kumparan otot leher dan otot punggung (postural). Sistem ini berjalan
dengan sangat cepat sehingga membantu mempertahankam keseimbangan tubuh.
Rangsang yang diterima oleh reseptor ketiga sistem tersebut disalurkam melalui
saraf perifernya ke sistem saraf pusat integrasi. Koordinasi antara ketiganya dan
beberapa pusat di otak seperti serebelum, ganglia basilaris, dan formatio
retikularis akan mempertahankan fungsi keseimbangan tubuh. Mekanisme
kerjasama ketiga organ sensorik dan susunan saraf pusat tersebut berlangsung
secara involunter. Mekanisme tersebut dapat berjalan sadar apabila dalam keadaan
tertentu misalnya berjalan diatas permukaan yang tidak rata, berlari, dan bermain
ski. Dalam kehidupan sehari-hari, mekanisme tersebut berjalan terus-menerus
untuk mempertahankan tonus otot-otot tubuh dan ekstremitas agar tubuh tetap
dalam posisi tegak atau mengubah posisi agar tidak jatuh pada keadaan tertentu.
11

Susunan saraf pusat yang selalu memberi perintah melalui jaras vestibulospinal
untuk mengatur kontraksi otot dan ekstremitas inferior untuk mempertahankan
keseimbangan tubuh.
(6,7,8)























Gambar 7. Fisiologi keseimbangan
Dikutip dari (3)
12

BAB IV
PENYAKIT MENIERE

IV.1 Definisi
Penyakit Meniere adalah suatu sindrom yang terdiri dari serangan vertigo,
tinnitus, berkurangnya pendengaran yang bersifat fluktuatif dan perasaan penuh di
telinga. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan manusia
tidak mampu mempertahankan posisi dalam berdiri tegak. Hal ini disebabkan oleh
adanya hidrops (pembengkakan) rongga endolimfa pada kokhlea dan vestibulum.
Penyakit ini ditemukan oleh Meniere pada tahun 1861 dan dia yakin bahwa
penyakit itu berada dalam telinga. Namun para ahli saat itu menduga bahwa
penyakit itu berada dalam otak. Pendapat Meniere kemudian dibuktikan oleh
Hallpike dan Cairn tahun 1938, dengan ditemukannya hidrops endolimfa setelah
memeriksa tulang temporal pasien dengan dugaan menderita penyakit Meniere.
(1)

Vertigo berasal dari bahasa Yunani yang berarti memutar. Pengertian vertigo
adalah sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitar dapat
disertai gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat
keseimbangan tubuh. Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu gejala pusing
saja, melainkan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari gejala somatik
(nistagmus, unstable), gejala otonom seperti pucat, keringat dingin, mual, muntah,
dan pusing.
(8)

Tinnitus merupakan gangguan pendengaran dengan keluhan selalu mendengar
bunyi namun tanpa ada rangsangan bunyi dari luar. Sumber bunyi tersebut berasal
dari tubuh penderita itu sendiri (impuls sendiri). Namun tinnitus hanya merupakan
gejala, bukan penyakit, sehingga harus dicari penyebabnya.
(8)

Gangguan pendengaran biasanya berfluktuasi dan progresif dengan pendengaran
yang semakin memburuk dalam beberapa hari. Gangguan pendengaran pada
penyakit Meniere yang parah dapat mengakibatkan hilangnya pendengaran secara
permanen.
(1,2,8)





13















Gambar 8. Labirin pada Penyakit Meniere
Dikutip dari (13)

IV.2 Epidemiologi
Penyakit Meniere adalah salah satu penyebab tersering vertigo pada telinga dalam.
Sebagian besar kasus timbul pada laki-laki atau perempuan dewasa. Paling banyak
ditemukan pada usia 20-50 tahun. Kemungkinan ada komponen genetik yang
berperan dalam penyakit Meniere karena ada riwayat keluarga yang positif sekitar
21% pada pasien dengan penyakit Meniere. Pasien dengan resiko besar terkena
penyakit Meniere adalah orang-orang yang memiliki riwayat alergi, merokok,
stres, kelelahan, alkoholisme, dan pasien yang rutin mengonsumsi aspirin.
Pada tabel di bawah ini akan menggambarkan tentang insidensi penyakit Meniere
di beberapa negara.

Tabel I. Insiden penyakit Meniere di beberapa negara
Tahun Negara Kasus
(per juta penduduk)
1973 Swedia 114
1977 Jepang 160
14

1979 India 200
1985 Italia 85
1990 Amerika Serikat 153
Dikutip dari (1)
Distribusi pasien dengan penyakit Meniere berdasarkan usia dan jenis kelamin di
Amerika Serikat pada tahun 1990



Grafik 1. Grafik distribusi penyakit Meniere berdasarkan usia dan jenis kelamin
Dikutip dari (1)


IV.3 Etiologi
Penyebab pasti Meniere belum diketahui. Namun terdapat berbagai teori termasuk
pengaruh neurokimia dan hormonal abnormal pada aliran darah yang menuju
labirin dan terjadi gangguan elektrolit dalam cairan labirin, reaksi alergi dan
autoimun.
(9)

Penyakit Meniere masa kini dianggap sebagai keadaan dimana terjadi
ketidakseimbangan cairan telinga yang abnormal dan diduga disebabkan oleh
terjadinya malabsorbsi dalam sakus endolimfatikus. Selain itu para ahli juga
mengatakan terjadinya suatu robekan endolimfa dan perilimfa bercampur. Hal ini
menurut para ahli dapat menimbulkan gejala dari penyakit Meniere. Para peneliti
juga sedang melakukan penyelidikan dan penelitian terhadap kemungkinan lain
15

penyebab penyakit Meniere dan masing-masing memiliki keyakinan tersendiri
terhadap penyebab dari penyakit ini, termasuk faktor lingkungan seperti suara
bising, infeksi virus HSV, penekanan pembuluh darah terhadap saraf
(microvascular compression syndrome). Selain itu gejala dari penyakit Meniere
dapat ditimbulkan oleh trauma kepala, infeksi saluran pernapasan atas, aspirin,
merokok, alkohol, atau konsumsi garam berlebihan. Namun pada dasarnya belum
ada yang tahu secara pasti apa penyebab penyakit Meniere.
(9)


IV. 4 Patofisiologi
Gejala klinis penyakit Meniere disebabkan oleh adanya hidrops endolimfa
(peningkatan endolimfa yang menyebabkan labirin membranosa berdilatasi) pada
kokhlea dan vestibulum. Hidrops yang terjadi dan hilang timbul diduga
disebabkan oleh meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri, menurunnya
tekanan osmotik dalam kapiler, meningkatnya tekananosmotik ruang
ekstrakapiler, jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat (akibat jaringan parut
atau karena defek dari sejak lahir).
(9)

Hidrops endolimfa ini lama kelamaan menyebabkan penekanan yang bila
mencapai dilatasi maksimal akan terjadi ruptur labirin membran dan endolimfa
akan bercampur dengan perilimfa. Pencampuran ini menyebabkan potensial aksi
di telinga dalam sehingga menimbulkan gejala vertigo, tinnitus, dan gangguan
pendengaran serta rasa penuh di telinga. Ketika tekanan sudah sama, maka
membran akan sembuh dengan sendirinya dan cairan perilimfe dan endolimfe
tidak bercampur kembali namun penyembuhan ini tidak sempurna.
(9)

Penyakit Meniere dapat menimbulkan :
(9.10)

Kematian sel rambut pada organ korti di telinga tengah
Serangan berulang penyakit Meniere menyebabkan kematian sel rambut
organ korti. Dalam setahun dapat menimbulkan tuli sensorineural
unilateral. Sel rambut vestibuler masih dapat berfungsi, namun dengan tes
kalori menunjukkan kemunduran fungsi.
(9.10)

Perubahan mekanisme telinga
Dimana disebabkan periode pembesaran kemudian penyusutan utrikulus
dan sakulus kronik. Pada pemeriksaan histopatologi tulang temporal
ditemukan perubahan morfologi pada membran Reissner. Terdapat
penonjolan ke dalam skala vestibuli terutama di apeks kokhlea
16

(helikoterma). Sakulus juga mengalami pelebaran yang sama yang dapat
menekan utrikulus. Pada awalnya pelebaran skala media dimulai dari
apeks kokhlea kemudian dapat meluas mengenai bagian tengah dan basal
kokhlea. Hal ini dapat menjelaskan tejadinya tuli saraf nada rendah pada
penyakit ini.
(9.10)


IV.5 Gejala Klinis
Penyakit Meniere dimulai dengan satu gejala lalu secara progresif gejala lain
bertambah. Gejala-gejala klinis dari penyakit Meniere yang khas sering disebut
trias Meniere yaitu vertigo, tinnitus, dan tuli saraf sensorineural fluktuatif
terutama nada rendah. Serangan pertama dirasakan sangat berat, yaitu vertigo
disertai rasa mual dan muntah. Setiap kali berusaha untuk berdiri, pasien akan
merasa berputar, mual dan muntah lagi. Hal ini berlangsung beberapa hari sampai
beberapa minggu, kemudian keadaan akan berangsur membaik. Penyakit ini bisa
seembuh tanpa obat dan gejala penyakit ini bisa hilang sama sekali. Pada serangan
kedua dan selanjutnya dirasakan lebih ringan tidak seperti serangan pertama kali.
Pada penyakit Meniere, vertigonya periodik dan makin mereda pada serangan-
serangan selanjutnya.
(11)

Pada setiap serangan biasanya disertai dengan gangguan pendengaran dan dalam
keadaan tidak ada serangan pendengararn dirasakan baik kembali. Gejala lain
yang menyertai serangan adalah tinnitus yang kadang menetap walaupun diluar
serangan. Gejala lain yang menjadi tanda khusus adalah perasaan penuh pada
telinga.
(11)

Vertigo periodik biasanya dirasakan dalam dua puluh menit sampai dua jam atau
lebih dalam periode serangan seminggu atau sebulan yang diselingi periode
remisi. Vertigo menyebabkan nistagmus, mual, dan muntah. Pada setiap serangan
biasanya disertai gangguan pendengaran dan keseimbangan sehingga tidak dapat
beraktivitas dan dalam keadaan tidak ada serangan pendengaran akan pulih
kembali. Dari keluhan vertigonya kita sudah dapat membedakan dengan penyakit
lainnya yang juga memiliki gejala vertigo seperti tumor N.VIII, sklerosis multipel,
neuritis vestibularis atau vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ).
(11)

Pada tumor N.VIII serangan vertigo periodik, mula-mula lemah dan semakin lama
makin kuat. Pada sklerosis multipel vertigo periodik dengan intensitas sama pada
tiap serangan. Pada neuritis vestibuler serangan vertigo tidak periodik dan makin
17

lama menghilang. Pada VPPJ, keluhan vertigo datang akibat perubahan posisi
kepala yang dirasakan sangat berat dan terkadang disertai rasa mual dan muntah
namun tidak berlangsung lama.
(8,11)

Tinnitus kadang menetap (periode detik hingga menit), meskipun di luar serangan.
Tinnitus sering memburuk sebelum terjadi serangan vertigo. Tinnitus sering
didekripsikan pasien sebagai suara motor, mesin, gemuruh, berdenging,
berdengung, dan denging dalam telinga.
(1,8)

Gangguan pendengaran mungkin terasa hanya berkurang sedikit pada awal
serangan, namun seiring dengan berjalannya waktu dapat terjadi kehilangan
pendengaran yang tetap. Penyakit Meniere mungkin melibatkan semua kerusakan
saraf di semua frekuensi suara pendengaran namun paling mungkin melibatkan
semua kerusakan saraf di semua frekuensi suara pendegaran namun paling umum
terjadi pada frekuensi yang rendah. Suara yang keras mungkin menjadi tidak
nyaman dan sangat mengganggu pada telinga yang terpengaruh.
(11)

Rasa penuh pada telinga dirasakan seperti saat kita mengalami perubahan tekanan
udara perbedaannya rasa penuh ini tidak hilang dengan perasat valsava dan
toynbee.
(1,8,11)


IV.6 Diagnosis
Kondisi penyakit lain dapat menghasilkan gejala yang serupa seperti penyakit
Meniere, dengan demikian kemungkinan penyakit lain harus disingkirkan dalam
rangka menegakkan diagnosis yang akurat. Evaluasi awal didasarkan pada
anamnesi yang sangat hati-hati. Diagnosis penyakti ini dapat dipermudah dengan
kriteria diagnosis :
(1,9,11)

Vertigo yang hilang timbul disertai dengan tinnitus dan rasa penuh pada
telinga
Fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli sensorineural
Menyingkirkan kemungkinan penyebab sentral, misalnya tumor N.VIII
Pada tumor N.VIII serangan vertigo periodik, mula-mula lemah dan
semakin lama makin kuat. Pada sklerosis multipel vertigo periodik dengan
intensitas sama pada tiap serangan. Pada neuritis vestibuler serangan
vertigo tidak periodik dan makin lama menghilang. Pada VPPJ, keluhan
vertigo datang akibat perubahan posisi kepala yang dirasakan sangat berat
18

dan terkadang disertai rasa mual dan muntah namun tidak berlangsung
lama.
Pemeriksaan fisik
Diperlukan untuk memperkuat diagnosis. Bila dari hasil pemeriksaan fisik
telinga kemungkinan kelainan telinga luar dan tengah dapat disingkirkan
dan dipastikan kelainan berasal dari telinga dalam misalnya dari anamnesis
didapatkan kelainan tuli saraf fluktuatif dan ternyata dikuatkan dengan
hasil pemeriksaan maka kita sudah dapat mendiagnosis penyakit Meniere,
sebab tidak ada tuli saraf yang membaik kecuali pada penyakit Meniere.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat mendiagnosis penyakit Meniere
adalah:
(1,11)

Pemeriksaan audiometri

Gambar 9. Audiogram tuli sensorineural pada penyakit Meniere
Dikutip dari (1)

Elektronistagmografi (ENG) dan tes keseimbangan, untuk
mengetahui secara objektif kuantitas dari gangguan keseimbangan
pada pasien. Pada sebagian besar pasien dengan penyakit Meniere
19

mengalami penurunan respons nistagmus terhadap stimulasi
dengan air panas dan air dingin yag digunakan pada tes ini.
Elektrokokleografi (ECOG), mengukur akumulasi cairan di telinga
dalam dengan cara merekam potensial aksi neuron auditoris
melalui elektroda yang ditempatkan dekat dengan kokhlea. Pada
pasien dengan penyakit Meniere, tes ini juga menunjukkan
peningkatan tekanan yang disebabkan oleh cairan yang berlebihan
pada telinga dalam yang ditunjukkan dengan adanya pelebaran
bentuk gelombang bentuk gelombang dengan puncak yang
multipel.
Brain Evoked Response Audiometry (BERA), biasanya normal
pada pasien dengan penyakit Meniere, walaupun terkadang
terdapat penurunan pendengaran ringan pada pasien dengan
kelainan pada sistem saraf pusat.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dengan kontras yang disebut
gadolinium spesifik memvisualisasikan n.VII. Jika ada bagian
serabut saraf yang tidak terisi kontras menunjukkan adanya
neuroma akustik. Selain itu pemeriksaan MRI juga dapat
memvisualisasikan kokhlea dan kanalis semisirkularis.

IV.7 Penatalaksanaan
Pasien yang datang dengan keluhan khas penyakit Meniere awalnya hanya diberikan
pengobatan yagng bersifat simptomatik, seperti sedatif dan bila perlu bila perlu
diberikan antiemetik. Pengobatan paling baik adalah sesuai dengan penyebabnya.
Penatalaksanaan pada Penyakit Meniere adalah sebagai berikut :
(11,14,15)

A. Diet dan gaya hidup
Diet rendah garam memiliki efek yang kecil terhadap konsentrasi sodium pada
plasma, karena tubuh telah memiliki sistem regulasi dalam ginjal untuk
mempertahankan level sodium dalam plasma. Untuk mempertahankan
keseimbangan konsentrasi sodium, ginjal menyesuaikan kapasitas untuk
kemampuan transport ion berdasarkan intake sodium. Penyesuaian ini
diperankan oleh hormon aldosteron yang berfungsi mengontrol jumlah
20

transport ion di ginjal sehingga akan memengaruhi regulasi sodium di
endolimfe sehingga mengurangu serangan penyakit Meniere.
Banyak pasien dapat mengontrol gejala hanya dengan mematuhi diet rendah
garam (2000 mg/hari). Jumlah sodium merupakan salah satu faktor yang
mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh. Retensi natrium dan cairan dalam
tubuh dapat merusak keseimbangan antara endolimfe dan perilimfe di dalam
telinga.
Garam natrium yang ditambahkam ke dalam makanan biasanya berupa ikatan
natrium klorida atau garam dapur, monosodium glutamat (vetsin), natrium
bikarbonat (soda kue), natrium benzoat (daging kornet).
Pemakaian alkohol, rokok, coklat harus dihentikan. Kafein dan nikotin juga
merupakan stimulan vasoaktif dan menyebabkan terjadinya vasokonstriksi dan
penurunan aliran darah arteri kecil yang memberi nutrisi saraf dari telinga
tengah. Dengan menghindari kedua zat tersebut dapat mengurangi gejala.
Olahraga yang rutin dapat menstimulasi sirkulasi aliran darah sehingga perlu
untuk dianjurkan ke pasien. Pasien juga harus menghindari penggunaan obat-
obatan yang bersifat ototoksik seperti aspirin karena dapat memperberat
tinnitus.
Selama serangan akut dianjurkan untuk berbaring di tempat yang keras,
berusaha untuk tidak bergerak, pandangan mata difiksasi pada satu objek tidak
bergerak, jangan mencoba minum walaupun ada perasaan mau muntah,
setelah vertigo hilang pasien diminta untuk bangun secara perlahan karena
biasanya setelah serangan akan terjadi kelelahan dan sebaiknya pasien mencari
tempat yang nyaman untuk tidur selama beberapa jam untuk memulihkan
keseimbangan.
B. Farmakologi
Untuk penyakit ini diberikan obat-obatan vasodilator perifer, antihistamin,
antikolinergik, steroid, dan diuretik untuk mengurangi tekanan pada
endolimfe. Obat-obat antiiskemia dapat pula diberikan sebagai obat alternatif
dan neurotonik untuk menguatkan sarafnya selain itu jika terdapat infeksi
virus dapat diberikan antivirus seperti asiklovir.
Transquilizer seperti diazepam (valium) dapat digunakan pada kasus akut
untuk membantu mengontrol vertigo, namun karena sifat adiktifnya tidak
digunakan tidak digunakan sebagai pengobatan jangka panjang. Antiemetik
21

seperti prometazin tidak hanya mengurangi mual dan muntah tapi juga
mengurangi gejala vertigo. Diuretik seperti tiazide dapat membantu
mengurangi gejala penyakit Meniere dengan menurunkan tekanan dalam
sistem endolimfe. Pasien harus diingatkan untuk banyak makanan yang
mengandung kalium seperti pisang, tomat, dan jeruk ketika menggunakan
diuretik yang menyebabkan kehilangan kalium.
C. Latihan
Rehabilitasi penting dilakukan sebab dengan melakukan latihan sistem
vestibuler ini sangat menolong. Kadang-kadang gejala vertigo dapat diatasi
dengan latihan yang teratur danbaik. Orang-orang yang karena profesinya
menderita vertigo dapat diatasi dengan latihan yang intensif sehingga gejala
yang timbul tidak lagi mengganggu pekerjaan sehari-hari.
(1,9,12)

Ada beberapa latihan, yaitu : canalit reposition treatment (CRT) / epley
manouver dan brand-darroff exercise. Dari beberapa latihan ini kadang
memerlukan seseorang untuk membantunya tapi ada juga yang dapat
dikerjakan sendiri.
Dari beberapa latihan, umumnya yang dilakukan pertama adalah CRT jika
masih terasa ada sisa baru dilakukan brand-darroff exercise.











Gambar 10. canalit reposition treatment (CRT) / epley manouver
Dikutip dari (13)

22


Gambar 11. brand-darroff exercise
Dikutip dari (13)

D. Penatalaksanaan bedah
Operasi yang direkomendasikan bila serangan veertigo tidak terkontrol antara
lain :
o Dekompresi sakus endolimfatikus
Operasi ini mendekompresikan cairan berlebih di telinga dalam dan
menyebabkan kembali normalnya tekanan terhadap ujung saraf
vestibulokokhlearis. Insisi dilakukan di belakang telinga yang
terinfeksi dan air cell mastoid diangkat agar dapat melihat telinga
dalam. Insisi kecil dilakukan pada sakus endolimfatikus untuk
mengalirkan cairan ke rongga mastoid.
Secara keseluruhan sekitar 60% pasien serangan vertigo menjadi
terkontrol, 20% mengalami serangan yang lebih buruk. Fungsi
pendengaran tetap stabil namun jarang yang membaik dan tinnitus
tetap ada, 2% mengalami tuli total dan vertigo tetap ada.
o Labirinektomi
Operasi ini mengangkat kanalis semisirkularis dan saraf
vestibulokokhlearis. Dilakukan dengan insisi di telinga belakang
dan air cell mastoid diangkat, bila telinga dalam sudah terlihat,
keseluruhan labirin tulang diangkat. Setelah satu atau dua hari
paskaoperasi, tidak jarang terjadi vertigo berat. Hal ini dapat diatasi
dengan pemberian obat-obatan. Setelah seminggu, pasien
mengalami periode ketidakseimbangan tingkat sedang tanpa
23

vertigo, sesudahnya telinga yang normal mengambil alih seluruh
fungsi keseimbangan. Operasi ini menghilangkan fungsi
pendengaran telinga.
o Neurektomi vestibuler
Bila pasien masih dapat mendengar, neurektomi vestibuler
merupakan pilihan untuk menyembuhkan vertigo dan pendengaran
yang tersisa. Dilakukan insisi di belakang telinga dan air cell
mastoid diangkat, dilakukan pembukaan pada fossa durameter dan
n.VIII dan dilakukan pemotongan terhadap saraf keseimbangan.
Pemilihan operasi ini mirip labirinektomi. Namun karena operasi
ini melibatkan daerah intrakranial, sehingga harus dilakukan
pengawasan ketat paskaoperasi. Operasi ini diindikasikan pada
pasien di bawah 60 tahun yang sehat.
Sekitar 5% mengalami tuli total pada telinga yang terinfeksi,
paralisis wajah sementara dapat terjadi selama beberapa hari
hingga bulan, sekitar 85% vertigo dapat terkontrol.
o Labirinektomi dengan zat kimia
Merupakan operasi dimana menggunakan antibiotik (streptomisin
atau gentamisin dosis kecil) yang dimasukkan ke telinga dalam.
Operasi ini bertujuan mengurangi proses penghancuran saraf
keseimbangan dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.
Pada kasus penyakit Meniere, diberikan streptomisin intramuskular
dapat menyembuhkan serangan vertigo dan pendengaran dapat
dipertahankan.
o Endolimfe shunt
Operasi ini masih kontroversi karena banyak peneliti yang
menganggap operasi ini merupakan plasebo
Ada dua tipe dari operasi ini yaitu:
a) Endolimfe subaraknoid shunt : dengan mempertahankan
tuba diantara endolimfe dan kranium
b) Endolimfe mastoid shunt : dengan menempatkan tuba
antara sakus endolimfatikus dan rongga mastoid.
(14,15)



24




















Gambar 12. Skema pentalaksanaan penyakit Meniere
Dikutip dari (13)

IV.8 Prognosis
Penyakit Meniere belum dapat disembuhkan dan bersifat progresif, tapi tidak fatal dan
banyak pilihan terapi untuk mengobati gejalanya. Penyakit ini berbeda untuk tiap
pasien. Beberapa pasien mengalami remisi spontan dalam jangka waktu hari hingga
tahun. Pasien lain mengalami perburukan gejala secara cepat. Namun ada juga pasien
yang perkembangan penyakitnya lambat.
(11,15)

Belum ada terapi yang efektif untuk penyakit ini namun berbagai tindakan dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya serangan dan progresivitas penyakit. Sebaiknya
pasien dengan verigo berat disarankan untuk tidak mengendarai mobil, naik tangga
dan berenang.
(11,15)


25

BAB V
KESIMPULAN

Penyakit meniere merupakan suatu penyakit yang diakibatkan adanya kelainan
pada telinga dalam berupa hirops (pembengkakan) endolimfa pada kokhlea dan
vestibulum. Gejala dari penyakit meniere disebut trias meniere yang terdiri dari
vertigo (sakit kepala berputar), tinnitus, dan gangguan pendengaran berupa tuli
sensori neural. Gangguan pendengaran ini bersifat fluktuatif dimana gangguan
pendengaran terjadi saat serangan dan dapat normal diluar serangan.
Penyakit Meniere adalah salah satu penyebab tersering vertigo pada telinga
dalam. Sebagian besar kasus timbul pada laki-laki atau perempuan dewasa. Paling
banyak ditemukan pada usia 20-50 tahun. Pasien dengan resiko besar terkena penyakit
Meniere adalah orang-orang yang memiliki riwayat alergi, merokok, stres, kelelahan,
alkoholisme, dan pasien yang rutin mengonsumsi aspirin.
Pada dasaarnya, etiologi pasti dari penyakit meniere ini belum diketahui.
Penyakit Meniere masa kini dianggap sebagai keadaan dimana terjadi
ketidakseimbangan cairan telinga yang abnormal dan diduga disebabkan oleh
terjadinya malabsorbsi dalam sakus endolimfatikus.
Untuk menegakkan diagnosis penyakit meniere dengan akurat, kondisi
penyakit lain dapat menghasilkan gejala yang serupa seperti penyakit Meniere harus
disingkirkan. Evaluasi awal didasarkan pada anamnesi yang sangat hati-hati.
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menyingkirkan penyebab yang berasal dari telinga
luar atau telinga dalam. Pemeriksaan penunjang seperti audiometri,
elektronistagmografi, elektrokokhleografi, BERA, dan MRI terkadang diperlukan
untuk menegakkan diagnosis penyakit meniere.
Pasien yang datang dengan keluhan khas penyakit Meniere awalnya hanya
diberikan pengobatan yagng bersifat simptomatik, seperti sedatif dan bila perlu bila
perlu diberikan antiemetik. Pengobatan terbaik adalah dengan cara menangani
penyebab dari penyakit tersebut.

26

DAFTAR PUSTAKA
1. Hain, TC, Yacovino D. Meniere Disease. 2003. Available at :
http://www.dizziness-and-balance/disorders/menieres/menieres_english.html.
Accessed on April 28th, 2012.
2. National Institute and Other Communication Disorder. Menieress Disease.
Available at : http://nidcd.nih.gov/healthinfo/balance/menieresdisease.htm.
Accessed on April 28th, 2012.
3. Ellis H. The Special Senses : The Ear. In : Clinical Anatomy, Applied Anatomi
for Students and Junior Doctor. 6th Ed. Massachussetts. Blackwell Publishing. 20-
6. 384-387.
4. Liston LS, Duvail AJ. Embriologi, Anatomi, dan Fisiologi Telinga. Dalam :
BOEIS Buku Ajar THT Edisi ke 6. Editor : Efendi H, Santosa K. Jakarta : EGC.
1997. 27-38.
5. Soetirto I, Hendamin H, Bashiruddin J. Ganguan Pendengaran. Dalam : Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga, Hidunng, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi ke-6.
Editor : Soepardi EA, Iskandar N. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007. 10-16.
6. Sherwood L. Telinga : Pendengaran dan Keseimbangan. Dalam : Fisiologi
Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta : EGC. 2006. 176-189.
7. Anderson JH, Levine SC. Sistem Vestibularis. BOEIS Buku Ajar THT Edisi ke 6.
Editor : Efendi H, Santosa K. Jakarta : EGC. 1997. 39-45.
8. Bashiruddin J, Hadjar E, Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Dalam : Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidunng, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi ke-6.
Editor : Soepardi EA, Iskandar N. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007. 94-101.
9. Hadjar E, Bashiruddin J. Penyakit Meniere. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidunng, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Editor : Soepardi
EA, Iskandar N. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. 102-
103.
10. Paparella MM. Pathogenesis and Pathophysiology of Meniere Disease. Acta
Otolaryngol (Stockh). 2006 ; (suppl 485)26.
11. Levine SC. Penyakit Telinga Dalam. Dalam : BOEIS Buku Ajar THT Edisi ke 6.
Editor : Efendi H, Santosa K. Jakarta : EGC. 1997. 136-137.
27

12. Rutka JA. Evaluation of Vertigo. Blitzer A, Pillsbury HC, Jahn AF, Binder WJ,
editors. Office based surgery in otolaryngology. New York : Thieme; 1998. p.71-
78.
13. Diza M. Pengobatan Gangguan Keseimbangan (Vertigo). 2009. Available at :
http://d132a.wordpress.com/2008/12/26/pengobatan-gangguan-keseimbangan-
vertigo/. Accessed on April 28th, 2012.
14. Levenson, Mark J. Home of the Surgery Information Centre. Meniere Syndrome.
2009. Available at : http://www.earsurgery.org/site/pages/conditions/menieres-
syndrome.php. Accessed on April 28th, 2012.
15. Becker W, Naumann HH, Pfalfz CR. A Pocket Reference Ear, Nose, and Throat
Disease. Second Revised Edition. New York : Thiemes; 2004. 100-101.

Anda mungkin juga menyukai