Teluk dan Pelayangan, yang dilaksanakan berdasarkan Surat Perjanjian Kerja Jasa
Konsultansi Nomor : 01/KONSUL/AIR-DPU/2014 Tanggal 23 Juli 2014, bersama kami ini
sampaikan :
LAPORAN PENDAHULUAN
Laporan Pendahuluan ini berisikan latar belakang, gambaran umum wilayah Kota Jambi,
pendekatan dan metodolgi pelaksanaan pekerjaan, program kerja, kulafikasi, tugas dan
tanggung jawab personil serta pelaksanaan survey pendahuluan.
Demikian laporan ini kami sampaikan, semoga dapat bermanfaat terutama bagi pihak-pihak
yang terkait dalam pelaksanaan kegiatan Survey Investigasi Daerah Irigasi Danau Teluk dan
Pelayangan.
Mengetahui :
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan
(PPTK)
PADJERIOSNOP, ST.
NIP. 19751116 200701 1 006
KATA PENGANTAR.....................................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................................
ii
DAFTAR TABEL..........................................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................
vi
BAB 1
BAB 2
PENDAHULUAN
1.1
1.2
1.3
Sasaran .............................................................................................. I 2
1.4
1.5
2.2
2.3
Sumberdaya Pertanian...................................................................... II 10
2.3.1 Penggunaan Lahan Sawah di Wilayah Kota Jambi................... II 10
2.3.2 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas
Tanaman Pangan & Hortikultura................................................ II 10
2.3.2.1 Padi Sawah.................................................................... II 10
2.3.2.2 Tanaman Kacang Tanah................................................. II 11
2.3.2.3 Tanaman Jagung............................................................ II 11
2.3.2.4 Tanaman Ubi Jalar......................................................... II 11
2.3.2.5 Tanaman Kacang Panjang............................................. II 12
BAB 3
ii
PROGRAM KERJA
4.1 Umum.................................................................................................... IV 1
4.2 Tahap Pekerjaan Pendahuluan.............................................................. IV 1
4.3 Tahap Survey, Investigasi Lapangan dan Analisis Data......................... IV 3
4.4 Tahap Perencanaan Teknis (Desain) ..................................................... IV 3
4.5 Tahap Penyusunan Laporan Utama....................................................... IV 5
4.6 Struktur Organisasi Pelaksana Pekerjaan.............................................. IV 5
4.7 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan............................................................... IV 6
BAB 5
BAB 6
V1
V1
V1
V1
V2
V3
V4
iii
Tabel 2.1. Nama Kecamatan, Jumlah Kelurahan dan Luas Wilayah Masing-Masing. . . II 1
Tabel 2.2. Ketinggian Wilayah Di Kota Jambi............................................................... II 3
Tabel 2.3. Kemiringan Lereng Di Kota Jambi ............................................................... II 4
Tabel 2.4. Keadaan Kecapatan Angin, Temperatur, Kelembaban Udara
Dan Penyinaran Matahari Dirinci Per Bulan Tahun 2012............................. II 5
Tabel 2.5. Tekstur Tanah Di Kota Jambi........................................................................ II 6
Tabel 2.6. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per Km2 Menurut Kecamatan
Tahun 2012.................................................................................................. II 9
Tabel 2.7. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan Berdasarkan Jenis Kelamin
Tahun 2012.................................................................................................. II 9
Tabel 2.8. Penggunaan Lahan Sawah di Wilayah Kota Jambi Tahun 2013.................. II 10
Tabel 2.9. Luas penanaman, luas panen, jumlah produksi dan jumlah produktivitas
untuk tanaman padi sawah......................................................................... II 10
Tabel 2.10. Luas penanaman, luas panen, jumlah produksi dan jumlah produktivitas
untuk tanaman kacang tanah..................................................................... II 11
Tabel 2.11. Luas penanaman, luas panen, jumlah produksi dan jumlah produktivitas
untuk tanaman jagung............................................................................... II 11
Tabel 2 .12.Luas penanaman, luas panen, jumlah produksi dan jumlah produktivitas
untuk tanaman ubi jalar............................................................................. II 12
Tabel 2.13. Luas penanaman, luas panen, jumlah produksi dan jumlah produktivitas
untuk tanaman kacang panjang................................................................. II 12
Tabel 3.1. Jenis Penutup Lahan menurut US Forest Service (1980)............................ III 27
Tabel 3.2. Harga harga koefisien limpasan air hujan................................................. III 31
Tabel 3.3. Nomer Lengkung untuk Kelompok Tanah dengan Kondisi Hujan
Sebelumnya Tipe III dan Ia= 0.2S.................................................................. III 39
Tabel 3.4. Tingkat Infiltrasi............................................................................................ III 40
Tabel 3.5. Faktor Perubahan Kelompok Tanah............................................................. III 40
Tabel 3.6. Kondisi Hujan Sebelumnya dan Nomer Lengkung Untuk Ia = 0,2S............... III 41
Tabel 3.7. Koefisien Tanaman....................................................................................... III 45
Tabel 3.8. Harga harga kekasaran koefisien Strickler (k) untuk saluran saluran
irigasi tanah................................................................................................. III 54
Tabel 3.9. Kemiringan minimum talut untuk berbagai bahan tanah.............................. III 57
Tabel 3.10 Kemiringan talut mnimum untuk saluran timbunan yang dipadatkan
dengan baik ................................................................................................ III 58
Tabel 3.11. Tinggi jagaan minimum untuk saluran tanah ............................................. III 59
iv
Gambar 2.1
Gambar 3.1
Gambar 3.2
Gambar 3.3
Gambar 3.4
Gambar 3.5
Gambar 3.6
Gambar 3.7
Gambar 3.8
Gambar 3.9
Gambar 6.1
Gambar 6.2
vi
Untuk mengetahui gambaran yang pasti tentang kondisi fisik daerah irigasi pada
wilayah kegiatan, baik jenis vegatasi maupun sumber air yang ada di sekitar lokasi
pekerjaan yang dapat dimanfaatkan untuk mengairi areal pertanian.
Bab 1 - 1
Untuk menghasilkan rancangan teknis (desain) sistem jaringan irigasi pada Daerah
Irigasi di Kecamatan Danau Teluk dan Kecamatan Pelayangan Kota Jambi sebagai
daerah sasaran kegiatan.
Sedangkan tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menghasilkan dokumen rancangan
teknis (desain) sistem jaringan irigasi pada Daerah Irigasi di Kecamatan Danau Teluk
dan Kecamatan Pelayangan Kota Jambi, yang dapat dijadikan sebagai pedoman atau
patokan dalam pelaksanaan fisik konstruksi di lapangan nantinya.
1.3. SASARAN
Sasaran yang hendak dicapai dilaksanakannya pekerjaan Survey Investigasi Daerah
Irigasi adalah tergambarkannya kondisi aktual Daerah Irigasi di Kecamatan Danau
Teluk dan Kecamatan Pelayangan Kota Jambi, serta dihasilkannya produk desain
jaringan irigasi (saluran pembawa dan pembuang, bangunan utama serta bangunan
pelengkap) yang dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan fisik
konstruksi.
Bab 1 - 2
Kondisi drainase alam dan jaringan irigasi yang telah ada (jumlah, bentuk dan
kondisinya).
Kondisi jenis lahan (tadah hujan, pasang surut, lahan irigasi, tegalan dan
sebaginya).
Kondisi sarana dan prasarana penunjang lainnya yang telah dibangun.
2)
potongan
melintang
pada
skala
horisontal
dan
Pelaksana Pekerjaan
Sumber Dana
Bab 1 - 4
Sebelah Utara
Sebelah Barat
Sebelah Timur
Wilayah Kota Jambi meliputi 8 (delapan) Kecamatan dan 64 (enam puluh empat)
kelurahan dengan luas masing-masing wilayah tertera dalam tabel 2.1 dibawah ini.
Tabel 2.1
Nama Kecamatan, Jumlah Kelurahan dan Luas Wilayah Masing-Masing
No.
Kecamatan
Jumlah Kelurahan
Kota Baru
10
338
Jambi Selatan
320
Jelutung
233
Padar Jambi
58
Telanaipura
11
275
Danau Teluk
43
Pelayangan
46
Jambi Timur
10
221
Jumlah
64
1.516
Bab I1 - 1
Gambar.2.1
LOKASI KEGIATAN
SURVEY INVESTIGASI DAERAH IRIGASI
KEC. DANAU TELUK & KEC. PELAYANGAN
Bab I1 - 2
4.2
Kondisi Topografi
Kondisi topografi di Kota Jambi pada umumnya berbentuk dataran sampai
bergelombang dengan ketinggian berkisar antara 0 60 meter di atas permukaan laut
(dpl). Daerah yang mempunyai ketinggian antara 0 10 meter dpl sebagain besar
terdapat di Kecamatan Pelayangan seluas 3.001 hektar atau sekitar 14,61 % dari luas
wilayah keseluruhan. Ketinggian wilayah 10 20 meter dpl menempati areal seluas
5.259 hektar atau sekitar 25,61 % dari luas wilayah keseluruhan. Ketinggian wilayah
antara 10 20 meter dpl pada umumnya tersebar di tiga wilayah kecamatan, yaitu
Kecamatan Telanaipura (1.748 ha), Danau Teluk (1.017 ha) dan Jambi Timur (1.343
ha). Ketinggian wilayah lebih dari 50 meter dpl hanya terdapat di Kecamatan Kota
Baru. Selengkapnya kondisi ketinggian wilayah Kota Jambi dapat dilihat pada Tabel
2.2. dibawah ini.
Tabel 2.2.
Ketinggian Wilayah Di Kota Jambi
4.3
hektar, di Kecamatan Jambi Selatan seluas 629 hektar, Kecamatan Jelutung seluas
401 hektar, Kecamatan Pasar Jambi seluas 40 hektar dan Kecamatan Telanaipura
seluas 111 hektar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.3. berikut ini.
Tabel 2.3.
Kemiringan Lereng Di Kota Jambi
4.4
Bab I1 - 4
Tabel 2.4.
Keadaan Kecapatan Angin, Temperatur, Kelembaban Udara
Dan Penyinaran Matahari Dirinci Per Bulan Tahun 2012
Sumber : BPS Prov. Jambi; Kota Jambi Dalam Angka Tahun 2012
4.5
pelapukan kimia dan pelapukan organisme. Akibat proses pelapukan tersebut, maka
terjadi macam-macam kelas tekstur tanah, penggolongan tekstur tanah tersebut
meliputi tekstur halus, tekstur sedang dan tekstur kasar. Komposisi ini menentukan
kualitas fisik kawasan.
Tekstur tanah di wilayah Kota Jambi dapat dibedakan kedalam jenis halus, sedang dan
kasar. Tanah dengan tekstur halus menempati areal seluas 3.579 hektar atau sekitar
17,43 % dari luas wilayah keseluruhan, tekstur sedang seluas 15.381 hektar atau
seluas 74,89 % dan tekstur kasar seluas 488 hektar atau seluas 2,38 % dari luas
wilayah keseluruhan Kota Jambi. Untuk lebih jelas tekstur tanah di Kota Jambi dapat
dilihat pada Tabel 2.5.dibawah ini.
Tabel 2.5.
Tekstur Tanah Di Kota Jambi
KELAS TEKSTUR (Ha)
NO.
KECAMATAN
Halus
Sedang
Agak
Kasar
Danau/
Sungai
Kasar
Luas
(Ha)
Kota Baru
65
7.603
40
70
7.773
Jambi Selatan
65
3.296
17
29
3.407
Jelutung
36
711
26
21
792
Pasar Jambi
23
300
33
46
402
Telanaipura
211
2.330
191
308
3.039
Danau Teluk
1.377
193
1,575
Pelayangan
1.259
234
1.529
Jambi Timur
507
1.141
183
190
2.021
3.579
15.381
488
1.091
20.538
Persentase (%)
17,43
74,89
Sumber : Data Pokok Pembangunan Kota Jambi
2,38
5,31
100
Jumlah
4.7
Agak
Halus
2.
Sungai Kambang
Daerah pengaliran Sungai Kambang meliputi sebagian Kelurahan Simpang III
Sipin di Kecamatan Kotabaru dan Kelurahan Simpang IV Sipin.
Bab I1 - 6
3.
Sungai Asam
Daerah pengaliran Sungai Asam meliputi Kecamatan Kota Baru (yaitu meliputi
sebagian Kelurahan Kenali Asam Bawah, sebagian Kelurahan Kenali Asam Atas,
Kelurahan Sukakarya, Kelurahan Simpang III Sipin dan Kelurahan Paal Lima),
Kecamatan Jelutung (yaitu meliputi Kelurahan Jelutung, Kelurahan Lebak
Bandung dan Kelurahan Cempaka Putih), Kecamatan Pasar Jambi (meliputi
Kelurahan Beringin dan Kelurahan Orang Kayo Hitam).
4.
Sungai Tembuku
Daerah pengaliran Sungai tembuku meliputi sebagian Kecamatan The Hok,
Kelurahan Tambak Sari, sebagian Kelurahan Kebon Handil, Kelurahan Jelutung,
sebagian Kelurahan Cempaka Putih, Kelurahan Talang Jauh, sebagian Kelurahan
Sulanjana, Kelurahan Rajawali dan Kelurahan Kasang.
5.
Sungai Selincah
Daerah pengaliran Sungai Selincah meliputi Kelurahan Talang Bakung dan
Kelurahan Sejinjang.
Sungai Batanghari selain berfungsi hidrologis juga berfungsi sebagai prasarana
transportasi dan penunjang kegiatan ekonomi masyarakat serta sebagai sumber
air baku untuk air minum. Sedangkan danau yang ada di Kota Jambi antara lain
adalah Danau Sipin, Danau Teluk, Danau Penyengat dan Danau Kiambang.
4.8
Kondisi Hidrogeologi
Kota Jambi dan sekitarnya sebagian besar merupakan dataran yang tertutup oleh
endapan alluvial sungai. Pada daerah perbukitan dan beberapa tempat dataran,
tersingkap batuan dasar yang berumur tersier. Kota Jambi terletak pada daerah yang
potensi air tanahnya relatif kecil dengan pengeboran air di daerah ini menunjukkan
bahwa akifer produktif dijumpai pada kedalaman lebih dari 100 m.
a.
Mata Air
Berdasarkan data sekunder dan peninjauan lapangan, diketahui di wilayah Kota Jambi
tidak dijumpai mata air. Hal ini disebabkan oleh kondisi geologi dan topografinya yang
tidak mendukung terjadinya mata air.
b.
Air Tanah
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap sumur gali maupun sumur bor yang ada,
diketahui kondisi air tanah bebas pada sumur-sumur gali yang dijumpai pada jarak 1
2
(berkisar 1 5). Hal ini disebabkan sumur-sumur tersebut terletak pada dataran
banjir atau bekas dataran banjir, yang terdiri dari endapan aluvial serta umumnya
memiliki porositas dan permeabilitas tinggi, sehingga kemungkinan untuk terdapatnya
air tanah dangkal cukup besar. Daerah-daerah yang berada disekitar Danau Sipin dan
Danau Teluk mempunyai potensi air tanah bebas cukup besar yang berasal dari
peresapan air danau. Selain itu kedudukan muka air tanahnya cukup dangkal berkisar
1 2 m. Besarnya fluktuasi muka air danau secara pasti belum diketahui, tetapi dari
beberapa informasi penduduk dan pengamatan dilapangan fluktuasi berkisar 1 - 5 m.
Ke arah selatan, timur dan barat potensi air tanah bebas semakin berkurang dengan
kecenderungan muka air tanah bebas juga semakin dalam berkisar 7 17 m.
Sementara
potensi air
tanah
dalamnya
terdapat
setempat-setempat
dengan
Air Permukaan
Sungai Batanghari merupakan sungai utama yang mengalir melewati Kota Jambi.
Mengalir kurang lebih sepanjang 500 km, mulai dari pegunungan Bukit Barisan di
Propinsi Sumatera Barat melewati Kota Jambi dan bermuara di Selat Berhala.
Berdasarkan data (dari Master Plan PDAM Tirta Mayang), diketahui luas DAS
Batanghari sekitar 37.500 km2 yang meliputi sebagian dari Propinsi Sumatera Barat,
Bengkulu dan Jambi. Kondisi geologi DAS Batanghari secara litologi batuan yang
terdiri dari sedimen lepas atau setengah padu (kerikil, pasir, lanau dan lempung) hasil
gunung api (lava, lahar, tufa, dan breksi), batu gamping atau dolomit, sedimen padu
(tak terbedakan) dan batuan beku atau metamorfosa. Struktur geologi yang utama
berupa sesar semangko (yang memanjang disepanjang Pulau Sumatera atau
Pegunungan Bukit Barisan); dijumpai dibagian atas DAS Batanghari yang juga
merupakan garis pemisah utama air permukaan antara sungai-sungai yang bermuara
ke Pantai Timur Sumatera.
Berdasarkan pada besarnya DAS Batanghari serta curah hujan tahunan rata-rata
2.000 - 2.500 mm dan curah hujan bulanan rata-rata 150 - 300 mm yang hampir
merata di seluruh DAS Batanghari, menjadikan Sungai Batanghari merupakan sumber
air permukaan yang sangat potensial bagi daerah alirannya khususnya Kota Jambi dan
sekitarnya yang berada pada bagian hilir. Dari data hasil pengukuran debit harian
Sungai Batanghari dari tahun 1981 1991 diketahui bahwa variasi rata-rata debit
harian berkisar antara 1.000 5.000 m3/dt.
Bab I1 - 8
Kecamatan
Kota Baru
Jambi Selatan
Jelutung
Pasar Jambi
Telanaipura
Danau Teluk
Pelayangan
Jambi Timur
Luas Wilayah
(Km2)
Jumlah Penduduk
(Jiwa)
77,78
34,07
7,92
4,02
30,39
15,70
15,29
20,21
205,38
Jumlah
Sumber : Kota Jambi Dalam Angka Tahun 2012
4.2
Kepadatan
Penduduk
Per Km2
150.720
1.837,77
131.977
3.837,70
61.903
7.816,04
12.825
3.190,30
95.257
3.134,48
12.041
786,94
13.173
861,54
79.319
3.924,74
557.215
2.713,09
Kecamatan
Jumlah Penduduk
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah laki-Laki
dan Perempuan
Ratio Jenis
Kelamin
Kota Baru
76.703
74.017
150.720
103,53
Jambi Selatan
66.223
65.754
131.977
100,71
Jelutung
30.897
31.006
61.903
99.65
Pasar Jambi
6.235
6.590
12.825
94.61
Telanaipura
47.338
47.919
95.257
98,79
Danau Teluk
5.961
6.060
12.041
98,04
Pelayangan
6.821
6.352
13.173
107,38
Jambi Timur
39.943
39.376
79.319
101,09
Jumlah
280.121
277.094
Sumber : Kota Jambi Dalam Angka Tahun 2012
2.713,09
101,09
Bab I1 - 9
No.
Lebak
Dangkal
(Ha)
Kecamatan
Jambi Selatan
Sawah yang
diusahakan
(Ha)
Sawah yang
sementara
tidak
diusahakan
(Ha)
Jumlah
Lahan Sawah
(Ha)
91
25
66
91
Telanaipura
232
232
232
Danau Teluk *
545
545
545
Pelayangan *
425
425
425
Jambi Timur
383
383
383
1.676
1.610
66
1.676
Jumlah
Sumber : Potensi Lahan Kota Jambi Th. 2013; Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan
Kehutanan Kota Jambi
Keterangan : Tanda * adalah daerah kegiatan
4.2
Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Pangan &
Hortikultura
Kecamatan
Jambi Selatan
Luas
Tanam
(Ha)
Luas
Panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
Produktivitas
(Ton/Ha)
Harga Jual(GKB)
Harga/Kg
(Rp.)
Jumlah Harga
(Rp.)
10
10
36,08
36,08
6.000
216.480
Telanaipura
230
230
1.278,80
55,60
6.000
7.672.800
Danau Teluk *
540
663
4.013,14
60,53
6.000
24.078.830
Pelayangan *
369
532
2.983,46
56,08
6.000
17.900.740
Jambi Timur
248
247
1.266,62
51,28
6.000
7.599.700
Sumber : Potensi Lahan Kota Jambi Th. 2013; Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan
Kehutanan Kota Jambi
Keterangan : Tanda * adalah daerah kegiatan
Bab I1 - 10
Kecamatan
Kota Baru
Telanaipura
3
4
Luas
Tanam
(Ha)
Luas
Panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
Produktivitas
(Ton/Ha)
Harga Jual(GKB)
Harga/Kg
(Rp.)
Jumlah Harga
(Rp.)
12
13
42,25
3,25
6.500
274.630
15,06
2,51
6.500
97.890
Pelayangan *
10
10
26,70
2,67
6.500
173.550
Jambi Timur
10,68
1,78
6.500
69.420
Sumber : Potensi Lahan Kota Jambi Th. 2013; Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan
Kehutanan Kota Jambi
Keterangan : Tanda * adalah daerah kegiatan
Kecamatan
Luas
Tanam
(Ha)
Luas
Panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
Produktivitas
(Ton/Ha)
Harga Jual
Harga/Kg
(Rp.)
Jumlah Harga
(Rp.)
Kota Baru
18
21
73,08
3,48
2.000
146.160
Jambi Selatan
15
13
45,24
3,48
2.000
90.480
Telanaipura
13
28,17
3,13
2.000
56.340
Pelayangan *
13
12
36,54
3,05
2.000
73.080
Jambi Timur
16
14
42,63
3,05
2.000
85.260
Sumber : Potensi Lahan Kota Jambi Th. 2013; Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan
Kehutanan Kota Jambi
Keterangan : Tanda * adalah daerah kegiatan
Bab I1 - 11
Tabel 2.12.
Luas penanaman, luas panen, jumlah produksi dan jumlah produktivitas untuk tanaman ubi jalar
No.
Kecamatan
Luas
Tanam
(Ha)
Luas
Panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
Produktivitas
(Ton/Ha)
Harga Jual
Harga/Kg
(Rp.)
Jumlah Harga
(Rp.)
Kota Baru
44,15
8,83
2.000
68.300
Jambi Selatan
15,80
7,50
2.000
31.600
Telanaipura
53,03
8,84
2.000
106.070
Pelayangan *
17,00
8,50
2.000
73.080
Jambi Timur
10
69,37
7,71
2.000
138.740
Sumber : Potensi Lahan Kota Jambi Th. 2013; Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan
Kehutanan Kota Jambi
Keterangan : Tanda * adalah daerah kegiatan
Kecamatan
Luas
Tanam
(Ha)
Luas
Panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
Produktivitas
(Ton/Ha)
Harga Jual
Harga/Kg
(Rp.)
Jumlah Harga
(Rp.)
Kota Baru
19
39
390,00
10,00
5.000
1.950.000
Jambi Selatan
18
82
861,00
10,50
5.000
4.305.000
Telanaipura
10
100,00
10,00
5.000
500.000
Danau Teluk *
90,00
10,00
Pelayangan *
12
15
150,00
10,00
5.000
750.080
Jambi Timur
16
200,00
12,50
5.000
1000.000
Sumber : Potensi Lahan Kota Jambi Th. 2013; Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan
Kehutanan Kota Jambi
Keterangan : Tanda * adalah daerah kegiatan
Bab I1 - 12
focus;
(d)
quality
objective;
(e)
Responsibility,
authority
and
communication;
e. Kontrol
Guna mencapai sasaran pekerjaan yang berkualitas dan tepat waktu, PT. MULTI
STRUKTUR AROYA akan melakukan kontrol terhadap kinerja personil tim secara
berkala dengan menggunakan: (a) master schedule pelaksanaan pekerjaan; (b)
Jadwal kerja tiap-tiap kegiatan; (c) Ketergantungan/keterkaitan antar kegiatan;
(d) Quality control setiap produk berdasarkan kontrak kerja dan KAK;
Bab I I1 - 1
Dukungan Top Management : Komitmen dari top management dari PT. MULTI
STRUKTUR AROYA untuk melaksanakan pekerjaan Survey Investigasi Daerah
Irigasi Danau Teluk dan Pelayangan, seperti apa yang disampaikan dalam
Kerangka Acuan Kerja;
Bab I I1 - 2
Ketersediaan Sumber Daya yang Cukup : Sumber daya dalam bentuk personil
logistik, dan sebagainya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan pelaksanaan
pekerjaan (kuantitas dan kualitas);
Mekanisme Kontrol : PT. MULTI STRUKTUR AROYA akan secara terus menerus
memonitor kemajuan kegiatan dan secepatnya mengidentifikasi apabila terjadi
penyimpangan dari rencana;
3.3.
METODOLOGI
Metodologi disusun berdasarkan suatu kerangka berpikir logik (logical framework) yang
terdiri dari serangkaian tahapan kegiatan yang akan dilaksanakan secara konsisten
dan sistematik, serta sejalan dengan Kerangka Acuan Kerja pekerjaan Survey
Investigasi Daerah Irigasi Danau Teluk dan Pelayangan
Pekerjaan ini dapat dilihat dalam Gambar 3.1 di halaman berikut ini.
Bab I I1 - 4
Gambar 3.1. Bagan Alir Pelaksanaan Pekerjaan Survey Investigasi Daerah Irigasi
Mulai
SPK
Pekerjaan Persiapan:
- Administrasi
- Mobilisasi Personil
- Mobilisasi Alat
Pengumpulan Data dan
Peta
CEX
Ya
Orientasi & Identifikasi
Lapangan
Tidak
Inception Report:
- Metode Kerja
- Kriteria Desain
- Penetapan Pra Lay
Out
- Data Yang Tersedia
Analisa Data
Hidrologi
- Curah Hujan
- Klimatologi
Survei
Topografi
Tidak
Lap.
Pendahuluan
Sosek
- Kependudukan
- Usaha Ekonomi
Pertanian
CEX
Ya
Pekerjaan Kantor & Studio
Analisa Desain
- Lay Out Definitif
- luasan Daerah Irigasi
- Pemilihan Lokasi Saluran &
Bangunan Pendukung
- Pemilihan Type & Jenis
Bangunan Pendukung
Tidak
Penggambara
n Topografi
Penggambara
n Desain
CEX
Ya
BoQ dan RAB
Konsep Lap. Akhir serta
Diskusi
Laporan Akhir &
Lampirannya serta
Laporan Pendukung
Bab I I1 - 5
Tanpa
adanya kegiatan persiapan administrasi ini maka semua pekerjaan yang kita
laksanakan tidak akan terkondisi dengan baik tidak selaras, sinkron dengan
kegiatan yang lainnya.
Dalam melakukan kegiatan persiapan administrasi tersebut ada beberapa hal
yang perlu dilakukan antara lain adalah:
Informasi ini juga sangat penting untuk dikaji lebih lanjut agar
pekerjaan desain yang dilakukan dapat mengenai sasaran yang akan dicapai.
Dari hasil survey pendahuluan Konsultan akan melakukan review dari laporan
yang ada dan dikombinasikan dengan data-data lainnya yang dikumpulkan, untuk
menyusun dan menentukan strategi awal dalam pelaksanaan pekerjaan. Review
ini hanya terbatas pada data data sekunder saja (desk study).
e. Pra Lay Out
Dari hasil survey pendahuluan dan Identifiksi permasalahan di lapangan, dengan
memperhatikan potensi Sumber Daya Alam yang ada akan dibuat/ditetapkan Lay
Out Sementara (Pra Lay Out) jaringan irigasi eksisting dan rencana pembuatan
jaringan irigasi baru sesuai dengan kebutuhan lapangan.
f. Penyusunan Laporan Pendahuluan
Pihak konsultan telah mengadakan peninjauan pendahuluan sehingga dapat
diketahui kendala kendala yang diperkirakan akan timbul dalam pelaksanaan di
lapangan serta di kantor untuk keperluan penyusunan laporan persiapan ini.
Berdasarkan kendala-kendala yang ada tersebut, maka program kerja dapat
direvisi dengan memperhitungkan kendala yang mungkin akan terjadi.
3.3.2. Tahapan Kegiatan Survei dan Investigasi
A. Survei Topografi
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah kegiatan pengukuran situasi detail
terbaru, lengkap dan sesuai dengan keadaan lapangan sebenarnya. sedang tujuan
dari pengukuran ini adalah untuk :
Inventarisasi Bench Mark (BM)
Pengukuran Kerangka Dasar Pemetaan, dan
Pengukuran Situasi
Dalam pelaksanaan kegiatan pengukuran ini dibagi dalam beberapa tahapan
kegiatan, yaitu :
1. Persiapan Admnistrasi
Persiapan administrasi ini meliputi pengurusan/penyusunan surat-surat yang
diperlukan dan berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan dilapangan, yaitu : Surat
Pengantar dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Jambi, Surat Tugas dari
Direktur Perusahaan untuk masing-masing Tim yang akan terjun ke lapangan, yang
Bab I I1 - 7
5. Pengukuran Pengikatan
Salah satu kegiatan survey topografi adalah pengukuran pengikatan yaitu
pengukuran untuk mendapatkan titik-titik referensi posisi horisontal dan posisi
vertikal.
1.
Peralatan
Bab I I1 - 8
Pita baja 50 m
Bak ukur.
2.
Metoda Pelaksanaan
a.
b.
6. Pemasangan BM dan CP
Sebagai titik pengikatan dalam pengukuran topografi perlu dibuat Bench Mark (BM)
dibantu dengan Control Point (CP) yang di pasang secara teratur dan mewakili
kawasan secara merata. Kedua jenis titik ikat ini mempunyai fungsi yang sama,
yaitu untuk menyimpan data koordinat, baik koordinat (X,Y) maupun elevasi (Z).
Patok CP ini berfungsi sebagai patok bantu untuk titik ikat pengukuran.
Setelah posisi pemasangan BM ditentukan berdasarkan hasil orientasi dan
konsultasi dengan direksi lapangan, dilakukan pemasangan BM sesuai dengan
ketentuan.
Pemasangan BM di lapangan sebagai titik-titik tetap yang diketahui koordinatnya
dalam sistem koordinat peta yang telah dibuat dengan referensi dari BM yang telah
ada dan terpasang dilapangan. Hal ini dimaksudkan bahwa BM yang ada ini dapat
digunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan terkait.
Pemasangan BM dan CP harus bersamaan pada waktu pemasangan patok-patok
untuk pengukuran poligon, sehingga BM tersebut langsung terukur pada waktu
pengukuran sudut dan waterpass. BM dibuat dengan ukuran 20x20x100 cm yang
dibuat dari bahan campuran semen, pasir dan kerikil dengan perbandingan masing-
Bab I I1 - 9
Bab I I1 - 10
CP akan dipasang disetiap lokasi yang ada BM nya dan ditempat-tempat penting
lainnya disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lapangan misalnya pada tepi
jalan poros atau pada tempat-tempat terbuka lainnya.
Pada BM dan CP lakukan pengikatan terhadap azimuth matahari.
Ditempatkan pada tempat yang aman dan stabil serta posisinya ditentukan
melalui pengukuran dari titik-titik poligon atau dipasang pada titik-titik poligon.
Ditempatkan pada tempat-tempat yang mudah kelihatan dan aman dari
pengaruh gangguan alam atau binatang, penempatan BM ini harus mendapat
persetujuan dari Pengawas Lapangan (Direksi).
Di lokasi rencana bangunan akan ditempatkan paling sedikit 2 meter dari ujung
rencana bangunan dan tidak akan terkena perubahan karena pembangunan.
Konstruksi BM dan CP yang sudah dipasang akan dilengkapi dengan :
Photo-photo yang menunjukan identitas BM dan CP dan dilengkapi dengan cat &
nomor BM / CP.
Sketsa lokasi BM dan CP lengkap dengan jarak titik-titik detail tetap yang ada
sekitar pilar tersebut, ini guna memudahkan pencarian lokasi BM di kemudian
hari.
Pemasangan patok batas dilakukan dengan dasar petunjuk Direksi, dan betul-betul
mengetahui secara pasti letak masing-masing titik batas areal.
7. Pengukuran Poligon Utama dan Pengikatan
Sebelum digunakan semua alat dan perlengkapan pengukuran harus dicek dan
diperiksa oleh direksi untuk mendapatkan persetujuan.
Pengukuran poligon terdiri dari pengukuran poligon utama dan cabang (jika ada),
sedangkan untuk detail lapangan biasanya dilakukan pengukuran poligon raai.
Poligon Utama adalah suatu jaringan titik-titik dilapangan yang ditentukan melalui
pengukuran dengan tingkat ketelitian yang tinggi dan digunakan sebagai kerangka
dasar pengukuran situasi areal secara keseluruhan, untuk itu pelaksanaan
pengukurannya harus dilakukan secara cermat dan teliti.
1. Peralatan yang digunakan
Peralatan yang digunakan untuk kegiatan survey ini adalah :
2 unit Theodolite T2
1 buah pita ukur baja 50 m
2 set bak ukur.
2. Metode Pelaksanaan
Dalam rangka penyelenggaraan kerangka dasar peta, dalam hal ini kerangka
dasar horisontal / posisi horisontal (X,Y) digunakan metode poligon. Dalam
Bab I I1 - 11
pengukuran poligon ada dua unsur penting yang perlu diperhatikan yaitu jarak
dan sudut jurusan yang akan diuraikan dalam penjelasan di bawah ini.
Dalam pembuatan titik dalam jaringan pengukuran poligon, titik-titik poligon
tersebut berjarak sekitar 50 meter.
a. Pengukuran Jarak
Pada pelaksanaan pekerjaan, pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur 100 m. Tingkat ketelitian hasil pengukuran jarak dengan
menggunakan pita ukur, sangat bergantung kepada :
Cara pengukuran itu sendiri.
Keadaan permukaan tanah.
Khusus untuk pengukuran jarak pada daerah yang miring dilakukan dengan
cara seperti yang digambarkan pada Gambar 3.3 dihalaman beriktnya.
Gambar 3.3. Pengukuran Jarak pada Daerah Miring
d2
d3
jarak AB = d1 + d2 + d3
2
AB
AC
Bab I I1 - 12
A
C
AC AB
dimana :
= sudut mendatar
AC
AB
Pembacaan sudut jurusan dilakukan dalam posisi teropong biasa dan luar
biasa. Spesifikasi teknis pengukuran poligon adalah sebagai berikut :
jarak antara titik-titik poligon adalah 50 meter
alat ukur sudut yang digunakan Theodolite T2
alat ukur jarak yang digunakan pita ukur 100 meter
jumlah seri pengukuran sudut 4 seri (B1, B2, LB1, LB2)
selisih sudut antara dua pembacaan 5 (lima detik)
ketelitian jarak linear (K1)
c. Pengamatan Azimuth Astronomis
Disamping untuk mengetahui arah / azimuth awal, pengamatan matahari
dilakukan untuk tujuan sebagai berikut :
Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan kesalahan akumulatif pada
sudut-sudut terukur dalam jaringan poligon.
Untuk menentukan arah / azimuth titik-titik kontrol / poligon yang tidak
terlihat satu dengan yang lainnya.
Penentuan sumbu X untuk koordinat bidang datar pada pekerjaan
pengukuran yang bersifat lokal / koordinat lokal.
Metodologi pengamatan azimuth astronomis diilustrasikan pada gambar di
bawah ini.
Dengan memperhatikan metoda pengamatan azimuth astronomis pada
gambar tersebut, maka azimuth target (T) adalah :
T
atau
Bab I I1 - 13
M T M
dimana :
T = azimuth ke target
M = azimuth pusat matahari
T
Matahari
M
P1
P2 (target)
Slag 2
Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu
Slag 1
b2
m2
I I1 - 14
Toleransi salah penutup beda tinggi (T) ditentukan dengan rumus berikut:
T
mm
Dimana D = jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal dalam satuan Km.
Hasil pengukuran lapangan terhadap kerangka dasar vertikal diolah dengan
menggunakan spreadsheet sebagaimana kerangka horisontalnya. Dari hasil
pengelolaan tersebut didapatkan data ketinggian relatif pada titik-titik patok
terhadap bench mark acuan.
e. Pengukuran Levelling
Pengukuran levelling dimaksudkan untuk menentukan ketinggian titik-titik
poligon dan ketinggian patok polygon dan BM.
Pengukuran levelling poligon harus dilaksanakan dengan ketentuan-ketentuan
sebagai berikut :
Pengukuran levelling poligon harus dilakukan dengan menggunakan alat
Waterpass automatis seperti Wild NAK.2 atau Ni.2 atau yang sederajat
ketelitiannya.
Pengukuran levelling harus dilakukan dengan sistem pengukuran doublestand atau sistem pulang pergi.
Pembacaan rambu ukur selalu dilakukan bacaan tiga benang teropong
(benang atas, benang tengah, dan benang bawah), dengan rambu yang
dipasang tegak lurus dilengkapi dengan nivo rambu.
Bacaan skala rambu harus dilakukan pada interval skala antara 0,5 meter
sampai dengan 2,5 meter untuk rambu panjang 3,0 meter.
Bab I I1 - 15
pengamatan
matahari
dilakukan
secara
konvensional
dimana :
A =
azimuth matahari
Q =
lintang pengamatan (dari peta topografi)
rm . cp . ct
dimana :
rm = sudut refraksi normal pada tekanan udara 760 mm.Hg,
temperatur 0OC dan kelembaban nisbi 60%.
Harga rm dapat dicari dari Tabel VI pada Buku Almanak Matahari
Bab I I1 - 18
p
, dengan p adalah tekanan udara dalam mm.Hg
760
cp =
ct =
(harga ct dapat dicari dari Tabel VIII pada Buku Almanak Matahari)
p
pH. Cos hn
atau
p
pH. Sin Zn
P
1
dPA
A1
12
23
d23
d12
dA1
1
A
dimana :
N = banyak titik poligon
U
1
Sudut luar (), maka syarat
geometrisnya
sudut ukuran = (N-2).180
N = banyak titik poligon
sudut ukuran = jumlah sudut
b. Jika jumlah sudut tidak sama dengan (N-2).180 atau tidak sama
dengan (N+2).180, maka ada kesalahan penutup sudut sebesar f dan
hitungan harus dikoreksi
ukuran
f
N
awal 180O
Selisih absis,
h. Bila tidak sama dengan nol, berarti ada kesalahan penutup absis (fx)
dan ordinat (fy), sehingga hitungan selisih absis dan ordinat yang benar:
x
d
. fx y
d
d
. fy
d
j.
X X'
Y Y'
fx 2 fy 2
d
BTb BTm
c . BA BB
100. BA BB
atau
d
sehingga jarak tiap slag didapat yaitu jarak muka ditambah jarak ke
belakang atau D = Dm + Db
c) Dari hasil perhitungan beda tinggi tersebut pada masing-masing kring
tertutup dilakukan perhitungan jumlah beda tinggi, hi = 0, dengan I =
1 sampai n, sehingga diperoleh kesalahan penutup beda tinggi di tiaptiap kring.
d) Untuk mengetahui apakah salah penutup sudah memenuhi toleransi
yang diinginkan, dipakai rumus :
T
10
dimana :
T = toleransi
10 = angka yang menyatakan tingkat ketelitian (mm)
d = jarak total pengukuran (Km).
e) Dari salah penutup beda tinggi tiap kring, koreksi dapat dibagikan ke
beda tinggi tiap seksi dengan cara konvensional, tanda koreksi (+ atau -)
adalah kebalikan dari tanda salah penutup.
f) Elevasi titik-titik pada tiap-tiap seksi diantara titik-titik simpul tersebut
diperoleh dari perhitungan secara konvensional atau perataan
sederhana dengan acuan pada elevasi titik-titik simpul.
4. Hitungan Titik Detail
Perhitungan titik detail menggunakan metode tachimetri.
Sebagaimana telah diterangkan di atas pada pengukuran tachimetri unsur
yang didapat dari pengukuran situasi detail yaitu :
Tinggi alat ukur terhadap patok diukur (TA)
Tinggi patok diukur (TP)
Pembacaan sudut vertikal (h) atau sudut zenit (z)
Pembacaan benang lengkap (BA, BT, BB)
Dari unsur data-data tersebut di atas dapat dihitung :
Jarak optis atau jarak miring, yaitu DM = C (BBBB) atau DM = 100(BBBA)
Jarak mendatar, yaitu D = DM .Cos 2Z atau D = DM . Sin 2h
Hitungan beda tinggi (H) dari tempat berdiri alat ke titik detail dihitung
dengan rumus :
1) Bila bacaan benang tengah (BT) pada rambu setinggi alat maka, beda
tinggi (H) = 0,5 . DM .Sin 2Z
Bab I I1 - 22
2) Bila bacaan benang tengah (BT) pada rambu tidak setinggi alat maka,
Tidak
Persetujua
n?
Ya
Pengukuran Poligon
Pengukuran
Lavelling
Pengukuran Situasi
Pemasangan BM dan CP
Ya
Revisi
Gambar
Tidak
Final Drawing (Peta
Dasar)
1 : 1000
Gambar Situasi
Bangunan
Skala 1 : 500
Bab I I1 - 23
Gambar Detail
dan Profil
Melintang dan
Memanjang
B.
Data kependudukan dan sosial ekonomi yang dimaksud adalah data kegiatan sosial
dan ekonomi yang ada dalam wilayah daerah irigasi. Data ini dapat diperoleh dari
Kecamatan Dalam Angka / Kabupaten Dalam Angka. Data-data tersebut berupa:
jumlah penduduk, tingkat pertumbuhan, kepadatan dan jumlah rumah tangga, areal
persawahan dan perkebunan palawija, dan lain sebagainya.
3.3.3. Penggambaran Hasil Pengukuran (Peta Situasi/Kondisi Eksisting)
Gambar hasil pengukuran akan dibuat dalam bentuk autocad dan print out
menggunakan kertas A3 dengan uraian gambar sebagai berikut :
a. Penggambaran peta situasi meliputi :
Interval kontur ialah 1 m untuk daerah datar dan 2 m untuk daerah curam
Bab I I1 - 25
- Luas daerah yang hujannya dianggap diwakili oleh salah satu setasiun yang
bersangkutan adalah daerah yang dibatasi oleh garis garis poligon tersebut atau
dengan batas daerah aliran sungai.
- Luas relatif daerah ini dengan luas daerah aliran sungai merupakan faktor
koreksinya.
Pelaksanaan analisis hidrologi memerlukan data yang lengkap dalam arti kualitas,
dan runtut waktu (time series) yang panjang minimal 10 tahun, terutama data hujan.
Apabila data dikarenakan sesuatu sebab, ada bagian data yang hilang atau runtut
waktunya dianggap kurang panjang jangka waktu pencatatannya, diantisipasi dengan
menggunakan metode reciprocal, dimana metode ini menggunakan data curah hujan
referensi parameter jarak stasiun yang akan dilengkapi datanya dengan stasiun
referensi tersebut dengan persamaan matematis sebagai berikut.
H H
H
2r2 2r3 ... 2rn
L 2 L3
Ln
1
1 1 1
2 2 ... 2
2
L1 L 2 L 3
Ln
Hr1
Hh
L21
Dimana :
Hh
= hujan di stasiun yang akan dilengkapi
H1 Hn
= hujan di stasiun referensi
L1 Ln= jarak stasiun referensi dengan data stasiun yang dimaksud
Bab I I1 - 26
Data referensi dari lokasi terdekat minimal terdapat 3 stasiun referensi yang dapat
digunakan.
2.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
C
0,10
0,25
0,50
0,30
0,10
0,20
0,10
0,15
0,35
0,70
0,50
0,25
0,40
0,30
0,70
0,80
0,70
0,15
0,10
0,95
0,95
0,85
0,35
0,30
0,75
0,01
0,95
0,10
0,05
0,10
0,15
0,13
0,18
0,25
0,10
0,15
0,20
0,17
0,22
0,35
0,30
0,20
0,60
0,50
0,30
0,20
0,60
0,50
Bab I I1 - 27
c.
0,20
0,10
0,25
0,25
0,15
0,05
0,45
0,25
No
12
3.
C
0,70
0,50
0,40
0,60
0,25
0,50
0,90
0,70
0,60
0,75
0,40
0,70
R
t
I = 24 .
t 24
dimana,
R24 = ratarata hujan pada jam terpusat (mm)
t = lama hujan terpusat (jam)
c. Analisis Frekuensi
Metode perhitungan pendekatan yang lazim digunakan untuk mendapatkan
hubungan antara intensintas hujan, frekuensi, dan waktu curah hujan adalah
rumus empiris Normal, Log Normal, EJ. Gumbell, Pearson III dan atau Log
Pearson III.
i.
W=
ln
p=
1
T
dengan,
Xtr= curah hujan dengan kala ulang tertentu (mm)
Bab I I1 - 28
k = faktor frekuensi
T = kala ulang
ii.
= Y + k.Sy
ln
p=
Xtr = 10(Ytr)
dengan,
Xtr
Sy
k = faktor frekuensi
T = kala ulang
iii. Analisis Frekuensi E.J. Gumbel
Xtr = X + k.Sx
k =
{0,5772 + ln [ln
]}
T 1
dengan,
Xtr
= faktor frekuensi
Sx
= standar deviasi
T = kala ulang
iv. Analisis Frekuensi Pearson III
N
log x
log x i
i1
N
N
log x i log x
Slog x =
i 1
N 1
log x log x1
Cs = i1
N 1 N 2 Slog x 3
2
dengan,
kTr
Cs
= koefisien penyimpangan
Bab I I1 - 29
4.
Tujuan analisis debit banjir adalah untuk memperoleh debit puncak yang akan
digunakan sebagai data dalam pradesain rencana bendungan.
Kurangnya data banjir mengakibatkan ditetapkannya hubungan empiris
antara curah hujan limpasan air hujan, berdasarkan rumus rasional
berikut :
Qn = b qn A
Dimana
Qn =Debit banjir (puncak) dalam m3/dt dengan kemungkinan tak
terpenuhi
n%
= Koefisien limpasan air hujan (runoff)
b = Koefisien pengurangan luas daerah hujan
qn = Curah hujan dalam m3/ dt.km2 dengan kemungkinan tak terpenuhi n%
A = luas daerah aliran sungai sungai, km2
Ada tiga metode yang diajurkan untuk menetapkan curah hujan empiris
limpasan air hujan, yakni :
- Metode Der Weduwen untuk luas daerah aliran sungai sampai 100 km,
dan
- Metode Melchior untuk luas daerah aliran sungai lebih dari 100 km
- Metode Haspers untuk DPS lebih dari 5000 ha
Ketiga metode tersebut telah menetapkan hubungan empiris untuk a, b
dan q. Waktu konsentrasi (periode dari mulanya turun hujan sampai
terjadinya debit puncak) diambil sebagai fungsi debit puncak, panjang
sungai dan kemiringan rata rata sungai.
Untuk mensiasati kondisi iklim yang sering berubah akibat situasi global
maka diperlukan langkah untuk melakukan perhitungan hidrologi (debit
andalan & debit banjir) yang mendekati kenyataan. Sehingga diputuskan
untuk merevisi angka koreksi untuk mengurangi 15% untuk debit andalan
dan menambah 20% untuk debit banjir. (Angka koreksi disesuaikan dengan
kondisi perubahan DAS )
Hal ini dilakukan mengingat saat ini perhitungan berdasar data seri historis
menghasilkan debit banjir semakin lama semakin membesar dan debit
andalan semakin lama semakin mengecil.
Bab I I1 - 30
4.a.
Kelompok
hidrologis tanah
C
D
0,60
0,70
baik)
0,65
0,75
0,75
0,80
Bila curah hujan dalam sehari qn berbeda, maka harga-harga pada gambar
tersebut akan berubah secara proporsional, misalnya untuk curah hujan
sehari 240 mm, harga qn dari
F = 0 dan T = 24 jam akan menjadi :
q n 2,31 x
240
2,77 m 3 / dt.km 3
200
Bab I I1 - 32
20
F=15
1 00
20
25
30
1 50
15
40
50
2
4
6
10
2 00
75
2 50
1 00
15
20
25
3 00
10
4 00
5 00
7 50
1 50
40
2 00
50
2 50
3 00
75
1 00
4 00
1 50
1 000
5 00
2 00
1 500
2 000
2 500
7 50
1 000
3 00
4 00
5 00
1 500
2 000
2 500
3 500
5 000
7 500
7 50
1 000
1 500
2 000
2 500
3 500
5 000
3 500
5 000
7 500
1 0000
Sahih/berlaku untuk
curah hujan sehari R(1)
dari 200m/hari
F=0
F=0
50
1 00
5 00
1 000
2 500
5 000
1 0000
1 0000
1 0000
0 15 30 45 60 1
2
Lamanya dalam jam
3 4
7 8
9 10 11 12 13 14
4
F=0
50
1 00
5 00
2
5 000
7 500
1 0000
1 00
5 00
2 500
F=0
1 000
2 500
5 000
1 0000
14 15 16 17 18 19 20 20 22 24 25 28 30 32 34 36 38 40 42
44 46 48
Lamanya dalam jam
13.8 km
13.8 km
20.0 km
+ 750 m
20.0 km
+ 700 m
H = 600 m
Gambar A.1.2
Perhitungan luas daerah
hujan
+ 100 m
+0m
0.1L
0.9 L
L = 50 km
= panjang sungai, km
= debit puncak, m3 / dt
Qn = qn A
Dimana:
= 1-
qn
4.1
q7
t 1
A
t 9
120 A
120
Rn 67.65
240 t 1.45
tak
terpenuhi n%
a = Koefisien limpasan air hujan
b = Koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan daerah aliran sungai
q = curah hujan (m3/dt.km)
A = Luas daerah aliran (km) sampai 100 km
t = lamanya curah hujan (jam)
L = Panjang sungai (km)
I = gradien (Melchior) sungai atau medan
Kemiringan rata-rata sungai I ditentukan dengan cara yang sama seperti
pada metode Melchior. Sepuluh persen hulu (bagian tercuram) dari
panjang sungai dan beda tinggi tidak dihitung.
Perlu diingat bahwa waktu t dalam metode Der Weduwen adalah saat-saat
kritis curah hujan yang mengacu pada terjadinya debit puncak. Ini tidak
sama dengan waktu konsentrasi dalam metode Melchior.
Dalam persamaan untuk curah hujan sehari rencana (Rn) harus diisi untuk
memperoleh harga curah hujan qn. Perlu dicatat pula bahwa rumus-rumus
Der Weduwen dibuat untuk curah hujan sehari sebesar 240 mm.
Persamaan tersebut juga dapat disederhanakan dengan mengasumsikan
hubungan tetap antara L dan A.
L = 1,904 A0,5
Jika disubstitusikan ke dalam persamaan (A.1.9), maka ini menghasilkan
L = 0,476 Q-0,125 I-0,25 A0,5
Bab I I1 - 35
1 0,012 f 0,7
1 0,075 f
1
t (3,7 x10 0 , 4t ) f 4
1
x
(t 2 15)
12
3. Waktu konsentrasi dihitung dengan rumus:
t x 0,1 L0 ,9 i 0 ,3
4. Hujan maksimum menurut Haspers dihitung dengan rumus:
q
Rt
3,6t
Rt S xU
Keterangan:
t = waktu curah hujan (jam)
q = hujan maksimum (m3/km2/detik)
R = curah hujan maksimum rata-rata (mm)
S x = simpangan baku
Rt
t.R24
t 1 0,0008(260 R24 )(2 t ) 2
Rt
t.R24
t 1
keterangan:
t
R24 =
Rt =
Bab I I1 - 36
Bab I I1 - 37
Gambar 3.15
Debit aliran dasar merata dari permulaan hujan sampai akhir dari hidrograf satuan
Bab I I1 - 38
Gambar 3.16
Debit aliran dasar ditarik dari titik permulaan hujan sampai titik belok di akhir hidrograf
satuan
( I 0,2S ) 2
I 0,8S
keterangan:
Q =
(mm)
Besaran S dievaluasi berdasarkan kelembaban tanah sebelumnya, jenis
tata guna lahan, dan didefinisikan sebagai rumus:
S
25400
254
CN
- tanaman
berbutir
(jagung,
gandum,
dan lainlain
- tanaman
legunne
(petai cina,
turi)
- padang
rumput
untuk
gembala
- tanaman
rumput
- pepohonan
Perlakukan
Terhadap
Tanaman
Berjajar lurus
Kondisi
Hidrolog
i
Kelompok Jenis
Tanah
A
B
C
D
77
86 91 94
Berjajar
Berjajar
Dengan
Dengan
Dengan
Dengan
Berjajar
Berjajar
Dengan
Dengan
Dengan
Dengan
Berjajar
Berjajar
Dengan
Dengan
Dengan
Dengan
Bagus
Dengan
Dengan
Dengan
Jelek
bagus
Jelek
Bagus
Jelek
bagus
Jelek
bagus
Jelek
Bagus
Jelek
bagus
Jelek
bagus
Jelek
Bagus
Jelek
bagus
Jelek
Sedang
72
67
70
65
66
62
65
63
63
63
61
59
66
58
64
55
63
51
68
49
39
61
47
25
6
30
81
78
79
75
74
71
76
75
75
74
72
70
77
72
75
69
73
67
79
69
74
67
59
35
88
85
84
82
80
78
84
83
83
81
79
78
85
81
83
78
80
76
86
79
80
81
75
70
91
89
88
86
82
81
88
87
87
85
82
81
89
85
85
83
83
80
89
84
58
71
78
45
36
60
25
55
59
66
73
70
77
79
79
83
74
82
86
74
84
90
92
lurus
lurus
kontur
kontur
teras
teras
lurus
lurus
kontur
kontur
teras
teras
lurus
lurus
kontur
kontur
teras
teras
kontur
kontur
kontur
Jelek
Sedang
baik
bagus
Sedang
baik
- pertanian
lahan
kering
- Jalan raya
jelek
88
83
79
Kelompok
Jenis
Tanah
A
B
C
Uraian
Potensi aliran permukaan rendah,
termasuk tanah jenis, dengan
sedikit debu dan tanah liat
Potensi aliran permukaan sedang,
umumnya tanah berpasir, tetapi
kurang dari jenis A
Antara tinggi dan sedang potensi
dari aliran permukaan. Merupakan
lapisan tanah atas tidak begitu
dalam dan tanahnya terdiri dari
tanah liat
Mempunyai potensi yang tinggi
untuk mengalirkan aliran
permukaan
Tingkat
Infiltrasi
(mm/jam)
8 12
48
14
0 -1
tanaman berjajar
tanaman berjajar
Tanaman berbutir
Tanaman berbutir
tanaman rumput
padang rumput
pohon keras
Kondisi
Hidrologi
Jelek
Bagus
Jelek
Bagus
Putaran
bagus
Bagus
bagus
A
0.89
0.86
0.86
0.84
0.81
0.64
0.45
Group
C
1.09
1.09
1.11
1.11
1.13
1.21
1.27
D
1.12
1.14
1.16
1.16
1.18
1.31
1.40
Faktor Pengubah CN
untuk Kondisi II
menjadi
Kondisi I
Kondisi III
0.40
2.22
0.45
1.85
0.50
1.67
0.55
1.50
0.62
1.40
0.67
1.30
0.73
1.21
0.79
1.14
0.87
1.07
Bab I I1 - 41
100
Kondisi
I
II
III
1.00
1.00
TR 0,43
100 SF
1,0665SIM 1,2775
keterangan:
TR
= waktu naik(jam)
SF
Bab I I1 - 42
Keterangan :
c.
QP
JN
TR
Keterangan :
TB
TR
SN
3. Aliran dasar dapat didekati sebagai fungsi luas DPS dan kerapatan
jaringan sungai yang dirumuskan sebagai berikut :
Bab I I1 - 44
IR =
dengan :
= MT/S
Bab I I1 - 45
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan palawija berbeda untuk tanaman padi.
Biasanya untuk tanaman palawija disediakan air 75 mm. setelah pembajakan.
Pada kasus dengan type tanah lempung (clay) sangat kering, sehingga air
irigasi 75 mm. digunakan untuk pembajakan (lihat publikasi dari FAO).
a.2. Penggunaan Konsumtif (Consumtif Use)
Penggunaan konsumtif (kebutuhan air tanaman) adalah sejumlah air yang
dibutuhkan untuk mengganti air yang hilang akibat penguapan. Air dapat
mengguap melaui permukaan air maupun melalui daun-daunan tanaman. Bila
kedua proses penguapan tersebut terjadi bersama-sama, terjadilah proses
evapotranspirasi, yaitu gabungan antara penguapan air bebas (evaporasi) dan
penguapan
melalui
tanaman
(transpirasi).
Dengan
demikian
besarnya
kebutuhan air tanaman adalah sebesar jumlah jumlah air yang hilang akibat
proses evapotranspirasi. Penggunaan konsumtif adalah kebutuhan air aktual.
Penggunaan konsumtif dihitung dengan persamaan :
ETC = kC x ETO
dengan :
ETC = Penggunaan konsumtif (mm/hari)
ETO = Evapotranspirasi potensial (mm/hari), besarnya dihitung dengan
metode Pennman (Pennman Metode).
KC =
Periode
Setengah
Padi
Jagung
Bulanan
1
1.10
0.50
2
1.10
0.59
3
1.05
0.96
4
1.05
1.05
5
0.95
1.02
6
0.00
0.95
Sumber : Kriteria Perencanaan 01 (KP-01)
Kedelai
0.50
0.75
1.00
1.00
0.82
0.45
Bab I I1 - 46
Infiltrasi merupakan proses masuknya air dari permukaan tanah ke dalam tanah
(daerah tidak jenuh). Sedangkan perkolasi adalah masuknya air dari daerah
tidak jenuh ke dalam daerah jenuh, pada proses ini, air tidak dapat
dimanfaatkan oleh tanaman. Untuk tujuan perencanaan, tingkat perkolasi
standar 2,0 mm/hari dipakai untuk mengestimasi kebutuhan air pada daerah
produksi padi.
a.4 Penggantian Genangan Air
Saat memproduksi padi, untuk pemupukan dan pelaksanaan penyiangan,
digunakan praktek penurunan muka air disawah. Berdasarkan perlakuan ini,
lapisan air harus diganti. Untuk menghitung praktek penggantian tersebut,
suatu cadangan sebesar 50 mm (3,33 mm/hari) telah dibuat pada setiap tengah
bulanan kedua dan keempat, yaitu setelah pemindahan (transplanting).
Kebutuhan ini tidak berlaku untuk tanaman palawija sehubungan dengan
praktek kultural yang berbeda.
a.5. Efisiensi Irigasi
Efisiensi irigasi digunakan untuk menentukan efektivitas dari sistem irigasi dan
pengelolaannya dalam memenuhi permintaan penggunan konsumtif (evapotranspirasi) tanaman selama pertumbuhan. Variasi temporer pada kebutuhankebutuhan ini terjadi selama produksi tanaman dan analisis beberapa proyek
pada banyak lokasi juga menyatakan bahwa efisiensi irigasi juga bervariasi
bergantung pada tahap pertumbuhan tanaman, yang berbeda halnya dengan
kondisi klimatologi.
Pada dasarnya, kehilangan yang mempengaruhi efisiensi irigasi adalah yang
terjadi selama gangkutan air dari sumber ke daerah persawahan, dan saat
penggunaan sawah. pada kajian ini, efisiensi irigasi dibagi dalam dua bagian :
1. Efisiensi saluran pembawa (conveyance effsiency), yang dihitung sebesar
kehilangan air dari saluran utama dan saluran sekunder.
2. Efisiensi sawah (a farm efficiency) yang dihitung dari saluran tersier dan di
sawah.
Total efisiensi irigasi termasuk (conveyance efficiency dan farm efficiency) untuk
padi diasumsikan 65% (KP-01 and FENCO). Estimasi ini dibagi menjadi
efisiensi saluran utama 90%, efisiensi saluran 90% dan estimasi efisiensi
saluran tersier 80%.
a.6. Hujan Efektif
Data untuk memperoleh hujan efektif diperoleh dari pemetaan data stasiun
yang terdekat. Hujan bulanan diperoleh dengan satuan dari lima tahun terendah
dan perhitungannya digunakan metode statistik distribusi Gumbel (80 percent
probability dari periode ulang, R80). Hujan efektif harian adalah 70% dari 80%
probabilitas untuk tanaman padi :
Bab I I1 - 47
Evapotranspirasi
Besaran evapotranspirasi dihitung memakai cara Penman modifikasi (FAO),
dengan masukan data iklim berikut: letak lintang, temperatur, kelembaban
relatif, kecepatan angin dan lama penyinaran matahari. Data-data tersebut
dapat dilihat pada Bab II sub-bagian data klimatologi.
Persamaan Penman dirumuskan sebagai berikut:
ETo = c [ W . Rn + (1-W). f(u). (ea-ed) ]
dengan:
Eto = evapotranspirasi tanaman (mm/hari)
W = faktor temperatur
Rn = radiasi bersih (mm/hari)
f(u) = faktor kecepatan angin
(ea-ed) = perbedaan antara tekanan uap air pada temperatur rata-rata
dengan tekanan uap jenuh air (mbar)
c
dengan,
_______
+
0.386
P
L
L = 595 - 0.51T
P
= 1013 - 0.1055E
= 2(0.00738T+0.8072)T-0.00116
Rn = Rns - Rn1
Rns= ( 1 - )Rs
Rs = ( 0.34 + 0.56 n/N ) Ra
Rn1
ed
ea
U 2 Ur
43.2 1 Ur
Ud
Un
Dimana :
E
Ur = kecepatan rasio
Ud = kecepatan angin siang
Un = kecepatan angin malam
Nilai fungsi-fungsi:
f (u)
= 0.27 ( 1+ u/100)
f (T)
= 11.25 . 1.0133T
f (ed)
= 0.34 - 0.044 ed
pengurangan
temperatur
karena
ketinggian
elevasi
daerah
Up
Ll
Lp
n/N - 0.01 ( Ll - Lp )
Dengan :
Bab I I1 - 49
n/Nc
n/N
Ll
Lp
Bab I I1 - 50
2.
3.
kemiringan
dicabangkan
dari
dasar
saluran
yang
primer
terbatas.
dan
Saluran
mengikuti
sekunder
punggung
yang
sering
faktor pembatas.
2.e. Persamaan dan Kriteria Hidrolis
2.e.1 Rumus Aliran
Untuk perencanaan ruas, aliran saluran dianggap sebagai aliran tetap, dan
untuk itu diterapkan rumus Strickler.
V = K R
R
A
2/3
..( 3.1 )
A
P
= ( b + m h ) h
= ( b + 2 h
= V x A
= nxh
1 + m2
Dimana :
Q
= keliling basah, m
= lebar dasar, m
= tinggi air, m
MAN
w
h
1
m
1
m
P
b
Gambar 3.21. Parameter potongan melintang
Rumus aliran di atas juga dikenal sebagai rumus Manning. Koefisien
Bab I I1 - 53
kekasaran.
Akan tetapi,
untuk
saluran
tanah
ini hanya
lebih
penting
pada koefisien
kekasaran
saluran
koefisien
kekasaran.
Perubahan-perubaban
ini
dapat
Koefisien-koefisien
kekasaran
untuk
perencanaan
saluran
irigasi
m /dt
Q > 10
1/3/dt
45
5 < Q < 10
42,5
1<Q<5
40
35
2.e.3 Erosi
Kecepatan maksimum yang diizinkan adalah kecepatan aliran (rata-rata)
maksimum yang tidak akan menyebabkan erosi di permukaan saluran.
Konsep itu didasarkan pada hasil riset yang diadakan oleh US Soil Conservation Service (USDA - SCS, Design of Open Channels, 1977) dan
hanya memerlukan sedikit saja data lapangan seperti klasifikasi tanah
(Unified System), indeks plastisitas dan angka pori.
Kecepatan maksimum yang diizinkan ditentukan dalam dua langkah :
1. Penetapan
kecepatan
dasar
(vb)
untuk
saluran
lurus
dengan
Bab I I1 - 55
a
1.0
1.1
b
1.0
0.9
trase
0.8
0.9
0.8
0.2
1.2
1.4
0.7
16
1.3
6
12
8
10
14
jari-jari lengkungan / lebar
- permukaan air
c
1.2
1.1
1.0
0.9
0.8
0.7
1.0
2.0
kedalaman air rencana h dalam meter
3.0
4.0
Bab I I1 - 56
0.8
0.2
1.2 1.4
0.7
16
1.3
6
14 12 10 8
jari-jari lengkungan / lebar
- permukaan air
3.0
4.0
c
1.2
1.1
1.0
0.9
0.8
0.7
1.0
2.0
kedalaman air rencana h dalam meter
Kecepatan dasar untuk muatan sedimen antara 1000 dan 20.000 ppm
dapat diketemukan dengan interpolasi dari Gambar 3.21 Akan tetapi, perlu
dicatat bahwa pada umumnya air irigasi digolongkan dalam "aliran bebas
sedimen" dalam klasifikasi yang dipakai di sini.
Faktor-faktor koreksi saluran adalah:
- faktor koreksi tinggi air B pada Gambar 3.22 yang menunjukkan bahwa
saluran yang lebih dalam menyebabkan kecepatan yang relatif lebih
rendah di sepanjang batas saluran.
- faktor koreksi lengkung C pada Gambar 3.22 yang merupakan kampensasi untuk gaya erosi aliran melingkar (spiral flow) yang disebabkan oleh
lengkung-Iengkung pada alur. Untuk saluran dengan lengkung-lengkung
yang tajam, pemberian pasangan pada tanggul luar bisa lebih ekonomis
daripada menurunkan kecepatan rata-rata.
2.f. Potongan Melintang saluran
2.f.1 Geometri
Untuk mengalirkan air dengan penampang basah sekecil mungkin,
potongan melintang yang berbentuk setengah lingkaran adalah yang
terbaik.
Usaha untuk mendapatkan bentuk yang ideal dari segi hidrolis dengan
saluran
tanah
berbentuk
trapesium,
akan
cenderung
menghasilkan
potongan melintang yang terlalu dalam atau sempit. Hanya pada saluran
dengan debit rencana sampai dengan 0,5 m 3/dt saja yang potongan melintangnya dapat mendekati bentuk setengah lingkaran. Saluran dengan
debit rencana yang tinggi pada umumnya lebar dan dangkal dengan perbandingan b/h (n) sampai 10 atau lebih.
Harga n yang tinggi untuk debit-debit yang lebih besar adalah perlu, sebab
jika tidak, kecepatan rencana akan melebihi batas kecepatan maksimum
yang diizinkan. Lebih-lebih lagi, saluran yang lebih lebar mempunyai
variasi muka air sedikit saja dengan debit yang berubah-ubah, dan ini
mempermudah pembagian air. Pada saluran yang lebar, efek erosi atau
pengikisan talut saluran tidak terlalu berakibat serius terhadap kapasitas
debit. Dan karena ketinggian air yang terbatas, kestabilan talut dapat
diperoleh tanpa memerlukan bahu (berm) tambahan.
Bab I I1 - 58
Kerugian utama dari saluran yang lebar dan dangkal adalah persyaratan
pembebasan tanah dan penggaliannya lebih tinggi, dan dengan demikian
biaya pelaksanaannya secara umum lebih mahal.
2.f.2 Kemiringan Saluran
Untuk menekan biaya pembebasan tanah dan penggalian, talut saluran direncana securam mungkin. Bahan tanah, kedalaman saluran dan terjadinya rembesan akan menentukan kemiringan maksimum untuk talut
yang stabil.
Kemiringan galian minimum untuk berbagai bahan tanah disajikan pada
Tabel 3.7.
Harga harga kemiringan minimum untuk saluran tanah yang dibuat
dengan bahan bahan kohesif yang dipadatkan dengan baik diberikan
pada Tabel 3.8.
Tabel 3.9. Kemiringan minimum talut untuk berbagai bahan tanah
Bahan tanah
Simbol
Kisaran
kemiringa
n
< 0,25
Batu
Gambut kenyal
Pt
12
Tanah lus
CL, CH,
12
MH
1,5 2,5
pasiran kohesif
Pasir lanauan
SC, SM
23
Gambar lunak
SM
34
Pt
1:1
Bab I I1 - 59
1 : 1,5
1:2
Talut yang lebih landai daripada yang telah disebutkan dalam tabel di
atas harus dipakai apabila diperkirakan akan terjadi rembesan ke
dalam saluran.
Untuk tanggul yang tingginya lebih dari 3 m lebar bahu (berm) tanggul
harus dibuat sekurang-kurangnya 1 m (setiap 3 m). Bahu tanggul harus
dibuat setinggi muka air rencana di saluran. Untuk kemirinan luar,
bahu tanggul (jika perlu) harus terletak di tengah-tengah antara bagian
atas dan pangkal tanggul.
2.f.3 Lengkung Saluran
Lengkung yang diizinkan untuk saluran tanah bergantung kepada:
- Ukuran dan kapasitas saluran
- Jenis tanah
- Kecepatan aliran.
Jari-jari minimum lengkung seperti yang diukur pada as harus diambil
sekurang-kurangnya 8 kali lebar atas pada lebar permukaan air
rencana.
Jika lengkung saluran diberi pasangan, maka jari-jari minimumnya
dapat dikurangi. Pasangan semacam ini sebaiknya dipertimbangkan
apabila jari jari lengkung saluran tanpa pasangan terlalu besar untuk
keadaan topografi setempat. Panjang pasangan harus dibuat paling
sedikit 4 kali kedalaman air pada tikungan saluran.
Jari-jari minimum untuk lengkung saluran yang diberi pasangan harus
seperti berikut
- 3 kali lebar permukaan air untuk saluran-saluran kecil (< 0,6 m 3/dt),
dan sampai dengan
- 7 kali lebar permukaan air untuk saluran-saluran yang besar
(> 10 m3/dt).
2.f.4 Tinggi Jagaan
Tinggi jagaan berguna untuk :
- Menaikkan muka air di atas tinggi muka air maksimum
- Mencegah kerusakan tanggu saluran
Bab I I1 - 60
Meningginya muka air sampai di atas tinggi yang telah direncana bisa
disebabkan oleh penutupan pintu secara tiba-tiba disebelah hilir,
variasi ini akan bertambah dengan membesarnya debit. Meningginya
muka air dapat pula diakibatkan oleh pengaliran air buangan ke dalam
saluran.
Tinggi jagaan minimum yang diberikan pada saluran primer dan
sekunder
dikaitkan
dengan
debit
rencana
saluran
seperti
yang
Tinggi Jagaan
< 0,5
(m)
0,40
0,5 1,5
0,50
1,5 5,0
0,60
5,0 10,0
0,75
10,0 15,0
0,85
> 15,0
1,00
(m3/dt)
(m)
Q1
1,00
dengan jalan
inspeksi
(m)
3,00
1<Q<5
1,50
5,00
5 < Q 10
2,00
5,00
10 < Q 15
3,50
5,00
Q > 15
3,50
5,00
Bab I I1 - 61
Jalan inspeksi terletak ditepi saluran di sisi yang diairi agar bangunan
sadap dapat dicapai secara langsung dan usaha penyadapan liar makin
sulit dilakukan. Lebar jalan inspeksi dengan perkerasan adalah 5,0 m atau
lebih, dengan lebar perkerasan sekurang-kurangnya 3,0 meter.
Untuk pertimbangan stabilitas tanggul, lebar tanggul yang diberikan pada
Tabel 3.21 dan/atau talut luar dapat ditambah (dapat dilihat pada Bab 9
Bagian KP - 04 Bangunan).
300
b
var
100
sempadan
saluran
1
1
kupasan 20 cm
Q 1 m/dt
sempadan
saluran
500
batas garis
sempadan saluran
100
300
100
b (var)
200
b (var)
150
< 0,5
40
50
60
75
85
> 15,0
100
sempadan
saluran
sempadan
saluran
h (var)
5 < Q 10 m/dt
1 Q < 5 m/dt
batas garis
sempadan saluran
1
1
tinggi
jagaan
W (cm)
debit
Q m/dt
batas garis
sempadan saluran
batas garis
sempadan saluran
sempadan
saluran
1
m
kupasan 20 cm
1 m/dt Q 10 m/dt
b (var)
500
sempadan
saluran
350
1
1
batas garis
sempadan saluran
batas garis
sempadan saluran
sempadan
saluran
(var)
1
m
kupasan 20 cm
Q 15 m/dt
500
b (var)
350
w
1
(var)
1
m
kedalaman
galian cm
D = h+w
D < 100
100 < D < 200
ukuran dalam cm
sempadan
saluran
batas garis
sem padan saluran
batas garis
sem padan saluran
10 m/dt Q 15 m/dt
D > 200
kemiringan
talud min
hor. / ver.
1
1,5
2
dasar
penentuan
garis
sempadan
saluran
adalah
untuk
diluar
garis
tersebut
tidak
mempengaruhi
kestabilan
saluran, yang ditunjukkan oleh batas daerah gelincir. Lihat gambar 3.22.
sempadan
saluran
irigasi
tak
bertanggul
sebagaimana
tercantum dalam Gambar 3.6 ini jaraknya diukur dari tepi luar parit
drainase di kanan dan kiri saluran irigasi.
- Jarak garis sempadan sekurang-kurangnya sama dengan kedalaman
saluran irigasi
- Untuk saluran irigasi yang mempunyai kedalaman kurang dari satu
meter, jarak garis sempadan sekurang-kurangnya satu meter.
Bab I I1 - 63
Bab I I1 - 64
dengan
penetapan
pada
saluran
irigasi
sebagaimana
Bab I I1 - 65
Saluran Gendong
Saluran Irigasi
1.
3.
4. Tinggi Jagaan
Tinggi jagaan 50 cm untuk saluran sejajar jalan dan 30 cm untuk
kondisi saluran gendong lainnya.
5. Lebar Tanggul dan Kemiringan Tanggul Sisi Luar
Lebar tanggul sebaiknya cukup untuk melayani jalan tani, lebar
lainnya direkomendasi minimum 40 cm.
6. Kemiringan tanggul luar untuk semua saluran drain adalah 1:1.
7. Batas Kecepatan Saluran Gendong
Kecepatan maksimum yang diijinkan pada saluran gendong sama
dengan batas maksimum kecepatan pembuang atau irigasi seperti
yang telah diuraikan pada pasal 3.2.4.
8. Kecepatan maksimum yang diijinkan pada saluran gendong adalah
kecepatan rata-rata yang tidak menyebabkan erosi di permukaan.
2.f.7.4 Kelebihan dan Kelemahan Saluran Gendong
Bab I I1 - 67
Fungsi saluran gendong untuk menampung air aliran runoff dari daerah
tangkapan sisi atas selama waktu tertentu sehingga tidak menyebabkan
erosi pada sisi luar saluran irigasi, kelemahan pemilihan cara ini :
a. Diperlukan lebar yang cukup luas untuk penempatan dua saluran di
tebing.
b. Debit saluran gendong jika tidak memenuhi kapasitas debit air
buangan akan masuk ke saluran. Cara mengatasinya dengan saluran
pelimpah pada lokasi tertentu.
c. Memerlukan perawatan akibat intensitas sedimen dari sisi atas sangat
tinggi.
d. Dimensi saluran gendong dapat cukup besar jika area tangkapan
hujannya cukup luas.
2.g. Potongan Memanjang
2.g.1 Muka air yang diperlukan
Tinggi muka air yang diinginkan dalam jaringan utama didasarkan pada
tinggi
muka
air
yang
diperlukan
di
sawah-sawah
yang
diairi
3.27
berikut
memberikan
ilustrasi
mengenai
cara
Saluran tersier
Saluran kuarter
q
h
f
Sawah
b
H
h 100
h 70
I a / 00
A
L
P = A + b + c + d + e + f + g + h + Z
di mana:
P = muka air di saluran sekunder
A = elevasi tertinggi di sawah
a = lapisan air di sawah, 10 cm
b = kehilangan tinggi energi di saluran kuarter ke sawah 5 cm
= kehilangan tinggi energi di boks bagi kuarter 5 cm/boks
pembendungan
(back
water)
dari
bangunan
hilir
pengurangan
tinggi
dalam
seluruh
sistem
dapat
debit
kebutuhan
air
dihitung,
maka
didapatkan
debit
Bab I I1 - 69
Selain dari debit, dalam melakukan desain saluran, elevasi muka air di
saluran ditentukan berdasarkan ketinggian sawah, kemiringan saluran
dan kehilangan tinggi di bangunan tersier, dimana elevasi tersebut
harus terpenuhi supaya jumlah air yang masuk ke sawah sesuai
dengan kebutuhan.
Jika dalam perhitungan dimensi saluran menggunakan Q maks dengan
ketinggian muka air H yang kejadiannya selama satu minggu atau dua
minggu saja selama setahun, maka ketika Q lebih kecil dari Q maks
akibatnya
ketinggian
muka
air
lebih
kecil
dari
dan
akan
pengatur
akan
menjadi
lebih
sering;
sebaliknya
jika
maksimum
dan
minimum.
Usaha
pencegahan
terjadinya
kemiringan tanah bertambah besar ke arah hilir, demikian pula harga IR;
bahkan apabila harga R berkurang pada waktu saluran mengecil.
2.g.2.2 Kemiringan maksimum
Bila mana kondisi bahan tanah pada trase sudah diketahui, maka kecepatan dasar yang diizinkan vvb untuk mencegah erosi dapat ditentukan
bagi
ruas
saluran,
sebagaimana
telah
diuraikan
pada
sub
bab
garis IR konstan dan kecepatan dasar rencana vbd diplot pada grafik.
Harga-harga m, n dan k untuk potongan melintang diambil dari pasal 3.2
dan 3.3 pada perencanaan ini.
Dalam keadaan khusus dimana kemiringan lahan relatif datar dan/atau
tidak seluruhnya sedimen diijinkan masuk ke sawah, maka sebagian
sedimen boleh diendapkan pada tempat-tempat tertentu.
sama dengan harga IR ruas saluran sebelah hulu. Hal ini mengacu
pada dibuatnya bagian hulu saluran sekunder dalam timbunan agar
kemiringan bertambah.
2.h. Sipatan Penampang Saluran Tanah
Sipatan
penampang
saluran
tanah
diperlukan
dalam
rangka
penampang
yang
dimaksud
dapat
dilakukan
dengan
cara
membuat sipatan lining dari pasangan batu/beton dengan lebar 0,5 1,00
m. Penempatan sipatan minimal 3 sipatan dalam 1 ruas saluran maksimum
300 m antar sipatan.
Pembuatan sipatan ini dimaksudkan bisa sebagai bench mark/acuan dari
design awal, dengan demikian untuk menelusuri saluran kembali sangat
mudah dengan melihat pada posisi sipatan.
Lebar 0,5 1 m
Lining : Pasangan
batu kali / beton
Gambar.3.6
Dimana : Dn = R( n )T + n( IR ET P ) S
Dimana :
R = Jumlah hujan dari n hari
S = Storage
N = Jumlah hari
I = Irrigation Supplay
P = Perkolasi
ET = Evapotranspirasi
DM = Drainage Module
Penentuan tata letak (lay out) bangunan bagi yang dilengkapi dengan arah
percabanagan saluran, muka tanah asli dan sebagainya.
Penentuan debit rencana untuk masing-masing saluran sesuai dengan ukuranukuran salurannya.
Apabila dipilih type Romijn maka selanjutnya dihitung tinggi muka air di atas
ambang dan ditentukan ketinggian dasar alat ukur tersebut.
Apabila saluran percabangan menggunakan gorong-gorong maka dibuat goronggorong persegi dengan pengaliran di saluran terbuka, dengan ketentuan :
Ukuran lebar dan tinggi gorong-gorong sama dengan ukuran
o
-
Apabila debit saluran percabanagan yang hendak diukur debitnya lebih besar dari
1 m3/dt, maka bangunan ukur dapat dipilih dari type Crump de Cruyter.
Selanjutnya dengan menggunakan ketentuan-ketentuan bangunan ukur tersebut
dihitung berapa lebar saluran yang dibutuhkan dan dihitung kehilangan tinggi
tekanan air akibat bangunan ukur tersebut.
Jika terdapat selisih muka air yang cukup besar antara saluran percabangan maka
bangunan bagi harus dilengkapi dengan bangunan terjun. Untuk bangunan terjun
ini peredam energinya dapat didesain denga type Vlughter.
Apabila terdapat bak bagi di percabangan saluran tersier, maka dihitung lebar
pemasukan bak bagi dan ketinggian muka air pada masing-masing percabangan
saluran.
Untuk saluran induk atau saluran sekunder bagian yang lurus bila memerlukan
pembuatan peninggi taraf muka air (pintu skot balok) harus dihitung lebar pintu
(doorlat) yang dibutuhkan.
= 0.385 x m x b x h
2xg
Keterangan :
Q
m
= debit, m3/det.
= koefisien pengaliran;
Bab I I1 - 76
4.1. UMUM
Program kerja merupakan gambaran menyeluruh dan komprehensip yang akan
dilakukan konsultan dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan Kerangka Acuan
Kerja (KAK) yang telah diberikan. Dalam program kerja ini akan diuraikan urutan
urutan pekerjaan, konsep penanganan masalah, tanggung jawab dan personil yang
terlibat, pengerahan sarana maupun personil pendukung, schedule pelaksanaan
pekerjaan serta schedule personil.
Program kerja ini secara garis besar mencakup 3 (tiga) tahapan pokok, yaitu:
Desain)
4.2.
Persiapan Administrasi
Kegiatan ini merupakan persiapan surat menyurat dan dokumen yang akan
diperlukan dalam pengumpulan data dan pelaksanaan pekerjaan selanjutnya.
Selain itu juga perlu disiapkan surat pengantar dari Pemberi Kerja untuk
pelaksanaan kunjungan lapangan.
2.
Mobilisasi
dan
Koordinasi
Team Pelaksana
Segera setelah Konsultan menerima Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) yang
diterbitkan oleh Pemberi Tugas, Konsultan akan mengerahkan personil yang akan
terlibat dalam penanganan pekerjaan. Persiapan mobilisasi dan koordinasi
terhadap semua potensi dan sumber daya perusahaan khususnya personil untuk
menghadapi proyek sangat mutlak dibutuhkan. Koordinasi Intern antar anggota
Tim Pelaksana akan segera dilakukan agar pekerjaan dapat berjalan dengan baik
dan lancar.
Bab IV - 1
Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan urutan pekerjaan akan dibahas bersama,
sehingga diharapkan semua tenaga ahli dapat mengerti dan memahami tugasnya
masing masing. Untuk lebih memantapkan pelaksanaan pekerjaan, koordinasi
dengan Pemberi Tugas khususnya Direksi Pekerjaan juga akan dilakukan untuk
memperoleh satu sikap pandangan agar rencana dan pelaksanaan pekerjaan
berjalan sesuai dengan tujuan serta sesuai dengan schedule pelaksanaan yang
disediakan. Mengingat jenis pekerjaan yang ditangani akan terkait dengan instansi
lain, maka koordinasi dengan berbagai instansi terkait dalam masalah ini juga akan
dilakukan baik dengan instansi pemerintah maupun swasta sehingga diharapkan
produk yang dihasilkan nantinya dapat optimal. Selain itu, dalam koordinasi intern
juga akan dibahas mengenai jadwal pelaksanaan pekerjaan, jadwal penugasan
personil dan jadwal peralatan.
3.
4.
5.
program
kunjungan
lapangan
ini
akan
dikonsultasikan
dan
Penyusunan
Laporan
Pendahuluan
Semua kegiatan tersebut diatas akan disusun dalam bentuk laporan pendahuluan.
Secara umum isi laporan ini adalah menyampaikan data awal yang telah diperoleh,
pendekatan dan metode kerja yang akan diterapkan terkait dengan pelaksanaan
pekerjaan nantinya, program kerja dan struktur organisasi beserta kualifikasi tim
pelaksanaan pekerjaan yang akan ditugaskan.
2.
Analisa data
Kegiatan analisa data dilakukan setelah semua data yang diperlukan telah
terkumpul.. Hasil analisa tersebut akan digunakan untuk kegiatan kajian dan
desain selanjutnya.
4.4.
Bab IV - 3
Dari hasil perhitungan dan analisa, maka dibuat desain untuk masing-masing
infrastruktur yang direkomendasikan. Desain dan penggambaran meliputi antara lain :
a. Pembuatan Peta Ikhtisar
peta ikhtisar dibuat untuk keperluan peninjauan kondisi daerah perencanaan
secara keseluruha. Peta ini dibuat dengan skala sesuai dengan keperluan.
b.
c.
d.
Penggambaran akhir dilakukan pada kertas HVS ukuran A3. Kriteria penggambaran
mengikuti standar penggambaran yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal
Pengairan, yaitu Standar Irigasi (KP 07).
4.5.
Rencana
Anggaran
Biaya
pekerjaan
konstruksi
yang
direkomendasian
2.
Laporan Akhir
Tahap akhir dari pekerjaan Konsultan adalah dengan menyerahkan Laporan Akhir
yang berisi tentang penyempurnaan dari laporan Laporan Anatar ditambah dengan
masukan masukan dan koreksi selama diskusi dan pembahasan dengan pihak
pemberi kerja dan stake holders yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan.
4.6.
Bab IV - 5
Gambar 4.1
N
j a
l i
l i
l i
i a
&
i t
i s
A
h
i r
i m
i r
i n
I N
I G
. 1
B
N
r a
i a
i a
t a
r s
i a
y u
i l i s
I I
i a
I I I
r v
r v e
y / P
l i s
r j a
r a
t a
v e
l i s
r e
r h
i t u
r e
t a
i / E
r a
t a
r a
l i s
t i g
t i m
r a
/ I n
l a
i s
t e
r a
r a
t a
r a
( K
( s
r t a
t u
r a
r i e
t a
l a
t a
r a
i s
t a
r t a
I r
I r
r a
r a
l u
/ I n
t e
l a
l o
I r
i a
i u
r o
a n
t o
l a
r a
i n
f i
i s
t e
r j a
r a
T e
l e
i l
t i n
a n to
i a
i a
r v e
r i n
t r u
i n
t a
I r i g
y a
i n
v e
t i g
t a
i a
i s
j e
l a t
i t u
l a
l i
l i
l i
a n
a h
f t
f t
e r a l a t a n
i k
i m
l a
L o
n i t
n i t
n i t
n i t
n i t
n i t
n i t
n i t
n i t
n i t
e r a l a t a n
a m
T h e
a t e
r a
l i t
r p
tb
i g
a p
a n
i ta l
i t r a s i
T 0
a s s
a n d
a s
5 0
i a
a n
l a n
l a h
i n
i s
I I
I I I
I V
1
4
k a s i
n i t
n i t
te
l a n i m
n i t
i n
j a
i k a s i
a x
t .
r i n g
a r a a n
tte
a r a a n
L e
n d
r i n te
l a
a r a a n
u t e
n d
e n
J u
e r a l a t a n
a n
&
i r e
l a
a n
i s
1
6
J e n
U
o
5
i s
r i m
i k
i a
i d
i r
r i m
f i
J
.
i r
i n
i n
r d
I n
t a
t a
t a
t i g
i ,
r a
l i s
l u
l a
r j a
l a
r v e
r a
l a
I n
i l ,
r a
I V
l a
r o
r s
I G
I R
n
1
e r a s i o
a l
a n
Bab IV - 7
5.1. UMUM
Tenaga Ahli merupakan unsur utama dalam pelaksanaan pekerjaan Survey
Investigasi Daerah Irigasi Danau Teluk dan Pelayangan. sesuai dengan persyaratan
yang ditentukan dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan memenuhi kriteria sebagai
berikut :
o
Bersedia untuk bekerja di lapangan dan mempunyai mental yang baik sesuai
dengan bidangnya masing masing.
Bersama dengan Tim Ahli yang lain menyusun laporan dan hasil perencanaan.
Membantu Team Leader dalam menyusun program kerja dan kegiatan baik di
lapangan maupun di kantor.
Menganalisis
data
topografi
yang
telah
diperoleh
dari
lapangan,
serta
Mengkoordinir dan mengarahkan juru gambar dalam pembuatan peta situasi, peta
dan pembuatan gambar desain sistem jaringan irigasi
Membantu Team Leader dalam Penyusunan Laporan Data dan Analisa Survey dan
Investigasi.
Bab V - 2
Dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya secara teknis, personil Ahli
Pemetaan dan Konstruksi Lahan akan ditugaskan dalam waktu 4 (empat) bulan dan
bertanggungjawab terhadap Team Leader.
5.3.3
Membantu Team Leader dalam Penyusunan Laporan Data dan Analisa Survey dan
Investigasi.
Dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya Tenaga Ahli Sosial Ekonomi
Pertanian akan ditugaskan dalam waktu 4 (empat) bulan dan bertanggungjawab
kepada Team Leader.
5.3.4
Membantu Team Leader dalam menyusun program kerja dan kegiatan baik di
lapangan maupun di kantor.
Bab V - 3
Dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya Tenaga Ahli Tanah akan ditugaskan
dalam waktu 4 (empat) bulan dan bertanggungjawab kepada Team Leader.
5.3.6
Operator Komputer
Personil yang akan ditugaskan sebagai Operator Komputer dengan lulusan
Sekolah Menengah Atas dan Lulusan Pendidikan Aplikasi Komputer yang sudah
Bab V - 4
Bab V - 5
BAB
Bab VI - 1
Namun demikian apabila ditinjau dari bentuk topografi, sungai ini sebagian besar
berada dibawah muka tanah areal lahan pertanian. Seperti yang telah diuraikan pada
sub bab sebelumnya, bahwa kondisi lahan pertanian pada umumnya di lokasi
pekerjaan berupa cekungan-cekungan yang dapat berupa areal-areal genangan air.
Dengan demikian keberadaan sungai Tali Gawe ini lebih tepat untuk dimanfaatkan
sebagai saluran pembuang akhir dari areal-areal genangan tersebut.
Gbr. 6.3. Kondisi Sumber Air
Bab VI - 3
Sistem budidaya padi di lahan sawah yang umum diterapkan oleh petani dimulai dari
persemaian benih. Setelah benih berumur sekitar 3 minggu atau 21 hari baru dilakukan
proses penanaman di lahan sawah. Proses penanaman umumnbya dilakukan sendiri
oleh petani dengan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Petani umumnya
sudah menggunakan pupuk namun belum sepenuhnya sesuai dengan anjuran karena
keterbatasan biaya pembelian pupuk dan sulitnya petani memperoleh pupuk subsidi.
Upaya mengendalikan musuh alami berupa hama dan gulma, petani juga sudah
menggunakan pestisida secara intensif. Gangguan utama pada tanaman padi meliputi
hama babi, tikus, burung, wereng, dan beberapa jenis rumput yang mengganggu
pertumbuhan padi.
Pemanenan padi yang diterapkan petani umumnya sistem sabit. Untuk mempercepat
proses perontokan, sebagian besar petani juga sudah menggunakan power thraser.
Padi yang sudah dirontok kemudian diangkut untuk disimpan. Kebanyakan petani di
lokasi pekerjaan tidak mempunyai lumbung padi dan padi kebanyakan padi disimpan di
rumah. Pada saat padi akan digiling untuk dijadikan beras barulah proses penjemuran
dilakukan.
Bab VI - 4