Anda di halaman 1dari 39

Kepada Yth,

dr. Lilia Dewiyanti, Sp.A, M.Si, Med

LAPORAN KASUS III

SEORANG ANAK DENGAN DENGUE SYOK SYNDROME,


ISPA, DIC , GIZI BAIK

PEMBIMBING:
dr. Zuhriah Hidajati, Sp.A, M.Si, Med
dr. Slamet Widi Saptadi, Sp.A
dr. Lilia Dewiyanti, Sp.A, M.Si, Med
dr. Adriana Lukman, Sp.A

Disusun Oleh:
Brenda Elmina Japar
406161031

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 9 JANUARI 2017 18 MARET 2017
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
2016

0
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : Brenda Elmina Japar

NIM : 406161031

UNIVERSITAS : Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

JUDUL KASUS : Seorang Anak dengan Dengue Syok Sindrom, ISPA, DIC, Gizi baik

BAGIAN : Ilmu Kesehataan Anak RSUD Kota Semarang

PEMBIMBING : dr. Lilia Dewiyanti, Sp.A, M.Si, Med

Semarang, Maret 2017


Pembimbing

dr. Lilia Dewiyanti, Sp.A, M.Si, Med

1
A. IDENTITAS
Nama : An. A. E. R
Umur : 11 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Genuk Krajan

Nama Ayah : Tn. A. M


Umur : 40 tahun
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Pendidikan : SMA

Nama Ibu : Ny. M


Umur : 38 Tahun
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Pendidikan : SMP

Bangsal : ICU Bed 5


No. CM : 389596
Masuk RS : 20 Februari 2017

B. DATA DASAR
Anamnesis
Autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu penderita dilakukan pada tanggal 22
Februari pukul 18.00 WIB di Ruang ICU dan didukung dengan catatan medis.

Keluhan utama : Demam


Keluhan tambahan : Lemas, mual, muntah, batuk,pilek

2
Riwayat Penyakit Sekarang

Sebelum masuk rumah sakit

Pasien datang dengan keluhan demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit.
Hari ke-1 demam pada Rabu , 15 Februari 2017 pagi, anak demam namun tidak terlalu
tinggi (demam tidak diukur dengan termometer tetapi dengan menggunakan perabaan
tangan saja). Demam timbul mendadak, dan terjadi terus menerus sepanjang hari. Ibu
pasien memberikan parasetamol untuk mengurangi keluhan dan anak masih bisa tetap
sekolah. Batuk pilek juga dirasakan pasien bersamaan dengan timbulnya demam. Batuk
berdahak,kental, warna putih, namun dahak sulit dikeluarkan. Pilek dengan secret pada
hidung positif. Nafsu makan dan minum pasien juga berkurang. BAB dan BAK dalam
batas normal.
Hari berikutnya ,Kamis, 16 Februari 2017, panas tetap, suhu dirasakan naik
turun dan meningkat waktu malam. Pasien juga merasakan batuk pilek, dan badan lemas,
namun pasien tetap sekolah hingga panas hari ke-3.
Hari ke-4, Sabtu 18 Februari 2017 suhu demam dirasakan sangat tinggi, pasien
nampak lemas, dan pasien mengeluhkan pusing, nyeri kepala dan mual, dan ibu pasien
mengaku pasien sering mengigau saat tidur. Keluhan lain seperti betuk, pilek juga masih
tetap dirasakan. Nafsu makan dan minum juga masih menurun.
Satu hari sebelum masuk rumah sakit pasien masih tetap demam, anak tampak
lemas, mengeluh nyeri ulu hati, nyeri kepala,dan mual. Pasien muntah 1 kali isi makanan
seperti yang dimakan dan minum, sebanyak kira-kira gelas belimbing, dan tidak
terdapat darah. Pada sore hari ibu membawa anak berobat ke dokter keluarga, pada
pemeriksaan fisik didapatkan suhu tubuh anak mencapai 39C. Saat pulang anak diberi
penurunan panas dan antimuntah serta disarankan untuk melakukan pemeriksaan
laboratorium darah pada besok pagi dan langsung kembali berobat.
Selama di rumah keluhan muntah disangkal. Ibu pasien mengatakan anaknya
tidak sesak nafas, tidak ada bintik-bintik merah di kulit, makan dan minum kurang dari
biasanya, badan tidak menggigil, tidak ada kejang, tidak ada nyeri sendi, ujung ujung
kaki dan tangan masih terasa hangat. Keluhan mimisan, gusi berdarah, muntah darah
atau BAB hitam dan BAB cair disangkal. BAK tidak nyeri, volum cukup dan tidak
terdapat keluhan.
Hari ke-6 panas masih tetap, pasien sudah diberikan penurunan panas, berupa
paracetamol puyer. Kemudian demam anak turun, namun dalam beberapa jam anak

3
kembali demam. Lalu, orang tua membawa pasien ke IGD RSUD Kota Semarang untuk
mendapatkan penanganan lebih lanjut karena demam yang tak kunjung membaik.

Saat masuk rumah sakit

Senin, 20 Februari 2017, pukul 13.58 pasien diantar ke IGD RSUD Kota
Semarang karena demam sejak 5 hari yang lalu (hari ke-6) , mual, muntah, batuk, pilek,
dan lemas. Di IGD RSUD Kota Semarang, keadaan umum pasien compos mentis,
tampak sakit berat, petekie(-), mimisan (-), perut buncit (-). Tanda-tanda vital tekanan
darah 100/ 70mmHg, nadi 114 kali/ menit, frekuensi nafas 22 kali/ menit, suhu 39, 11 C,
berat badan 33,1 kg, tinggi badan 147 cm. akral hangat. Capillary refill time < 2 detik.
Kemudian pasien disarankan untuk rawat inap.

Setelah masuk rumah sakit

Satu hari setelah perawatan anak masih demam, demam dirasakan naik-turun,
(demam hari ke- 7) disertai kaki terasa pegal-pegal, batuk pilek, . Anak mengeluh nyeri
ulu hati, nyeri kepala,dan mual. Nafsu makan belum membaik. Ibu pasien mengatakan
anak masih tampak lemah dan cendrung tidur. BAB (-), BAK jarang.
Dua hari setelah perawatan keadaan masih sama, demam yang dirasakan naik-
turun (demam hari ke-8), batuk masih tetap ,perut nampak membesar dan nyeri di bagian
epigastrium. Bintik- bintik di tangan dan kaki disangkal, mimisan dan gusi berdarah
disangkal, dan BAB kehitaman disangkal. Pada pukul 17.45 keadaan pasien semakin
melemah, pasien sama sekali tidak mau makan dan minum, ujung ujung kaki dan
tangan terasa dingin, sesak nafas, BAK 2 kali dalam sehari. Dan pasien disarankan
pindah ke ICU.
Tiga hari setelah perawatan, demam sudah mulai turun (demam hari ke-9),batuk
dan lemas masih dirasakan dan perut terasa sakit dan masih membesar. Pagi hari, pasien
muntah 1 kali dengan isi makanan. Namun keluhan dirasakan membaik dibandingkan
hari sebelumnya.. Ujung ujung kaki dan tangan terasa hangat, keluhan nyeri ulu hati,
sesak masih ada namun berkurang. Nafsu makan dan minum masih menurun, BAB
normal, BAK pagi sampai pagi esok hari jam 06.00 jumlah 400cc.
Empat hari setelah perawatan, demam sudah tidak dirasakan, sesak juga sudah
tidak dirasakan. Perut sudah tidak terlalu sakit, dan lingkar perut menurun. Timbul ruam
konvalent di tangan dan kaki. Pasien masih sedikit merasakan lemas. Nafsu makan dan
minum sudah membaik. BAK dan BAB dalam batas normal.produksi urin dari pagi jam
hingga pagi esok pagi pukul 06.00 jumlah 800 cc.

4
Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya.


Pasien pernah muntah, mencret, batuk, pilek
Pasien memiliki riwayat alergi udang.3,
Riwayat alergi obat-obatan disangkal.
Pasien juga menyangkal pernah di rawat di rumah sakit.

Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan :

Anggota keluarga tidak ada yang memiliki keluhan serupa dengan pasien
Riwayat alergi makanan dan obat-obatan dikeluarga pasien disangkal
Teman sekolah pasien sebanyak 4 orang mengalami sakit yang sama dengan pasien
dan sedang di rawat di rumah sakit.

Riwayat Pemeliharaan Prenatal :

Ibu secara teratur memeriksakan kandungannya sebulan sekali selama kehamilan dan
setelah usia kehamilan 8 bulan ibu memeriksakan kehamilan 1 kali dalam 2 minggu.
Selama hamil ibu pasien mengaku mendapatkan imunisasi TT sebanyak 1 kali. Pada saat
kehamilan ibu pasien mengaku tidak pernah mengalami keluhan yang sama seperti
pasien alami sekarang ini. Riwayat penyakit selama kehamilan, perdarahan, trauma saat
kehamilan disangkal, riwayat merokok, konsumsi alkohol, minum obat tanpa resep atau
jamu juaga disangkal. Obat yang diminum selama kehamilan adalah vitamin dan tablet
tambah darah.

Kesan : riwayat pemeliharaan prenatal baik

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Anak perempuan dari ibu P1A0 hamil 40 minggu, ANC teratur, penyakit kehamilan tidak
ada, lahir secara spontan ditolong oleh bidan, anak lahir langsung menangis, berat badan
lahir 3100 gram , panjang badan 49 cm, lingkar kepala dan lingkar dada saat lahir ibu
lupa, tidak ada kelainan bawaan.

Kesan : neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan

Riwayat Pemeliharaan Postnatal :

Ibu mengaku membawa anaknya ke Posyandu secara rutin dan mendapat imunisasi dasar
lengkap.

5
Kesan: riwayat pemeliharaan postnatal baik.

Riwayat Makan dan Minum Anak :

ASI diberikan sejak lahir sampai usia 2 tahun. Setelah usia 6 bulan, selain ASI anak juga
mendapat diberikan makanan pendamping ASI berupa pisang yang dilumat halus, bubur
susu, nasi tim, dan buah. Mulai usia 1,5 tahun sampai sekarang, anak diberikan makanan
padat seperti anggota keluarga yang lain. Anak saat ini mengonsumsi nasi, daging, tahu,
tempe, telur, sayur, dan buah-buahan dengan frekuensi makan 3 kali sehari.

Kesan : kualitas dan kuantitas makanan baik

Riwayat Imunisasi :

BCG : 1 x (2 bulan), scar (+) di lengan kanan atas


Hepatitis : 3 x (0, 1, 6 bulan)
Polio : 4 x (0, 2, 4, 6 bulan)
DPT : 3 x (2, 4, 6 bulan)
Campak : 1 x (9 bulan)

Kesan : Anak sudah mendapatkan imunisasi dasar sesuai usia.

Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak :

Perkembangan :

Senyum : 2 bulan
Memiringkan badan : 3 bulan
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 7 bulan
Merangkak : 8 bulan
Berdiri : 11 bulan
Berjalan : 15 bulan
Bicara : 16 bulan

Pertumbuhan :

Berat badan lahir 3100 gram, panjang badan 49 cm, lingkar kepala dan lingkar dada ibu
tidak ingat. Berat badan sekarang 33,1 kg, tinggi badan sekarang 147 cm. Saat ini anak
berusia 11 tahun, duduk di kelas 5 SD dan tidak pernah tinggal kelas. Anak mudah
bersosialisasi dengan temandi sekolah dan di lingkungan rumahnya.

6
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai umur

Riwayat Keluarga Berencana :

Ibu penderita tidak menggunakan KB.

Riwayat Sosial Ekonomi :

Ayah pasien bekerja sebagai pegawai swasta, Ibu pasien bekerja sebagai Pembantu
Rumah Tangga. Biaya pengobatan dengan Umum. Air untuk minum dan keperluan
sehari-hari berasal dari PAM. Pasien di rumah tinggal dengan kedua orang tuanya.
Dinding rumah dari tembok. Rumah saling berdampingan dengan tetangga lainnya

Kesan : Sosial ekonomi cukup

Data Keluarga:

Pasien merupakan anak kandung kedua dari dua bersaudara.

Ayah Ibu Anak I Anak II


Perkawinan ke- 1 1
Umur 38 tahun 38 tahun 16 tahun 11 tahun
Pendidikan SMA Diploma SMA SD
terakhir

C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 22 Februari 2017 pukul 18.30 WIB
Anak perempuan usia 11 tahun , berat badan 33,1 , tinggi badan 147 cm.
Kesadaran : compos mentis
Keadaan umum : tampak sakit berat
Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 110/90 mmHg
Nadi : 84 kali/menit, isi cukup dan teraba kuat
Laju nafas : 20 kali/menit

7
Suhu : 36,4 C (Axilla)
SpO2 : 96 %
Status Internus
Kepala : Normocephale, kulit kepala tidak ada kelainan,
rambut hitam, distribusi merata.
Kulit : Lesi (-), ikterus (-), petechie (+)
Mata : Pupil bulat, isokor, mata cekung (-/-), refleks
cahaya (+/+),refleks kornea (+/+), konjungtiva anemis (-/-),
edema palpebra(-/-),
Hidung : Bentuk normal, sekret (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
Telinga : Bentuk normal, discharge (-/-), nyeri tarik (-/-)
nyeri tekan (-/-)
Mulut : Bibir kering (+), sianosis (-), lidah kotor (-),
lidah tremor (-)
Tenggorok: Tonsil T1-T1, kripta tonsil (-), detritus (-),
mukosa faring hiperemis (+),
Leher : Simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi Simetris saat statis dan dinamis, pernafasan abdominotorakal,
retraksi (-)
Palpasi Stem fremitus kanan dan kiri sama kuat
Perkusi Sonor pada kedua hemithoraks
Auskultasi Suara nafas vesikuler melemah di hemithoraks dextra,
Rhonki -/-. Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi Ictus cordis tidak tampak
Palpasi Ictus cordis tidak teraba
Perkusi Batas jantung tidak dapat ditentukan
Auskultasi Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi Perut cembung, lingkar perut 66 cm
Auskultasi Bising usus (+) meningkat 6x/menit, arterial bruit (-), venous hum (-)
Perkusi Shifting dullnes (+)
Palpasi Hangat, distensi (+), nyeri tekan epigastrium dan hipokondria
dextra (+), terdapat pembesaran hepar dan lien, turgor tegang
Genitalia eksterna : Perempuan, dalam batas normal
Anus : Tidak hiperemis
Ekstremitas
Atas Simetris, sianosis -/-, akral dingin -/-, gerak sendi : Aktif, CTR < 2
Bawah Simetris, sianosis -/-, akral dingin -/-, gerak sendi : Aktif, CTR < 2

8
Tulang belakang : Lordosis (-), Kifosis (-), Skoliosis(-), Spina
bifida (-), Massa (-), Nyeri tekan (-)

Status gizi
Data Antropometri :
Anak perempuan, usia 11 tahun
Berat badan 33,1 kg
Panjang badan 147 cm
BB( kg) (33,1 )
IMT= 2
= 2
=15,31( Normal)
TB (m) 1,47

IMT IMTMedian ( 15,3117,2 )


( z score )= = =0,99(BB Normal)
U SD 17,215,3

Kesan : status gizi baik

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Foto Rontgen RLD

9
Kesan : tak tampak efusi pleura kanan. PEI: 0

E. RESUME
Seorang anak perempuan, berusia 11 tahun , BB 33,1 kg, TB 147 cm,
datang dengan keluhan demam sejak 5 SMRS. Hari ke-1 demam pada Rabu , 15
Februari 2017 pagi, anak demam namun tidak terlalu tinggi (demam tidak diukur
dengan termometer tetapi dengan menggunakan perabaan tangan saja). Demam
timbul mendadak, dan terjadi terus menerus sepanjang hari. Ibu pasien memberikan
parasetamol untuk mengurangi keluhan dan anak masih bisa tetap sekolah. Batuk
pilek juga dirasakan pasien bersamaan dengan timbulnya demam. Batuk

10
berdahak,kental, warna putih, namun dahak sulit dikeluarkan. Pilek dengan secret
pada hidung positif. Nafsu makan dan minum pasien juga berkurang. BAB dan BAK
dalam batas normal.
Hari berikutnya ,Kamis, 16 Februari 2017, panas tetap, suhu dirasakan naik
turun dan meningkat waktu malam. Pasien juga merasakan batuk pilek, dan badan
lemas, namun pasien tetap sekolah hingga panas hari ke-3.
Hari ke-4, Sabtu 18 Februari 2017 suhu demam dirasakan sangat tinggi,
pasien nampak lemas, dan pasien mengeluhkan pusing, nyeri kepala dan mual, dan
ibu pasien mengaku pasien sering mengigau saat tidur. Keluhan lain seperti betuk,
pilek juga masih tetap dirasakan. Nafsu makan dan minum juga masih menurun.
Satu hari sebelum masuk rumah sakit pasien masih tetap demam, anak
tampak lemas, mengeluh nyeri ulu hati, nyeri kepala,dan mual. Pasien muntah 1 kali
isi makanan seperti yang dimakan dan minum, sebanyak kira-kira gelas belimbing,
dan tidak terdapat darah. Pada sore hari ibu membawa anak berobat ke dokter
keluarga, pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu tubuh anak mencapai 39C. Saat
pulang anak diberi penurunan panas dan antimuntah serta disarankan untuk
melakukan pemeriksaan laboratorium darah pada besok pagi dan langsung kembali
berobat.
Selama di rumah keluhan muntah disangkal. Ibu pasien mengatakan
anaknya tidak sesak nafas, tidak ada bintik-bintik merah di kulit, makan dan minum
kurang dari biasanya, badan tidak menggigil, tidak ada kejang, tidak ada nyeri sendi,
ujung ujung kaki dan tangan masih terasa hangat. Keluhan mimisan, gusi berdarah,
muntah darah atau BAB hitam dan BAB cair disangkal. BAK tidak nyeri, volum
cukup dan tidak terdapat keluhan.
Hari ke-6 panas masih tetap, pasien sudah diberikan penurunan panas,
berupa paracetamol puyer. Kemudian demam anak turun, namun dalam beberapa jam
anak kembali demam. Lalu, orang tua membawa pasien ke IGD RSUD Kota
Semarang untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut karena demam yang tak
kunjung membaik.
Senin, 20 Februari 2017, pukul 13.58 pasien diantar ke IGD RSUD Kota
Semarang karena demam sejak 5 hari yang lalu (hari ke-6) , mual, muntah, batuk,
pilek, dan lemas. Di IGD RSUD Kota Semarang, keadaan umum pasien compos
mentis, tampak sakit berat, petekie(-), mimisan (-), perut buncit (-). Tanda-tanda vital
tekanan darah 100/ 70mmHg, nadi 114 kali/ menit, frekuensi nafas 22 kali/ menit,
suhu 39, 11 C, berat badan 33,1 kg, tinggi badan 147 cm. akral hangat. Capillary refill
time < 2 detik. Kemudian pasien disarankan untuk rawat inap.

11
Satu hari setelah perawatan anak masih demam, demam dirasakan naik-
turun, (demam hari ke- 7) disertai kaki terasa pegal-pegal, batuk pilek, . Anak
mengeluh nyeri ulu hati, nyeri kepala,dan mual. Nafsu makan belum membaik. Ibu
pasien mengatakan anak masih tampak lemah dan cendrung tidur. BAB (-), BAK
jarang.
Dua hari setelah perawatan keadaan masih sama, demam yang dirasakan
naik-turun (demam hari ke-8), batuk masih tetap ,perut nampak membesar dan nyeri
di bagian epigastrium. Bintik- bintik di tangan dan kaki disangkal, mimisan dan gusi
berdarah disangkal, dan BAB kehitaman disangkal. Pada pukul 17.45 keadaan pasien
semakin melemah, pasien sama sekali tidak mau makan dan minum, ujung ujung
kaki dan tangan terasa dingin, sesak nafas, BAK 2 kali dalam sehari. Dan pasien
disarankan pindah ke ICU.
Tiga hari setelah perawatan, demam sudah mulai turun (demam hari ke-
9),batuk dan lemas masih dirasakan dan perut terasa sakit dan masih membesar. Pagi
hari, pasien muntah 1 kali dengan isi makanan. Namun keluhan dirasakan membaik
dibandingkan hari sebelumnya.. Ujung ujung kaki dan tangan terasa hangat, keluhan
nyeri ulu hati, sesak masih ada namun berkurang. Nafsu makan dan minum masih
menurun, BAB normal, BAK pagi sampai pagi esok hari jam 06.00 jumlah 400cc.
Empat hari setelah perawatan, demam sudah tidak dirasakan, sesak juga
sudah tidak dirasakan. Perut sudah tidak terlalu sakit, dan lingkar perut menurun.
Timbul ruam konvalent di tangan dan kaki. Pasien masih sedikit merasakan lemas.
Nafsu makan dan minum sudah membaik. BAK dan BAB dalam batas
normal.produksi urin dari pagi jam hingga pagi esok pagi pukul 06.00 jumlah 800 cc.
Keadaan umum pasien compos mentis, tampak sakit berat, dan kurang aktif
Tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik kepala dan wajah dalam batas
normal, namun bibir kering. Pada tenggorokan ditemukan faring hiperemis, namun
pada pemeriksaan leher tidak terdapat pembesaran KGB. Pemeriksaan
pulmo,auskultasi ditemukan suara nafas vesikuler melemah di hemithoraks dextra
palpasi dan perkusi dalam batas normal.. Pemeriksaan abdomen, inspeksi ditemui
perut cembung dan lingkar perut 66 cm, palpasi ditemui terasa hangat, distensi
abdomen, nyeri tekan epigastrium dan hipokondrium dextra, perkusi ditemui shifting
dullness positif. Pemeriksaan ekstremitas akral hangat,capillary refill time keempat
ekstremitas < 2 detik.

12
Pada pemeriksaan penunjang didapati trombositopenia, leukopenia. Foto
Rontgen toraks RLD tidak menunjukan kesan efusi pleura dextra (PEI 0%).
Pemeriksaan status gizi mendapatkan kesan gizi baik.

F. DIAGNOSIS BANDING

Febris <7 hari:


1. Demam dengue
2. Demam berdarah dengue
3. Chikungunya
4. Idiopathic Thombocytopenic Purpura
Syok:
1. Syok hipovolemik: Dengue Shock Syndrome
2. Syok neurogenik
3. Syok sepsis
4. Syok kardiogenik

G. DIAGNOSIS KERJA
1. Dengue Shock Syndrome
2. Infeksi Saluran Pernafasan Atas
3. Status gizi baik

H. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa:
- Observasi keadaan umum, tanda-tanda vital, tanda perburukan (syok), tanda
perdarahan
- Pantau urin output (target > 1 ml/kgBB/jam)
- Balans cairan

Medikamentosa:
- Oksigen 4 liter/menit
- Infus RL 20 ml/kgBB dalam 60 menit

Jika syok teratasi tidak siap koloid atau transfusi (lihat hasil Ht)

Infus RL 10 ml/kgBB/jam (2 jam) galafusin 20 cc/KgBB 30 menit

Infus RL 7 ml/kgBB/jam 10 cc/KgBB/Jam ( 1 jam)

Infus RL 5 ml/kgBB/jam 7 cc/KgBB/Jam ( 2 Jam)

13
Infus RL 3 ml/kgBB/jam 5 cc/KgBB/Jam ( 4 Jam)

3 cc/KgBB/Jam

- Bila tetap dingin dan nadi kecil tambah dobutamin 3 atau 5 Meq

- PCT tab 3x1tab

I. EDUKASI
Selama masa pemulihan jangan melakukan aktifitas yang berat
Menjelaskan cara-cara proteksi diri agar tidak digigit nyamuk seperti memakai lotion
anti nyamuk, memakai kelambu saat tidur, tidak menumpuk barang di dalam kamar,
dll
Melakukan gerakan 4M plus (menguras, menutup, mengubur, memantau)
Melakukan gotong royong dan fogging di lingkungan rumah

J. USUL
Cek hematokrit, trombosit, hemoglobin, leukosit tiap 6 jam sekali
Cek analisis gas darah dan elektrolit
Cek serologi antidengue IgM dan IgG

K. PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam


Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam

L. FOLLOW UP

21 Februari 2017
U: 11 th S panas naik-turun,batuk, lemas, nyeri ulu hati
B: 33,1 kg O kesadaran: compos mentis
R: 2 hari TD 100/60 mmHg
S: 7 hari HR 106 kali/menit, I/T cukup
(N4) RR 22 kali/menit
T 38,5C
SpO2 97%
Pulmo: SNV ++/+, rh -/-,
Abd: NTE +, hepatomegali (+)
Ext: Akral dingin -/-, CRT <2 +/+

14
A DHF grade I
P Infus RL 3cc/kgBB/jam
Inj. Vit C 100mg/24 jam
PO. Paracetamol 3x 1tab
Ambroxol syr 3 x 1cth
Cek darah rutin ulang sore
22 Februari 2017
U: 11 th S Demam (-), nyeri perut , mual, lemas, cendrung tidur, sesak nafas (+),
B: 33,1 kg perdarahan (-),
R: 3 hari
17.45: lemah, tidak mau makan-minum, akral dingin
S: 8 hari
O Kesadaran: compos mentis
(N4/ICU)
TD 110/70 mmHg
HR 84 kali/menit, isi kurang dan teraba lemah
RR 26 kali/menit
T 36,4C
SpO2 96%
Mulut: bibir kering (+)
Pulmo :auskultasi ditemui suara nafas vesikuler melemah pada lapang paru
kanan bagian basal.
Abd: inspeksi ditemui perut cembung dan lingkar perut 65 cm, palpasi ditemui
terasa hangat, hepatosplenomegali , distensi, nyeri tekan epigastrium dan
hipokondrium dextra, perkusi ditemui shifting dullness positif.
Ext: Akral dingin dan lembab pada kedua pasang ekstremitas superior maupun
inferior. Capillary refill time lebih 2 detik ditemui pada ektremitas superior
juga inferior.
PEI: 0%
A DSS
P O2 nasal 2L/menit
Inf. Gelofusin 3cc/kgBB/jam
Inj. Omeprazole 30mg/24 jam
Cek lab DR ulang sore
Drip. Dobutamin 5meq/kgBB/menit
Sore ulang darah rutin, elektrolit, studi koagulasi APTT, PTT
Pindah ICU
23 Februari 2017
U: 11 th S Sesak (-), batuk (+), muntah (+) 1x darah (-), mimisan (-), BAB hitam (-),
B: 33,1 kg BAK (+) banyak, badan lemah.
R: 4 hari O Keadaan umum: compos mentis
S: 9 hari TD 124/93 mmHg
(ICU) HR 86 kali/menit, I/T cukup
RR 20 kali/menit
T 36,5C

15
SpO2 96%
Pulmo: SNV ++/+, auskultasi ditemui suara nafas vesikuler melemah pada
lapang paru kanan bagian basal.
Abd: inspeksi ditemui perut cembung, palpasi ditemui terasa hangat,
hepatosplenomegali , distensi, nyeri tekan epigastrium dan hipokondrium
dextra, perkusi ditemui shifting dullness positif.
Ext: Akral dingin -/-, CRT <2 +/+
A Dengue Syok Syndrome
ISPA
Obs. DIC
P O2 nasal 2 lpm
Drip. Dobutamin 5meq/kgBB/menit
Inj. Omeprazole 30 mg/24 jam
Inj. Vit C 100 mg/ 24 jam
PO : Ambroxol syr 3x1 cth
Cek lab DR, PTT, APTT ulang sore
Pukul 17.30 :
Transfusi FFP 1 kolf habis dalam 4 jam
Selama transfusi FFP 1 kolf Gelofusin stop
Maintenance Gelofusin 3 cc/kgBB/jam
Jam 23.00
Transfer FFP 1 kolf
Single dose dexamatasone ampul
Selama transfusi FFP infus stop
Post transfusi , Infus RL3 cc/kgBB/jam
24Februari 2017
U: 11 th S Demam (-), perdarahan (+) semburat dari NGT tadi malam
B: 33,1 kg O Keadaan umum: compos mentis, kurang aktif, perdarahan spontan (+)
R: 5 hari semburat dari NGT tadi malam, BAB hitam (-), BAB 1kali kuning
S: 10 hari HR 80 kali/menit
(ICU) RR 28 kali/menit
T 36,7C
SpO2 97%
Pulmo: SNV ++/+ melemah, rh -/-
Abd: hepatomegaly (+), asites (+), BU(+) N
Ext: Akral dingin -/-, CRT <2 +/+
A Dengue Syok Syndrome
DIC
P O2 nasal 2lpm Infus RL 30 cc/jam

16
Drip dobutamin 5 mg turun 3 mg habis stop
Inj. Omeprazole 30mg/24 jam
Inj. Furosemide 15 mg / 12 jam
Aff NGT
Cek DR, studi koagulasi post transfusi
25 Februari 2017
U: 11 th S Tidak ada keluhan
B: 33,1 kg O Keadaan umum: compos mentis, aktif
R: 6 hari HR 98 kali/menit, isi dan tegangan cukup
S: 11 hari RR 20 kali/menit
(N4) T 36,7C
SpO2 98%
A Resiko tinggi perdarahan b/d trombositopenia
P Terapi lanjut
Inj. Omeprazole stop
Inj. Lasik 2 x 15 mg
Rencana besok pulang

17
DENGUE SHOCK SYNDROME

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manisfestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri
sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang dilaporkan oleh
David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue
menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari kadang-kadang
disebut juga sebagai demam sendi. Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya
merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Pola penyebaran
penyakit infeksi virus Dengue sejak 1780 1949 memiliki kecenderungan epidemik dan lebih
banyak di daerah tropis.(1,2,3,4,5,6)

Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling
banyak dibandingkan dengan infeksi virus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia, dilaporkan
angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta dan angka kematian berkisar 24.000. Sejak tahun
1952 infeksi virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD
yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti Thailand,
Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta
dengan jumlah kematian yang sangat tinggi.(1,2,3,4.5)

Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi


(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.Sindrom renjatan dengue
(dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh tanda renjatan
atau syok dapat berakibat fatal.Kegawatdaruratan DBD dinyatakan sebagai salah satu masalah
kesehatan global. (1,2,3)

Spektrum klinis infeksi virus dengue bervariasi tergantung dari faktor yang

18
mempengaruhi daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus.
Dengan demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam,
mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated
febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue
(DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD).(1,2,3)

19
1. DEFINISI

Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah keadaan klinis yang memenuhi kriteria DBD
disertai dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau syok. SSD adalah kelanjutan dari
DBD dan merupakan stadium akhir perjalanan penyakit infeksi virus dengue, derajat paling
berat, yang berakibat fatal.(1,2,3)

2. ETIOLOGI

Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4 serotipe


virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 keempatnya ditemukan di Indonesia dengan
den-3 serotype terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap
serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotype lain sangat
kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain
tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4
serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah
di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di
beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi
sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan
menunjukkan manifestasi klinik yang berat.(1,2,3)

Penularan terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama Aedes aegypti dan
A.albopictus). Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Nyamuk Aedes tersebut dapat
mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia.
Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari
(extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat
gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya
(transovanan transmission). Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh
nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh
manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4 - 7 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila
nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas
sampai 5 hari setelah demam timbul. (1,2)

20
3. EPIDEMIOLOGI

Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling
banyak dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya.Setiap tahun, di seluruh dunia,
dilaporkan angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta kasus dan angka kematian berkisar
24.000 jiwa.Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200
kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa.Incidence ratemeningkat dari 0,005 per
100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk
(1989-1995).Mortalitas DBD cenderung menurun hingga 2% tahun 1999.(1,2,)

Gambar 1. Distribusi Virus Dengue, Infeksi dan Daerah Epidemis

Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara.
Pada suhu yang panas (28-32C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap
bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban
tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap
tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat
terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun. (2)

21
4. FAKTOR RISIKO

DBD dapat menjadi lebih parah dan komplikasinya pada keadaan:

o Bayi dan lansia


o Obesitas
o Wanita hamil
o Ulkus peptikum
o Perempuan yang sedang menstruasi atau adanya perdarahan abnormal pada jalan lahir
o Penyakit hemolitik seperti glucose-6-phosphatase dehydrogenase (G-6PD), thalasemia dan
hemoglobinopati lainnya
o Penyakit jantung kongenital
o Penyakit kronik seperti diabetes melitus, hipertensi, asma, penyakit jantung koroner, gagal
ginjal kronik, sirosis hepar
o Pasien yang sedang menjalani terapi dengan steroid atau NSAID

Obesitas merupakan salah satu faktor risiko terjadi komplikasi penyakit DBD yang
tersering yaitu DSS. Obesitas berarti terjadi penumpukan jaringan lemak akibat peningkatan
jumlah dan besar sel adiposit. Diantara jaringan lemak yang ada, jaringan lemak putih yaitu sel
adiposit jaringan lemak putih yang mensekresikan dan melepaskan sitokin pro-inflamasi
TNF (tumour necrosis factor ) dan beberapa interleukin (IL) yaitu IL-1, IL-6, dan IL-8.
Pada obesitas akan terjadi peningkatan ekspresi TNF dan IL-6 sedangkan pada DSS terjadi
produksi TNF, IL-1, IL-6 dan IL-8. Namun, hubungan mengenai peningkatan ekspresi TNF
dan Il-6 pada obesitas ikut berperan dalam menyebabkan DBD menjadi DSS sehingga
keadaan obesitas berisiko lebih tinggi mengalami DSS atau tidak masih belum jelas.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK


UNUD/RSUP Sanglah Densapar, didapatkan kesimpulan bahwa obesitas adalah faktor risiko
terjadinya syok pada DBD. Risiko SSD pada anak obese 4,9 kali lebih besar dibandingkan
dengan anak non-obese (p=0,009).

22
5. PATOGENESIS

Salah satu teori dasar patogenesis DBD ialah infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection). DBD dapat terjadi pada pasien yang terinfeksi pertama kali,
walaupun kebanyakan kasus DBS terjadi pada pasien dengan infeksi sekunder. Hubungan
antara terjadinya DBD/SSD dan infeksi dengue sekunder melibatkan sistem imun pada
patogenesis DBD. Baik innate immunity seperti sistem komplemen dan sel NK dan mediated
immunity terlibat dalam proses ini. Peningkatan dari aktivasi pertahanan tubuh, pada infeksi
sekunder, mengakibatkan respon sitokin yang berlebih sehingga terjadi perubahan pada
permeabilitas pembuluh darah. Sebagai tambahan, virus juga menghasilkan produk seperti
NS1 yang berperan dalam mengaktivasi komplemen dan permeabilitas pembuluh darah.

Gambar 2. Imunopatogenesis Infeksi Virus Dengue

Efek sitokin yang bervariasi pada permeabilitas pembuluh darah merupakan


patogenesis DBD. Tetapi pengaruh sitokin ini pada DBD masih belum diketahui. Penelitian
menggambarkan pola respon sitokin mungkin berkorelasi dengan pola cross-recognition of
dengue-spesific T-cells. Cross-reactive T-cells menampilkan penurunan menurun secara
fungsional pada aktivitas sitolitiknya tetapi menampilkan peningkatan produksi sitokin
termasuk TNF-, IFN- dan chemokines. TNF- berhubungan dengan manifestasi yang parah
seperti perdarahan pada beberapa hewan model. Peningkatan permeabilitas vaskular dapat
juga dimediasi oleh sistem komplemen. Peningkatan level fragmen komplemen telah
diketahui pada DBD. Beberapa komponen seperti C3a dan C5a diketahui memliki efek dalam
meningkatkan permeabilitas.

23
Karakteristik DBD adalah terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang
mengakibatkan kebocoran plasma, volume intravaskuler yang berkurang dan syok pada kasus
yang berat. Kebocoran ini unik karena bersifat selektif yaitu di pleura dan cavitas peritoneal
dan periode kebocoran ialah singkat (24 48 jam). Pemulihan syok yang singkat tanpa
sekuele dan tidak adanya inflamasi pada pleura dan peritoneum mengindikasikan perubahan
fungsional pada integritas vaskular dibandingkan kerusakan struktural dari endothelium
sebagai mekanisme dasar. Hal ini sesuai dengan hipotesis immune enhancement.

Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga


menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel
endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD.
Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada
membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di-phosphat), sehingga
trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh
RES (reticulo endothelial sistem) sehingga terjadi trombositopenia. Kadar trombopoetin

24
dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan sebagai
mekanisme kompensasi stimulasi trombopoesis saat keadaan trombositopenia.Agregasi
trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya
koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular diseminata), ditandai dengan
peningkatan FDP (fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor
pembekuan.(2,3)

Gambar 4. Patogenesis Perdarahan pada

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga


walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi
koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin
sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya
syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor
pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler.
Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.(2,3)

25
Penelitian yang terbaru, antigen NS1 dari virus dengue diketahui mengatur aktifasi
komplemen dan memainkan peran dalam patogenesis DBD. Tingkat viral protein, NS1, lebih
tinggi pada pasien DBD. Begitu juga dengan viral load yang didapatkan lebih tinggi pada
pasien DBD dibandingkan dengan pasien DD. Derajat viral load diketahui memiliki korelasi
dengan derajat keparahan penyakit seperti jumlah efusi pleura dan trombositopenia.

6. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi
daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus sehingga dapat
bersifat asimptomatik, atau berupa demam yang tidak khas (undifferentiated fever), demam
dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) atau sindrom syok dengue (SSD).(1,2,3)

Masa inkubasi dalam tubuh manusia selama 4-6 hari (rentang 3-14 hari) timbul gejala
prodromal yang tidak khas berupa nyeri kepala, tulang belakang, dan merasa lemas.(1)

Gambar 5. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue

26
Demam Dengue

Gejala klasik ialah gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang bifasik (saddle
back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang, atau sendi, mual,
muntah, dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal
penyakit (1-2 hari) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah
halus pada hari ke-6 atau ke7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu,
dapat juga ditemukan petekie. Pada keadaan wabah telah dilaporkan adanya demam dengue
yang disertai dengan perdarahan seperti : epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran
cerna, hematuri, dan menoragi. (1,2,3,4)

Demam Berdarah Dengue

Bentuk klasik ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai dengan
muka kemerahan.Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan
muntah sering ditemukan.Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan
dibawah tulang iga.Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple
leede) positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena.Kebanyakan
kasus, petekie halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum
mole, yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam.Epistaksis dan perdarahan gusi
lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam.
Hati biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus
costae kanan. Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi
penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi
dalam berat-ringannya.Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi
minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.(1,2,3,4)

Sindrom Syok Dengue

Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke3 sampai
hari sakit ke-7.Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok
yang ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat-lemah, tekanan
nadi < 20 mmHg, hipotensi, pengisian kapiler terlambat dan produksi urin yang
berkurang.Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah mendekati stadium
akhir.Bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat

27
dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran
cerna.infeksi (pneumonia, sepsis, flebitis) dan terlalu banyak cairan (over hidrasi),
manifestasi klinik infeksi virus yang tidak lazim seperti ensefalopati dan gagal hati. Pada
masa penyembuhan yang biasanya terjadi dalam 2-3 hari, kadang-kadang ditemukan sinus
bradikardi atau aritmia, dan timbul ruam pada kulit. Tanda prognostik baik apabila
pengeluaran urin cukup dan kembalinya nafsu makan.(1,2,3,4)

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG(4)

Hitung jenis sel darah putih dapat normal atau dengan dominan neutorfil pada fase
awal demam. Kemudian, dapat terjadi penurunan jumlah sel darah putih dan neutrofil,
pada fase akhir demam. Perubahan hitung jumlah sel darah putih (5000 sel/mm 3) dan
perbandingan neutrofil dengan limfosit (neutrofil<limfosit) berguna untuk
memprediksi masa kritis kebocoran plasma. Hal ini mengawali trombositopenia atau
peningkatan hematokrit. Limfositosis relative dengan peningkatan limfosit atipikal
umumnya didapatkan pada fase akhir demam hingga konvaselens. Perubahan ini juga
didapatkan pada DD.
Nilai trombosit biasanya normal selama fase awal febris. Penurunan ringan dapat
ditemukan kemudian. Penurunan mendadak nilai trombosit hingga dibawah 100.000
terjadi pada akhir fase demam sebelum onset syok. Nilai trombosit berkolerasi dengan
keparahan DBD. Fungsi trombosit pun terganggu. Perubahan ini hanya terjadi dalam
durasi pendek dan kembali ke normal selama konvalesens.
Nilai hematokrit normal pada fase awal febris. Peningkatan ringan dapat terjadi
karena demam tinggi, anoreksia dan muntah. Peningkatan mendadak hematokrit
terjadi bersamaan atau tak lama setelah penurunan nilai trombosit. Hemokonsentrasi
atau peningkatan hematokrit dari 20% nilai awal, contohnya dari nilai hematokrit 35%
menjadi 42% ialah bukti objektif adanya kebocoran plasma.
Trombositopenia dan hemokonsentrasi merupakan hasil laboratorium yang selalu
ditemukan pada DBD. Penurunan nilai trombosit hingga 100.000 sel/mm 3biasanya
ditemukan antara hari ketiga dan hari kesepuluh hari sakit. Peningkatan nilai
hematokrit terjadi pada semua kasus DBD, khususnya pada kasus syok.
Hemokonsentrasi dengan nilai hematokrit meningkat 20% atau lebih merupakan bukti

28
yang lebih objektif adanya kebocoran plasma. Hematokrit dapat dipengaruhi dengan
resusitasi volume awal dan dengan perdarahan.
Penemuan tersering lainnya adalah hipoproteinemia/albuminemia (akibat dari
kebocoran plasma0, hiponatremia, dan peningkatan ringan nilai serum aspartate
aminotransferase (200 U/L) dengan rasio AST:ALT>2.
Albuminuria ringan yang sementara (transient).
Adanya darah pada feses, terutama jika pada pasien terjadi perdarahan
gastrointestinal.
Pada banyak kasus, terjadi penurunan fibrinogen, prothrombin, factor VIII, factor XII
dan antithrombin III. Penurunan antiplasmin (plasmin inhibitor) dapat terjadi pada
beberapa kasus. Pada kaus yang berat dengan disfungsi liver, penurunan didapatkan
pada vitamin K-dependent prothrombin co-factors, seperti factor V,VII,IX dan X.
Partial thromboplastin time dan prothrombin time memanjang pada setengah hingga
sepertiga kasus DBD. Thrmbin time juga memanjang pada kasus yang parah.
Hiponatremia seringkali didapatkan pada kasus DBD dan hiponatremia hebat pada
keadaan syok.
Hipokalsemia didapatkan pada semua kasus DBD, kadar kalsium lebih rendah pada
derajat 3 dan 4.
Asidosis metabolik seringkali ditemukan pada syok yang berkepanjangan. Blood urea
nitrogen (BUN) meningkat pada syok yang berkepanjangan.

Diagnosis pasti dapat tegak bila didapatkan hasil isolasi virus dengue (cell culture)
atau deteksi antigen virus RNA dgn teknik Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction
namun teknik ini rumit. Pemeriksaan lain yaitu tes serologis yang mendeteksi adanya
antibodi spesifik terhadap dengue. Berupa antibodi total, IgM yang terdeteksi mulai hari ke-3
sampai ke-5, meningkat sampai minggu 3, dan menghilang setelah 60-90 hari. IgG terbentuk
pada hari ke-14 pada infeksi primer, dan terdeteksi pada hari ke-2 pada infeksi sekunder.(1)

Pada pemeriksaan radiologis pada posisi lateral dekubitus kanan bisa ditemukan efusi
pleura, terutama sebelah kanan. Berat-ringannya efusi pleura berhubungan dengan berat-
ringannya penyakit.(1,2)

29
8. DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis berdasarkan kriteria WHO tahun 2011(4)

Demam Berdarah Dengue& DSS

Klinis
1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus 2-7 hari
2. Manifestasi perdarahan, berupa:
Tes rumple leed (+)
Petechie, purpura, ekimosis
Perdarahan mukosa, gusi, epitaksis
Hematemesis melena
3. Hepatomegali
4. Syok, tanda-tandanya:
Nadi < 20 (lemah dan cepat)
TD Sistolik 80 mmHg
Kulit dingin dan lembab
Gelisah
Mulut sianosis
Laboratorium
1. Trombositopenia < 100.00/ul
2. peningkatan nilai hematrokrit > 20 % dari nilai baku sesuai umur dan jenis
kelamin.
Dua syarat klinis awal ditambah syarat laboratorium sudah cukup untuk mendiagnosis
DBD. Adanya pembesaran hepar dengan dua syarat klinis awal mengarah ke DBD sebelum
onset kebocoran plasma.

Adanya efusi pleura (dari foto thoraks atau ultrasound) merupakan bukti paling
objektif selain adanya hipoalbuminemia yang merupakan bukti tambahan. Hal ini berguna
untuk diagnosis DBD pada pasien:

anemia
perdarahan hebat

30
ketika tidak ada data dasar hematokrit pasien sebelum sakit
kenaikan hematokrit <20% karena terapi intravena awal telah diberikan
Pada kasus dengan syok, nilai hematokrit yang tinggi dan trombositopenia nyata
mengarahkan diagnosis DSS.

Gambar 6.Manifestasi mayor/perubahan patofisiologi pada DBD

Keparahan DBD dibagi menjadi 4 derajat:

DERAJAT GEJALA & TANDA LABORATORIUM


Demam 2-7 hari
Disertai > 2 tanda : - Leukopenia ( 5000 sel/mm3)
sakit kepala, nyeri retro-orbital, - Trombositopeni (<150.000
DD mialgia, atralgia, ruam merah, sel/mm3)
manifestasi perdarahan - Hematokrit (5% - 10%)
dan tidak ada bukti kebocoran - Kebocoran Plasma (-)
plasma
Demam, manifestasi perdarahan
DBD I
(test tourniquet +)

DBD II Derajat I dan perdarahan spontan Trombositopeni (<100.000/ul)

Derajat I atau II dengan kegagalan


Peningkatan Ht> 20 %
DBD/ sirkulasi (nadi lemah, tekanan nadi
III Penurunan Ht > 20 % setelah
DSS menyempit (20 mmHg), hipotensi,
pemberian cairan yang adekuat.
gelisah)
DBD/ Derajat III ditambah syok hebat nadi
IV
DSS dan tekanan darah tidak terdeteksi

31
9. KOMPLIKASI

Komplikasi DD

DD dengan perdarahan dapat terjadi jika pasien memiliki penyakit dasar seperti ulkus
peptikum, trombositopenia berat dan trauma.

Komplikasi DHF

Biasanya terjadi karena syok berat/syok berkepanjangan yang mengarah ke asidosis


metabolik dan perdarahan sebagai hasil DIC dan kegagalan multiorgan seperti disfungsi
hepar dan ginjal.Hal yang lebih penting, penggantian cairan yang berlebihan selama periode
kebocoran plasma dapat menyebabkan efusi pleura yang masif sehingga dapat
mengakibatkan gangguan nafas, acutepulmonary congestion dan/atau gagal jantung.Terapi
cairan yang tetap dilanjutkan meskipun periode kebocoran plasma sudah lewat dapat
menyebabkan oedema paru akut atau gagal jantug.Selain itu, syok berat/syok berkepanjangan
dan terapi cairan yang tidak tepat dan menyebabkan ketidakseimbangan
metabolik/elektrolit.Kelainan metabolik yang sering ditemukan ialah hipoglikemia,
hiponatremia, hipokalsemia dan seringkali, hiperglikemi.Kelainan ini dapat mengarah ke
manifestasi lainnya yang jarang terjadi, seperti ensefalopati.

10.PENATALAKSANAAN

Manajemen syok: DHF Grade 3

Dengue Shock Syndrome (sindrome renjatan dengue) adalah syok hipovolemik


yang disebabkan kebocoran plasma dan ditandai dengan peningkatan resistensi pembuluh
darah sistemik yang bermanifestasi dengan perbedaan antara tekanan darah sistolik dan
diastolik yang sempit.Ketika terjadi hipotensi, harus dicurigai adanya perdarahan masif dan
seringkali ialah perdarahan saluran cerna yang tidak diketahui.

Resusitasi cairan pada DSS berbeda dengan tipe syok lainnya seperti syok septik.
Banyak kasus DSS akan berespon dengan 10 ml/kg pada anak-anak selama 1 jam. Secara
lebih rinci, pemberian cairan sebaiknya mengikuti grafik dibawah ini.

32
Gambar 7. Laju pemberian infus pada kasus DSS

Pemeriksaan laboratorium (ABCS) harus dieperiksa pada keadaan syok maupun tidak
syok ketika tidak ada perbaikan setelah pemberian cairan pengganti yang adekuat.

Tabel 1. Pemeriksaan laboratorium (ABCS)

33
Jumlah cairan IV harus dikurangi ketika perfusi perifer membaik, tetapi tetap
dilanjutkan untuk durasi minimal selama 24 jam dan boleh dihentikan dalam waktu 36 48
jam. Pemberian cairan yang berlebihan dapat menyebabkan efusi masif karena peningkatan
permeabilitas kapiler.Penggantian cairan pada pasien dengan DSS seperti diilustrasikan di
bawah.

Gambar 8. Alur penanganan pada DSS

Manajemen syok berkepanjangan/ syok hebat: DHF Grade 4

Resusitasi cairan awal pada CHF grade 4 lebih banyak dan lebih cepat dalam
mengembalikan tekanan darah dan pemeriksaan laboratorium harus dilakukan secepat
mungkin dengan ABCS dan mencari keterlebitan organ.Hipotensi walaupun minimal harus
diatas secara agresif.Sepuluh ml/kg harus diberikan secepat mungkin, idealnya dalam 10
sampai 15 menit.Ketika tekanan darah sudah kembali normal, cairan IV dilanjutkan seperti

34
terapi cairan pada grade 3.Bila syok tidak teratasi setelah pemberian awal 10 ml/kg,
pemberian ulang bolus 10 ml/kg dan hasil laoratorium harus diperiksa dan dikoreksi
secepat mungkin. Transfusi darah segera harus dipertimbangkan sebagai tahap selanjutnya
dan diikuti dengan monitor ketat (kateter urin, central venous pressure).

Penggembalian tekanan darah sangatlah penting untuk menyelamatkan pasien dan


jika tidak dapat dicapai dalam waktu yang singkat maka prognosis sangatlah hebat. Inotropik
dapat digunakan untuk mengembalikan tekanan darah, jika penggantian volume cairan telah
diberikan adekuat pada keadaan pasien dengan central venous pressure (CVP) yang tinggi,
dengan kardiomegali, atau pada pasien yang telah diketahui memiliki kontraktilitas kardiak
yang jelek.

Jika tekanan darah telah dikembalikan setelah terapi cairan dengan atau tanpa
transfusi darah, tetapi terjadi gangguan organ, pasien harus diberikan terapi secara suportif
yang benar (dialysis peritoneal, continuous renal replacement therapy, ventilasi mekanik).

Jika akses intravena tidak dapat dicapai, coba dengan oral rehydration solution
jika pasien sadar atau dengan rute intraosseus jika sebaliknya.Rute intraosseus dapat
menyelamatkan nyawa dan harus dapat dicapai setelah 2 5 menit atau setelah dua
kali gagal mecoba akses vena perifer atau setelah rute oral.

Manajemen pada keadaan perdarahan masif

o Jika sumber perdarahan sudah diidentifikasi, penanganan untuk menghentikan perdarahan


jika memungkinkan. Epitaksis yang hebat, sebagai contohnya, dapat diatasi dengan
diberikan tampon. Transfusi darah segera dapat menyelamatkan nyawa dan seharusnya
tidak ditunda sampai hematokrit turun ke nilai rendah. Jika darah yang keluar dapat
diketahui kuantitasnya, maka harus diganti. Namun, jika tidak diketahui kuantitasnya,
fresh whole blood 10 ml/kg atau packed red cells (PRC) 5 ml/kg dapat diberikan dan
dievaluasi responnya. Pasien mungkin membutuhkan satu atau lebih transfusi darah.
o Pada perdarahan gastrointestinal, H-2 antagonists dan proton pump inhibitors (PPI) telah
dipakai, tapi tidak ada penelitian yang membuktikan efikasinya.

35
o Tidak ada bukti dalam menggunakan komponen darah seperti, trombocyte concentrates
(TC), fresh frozen plasma atau cryoprecipitate. Pemakaiannya dapat menyebabkan
kelebihan cairan.
o Recombinant factor VII dapat membantu pada kradaan pasien tanpa kegagalan organ, tapi
sangatlah mahal dan tidak tersedia.
Manajemen pasien risiko tinggi

o Pasien obesitas mempunyai cadangan respiratori yang lebih rendah dan harus lebih hati
hati untuk menghindari kelebihan cairan infus intravena. Berat badan ideal yang
didapatkan dengan memplot kurva pertumbuhan WHO pada P50 digunakan untuk
menghitung resusitasi cairan dan dilakukan penggantian cairan, koloid dapat
dipertimbangkan pada tahap awal terapi cairan. Jika pasien sudah stabil, furosemid
diberikan untuk menginduksi diuresis.
o Bayi juga memiliki cadangan respiratori yang lebih rendah dan lebih rentan untuk
gangguan hati dan ketidakseimbangan elektrolit. Pada pasien bayi, durasi kebocoran
plasma lebih singkat dan biasanya berespon cepat pada resusitasi cairan sehingga pada
bayi evaluasi harus lebih sering untuk input cairan oral dan output urin.
o Penyakit hemolitik dan hemoglobinopati: pasien ini dalam risiko hemolisis dan
membutuhkan transfusi darah. Pada pasien ini harus lebih waspada karena dapat terjadi
hipokalsemia dan kelebihan cairan bila diberikan cairan dan terapi alkalisasi.
o Terapi anti koagulan harus dihentikan sementara waktu selama periode kritis.
o Insulan intravena biasanya dibutuhkan untuk mengkontrol kadar gula darah pada pasien
dengue dengan diabetes mellitus. Kritaloid yang tanpa glukosa dapat digunakan.
Manajemen pada pasien dengan perbaikan

- Perbaikan ditandai dengan parameter klinis, nafsu makan dan keadaan umum pasien.
- Keadaan hemodinamik seperti perfusi perifer yang baik dan tanda vital yang stabil harus
diobservasi.
- Penurunan kadar hemotokrit ke nilai normal batas bawah atau lebih rendah dan diuresis
biasanya diobservasi.
- Cairan intravena harus dihentikan.
- Pada pasien dengan efusi masif dan ascites, hipervolemia mungkin terjadi dan terapi
diuretik harus diberikan untuk mencegah edem paru.

36
- Hipokalemia dapat terjadi karena stress dan diuresis dan harus dikoreksi dengan buah
buahan yang kaya dengan ptasium atau suplemen.
- Bradikardia biasanya ditemukan dan membutuhkan monitor ketat untuk menghindari
kompikasi yang mungkin terjadi walaupun jarang, seperti heart blok atau ventricular
premature contraction (VPC).
- Ruam merah (rash) konvalesens ditemukan pada 20 30% pasien.
Tanda tanda perbaikan

- Denyut nadi, tekanan darah dan laju pernapasan yang stabil.


- Temperatur normal
- Tidak ada tanda perdarahan eksternal maupun internal
- Nafsu makan baik
- Output urin yang baik
- Nilai hematokrit stabil di nilai normal batas bawah
- Konvalsens petechie rash atau gatal gatal, khususnya pada ekstremitas.

Kriteria untuk memulangkan pasien

- Tidak demam selama 24 jam tanpa terapi antipiretik.


- Nafsu makan baik
- Perbaikan klinis yang keliatan
- Output urin yang cukup
- Minimum hari ke 2 3 sudah lewat setelah perbaikan dari syok.
- Tidak ada respiratory distress dari efusi pleura dan tidak ada ascites.
- Nilai trombosit yang lebihdari 50.000/mm3. Jika tidak, pasien direkomendasi untuk
menghindari aktivitas traumatik minimal selama 1 2 minggu agar nilai trombosit
menjadi normal. Pada kebanyakan kasus yang tidak kompleks, nilai trombosit naik ke
normal dalam 3 5 hari.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jilid III. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit
Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2006
2. Pedoman Tatalaksana Klinis Demam Berdarah Dengue di Sarana Pelayanan
Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. 2006.

3. Gubler DJ. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. Clinical Microbiology Reviews.
1998.Vol 11, No 3 ;480-496.

4. Comprehensive Guidelines for Prevention and control of Dengue and Dengue


Haemorrhagic Fever. WHO. 2011.

5. Elmy S, BNP Arhana, dkk. Obesitas Sebagai Faktor Risiko Sindrom Syok Dengue.
Sari Pediatri. Desember 2009. Vol 11, No. 4.

6. Ery Leksana. Terapi Cairan dan Elektrolit. SMF/ Bag. Anastesi dan Terapi Intensif FK
Undip Semarang. 2004

38

Anda mungkin juga menyukai