Anda di halaman 1dari 13

Peranan Auksin Terhadap Perakaran Stek

Oleh:
Nama
Nama
NIM
NIM
Rombongan
Kelompok
Asisten

: Ichsan Dwi P
: Hasan
: B1J012153
: B1J012204
: III
:3
: Atika Laeli

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2013

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perbanyakan tanaman secara vegetatif adalah cara perkembangbiakan
tanaman dengan menggunakan bagian-bagian tanaman seperti batang, cabang,
ranting, pucuk daun, umbi dan akar, untuk menghasilkan tanaman yang baru,
yang sama dengan induknya. Prinsipnya adalah merangsang tunas adventif yang
ada dibagian-bagian tersebut agar berkembang menjadi tanaman sempurna yang
memiliki akar, batang, daun, sekaligus. Perbanyakan secara vegetatif ini dapat
dilakukan dengan beberapa cara yaitu stek atau cutting, okulasi, penyambungan,
dan cangkok. Perbanyakan stek tidak memerlukan teknis yang rumit yang dimana
dalam perbanyakan tanaman stek ini mempunyai keunggulan yaitu dapat
menghasilkan tanaman baru dalam jumlah yang banyak, walaupun bahan tanaman
yang tersedia terbatas dan dapat menghasilkan tanaman yang sifatnya sama
dengan induknya (Hariyanto, 1992).
Stek merupakan salah satu cara pembiakan vegetatif buatan, yaitu dengan
cara memotong bagian dari tubuh tanaman agar muncul perakaran baru. Bagian
tanaman yang dapat distek antara lain : bagian akar, batang, daun maupun tunas.
Stek dengan menggunakan bagian pangkal batang merupakan stek yang paling
baik, karena perakaran yang terjadi lebih banyak dan lebih kuat. Tanaman juga
tumbuh besar maka fisik tanaman akan lebih kokoh dan tidak mudah roboh.
Pangkal batang juga sangat baik untuk distek karena mempunyai potensi untuk
tumbuh tunas yang lebih banyak (Beckett, 2005).
Stek dapat dibedakan menurut bagian tanaman yang diambil untuk bahan
stek, 1) Stek akar, misalnya pada jambu biji, cemara, albezzia dan aesculus. 2)
Stek batang, misalnya rhizome, tuber, softwood dan intermediate. 3) Stek daun,
misalnya sanzevera, begonia dan beberapa tanaman lain. 4) Stek tunas, misalnya
pada tanaman anggur. Stek batang adalah tipe stek yang paling umum dipakai
dalam bidang kehutanan. Stek batang didefinisikan sebagai pembiakkan tanaman
dengan menggunakan bagian batang yang dipisahkan dari induknya, sehingga
menghasilkan tanaman yang sempurna. Stek batang ini sebaiknya diambil dari
bagian tanaman ortotrof sehingga diharapkan dapat membentuk suatu batang yang

pokok dan lurus ke atas. Keuntungan dari stek batang adalah pembiakkan ini lebih
efisien jika dibandingkan dengan cara lain karena cepat tumbuh dan penyediaan
bibit dapat dilakukan dalam jumlah yang besar. Kesulitan yang dihadapi adalah
selang waktu penyimpanan relatif pendek antara pengambilan dan penanaman
(Tejasarwana, 2005).

B. Tujuan
Tujuan dari acara praktikum peranan auksin terhadap perakaran stek
adalah untuk mengetahui pengaruh berbagai konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA
dan NAA serta akuades.

II.

MATERI DAN METODE

A. Materi
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah akuades, batang puring
(Codiaeum varigatum) berdiameter 3 cm dengan panjang 15 cm, akuades, zat
pengatur tumbuh IAA dan NAA dengan konsentrasi 0 ppm, 50 ppm, dan 100
ppm.
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan analitik, labu
erlenmeyer, batang pengaduk dan botol untuk menanam.

B. Metode
1. Cara kerja
Alat dan bahan disiapkan.
Batang puring direndam dalam akuades selama 5 menit.
Labu erlenmeyer yang berisi zat pengatur tumbuh IAA dan NAA
diaduk, kemudian dituang ke dalam botol untuk menanam.
Batang puring direndam setinggi 2 cm di dalam botol untuk menanam.
Batang puring diamati selama 3 minggu.
Jumlah akar yang tumbuh dihitung dan panjang akar yang terpanjang
diukur.

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel 1. Jumlah Akar
SR

dB

JK

Perlakuan

KT

6,944444

Galat

12 16,666667

Total

17 23,611111

F Table

Fhitung
1

ns

0,05

0,01

3,11

5,06

Tabel 2. Panjang Akar


SR
Perlakua
n

dB

JK

0,266667

Galat

10

0,666667

Total

14

0,933333

Gambar 1. Stek Minggu Ke-1

F Table

Fhitun
g

KT
0,06666
7
0,06666
7

0,05

0,01

3,11

5,06

ns

Gambar 2. Stek Minggu Ke-2

B. Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum menunjukkan hasil yang tidak signifikan
secara umum pada pemberian zpt IAA maupun NAA terhadap jumlah akar dan
panjang akar terpanjang. Ulangan ke-1 pada pengamatan jumlah akar
menunjukkan hasil positif dengan tumbuhnya akar yang berjumlah 5
menggunakan perlakuan NAA 50 ppm sedangkan, untuk ulangan ke-2 dan ke-3
tidak tumbuh akar. Pengamatan panjang akar terpanjang pada perlakuan dengan
NAA konsentrasi 50 ppm dengan pertumbuhan terpanjang 1 cm pada ulangan ke1. Menurut Gardner et al. (1985), respon auksin berhubungan dengan
konsentrasinya. Konsentrasi yang tinggi bersifat menghambat

yang dapat

dijelaskan sebagai persaingan untuk mendapatkan peletakan pada tempat


kedudukan penerima yaitu penambahan konsentrasi meningkatkan kemungkinan
terdapatnya molekul yang sebagian melekat menempati kedudukan penerima yang
menyebabkan kurang efektifnya gabungan tersebut. Respon sangat bervariasi
tergantung pada kepekaan organ tanaman . Batang merespon konsentrasi auksin
dalam kisaran yang cukup lebar. Akar pada dasarnya terhambat pada hampir
semua kisaran hormon. Auksin (IAA) berpengaruh terhadap jumlah dan panjang
akar, jumlah daun dan jumlah plantlet. Akibat pemberian IAA pada jumlah akar
yaitu menghambat dalam mempengaruhi pembentukan akar pada eksplan karena
menghasilkan jumlah akar yang lebih sedikit.
Stek merupakan salah satu cara pembiakan vegetatif buatan, yaitu dengan
cara memotong bagian dari tubuh tanaman agar muncul perakaran baru. Bagian
tanaman yang dapat distek antara lain : bagian akar, batang, daun maupun tunas.
(Beckett, 2005). Stek yang paling baik adalah dengan menggunakan bagian
pangkal batang, karena perakaran yang terjadi lebih banyak dan lebih kuat. Juga
jika tumbuh besar maka fisik tanamn akan lebih kokoh dan tidak mudah roboh.
Pangkal batang juga sangat baik untuk distek karena mempunyai potensi untuk
tumbuh tunas yang lebih banyak. Stek dapat dibedakan menurut bagian tanaman
yang diambil untuk bahan setek : 1) Stek akar, misalnya pada jambu biji, cemara,
albezzia dan aesculus. 2) Stek batang, misalnya rhizome, tuber, softwood dan
intermediate. 3) Stek daun, misalnya sanzevera, begonia dan beberapa tanaman
lain. 4) Stek tunas, misalnya pada tanaman anggur. (Tejasarwana, 2005)

Praktikum peranan auksin terhadap perakaran stek menggunakan batang


puring. Puring (Codiaeum variegatum) merupakan salah satu spesies dari
Euphorbiaceae. Puring mempunyai batang yang kuat dan teksturnya keras serta
banyak mengandung zat kayu. Puring bisa diperbanyak secara generatif
menggunakan biji. Cara vegetatif lebih banyak diterapkan karena alasan
efektivitas waktu. Cara vegetatif yang biasa digunakan adalah cangkok, stek
batang serta sambung dan tempel. Persentase keberhasilan cangkok lebih tinggi
dibandingkan dengan perbanyakan cara lain. Cara ini pun relatif lebih cepat.
Apabila dicangkok calon tanaman baru masih mendapat suplai hara dari tanaman
induk sehingga akarnya bisa cepat tumbuh. Apabila distek calon tanaman tidak
memperoleh pasokan hara sehingga akar akan lama munculnya. Cara perbanyakan
dengan sambung dan tempel juga merupakan cara yang tergolong efektif dan
cepat. Cara ini cocok diterapkan untuk memperbanyak puring langka dan sedang
diminati (Nugroho, 1992).
Cabang untuk stek biasanya yang mempunyai umur kurang lebih satu
tahun. Cabang yang digunakan untuk stek adalah cabang yang cukup umur
ditandai dengan warna kulit batang berwarna cokelat, banyak mengandung zat
kayu, umumnya berdiameter 3 4 cm serta tekstur batang sudah keras. Cabang
yang terlalu tua tentunya kurang baik digunakan untuk stek. Alasannya, kurang
cabang yang terlalu tua sangat sulit untuk membentuk akar, sehingga memerlukan
waktu yang sangat lama untuk membentuk akar. Cabang yang terlalu muda
biasanya ditandai dengan tekstur yang lunak dan banyak memiliki bekas tangkai
daun (Hariyanto, 1992).
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan stek secara umum dapat
dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu faktor dalam dan faktor luar
(lingkungan) tanaman. Menurut Delvin (1968), faktor dalam yang mempengaruhi
keberhasilan stek adalah :
a. Jenis tanaman
Beberapa jenis pohon kehutanan dapat dibiakkan dengan metode stek, baik itu
dengan stek akar, stek batang, stek pucuk ataupun stek daun, tetapi beberapa
pohon justru tidak bisa dibiakkan dengan metode stek.
b. Bahan stek

Bahan stek meliputi nutrisi yang terkandung dalam bahan stek, ketersediaan air,
kandungan hormon endogen dalam jaringan stek, tipe bahan stek, kehadiran hama
dan penyakit serta umur pohon induk dan umur bahan stek itu sendiri.
c. Adanya tunas dan daun pada stek
Adanya tunas dan daun pada stek berperan penting bagi perakaran. Bila seluruh
tunas dihilangkan, maka pertumbuhan akar tidak terjadi sebab tunas berfungsi
sebagai auksin. Selain itu, tunas menghasilkan suatu zat berupa auksin yang
berperan dalam mendorong pertumbuhan akar yang dinamakan Rhizokalin.
d. Persediaan bahan makanan
Persediaan bahan makanan sering dinyatakan dengan perbandingan antara
persediaan karbohidrat dan nitrogen (C/N ratio). Ratio C/N yang tinggi sangat
diperlukan untuk pembentukkan akar stek yang diambil dari tanaman dengan C/N
ratio yang tinggi akan berakar lebih cepat dan banyak dari pada tanaman dengan
C/N ratio yang rendah.
Menurut Heddy (1983), faktor luar yang mempengaruhi keberhasilan stek
adalah sebagai berikut:
a. Suhu
Kisaran suhu yang baik untuk pembentukan perakaran adalah 21-270 C. Setiap
jenis akan mempunyai suhu yang berbeda-beda dalam kisaran 21-270 C untuk
merangsang pembentukan primordia masing-masing jenis.
b. Media perakaran
Jenis media yang digunakan untuk media perakaran akan sangat
mempengaruhi kemampuan stek untuk membentuk akar. Media perakaran
memiliki fungsi yaitu untuk menahan bahan stek agar tetap berada dalam
tempatnya, menyediakan dan menjaga kelembababan yang dibutuhkan oleh stek
dan untuk membiarkan penetrasi udara ke bagian dasar dari stek. Menurut
Gardner et al. (1968), kriteria media yang baik adalah sebagai berikut :
Harus cukup kuat dan kompak sebagai pemegang stek atau benih selama
perkecambahan atau pertumbuhan.
Harus mampu mempertahankan kelembaban.
Memiliki aerasi dan draenase yang baik.
Bebas dari benih tumbuhan liar, nematoda dan berbagi organisme penyakit.

Tidak memiliki salinitas yang tinggi.


Dapat disterilkan dengan menggunakan panas tanpa menimbulkan efek
penggunaan terhadap unsur-unsur penting bagi pertumbuhan stek.
Media yang sering digunakan untuk stek antara lain dapat terdiri dari atau
campuran dari tanah, pasir, gambut, sphagnum, vermiculite dan perlite. Perbedaan
macam media terhadap pembentukan akar tidak nyata selama media dapat
memenuhi syarat-syarat pembentukan akar (Hidayat, 2010). Temperatur media
juga mempunyai pengaruh dalam pembentukan akar. Temperatur udara yang
optimum untuk pembentukan akar berbeda-beda menurut jenis tanaman.
Temperatur udara optimum pada kebanyakan tanaman berkisar antara 290C,
sedangkan temperatur media perakaran sebaiknya berkisar sekitar 240C, karena
pada temperatur ini pembagian sel pada daerah perakaran akan distimulir. Media
stek harus selalu dijaga kelembabannya. Stek yang ditanam dalam wadah, tingkat
kelembaban medianya bisa dilihat dari titik-titik air yang menempel pada plastik
atau kaca penutupnya. Tidak adanya air pada tempat itu menandakan bahwa
media telah kering. Cara mengatasinya dengan menyirami media (Tindall et al.,
1990).
c. Kelembaban udara
Kelembaban udara pada bahan stek sebaiknya di atas 90% terutama
sebelum stek mampu membentuk akar karena kelembaban yang tinggi akan
menghambat laju evapotranspirasi stek, mencegah stek dari kekeringan dan
kematian. Tetapi kelembaban stek dan lingkungannya sebaiknya jangan juga
terlalu tinggi, karena apabila media yang digunakan kurang steril, kelembaban
yang terlalu tinggi justru akan memacu perkembangan mikroba penggangu yang
dapat menyebabkan kegagalan stek. Kelembaban udara termasuk salah satu faktor
penting yang mempengaruhi stek sebelum berakar. Bila kelembaban rendah, stek
akan cepat mati karena kandungan air dalam stek pada umumnya sangat rendah
sehingga stek menjadi kering sebelum membentuk akar (Dwidjoseputro, 1992).
d. Intensitas cahaya
Cahaya dibutuhkan tanaman sebagai salah satu komponen dalam proses
fotosintesis, untuk itu intensitas cahaya yang sesuai untuk tanaman akan

menentukan keberhasilan stek. Pengaturan intensitas cahaya dapat dilakukan


dengan pengaturan intensitas naungan.
e. Pemberian zat pengatur tumbuh
Zat pengatur tumbuh adalah adalah salah satu bahan sintesis atau hormon
tumbuh yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman
melalui pembelahan sel, pembesaran sel dan diferensiasi sel. Pengaturan
pertumbuhan sel ini dilaksanakan dengan cara pembentukan hormon-hormon,
mempengaruhi sistem hormon, perusakan translokasi atau dengan perubahan
tempat pembentukan hormon. Zat pengatur tumbuh mempunyai peran penting
dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Delvin, 1968).
Pemberian zat pengatur tumbuh ini dimaksudkan untuk merangsang
pembentukan dan pertumbuhan akar dalam stek batang dan stek pucuk. Salah satu
zat pengatur tumbuh yang sering digunakan untuk merangsang pembentukan dan
pertumbuhan akar adalah jenis auksin. Jenis auksin yang sering digunakan untuk
keperluan tersebut adalah IAA, IBA dan NAA. Jenis auksin yang dipergunakan
secara luas dan merupakan bahan terbaik dibandingkan dengan jenis auksin
lainnya adalah IBA (Heddy, 1983).
IAA merupakan hormon pertumbuhan pertama yang digunakan untuk stek
pada tahun 1935. Beberapa auksin sintetik yang baru ditemukan pada tahun yang
sama seperti IBA dan NAA juga untuk memacu stek. Efek IBA pada perakaran
terutama yang hasil konversi IAA dalam jaringan tanaman. IAA yang diperlukan
untuk proses perakaran adalah mudah teroksidasi dengan peroksidase dalam
tanaman, sedangkan IAA dilepaskan dari IBA karena tidak teroksidasi oleh
peroksidase (Abu-Zahra et al., 2012). IBA dan NAA lebih stabil sifat kimianya
dan mobilitasnya di dalam tanaman rendah. IAA dapat tersebar ke tunas-tunas dan
menghalangi perkembangan serta pertumbuhan tunas-tunas tersebut. Kelemahan
NAA yaitu kisaran konsentrasi yang sempit, sehingga penggunaanya harus hatihati agar konsentrasi optimum tidak terlampaui. IBA bersifat lebih baik daripada
IAA dan NAA, karena kandungan kimianya lebih stabil, daya kerjanya lebih lama
dan relatif lebih lambat ditranslokasikan di dalam tanaman, sehingga
memungkinkan memperoleh respon yang lebih baik terhadap perakaran stek
(Hariyanto, 1992). Menurut Salisbury dan Ross (1995), penggunaan zat pengatur

tumbuh ini efektif pada jumlah tertentu, konsentrasi yang terlalu tinggi dapat
merusak dasar stek, di mana pembelahan sel dan kalus akan berlebihan dan
mencegah tumbuhnya tunas dan akar, sedangkan pada konsentrasi dibawah
optimum tidak efektif.
Menurut Gardner et al. (1985), faktor-faktor yang menyebabkan
terhambatnya zat pengatur tumbuh adalah sebagai berikut:
a. Cahaya
Sinar dapat merusak auksin dan dapat menyebabkan pemindahan auksin ke
jurusan yang menjauhi sinar. Sinar nila merusak auksin atau mencegah terjadinya
auksin. Ada dua macam pigmen yang suka meresap sinar nila, yaitu betakarotin
dan riboflavin. Riboflavin terdapat di dalam ujung-ujung batang, dan meskipun
tanpa betakarotin pengaruh fototropisme tetap ada, sehingga riboflavin merupakan
pigmen yang meresap sinar nila yang dapat merusak enzim-enzim yang
membantu pembentukan IAA dan triptofan.
b. Gaya berat
Peredaran auksin adalah dari puncak menuju ke dasar (bagian akar). Sisi bawah
dari ujung batang menerima lebih banyak auksin daripada sisi sebelah atas
sebagai akibat dari pengaruh gaya berat.
c.Kadar auksin
d. Suhu

IV.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan


sebagai berikut :
1. Efektivitas NAA lebih tinggi bila dibandingkan dengan IAA dalam memacu
pertumbuhan akar dan jumlah akar.
2. Konsentrasi optimum NAA untuk akar pada konsentrasi 50 ppm lebih
optimum dibandingkan IAA.
3. Konsentrasi auksin (IAA dan NAA) yang semakin tinggi akan menghambat
pertumbuhan akar.

DAFTAR REFERENSI

Abu-Zahra, T. R., M. K. Hasan and H. S. Hasan. 2012. Effect of Different Auxin


Concentrations on Virginia Creeper (Parthenocissus quinquefolia)
Rooting. World Applied Sciences Journal 16 (1): 07-10.
Beckett. 2005. Tehnik Pembibitan dan Perbanyakan Vegetatif Tanaman Buah.
World Agroforestry Centre (ICRAF) and Winrock International. Bogor.
Delvin, R. M. 1968. Plant Physiology. Peinhold Book Corporation, London.
Dwidjoseputro, D. 1992. Pengantar Fisiologi TUmbuhan. PT. Gramedia Pustaka
Utama Jakarta.
Gardner, F. P., R.B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1985. Physiology of Crop Plants.
The Iowa State University Press, USA.
Hariyanto, B. 1992. Jenis, Perbanyakan, dan Perawatan Tanaman. Penebar
Swadayana. Bogor.
Heddy, S. 1983. Hormon Tumbuhan. CV Rajawali. Jakarta.
Hidayat, Y. 2010. Pertumbuhan Akar Primer, Sekunder dan Tersier Stek Batang
Bibit Surian (Toona sinensis Roem). Wana Mukti Forestry Research
Journal vol 10 (2): 1-8, April 2010.
Nugroho, H. 1992. Perbanyakan dan Perawatan Tanaman. Gramedia. Jakarta.
Salisbury, F.B. dan Ross, C.W .1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. ITB Press.
Bandung.
Tejasarwana. 2005. Membuat Stek, Cangkok, dan Okulasi. Erlangga. Jakarta.
Tindall, J. A., R. B. Beverly and D. E. Radcliffe. 1990. The Effect of
Root-Zone Temperature on Nutrient Uptake of Tomato. J. Plant Nutr. 13:
939-956.

Anda mungkin juga menyukai