Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Tujuan
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PRECEPTORSHIP
2.1.1 Pengertian Precetorship
Preceptorship adalah suatu metode pengajaran dan pembelajaran
kepada mahasiswa dengan menggunakan perawat sebagai model
perannya. Preceptorship bersifat formal, disampaikan secara
perseorangan dan individual dalam waktu yang sudah ditentukan
sebelumnya antara perawat yang berpengalaman (preceptor) dengan
perawat baru (preceptee) yang didesain untuk membantu perawat baru
untuk menyesuaikan diri dengan baik dan menjalankan tugas yang baru
sebagai seorang perawat. (CNA, 1995).

2.1.2 keuntungan Presetorship


Canadian Nurse Association (CNA) menyebutkan ada tiga pihak yang
mendapatkan keuntungan dari program preceptorship ini yaitu
preceptee (partisipan), institutuion (institusi pendidikan) , dan
profession (profesi)
a. Bagi Perawat Baru
1. preceptoship dapat membantu seorang perawat baru dalam
mengembangkan kepercayaan diri,
2. preceptorship dapat menjadi tempat sosialisasi profesional
untuk masuk kedalam lingkungan kerja.
3. meningkatkan kepuasan kerja sehingga meningkatkan kepuasan
pasien/klien.
4. dihargai dan dihormati oleh organisasi pelayanan, diakui dan
adanya kepastian pengembangan karier dimasa depan.
5. merasa bangga dan berkomitmen dalam tujuan dan strategi
organisasi perusahaan.
6. mengembangkan kesepahaman tentang komitmen untuk bekerja
dalam profesi dan ketentuan-ketentuan dari lembaga yang
berwenang/ konsil keperawatan.
7. pribadi yang tanggung jawab untuk memelihara pengetahuan
terkini.
8. preceptorship mengurangi stress seorang perawat baru karena ia
dibimbing dan diarahkan sesuai kompetensinya.
9. untuk pengembangan diri yang signifikan karena lebih
membentuk pemahaman yang lebih atas kompetensinya
sehingga dapat mengembangkan karakternya.
10. dan manfaat yang terakhir dari preceptorship pada seorang
perawat baru adalah menunjukkan sikap, pengetahuan dan
keahlian (kompetensi) baru
b. Bagi Perawat Klinik

Preceptorship juga memberikan beberapa manfaat pada perawat


klinik, yaitu:
1. Dapat meningkatkan kualitas perawatan pasien.
2. Membantu meningkatkan perekrutan dan pengurangan perawat
klinik.Dapat mengurangi sakit dan absen karena tidak ada lagi
alasan stres dan takut masuk kerja karena kekurangannya dalam
sebuah atau beberapa bidang yang diluar kompetensinya.
3. Pengalaman pemberian pelayanan semakin meningkat setelah
masuk dalam preceptorship.
4. Dapat meningkatkan kepuasan staf, peluang mengidentifikasi
staf yang membutuhkan dukungan tambahan atau perubahan
peran.
5. Mengurangi risiko keluhan dari pasien dan keluarga pasien,
kesempatan mencari bakat pemimpin yang ada pada dirinya
sendiri.
6. Praktisi memahami dampak peraturan–peraturan terhadap
pemberian pelayanan dan mengembangkan hasil (outcome) /
pendekatan berbasis bukti (evidence base), mengidentifikasi staf
yang memerlukan dukungan tambahan lebih lanjut.

c. Bagi Preceptor
Manfaat preceptorship pada preceptor sendiri adalah
1. dapat mengembangkan penilaian, supervisi, bimbingan dan
ketrampilan yang mendukung.
2. Dapat menimbulkan perasaan tentang nilai organisasi, praktisi
perawat baru dan pasien.
3. Dapat mengidentifikasi komitment profesi dan ketentuan-
ketentuan peraturan.
4. Dapat mendukung pembelajaran sepanjang hayat, serta dapat
membantu dalam meningkatkan keinginan karier dan aspirasi
kedepan seorang preceptor.
d. Bagi Profesi
Manfaat dari preceptorship bagi profesi mencakup tanggung jawab
profesional diantaranya:
1. Memberikan standar praktek tinggi dan pelayanan perawatan
sepanjang waktu.
2. Keperawatan menjadi prioritas, pengguna pelayanan
keperawatan, sebagai individu dan menghormati martabatnya.
3. Dapat bekerja sama dengan orang lain untuk melindungi dan
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan keperawatan,
keluarga, karier dan masyarakat luas.
4. Menjadi lebih terbuka dan jujur, bertingkah laku dengan
integritas, menegakkan reputasi profesi.
5. Meningkatkan image pelayanan keperawatan kesehatan
profesional.
6. Meningatkan dukungan kepada lulusan baru.
7. Membantu perawat dalam menjaga dan memperoleh
kompetensi.
8. Meningkatkan jumlah perawat dengan jiwa kepemimpinan dan
kemampuan mengajar.
9. Meningkatakan retensi keperawatan. Mengurangi kebutuhan
untuk melakukan rekrutmen
2.1.3 Kriteria Precetorship
Tidak semua bidan senior dan medio dapat memiliki criteria
sebagai seorang preceptor. UKCC (1993) menganjurkan bahwa
preceptor adalah bidan yang memiliki pengalaman minimal 12 tahun
dibidang yang sama atau bidang yang masih berhubungan.
Ketrampilan komunikasi dan kepemimpinan, kemampuan membuat
keputusan yang tepat, dan mendukung perkembangan professional
merupakan hal terpenting (shamian dan Inhaber, 1985).
Secara garis besar dapat disimpulkan Kriteria seorang preceptor
yang berkualitas adalah

1. berpengalaman dan ahli di lingkungan klinik.


2. berjiwa kepemimpinan, ketrampilan komunikasi yang baik
3. kemampuan membuat keputusan, mendukung perkembangan
professional, memiliki kemauan untuk mengajar dan mengambil
peran dalam penerapan model preceptorship.
4. Tidak mempunyai sikap yang menilai terlalu awal pada rekan
kerja asertif.
5. fleksibilitas untuk berubah, mampu beradaptasi dengan
pembelajaran individu.
Faktor kunci dalam pengembangan dan implementasi model
preceptorship adalah keterlibatan staf yang berpengalaman di semua
tingkatan, ketersediaan literature untuk mendapatkan kepahaman
praktik yang terbaik, dan penggunaan pengetahuan yang diperoleh
untuk dijadikan panduan dlam praktik. Penggunaan kobinasi dari
strategi perubahan dan program pendidikan staf dapat
diimplementasiakn untuk meningkatkan model preceptoship.
Komitmen dan dukungan dari bidang kebidanan merupakan salah
satu faktor penting. Hal terakhir untuk menilai keberhasilan
penerapan model preceptorship harus dilakukan melalui audit yang
sudah distandarisasi

2.2. MENTORSHIP
2.2.1 Pengertian Mentorship
Mentorship adalah suatu hubungan antara dua orang yang memberikan
kesempatan untuk berdiskusi yang menghasilkan refleksi, melakukan
kegiatan/tugas dan pembelajaran untuk keduanya yang didasarkan
kepada dukungan, kritik membangun, keterbukaan, kepercayaan,
penghargaan dan keinginan untuk belajar dan berbagi (Rolfe-Flett,
2001; Spencer, 1999 dikutip dalam Werdati, 2007)

2.2.2 Keuntungan mentorship

a. Bagi pembimbing klinik


1. Mentor akan belajar dan melakukan refleksi-perspektif yang luas,
mengembangkan pandangan baru tentan masalah dan mengetahui
lebih baik dari kebutuhan / peralatan lain.
2. Kesempatan untuk melangkah diluar rutinitas normal, menjadi
lebih objektiv dan untuk belajar terhadap pertanyaan asumsi
sendiri dan mental model
3. Puas dalam memberikan kontribusi positif untuk pengembangan
individu dan organisasi
b. Bagi peserta didik
1. Perpindahan fundamental dalam ketrampilan individu dan
kemawasdirian
2. Pengembangan pendekatan seumur hidup untuk belajar mandiri
Meningkatkan penerimaan untuk kompetensi manajerial
3. Mengembangkan jaringan melintasi spektrum yang luas dari
penyedia layanan dalam kondisi normal.
4. Meningkatkan kapasitas untuk membuat “kemampuan belajar
mengaplikasikan” dengan konteks organisasi .
5. Meningkatkan kemampuan sebagai sumber ide dan praktek
dari pandangan organisasi dan di intergrasikan kedalam dirinya.
6. Meningkatkan mawas diri, otonomi dan percaya diri.
c. Kerugian mentorship
1. Kesulitan / Problem untuk mentoring
2. Memerlukan waktu
3. Kesempatan dan biaya untuk karyawan
4. Saat stress atau krisis konseling dibutuhkan
5. Saat hubungan menjadi disfungsional

4.
pertemanan. Masalah potensial dalam hubungan mentorship dapat berupa
mentor yang over protektif atau terlalu mengontrol sehingga membekukan
kreatifitas dan inovasimenti. Eksploitasi dapat terjadi jika mentor memiliki tujuan
untuk pelayanan pribadi mentor.
Diposting oleh Unknown di 22.36
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

2.2.3 Kriteria mentorship

Adapun 5 karakteristik mentorship yaitu


a. Sifat hubungan yang menguatkan dan memberdayakan.
b. Menawarkan serangkaian fungsi menolong/membantu untuk
memfasilitasi pembinaan dan memberikan dukungan.
c. Perannya meliputi keterkaitan antara aspek personal,fungsional dan
hubungan.
d. Tujuan individu (mentee) dan fungsi penolong(mentor) ditetapkan
oleh individu yang terlibat.
e. Bisa saling memilih (siapa mentor dan mentee) dan diidentifikasi
fase hubungannya.
Hal ini akan memberikan kenyamanan bagi mentor
maupun menti dalam membangun hubungan dan bagi
pengembangan diri.

2.2.4 Fase Hubungan dalam Mentoring


Fase hubungan dalam mentoring terdiri dari 4 fase yaitu: fase
inisiasi, fase perencanaan, fase pelaksanaan dan fase terminasi.
a. Fase inisiasi
berfokus pada mengidentifikasi kesamaan karakteristik antara
individu mentor dan menti, kemampuan atau pengakuan nilai-
nilai yang dianut.
b. Hal yang penting disadari pada fase perencanaan adalah bahwa
terhadap keterbatasan-keterbatasan dari peran mentor dan
kemampuan menti. Negosiasi atas pengharapan dilakukan dan
klarifikasi dikemukakan untuk meningkatkan kepuasan pada akhir
hubungan mentorship.
c. Pada fase kerja, fokus utamanya adalah pertumbuhan dan
perkembangan dari hubungan dan pencapaian tujuan dalam
mentoring. Kesinambungan hubungan mentoring dipertahankan
melalui interaksi mentor dan menti dan meningkatnya rasa
percaya dan kedekatan yang dibangun.
Sejalan dengan perkembangan fase ini, rasa percaya dan berbagi menjadi
terbentuk dan menti menjadi lebih siap untuk memilah bentuk bantuan yang
sesuai dengan kebutuhannya. Menti secara bertahap menjadi lebih mandiri dan
hanya kadang-kadang mengharapkan bantuan. Pada perjalanan selanjutnya, menti
dengan segala pemahaman barunya menjadi seorang yang ingin mencoba dan
mengambil resiko yang terus dipantau serta didukung. Pada akhir fase ini,
kepercayaan diri menti terus meningkat.
Pada fase terminasi, menti bekerja dan bertindak atas inisiatif sendiri dan
pada posisi ini menti telah bekerja secara mandiri. Jika proses dirasakan
bermanfaat oleh kedua pihak, maka keduanya dapat mempertahankan
hubungan

Anda mungkin juga menyukai