Long Case Kejang Demam
Long Case Kejang Demam
Disusun oleh
Aida Yulia Amany
NIM : 20100310091
Pembimbing
dr. Martinus Anto Artsanto, Sp. A
HALAMAN PENGESAHAN
LONG CASE
KEJANG DEMAM
Disusun Untuk Mengikuti Ujian Stase Ilmu Kesehatan Anak
Di RSUD Tidar Magelang
Disusun oleh
Aida Yulia Amany
NIM : 20100310091
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas limpahan karunia Tuhan Yang Maha ESA,
penulis telah menyelesaikan Long Case yang berjudul KEJANG DEMAM.
Penulis berharap semoga tulisan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan
bagi teman-teman sejawat yang sedang menempuh pendidikan kepanitraan umum.
Tidak lupa penulis ucapkan banyak terima kasih kepada :
1. dr. Anto Artsanto, Sp.A yang telah memberikan bimbingan dan ilmu yang
bermanfaat selama penulis mengikuti kepaniteraan umum.
2. dr. Chrisna Hendrawati, Msi.Med, Sp.A yang telah memberikan
bimbingan dan ilmu yang bermanfaat selama penulis mengikuti
kepaniteraan umum.
3. dr. Woro Triaksiwi W, M.Sc, Sp.A yang telah memberikan bimbingan dan
ilmu yang bermanfaat selama penulis mengikuti kepaniteraan umum.
4. Keluarga yang mendukung dengan doa
5. Kolega bagian kesehatan anak di RSUD Tidar Magelang & RSB Budi
Rahayu atas bimbingannya.
6. Pihak-pihak lain yang membantu, namun tidak bisa disebutkan satu
persatu.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................................iii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iv
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...............................................................................................................
A.
LATAR BELAKANG............................................................................................1
B.
TUJUAN................................................................................................................1
C.
1.
Tujuan Umum....................................................................................................1
2.
Tujuan Khusus....................................................................................................1
LAPORAN KASUS...............................................................................................2
D.FOLLOW UP.............................................................................................................8
E. KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISITE).............................................................11
BAB II.............................................................................................................................12
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................12
A. Definisi....................................................................................................................12
B. Klasifikasi Kejang Demam......................................................................................12
C. Epidemiologi...........................................................................................................13
D. Etiologi....................................................................................................................13
E. Patofisiologi.............................................................................................................14
F. Pemeriksaan Penunjang............................................................................................16
G. Faktor Risiko...........................................................................................................16
H. Penatalaksanaan......................................................................................................18
I. Prognosis..................................................................................................................22
BAB III............................................................................................................................25
KESIMPULAN................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kejang atau bangkitan adalah gangguan neurologi yang sering
pada anak. Hal ini terlihat bahwa sekitar 10% anak menderita paling tidak
satu kali kejadian kejang dalam 16 tahun pertama hidupnya. Penderita
tertinggi ditempati oleh anak yang berusia kurang dari tiga tahun. Data
epidemiologi menunjukkan sekitar 150.000 anak mendapatkan kejang dan
30.000 diantaranya berkembang menjadi status epilepsi.6
Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering
dijumpai di bidang neurologi khususnya anak. Kejang selalu merupakan
peristiwa yang menakutkan bagi orang tua, sehingga bagi dokter kita wajib
mengatasi kejang demam dengan tepat dan cepat.
Kejang demam pada umumnya dianggap tidak berbahaya dan
sering tidak menimbulkan gejala sisa, akan tetapi bila kejang berlangsung
lama sehingga menimbulkan hipoksia pada jaringan Susunan Saraf Pusat
(SSP), dapat menyebabkan adanya gejala sisa di kemudian hari. Sifat
kejang perlu ditanyakan, apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum atau
fokal. Ditanya pula lama serangan, kesadaran pada waktu kejang dan
pasca kejang. Gejala lain yang menyertai diteliti, termasuk demam,
muntah, lumpuh, penurunan kesadaran atau kemunduran kepandaian.3,5
Sebuah konsensus pada tahun 1980 dari National Institutes of
Health menyimpulkan bahwa kejang demam simpleks memiliki prognosis
yang sangat baik.3
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Long case ini dibuat untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian
kepaniteraan klinik program pendidikan profesi di Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta di Rumah Sakit Umum Tidar Magelang.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui definisi, epidemiologi, klasifikasi, etiologi dan
faktor
resiko,
patogenesis,
gambaran
klinis,
diagnosis,
Macam Anamnesis
Keluhan Utama
: Kejang
Keluhan Tambahan
: Diare, muntah
a. Identitas Pasien
Nama
: Mohammad Haidar
: Laki-laki
Nama Ayah
: Bp. Isroi
Usia
: 27 tahun
Pendidikan terakhir
: Tamat SD
Pekerjaan
: Buruh bangunan
Nama Ibu
Usia
: 26 tahun
Pendidikan terakhir
: Tamat SMP
Pekerjaan
: IRT
Agama
: Islam
Alamat
Tanggal masuk RS
: 21 Februari 2015
Riwayat Alergi
: disangkal
: disangkal
Riwayat Hipertensi
: kakek pasien
Riwayat DM
: disangkal
: disangkal
Riwayat Merokok
d. Riwayat Kehamilan
Pasien merupakan anak pertama dengan riwayat kehamilan ibu G1
P1 A0. Ibu pasien melakukan ANC di bidan sebanyak 4x selama masa
kehamilan. Selama ANC ibu diberi vit B kompleks, kalsium, tablet Fe dan
asam folat.
e. Riwayat natal
Ibu melahirkan secara spontan pada usia kehamilan 40 minggu
lahir bayi laki-laki ditolong oleh bidan dengan berat badan lahir 2700 gr
dengan panjang badan 48 cm, menangis keras, warna kemerahan.
f. Riwayat Imunisasi
BCG
Hepatitis B
Polio
DPT
Campak
: ASI
4-6 bulan
6- 8 bulan
8-12 bulan
12-18 bulan
18-22 bulan
h. Riwayat Perkembangan
0-2 bulan
4-6 bulan
6- 8 bulan
8-12 bulan
12-18 bulan
18-22 bulan
: Demam (+), Batuk (), pilek (), Mual (), Muntah (),
*Status Gizi
BB = 9 kg, PB = 75 cm
BB/U : pada grafik Z-Score menunjukkan SD 0
PB/U : pada grafik Z-Score menunjukkan SD -3 (-2)
BB/PB : pada grafik Z-Score menunjukkan SD 0
Kesimpulan
Kesadaran
: Compos mentis
Vital Sign
:-
Nadi
Kepala
Suhu
: 38,8o C
Laju respirasi
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Leher
Thorax
:-
Perkusi
: sonor (+/+)
(-/-),
S1/S2
reguler,
bising (-)
-
Abdomen
:-
Inspeksi
Auskultasi
: peristaltic (+)
Perkusi
: timpani
Palpasi
Ekstremitas
Kulit
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah Rutin
Parameter
Hemoglobin
Hasil
12.8
10
Satuan
g/dl
Leukosit
Eritrosit
Hematokrit
Angka Trombosit
Netrofil Segmen
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
RDW-CV
RDW-SD
P-LCR
MCV
MCH
MCHC
GDS
5.2
4. 9
35,3 L
197
45
45
10
0L
1
14,2
35, 9
24,6
71,5 L
25, 9.
36,3 H
181
10^3/ul
10^6/ul
%
10^3/ul
%
%
%
%
%
%
fL
%
fL
Pg
g/dl
mg/dL
b. Diagnosis Kerja
Kejang Demam Sederhana ec Diare Cair Akut dengan dehidrasi ringan
sedang
c. Manajemen
-
Zinc 1x20 mg
11
D.FOLLOW UP
Tanggal 22 Februari 2015
S : Demam (+) 39C, kejang (-), muntah (1x), S : Demam (-) 37C, kejang (-), muntah (-),
Batuk (-), Pilek (-), bab cair 2x ampas (+)
mau banyak
mau banyak
O : KU
: rewel
O : KU
: sedang
Leher
Leher
timpani meningkat
Eks
timpani meningkat
Eks
P : Infus D5 NS 15 tpm
P : Infus D5 NS 15 tpm
Zinc 1x20 mg
12
Zinc 1x20 mg
L.Bio 2x1 sachet
mau banyak
O : KU
O : KU
: sedang
: sedang
Leher
Leher
Eks
timpani
Eks
teratasi
P : Infus D5 NS 15 tpm
teratasi
P : Infus D5 NS 15 tpm
Zinc 1x20 mg
13
Zinc 1x20 mg
L.Bio 2x1 sachet
O : KU
: sedang
O : KU
: sedang
Leher
Leher
Eks
Eks
teratasi
teratasi
P : Infus D5 NS 15 tpm
P : Infus D5 NS 15 tpm
Zinc 1x20 mg
Zinc 1x20 mg
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Menurut IDAI dan American Academy of Pediatric, kejang demam adalah
bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38 o C)
yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium tanpa ada infeksi sistem syaraf
pusat. Kejang demam ini terjadi pada 2 % - 5 % anak berumur 6 bulan 5
tahun.1,2,8
Menurut International League Against Epilepsy, kejang demam adalah
kejang epileptik yang terjadi pada anak usia di atas 1 bulan karena demam yang
mana demam bukan dikarenakan infeksi dari sistem syaraf pusat, tanpa ada
riwayat kejang neonatus ataupun kejang tanpa penyebab yang tidak termasuk
dalam kriteria kejang akut simtomatis.10
B. Klasifikasi Kejang Demam
Kejang demam menurut Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI dibagi
menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks.8
No
1
2
3
4
Klinis
Durasi
Tipe kejang
Berulang dalam 1 episode
Defisit neurologis
Sebagian besar sebanyak 63%
KDS
KDK
<15 menit
15 menit
General
General/fokal
Tidak
ya
Tak ada
Bisa ada
kejang demam berupa kejang demam
16
Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
Frekuensi bangkitan kejang didalam 1 tahun tidak melebihi 4x.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria
modifikasi Livingston diatas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh
demam. Kejang kelompok kedua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang
menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor
pencetus saja.6
C. Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2 % - 4 % di Amerika Serikat,
Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira kira 20
% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul
pada tahun kedua kehidupan (17 23 bulan) kejang demam sedikit lebih sering
pada laki laki.2,4
17
19
F. Pemeriksaan Penunjang
1.
dilakukan
untuk
menegakkan
atau
menyingkirkan
kemungkinan
b.
c.
3.
MRI jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:
a.
b.
Paresis nervus VI
c.
ketat (intensif). Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah tejadinya keadaan
yang lebih buruk.5, 9
G. Faktor Risiko
Faktor yang mempengaruhi kejang demam adalah
1. Umur
a. 3% anak berumur di bawah 5 tahun pernah mengalami kejang demam.
b. Insiden tertinggi terjadi pada usia 2 tahun dan menurun setelah 4 tahun,
jarang terjadi pada anak di bawah usia 6 bulan atau lebih dari 5 tahun.
d. Serangan pertama biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama dan kemudian
menurun dengan bertambahnya umur.
2. Jenis kelamin
20
Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan
dengan perbandingan 2 : 1. Hal ini mungkin disebabkan oleh maturasi serebral
yang lebih cepat pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.
3. Suhu badan
Kenaikan suhu tubuh adalah syarat mutlak terjadinya kejang demam. Tinggi
suhu tubuh pada saat timbul serangan merupakan nilai ambang kejang.
Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap anak, berkisar antara 38,3C
41,4C. Adanya perbedaan ambang kejang ini menerangkan mengapa pada
seorang anak baru timbul kejang setelah suhu tubuhnya meningkat sangat
tinggi sedangkan pada anak yang lain kejang sudah timbul walaupun suhu
meningkat tidak terlalu tinggi. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa
berulangnya kejang demam akan lebih sering pada anak dengan nilai ambang
kejang yang rendah.
4. Faktor keturunan
Faktor keturunan memegang peranan penting untuk terjadinya kejang demam.
Beberapa penulis mendapatkan bahwa 25 50% anak yang mengalami kejang
demam memiliki anggota keluarga ( orang tua, saudara kandung ) yang pernah
mengalami kejang demam sekurang-kurangnya sekali.2,6,7
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Kejang
demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit dengan demam
atau pada waktu demam tinggi.
Faktor faktor lain diantaranya:
riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,
perkembangan terlambat,
problem pada masa neonatus,
anak dalam perawatan khusus, dan
kadar natrium rendah.
Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu
kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau
lebih. Risiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat
21
kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat
keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.7
Sekitar 1/3 anak dengan kejang demam pertamanya dapat mengalami
kejang rekuren.
o Faktor resiko untuk kejang demam rekuren meliputi berikut ini:
Usia muda saat kejang demam pertama
Suhu yang rendah saat kejang pertama
Riwayat kejang demam dalam keluarga
Durasi yang cepat antara onset demam dan timbulnya kejang
o Pasien dengan 4 faktor resiko ini memiliki lebih dari 70% kemungkinan
rekuren. Pasien tanpa faktor resiko tersebut memiliki kurang dari 20%
kemungkinan rekuren.1,2,7
G. Penatalaksanaan
Ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu
(1) pengobatan fase akut ;
(2) mencari dan mengobati penyebab ; dan
(3) pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.
1. Pengobatan fase akut
Penatalaksanaan saat kejang :
Sering kali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang, yang perlu diperhatikan
adalah ABC (Airway, Breathing,Circulation). Perhatikan juga keadaan vital
seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu
tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian
antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan
Intravena (IV). Dosis diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgbb/kali dengan kecepatan 1-2
mg/menit dalam waktu 3-5 menit dengan dosis maks 20 mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atu dirumah adalah
diazepam rektal (level II-2, level II-3, rekomendasi B). Dosis diazepam rektal
adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan
22
kurang dari 10 kg dan 10 mg dengan berat diatas 10 kg. dosis 5 mg untuk anak
dibawah usia 3 tahun dan dosis 7,5 mg diatas 3 tahun.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum terhenti, dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit.
Dirumah sakit dapat diberikan diazepam IV dengan dosis 0,3 -0,5 mg/kg.
Bila kejang tetap belum berhenti berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20
mg/kgbb IV perlahan-lahan 1 mg/kgbb/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila
kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah
dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang tidak berhenti juga maka pasien harus
dirawat diruang intensif. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan
dengan NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan dapat menyebabkan
iritasi vena.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis
kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor
resikonya.
Pemberian Antipiretik :
Pemberian antipiretik tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan obat ini
mengurangi resiko terjadinya kejang demam (level I, rekomendasi D), namun para
ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan (level III,
rekomendasi B). Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali
diberikan dalam 4 kali pemberian per hari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis
ibuprofen adalah 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Asam asetilsalisilat tidak
dianjurkan karena kadang dapat menyebabkan sindrom Reye pada anak kurang
dari 18 bulan.
Pemberian Antikonvulsan :
23
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulang kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan
diazepam rektal dosis 0,5 mg/ kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC (level I,
rekomendasi A)
Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk
mencegah kejang demam (level II, rekomendasi E)
Pemberian obat rumat :
Pemberian obat rumat hanya diberikan dengan indikasi berikut:
Kejang lama >15 menit
Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retatdasi mental, hidrosefalus.
Kejang fokal
Pengobatan rumatan dipertimbangkan bila:
o Kejang berulang 2 X atau lebih dalam 24 jam
o Kejang demam 4 X atau lebih pertahun
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan
indikasi
pengobatan
rumat.
Kelaian
neurologis
tidak
nyata
misalkan
24
15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan dosis fenobarbital 3-4mg/kg per hari dalam
1-2 dosis.
Lama Pengobatan Rumat :
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian diberhentikan
secara bertahap selama 1-2 tahun.
2. Mencari dan mengobati penyebab.
Pemeriksaan LCS dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian
kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai
sebagai meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila kejang demam
berlangsung lama.
3. Pengobatan profilaksis
Ada 2 cara profilaksis, yaitu :
(1) profilaksis intermiten saat demam dan
(2) profilaksis terus-menerus dengan antikonvulsan setiap hari
Untuk profilaksis intermiten diberikan diazepam secara oral dengan dosis 0,30,5mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat pula
diberikan secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB<10kg)>10kg) setiap
pasien menunjukan suhu >38,5oc. Efek samping diazepam adalah ataksia,
mengantuk dan hipotonia.
Profilaksis terus-menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam
berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi dapat mencegah terjadinya
epilepsi di kemudian hari. Digunakan fenobarbital 4-5 mg/kgbb/hari dibagi dalam
2 dosis atau obat lain seperti asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgbb/hari.
Antikonvulsan profilaksis terus-menerus diberikan selama 1-2 tahun setalah
kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.
Profilaksis terus-menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk
poin 1 atau 2) yaitu :
25
1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal)
2. Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologis
sementara atau menetap
3. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung.
4. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur <12 bulan atau terjadi kejang
multipel dalam satu episode demam.
Bila hanya memenuhi 1 kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka
panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam
dengan diazepam oral atau rektal tiap 8 jam disamping antipiretik.7
H. Prognosis
Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis :
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan
neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus
dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kematian karena
kejang demam tidak pernah dilaporkan.
1. Kematian
Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya baik,
tidak sampai terjadi kematian.Dalam penelitian ditemukan angka kematian
KDS 0,46 % s/d 0,74 %.
2. Terulangnya Kejang
Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6
bulan pertama dari serangan pertama.
3. Epilepsi
Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari
Epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Resiko menjadi Epilepsi yang
akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita KDS tergantung
kepada faktor :
26
27
28
BAB III
KESIMPULAN
Kejang demam adalah kejang yang terjadi saat demam (suhu rektal diatas 380c)
tanpa adanya infeksi SSP atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak diatas
umur 1 bulan, dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.4
Klasifikasi dari kejang demam :
1. Kejang demam sederhana
2. Kejang demam kompleks. 3,4,5
Penatalaksanaan yang perlu dikerjakan yaitu :
1. Pengobatan fase akut
2. Mencari dan mengobati penyebab
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
Untuk prognosis kejang demam, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan
kematian jika ditanggulangi dengan tepat dan cepat.3 Perkembangan mental dan
neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.
29
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Wajid Ali MD, Mushtaq A Bhat MD, Parvez Ahmad MD, Javeed Iqbal
MBBS. Basics Of Convulsive Disorders:- Febrile Seizures
http://medind.nic.in/jab/t06/i3/jabt06i3p161.pdf 2006
30
LAMPIRAN
31