Anda di halaman 1dari 6

PERCEPTORSHIP DAN MENTORSHIP

A. Mentorship
1. Pengertian
Mentorship adalah suatu bentuk sosialisasi untuk peran profesional yang
merangsang pencapaian kompetensi sains natural (Lowenstein & Bradshaw,
2001). Mentorship merupakan suatu hubungan antara 2 orang yang memberikan
kesempatan

untuk

berdiskusi

yang

menghasilkan

refleksi,

melakukan

kegiatan/tugas dan pembelajaran untuk keduanya yang didasarkan kepada


dukungan, kritik membangun, keterbukaan, kepercayaan, penghargaan dan
keinginan untuk belajar dan berbagi (Rolfe-Flett, 2001; Spencer, 1999 dikutip
dalam Werdati, 2007). Hubungan mentorship terdiri dari mentor (pembimbing)
dan mentii(yang dibimbing).
2. Tujuan
Tujuan dari metode pembelajaran mentorship yaitu:
a.

Mengalami sendiri dan menemukan sendiri fenomena praktek keperawatan


dimana hal ini diharapkan dapat membangun kepercayaan diri, harga diri
dan kesadaran diri yang merupakan fundamental dalam penyelesaian
masalah (Nurachmach, 2007).

b.

Mengintegrasikan segala sumber yang ada kedalam suatu bentuk sistem


pembelajaran yang lebih efektif dalam pencapaian kompetensi, yaitu yang
memiliki prinsip dasar belajar aktif dan mandiri. Salah satu metode
pembelajaran

yang memenuhi

kriteria

tersebut

adalah mentorship

(Nurachmach, 2007).
3. Karakteristik Mentorship
Karakteristik mentorship terdiri dari 5 jenis. Karakteristik tersebut yaitu:
a.

Sifat hubungan yang menguatkan dan memberdayakan,

b.

Menawarkan serangkaian fungsi menolong/membantu untuk memfasilitasi


pembinaan dan memberikan dukungan

c.

Perannya meliputi keterkaitan antara aspek personal, fungsional dan


hubungan, dan tujuan individu (menti)

d.

Fungsi penolong ditetapkan oleh individu yang terlibat

e.

Saling memilih (siapa mentor dan menti) dan diidentifikasi fase


hubungannya.
Hal ini akan memberikan kenyamanan bagi mentor maupun menti dalam
membangun hubungan dan bagi pengembangan diri.

4. Fase Hubungan Mentoring


Fase hubungan dalam mentorship terdiri dari 4 fase, yaitu:
a.

Fase inisiasi
Fase inisiasi berfokus pada mengidentifikasi kesamaan karakteristik
antara individu mentor dan menti, kemampuan atau pengakuan nilai-nilai
yang dianut.

b.

Fase perencanaan
Pada fase perencanaan, hal yang perlu digarisbawahi adalah adanya
keterbatasan-keterbatasan dari peran mentor dan kemampuan menti.
Diperlukan perencanaan yang matang untuk mengatasi hal tersebut di fase ini.
Negosiasi atas pengharapan dilakukan dan klarifikasi dikemukakan untuk
meningkatkan kepuasan pada akhir hubungan mentorship.

c.

Fase pelaksanaan
Pada fase kerja, fokus utamanya adalah pertumbuhan dan perkembangan
dari hubungan dan pencapaian tujuan dalam mentoring. Kesinambungan
hubungan mentoring dipertahankan melalui interaksi mentor dan menti dan
meningkatnya rasa percaya dan kedekatan yang dibangun. Sejalan dengan
perkembangan fase ini, rasa percaya dan berbagi menjadi terbentuk dan menti
menjadi lebih siap untuk memilah bentuk bantuan yang sesuai dengan
kebutuhannya. Menti secara bertahap menjadi lebih mandiri dan hanya
kadang-kadang mengharapkan bantuan. Pada perjalanan selanjutnya, menti
dengan segala pemahaman barunya menjadi seorang yang ingin mencoba dan
mengambil resiko yang terus dipantau serta didukung. Pada akhir fase ini,
kepercayaan diri menti terus meningkat.

d.

Fase terminasi.
Pada tahap akhir interaksi, perlu diadakan terminasi yang baik oleh
mentor. Hal ini penting untuk menjalin hubungan pada pertemuan

selanjutnya. Pada fase terminasi, menti bekerja dan bertindak atas inisiatif
sendiri dan pada posisi ini menti telah bekerja secara mandiri. Jika proses
dirasakan

bermanfaat

oleh

kedua

pihak,

maka

keduanya

dapat

mempertahankan hubungan pertemanan. Masalah potensial dalam hubungan


mentorship dapat berupa mentor yang over protektif atau terlalu mengontrol
sehingga membekukan kreatifitas dan inovasi menti. Eksploitasi dapat terjadi
jika mentor memiliki tujuan untuk pelayanan pribadi mentor.

B. Perceptorship
1.

Pengertian
Perceptor adalah seorang perawat

yang mengajar, memberikan

bimbingan, dapat ,menginspirasikan rekannya, dapat menjadi tokoh panutan


(role model), serta mendukung pertumbuhan dan perkembangan individu untuk
jangka waktu tertentu dengan tujuan khusus mensosialisasikan individu pada
peran barunya.
2.

Tujuan Perceptorship
Tujuan dari perseptorship terbagi dalam tujuan mikro dan makro. Tujuan
tersebut meliputi:
a.

Makro
1) Melibatkan pengembangan perawat di dalam organisasi.
2) Perseptorship merupakan alat untuk orientasi dan sosialisi
3) Sebagai salah satu metode rekruitmen staff

b.

Mikro
1) Untuk membantu proses transisi dari pembelajar ke praktisioner
2) Mengurangi dampak sebagai shok realita
3) Memfasilitasi perawat untuk berkembang dari apa yang dihadapi
dalam lingkungan barunya

3.

Kriteria Perseptorship
Menurut UKCC tahun 1993 mengajurkan perseptor adalah:

a.

Perawat yang memiliki pengalaman minimal 12 tahun di bidang yang


sama atau bidang yang masih berhubungan,

b.

Ketrampilan komunikasi dan kepemimpinan

c.

Kemampuan membuat keputusan yang tepat

d.

Memiliki kemampuan untuk mengajar dan mau mengambil peran dalam


penerapan model perseptorship

e.

Tidak memiliki sikap yang menilai terlalu awal pada rekan kerja asertif

f.

Mendukung perkembangan profesional

g.

Fleksibilitas untuk berubah

h.

Mampu beradaptasi dengan kebutuhan pembelajaran individu (Shamien &


Habier, 1997)

i.

Perawat profesional

j.

Memahami konsep dan asuhan keperawatan.

k.

Mampu menerima feed backs.

l.

Menjadi role model

m. Berpendidikan Pendidikan Tinggi Keperawatan.


n.

4.

Lulus pendidikan keperawatan dengan baik.

Tanggung Jawab seorang Perseptor


a.

Tanggung jawab dasar


1) Komitmen dalam peran sebagai perseptor
2) Memiliki keinginan untuk mengajar atau membimbing dan berbagi
keahlian dengan mitra

b.

Tanggung jawab procedural


1) Mengorientasikan dan mensosialisasikan perceptee pada masingmasing unit
2) Menilai perkembangan dari tujuan yang kan dicapai perceptee
3) Merencanakan kolaborasi dan implementasi program pembelajaran
untuk memenuhi kebutuhan perceptee
4) Melakukan tindakan sebagai role model
5) Mengobservasi dan mengevaluasi perkembangan perceptee

6) Memfasilitasi pengambangan dari apa yang harus dikuasai perceptee


melalui perceptorship

5.

Beberapa contoh sikap pembimbing klinis


a. Sikap caring terhadap pasien.
b. Sikap caring terhadap peserta didik.
c. Mengenalkan diri pada pasien.
d. Bersikap humor dalam kontex yang sesuai.
e. Berorientasi dengan lingkungan dengan sikap percaya diri.
f. Menggunakan komunikasi therapeutik.
g. Mendemonstrasikan praktek keperawatan yang up to date dan
kemampuan merawat sesuai prosedur keperawatan.
h. Selalu melibatkan diri dalam pelayanan saat diperlukan.
i. Melapor secara teratur.
j. Ikut mendengar laporan pergantian gilir jaga.
k. Penampilan rapi dan bersih dan menarik.
l. Mendemonstrasikan penggunaan alat-alat baru.
m. Flexible.
n. Menunjukan sikap respect kepada seluruh ketenagaan di lapangan.
o. Menciptakan iklim yang condusive untuk belajar.
p. Memelihara kerahasiaan informasi.
q. Menghargai martabat dan integritas pasien.
r. Mendorong diskusi yang berhubungan dengan dilema etik.
s. Memberi umpan balik (Feed back).
t. Menunjukkan sikap antusias terhadap keperawatan.
u. Menunjukkan akontabilitas terhadap tindakan sendiri.
v. Menunjukkan kemampuan menyelesaikan masalah dalam lapangan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Huriani E, Malini H. Mentorship sebagai suatu metode binbingan klinik dalam
keperawatan.
2. Nursalam E.Pendidikan dalam Keperawtan.Jakarta.Salemba Medika.2008

Anda mungkin juga menyukai