PENATAAN ZONASI
TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA
KABUPATEN JEPARA
PROVINSI JAWA TENGAH
Kerjasama antara:
SEMARANG,
DESEMBER 2004
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat Nya Penyusunan Buku Penataan Zonasi Taman Nasional
Karimunjawa dapat diselesaikan.
Penataan zonasi merupakan hasil revisi zonasi yang telah ditetapkan pada
tahun 1990, bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian lahan dalam pemanfaatan
sumberdaya alam, mengatasi konflik pemanfaatan kawasan, memberikan
pertimbangan atau masukan dalam menetapkan kebijakan pengelolaan Taman
Nasional Karimunjawa.
Saat ini Balai Taman Nasional Karimunjawa dihadapkan pada berbagai
tantangan yang menyangkut lingkungan, kelembagaan dan masyarakat. Sebagai
pengelola kawasan yang bertanggungjawab, Balai Taman Nasional harus tanggap
terhadap perubahan yang terjadi seperti degradasi lingkungan, hasil tangkapan
nelayan yang menurun dari tahun ke tahun baik jumlah maupun ukurannya serta
rendahnya partisipasi masyarakat dalam upaya pelestarian sumber daya alam.
Perubahan dinamika masyarakat dan kondisi sumberdaya alam saat ini telah
mengakibatkan zonasi yang ada di Taman Nasional Karimunjawa menjadi tidak
efektif. Oleh karena itu, diperlukan suatu proses penataan zonasi secara partisipatif
dengan mempertimbangkan aspek ekologi, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat
setempat. Untuk mewujudkan hal tersebut, pada tahun 2004 telah dilakukan
penataan ulang zonasi Taman Nasional Karimunjawa melalui proses konsultasi
publik dalam rangka penyamaan presepsi berbagai pihak.
Dengan selesainya penataan zonasi Taman Nasional Karimunjawa
perkenankan kami ucapkan terima kasih kepada :
1. Bupati Jepara, selaku Kepala Pemerintahan Daerah Kabupaten Jepara
2. Para Kepala Instansi terkait baik tingkat Provinsi Jawa Tengah dan
Kabupatan Jepara
3. LSM Wildlife Conservation Society (WCS) dan Yayasan Taka
4. Para akademisi dan pelaku usaha di Karimunjawa
5. Camat Karimunjawa beserta jajaran Muspika Karimunjawa
6. Para Kepala Seksi Lingkup Balai Taman Nasional Karimunjawa
7. Masyarakat Karimunjawa
8. Semua pihak yang telah membantu proses penyempurnaan zonasi di
Taman Nasional Karimunjawa
Dengan telah selesainya penataan zonasi Taman Nasional Karimunjawa,
maka dilanjutkan dengan penyusunan Rencana Pengelolaan Taman Nasional untuk
jangka zaktu 25 tahun. Besar harapan kami agar dokumen zonasi ini dapat dijadikan
acuan bersama dalam penetapan kebijakan pembangunan di wilayah Karimunjawa.
Kritik dan saran atas buku penataan zonasi ini sangat kami harapkan demi perbaikan
di masa yang akan dating
Semarang, Desember 2004
Kepala Balai
1. Ketua
2. Anggota
:
:
iii
DAFTAR ISI
PETA SITUASI
KATA PENGANTAR
ii
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
BAB I
I.1
I.2
I.3
BAB II
II.1
II.2
II.3
II.4
II.5
II.6
II.7
PENDAHULUAN
LATANG BELAKANG
TUJUAN DAN MANFAAT
DASAR HUKUM
1
2
2
5
5
5
5
6
6
6
7
7
7
7
8
9
9
9
9
9
9
9
10
10
11
12
BAB IV
IV.1
KEANEKARAGAMAN SUMBERDAYA ALAM DAN EKOSISTEMNYA
IV.1.1 Ekosistem Terumbu Karang
IV.1.1.1 Terumbu Karang
IV.1.1.2 Invertebrata
IV.1.1.3 Ikan Karang
IV.1.2 Ekosistem Mangrove
IV.1.3 Ekosistem Padang Lamun
IV.1.4 Ekosistem Hutan Hujan Tropis Dataran Rendah
IV.1.5 Ekosistem Hutan Pantai
IV.1.6 Perikanan Pelagis
IV.2
LOKASI-LOKASI PENTING
IV.3
POTENSI PARIWISATA BAHARI
IV.3.1 Atraksi Alam di Darat
IV.3.2 Kegiatan alam di Perairan
IV.3.3 Kegiatan Budaya
BAB V
PERMASALAHAN
VI.1
VI.2
VI.3
VI.4
VI.5
BAB VII
VII.1
VII.2
VII.3
15
15
15
16
16
17
17
17
18
18
18
18
20
20
20
22
V.1
DEGRADASI SUMBERDAYA ALAM
V.2
KELEMBAGAAN
V.3
MASYARAKAT
V.4
POLA PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM LAUT
V.4.1 Pemanfaatan Perikanan
V.4.2 Pemanfaatan Pariwisata
BAB VI
15
PEMBAHASAN
22
23
24
25
25
25
27
27
28
30
30
30
32
IDENTIFIKASI ISU
PENGUMPULAN DATA
PROSES PENYUSUNAN ZONASI
32
32
33
36
36
37
37
38
39
39
PENUTUP
39
40
40
40
41
41
42
42
42
43
43
43
46
46
46
46
50
50
51
52
52
52
53
53
53
53
54
62
LAMPIRAN
63
vi
DAFTAR TABEL
TABEL 1
TABEL 2
TABEL 3
TABEL 4
TABEL 5
TABEL 6
TABEL 7
TABEL 8
TABEL 9
TABEL 10
TABEL 11
TABEL 12
vii
7
8
8
45
47
48
49
55
56
57
58
61
DAFTAR GAMBAR
viii
23
26
29
34
34
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
ix
63
64
65
66
68
72
73
76
78
79
85
BAB I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Taman Nasional Karimunjawa adalah salah satu kawasan pelestarian alam di
Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah yang memiliki ekosistem asli. Taman nasional
ini dikelola dengan sistem zonasi yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.
Lingkungan di Karimunjawa terbagi atas lima tipe ekosistem yaitu hutan hujan tropis
dataran rendah, hutan pantai, hutan mangrove, ekosistem lamun dan ekosistem terumbu
karang. Dengan segala potensi yang ada di dalamnya, wilayah tersebut telah dijadikan
penyangga kehidupan bagi 8.842 penduduk yang selama ini berinteraksi dengan
ekosistem di sekelilingnya. Interaksi penduduk dengan ekosistem ini dinamis, namun juga
memiliki nilai kerawanan. Dinamis karena wilayah ini merupakan pertemuan antara
ekosistem daratan dan lautan sehingga membentuk hubungan yang sangat kompleks.
Rawan karena aktivitas manusia membutuhkan ruang dan sumber daya yang
mempengaruhi kualitas lingkungan di sekelilingnya.
Pemanfaatan kawasan perairan cenderung mengikuti azas akses terbuka dimana
semua orang berhak memanfaatkan sumberdaya dimanapun dan kapanpun secara
maksimal. Kondisi ini akan diperburuk lagi dengan pertambahan jumlah penduduk,
tuntutan kualitas kehidupan masyarakat, tujuan komersial, teknologi pemanfaatan sumber
daya yang semakin canggih. Pola pemanfaatan ini akan membawa dampak kerusakan
sumberdaya alam.
Untuk mendorong pembangunan yang berkelanjutan perlu dilakukan penataan
kawasan sesuai dengan kondisi sumberdaya alam, pola pemanfaatan dan sesuai dengan
daya dukung lingkungan (carrying capacity). Upaya penataan ini merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari perencanaan tata ruang untuk keseluruhan wilayah. Pengelolaan
lingkungan wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil harus dirancang secara rasional
dan
bertanggungjawab
sesuai
dengan
kemampuan
daya
dukungnya
dengan
diperlukan keterpaduan lintas sektor, kemitraan pemerintah dengan dunia usaha dan
masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut maka faktor keutuhan peran sumberdaya
dalam tatanan lingkungan menjadi penting untuk dilestarikan.
Kesamaan arah
I.2
1.
2.
3.
konservasi sumberdaya alam serta sebagai acuan teknis dalam pengelolaan Taman
Nasional Karimunjawa.
I.3
Dasar Hukum
Landasan
hukum
yang
mendasari
penyusunan
zonasi
Taman
Nasional
Karimunjawa adalah :
1. Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya.
2. Undang-Undang RI. No. 9 Tahun 1990, tentang Kepariwisataan.
3. Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah.
2
puluh lima hektar), menjadi Taman Nasional Karimunjawa dengan nama Taman
Nasional karimunjawa.
22. Keputusan Menteri Kehutanan No. 74/kpts-II/2001 tentang Penetapan Kawasan
Pelestarian Alam Perairan.
23. Keputusan Menteri Kehutanan No. 6136/kpts-II/2002 tentang Struktur Organisasi dan
Tata Kerja Balai Taman Nasional karimunjawa.
24. Keputusan Menteri Kehutanan No. 447/kpts-II/2003 tentang Tata Usaha Pengambilan
atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar.
BAB II
KEADAAN UMUM KAWASAN
Dalam rangka penyusunan zonasi Taman Nasional Karimunjawa perlu diidentifikasi
upaya-upaya yang telah dilakukan sehingga diperoleh gambaran kondisi terakhir Taman
Nasional Karimunjawa.
Aksesibilitas
Kepulauan Karimunjawa dapat dijangkau dengan sarana transportasi udara dan
laut. Transportasi udara ditempuh melalui Bandara Ahmad Yani Semarang menuju
Bandara Dewadaru di Pulau Kemujan, saat ini penerbangan hanya dilakukan oleh PT.
Wisata Laut Nusa Permai (Kura-kura resort) untuk melayani wisatawan sesuai dengan
paket wisata yang dijual.
Transportasi laut dapat menggunakan kapal yaitu KM.Muria dan KM. Kartini I. KM.
Muria berlayar dua kali seminggu dari Pelabuhan Kartini di Jepara dengan waktu tempuh
selama enam jam, sedangkan KM. Kartini I berlayar empat kali seminggu dari Pelabuhan
Tanjung Mas di Semarang dan Pelabuhan Kartini di Jepara dengan rata-rata waktu
tempuh selama tiga jam.
II.3
Iklim
Berdasarkan klasifikasi tipe iklim Schmidt dan Ferguson, kawasan Taman
Nasional Karimunjawa termasuk tipe C dengan rata-rata curah hujan 3.000 mm/tahun.
Temperatur udara berkisar antara 30o-31oC.
II.4
Oseanografi
Arus di perairan Kepulauan Karimunjawa pada musim barat/barat laut berasal dari
laut Cina Selatan yang menyeret massa air laut menuju ke Laut Jawa sampai kearah
timur yaitu Laut Flores, Laut Banda, Laut Arafura dan sebaliknya pada musim tenggara.
Kecepatan arus permukaan rata-rata berkisar antara 8-25 cm/detik. Kondisi ini sangat
mempengaruhi kehidupan perairan, terutama ekosistem terumbu karang (Supriharyono,
2003)
II.5
Topografi
Topografi kawasan Taman Nasional Karimunjawa berupa dataran rendah yang
bergelombang, dengan ketinggian antara 0 506 m dari permukaan laut (dpl). Terdapat
dua buah bukit, yaitu Bukit Gajah dan Bukit Bendera yang merupakan puncak tertinggi
dengan ketingian + 506 m dpl.
II.6
Hidrologi
Di kawasan Taman Nasional Karimunjawa tidak terdapat sungai besar, namun
terdapat lima mata air besar, yaitu Kapuran (Pancuran Belakang), Legon Goprak, Legon
Lele, Cikmas dan Nyamplungan, yang dimanfaatkan sebagai sumber air minum dan
memasak oleh masyarakat sekitar.
II.7
adalah pasir, makin ke tengah dikelilingi oleh gugusan terumbu karang mulai dari
kedalaman 0.5 meter hingga kedalaman 20 meter. Ekosistem terumbu karang terdiri dari
tiga tipe terumbu, yaitu terumbu karang pantai (fringing reef), penghalang (barrier reef)
dan beberapa taka (patch reef). Tipe substrat dasar perairan berupa pasir berlumpur dan
lumpur berpasir.
BAB III
KONDISI SOSIAL EKONOMI DAN BUDAYA KAWASAN
III.1
Taman Nasional Karimunjawa dihuni penduduk sebanyak 8.842 jiwa. Tingkat pendidikan
di Kepulauan Karimunjawa lebih banyak tamat, tidak tamat dan belum sekolah. Hal ini
menunjukkan masih rendahnya tingkat pendidikan karena penduduk usia sekolah banyak
bekerja membantu orang tua, rendahnya kesadaran dan keterbatasan biaya. Mayoritas
penduduk Karimunjawa beragama Islam, tetapi ada juga yang memeluk agama Kristen
dan Katholik. Data kependudukan selengkapnya beserta tingkat pendidikan dan agama
tersaji dalam tabel 1.
Table 1.
1
Karimunjawa 443,750 4.137
0.01
3865 156 92
2
Kemujan
150,150 2.698
0.02
2128 115 57
3
Parang
690,000 2.007
2.91
1974 25
7
Jumlah
594,590 8.842
7,967 296 156
*)
Sudah tamat, tidak tamat, dan belum sekolah
Sumber Data : Monografi Desa Kecamatan Karimunjawa, 2002
III.2
24
11
1
36
4107 30
2687 11
2007 0
8,801 41
Mata Pencaharian
Presentase mata pencaharian masyarakat karimunjawa didominasi oleh buruh
Fasilitas Umum
Beberapa fasilitas yang telah ada di Karimunjawa dan terkait dengan pariwisata
Tabel 2.
No.
Mata Pencaharian
Petani
1.
Buruh Tani/Nelayan
2.
Penggalian
3.
Buruh Industri
4.
Pedagang
5.
Konstruksi
6.
Angkutan
7.
PNS dan ABRI
8.
Pensiunan
9.
10. Lainnya (jasa)
JUMLAH
Total
Karimunjawa
Kemujan
Parang
445
1483
21
113
97
79
31
168
14
25
2476
297
873
13
52
35
38
27
47
15
1397
168
527
8
87
35
35
15
28
9
912
910
2883
42
252
167
152
73
243
14
49
4785
Jumlah
3 buah
16 buah
1 buah
4 buah
2 buah
Keterangan
Swasta & Dinas Pariwisata
Milik Masyarakat
TELKOM
PDAM Swakarsa
PLTD Kalisda dan Telkom
2 buah
11 buah
1 buah
6 buah
1 buah
7.
8.
Jenis Fasilitas
Hotel dan resort
Homestay
Komunikasi
Air Bersih
Listrik
Transportasi
Transportasi Air
Transportasi Darat
Transportasi Udara
Pelabuhan
Bandar Udara
Kesehatan
Keamanan
9.
10.
11.
12.
Tempat ibadah
Sekolah
Pasar
Olah raga
38 buah
18 buah
1 buah
16 buah
III.4
5 kantor
Adat Istiadat
Penduduk Karimunjawa berasal dari etnis Jawa, Madura, Bajo, Bugis, Muna,
Luwu, Buton dan Mandar. Mayoritas penduduk Karimunjawa berasal dari Jawa, namun
sebagian besar etnis telah berbaur dan berinteraksi dengan etnis lain.
Salah satu kebiasaan warga karimunjawa pada setiap Kamis malam adalah
mengadakan acara tahlillan secara bergilir di setiap lingkungan dengan tujuan
mempererat silaturahmi.
III.5
Kesehatan
Di kepualuan Karimunjawa terdapat lima pulau berpenghuni yang terpisah oleh
lautan dan sulitnya transportasi menyebabkan pelayanan kesehatan sulit untuk dijangkau.
Rendahnya kesadaran masyarakat juga mendorong rendahnya kualitas kesehatan
masyarakat.
Pemanfaatan Lahan
Pemanfaatan lahan di Taman Nasional Karimunjawa sangat beragam tergantung
pada karakteristik lahan. Karakteristik pemanfaatan lahan darat berupa hutan rakyat,
kebun, sawah, tambak dan pemukiman. Pemanfaatan laut berupa kegiatan perikanan
dan pariwisata. Jenis pemanfaatan ini telah berlansung sejak lama, sehingga membentuk
pola-pola pemanfaatan yang khas dan saling terkait satu dengan yang lainnya.
Permasalahan pemanfaatan laut lebih kompleks dibandingkan wilayah daratan dimana
konflik pemanfaatan sumberdaya perikanan, lebih sering terjadi.
III.7
III.7.1
III.7.1.1
Visi
masyarakat
lingkungan.
4. Peningkatan pendidikan, latihan, riset dan pengembangan di wilayah pesisir dan
lautan.
III.7.1.3
1. Terpadu, karena:
a. Keberadaan sumber daya pesisir dan lautan yang besar dan beragam
b. Peningkatan pembangunan dan jumlah penduduk
c. Tuntutan keseimbangan kepentingan konservasi dan pengelolaan wilayah pesisir
dan lautan sebagai pusat pengembangan kegiatan ekonomi dalam proses
pembangunan.
2. Pertimbangan aspek sosial, ekonomi dan budaya
Dilakukan secara kontinyu dan dinamis dengan mempertimbangkan aspek sosial,
ekonomi, budaya dan aspirasi masyarakat serta konflik kepentingan dan pemanfaatan
yang mungkin ada.
3. Keterpaduan, mencakup:
a. Keterpaduan ekologis
b. Keterpaduan sektor
c. Keterpaduan disiplin ilmu
d. Keterpaduan stakeholder
4. Pendekatan keterpaduan pengelolaan/pemanfaatan kawasan kep. Karimunjawa
menjadi sangat penting, sehingga diharapkan dapat terwujud satu rencana dan satu
pengelolaan serta tercapainya pembangunan yang berkelanjutan dan kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan.
III.7.1.5
mengintegrasikan
setiap
kepentingan
dalam
keseimbangan
(proposionalitas) antar dimensi ekologis, dimensi sosial, antar sektor, disiplin ilmu dan
segenap pelaku pembangunan (stakeholder).
4. Dalam
rangka
menciptakan
pengelolaan
wilayah
Kep.
Karimunjawa
yang
Rencana kegiatan (master plan dan action plan) sebagai penjabaran dari rencana
strategis yang sudah ada.
5. Pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu pada dasarnya merupakan
suatu proses yang bersifat pengulangan, sehingga diharapkan dapat terwujud satu
rencana dan satu pengelolaan serta tercapainya pembangunan yang berkelanjutan
dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
6. Kelembagaan pengelolaan kawasan Kep. Karimunjawa terpadu (PKKKT), dalam
pelaksanaan dan kapasitas kelembagaan harus dikuatkan, yang mencakup:
a. Kapasitas hukum dan administrasi
11
b. Kapasitas pendanaan
c. Kapasitas teknis
d. Kapasitas sumber daya manusia
e. Sehingga pelaksanaan, pemantauan PKKKT, resolusi konflik serta penataan
hokum dapat berjalan.
7. langkah operasional penataan PWPT
a. Menetapkan dan mendefinisikan fungsi, kewenangan dari berbagai instansi terkait
secara proporsional
b. Memadukan fungsi dan kewenangan dari berbagai instansi secara proporsional
dalam sebuah model kelembagaan yang terpadu
c. Menyusun fungsi dan kewenangan model kelembagaan yang terpadu
d. Mendesain Kebutuhan sumber daya manusia dalam sebuah model kelembagaan
yang terpadu yang representatif bagi instansi terkait
e. Menyusun rangkaian program dan kegiatan secara komprehensif
f.
III.7.2
yaitu
kesejahteraan
masyarakat
dan
kelestarian
lingkungan.
Oleh
karenanya
sutu
proses
perencanaan,
pengorganisasian,
pengelolaan
dan
pengembangan berkelanjutan.
2. Pariwisata berkelanjutan, dengan memberlakukan pembangunan pariwisata yang
bertumpu pada pertimbangan layak secara ekonomi, berwawasan lingkungan,
diterima secara sosial dan budaya, dan dapat diterapkan secara teknologis untuk
12
masih
seringkali
dijumpai
dalam
pengembangan
pariwisata
adalah
segi
program
strategis,
terdapat
lima
program
berkaitan
dengan
pembangunan, yaitu:
1. Pemanfaatan kawasan Taman Nasional Karimunjawa melalui pendekatan optimalisasi
13
fungsi kawasan
2. Pengaturan terpadu pemanfaatan sumber daya kawasan
3. Pengembangan pendidikan dan wisata alam
4. Penyebaran informasi dan promosi upaya konservasi
5. Peningkatan kerjasama dan alternatif usaha ekonomi
6. Peningkatan sumber daya dan pembangunan sarana prasarana
Kemudian dari segi pengelolaan terpadu:
1. Penyusunan rencana pengembangan terpadu (pariwisata, perikanan dan kelautan,
pertanian, zonasi, pemberdayaan masyarakat/pengembangan usaha ekonomi,
rehabilitasi ekosistem, pengelolaan jenis, pelestarian jenis, pendidikan, penyuluhan
dan lainnya)
2. Penetapan pengaturan pemanfaatan sumber daya alam kawasan.
Dari segi kebijakan pengembangan, dalam kawasan Karimunjawa tercipta
keselarasan antara kepentingan ekonomi dengan konservasi untuk kesejahteraan
masyarakat. Oleh karena itu, hal penting dalam pengembangan Karimunjawa sebagai
kawasan wisata berbasis konservasi dan masyarakat, adalah pengaturan zonasi/tata
ruang kawasan dan penetapan jenis-jenis kegiatan yang dapat memberikan nilai tambah
terhadap konservasi dan masyarakat.
Terdapat tiga permasalahan utama dalam mengupayakan konservasi dalam
bentuk taman laut (salah satu bentuk atraksi wisata) yang dapat memberikan nilai tambah
bagi masyarakat, yaitu aspek manusia, aspek lingkungan dan usaha yang harus dikelola.
Ketiga aspek tersebut harus secara tepadu dikembangkan dalam satu wilayah
pertumbuhan dengan pendekatan pengembangan kawasan.
Tiga program pariwisata adalah:
1. Bina manusia, yang dapat mendorong kesadaran terhadap pengembangan pariwisata
melalui pemahaman sadar wisata, sehingga memperbesar peluang untuk meraih
manfaat dari kehadiran pariwisata. Hal ini dicapai melalui peningkatan sumber daya
manusia serta pengembangan potensi berbasis masyarakat dan lingkungan hidup.
2. Bina lingkungan untuk meningkatkan kualitas fisik lingkungan guna mendukung
peningkatan kualitas hidup dan mendorong pelestarian lingkungan
3. Bina usaha dengan mendorong wawasan keterampilan usaha masyarakat agar dapat
lebih memanfaatkan peluang besar dan mendorong tumbuhnya pasar.
14
BAB IV
POTENSI SUMBERDAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
IV.1
IV.1.1
IV.1.1.1
Terumbu Karang
(WCS) sepanjang tahun 2003 dan 2004 menemukan 63 genera dari 15 famili karang
keras berkapur (scleractinian) dan tiga genera non-scleractinian yaitu Millepora dari kelas
Hydrozoa, Heliopora dan Tubipora dari kelas Anthozoa.
Penutupan karang keras berkisar antara 6,7% hingga 68,9% dan indeks
keragaman berkisar antara 0,43 hingga 0,91. Kondisi terumbu karang di Kepulauan
Karimunjawa secara umum mempunyai rata-rata penutupan sekitar 40%. Faktor utama
rendahnya persen penutupan karang adalah bencana alam. Hal ini dapat dilihat dari
gundukan pecahan karang mati yang cukup luas (coral rubble) di beberapa lokasi seperti
di P. Burung, P. Krakal Besar, P. Krakal Kecil, Karang Kapal, P. Bengkoang dan P.
Menyawakan.
berbagai jenis alga. Jenis alga dikelompokkan dalam empat kategori yaitu fleshy algae
(seperti Caulerpa, Dictyota, Padina Sargassum, Turbinaria, Ulva, dan sebagainya),
encrusting red (alga merah yang mengerak pada substrat), coralline algae (misalnya
Jania dan Amphiroa) dan calcareous algae (alga berkapur Halimeda spp.). Penutupan
seluruh alga pada rataan terumbu berkisar antara 26,8% di Gosong Tengah hingga
86,2% di P. Seruni dan pada lereng terumbu 24,4% P. Kecil hingga 92,9% di bagian barat
P. Menyawakan.
Keragaman genera karang keras dinilai dengan menggunakan index keragaman
Simpson yang mempunyai kisaran antara 0 hingga 1, dimana 0 artinya tingkat keragaman
rendah dan nilai 1 artinya tingkat keragaman tinggi. Pada rataan terumbu (daerah
dangkal) di bagian tenggara P. Cendikian, keragaman genera karang keras yang
ditemukan sangat rendah yaitu 0,077 dan yang paling tinggi di bagian barat P. Katang
yaitu 0,893. Nilai keragaman di daerah rataan terumbu sangat bervariasi, sementara pada
lereng terumbu (daerah dalam), nilai keragaman genera karang keras tidak menunjukkan
perbedaan yang mencolok antara satu lokasi dengan lokasi lainnya. Nilai keragaman
genera terendah pada lereng terumbu ditemukan di bagian barat laut P. Nyamuk yaitu
0,667 dan keragaman tertinggi sebesar 0,927 di bagian barat Gosong Selikur. Perbedaan
keragaman antar wilayah desa juga tidak terlalu menunjukan perbedaan yang signifikan.
Dari perbedaan keragaman dapat diambil kesimpulan sementara bahwa pada
rataan terumbu di beberapa lokasi pengamatan (P. Cendikian, P. Genting, Gosong
Tengah, P. Kecil, P. Merican, Gosong Selikur dan P. Parang) memiliki keragaman yang
rendah. Hal ini menunjukkan adanya dominansi pada genera karang tertentu, sehingga
cenderung seragam, walaupun persentase penutupan karangnya memiliki nilai tinggi.
Selain itu, pada umumnya rataan karang di bagian barat cenderung tinggi tingkat
kerusakannya akibat gelombang musim barat yang keras dan ekploitasi yang tinggi oleh
masyarakat, sehingga hanya jenis karang tertentu saja yang dapat bertahan (misalnya
jenis Porites yang masif).
IV.1.1.2
Invertebrata
pengambilan teripang tidak hanya dilakukan di perairan dangkal (gleaning) tetapi juga di
perairan dalam dengan menggunakan alat bantu kompresor.
IV.1.1.3
Ikan Karang
Ekosistem Mangrove
Ekosistem mangrove di Karimunjawa menyebar di seluruh kepulauan dengan
Sugiarianto (2000)
menemukan delapan spesies lamun di tiga lokasi yaitu: Pancuran, Legon Lele dan Ujung
Gelam. Hasil studi awal WCS pada tahun 2003 di empat lokasi (Menjangan Besar,
Menjangan Kecil, Alang-alang dan Legon Nipah) ditemukan enam spesies dari empat
famili.
IV.1.4
di Pulau Karimunjawa. Berdasarkan hasil eksplorasi flora yang dilakukan oleh LIPI tahun
2003 (Djarwaningsih, 2003) ditemukan 124 spesies dan lima genus flora di kawasan
hutan hujan tropis dataran rendah Karimunjawa.
17
Cemara Laut (Casuarina equisetifolia), Kelapa (Cocos nucifera), Jati Pasir (Scaerota
frustescens), Setigi (Pemphis acidula) dan Waru Laut (Hibiscus tiliaceus).
IV.1.6
Perikanan Pelagis
Ikan-ikan pelagis penting di Karimunjawa adalah ikan Tongkol, Tenggiri dan Teri.
Penangkapan ikan-ikan pelagis ini umumnya terjadi di musim timur untuk jenis ikan Teri
dan di musim barat untuk kelompok ikan Tongkol dan Tenggiri.
IV.2
Lokasi-lokasi Penting
Yayasan Taka pada tahun 2004 telah melakukan kajian dan penelitian yang
dilakukan di lima lokasi pemantauan di Taman Nasional Karimunjawa. Dari lima lokasi
pengamatan, tiga lokasi diindikasikan sebagai lokasi pemijahan ikan.
Lokasi-lokasi
tersebut adalah Taka Menyawakan, P. Kumbang dan Karang Tengah. Jenis ikan kerapu
yang memijah di lokasi tersebut adalah Plectropomus leopardus, Plectropomus
oligacanthus dan Plectropomus areolatus.
terjadi antara bulan Oktober hingga bulan Februari (Sudarsono dan Saryadi, 2004).
Berdasarkan hasil interview dengan nelayan setempat, lokasi pemijahan di TN
Karimunjawa merupakan daerah target penangkapan bagi nelayan. Aktifitas ini masih
berlangsung hingga saat ini terutama di P. Burung, Taka Menyawakan, P. Kumbang dan
Gosong Karang Tengah.
Pengaturan pemanfaatan daerah pemijahan ditujukan untuk menjamin siklus
reproduksi ikan. Idealnya daerah pemijahan ikan yang berfungsi sebagai sumber stok
ikan seharusnya ditutup untuk semua kegiatan perikanan. Untuk menghindari konflik,
perlu diterapkan suatu sistem pengaturan waktu tangkap melalui sistem buka-tutup (open
close area). Sistem buka-tutup merupakan suatu bentuk pengaturan yang tepat untuk
pengelolaan lokasi pemijahan dengan catatan adanya pengawasan yang ketat dan
penegakan hukum.
Ekosistem kawasan pantai memiliki peran dan fungsi spesifik dan saling terkait
satu sama lain.
pesisir yang berperan penting dalam daur hidup dan rantai makanan bagi biota-biota laut
yang hidup di ekosistem terumbu karang. Ketiga ekosistem ini saling mendukung untuk
menjaga keseimbangan alam, shingga kerusakan salah satu ekosistem akan berakibat
pada ekosistem lainnya. Beberapa jenis ikan karang yang tumbuh di daerah padang
lamun mencari makan di daerah perairan dekat kawasan mangrove,begitupun sebaliknya.
Peran ekologis ekosistem mangrove dalam suatu kawasan pesisir adalah sebagai
lokasi nursery ground dan spawning ground bagi ikan; habitat hidup bagi kepiting, udang,
beberapa jenis reptil dan mamalia rawa; serta tempat persinggahan dan mencari makan
bagi burung-burung migrasi. Ekosistem ini juga berperan sebagai penghasil detritus dan
plankton bagi perairan di sekitarnya, sehingga meningkatkan kesuburan perairan. Fungsi
ekologis lainnya adalah menjaga ekosistem terumbu karang dari masukan air limbah
secara langsung dari daratan dan dengan kemampuannya memerangkap sedimen
mangrove juga mampu menjaga pantai dari abrasi, selain itu kawasan ini juga penyedia
bahan kayu arang (Bengen, 2001).
Peran ekologis padang lamun dalam suatu kawasan konservasi alam antara lain
sebagai lokasi nursery ground, feeding ground dan spawning ground bagi berbagai jenis
ikan dan invertebrata laut. Padang lamun juga merupakan lokasi mencari makan bagi
penyu dan burung laut.
dimana padang lamun berperan penting dalam stabilisasi struktur pantai, sehingga dapat
menjaga pantai dari abrasi. Padang lamun juga dapat meningkatkan kandungan oksigen
dan biota aerob dalam sedimen, menyuburkan perairan dan melindungi biota laut bentik
dari kekeringan pada saat pasang surut (Nybakken dalam Bengen, 2001).
IV.3
Karimunjawa
sangat
potensial
sebagai
tujuan
wisata
karena
merupakan daerah kepulauan dengan topografi yang menyajikan keindahan alam asli,
selain itu juga mempunyai keanekaragaman hayati seperti terumbu karang, lamun dan
mangrove. Rencana pengembangan pariwisata alam laut memiliki tujuan, antara lain (1)
Menentukan kegiatan-kegiatan wisata alam laut yang berwawasan lingkungan, (2)
Memberikan alternatif lokasi pembangunan sarana penunjang kegiatan wisata alam laut,
(3) Memberdayakan ekonomi penduduk setempat sebagai unsur utama kegiatan wisata
alam laut, (4) Menambah pengetahuan bagi wisatawan dan penduduk setempat.
Karimunjawa memiliki beberapa potensi wisata diantaranya atraksi alam darat,
atraksi alam perairan, atraksi budaya dan fasilitas penunjang.
Prinsip dalam
19
1. Hiking/Tacking dan Camping, aktivitas ini dapat dilakukan di beberapa pulau di Taman
Nasional Karimunjawa antara lain di P. Karimunjawa Camping Ground Legon Lele
dengan melewati jalur sepanjang 2,5 km. Hiking dapat dilakukan pada jalur Bukit
Bendera, Bukit Tengkorak, Bukit Maming dan jalur darat mangrove di Terusan. Jalur
Bukit Bendera dan Bukit Maming dilengkapi dengan pedoman pengenalan jalur.
Camping ground telah dibuat di Legon Lele dan pembuatan jalan menuju lokasi dan
arboretum seluas 1 hektar.
2. kegiatan penelusuran hutan mangrove dapat dilakukan di Kemujan dengan
menggunakan kano. Kegiatan ini akan dilengkapi juga dengan kegiatan interpretasi
pada tahun 2004, dan pembuatan plot permanen dengan pelabelan pohon.
Sementara jalur mangrove masih dalam tahap rencana untuk lima tahun kedepan.
3. Berjemur, aktivitas ini dapat dilakukan di sebelah barat P. Menjangan besar dan kecil.
4. Wisata penelusuran goa dapat dilakukan di goa Sarang di P. Parang.
5. Atraksi penyu bertelur di pulau Sintok pada musim bertelur.
6. Pemantauan burung, dapat dilakukan di zona perlindungan wilayah daratan.
IV.3.2
IV.3.3
Kegiatan Budaya
Atraksi budaya di Kepulauan Karimunjawa terbagi kedalam 3 jenis, yaitu :
suku
yang
mendiami
kepulauan
Karimunjawa
dapat
dimanfaatkan sebagai atraksi wisata budaya. Rumah adat suku Bugis dapat dijumpai di
Dukuh Batu Lawang, Dukuh Legon Gede dan Dukuh Tlogo, P. Kemujan. Suku Buton
banyak mendiami P. Nyamuk, suku Madura mendiami Dukuh Telaga, P. Kemujan dan
Dukuh Karimun, P. Karimunjawa.
21
BAB V
PERMASALAHAN
Taman nasional merupakan salah satu bentuk kawasan pelestarian alam yang
mempunyai ciri khas tertentu, baik di daratan maupun perairan. Taman nasional memiliki
fungsi perlindungan, sistem penyangga kehidupan, pelestarian keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya.
Sebagai kawasan perlindungan alam, taman nasional memiliki ekosistem asli yang
dikelola dengan sistem zonasi serta mempunyai fungsi sebagai tempat penelitian,
pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Selain itu taman nasional juga
mempunyai tujuan untuk menjaga keanekaragaman sumberdaya alam hayati maupun
keberadaan sumberdaya non-hayati dan menunjang peningkatan kesejahteraan rakyat.
Tujuan lainnya adalah sebagai sarana pelestarian lingkungan hidup untuk saat ini dan
masa mendatang.
Definisi-definisi tersebut diatas merupakan konsep ideal dari sebuah kawasan
perlindungan alam atau taman nasional yang menggambarkan sebuah keseimbangan
antara
kelestarian
dan
pemanfaatan
sumberdaya
alam
untuk
meningkatkan
sumberdaya alam hayati dan non hayati. Permasalahan perlindungan dan pengelolaan
sumberdaya alam di Taman Nasional Karimunjawa adalah kerusakan lingkungan
(Gambar 1) yang diakibatkan oleh eksploitasi yang tak terkendali serta adanya
pencemaran dari darat. (Pemkab Jepara, 2001).
Kepulauan Karimunjawa memiliki karakteristik masyarakat yang sebagian besar
adalah nelayan tangkap.
masyarakat saat ini adalah adanya penurunan hasil tangkapan. Penurunan hasil tangkap
diakibatkan oleh pola penangkapan ikan yang tidak lestari, yaitu pengoperasian alat-alat
tangkap yang memiliki efektifitas daya tangkap yang tinggi dengan selektifitas yang
rendah seperti penggunaan jaring muroami dan sianida.
WCS - 2003
bahwa kondisi sumberdaya ikan di seluruh Kep. Karimunjawa mendapatkan tekanan yang
sama oleh aktifitas perikanan. Tekanan yang terus menerus dalam jangka waktu yang
lama terhadap sumberdaya perikanan akan mengakibatkan penurunan hasil tangkapan
dan ukuran ikan.
Tidak adanya lokasi yang tertutup dari aktifitas penangkapan dan berfungsi
sebagai lokasi pemulihan, mengakibatkan sulitnya pemulihan stok ikan.
Untuk itu
Kelembagaan
Kepulauan Karimunjawa tidak hanya dapat dipandang sebagai sebuah kawasan
perlindungan alam akan tetapi juga memiliki fungsi sebagai kawasan yang dimanfaatkan
oleh masyarakat lokal sebagai tempat tinggal dan sumber mata pencaharian. Kepulauan
Karimunjawa juga merupakan wilayah umum yang memungkinkan berbagai pihak untuk
melaksanakan
kepentingan-kepentingannya,
sehingga
mereka
akan
saling
menuntut sebuah pengelolaan yang melibatkan berbagai pihak untuk dapat saling
mempengaruhi secara positif. Permasalahan yang dirasakan dalam pengelolaan Taman
Nasional Karimunjawa selama ini adalah terbatasnya koordinasi dan kerjasama antar
pihak dalam hal pengelolaan.
program-program yang terpadu diantara pihak-pihak terkait seperti Balai Taman Nasional,
Badan Perencanaan Daerah, Pemerintah Daerah, masyarakat dan pihak-pihak lainnya
dalam pengelolaan wilayah Kep. Karimunjawa.
Sistem pengawasan kawasan juga merupakan faktor penting dalam menjamin
efektifitas
pengelolaan
keikutsertaan
kawasan
masyarakat
pengawasan dilakukan.
juga
perlindungan
menyebabkan
alam.
Kurangnya
semakin
sulitnya
apresiasi
dan
proses-proses
Taman Nasional Karimunjawa adalah sistem pengamanan yang belum strategis dan
partisipatif, kurangnya sumberdaya dan sarana, sulitnya birokrasi yang menghambat
proses penyelesaian kasus pelanggaran serta tidak adanya kesamaan pemahaman
antara balai dan masyarakat.
Kurangnya kegiatan sosialisasi yang dilakukan baik di tingkat pengambil kebijakan
maupun di tingkat masyarakat mengenai zonasi yang akan diterapkan berimplikasi
terhadap ketidakpatuhan masyarakat terhadap kebijakan tersebut. Untuk itu sosialisasi
secara terus menerus harus dilakukan bukan hanya untuk sosialisasi zonasi, tetapi untuk
semua kegiatan yang akan dilaksanakan agar semua pihak mampunyai kesempatan yang
sama
untuk
mendapatkan
informasi.
Proses
ini
diharapkan
mengurangi
dan
mengeliminasi tumpang tindih kegiatan serta tujuan dan sasaran kegiatan dapat dicapai
dengan optimal.
Kegiatan penelitian yang selama ini dilakukan di Karimunjawa bukan tidak
bermanfaat namun hasil penelitian yang dilakukan minimal memberikan rekomendasi
terhadap proses pengelolaan selanjutnya.
Masyarakat
Penerimaan dan peran serta masyarakat terhadap pola pengelolaan sangat
tanggung jawab Balai Taman Nasional sebagai pengelola kawasan lindung, tetapi juga
merupakan tanggung jawab instansi-instansi terkait, akademisi dan lembaga-lembaga
lain.
V.4
beberapa
syarat
yaitu
konservasi, pendidikan,
penelitian,
partisipasi
25
masyarakat, ekonomi dan rekreasi. Secara langsung ataupun tidak langsung kegiatan
pariwisata akan berdampak terhadap kondisi lingkungan dan sosial ekonomi dan budaya.
WCS - 2003
Gambar 2. Salah satu bentuk penggunaan alat tangkap yang merusak ekosistem terumbu
karang di Kep. Karimunjawa.
Dampak kegiatan pariwisata terhadap lingkungan antara lain penurunan kualitas
perairan, meningkatnya kebutuhan lahan, meningkatnya sampah dan polusi. Selain itu
dampak terhadap sosial ekonomi dan budaya antara lain bertambahnya lapangan
pekerjaan yang berdampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat, masuknya
budaya luar, serta kecemburuan sosial antara pelaku wisata dan masyarakat.
26
BAB VI
PEMBAHASAN
Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ) merupakan penanggungjawab
pengelolaan ekosistem kawasan Taman Nasional Karimunjawa dalam rangka konservasi
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya berdasarkan perundang-undangan yang
berlaku. Dalam melaksanakan tanggung jawab ini, BTNKJ menyadari pentingnya
partisipasi dan keterlibatan dari semua pihak yang memiliki kepentingan di Karimunjawa.
Permasalahan yang terjadi di Karimunjawa sudah sangat kompleks dan merupakan hasil
rangkaian proses yang telah berlangsung lama. Dibutuhkan suatu paradigma baru untuk
melakukan perubahan dalam sistem pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa.
Paradigma ini harus mencakup aspek sosial ekonomi, ekologi, dan kebijakan.
Sistem pengelolaan yang telah berlangsung sampai saat ini memiliki kelemahan
dan kekurangan. Penegakan peraturan dan kebijakan yang berlaku dianggap hanya
merupakan tanggung jawab pihak Balai Taman Nasional. Hal ini dapat diidentifikasi dari
rendahnya tingkat partisipasi dan penerimaan masyarakat serta pihak-pihak lain dalam
melaksanakan aturan dan kebijakan yang telah ditentukan.
Diberlakukannya UU nomor 22 tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah
mendorong Balai Taman Nasional Karimunjawa untuk merancang suatu sistem
pengelolaan bersama (Collaborative Management). Pada pasal 10 disebutkan mengenai
kewajiban daerah untuk mengelola dan melestarikan sumberdaya nasional yang ada di
wilayahnya. Usaha pengelolaan dan pelestarian ini harus melibatkan semua pihak yang
memiliki kepentingan di Karimunjawa, seperti Pemerintah Daerah, lembaga swadaya
masyarakat, perguruan tinggi, lembaga penelitian, masyarakat, sektor swasta dan pihakpihak lain.
Melihat kompleksitas permasalahan di Karimunjawa, diperlukan suatu pendekatan
yang menyeluruh dengan visi bersama dan satu proses koordinasi yang terencana, agar
mekanisme kerjasama dapat berjalan sebagaimana mestinya. Diperlukan komitmen
kelembagaan yang kuat dalam melakukan pengelolaan Karimunjawa. Alternatif solusi
dibawah ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk menyusun strategi pengelolaan dalam
rangka menyelesaikan permasalahan yang ada di Karimunjawa.
VI.1 Membangun Forum Stakeholders Karimunjawa
Forum Stakeholders Karimunjawa dapat menjadi media komunikasi untuk
berbagai kepentingan yang berkaitan dengan pengelolaan Karimunjawa. Balai Taman
Nasional diharapkan berperan sebagai inisiator forum, masyarakat berperan sebagai
pengguna sumberdaya alam dan MUSPIKA berperan sebagai rekanan BTN dalam
melaksanakan penegakan hukum di Karimunjawa. Forum ini berfungsi mencari solusi
bagi permasalahan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya alam di
Karimunjawa, termasuk mencari alternative livelihood bagi masyarakat Karimunjawa,
apabila sistem pengelolaan yang baru diimplementasikan. Forum yang beranggotakan
semua pemangku kepentingan di Karimunjawa bertugas mengidentifikasi peran-peran
spesifik dari masing-masing pihak, membangun kesepakatan bersama dan koordinasi.
Keberadaan forum ini diharapkan mampu mengakomodasi seluruh kepentingan untuk
menghindari tumpang tindih pelaksanaan program kerja.
Peran spesifik melibatkan kerjasama antara pemerintah daerah,
Balai Taman
kepentingan diharapkan dapat saling mengisi sehingga pola pengelolaan yang akan
diterapkan dapat dilakukan secara terpadu dan menyeluruh. Salah satu keuntungan dari
mekanisme ini adalah adanya penanganan yang efektif dan efisien dari masing-masing
pihak yang menguasai bidangnya sehingga tiap permasalahan dapat diselesaikan dengan
baik.
Salah satu wujud kerjasama telah dilakukan melalui proses zonasi yang
melibatkan masyarakat, pemerintah daerah, taman nasional, perguruan tinggi, sektor
swasta dan pihak independen.
dukungan, keterlibatan dan kepatuhan dari semua pihak untuk menjalankan kebijakan
yang telah disepakati.
Balai
Taman
Nasional
sebagai
badan
pengelola
memiliki
peran
untuk
28
untuk ikut berpartisipasi. Komunikasi yang satu arah dari pihak BTNKJ ke masyarakat
telah mengarahkan pemikiran bahwa konservasi identik dengan larangan.
Salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan TNKJ
adalah tanggung jawab untuk mengelola HPWP (Hak Pengelolaan Wilayah Perikanan),
yaitu hak untuk menghalangi orang lain untuk ikut serta dalam wilayah tertentu yang telah
dijadikan obyek hak, hak untuk menetapkan jenis dan jumlah penggunaan sumberdaya
alam dalam wilayah tersebut, hak untuk mengambil derma (pungutan) dari pemakai
sumberdaya alam, pajak atau sewa dari penjualan hak-hak tersebut (Nikijuluw, 2002).
Studi sosial dapat juga dipakai sebagai salah satu bentuk partisipasi publik,
karena masyarakat secara langsung diminta pendapat mengenai zonasi. WCS pada
tahun 2003 telah melakukan survei sosial ekonomi tentang zonasi di Kep. Karimunjawa.
Hasil dari survey tersebut menunjukan bahwa masyarakat mempunyai usulan lokasilokasi yang dapat dijadikan zona inti (Gambar 3). Walau tidak seluruh usulan
terakomodasi, hasil survey tersebut menjadi acuan bagi Balai Taman Nasional dalam
penetapan zona yang dapat diterima masyarakat.
Jumlah
responden
19
14
12
11
10
10 10
9
10
9
8
7
5
4
3
1
taka timur
taka tengah
gosong cemara
gosong kemloko
taka besi
gosong kumbang
sintok
gosong katang
seruni
cendikian
gundul
sambangan
katang
2
1
cemara kecil
cemara besar
parang
bengkoang
taka burung
menjangan kecil
menjangan besar
tengah
kumbang
timur nyamuk
meyawakan
taka menyawakan
1
timur kumbang
kecil
1
taka selikur
burung
krakal
geleang
karang kapal
1
barat karimun
kembar
timur genting
taka seruni
3
2
nyamuk
20
19
18
17
16
15
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Lokasi
masyarakat akan sepakat mendukung keberadaan zona inti selama penegakan hukum
dilakukan dengan benar dan adanya pelarangan alat tangkap yang tidak ramah
lingkungan seperti Muroami, Jaring Ambai, Jaring Pocong, Jaring Kursin, Potas dan alat
bantu Kompressor.
VI.3 Pengaturan Ulang Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Kunci keberhasilan penerapan manajemen dalam rangka pemanfaatan sumber
daya perikanan yang berkesinambungan terletak pada dukungan dari masyarakat
sebagai pelaku utama. Tanpa dukungan dari masyarakat, proses-proses pengelolaan
sumberdaya perikanan di Karimunjawa tidak akan memberikan perubahan yang berarti.
Kegagalan pengelolaan akan memberikan dampak negatif bagi masyarakat nelayan.
Kerugian terbesar bagi masyarakat adalah berkurangnya stok ikan yg mengarah kepada
hilangannya rantai ekonomi sumberdaya perikanan yang selama ini menjadi sumber mata
pencaharian utama (Marnane et al., 2004).
Penurunan stok ikan di Karimunjawa diindikasikan oleh penurunan hasil tangkap,
dilihat dari kuantitas maupun kualitas ikan yang tertangkap.
perikanan yang relatif tinggi membutuhkan waktu untuk pulih secara alami.
Untuk mewujudkan pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan
dibutuhkan keseriusan dan konsistensi pemerintah daerah dan instansi terkait dalam
penerapan kebijakan. Keseriusan dan konsistensi pemerintah ini diwujudkan dengan
regulasi bidang perikanan yang sesuai dengan ketersediaan sumberdaya perikanan dan
kebutuhan masyarakat setempat. Namun pada kenyataannya regulasi bidang perikanan
yang diterbitkan dan menjadi acuan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan di
Karimunjawa selama ini kurang sesuai dengan ketersediaan sumberdaya ikan yang ada
dan juga tidak sesuai dengan tipologi perairan kepulauan Karimunjawa.
VI.4 Penegakan Hukum
Tidak efektifnya pelaksanaan pengamanan kawasan sangat tergantung kepada
keseriusan pihak berwajib dalam menegakkan hukum sesuai aturan yang berlaku. Salah
satu syarat yang harus dipenuhi adalah adanya kejelasan mekanisme dan prosedur
hukum yang bisa menjadi pedoman pihak yang berwajib dalam menindak setiap
pelanggaran yang terjadi.
Selain itu masalah yang sering terjadi adalah kebocoran informasi tentang jadwal
patroli. Hal ini harus diantisipasi dengan membentuk tim khusus yang mempunyai
wewenang untuk menentukan kapan dan dimana patroli akan dilaksanakan sehingga
dapat mencapai target yang diinginkan. Sebagai contoh, tim khusus tersebut dapat
30
berupa kelompok yang diprakarsai oleh BTN dan beberapa wakil masyarakat
Karimunjawa dengan nama Pamswakarsa, yang dibentuk untuk melakukan pengawasan
terhadap kemungkinan adanya kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam ilegal di dalam
kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Inisiatif bersama ini merupakan suatu tindakan
positif yang dapat memecahkan masalah penegakan hukum dalam pengelolaan suatu
kawasan konservasi. Kegiatan seperti ini perlu dikembangkan dan diperbaiki lagi di masa
yang akan datang, dengan harapan partisipasi masyarakat didasarkan pada kesadaran
dan
tanggungjawab
bersama
untuk
melakukan
pengelolaan
sumberdaya
alam
Karimunjawa.
Kendala yang timbul dalam pelaksanaan patroli rutin adalah kurangnya dukungan
finansial untuk membiaya operasional patroli.
seluruh lapisan masyarakat sangat dibutuhkan, antara lain dengan cara ikut serta
mengawasi dan menindak setiap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
VI.5 Program Monitoring Kondisi Ekosistem dan Sumberdaya Alam
Kondisi ekosistem dan sumberdaya alam suatu daerah selalu mengalami
perubahan, baik secara alami maupun akibat pengaruh manusia.
Karimunjawa yang
terletak pada daerah khatulistiwa cenderung tidak mengalami perubahan yang drastis
secara alami. Perubahan akibat pengaruh manusia merupakan ancaman terbesar karena
seringkali melampaui daya dukung alami ekosistem tersebut.
Dalam suatu sistem pengelolaan, badan pelaksana perlu mengetahui perubahan
kondisi potensi sumberdaya dan seberapa besar potensi yang dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan semua pihak dan tetap berada dalam batas-batas pemanfaatan yang
sustainable. Kurangnya data yang akurat mengenai kondisi ekosistem dan sumberdaya
alam Karimunjawa dapat ditanggulangi dengan program monitoring yang terpadu dan
berkesinambungan.
Monitoring yang kontinyu dapat menghasilkan suatu set data yang menjelaskan
dengan baik adanya perubahan-perubahan yang terjadi di ekosistem, juga dapat
mengidentifikasi dan mencegah meluasnya degradasi kondisi ekosistem. Hasil dari
kegiatan ini sangat penting dalam rancangan suatu perencanaan mengenai pemanfaatan
dan pengelolaan selanjutnya.
31
BAB VII
PROSES PENATAAN ZONASI
Taman Nasional Karimunjawa sebagai kawasan pelestarian alam memiliki fungsi
yang kompleks yaitu sebagai daerah perlindungan bagi sistem penyangga kehidupan
masyarakat karimunjawa, pelestarian keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta
pemanfaatan yang adil dan berkelanjutan. Pengelolaan kawasan taman nasional dikelola
dengan sistem zonasi sesuai dengan PP No.68 tahun 1998.
Penataan zonasi merupakan kondisi awal yang harus dipenuhi sebelum
meningkat
kepada
proses
pengembangan
kawasan,
pemanfaatan
dan
sistem
pengelolaan yang efektif. Salah satu kebutuhan taman nasional yang cukup mendasar
adalah penataan zonasi dengan mempertimbangkan ekosistem dan masyarakat secara
menyeluruh, sehingga dalam pelaksanaannya mampu menjalankan fungsi kawasan
pelestarian alam dan didukung secara penuh oleh semua pihak termasuk masyarakat
Karimunjawa.
Dalam rangka mewujudkan keinginan ini, taman nasional perlu didukung oleh
semua pihak terkait.
melibatkan seluruh pihak terkait, mulai dari tahapan perencanaan sampai dengan
monitoring dan evaluasi yang tidak bisa dipisahkan. Langkah-langkah koordinasi lintas
sektor dan kordinasi teknis perlu secara rinci diidentifikasi dan dijalankan sehingga tidak
melahirkan konflik kepentingan antar sektor. Harapan kedepan adalah partisipasi aktif
dari seluruh pihak untuk mendukung manajemen taman nasional sehingga taman
nasional dapat mengemban fungsinya dengan baik dan memberikan manfaat yang
optimal bagi pembangunan Karimunjawa.
Keterpaduan langkah dari seluruh pihak terkait diharapkan mampu mempertajam
aspek-aspek penataan zonasi (biofisik, sosial ekonomi masyarakat, kelembagaan,
rencana pembangunan daerah).
VII.1 Identifikasi Isu
Proses ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi yang ada dan mungkin timbul di
Karimunjawa yang berkaitan dengan sumberdaya alam, kelembagaan, masyarakat dan
pola pemanfaatan perikanan.
VII.2 Pengumpulan Data
Proses ini dilaksanakan untuk mengetahui kondisi kawasan Taman Nasional
Karimunjawa. Kegiatan yang dilaksanakan adalah:
1. Survei ekologi
Survey ekologi dapat dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu: (1) Terumbu karang,
(2) invertebrata, dan (3) Ikan karang. Survei ini bertujuan untuk mengetahui kondisi
ekosistem terumbu karang. Hasil survei digunakan sebagai input data dan informasi
dalam penataan zonasi di kawasan taman nasional.
2. Sosial ekonomi
Survei ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman masyarakat tentang zonasi
yang ada.
WCS - 2004
Gambar 4. Lokakarya tingkat desa yang diikuti oleh perwakilan masyarakat Karimunjawa
di balai desa Karimunjawa.
menampung aspirasi semua pihak yang terkait dalam rangka penyusunan naskah
zonasi. Hasil dari lokakarya ini adalah (1) Rumusan rancangan naskah zonasi, (2)
Membentuk tim teknis yang bertugas menyusun naskah zonasi Taman Nasional
Karimunjawa dan melakukan konsultasi public (Gambar 5).
WCS - 2004
Gambar 5. Lokakarya Jepara II yang diikuti oleh Pemda, instansi terkait, perguruan tinggi,
swasta, LSM dan masyarakat di Ruang I Setda Kabupaten Jepara.
4. Kelompok Kerja Kajian zonasi
Kelompok kerja ini merupakan penjelmaan dari tim teknis yang bertugas melakukan
pembahasan draft zonasi dan sosialisasi dalam rangka mencari masukan dari semua
pihak yang terkait.
34
35
BAB VIII
ZONASI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA
VIII.1
Kawasan Konservasi
Kawasan konservasi laut merupakan suatu kawasan di pesisir dan laut yang
mencakup daerah intertidal, subtidal, dan kolom air diatasnya, dengan beragam flora dan
fauna yang berasosiasi didalamnya, memiliki nilai ekologis, ekonomis, sosial dan budaya.
Proses perencanaan kawasan zonasi harus didasarkan pada sasaran dan tujuan
kawasan konservasi yang jelas.
suatu sistem zonasi sebagai salah satu bahan acuan untuk melakukan pengelolan yang
mencakup wilayah laut.
Pengelolaan kawasan Taman Nasional tidak hanya tergantung dari sistem zonasi,
tetapi terkait juga dengan kelembagaan Balai Taman Nasional Karimunjawa yang
berperan sebagai aktor utama dalam pengelolaan kawasan konservasi di Karimunjawa
yang didukung oleh peraturan dan peran serta masyarakat. Ada beberapa syarat yang
harus dipenuhi suatu wilayah untuk mewujudkan kondisi yang ideal zonasi Taman
Nasional Laut Karimunjawa sebagai kawasan konservasi yaitu : (1) Merupakan daerah
pemijahan ikan, (2)
melindungi habitat spesies penting (Ikan, Karang, Invertebrata, Lamun dan Mangrove), (4)
logis dalam pengelolaan, (5) wilayah yang diusulkan oleh masyarakat.
Sistem zonasi untuk kawasan Taman Nasional Laut digunakan untuk membagi
kawasan taman nasional menjadi beberapa zona, sehingga penentuan kegiatan-kegiatan
di tiap zona dapat dilakukan secara tepat dan efektif guna mencapai tujuan pengelolaan
taman nasional sesuai dengan fungsi dan peruntukkannya (Dirjen PHKA, 2002). Karena
alasan diatas, zonasi merupakan prasyarat mutlak keberadaan suatu taman nasional.
Supporting tools yang dapat mendukung keberhasilan pengelolaan Taman Nasional Laut
antara lain (Gulland dalam Nikijuluw, 2002)
1.
2.
Penutupan musiman
3.
VIII.2
bergantung pada kekhasan, situasi dan kondisi kawasan yang dikelola. Oleh sebab itu
pemilihan lokasi dan manajemen hendaknya didasarkan pada kriteri-kriteria berikut
(Nikijuluw, 2002):
1. Diterima nelayan; Alternatif lokasi harus diterima mayoritas nelayan secara, social,
budaya dan politik. Hal ini sangat penting terutama pada perikanan skala kecil karena
penegakan hukum dan peraturan sangat sulit dilaksanakan.
2. Diterapkan secara bertahap; Pelaksanaan secara bertahap ini agar nelayan secara
perlahan dapat menyesuaikan kegiatan perikanannya dengan sesuatu yang baru
serta memberikan ruang terhadap pengelola untuk melihat dan mengevaluasi dampak
negatif yang terjadi.
3. Fleksibilitas; Pendekatan manajemen harus dapat disesuaikan dengan perubahan
kondisi biologi dan ekonomi.
mengidentifikasi dan memilih lokasi perlindungan secara obyektif. Kriteria tersebut terdiri
atas kelompok kriteria ekologi, sosial dan ekonomi (Salm dalam Bengen, 2001)
VIII.2.1
Kriteria ekologi
Nilai suatu ekosistem dan jenis biota di pesisir dan laut dapat dilihat dari kriteria
sebagai berikut:
1. Keanekaragaman hayati; didasarkan pada keragaman atau kekayaan ekosistem,
habitat, komunitas dan jenis biota.
2. Alami; didasarkan pada tingkat degradasi. Lokasi yang terdegradasi mempunyai nilai
yang rendah, misalnya bagi perikanan atau wisata, dan sedikit berkontribusi dalam
proses-proses biologis.
3. Ketergantungan; didasarkan pada tingkat ketergantungan spesies pada lokasi, atau
tingkat dimana ekosistem tergantung pada proses-proses ekologis yang berlangsung
di lokasi.
4. Keterwakilan; didasarkan pada tingkat dimana lokasi mewakili semua habitat, proses
ekologis, komunitas biologi, ciri geologi atau karakteristik alam lainnya.
5. Keunikan; didasarkan keberadaan suatu spesies endemik atau yang hampir punah.
6. Integritas; didasarkan pada tingkat dimana lokasi merupakan suatu unit fungsional
dari entitas ekologi.
7. Produktivitas; didasarkan pada tingkat dimana proses-proses produktif di lokasi
memberikan manfaat atau keuntungan bagi biota atau manusia.
8. Kerentanan; didasarkan pada kepekaan lokasi terhadap degradasi baik oleh pengaruh
alam atau akibat aktivitas manusia.
VIII.2.2
Kriteria sosial
Manfaat sosial dan budaya pesisir dapat dilihat dari kriteria sebagai berikut:
atau tingkat dimana kompatibilitas antara sumberdaya alam dan manusia dapat
dicapai.
VIII.2.3
Kriteria ekonomi
Manfaat ekonomi pesisir dapat dilihat dari kriteria sebagai berikut:
didasarkan
pada
nilai
keberadaan
atau
potensi
lokasi
untuk
pengembangan pariwisata.
Selain pilihan alternatif manajemen yang dikemukakan diatas, penentuan kriteria
lokasi
zona-zona
dalam
kawasan
Taman
Nasional
Karimunjawa
hendaknya
pemanfaatan
sumberdaya
alam,
berdasarkan/ditinjau
dari
intensitas
metode pembobotan dan peringkat untuk menentukan lokasi-lokasi potensial bagi zonazona dalam kawasan konservasi berdasarkan aspek ekologi, sosial dan ekonomi
masyarakat. Penentuan lokasi-lokasi daerah perlindungan, dilakukan dengan melalui
beberapa tahap, yaitu:
VIII.4
Variabel-variabel tersebut
khusus dalam penentuan zonasi, harapannya adalah mekanisme zonasi yang nantinya
ditetapkan lebih implementatif.
39
VIII.4.1
Faktor ekologi
40
41
2. Kekayaan Jenis
Keragaman spesies ikan karang di suatu lokasi dapat memberikan gambaran
mengenai biodiversitas perairan tersebut secara umum. Keragaman spesies ikan
karang juga dapat mengindikasikan perubahan yang terjadi akibat pengaruh alam
atau manusia dalam suatu ekosistem terumbu karang.
Metode yang digunakan untuk mengukur parameter ini adalah metode Timed
Swim, yaitu dengan menjelajahi areal terumbu karang selama 60 menit sambil mencatat
setiap spesies ikan karang yang ditemui, kecuali ikan dari Famili Gobiidae, Blenniidae,
dan Tripterygiidae.
VIII.4.2.4 Penyu
Variabel keberadaan penyu mencakup lokasi dan jumlah sarang, berisi informasi
lokasi pantai- pantai peneluran dan jumlah sarang yang ditemukan pada musim peneluran
Desember 2003 - Februari 2004 . Sampai saat ini spesies penyu yang ditemukan di
Karimunjawa hanya dua jenis, yaitu Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) yang termasuk
kategori hewan dilindungi (Appendix I, Red Book CITES) dan Penyu Hijau (Chelonia
mydas) yang termasuk kategori hewan yang terancam (Appendix II, Red Book CITES)
yang telah diadopsi oleh pemerintah RI ke dalam UU Nomor 5 tahun 1990 dan PP no 7
tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi.
VIII.4.2.5 Padang Lamun
Padang lamun memberikan makanan bagi penyu, sekitar 100 jenis ikan, unggas
air dan beberapa jenis mamalia air (manatee dan dugong). Padang lamun juga
mendukung jaring makanan yang kompleks dengan virtue struktur fisik dan produktifitas
primer. Padang lamun menjadi tempat memijah (breeding ground) dan asuhan (nursery
ground) bagi jenis-jenis populasi crustacean, ikan dan kerang-kerangan. Lamun
merupakan basis rantai makanan penting bagi detritus. Tanaman lamun menyaring
nutrien dan kontaminan dari perairan, stabilisator sedimen dan peredam gelombang.
Ekosistem padang lamun setingkat dengan terumbu karang dan mangrove sebagai
habitat pesisir yang paling produktif dan ketiga habitat ini saling terkait satu sama lain,
sehingga kehilangan lamun dapat menjadi faktor penyumbang degradasi perairan (Short
and Coles, 2001).
1. Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dari abrasi, penahan
lumpur dan perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air permukaan
2. Sebagai penghasil sejumlah besar detritus, terutama yang berasal dari daun dan
dahan pohon mangrove yang rontok. Sebagian dari detritus ini dapat dimanfaatkan
sebagai bahan makanan bagi pemakan detritus, dan sebagian lagi diuraikan secara
bakterial menjadi mineral-mineral hara yang berperan dalam penyuburan perairan
3. Sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makanan (feeding ground)
dan daerah pemijahan (spawning ground) bermacam biota perairan (ikan, udang dan
kerang-kerangan) baik yang hidup di perairan pantai maupun lepas pantai
Penilaian terhadap parameter mangrove berdasarkan keberadaan mangrove di
Taman Nasional Karimunjawa yang dilakukan dengan pengamatan visual.
VIII.4.2.7 Daerah pemijahan kerapu
Monitoring ikan di daerah pemijahan kerapu dilakukan untuk mengetahui frekuensi
ukuran dari jumlah ikan kerapu yang menjadi target komersil.
kepulauan
Karimunjawa
dibagi
kedalam
40
kelompok
lokasi.
35. Kembar
36. Nyamuk Timur (terumbu tepi timur P. Nyamuk dari legon sampai karang Tengah)
37. Nyamuk Barat (terumbu tepi barat P. Nyamuk dari karang Tengah sampai legon)
38. Katang
39. Karang Katang
40. Karang Besi
Nilai
Penting
Pola pemanfaatan
sumberdaya
(Fishing pressure)
Usulan masyarakat
Keterwakilan ekosistem
Luasan area
Kedekatan dan
keterlihatan dari lokasi
berpenduduk
Ekologis
2.5
Kepemilikan lahan
Deskripsi
Pola pemanfaatan sumberdaya merupakan faktor yang
paling penting dalam penentuan daerah perlindungan.
Variabel ini sangat terkait langsung dengan pendapatan
masyarakat yang sebagian besar nelayan. Lokasi daerah
perlindungan diharapkan akan memberikan dampak
seminimal mungkin terhadap pengurangan lokasi
penangkapan ikan.
Usulan masyarakat merupakan variabel terpenting,
dimana ini sangat terkait dengan tingkat penerimaan dan
kepatuhan terhadap daerah perlindungan dan peraturan
didalamnya
Dari aspek ekologis, keterwakilan habitat merupakan
faktor terpenting dalam penentuan daerah perlindungan
untuk tetap menjamin kekayaan dan keragaman hayati.
Ekosistem terumbu karang, lamun dan mangrove
merupakan suatu kesatuan sistem ekologi yang saling
terkait dalam mendukung kehidupan hayati di dalamnya.
Luasan daerah perlindungan memiliki nilai penting yang
tinggi. Hal ini didasarkan atas tujuan dari pembentukan
daerah perlindungan yaitu sebagai sumber keragaman
dan kelimpahan hayati untuk mendukung ketersediaan
sumberdaya yang berkelanjutan bagi daerah disekitarnya.
Salah satu faktor penting dari pengelolaan kawasan
konservasi adalah adanya pengawasan. Kemudahan
akses ke daerah perlindungan sangat mendukung
efektifitas pengelolaan dan pengawasan.
Variabel ini cukup penting dalam meningkatkan efektivitas
pengawasan oleh masyarakat secara langsung.
Berdasarkan kondisi ekologis di Karimunjawa secara
umum, relatif homogen antara satu lokasi dengan lokasi
yang lain oleh karena itu variabel ekologis tidak
memberikan nilai penting yang terlalu tinggi dalam
penentuan lokasi daerah perlindungan.
Berdasarkam kondisi dan isu kepemilikian lahan di
kepulauan karimunjawa, variabel ini tidak memberikan
nilai penting yang tinggi dalam penentuan daerah
perlindungan.
45
VIII.7
tertinggi/prioritas utama) dan hasil lokakarya (Jepara II dan Desa), diusulkan beberapa
lokasi sebagai zona inti (Tabel 5).
VIII.7.2
sedang/prioritas kedua) dan hasil lokakarya (Jepara dan Desa), diusulkan beberapa
lokasi sebagai alternative zona inti (Tabel 6).
VIII.7.3
dititikberatkan pada nilai intensitas perikanan dan hasil lokakarya Desa, diusulkan
beberapa lokasi sebagai pengaturan alat tangkap (Tabel 7).
46
No
1
Tengah
Tanjung Kemujan
Tanjung Gelam
P. Cemara Kecil
Taka Menyawakan
Kumbang
Alasan
(Reason)
rendahnya tingkat pemanfaatan sumberdaya alam
(Fishing pressure)
termasuk lokasi yang diusulan masyarakat
memiliki ekosistem terumbu karang,
memiliki luasan terumbu karang 6,19 Km2
jarak dari pelabuhan terdekat 3,76 Km
lokasi tidak terlihat dari pemukiman
secara umum memiliki kondisi karang yang baik dan
kekayaan jenis ikan karang yang tinggi
lahan dimiliki secara pribadi
tingkat pemanfaatan sumberdaya alam (Fishing
pressure) sangat rendah
tidak termasuk lokasi yang diusulan masyarakat
memiliki ekosistem terumbu karang,
memiliki luasan terumbu karang 48.28 Km2
jarak dari pelabuhan terdekat 6.7 Km
lokasi masih terlihat dari pemukiman
lahan dimiliki oleh masyarakat
tingginya tingkat pemanfaatan sumberdaya alam
(Fishing pressure)
tidak termasuk lokasi yang diusulan masyarakat
memiliki ekosistem terumbu karang, Seagrass dan
mangrove
2
memiliki luasan terumbu karang 58.02 Km
jarak dari pelabuhan terdekat 9.46 Km
lokasi masih terlihat dari pemukiman
lahan dimiliki oleh masyarakat
tingkat pemanfaatan sumberdaya alam (Fishing
pressure) masih tinggi
termasuk lokasi yang diusulan masyarakat
memiliki ekosistem terumbu karang dan seagrass
memiliki luasan terumbu karang 7.07 Km2
jarak dari pelabuhan terdekat 7.72 Km
lokasi tidak terlihat dari pemukiman
memiliki tingkat biomassa ikan karang yang tinggi
lahan dimiliki secara pribadi
tingkat pemanfaatan sumberdaya alam (Fishing
pressure) relatif tinggi
termasuk lokasi yang diusulan masyarakat
memiliki ekosistem terumbu karang
memiliki luasan terumbu karang 0.35 Km2
jarak dari pelabuhan terdekat 16.56 Km
lokasi tidak terlihat dari pemukiman
tingkat pemanfaatan sumberdaya alam (Fishing
pressure) relatif rendah
tidak termasuk lokasi yang diusulan masyarakat
memiliki ekosistem terumbu karang, seagrass
memiliki luasan terumbu karang 26.41 Km2
jarak dari pelabuhan terdekat 4.62 Km
lokasi masih terlihat dari pemukiman
lahan dimiliki secara pribadi
47
Barat Kemujan
Timur Bengkoang
P. Burung
Alasan
(Reason)
tingkat pemanfaatan sumberdaya alam (Fishing
pressure) relatif rendah
tidak termasuk lokasi yang diusulan masyarakat
memiliki ekosistem terumbu karang dan seagrass
memiliki luasan terumbu karang 46.71Km2
jarak dari pelabuhan terdekat 5.35Km
lokasi tidak terlihat dari pemukiman
memiliki kekayaan jenis ikan karang yang tinggi
lahan dimiliki oleh BTN
tingkat pemanfaatan sumberdaya alam (Fishing
pressure) relatif tinggi
tidak termasuk lokasi yang diusulan masyarakat
memiliki ekosistem terumbu karang, mangrove dan
seagrass
memiliki luasan terumbu karang 44.93 Km2
jarak dari pelabuhan terdekat 5.35 Km
lokasi terlihat dari pemukiman
memiliki kekayaan jenis yang tinggi
lahan dimiliki oleh masyarakat
tingginya tingkat pemanfaatan sumberdaya alam
(Fishing pressure)
tidak termasuk lokasi yang diusulan masyarakat
memiliki ekosistem terumbu karang, mangrove dan
seagrass
memiliki luasan terumbu karang 17.70 Km2
jarak dari pelabuhan terdekat 8.39 Km
lokasi tidak terlihat dari pemukiman
lahan dimiliki oleh masyarakat
tingkat pemanfaatan sumberdaya alam (Fishing
pressure) relatif tinggi
tidak termasuk lokasi yang diusulan masyarakat
memiliki ekosistem terumbu karang dan seagrass
memiliki luasan terumbu karang 2.38 Km2
jarak dari pelabuhan terdekat 10.17 Km
lokasi tidak terlihat dari pemukiman
kekayaan jenis karang termasuk kategori sedang
lahan dimiliki secara pribadi
48
Tenggara P. Seruni
P. Kecil
Barat Karimunjawa
P. Menyawakan
Alasan
(Reason)
tingkat pemanfaatan sumberdaya alam (Fishing
pressure) relatif rendah
tidak termasuk lokasi yang diusulan masyarakat
memiliki ekosistem terumbu karang dan seagrass
memiliki luasan terumbu karang 19.48 Km2
jarak dari pelabuhan terdekat 3.02 Km
lokasi tidak terlihat dari pemukiman
kekayaan jenis karang dan ikan karang termasuk
kategori sedang dibandingkan dengan lokasi lain.
lahan dimiliki secara pribadi
49
Gosong Selikur
P. Katang
VIII.8
VIII.8.1
tertutup untuk pengunjung. Dalam penentuan atau pemilihan lokasi zona inti didasarkan
pada beberapa kriteria (VII.3 nomor 3):
1. Merupakan lokasi pemijahan ikan dan biota laut lainnya.
2. Kondisi ekosistem terumbu karang cenderung lebih baik (penutupan karang lebih dari
50%, potensi sumberdaya ikan dan biota lainnya lebih bagus daripada lokasi lainnya).
3. Merupakan suatu kawasan yang mewakili suatu ekosistem, sehingga tidak harus
berbentuk pulau.
4. Luasan zona inti harus proporsional terhadap luasan seluruh kawasan Taman
Nasional.
5. Merupakan daerah pembesaran ikan dan biota-biota laut lainnya.
Aktifitas yang boleh dilakukan di zona inti:
1. Kegiatan penelitian, pendidikan dan ilmu pengetahuan.
2. Kegiatan inventarisasi dan pemantauan potensi kawasan.
3. Perlindungan dan pengamanan.
4. Dokumentasi dalam rangka penelitian, pendidikan dan ilmu pengetahuan.
5. Ijin penelitian diberikan oleh otoritas Taman Nasional Karimunjawa, tergantung pada
terpenuhinya persyaratan yang ditetapkan, termasuk persetujuan atas usulan
penelitian tersebut (tertulis) oleh kepala Taman Nasional Karimunjawa atau pejabat
yang di tunjuk.
50
sebagai wilayah perlindungan spesies, habitat ataupun ekosistem yang bisa mendukung
fungsi dari zona inti.
Kriteria yang digunakan dalam penentuan zona perlindungan yaitu (VII.3 nomor 2
dan 3):
1. Merupakan kawasan yang bisa melapisi dan melindungi zona inti.
2. Kawasan yang mampu mendukung upaya perkembangbiakan jenis satwa yang perlu
dilakukan upaya konservasi.
3. Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu.
4. Daerah yang jauh dari pemukiman (minimal berjarak 1,5 mil)
5. Cukup tersedia makanan bagi ikan
6. Adanya kesepakatan masyarakat
7. Memiliki ekosistem yang masih utuh
8. Tidak ada pencemaran lingkungan
9. Memiliki syarat budidaya
10. Pemanfaatan wisata terbatas
51
Zona pemanfaatan
dengan empat faktor yaitu: jumlah satuan penangkapan yang turut serta menangkap,
kemampuan menangkap, jumlah waktu penangkapan, tersebarnya aktifitas penangkapan
di daerah perikanan pada musim tertentu.
Aktifitas
yang
boleh
dilakukan
di
zona
pemanfaatan
perikanan
adalah
pemanfaatan perikanan tradisional dan kegiatan budidaya dalam karamba. Aktifitas yang
tidak boleh dilakukan di zona pemanfaatan perikanan tangkap adalah semua yang
dilarang pada zona inti (1-5) dan introduksi jenis biota serta penangkapan ikan dengan
menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan (Muroami, Jaring Ambai, Jaring
Pocong, Cantrang dan Sianida). Pembangunan sarana dan prasarana harus dilakukan
dengan ijin khusus.
VIII.8.3.2 Zona pemanfaatan pariwisata
Kawasan perairan yang diperuntukkan sebagai daerah wisata yang berbasis
lingkungan, dengan kriteria mempunyai kondisi lingkungan yang dapat mendukung upaya
pengembangan pariwisata dan rekreasi alam.
52
Zona Rehabilitasi
Diperuntukan bagi pengembalian potensi atau kondisi ekosistem yang telah
mengalami kerusakan tinggi. Zona rehabilitasi adalah daerah dengan penutupan terumbu
karang kurang dari 25% (LIPI). Fungsi dari zona rehabilitasi adalah untuk pemulihan
kawasan yang rusak agar dapat dikembalikan pada fungsi semula.
Aktifitas yang dilarang pada zona rehabilitasi adalah semua yang dilarang pada
zona inti (1-6) dan introduksi jenis biota.
Sanksi pelanggaran pada zona inti dapat dikenakan sanksi berdasarkan UU no 5
tahun 1990
VIII.8.5
Zona penyangga
Terletak
di
luar
wilayah
Taman
Nasional,
dimana
kegiatan
menentukan
batas
dipertimbangkan.
kawasan
konservasi,
namun
alasan
ekologis
harus
ikut
rancangan dari suatu kawasan konservasi. Namun demikian secara umum terdapat dua
kategori ukuran kawsan konservasi yaitu: Kategori disagregasi (sekelompok kawasan
konservasi yang berukuan kecil), dan kategori agregasi (satu kawasan konservasi yang
berukuran besar). Setiap kategori memiliki keunggulan tersendiri. Kawasan konservasi
53
yang berukuran kecil dapat mendukung kehidupan lebih banyak jenis biota dengan relung
yang berbeda-beda, serta tidak merusak semua kawasan konservasi secara bersamaan
bila terjadi bencana. Kawasan konservasi yang berukuran besar menuntut adanya zonasi
yang dimaksud untuk mendukung pengelolaan yang efektif bagi pemanfaatan
berkelanjutan.
dikontrol secara efektif untuk mencapai sasaran dan tujuan kawasan konservasi (Bengen,
2001).
VIII.10
beberapa proses kajian (ekologis, sosekbud dan konsultasi publik) dan hasilnya terdapat
pada tabel 8-10.
54
Tabel 8.
Zonasi
1. Zona Inti
Wilayah Daratan
Pulau
1. P. Burung
2. P. Geleang
Potensi
1. Habitat Burung
Elang laut
2. Vegetasi
merupakan formasi
hutan pantai
dengan kondisi
utuh dan alami
2. Zona
Rimba/
Perlindungan
1. Hutan tropis P.
Karimunjawa,
2.Hutan Mangrove
: P. Kemujan,
P. Cemara
Besar, P. Cemara
Kecil, P.
Menyawakan
1. Hutan hujan
tropis dataran
rendah:
Pengaturan tata
air, Jenis Vegetasi
/ flora, Jenis
tanaman
2. Formasi hutan
mangrove
3. Zona
Pemanfaatan
P. Karimunjawa
P. Kemujan
P. Menjangan
Besar
P. Menjangan
Kecil
P. Katang
P. Kembar
P. Parang
P. Kumbang
4. Zona
Penyangga
P. Karimunjawa
P. Kemujan
P. Menjangan
P. Tengah
P. Cilik
P. Bengkoang
1. Kegiatan
penelitian,
pendidikan,
pariwisata
2. Tumbuhan
pelindung dan
Budidaya
3. Berdekatan
dengan penduduk
4. Hutan dan jalan
setapak
5. Pantai Pasir
Putih
1. Permukiman
2.Pertanian
3. Kebun Campur
Wilayah Perairan
Perairan
Perairan sekitar :
P. Burung,
P. Geleang,
P. K. Kapal
Perairan sekitar :
P. Krakal Besar,
P. Krakal Kecil,
P. Cemara Besar,
P. Cemara Kecil,
P. Menyawakan,
P. Cendekian,
Perairan
mangrove:
P. Karimunjawa,
P. Kemujan,
P. Mrican,
P. Parang,
P. Nyamuk
Perairan Selatan :
- P. Karimunjawa
- P. Menjangan B
- P. Menjangan K
- P. Kembar
- P. Katang,
- P. Kumbang
Semua Perairan
tidak termasuk
dalam mintakat
inti perlindungan
dan pemanfaatan
Potensi
1. Terumbu Karang
yang khas yaitu
Tubipora musica yang
langka
2. Habitat biota laut
untuk keperluan daur
hidupnya
3. Habitat penyu laut
1. Kondisi ekosistem
perairan masih asli
2. Merupakan
daerah pemijahan
3.Keanekaragaman
hayati tinggi
1. Kondisi Perairan
cukup tenang dengan
panorama bawah air
yang bagus
2.Keanekaragaman
karang dan ikan hias
Sumberdaya alam
untuk penangkapan
dan budidaya
55
Kriteria Lokasi
1. Zona Inti
2. Zona
Rimba/Perlindu
ngan
3. Zona
Pemanfaatan
4. Zona
Penyangga
Alasan
1. Tempat pemijahan
ikan,
2. Secara geografis
mewakili tiga Desa,
sehingga diharapkan
bisa mensuplai ikan ke
Perairan tiga Desa,
1. Memiliki Mangrove,
sebagai tempat
berkembangbiak udang
dan daerah wisata
2. Tempat tinggal dan
berkembangbiak satwa
langka
3. Adanya wisata religi,
wisata alami
Lokasi
Taka Menyawakan
1. Hutan Mangrove
Kemujan
2. Hutan Karimun
3. P. Batu
4. Taka Laijo
5. Gosong Cemara
6. Taka Mrican
1. Taka Besi
2. Perairan P. Sintok
3. P. Bengkoang
4. Tanjung Seloka
5. Legon Kemujan
1. P. Genting, P.
Cendikian, P. Seruni, P.
Sambangan
2. P. Nyamuk, P.
Kumbang, P. Parang
(Selain Daerah Selatan
P. Parang)
3. Kemujan (Wilayah
Mrican - sepanjang
pantai Mrican, Tlogo,
Batu Lawang, Pantai
sebelah timur Kemujan
dan Barat Kemujan)
4. Wilayah Barat
Tanjung Gelam hingga
Nyamplungan
56