2019
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Dasar Keperawatan IV (Materi Sistem
endokrin)
Kelompok 3 (semester II C) :
1. Retno Sulistiani (18.11.2.149.127)
2. Ririn Agustianingsih (18.11.2.149.128)
3. Rohmatus So’ima (18.11.2.149.129)
4. Salsabilla ATP. (18.11.2.149.130)
5. Siti Kholifah (18.11.2.149.132)
6. Siti Nur Laila (18.11.2.149.133)
7. Sitta Nur Lailatul F. (18.11.2.149.134)
8.Subianto (18.11.2.149.135)
9. Susilowati Ningtyas (18.11.2.149.136)
10. Tutut Hidayati (18.11.2.149.138)
11. Wahyu Amelia (18.11.2.149.139)
12. Yusuf Baharuddin (18.11.2.149.140)
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga
penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “ASUHAN KEPERAATAN DAN
PEMERIKSAAN PENUNJANG DENGAN DIAGNOSA MEDIS PENYAKIT LIMFOMA
NON HODGKIN“. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata pelajaran Ilmu
Dasar Keperawatan IV.
Dalam menyusun makalah ini, penyusun banyak mendapat ilmu dari dosen fasilitator dan
dosen pengampu. Oleh karena itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada YTH. :
1. Hanim Nurfaizah,S.Kep., Ns. Selaku dosen fasilitator Mata Kuliah IDK IV Materi Sistem
endokrin.
2. Tiara Putri Ryandini, S.Kep., Ns. Selaku dosen pengampu fasilitator Mata Kuliah IDK IV
Materi Sistem endokrin.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurna makalah
ini.
Makalah ini dapat digunakan sebagai wahana menambah pengetahuan tentang asuhan
keperawatan asma bronkial. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan penyusun untuk
menambah wawasan.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...................................................................
DAFTAR RUJUKAN........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Limfoma Non Hodgkin (LNH) merupakan neoplasma hematopoietik yang paling sering
ditemukan, menempati urutan ketujuh dari seluruh kanker. Limfoma Non Hodgkin ditemukan 5
kali lebih banyak dari limfoma Hodgkin. Saat ini jumlah penderita LNH semakin bertambah, hal
ini mungkin berkaitan dengan deteksi dini ataupun infeksi HIV. Pada tahun 2000 di Amerika
Serikat diperkirakan terdapat 54.900 kasus baru, dan 26.100 orang meninggal karena LNH. Di
Amerika Serikat, 5% kasus LNH baru terjadi pada pria, dan 4% pada wanita per tahunnya.
Di Indonesia sendiri LNH bersama-sama dengan penyakit Hodgkin dan leukemia
menduduki urutan keganasan ke-enam tersering. LNH secara umum lebih sering terjadi pada pria
dan insidennya meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. 1,2n Pasien dengan keganasan
hematologi dan kanker payudara jarang mengalami penurunan berat badan yang berarti,
kebanyakan pasien dengan tumor padat (solid) mempunyai frekwensi yang tinggi kaheksia. Pada
saat didiagnosa 80% pasien dengan kanker saluran cerna atas dan 60% pasien kanker paru telah
mengalami penurunan berat badan yang nyata.
Penurunan berat badan merupakan masalah pada pasien kanker. Beberapa studi
menunjukkan bahwa pasien kanker yang mempunyai berat badan yang stabil mempunyai
prognosis yang lebih baik dan respon yang baik terhadap pengobatan dibanding dengan pasien
yang mengalami penurunan berat badan.
Pada penderita kanker, penurunan berat badan dapat disebabkan oleh meningkatnya
pengeluaran energi dan berkurangnya asupan makanan. Beberapa studi telah membuktikan
adanya peningkatan pengeluaran energi pada waktu istirahat pada pasien keganasan.
Banyak metode yang telah dikembangkan untuk menilai status nutrisi untuk
mengidentifikasi pasien malnutrisi atau mempunyai risiko mengalami malnutrisi, diantaranya
adalah Subjective Global ssesment (SGA), Malnutrition Universal Screening Tool, Mini
Nutritional Assesment, Nutritional Riskscreening-NRS 2002. SGA merupakan penilaian klinis
yang digunakan secara luas terutama pada pasien bedah, onkologi dan penyakit ginjal
kronis.Malnutrisi dapat dideteksi lebih dini dengan adanya perubahan membran sel dan
ketidakseimbangan cairan yang mendahului pengukuran antropometrik dan perubahan pada
marker biokimia, yang dapat dianalisis dengan Bioelectrical Impedance Analysis (BIA). Dalam
pemeriksaan BIA didapatkan komposisi tubuh yang merupakan pengukuran penting dalam
menilai status nutrisi pada individu yang sehat maupun pada yang sakit. Pemeriksaan BIA
merupakan pemeriksaan yang non invasif dan hanya membutuhkan waktu beberapa menit dan
tidak memerlukan partisipasi aktif dari pasien.
Phase Angle menggambarkan kontribusi cairan relatif (resistant) dan membran seluler
( reaktan) dari tubuh dan digunakan sebagai indikator massa sel tubuh dan status nutrisi. Phase
Angle yang rendah menunjukkan kematian sel atau penurunan integritas sel, sementara Phase
Angle yang lebih tinggi menunjukkan jumlah yang besar membran sel yang utuh.
Pada penelitian ini, peneliti mencoba mencari hubungan antara Subjective Global
Assesment (SGA) dengan kualitas hidup dan Phase Angle pada Bioelectrical Impedance
Analysis pada pasien Limfoma Non Hodgkin.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja anatomi fisiologi sistem hematologi dan limatik?
2. Apa saja konsep dasar penyakit limfoma non hodgkin?
3. Bagaimana struktur WOC penykit limfoma non hodgkin?
4. Bagaimana asuhan keperawatan teori penyakit limfoma non hodgkin?
5. Bagaimana asuhan keperawatan kasus penyakit limfoma non hodgkin?
6. Bagaimana SOP pada pemeriksaan penunjang penyakit limfoma non hodgkin?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui anatomi fisiologi sistem hematologi dan limfatik
2. Mengetahui konsep dasar penyakit limfoma non hodgkin
3. Mengetahui struktur WOC penykit limfoma non hodgkin
4. Mengetahui asuhan keperawatan teori penyakit limfoma non hodgkin
5. Mengetahui asuhan keperawatan kasus penyakit limfoma non hodgkin
6. Mengetahui SOP penyakit pada pemeriksaan penunjangnya
1.4 Manfaat
Dapat digunakan untuk menambah wawasan mengenai anatomi fisiologi sistem
pernapasan, dan penyakit asma bronkial serta asuhan keperawatan penyakit asma bronkial.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Hematologi dan Sistem Limfatik
Darah merupakan medium transport tubuh, volume darah manusia sekitar 7%-10% berat badan
normal dan berjumlah sekitar 5 liter. Keadaan jumlah darah pada setiap orang tidak sama,
bergantung pada usia, pekerjaan, serta keadaan jantung atau pembuluh darah. Darah terdiri dari 2
komponen utama, yaitu sebagai berikut :
1) Plasma darah, bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit, dan protein
darah.
2) Butir-butir darah (Blood Corpuscles), yang terdiri atas komponen – komponen berikut :
Sel darah merah merupakan cairan bikonkaf dengan diameter 7 mikron. Bikonkavitas
memungkinkan gerakan oksigen masuk dan keluar sel secara cepat dengan jarak yang pendek
antara membrane dan inti sel. Wrnanya kuning kemerah-merahan, karena di dalamnya
mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin.
Sel darah merah tidak memiliki inti sel, mitokondria, dan ribosom , serta tidak dapat bergerak.
Sel ini tidak dapat melakukan mitosis, fosforilasi oksidatif sel, atau pembentukan protein.
Tugas akhir hemoglobin adalah menyerap karbondioksida dan ion hydrogen serta membawanya
ke paru, tempa zat-zat tersebut dilepaskan dari hemoglobin.
Dalam keadaan normal, eritrosit pada orang dewasa terjadi dalam sumsum tulang belakang,
dimana system eritrosit menepati 20%-30% bagian jaringan sumsum tulang yang aktif
membentuk sel darah. Sel eritrosit berinti berasal dari sel induk multipotensiasi dalam sumsum
tulang. Sel induk multipotensial ini mampu berdiferensiasi menjadi sel darah sitem eritrosit,
myeloid, dan megakariosibila yang dirangsang oleh eritropoeitin. Sel induk multipotensial akan
berdeferensiasi menjadi sel induk unipotensial. Sel induk unipotensial tidak mampu
berdeferensiasi lebih lanjut, sehinggal sel induk unipotensial seri eritrosit hanya akan
berdeferensiasi menjadi sel pronormoblas. Sel pronormoblas akan membentuk DNA yang
diperlukan untuk tiga sampai empat kali fase mitosis. Melalui empat kali mitosis dari tiap sel
pronormoblas akan terbentuk 16 eritrosit. Eritrosit matang kemudian dilepaskan dengan
sirkulasi. Pada produksi eritrosit normal sumsum tulang memerlukan besi, vitamin B12, asam
folat, piridoksin (B6), kobal, asam amino, dan tembaga.
Secara garis besar perubahan morfologi sel yang terjadi selama proses diferensiasi sel
pronormoblas sampai eritrosit matang dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok, yaitu :
2) Inti sel menjadi makin padat dan akhirnya dikeluarkan pada tingkatan eritoblas asidosis
3) Dalam sitoplasma dibentuk hemoglobin yang diikuti dengan hilangnya RNA dari dalam
sitoplasma sel.
Lama hidup
Eritrosit hidup selama 74-154 hari. Pada usia ini enzim mereka gagal. Membrane sel berhenti
berfungsi dengan adekuat, dan sel ini dihancurkan oleh sel system retikulo endothelial
Jumlah eritrosit
Jumlah normal pada orang dewasa kira-kira 11,5-15 gram dalam 100 cc darah. Normal Hb
wanita 11,5 mg% dan Hb laki-laki 13,0 mg%
Sel darah merah biasanya digambarkan berdasarkan ukuran dan jumlah hemoglobin yang
terdapat di dalam sel sebagai berikut :
1) Normositik : sel yang ukurannya mormal
Dalam keadaan normal, bentuk sel darah merah dapat berubah-ubah, sifat ini memungkinkan sel
tersebut masuk ke mikrosirkulasi kapiler tanpa kerusakan. Apabila sel darah merah sulit berubah
bentuk (kaku), maka sel tersebut tidak dapat bertahan selama peredaran salam sirkulasi
Proses penghancuran sel darah merah terjadi karena proses penuaan (senescence) dan proses
patologis (hemolisis)
1. a) Komponen protein, yaitu globin yang akan dikembalikan ke pool protein dan dapat
digunakan kembali
2. b) Komponen heme akan dipecah menjadi dua, yaitu :
Leukosit
Leukosit merupakan sel darah yang memiliki inti. Leukosit memiliki
ukuran sel yang lebih besar, tetapi jumlah yang lebih sedikit dibandingkan
dengan eritrosit (Bacha dan Bacha, 2000). Leukosit berfungsi sebagai sistem
pertahanan tubuh terhadap agen infeksi yang cepat dan kuat. Sistem pertahanan tersebut
dilakukan dengan cara
menghancurkan antigen melalui fagositosis atau pembentukan antibodi.
Leukosit sebagian dibentuk di sumsum tulang dan sebagian di organ limfoid
seperti kelenjar limfe, timus, dan tonsil, kemudian akan diangkut menuju
bagian yang mengalami peradangan (Guyton dan Hall, 2006).
Leukosit dibagi menjadi dua kelompok yaitu granulosit yang terdiri
dari neutrofil, eosinofil, basofil dan kelompok agranulosit terdiri dari monosit
dan limfosit (Cahyaningsih dkk., 2007). Granulosit seperti monosit, eosinofil,
dan basofil jumlahnya sangat sedikit dalam kondisi normal, tetapi apabila
terdapat antigen maka jumlahnya akan meningkat (Fitria dan Sarto, 2014).
Monosit berukuran lebih besar daripada limfosit dengan memiliki inti sel
berbentuk bulat atau panjang seperti ginjal. Monosit dibentuk di dalam
sumsum tulang (Handayani dan Haribowo, 2008), kemudian memasuki aliran
darah, beredar sekitar 8 jam dan kemudian memasuki jaringan ikat, tempat sel
ini mengalami pematangan menjadi makrofag yang berfungsi sebagai fagosit.
Trombosit
Trombosit merupakan komponen sel darah yang tidak memiliki
nukleus (Gibson, 2003). Trombosit dihasilkan oleh megakariosit dalam
sumsum tulang, memiliki bentuk cakram bikonveks apabila dalam keadaan.
tidak aktif. Trombosit pada manusia berdiameter 2-4 µm dan memiliki volume
7-8 fL. Trombosit memiliki selubung eksternal yang banyak mengandung
glikoprotein yang berfungsi sebagai reseptor. Ketika trombosit berada dalam
keadaan tidak aktif maka tidak teragregasi. Hal ini dikarenakan glikoprotein
pada selubung eksternal trombosit mengandung molekul sialic acid sehingga
selubung eksternal tersebut memiliki muatan negatif yang menyebabkan
adanya reaksi tolak-menolak (Setiabudy, 2007; Abrams, 2009 dalam Putra,
2012).
Trombosit berfungsi dalam hemostasis (Gibson, 2003) yang
berhubungan dengan koagulasi darah sebagai fungsi utama trombosit (Fitria
dan Sarto, 2014). Fungsi koagulasi tersebut bermula dari melekatnya
trombosit ke kolagen yang terpapar dalam dinding pembuluh darah yang
rusak. Trombosit selanjutnya melepas ADP (Adenosin Dipospat) sehingga
sejumlah besar trombosit bersatu, kemudian melepaskan lipida yang
diperlukan untuk pembentukan bekuan (Waterbury, 2001).
Dalam keadaan fisiologis, darah selalu berada dalam pembuluh darah, sehingga dapat
menjalankan fungsinya sebagai berikut
1. Definisi
Limfoma Non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan (kanker) yang berasal dari
sistem kelenjar getah bening dan biasanya menyebar ke seluruh tubuh. Beberapa dari
limfoma ini berkembang sangat lambat (dalam beberapa tahun), sedangkan yang lainnya
menyebar dengan cepat (dalam beberapa bulan). Penyakit ini lebih sering terjadi
dibandingkan dengan penyakit Hodgkin.
Limfoma Malignum Non-Hodgkin atau Limfoma Non-Hodgkin adalah suatu
keganasan kelenjar limfoid yang bersifat padat. Limfoma Non-Hodgkin hanya dikenal
sebagai suatu limfadenopati lokal atau generalisata yang tidak nyeri. Namun sekitar
sepertiga dari kasus yang berasal dari tempat lain yang mengandung jaringan limfoid
(misalnya daerah orofaring, usus, sumsum tulang, dan kulit). Meskipun bervariasi semua
bentuk limfoma mempunyai potensi untuk menyebar dari asalnya sebagai penyebaran
dari satu kelenjar ke kelenjar lain yang akhirnya menyebar ke limfa, hati, dan sumsum
tulang.
2. Etiologi
Etiologi limfoma non Hodgkin adalah perubahan DNA mutasi yang yang terjadi
di dalam salah satu jenis sel darah putih yang di sebut limfosit. Namun,penyebab
terjadinya mutasi belum diketahui hingga saat ini. Umumnya, tubuh akan memperoduksi
limfosit baru untuk menggantikan limfosit yang telah mati. Namun pada kasus limfoma
non Hodgkin, limfosit terus membelah dan berkembang secara abnormal (tanpa henti),
sehingga terjadi penumpukan limfosit didalam kelenjar getah bening. Kondisi ini
menyebabkan terjadinya pembengkakan kelenjar getah bening (limfadenopati) dan
tumbuh menjadi rentan terhadap infeksi.
3. Klasifikasi
Ada dua klasifikasi besar penyakit ini yaitu :
1) Limfoma non hodgkin agresif
2) Limfoma non hodgkin indolen
A. Limfoma non hodgkin agresif
Limfoma non hodgkin agresif kadang kala dikenalsebagai limfoma non hodgkin tumbuh
cepat atau tinggi. meskipun nama agresif terdengar sangat menakutkan tetapilimfoma ini
sering memberikan respon sangat terbaik pada pengobatan. Pengobatan ini pertama,
sering berhasil baik dengan kemoterapi dan transplantasi selinduk. Pada kenyataannya,
limfoma non hodgrin agresif lebih mungkin mengalami kesembuhan total dari pada
limfoma non hodgkin indolen
B. Limfema non hodgkin indolen
Limfoma non hodgkin indolen kadang di kenal sebagai limfoma non hodgkin tumbuh
lambat atau level rendah. Secara tipical ia pada awalnya tidak menimbulkan gejala, dan
mereka sering tetap tidak terdeteksi untuk beberapa saat. Mereka sering ditemukan secara
kebetulan, seperti ketika pasien mengunjungi doter untuk sebab lainnya.dalam hal ini,
dokter mungkin menemukan pembesaran getah bening pada pemeriksaan fisik kadang
juga pada pemeriksaan darah atau pemeriksaan sinar-X, yang menunjukkan sesuatu yang
abormal kemudian diperiksa lebih lanjut dan ditemukan terjadi akibat limfoma hodgkin.
Gejala yang sering muncul adalah pembesaran kelenjar getah bening yang sering terlihat
seperti benjolan. Biasanya di leher, ketiak dan lipat paha. Pada saat diagnosa pasien juga
mungkin mempunyai gejala lain dari limfoma hodgkin. Karena limfoma non hodgkin
indolen tumbuh lambat dan sering hanya diantaranya sudah dalam stadium lanjut saat
pertama terdiagnosis.
4. Faktor resiko
1) Penurunan daya tubuh
2) Pasien dengan penyakit jaringan ikat
3) Riwayat keluarga limfpma
4) Overwake atau obersitas
5) Radiasi penyon
6) Pasien menderita penyakit infeksi
5. Manisfestasi Klinis
Gejala yang sering ditemukan pada penderita limfoma pada umumnya non-spesifik,
diantaranya:
1) Penurunan berat badan >10% dalam 6 bulan
2) Demam 38oC > 1 minggu tanpa sebab yang jelas
3) Keringat malam banyak
4) Cepat lelah
5) Penurunan nafsu makan
6) Pembesaran kelenjar getah bening yang terlibat
7) Dapat pula ditemukan adanya benjolan yang tidak nyeri di leher, ketiak atau pangkal
paha (terutama bila berukuran di atas 2 cm) atau sesak nafas akibat pembesaran
kelenjar getah bening mediastinum maupun spelenomegali
Tiga gejala pertama harus di waspadai karena terkait dengan prognosis yang baik,
begitu pula terdapatnya bulky disease (KGB berukuran > 6 – 10 cm atau
mediastinum > 33% rongga thorax).
Menurut lymphoma international prognostic index, temuan klinis yang
mempengaruhi prognosis penderita LNH adalah usia >60 tahun.
6. Tanda dan Gejala
Gejala umum penderita limfoma non-hodgkin yaitu :
1) Pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit
2) Demam dan keringat malam
3) Rasa lelah yang dirasakan terus menerus
4) Gangguan pencernaan dan nyeri perut
5) Hilangnya nafsu makan
6) Nyeri tulang
7) Bengkak pada wajah dan leher dan daerah-daerah nodus limfo yang terkena
8) Limpha denopaty
7. Patofisiologi
Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di suatu tempat
(misalnya leher atau selangkangan) atau di seluruh tubuh. Kelenjar membesar secara
perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri. Kadang pembesaran kelenjar getah
bening di tonsil (amandel) menyebabkan gangguan menelan.
Pembesaran kelenjar getah bening jauh di dalam dada atau perut bisa menekan berbagai
organ dan menyebabkan: gangguan pernafasan, berkurangnya nafsu makan, sembelit
berat, nyeri perut, pembengkakkan tungkai.
Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi leukimia. Limfoma Non Hodgkin
lebih mungkin menyebar ke sumsum tulang, saluran pencernaan dan kulit. Pada anak-
anak, gejala awalnya masuknya sel-sel limfoma ke dalam sumsum tulang, darah, kulit,
usus, otak dan tulang belakang; bukan pembesaran kelenjar getah bening. Masuknya sel
limfoma ini menyebabkan anemia, ruam kulit dan gejala neurologis (misalnya delirium,
penurunan kesadaran).
Secara kasat mata penderita tampak pucat, badan seringkali hangat dan merasa
lemah tidak berdaya, selere makan hilang, berat badan menurun disertai pembengkakkan
seluruh kelenjar getah bening : leher, ketiak, lipat paha, dll.
8. Pemeriksaan penunjang
1) Test comb reaksi
2) Biopsi
3) AGD
4) Foto Rotgen
5) USG
6) CT – Scan
7) MRI
8) PET
9. Penatalaksaaan
a. Terapi Medis
Konsultasi dengan ahli onkology medik (di RS tipe A dan B)
b. LNH derajat keganasan rendah (IWF)
Tanpa keluhan: tidak perlu terapi
Bila ada keluhan dapat diberi obat tunggal siklofosfamide dengan dosis
permulaan po tiap hari atau 1000 mg/m 2 iv selang 3 – 4 minggu.
c. LNH derajat keganasan sedang (IWF)
Obat kombinasi cyclophospamide, hydrokso – epirubicin, oncovin, prednison
(CHOP) dengan dosis :
C : Cyclofosfamide 800 mg/m 2 iv hari 1
H : Hydroxo – epirubicin 50 mg/m 2 iv hari 1
O : Oncovin 1,4 mg/m 2 iv hari 1
P : Prednison 60 mg/m 2 po hari ke 1 – 5
Perkiraan selang waktu pemberian adalah 3 – 4 minggu
d. LNH derajat keganasan tinggi (IWF)
Kemoterapi diberikan sebagai terapi utama
e. Terapi radiasi dan bedah
Konsultasi dengan ahli radioterapi dan ahli onkologi bedah
10. Komplikasi
1. Mudah terkena infeksi
2. Infertilitas
3. Maslah kesehatan lainnya
4. Kanker lainnya
WOC
2.3 Asuhan Keperawatan Teori
2.3.1 Pengkajian
1. Anamnesis
Pengkajian mengenai nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tempat lahir,
agama,satus perkawinan, pekerjaan, alamat, penanggungjawab dan penghasilan.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya klien dengan gangguan sistem limfatik mempunyai keluhan sesak nafas saat
beraktivitas
3.Riwayat Kesehatan Sekarang
Penyakit LNH biasaya di tandai dengan nyeri dada dan teraba takikardi, terlihat siaosis serta
ikterus sklera, neurolgia dan nyeri tekan pada nodus.
4. Riawayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan mempunyai riwayat penyakit TBC dan demam Pel Ebstein
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien tidak mempunyai riwayat kesehatan yang dapat berpengaruh pada penyakit yang diderita
saat ini
6. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Mengalami nyeri dada, sesak nafas, penurunan berat badan
a) B1 (Breathing)
Dipsnea, takipnea, tanda-tanda distress pernafasan (frekuensi dan kedalaman meningkat,
penggunaan otot bantu pernafasan, stridor, sianosis) dan parau (paralisis paringeal akibat tekanan
pembesaran kelenjar limfe terhadap saraf lariengal)
b) B2 (Blood)
Takikardia, distritnea, sianosis wajah akibat obstruksi drainase vena karena pembesaran kelenjar
limfe (jarang terjadi), ikterus sklera atau umum akibat kerusakan hati dan obstruksi duktus
empedu (tanda lanjut), pucat (anemia), daiphoresis, dan keringat malam.
c). B3 (Brain)
Nyeri saraf (neuralgia) yang menunjukan yang terjadinya kopresi akan saraf oleh pembesaran
kelejar limfe pada brakial, lumbal dan pleksus sakral dan kelemahan otot, parastesi.
d) B4 (Bladder)
Nyeri tekan kuatran kanan atas, hepatomegali, nyeri tekan kuatran kiri atas, skleno megaly,
penurunan keluaran urin, warna lebih gelap atau pekat, anuruia (obstruksi uretral, gagal ginjal),
disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi spinal cord pada gejala lanjut).
d). B5 (Bowel)
Pembekakan pada wajah, leher, rahang, atau ektermitas atas (kompresi vena kava superior) dan
edema ektermitas bawah, asites (kompresi vena kava inferior oleh pembesaran lekenjar limfe
intradominal)
e. B6 (Bone)
Intergritas kulit: kemerahan, pruritus umum, vitilogo (hipopigmentasi)
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan kompresi saraf perifer, pembesaran kelenjar limfe, efek
sekunder pemberian agen artileukimia, peningkat produksi asam laktat jaringan lokal.
1) Definisi
Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan
jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam kerusakan sedemikian
rupa(internasional assosiation for the study of pain) : awitan yang tiba-tiba atau lambat dari
itensitas ringan hingga berat hingga akhir yang dapat di antisipasi atau diprediksi dan
berlangsung kurang dari 6 bulan
2) batasan karakteristik
a) perubahan selera makan
b) berubahan TD
c) perbahan frekuensi jantung
d) perubahan frekuensi pernafasan
e) laporan isyarat
f) diaforesis
g) perilaku distraksi
h) mengekspresikan perilaku
i) masker wajah
j) sikap melindungi area nyeri
k) fokus menyempit
l) indikasi nyeri dapat diamati
m) perubahan posisi untuk menghindari nyeri
n) sikap tubuh melindungi
o) dilatasi pupil
p) melamorkan nyeri secara verbal
q) gangguan tidu
1) Definisi
Kelebihan atau defisit pada oksigenasi dan / atau eliminasi karbondioksida pada membran
alveolar-kapiler.
2) Batasan Karakteristik
2.3.3 INTERVENSI
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan kompresi saraf perifer, pembesaran kelenjar limfe, efek
sekunder pemberian agen artileukimia, peningkat produksi asam laktat jaringan lokal.
NIC
Pain menegement
1. Lakukan pengajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi karakteristik durasi
frekuensi kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi non verbal dari tidak kenyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi teraupeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
6. evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau
7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
9. Kurangi faktor prespitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penganganan nyeri(farmakologi,non farmakologi dan interpersonal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
13. Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Ketingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien tentang menegement nyeri
Analgesic administrasion
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian oba
2. Cek intruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
3. Cek riwayat energi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika emberian lebih dari
satu
5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal
7. Pilih rute pemelihan secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gejala
NOC
1. Pain level
2. pain kontrol
3. comfort level
Kriteria Hasil:
1. Mampu mengontrol nyeri(tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik no
farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2. Melakukan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan mangagemet nyeri
3. Mampu mengurangi nyeri(skala,cintensitas, frekuensi dan tanda gejala)
4. Menyatakan pengalaman setelah nyeri berkurang
5. Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan ketidak adekuatan sistem
imunitas tubuh dan terapi imunosupresif(supresi tulang blakang)
NIC
Infection conteol( kontrol infeksi)
1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
2. Pertahankan teknik isolasi
3. Batas oengnjung bila perlu
4. Intruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah
berkunjung meninggalkan pasien
5. Gunakan sabun anti mikrobia untuk cuci tangan
6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan kandung kencing
11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila perlu infection Protection (protrksi terhadap infeksi)
13. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
14. Monitor hitung granulosit, WBC
15. Monitor kerentanan terhadap infeksi
16. Batasi pengunjung
17. Sering pengunjung terhadap penyakit menular
18. Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
19. Pertahankan teknik isolasi k/p
20. Berikan perawatan kulit pada area epidema
21. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
22. Inspeksi kondisi luka atau insisi bedah
23. Dorong masukan nutrisi yang cukup
24. Dorong masukan cairan
25. Dorong istirahat
26. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
27. Ajarkan cara menghindari infeksi
28. Laporkan kecurigaan infeksi
29. Laporkan kultur positif
NOC
1. Imune Status
2. Knowledge : infeksi Control
3. Risk Control
Kriteria Hasil:
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaan
3. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
4. Jumlah leukosit dalam batas normal
5. Menunjukkan perilaku hidup sehat
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan pengumpulan cairan pada saluran peru dan
rongga pleura yang ditandati adanya sesak napas dan sianosis
NIC
Airway Management
1) Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Respiratory Monitoring
2) Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
4) Monitor pola napas : bradipnea, takipnea, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot.
7) Auskultasi suara napas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
8) Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronki pada jalan napas
utama
NOC
Kriteria Hasil :
2.4.4 Implementasi
Tahap ini muncul jika perencanaan yang dibuat dipalikasikan pada klien.
Tindakan yang dilakukan mungkin sama. Aplikasi yang dilakukan pada klien saat itu dan
kebutuhan yang paling dirasakan oleh klien.
7. Edukasi
2.4.5 Evaluasi
Pada tahap ini perawat membandingkan tindakan yang telah dilakukan dengan
kriteria hasil yang telah ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah
teratasi seluruhnya, hanya sebagian atau bahkan belum teratasi semua.
2.4 Asuhan Keperawatan Kasus
Seorang laki-laki datang ke RSU X dengan keluhan sesak nafas saat beraktivitas, dan
Nyeri Dada dan teraba Takikardi, terlihat sianosis serta Ikterus Sklera, Neuralgia dan nyeri tekan
pada Nodus, pada riwayat kesehatan pasien pernah menderita TBC dan demam Pel Ebstein,peda
pengkajian pola makan pasien mengatakan nafsu makan pasien mengatakan nafsu makan
berkurang, hasil pemeriksaan diagnostik didapatkan sel darah putih menurun,deferensi SDP
Limfofenia, Eritrosit : Normositik, LED meningkat, Trombosit menurun, Test Coomb reaksi
positif, trombosit menurun, Test Coomb reaksi positif, BUN meningkat, Biopsi nodus positif.
Setelah didapatkan hasil anamnese, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik perawat dapat
menentukan diagnosis medis dan selanjutnya dirawat diruang rawat inap.
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.x
Usia : 40 tahun
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Wiraswasta
keluhan sesak nafas saat beraktivitas, dan Nyeri Dada dan teraba Takikardi, terlihat sianosis serta
Ikterus Sklera, Neuralgia dan nyeri tekan pada Nodus
ya tidak
1. Keadaan Umum :
Tanda-tanda vital
S :- N :-
RR :- TD :-
a. RR :
sekret : konsistensi :
warna : bau :
lain – lain :
e. bentuk dada : simetris asimetris barrel chest funnel chesst pigeon chest
h. penggunaan WSD :
jenis
jumlah cairan :
undulasi :
tekanan :
i. trakeostomy : ya tidak
j. lain – lain :
Masalah Keperawatan
p :
Q:
R:
S:
T:
b. CRT :
h. JVP :
Lin-lain :
Masalah Keperawatan :
GCS :
e.Istirahat/tidur :
MASALAH KEPERAWATAN :
5. Sistem Perkemihan ( B4 )
f. Kemampuan berkemih
Jenis :
Ukuran :
Hari ke :
Warna :
Bau :
k. Balance cairan :
o. Lain-lain :
MASALAH KEPERAWATAN :
6. Sistem Pencernaan ( B5 )
a. TB : cm BB : kg
b. IMT : Interpretasi :
c. LLA :
MASALAH KEPERAWATAN :
Ascites ya tidak
Drain ya tidak
- Jumlah :
- Warna :
- Kodisi area sekitar insersi :
Mual ya tidak
Muntah ya tidak
Diet khusus :
Lain-lain :
MASALAH KEPERAWATAN :
a. kekuatan otot
e. fraktur ya tidak
jenis :
f. traksi/spalk/gips ya tidak
jenis :
beban :
lama pemasangan :
i. sirkulasi perifer :
p. tanggal olperasi :
q. jenis operasi :
r. lokasi :
s. keadaan :
u. jumlah :
v. warna :
lian – lain :
MASALAH KEPERAWATAN :
2. biopsi
3. AGD
H. Terapi
2. kemoterapi
ANALISA DATA
Limfoma non-hodgkin
Menekan saraf
Nyeri akut
DS : pasien mengatakan nafsu Viruys epsteinbarr Resiko tinggi
makan pasien mengatakan nafsu infeksi
makan berkurang, Melemahkan limfosit
DO : hasil pemeriksaan
diagnostik didapatkan sel darah Meneyrang imunitas
putih menurun,deferensi SDP
Limfofenia, Eritrosit : Kerusakan organ
Normositik, LED meningkat,
Trombosit menurun, Test Enemia
Coomb reaksi positif, trombosit
menurun, Test Coomb reaksi Resiko tinggi infeksi
positif, BUN meningkat, Biopsi
nodus positif.
Limfoma non-hodgkin
Efusi pleura
Difusi O2 & CO2 tidak adekuat
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut yang berhubungan dengan kompresi saraf perifer, pembesaran kelenja limfe
2) Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan ketidak adekuatan sistem imunitas tubuh
dan terapi imunospresif.
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan pengumpulan cairan pada saluran peru
dan rongga pleura yang ditandati adanya sesak napas dan sianosis
SOP
Nahdlatul
PEMERIKSAAN BIOPSI
Ulama Tuban
PENGERTIAN Biopsi adalah tindakan pengambilan jaringan pada daerah yang dicurigai
PETUGAS Perawat
PERSIAPAN Alat/bahan :
1) Bak isntrumen steril berisi :
2) Kapas savlon
3) Deppers
4) Doek steril
5) Spekulum cocor bebek
6) Tang biopsi
7) Sarung tangan
8) Betadin
9) Pinset
10) Larutan klorin 0,5 %
11) Formalin cairan 10%
PROSEDUR a. Dekatkan alat-alat kepasien
PELAKSANAAN
b. Atur posisi pasien (lithotomi)
c. Lakukan cuci tangan dan pakai sarung tangan
d. Lakukan vulva hygiene dengan kapan savlon dan olesi alat kelamin
luar dengan bitadin
e. Tindakan biopsi dilakukan oleh dokter
f. Ambil dan masukkan jaringan hasil biopsi ke dalam botol kecil yang
berisi cairan formalin 10%
g. Bersihkan bagian genetalia bagian luar
h. Rapikan pasien
i. Alat-alat dibereskan lalu direndam dalam larutan klorin 0,5% selama
10 menit
j. Lakukan cuci tangan
k. Jelaskan pada pasien tindakan sudah selesai
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Limfoma Non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan (kanker) yang berasal dari sistem
kelenjar getah bening dan biasanya menyebar ke seluruh tubuh. Beberapa dari limfoma ini
berkembang sangat lambat (dalam beberapa tahun), sedangkan yang lainnya menyebar
dengan cepat (dalam beberapa bulan). Penyakit ini lebih sering terjadi dibandingkan dengan
penyakit Hodgkin.
Etiologi limfoma non Hodgkin adalah perubahan DNA mutasi yang yang terjadi di dalam
salah satu jenis sel darah putih yang di sebut limfosit. Namun,penyebab terjadinya mutasi
belum diketahui hingga saat ini. Umumnya, tubuh akan memperoduksi limfosit baru untuk
menggantikan limfosit yang telah mati. Namun pada kasus limfoma non Hodgkin, limfosit terus
membelah dan berkembang secara abnormal (tanpa henti), sehingga terjadi penumpukan
limfosit didalam kelenjar getah bening. Kondisi ini menyebabkan terjadinya pembengkakan
kelenjar getah bening (limfadenopati) dan tumbuh menjadi rentan terhadap infeksi.
Secara kasat mata penderita tampak pucat, badan seringkali hangat dan merasa lemah
tidak berdaya, selere makan hilang, berat badan menurun disertai pembengkakkan seluruh
kelenjar getah bening : leher, ketiak, lipat paha, dll.
Pada kasus ini pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu : test coomb reaksi,
biopsi dan AGD.
3.2 Saran
1. Bagi masyarakat
Diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang pencegahan gagal jantung sehingga
dapat mencegah kekambuhan gagal jantung
2. Bagi institusi pelayanan kesehatan (puskesmas)
Pelayanan kesehatan di harapkan dapat memberikan penyuluhan kesehatan tentang
pencegahan gagal jantung sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
DAFTAR RUJUKAN
Huda Nur Afif, Amin; Kusuma , Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic Noc edisi revisi jilid 1. Jogjakarta: Medi Action
Sumatri, Irma. 2009. Asuhan Keperawatan Pada klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan
edisi 2 . jakarta: Salemba Medika
Syaifuddin.2011.Anatomi Fisiologi: Kurikulum berbasis Komputer untuk Keperawatan dan
Kebidanan. Jakarta: EGC