Anda di halaman 1dari 38

STEP 3

1. Apa penjelasan neurotransmitter ?


1.
Otak terdiri dari sekian biliun sel neuron yang satu dengan lainnya saling berhubungan. Hubungan
antar neuron tersebut terjalin melalui impuls listrik dengan bahan perantara kimiawi yang dikenal
sebagai neurotransmiter.
Dalam keadaan normal, lalu-lintas impuls antar neuron berlangsung dengan baik dan lancar. Apabila
mekanisme yang mengatur lalu-lintas antar neuron menjadi kacau dikarenakan breaking system pada
otak terganggu maka neuron-neuron akan bereaksi secara abnormal. Neurotransmiter yang berperan
dalam mekanisme pengaturan ini adalah:
Glutamat, yang merupakan brains excitatory neurotransmitter
GABA (Gamma Aminobutyric Acid), yang bersifat sebagai brains inhibitory neurotransmitter.
Kejang dapat terjadi apabila:
Keadaan dimana fungsi neuron penghambat (inhibitorik) kerjanya kurang optimal sehingga
terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan, disebabkan konsentrasi GABA yang kurang.
Hambatan oleh GABA ini dalam bentuk inhibisi potensial post sinaptik.
Keadaan dimana fungsi neuron eksitatorik berlebihan sehingga terjadi pelepasan impuls yang
berlebihan. Disini fungsi neuron penghambat normal tapi sistem pencetus impuls (eksitatorik)
yang terlalu kuat. Keadaan ini ditimbulkan oleh meningkatnya konsentrasi glutamat di otak.
Berbagai macam kelainan atau penyakit di otak (lesi serebral, trauma otak, stroke, kelainan herediter
dan lain-lain) sebagai fokus epileptogenesis dapat terganggu fungsi neuronnya (eksitasi berlebihan
dan inhibisi yang kurang) dan akan menimbulkan kejang bila ada rangsangan pencetus seperti
hipertermia, hipoksia, hipoglikemia, hiponatremia, stimulus sensorik dan lain-lain.


Sumber: Price, Sylvia. 2006. Patofisiologi volume 2. jakarta: EGC


Sel dan organ otak memerlukan suatu energy yang didapat dari metabolisme untuk mempertahankan
hidupnya. Bahan baku terpenting untuk metabolism otak adalah glukosa.
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO
2
dan air. Sifat
proses ini adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan
diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler.
(2,7)










Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari
metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glaukosa. Sifat proses itu adalah
oksidasi dimana oksigen disediakan dengan peraataraan fungsi paru dan diteruskan ke otak melalui system
kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan
air.
Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar
adalah ionic.Dalam keadaan normal membrane sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+)
dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (NA+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-).Akibatnya
konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat
keadaan sebaliknya.Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat
perbedaan yang disebut potensial membrane dari sel neuron.Untuk menjaga keseimbangan potensial
membrane ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membrane ini dapat dirubah oleh adanya :
1. perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
2. rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.
3. perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1
0
C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan
kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari
seluruh tubu, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu
dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi
dari ion kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel
tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang.Tiap anak mempunyai
ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita
kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang terjadi pada suhu
38
0
C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40
0
C atau lebih.
Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang
kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang.Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit) biasanya disertai
terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerob, hipotensi arterial
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya
aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama
berlangsungnya kejang lama.Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan
sel neuron otak.Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.
Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi
epilepsi.(FKUI, 2007).

Status konvulsi dan penatalaksanaan
Status epileptikus didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian
kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang
berlangsung lebih dari 30 menit.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika seseorang mengalami kejang persisten atau
seseorang yang tidak sadar kembali selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan
sebagai status epileptikus.
Status Epileptikus merupakan suatu kegawatdaruratan medis yang harus ditangani segera dan
secepat mungkin, karena melibatkan proses fisiologis pada sistem homeostasis tubuh, kerusakan
syaraf dan otak yang dapat mengakibatkan kematian. Penanganannya tidak hanya menghentikan
kejang yang sedang berlangsung, tetapi juga harus mengidentifikasi penyakit dasar dari status
tersebut. Umur, jenis kejang, etiologi, jenis kelamin perempuan, durasi dari status epileptikus,
dan lamanya dari onset sampai penanganan merupakan faktor prognostik penting.
Status epileptikus dibagi menjadi 2 fase, yaitu :
Fase I (0-30 menit) - mekanisme terkompensasi.
Pada fase ini terjadi : Pelepasan adrenalin dan noradrenalin, peningkatan cerebral blood flow dan
metabolisme, hipertensi, hiperpireksia, dan hiperventilasi, takikardi, asidosis laktat,
Fase II (> 30 menit) - mekanisme tidak terkompensasi.
Pada fase ini terjadi : Kegagalan autoregulasi serebral/edema otak, depresi pernafasan, disritmia
jantung, hipotensi, hipoglikemia, hiponatremia, gagal ginjal, rhabdomyolisis, hipertermia dan DIC.
Prinsip penatalaksanaan penderita dengan status epileptikus adalah tindakan suportif yang
merupakan tindakan awal yang bertujuan menstabilisasi penderita (harus tercapai dalam 10
menit pertama), menghentikan kejang secepatnya dengan memberikan obat anti kejang, dengan
urutan pilihan (harus tercapai dalam 30 menit pertama) pilihan
I golongan Benzodiazepin (Lorazepam, Diazepam), pilihan II Phenytoin, dan pilihan
IIIPhenobarbital. Pemberian obat anti kejang lanjutan, mencari penyebab status epileptikus,
penatalaksanaan penyakit dasar, mengatasi penyulit, bila terjadi refrakter status epileptikus atasi
dengan Midazolam, atau Barbiturat thiopental, phenobarbital, pentobarbital) atau inhalasi
dengan bahan isoflurane.
Anonim. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1985, hal: 1203-1226.

2. Apa saja Klasifikasi kejang ?


Klasifikasi kejang:
1. PARSIAL
a. Parsial sederhana
Dapat bersifat motorik (gerakan abnormal unilateral), sensorik (merasakan,
membaui,mengdengar sesuatu yang abnormal), autonomic (takikardi, bradikardi,
takipneu, kemerahan, rasa tidak enak di epigastrium), psikik (disfalgia, gangguan daya
ingat)
Biasanya berlangsung kurang dari 1 menit
b. Parsial kompleks
Dimulai dengan kejang parsial sedehana; berkembang menjadi perubahan kesadaran yang
disertai:
Gejala motoric, gejala sensorik, otomatisme (mengecap-ngecapkan bibir, mengunyah,
menarik-narik baju)
Beberapa kejang parsial kompleks mungkin berkembang menjadi kejang generalisata
Biasanya berlangsung 1-3 menit

2. GENERALISATA
Hilangnya kesadaran dan tidak ada awitan fokal; bilateral dan simetrik; tidak ada aura
a. Tonik-klonik
Spasme tonik-klonik otot; inkontenensia urin dan alvi; menggigit lidah; fase pasca iktus
Absence sering salah diagnosis sebagai melamun
Menatap kosong , kepala sedikit lunglai, kelopak mata bergetar, atau berkedip secara
cepat; tonus postural tidka hilang
Berlangsung beberapa detik
b. Miklonik
Kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas di beberapa otot atau tungkai; cenderung
singkat
c. Atonik
Hilangnya secara mendadag tonus otot disertai lenyapnya postur tubuh
d. Klonik
gerakan menyentak, repetitive, tajam, lambat, dan tunggal atau multiple di lengan, tungkai
dan torso.
e. Tonik
Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku, kontraksi) wajah dan tubuh bagian atas;
fleksi lengan dan ekstensi tungkai
Mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi
Dapat menyebabkan henti nafas
Manifestasi Klinik
1. Kejang parsial ( fokal, lokal )
a. Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
1) Tanda tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi Tanda atau gejala otonomik: muntah,
berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
2) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan ajtuh dari udara, parestesia.
3) Gejala psikis:dejavu,rasatakut,visipanoramik.
4) Kejang tubuh;umumnya gerakan setipa kejang sama.
b. parsial kompleks
1) Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks
2) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan
menongkel yang berulang ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
3) Dapat tanpa otomatisme:tatapan terpaku

2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a. Kejang absens
1) Gangguankewaspadaandanresponsivitas
2) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik
3) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh
b. Kejang mioklonik
1) Kedutan kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak.
2) Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron dari
bahu, leher, lengan atas dan kaki.
3) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
4) Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c. Kejang tonik klonik
1) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang tubuh dan
wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit
2) Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
3) Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
4) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
Kejang atonik
1) Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk,atau
jatuh ke tanah.
2) Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/110/jtptunimus-gdl-rizqianag0-5455-2-babii.pdf

3. Mengapa pasien tidak sadar dan tidak disertai deman dan disertai keluar buih dari
mulutnya kejang 3 kali sebulan ?
4. Interpretasi vital sign ?
5. DD ?

Diagnosis Banding
Sinkope Sinkope ialah keadaan kehilangan kesadaran sepintas akibat kekurangan aliran darah ke dalam
otak dan anoksia. Sebabnya adalah tensi darah yang menurun mendadak, biasanya ketika penderita
sedang berdiri. Pada fase permulaan, penderita menjadi gelisah, tampak pucat, berkeringat, merasa
pusing, pandangan mengelam. Kesadaran menurun secara berangsur, nadi melemah, tekanan darah
rendah. Dengan dibaringkan horizontal penderita segera membaik.
Gangguan jantung Gangguan fungsi dan irama jantung dapat timbul dalam serangan-serangan yang
mungkin timbul dalam serangan-serangan yang mungkin pula mengakibatkan pingsan. Keadaan ini
biasanya terjadi pada penderita-penderita jantung.
Gangguan sepintas peredaran darah otak Gangguan sepintas peredaran darah dalam batang otak dengan
macam-macam sebab dapat mengakibatkan timbulnya serangan pingsan. Pada keadaan ini dijumpai
kelainan-kelainan neurologis seperti diplopia, disartria, ataksia dan lain-lain.
Hipoglikemia Hipoglikemia didahului rasa lapar, berkeringat, palpitasi, tremor, mulut kering. Kesadaran
dapat menurun perlahan-lahan.
Keracunan Keracunan alcohol, obat tidur, penenang, menyebabkan kesadaran menurun. Pada keadaan ini
penurunan kesadaran berlangsung lama yang mungkin pula didapati pada epilepsi.
Serangan hetang dan sianotik (Breath holding spells) Serangan hetang atau somoron ada dua bentuk yaitu
bentuk sianotik dan bentuk palida. Bentuk sianotik disebabkan oleh henti sementara pernafasan dan
bentuk palida oleh henti jantung sementara.
Histeria Kejang fungsional atau psikologis sering terdapat pada wanita 7-15 tahun. Serangan biasanya
terjadi di hadapan orang-orang yang hadir karena ingin menarik perhatian. Jarang terjadi luka-luka
akibat jatuh, mengompol, atau perubahan pasca serangan seperti terdapat pada epilepsy. Gerakan-
gerakan yang terjadi tidak menyerupai kejang tonik klonik, tetapi bias menyerupai sindroma
hiperventilasi. Timbulnya serangan sering berhubungan dengan stress.
Narkolepsi Pada narkolepsi terjadi serangan-serangan perasaan mengantuk yang tidak dapat dikendalikan.
Pavor nokturnus, lindur, kekau Pavor noktornus merupakan gangguan tidur yang paroksismal, yang terjadi
bila terbangun pada tidur tingkat empat. Anak marah-marah, menangis, ketakutan, dan kadang-
kadang disertai halusinasi visual atau auditoris yang berlangsung cepat disertai meningkatnya
frekeuensi jantung dan pernafasan. Setelah itu ia tidur lagi dan keesokan harinya ia tidak ingat sama
sekali apa yang terjadi semalam.. EEG biasanya normal
10. Paralisis tidur Biasanya terjadi menjelang tiduratau bangun dan sering didahului halusinasi visual dan
auditoris. Serangan ini sering menakutkan penderita karena ia dapat bernafas, menggerakan mata,
namun tidak dapat bergerak. Sentuhan ringan atau rangsangan auditoris dapat mengakhiri paralisi
tersebut yang biasanya berlangsung hanya beberapa detik.
11. Migren Pada migren gejala-gejala juga timbul mendadak dalam serangan-serangan. Pada fase
vasokontriksi dapat timbul nausea, muntah, mulas, gangguan penglihatan, atau gejala- gejala
neurologis sesisi. Biasanya gejala-gejala ini reversible, tetapi pada anak pulihnya agak lambat.

SUmber : Markam, Soemarmo. Penuntun Neurologi. Jakarta: Binarupa Aksara


Definisi
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh terjadinya serangan (seizure, fit, attack,
spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan berkala.Serangan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak
yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekelompok besar sel selotak, bersifat sinkron dan
berirama.Serangan dapat berupa gangguan motorik, sensorik, kognitif atau psikis. Istilah epilepsi tidak boleh
digunakan untuk serangan yang terjadi hanya sekali saja, serangan yang terjadi selama penyakit akut
berlangsung danoccasional provokes seizures misalnya kejang atau serangan pada hipoglikemia (Prasad et al,
1999)
Epilepsi didefinisikan sebagai gangguan kronis yang ditandai adanya bangkitan epileptik berulang akibat
gangguan fungsi otak secara intermiten yang terjadi oleh karena lepas muatan listrik abnormal neuron-neuron
secara paroksismal akibat berbagai etiologi. Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa
(stereotipik) yang berlebihan dan abnormal, berlangsung secara mendadak dan sementara, dengan atau tanpa
perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktifitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang bukan
disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked). Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda
klinis epilepsi yang terjadi bersama-sama meliputi berbagai etiologi, umur, onset, jenis serangan, faktor
pencetus, kronisitas (Pallgreno, 1996)
http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/10/jhptump-a-siskaanggi-468-2-babii.pdf
Etiologi
Ditinjau dari penyebab, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
11

Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, meliputi 50% dari penderita epilepsi anak dan
umumnya mempunyai predisposisi genetik, awitan biasanya pada usia > 3 tahun. Dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan ditemukannya alat alat diagnostik yang canggih kelompok ini makin kecil

Epilepsi simptomatik: disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat. Misalnya : post trauma
kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP), gangguan metabolik, malformasi otak kongenital, asphyxia
neonatorum, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat), kelainan
neurodegeneratif.

Epilepsi kriptogenik: dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, termasuk disini adalah
sindrom West, sindron Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonik

1. Shorvon SD. HANDBOOK OF Epilepsy Treatment Forms, Causes and Therapy in Children and Adults.2
nd
ed. America: Blackwell Publishing Ltd. 2005

Patofisiologi
Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih dominan dari pada proses inhibisi.
Perubahan-perubahan di dalam eksitasiaferen, disinhibisi, pergeseran konsentrasi ion ekstraseluler, voltage-
gated ion channel opening, dan menguatnya sinkronisasi neuron sangat penting artinya dalam hal inisiasi dan
perambatan aktivitas serangan epileptik. Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi ion di dalam ruang
ekstraseluler dan intraseluler, dan oleh gerakan keluar-masuk ion-ion menerobos membran neuron (Prasad et
al, 1999)
Lima buah elemen fisiologi sel dari neuronneuron tertentu pada korteks serebri penting dalam
mendatangkan kecurigaan terhadap adanya epilepsi:
- Kemampuan neuron kortikal untuk bekerja pada frekuensi tinggi dalam merespon depolarisasi
diperpanjang akan menyebabkan eksitasi sinaps dan inaktivasi konduksi Ca2+ secara perlahan.
- Adanya koneksi eksitatorik rekuren (recurrent excitatory connection), yang memungkinkan adanya
umpan balik positif yang membangkitkan dan menyebarkan aktivitas kejang.
- Kepadatan komponen dan keutuhan dari pandangan umum terhadap sel-sel piramidal pada daerah
tertentu di korteks, termasuk pada hippocampus, yang bisa dikatakan sebagai tempat paling rawan
untuk terkena aktivitas kejang. Hal ini menghasilkan daerah-daerah potensial luas, yang kemudian
memicu aktifitas penyebaran nonsinaptik dan aktifitas elektrik.
- Bentuk siap dari frekuensi terjadinya potensiasi (termasuk juga merekrut respon NMDA) menjadi ciri
khas dari jaras sinaptik di korteks.
- Efek berlawanan yang jelas (contohnya depresi) dari sinaps inhibitor rekuren dihasilkan dari frekuensi
tinggi peristiwa aktifasi. Serangan epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron abnormal
mengalami depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan cetusan potensial aksi secara tepat
dan berulang-ulang. Cetusan listrik abnormal ini kemudian membawa neuron-neuron yang terkait di
dalam proses. Secara klinis serangan epilepsi akan tampak apabila cetusan listrik dari sejumlah besar
neuron abnormal muncul secara bersamasama, membentuk suatu badai aktivitas listrik di dalam otak
(Selzer &Dichter, 1992)
Badai listrik tadi menimbulkan bermacam-macam serangan epilepsi yang berbeda (lebih dari 20 macam),
bergantung pada daerah dan fungsi otak yang terkena dan terlibat. Dengan demikian dapat dimengerti apabila
epilepsi tampil dengan manifestasi yang sangat bervariasi (Prasad et al, 1999)
Sebagai penyebab dasar terjadinya epilepsi terdiri dari 3 katagori yaitu (Meliala, 1999) :
1. Non Spesifik Predispossing Factor (NPF) yang membedakan seseorang peka tidaknya terhadap serangan
epilepsi dibanding orang lain. Setiap orang sebetulnya dapat dimunculkan bangkitan epilepsi hanya dengan
dosis rangsangan berbeda- beda.
2. Specific Epileptogenic Disturbances (SED). Kelainan epileptogenik ini dapat diwariskan maupun didapat dan
inilah yang bertanggung jawab atas timbulnya epileptiform activity di otak. Timbulnya bangkitan epilepsi
merupakan kerja sama SED dan NPF.
3. Presipitating Factor (PF). Merupakan faktor pencetus terjadinya bangkitan epilepsi pada penderita epilepsi
yang kronis. Penderita dengan nilai ambang yang rendah, PF dapat membangkitkan reactive seizure dimana
SED tidak ada. Hipotesis secara seluler dan molekuler yang banyak dianut sekarang adalah : Membran neuron
dalam keadaan normal mudah dilalui oleh ion kalium dan ionklorida, tetapi sangat sulit dilalui oleh ion natrium
dan ion kalsium. Dengan demikian konsentrasi yang tinggi ion kalium dalam sel (intraseluler), dan konsentrasi
ion natrium dan kalsium ekstraseluler tinggi. Sesuai dengan teori dari Dean (Sodium pump), sel hidup
mendorong ion natrium keluar sel, bila natrium ini memasuki sel, keadaan ini sama halnya dengan ion kalsium.
Bangkitan epilepsi karena transmisi impuls yang berlebihan di dalam otak yang tidak mengikuti pola yang
normal, sehingga terjadi sinkronisasi dari impuls. Sinkronisasi ini dapat terjadi pada sekelompok atau seluruh
neuron di otak secara serentak, secara teori sinkronisasi ini dapat terjadi (Widiastuti, 2001)
1. Fungsi jaringan neuron penghambat (neurotransmitter GABA dan Glisin) kurang optimal hingga terjadi
pelepasan impuls epileptik secara berlebihan.
2. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron eksitatorik (Glutamat dan Aspartat)berlebihan hingga terjadi
pelepasan impuls epileptik berlebiha juga.
Fungsi neuron penghambat bisa kurang optimal antara lain bila konsentrasi GABA (gamma aminobutyric acid)
tidak normal. Pada otak manusia yang menderita epilepsi ternyata kandungan GABA rendah.Hambatan oleh
GABA dalam bentuk inhibisi potensial postsinaptik (IPSPs = inhibitory post synaptic potentials) adalah lewat
reseptor GABA.Suatu hipotesis mengatakan bahwa aktifitas epileptik disebabkan oleh hilang atau kurangnya
inhibisi oleh GABA, zat yang merupakan neurotransmitter inhibitorik utama pada otak. Ternyata pada GABA ini
sama sekali tidak sesederhana seperti yang disangka semula. Riset membuktikan bahwa perubahan pada salah
satu komponennya bisa menghasilkan inhibisi tak lengkap yang akan menambah rangsangan (Budiarto, 1999).
Berbagai macam penyakit dapat menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan antara neuron inhibitor
dan eksitator, misalnya kelainan heriditer, kongenital, hipoksia, infeksi, tumor, vaskuler, obat atau
toksin.Kelainan tersebut dapat mengakibatkan rusaknya faktor inhibisi dan atau meningkatnya fungsi neuron
eksitasi, sehingga mudah timbul epilepsi bila ada rangsangan yang memadai. Daerah yang rentan terhadap
kerusakan bila ada abnormalitas otak antara lain di hipokampus. Oleh karena setiap serangan kejang selalu
menyebabkan kenaikan eksitabilitas neuron, maka serangan kejang cenderung berulang dan selanjutnya
menimbulkan kerusakan yang lebih luas.Pada pemeriksaan jaringan otak penderita epilepsi yang mati selalu
didapatkan kerusakan di daerah hipokampus. Oleh karena itu tidak mengherankan bila lebih dari 50% epilepsi
parsial, fokus asalnya berada di lobus temporalis dimana terdapat hipokampus dan merupakan tempat asal
epilepsi dapatan (Joesoef, 1997).
http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/10/jhptump-a-siskaanggi-468-2-babii.pdf
PATOFISIOLOGI
1. Patofisiologi Epilepsi Umum
Salah satu epilepsi umum yang dapat diterangkan patofisiologinya secara lengkap adalah epilepsi tipe
absans. Absans adalah salah satu epilepsi umum, onset dimulai usia 3-8 tahun dengan karakteristik klinik yang
menggambarkan pasien bengong dan aktivitas normal mendadak berhenti selama beberapa detik kemudian
kembali ke normal dan tidak ingat kejadian tersebut. Terdapat beberapa hipotesis mengenai absans yaitu
antara lain absans berasal dari thalamus, hipotesis lain mengatakan berasal dari korteks serebri. Beberapa
penelitian menyimpulkan bahwa absans diduga terjadi akibat perubahan pada sirkuit antara thalamus dan
korteks serebri. Pada absans terjadi sirkuit abnormal pada jaras thalamo-kortikal akibat adanya mutasi ion
calsium sehingga menyebabkan aktivasi ritmik korteks saat sadar, dimana secara normal aktivitas ritmik pada
korteks terjadi pada saat tidur non-REM.3 Patofisiologi epilepsi yang lain adalah disebabkan adanya mutasi
genetik. Mutasi genetik terjadi sebagian besar pada gen yang mengkode protein kanal ion (tabel 3). Contoh:
Generalized epilepsy with febrile seizure plus, benign familial neonatal convulsions.

Tabel 3. Mutasi kanal ion pada beberapa jenis epilepsi4-6
Kanal Gen Sindroma
Voltage-gated
Kanal Natrium SCN1A, SCN1B, Generalized epilepsies with
SCN2A, GABRG2 febrile seizures plus
Kanal Kalium KCNQ2, KCNQ3 Benign familial neonatal
convulsions
Kanal Kalsium CACNA1A, CACNB4 Episodic ataxia tipe 2
CACNA1H Childhood absence epilepsy
Kanal Klorida CLCN2 Juvenile myoclonic epilepsy
Juvenile absence epilepsy
Epilepsy with grand mal
seizure on awakening
Ligand-gated
Reseptor asetilkolin CHRNB2, CHRNA4 Autosomal dominant frontal
lobe epilepsi
Reseptor GABA GABRA1, GABRD Juvenile myoclonic epilepsy



Pada kanal ion yang normal terjadi keseimbangan antara masuknya ion natrium (natrium influks) dan
keluarnya ion kalium (kalium efluks) sehingga terjadi aktivitas depolarisasi dan repolarisasi yang normal pada
sel neuron (gambar 1A). Jika terjadi mutasi pada kanal Na seperti yang terdapat pada generalized epilepsy with
febrile seizures plus, maka terjadi natrium influks yang berlebihan sedangkan kalium refluks tetap seperti
semula sehingga terjadi depolarisasi dan repolarisasi yang berlangsung berkali-kali dan cepat atau terjadi
hipereksitasi pada neuron (gambar1B). Hal yang sama terjadi pada benign familial neonatal convulsion dimana
terdapat mutasi kanal kalium sehingga terjadi efluks kalium yang berlebihan dan menyebabkan hipereksitasi
pada sel neuron (gambar 1C)

Gambar 1. Mutasi kanal ion3

2. Patofisiologi Epilepsi Parsial
Patofisiologi epilepsi parsial yang dapat diterangkan secara jelas adalah epilepsi lobus temporal yang
disebabkan oleh sklerosis hipokampus. Pada sklerosis hippokampus terjadi hilangnya neuron di hilus dentatus
dan sel piramidal hipokampus. Pada keadaan normal terjadi input eksitatori dari korteks entorhinal ke
hippokampus di sel granula dentatus dan input inhibitori dari interneuron di lapisan molekular dalam (inner
layer molecular) (gambar 2). Sel granula dentatus relatif resisten terhadap aktivitas hipersinkroni, dan dapat
menginhibisi propagasi bangkitan yang berasal dari korteks entorhinal,
Gambar 2. Hippokampus3

Pada sklerosis hippocampus terjadi sprouting akson mossy-fiber balik ke lapisan molekular dalam
(karena sel pyramidalis berkurang). Mossy fibers yang aberant ini menyebabkan sirkuit eksitatori yang rekuren
dengan cara membentuk sinaps pada dendrit sel granula dentatus sekelilingnya. Di samping itu interneuron
eksitatori yang berada di gyrus dentatus berkurang (yang secara normal mengaktivasi interneuron inhibitori),
sehingga terjadi hipereksitabilitas (gambar 3).
Gambar 3. Sel granula dentatus3

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadi neurogenesis postnatal di hippocampus. Suatu
bangkitan mencetuskan peningkatan aktivitas mitosis di daerah proliferatif gyrus dentatus sehingga terjadi
diferensiasi sel granula dentatus baru dan pada akhirnya terjadi ketidakseimbangan eksitasi dan inhibisi. Teori
patofisiologi yang lain adalah terjadi perubahan komposisi dan ekspresi reseptor GABAa. Pada keadaan
normal, reseptor GABAa terdiri dari 5 subunit yang berfungsi sebagai inhibitori dan menyebabkan
hiperpolarisasi neuron dengan cara mengalirkan ion klorida. Pada epilepsy lobus temporal, terjadi perubahan
ekspresi reseptor GABAa di sel granula dentatus berubah sehingga menyebabkan sensitivitas terhadap ion Zinc
meningkat dan akhirnya menghambat mekanisme inhibisi.3,4 Mekanisme epilepsi lain yang dapat diterangkan
adalah terjadinya epilepsi pada cedera otak. Jika terjadi suatu mekanisme cedera di otak maka akan terjadi
eksitotoksisitas glutamat dan menigkatkan aktivitas NMDA reseptor dan terjadi influx ion calsium yang
berlebihan dan berujung pada kematian sel. Pada plastisitas maka influx ion calsium lebih sedikit dibandingkan
pada sel yang mati sehingga tidak terjadi kematian sel namun terjadi hipereksitabilitas neuron.

3. Patofisiologi Anatomi Seluler
Secara etiopatologik, bangkitan epilepsi bisa diakibatkan oleh cedera kepala, stroke, tumor otak,
infeksi otak, keracunan, atau juga pertumbuhan jarigan saraf yang tidak normal (neurodevelopmental
problems), pengaruh genetik yang mengakibatkan mutasi. Mutasi genetik maupun kerusakan sel secara fisik
pada cedera maupun stroke ataupun tumor akan mengakibatkan perubahan dalam mekanisme regulasi fungsi
dan struktur neuron yang mengarah pada gangguan pertumbuhan ataupun plastisitas di sinapsis. Perubahan
(fokus) inilah yang bisa menimbulkan bangkitan listrik di otak. Bangkitan epilepsi bisa juga terjadi tanpa
ditemukan kerusakan anatomi (focus) di otak. Disisi lain epilepsi juga akan bisa mengakibatkan kelainan
jaringan otak sehingga bisa menyebabkan disfungsi fisik dan retardasi mental.1 Dari sudut pandang biologi
molekuler, bangkitan epilepsi disebabkan oleh ketidakseimbangan sekresi maupun fungsi neurotransmiter
eksitatorik dan inhibitorik di otak. Keadaan ini bisa disebabkan sekresi neurotransmiter dari presinaptik tidak
terkontrol ke sinaptik yang selanjutnya berperan pada reseptor NMDA atau AMPA di post-sinaptik.6
Keterlibatan reseptor NMDA subtipe dari reseptor glutamat (NMDAR) disebutsebut sebagai patologi terjadinya
kejang dan epilepsi.6-8 Secara farmakologik, inhibisi terhadap NMDAR ini merupan prinsip kerja dari obat
antiepilepsi.7 Beberapa penelitian neurogenetik membuktikan adanya beberapa faktor yang
bertanggungjawab atas bangkitan epilepsi antara lain kelainan pada ligand-gate (sub unit dari reseptor
nikotinik) begitu juga halnya dengan voltage-gate (kanal natrium dan kalium). Hal ini terbukti pada epilepsi
lobus frontalis yang ternyata ada hubungannya dengan terjadinya mutasi dari resepot nikotinik subunit alfa 4.9
Berbicara mengenai kanal ion maka peran natrium, kalium dan kalsium merupakan ion-ion yang berperan
dalam sistem komunikasi neuron lewat reseptor. Masuk dan keluarnya ion-ion ini menghasilkan bangkitan
listrik yang dibutuhkan dalam komunikasi sesame neuron.9 Jika terjadi kerusakan atau kelainan pada kanal
ion-ion tersebut maka bangkitan listrik akan juga terganggu sebagaimana pada penderita epilepsi. Kanal ion ini
berperan dalam kerja reseptor neurotransmiter tertentu. Dalam hal epilepsi dikenal beberapa neurotransmiter
seperti gamma aminobutyric acid (GABA) yang dikenal sebagai inhibitorik, glutamat (eksitatorik), serotonin
(yang sampai sekarang masih tetap dalam penelitian kaitan dengan epilepsi, asetilkholin yang di hipokampus
dikenal sebagai yang bertanggungjawab terhadap memori dan proses belajar.
Fitri Octaviana. 2008. Epilepsi.http://www.dexa-
medica.com/images/publication_upload090109170636001231472906MEDICINUS_NOV_DES%2708.p
df . Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Cipto Mangunkusumo.
Jakarta.
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada sinaps. Ada
dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan
listrik dan neurotransmitter inhibisi (inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang
menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Di antara
neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin
sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil
pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Dalam keadaan istirahat,
membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial
akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan melepas muatan listrik.
Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu fungsi
membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler.
Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur
dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar
suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti
akibat pengaruh proses inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic.
Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-
menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan
epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.
13
Aminoff MJ dkk. Clinical Neurology. 6
th
ed. New York: McGraw-Hill.






















Silbernagl S. Color Atlas of Pathophysiology. New York: Thieme. 2000

MANIFESTASI KLINIS

1. Epilepsi Umum
a. Major
Grand mal (meliputi 75% kasus epilepsi) meliputi tipe primer dan sekunder Epilesi grand mal ditandai
dengan hilang kesadaran dan bangkitan tonik-tonik. Manifestasi klinik kedua golongan epilepsi grand mal
tersebut sama, perbedaan terletak pada ada tidaknya aura yaitu gejala pendahulu atau preiktal sebelum
serangan kejang-kejang. Pada epilepsi grand mal simtomatik selalu didahului aura yang memberi manifestasi
sesuai dengan letak focus epileptogen pada permukaan otak. Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat
sesuatu, mencium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan
sebagainya. Bangkitan sendiri dimulai dengan hilang kesadaran sehingga aktivitas penderita terhenti.
Kemudian penderita mengalami kejang tonik. otot-otot berkontraksi sangat hebat, penderita terjatuh, lengan
fleksi dan tungkai ekstensi. Udara paru-paru terdorong keluar dengan deras sehingga terdengar jeritan yang
dinamakan jeritan epilepsi. Kejang tonik ini kemudian disusul dengan kejang klonik yang seolah-olah
mengguncang-guncang dan membanting-banting tubuh si sakit ke tanah. Kejang tonik-klonik berlangsung 2 -- 3
menit. Selain kejang-kejang terlihat aktivitas vegetatif seperti berkeringat, midriasis pupil, refleks cahaya
negatif, mulut berbuih dan sianosis. Kejang berhenti secara berangsur-angsur dan penderita dalam keadaan
stupor sampai koma. Kira-kira 45 menit kemudian penderita bangun, termenung dan kalau tak diganggu
akan tidur beberapa jam. Frekuensi bangkitan dapat setiap jam sampai setahun sekali.

b. Minor :
Elipesi petit mal yang sering disebut pykno epilepsi ialah epilepsi umum yang idiopatik. Meliputi kira-
kira 3 -- 4% dari kasus epilepsi. Umumnya timbul pada anak sebelum pubertas (4 -- 5tahun). Bangkitan berupa
kehilangan kesadaran yang berlangsung tak lebih dari 10 detik. Sikap berdiri atau duduk sering kali masih
dapat dipertahankan Kadang-kadang terlihat gerakan alis, kelopak dan bola mata. Setelah sadar biasanya
penderita dapat melanjutkan aktivitas semula. Bangkitan dapat berlangsung beberapa ratus kali dalam sehari.
Bangkitan petit mal yang tak ditanggulangi 50% akan menjadi grand mal. Petit mal yang tidak akan timbul lagi
pada usia dewasa dapat diramalkan berdasarkan 4 ciri : Timbul pada usia 4 -- 5 tahun dengan taraf kecerdasan
yang normal, harus murni dan hilang kesadaran hanya beberapa detik, mudah ditanggulangi hanya dengan
satu macam obat, Pola EEG khas berupa gelombang runcing dan lambat dengan frekuensi 3 per detik.
Bangkitan mioklonus Bangkitan berupa gerakan involunter misalnya anggukan kepala, fleksi lengan yang teijadi
berulang-ulang. Bangkitan terjadi demikian cepatnya sehingga sukar diketahui apakah ada kehilangan
kesadaran atau tidak. Bangkitan ini sangat peka terhadap rangsang sensorik. Bangkitan akinetik. Bangkitan
berupa kehilangan kelola sikap tubuh karena menurunnya tonus otot dengan tiba-tiba dan cepat sehingga
penderita jatuh atau mencari pegangan dan kemudian
dapat berdiri kembali. Ketiga jenis bangkitan ini (petit mal, mioklonus dan akinetik) dapat terjadi pada seorang
penderita dan disebut trias Lennox-Gastaut. Spasme infantil. Jenis epilepsi ini juga dikenal sebagai
salaamspasm atau sindroma West. Timbul pada bayi 3 -- 6 bulan dan lebih sering pada anak laki-laki. Penyebab
yang pasti belum diketahui, namun selalu dihubungkan dengan kerusakan otak yang luas seperti proses
degeneratif, gangguan akibat trauma, infeksi dan gangguan pertumbuhan. Bangkitan dapat berupa gerakan
kepala kedepan atau keatas, lengan ekstensi, tungkai tertarik ke atas, kadang-kadang disertai teriakan atau
tangisan, miosis atau midriasis pupil, sianosis dan berkeringat. Bangkitan motorik. Fokus epileptogen terletak
di korteks motorik. Bangkitan kejang pada salah satu atau sebagian anggota badan tanpa disertai dengan
hilang kesadaran. Penderita seringkali dapat melihat sendiri gerakan otot yang misalnya dimulai pada ujung
jari tangan, kemudian ke otot lengan bawah dan akhirnya seluruh lengan. Manifestasi klinik ini disebut
Jacksonian marche

2. Epilepsi parsial ( 20% dari seluruh kasus epilepsi).
a. Bangkitan sensorik
Bangkitan sensorik adalah bangkitan yang terjadi tergantung dari letak fokus epileptogen pada koteks
sensorik. Bangkitan somato sensorik dengan fokus terletak di gyrus post centralis memberi gejala kesemutan,
nyeri pada salah satu bagian tubuh, perasaan posisi abnormal atau perasaan kehilangan salah satu anggota
badan. Aktivitas listrik pada bangkitan ini dapat menyebar ke neron sekitarnya dan dapat mencapai korteks
motorik sehingga terjadi kejang-kejang.

b.Epilepsi lobus temporalis.
Jarang terlihat pada usia sebelum 10 tahun. Memperlihatkan gejala fokalitas yang khas sekali.
Manifestasi klinik fokalitas ini sangat kompleks karena fokus epileptogennya terletak di lobus temporalis dan
bagian otak ini meliputi kawasan pengecap, pendengar, penghidu dan kawasan asosiatif antara ketiga indra
tersebut dengan kawasan penglihatan. Manifestasi yang kompleks ini bersifat psikomotorik, dan oleh karena
itu epilepsi jenis ini dulu disebut epilepsi psikomotor. Bangkitan psikik berupa halusinasi dan bangkitan
motorik la-zimnya berupa automatisme. Manifestasi klinik ialah sebagai berikut: Kesadaran hilang sejenak,
dalam keadaan hilang kesadaran ini penderita masuk ke alam pikiran antara sadar dan mimpi (twilight state),
dalam keadaan ini timbul gejala fokalisasi yang terdiri dari halusinasi dan automatisme yang berlangsung
beberapa detik sampai beberapa jam. Halusinasi dan automatisme yang mungkin timbul : Halusinasi dengan
automatisme pengecap, halusinasi dengan automatisme membaca, halusinasi dengan automatisme
penglihatan, pendengaran atau perasaan aneh.
Fitri Octaviana. 2008. Epilepsi.http://www.dexa-
medica.com/images/publication_upload090109170636001231472906MEDICINUS_NOV_DES%2708.p
df . Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Cipto Mangunkusumo.
Jakarta.



Diagnosis
DIAGNOSIS

Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan hasil pemeriksaan EEG
dan radiologis.
15


1. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh. Anamnesis menanyakan tentang
riwayat trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi
vaskuler dan penggunaan obat-obatan tertentu.
Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:
- Pola / bentuk serangan
- Lama serangan
- Gejala sebelum, selama dan paska serangan
- Frekueensi serangan
- Faktor pencetus
- Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
- Usia saat serangan terjadinya pertama
- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
- Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya
- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi,seperti trauma kepala,
infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik harus
menepis sebab-sebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai
pegangan. Pada anakanak pemeriksa harus memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan,
organomegali, perbedaan ukuran antara anggota tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak
unilateral.
Pemerikasaan fisik
- Pada bayi Pada pemeriksaan diselidiki apakah adanya kelainan bawaan, asimetri
pada badan, ekstrimitas, dicatat besarnya dan bentuk kepala, diukur kelilingnya, keadaan
fontanel. Auskultasi dan transluminasi kepala. Kelainan yang mungkin ditemukan ialah
makrosefali, miktosefali, hidrosefalis. Fontanel akan menonjol bila tekanan dalam rongga
kepala meningkat. Pada pemeriksaan neurologis harus diperiksa refleks Moro, refleks hisap,
refleks pegang, dan refleks tonik leher.
- Pada anak dan orang dewasa Pemeriksaan umum dan neurologis dilakukan
seperti biasa. Pada kulit dicari adanya tanda neurofibromatosis berupa bercak-bercak
coklat, bercak-bercak putih, dan adenoma seboseum pada muka pada skelrosi tuberose.
Hemangioma pada muka dapat menjadi tanda adanya penyakit Sturge-Weber. Pada
toksoplasmosis, fundus okuli mungkin menunjukkan tanda-tanda korio renitis. Mencari
kelainan bawaan, asimetri pada kepala, muka, tubuh,ekstrimitas.


3. Pemeriksaan penunjang
a. Elektro ensefalografi (EEG)

Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan pemeriksaan penunjang yang
paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis epilepsi. Akan tetapi epilepsi bukanlah gold standard
untuk diagnosis. Hasil EEG dikatakan bermakna jika didukung oleh klinis. Adanya kelainan fokal pada EEG
menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG
menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal.
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak.
2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding seharusnya misal gelombang delta.
3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya
gelombang tajam, paku (spike) , dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.

b. Rekaman video EEG
Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang mengalami serangan dapat
meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan
hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran
klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum
diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi
parsial dengan prosedur ini sangat diperlukan pada persiapan operasi.

c. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk melihat struktur otak dan
melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRl lebih sensitif dan secara anatomik akan
tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri serta untuk membantu
terapi pembedahan.
d. Pemeriksaan Laboratorium Perlu diperiksa kadar glukosa, kalsium, magnesium, natrium, bilirubin,
ureum dalam darah. Yang memudahkan timbulnya kejang ialah keadaan hipoglikemia, hipokalemia,
hipomagnesemia, hiponatremia, hipernatremia, hiperbilirubinemia, uremia. Penting pula diperiksa pH
darah karena alkalosis mungkin pula disertai kejang.
Pemeriksaan cairan otak dapat mengungkapkan adanya radang pada otak atau selaputnya, toksoplasmosis
susunan saraf sentral, leukemia yang menyerang otak, metastasis tumor ganas, adanya perdarahan
otak atau perdarahan subaraknoid.
e. Pemeriksaan psikologis atau psikiatris Untuk diagnosis bila diperlukan uji coba yang dapat menunjukkan
naik turunnya kesadaran, misalnya test Bourdon-Wiersma.


Sumber : PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Ed. 3. Jakarta. 2008
Klasifikasi epilepsi
Berdasarkan tanda klinik dan data EEG, kejang dibagi menjadi :
a. Kejang umum(generalized seizure) jika aktivasi terjadi pd kedua hemisfere otaksecara bersama-sama. Kejang
umum terbagi atas:
a. Tonic-clonic convulsion = grand mal Merupakan bentuk paling banyak terjadi pasien tiba-tiba jatuh,
kejang, nafas terengah-engah, keluar air liur bisa terjadi sianosis, ngompol, atau menggigit lidah
terjadi beberapa menit, kemudian diikuti lemah, kebingungan, sakit kepala.
b. Abscense attacks = petit mal Jenis yang jarang umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau
awal remaja penderita tiba-tiba melotot, atau matanya berkedip-kedip, dengan kepala terkulai
kejadiannya cuma beberapa detik, dan bahkan sering tidak disadari.
c. Myoclonic seizure Biasanya tjd pada pagi hari, setelah bangun tidur pasien mengalami sentakan yang
tiba-tiba jenis yang sama (tapi non-epileptik) bisa terjadi pada pasien normal.
d. Atonic seizure
Jarang terjadi pasien tiba-tiba kehilangan kekuatan otot jatuh, tapi bisa segera recovered.

b. Kejang parsial/focal jika dimulai dari daerah tertentu dari otak.

Kejang parsial terbagi menjadi :
1. Simple partial seizures
Pasien tidak kehilangan kesadaran terjadi sentakan-sentakan pada bagian tertentu daritubuh
2. Complex partial seizures Pasien melakukan gerakan-gerakan tak terkendali: gerakan mengunyah, meringis,
dll tanpa kesadaran (Ali, 2001).
http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/10/jhptump-a-siskaanggi-468-2-babii.pdf
KLASIFIKASI

Klasifikasi Internasional Kejang Epilepsi menurut International League Against Epilepsy (ILAE) 1981:
12
I . Kejang Parsial (fokal)
A. Kejang parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
1. Dengan gejala motorik
2. Dengan gejala sensorik
3. Dengan gejala otonomik
4. Dengan gejala psikik
B. Kejang parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
1. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran
a. Kejang parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran
b. Dengan automatisme
2. Dengan gangguan kesadaran sejak awal kejang
a. Dengan gangguan kesadaran saja
b. Dengan automatisme
C. Kejang umum sekunder/ kejang parsial yang menjadi umum (tonik-klonik, tonik atau klonik)
1. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi kejang umum
2. Kejang parsial kompleks berkembang menjadi kejang umum
3. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan berkembang menjadi
kejang umum

II. Kejang umum (konvulsi atau non-konvulsi)
A. lena/ absens
B. mioklonik
C. tonik
D. atonik
E. klonik
F. tonik-klonik

III. Kejang epileptik yang tidak tergolongkan


Klasifikasi Epilepsi berdasarkan Sindroma menurut ILAE 1989 :
I. Berkaitan dengan letak fokus
A. Idiopatik
Benign childhood epilepsy with centrotemporal spikes
Childhood epilepsy with occipital paroxysm
B. Simptomatik
o Lobus temporalis
o Lobus frontalis
o Lobus parietalis
o Lobus oksipitalis

II. Epilepsi Umum
A. Idiopatik
Benign neonatal familial convulsions, benign neonatal convulsions
Benign myoclonic epilepsy in infancy
Childhood absence epilepsy
Juvenile absence epilepsy
Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)
Epilepsy with grand mal seizures upon awakening
Other generalized idiopathic epilepsies
B. Epilepsi Umum Kriptogenik atau Simtomatik
Wests syndrome (infantile spasms)
Lennox gastaut syndrome
Epilepsy with myoclonic astatic seizures
Epilepsy with myoclonic absences
C. Simtomatik
Etiologi non spesifik
Early myoclonic encephalopathy
Specific disease states presenting with seizures
Sumber :Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit. Ed: 6. Jakarta: EGC

Penatalaksanaan
Non farmakologi
1) Amati faktor pemicu
2) Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya: stress, OR, konsumsi kopi atau alkohol,
perubahan jadwal tidur, terlambat makan, dll.
Farmakologi Menggunakan obat-obat antiepilepsi yaitu :
1) Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+: Inaktivasi kanal Na, menurunkan
kemampuan syaraf untuk menghantarkan muatan listrik. Contoh: fenitoin, karbamazepin,
lamotrigin, okskarbazepin, valproat.
2) Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitori GABAergik: Agonis reseptor GABA,
meningkatkan transmisi inhibitori dg mengaktifkan kerja reseptor GABA, contoh:
benzodiazepin, barbiturat. Menghambat GABA transaminase, konsentrasi GABA meningkat,
contoh: Vigabatrin. Menghambat GABA transporter, memperlama aksi GABA, contoh:
Tiagabin. Meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan cerebrospinal pasien mungkin dg
menstimulasi pelepasan GABA dari non-vesikularpoolcontoh: Gabapentin (Anonim, 2007)
http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/10/jhptump-a-siskaanggi-468-2-babii.pdf


PENATALAKSANAAN

2.

Terapi Kejang
Penanganan kejang secara modern bermula dari tahun 1850 dengan pemberian Bromida, dengan dasar teori
bahwa epilepsi disebabkan oleh suatu dorongan sex yang berlebih. Pada tahun 1910, kemudian digunakan
Fenobarbital yang awalnya dipakai untuk menginduksi tidur, kemudian diketahui mempunyai efek
antikonvulsan dan menjadi obat pilihan selama bertahun-tahun. Sejumlah obat lain yang juga digunakan
sebagai pengganti Fenobarbital termasuk Pirimidone, dan Fenitoin yang kemudian menjadi first line drug
epilepsi utama untuk penanganan kejang parsial dan generalisata sekunder. Pada tahun 1968, Karbamazepin
awalnya digunakan untuk neuralgia trigeminal, kemudian pada tahun 1974 digunakan untuk kejang parsial.
Etosuksimid telah digunakan sejak 1958 sebagai obat utama untuk penanganan absence seizures tanpa kejang
tonik klonik generalisata. Valproate mulai digunakan 1960 dan saat ini sudah tersedia di seluruh dunia dan
menjadi drug of choice pada epilepsy primer generalisata dan kejang parsial.
1. Fenobarbital
Merupakan obat antiepilepsi atau antikonvulsi yang efektif. Toksisitasnya relatif rendah, murah,
efektif, dan banyak dipakai. Dosis antikonvulsinya berada di bawah dosis untuk hipnotis. Ia
merupakan antikonvulsan yang non-selektive. Manfaat terapeutik pada serangan tonik-klonik
generalisata (grand mall) dan serangan fokal kortikal.
2. Primidon
Efektif untuk semua jenis epilepsy kecuali absence. Efek antikonvulsi ditimbulkan oleh primidon dan
metabolit aktifnya.
3. Hidantoin
Yang termasuk dalamm golongan ini adalah fenitoin, mefenitoin, dan etotoin.
Fenitoin : Fenitoin adalah obat primer untuk semua bangkitan parsial dan bangkitan tonik-klonik,
kecuali bangkitan absence (absence seizure). Fenitoin tidak sedative pada dosis biasa. Berbeda
dengan fenobarbital, obat ini juga efektif pada beberapa kasus epilepsy lobus temporalis.
4. Karbamazepine
Termasuk dalam golongan iminostilbenes. Manfaat terapeutik ialah untuk Epilepsi lobus temporalis,
sendiri atau kombinasi dengan bangkitan generalisata tonik-klonik (GTCS).
5. Etosuksimid
Obat ini dipakai untuk bangkitan absence. Efek antikonvulsi pada binatang sama halnya dengan
trimetadion. Proteksi terhadap pentilentetrazol, akan menaikkan nilai ambang serangan. Manfaat
terapeutik ialah terhadap bengkitan absence.
6. Asam valproat (Valproic acid)
Asam valproat dipakai untuk berbagai jenis serangan atau bangkitan. Efek sedasinya minimal, efek
terhadap SSP lain juga minimal. Terhadap Pentilen tetrazol, potensi asam valproat lebih besar
daripada etosuksimid, tapi lebih kecil pada fenobarbital. Asam valproat lebih bermanfaat untuk
bangkitan absence daripada terhadap bangkitan umum tonik-klonik.

Mardjono, Mahar, Prof. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta: 2006
Budiman, Gregory. Basic Neuroanatomical Pathways. Second Edition. FKUI. Jakarta: 2009.
Dewanto, George, dkk. Panduan Praktis Diangnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. EGC. Jakarta:
2009.

TATALAKSANA
Status epilept ikus pada anak merupakan suatu kegawatan yang mengancam jiwa dengan resiko terjadinya
gejala sisa neurologis. Makin lama kejang berlangsung makin sulit menghentikannya, oleh karena itu
tatalaksana kejang umum yang lebih dari 5 menit adalah menghentikan kejang dan mencegah terjadinya status
epileptikus.
9

Penghentian kejang:
7, 9

0 - 5 menit:
- Yakinkan bahwa aliran udara pernafasan baik
- Monitoring tanda vital, pertahankan perfusi oksigen ke jaringan, berikan oksigen
- Bila keadaan pasien stabil, lakukan anamnesis terarah, pemeriksaan umum dan neurologi
secara cepat
- Cari tanda-tanda trauma, kelumpuhan fokal dan tanda-tanda infeksi
5 10 menit:
- Pemasangan akses intarvena
- Pengambilan darah untuk pemeriksaan: darah rutin, glukosa, elektrolit
- Pemberian diazepam 0,2 0,5 mg/kgbb secara intravena, atau diazepam rektal 0,5
mg/kgbb (berat badan < 10 kg = 5 mg; berat badan > 10 kg = 10 mg). Dosis diazepam intravena atau
rektal dapat diulang satu dua kali setelah 5 10 menit..
- Jika didapatkan hipoglikemia, berikan glukosa 25% 2ml/kgbb. 10 15 menit
- - -
Cenderung menjadi status konvulsivus
Berikan fenitoin 15 20 mg/kgbb intravena diencerkan dengan NaCl 0,9% Dapat diberikan dosis ulangan
fenitoin 5 10 mg/kgbb sampai maksimum
dosis 30 mg/kgbb. 30 menit
- -
-
Berikan fenobarbital 10 mg/kgbb, dapat diberikan dosis tambahan 5-10 mg/kg dengan interval 10 15
menit. Pemeriksaan laboratorium sesuai kebutuhan, seperti analisis gas darah, elektrolit, gula darah. Lakukan
koreksi sesuai kelainan yang ada. Awasi tanda
-tanda depresi pernafasan. Bila kejang masih berlangsung siapkan intubasi dan kirim ke unit perawatan
intensif.

Sumber :
- Commission on Classification and Terminology of the International League Against Epilepsy. Propsoal
for revised clinical and electroencephalographic classificat ion of epileptic seizures. Epilepsia 1981;
22:489-501.
- Appleton PR, Choonara I, Marland T, Phillips B, Scott R, Whitehouse W. The treatment of convulsive
status epilepticus in children. Arch Dis Child 2000; 83:415-19.
TERAPI

Status epileptikus merupakan kondisi kegawatdaruratan yang memerlukan pengobatanyang tepat
untuk meminimalkan kerusakan neurologik permanen maupun kematian . Definisi dari status epileptikus yaitu
serangan lebih dari 30 menit, akan tetapi untuk penanganannya dilakukan bila sudah lebih dari 5-10 menit
Algoritme manajemen status epileptikus















Tujuan terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien. Prinsip terapi farmakologi
epilepsi yakni:
OAE mulai diberikan bila diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat minimal dua kali bangkitan
dalam setahun, pasien dan keluarga telah mengetahui tujuan pengobatan dan kemungkinan efek
sampingnya.
Terapi dimulai dengan monoterapi
Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau
timbul efek samping; kadar obat dalam plasma ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan
dosis efektif.
Bila dengan pengguanaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol bangkitan, ditambahkan OAE
kedua. Bila OAE kedua telah mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap
perlahan-lahan.
Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi dengan
pengguanaan dosis maksimal kedua OAE pertama.

Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila kemungkinan kekambuhan
tinggi , yaitu bila: dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG, terdapat riwayat epilepsi saudara sekandung,
riwayat trauma kepala disertai penurunan kesadaran, bangkitan pertama merupakan status epileptikus.
16
Prinsip mekanisme kerja obat anti epilepsi :
Meningkatkan neurotransmiter inhibisi (GABA)
Menurunkan eksitasi: melalui modifikasi kponduksi ion: Na
+
, Ca
2+
, K
+
, dan Cl
-
atau aktivitas
neurotransmiter.

Penghentian pemberian OAE
Pada anak-anak penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah 2 tahun bebas
serangan .
Syarat umum menghentikan OAE adalah sebagai berikut:
Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah minimal 2
tahun bebas bangkitan
Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula, setiap bulan dalam
jangka waktu 3-6 bulan
Bila digunakan lebih dari satu OAE, maka penghentian dimulai dari satu OAE yang bukan
utama
Obat ezogabine merupakan obat baru dan memiliki mekanisme kerja sebagai pembuka saluran
kalium, mengaktivasi gerbang saluran kalium di otak. Akan tetapi mekanisme unik ini memiliki beberapa efek
toksik yang biasanya tidak terdapat pada obat kejang lainnya seperti retensi urin.Hal inilah yang menyebabkan
US Food and Drug Administration's (FDA's) masih mempertimbangkan obat ini.
17

Pemilihan OAE pada pasien anak berdasarkan bentuk bangkitan dan sindrom

















Mek
anis
me
kerja
OAE












Obat epilepsi untuk anak



Sumber :
http://www.medscape.com/viewarticle/726809
Kliegman. Treatment of Epilepsy.Nelson Textbook of Pediatrics. Philadelphia: Saundres Elsevier. 2008.
593(6)

Anda mungkin juga menyukai