Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Neurodermatitis Sirkumskripta atau juga dikenal sebagai Liken Simpleks


Kronikus adalah peradangan kulit kronis, gatal, sirkumskrip, dan khas ditandai dengan
likenifikasi. Keluhan dan gejala dapat mucul dalam waktu hitungan minggu sampai
bertahun-tahun. Keluhan utama yang dirasakan pasien dapat berupa gatal dan
seringkali bersifat paroxismal. 1,2,3
Lesi kulit yang mengalami likenifikasi umumnya akan dirasakan sangat
nyaman bila digaruk sehingga terkadang pasien secara refleks menggaruk dan
menjadi kebiasaan yang tidak disadari. Pada stadium awal kelainan kulit yang
terjadi dapat berupa eritem dan edema atau kelompok papul, selanjutnya karena
garukan berulang, bagian tengah menebal, kering dan berskuama serta pinggirnya
hiperpigmentasi. 2,3
Etiopatogenesis dari neurodermatitis sirkumskripta belum diketahui, diduga
pruritus memainkan peranan karena pruritus berasal dari pelepasan mediator atau
aktivitas enzim proteolitik. Disebutkan juga bahwa garukan dan gosokan mungkin
respon terhadap stres emosional.1
Belum

ada

penelitian

terbaru

mengenai

insiden

Neurodermatitis

Sirkumskripta, terakhir dilakukan oleh Julius L. Danto dkk. Pada 3700 kasus
penyakit kulit, didapatkan angka kejadian neurodermatitis sirkumskripta sebesar
14,6% pada masyarakat china.7 Terbilang cukup besar dan mempengaruhi berbagai aspek
kehidupan masyarakat. Sehingga peningkatan dan pengembangan pengetahuan mengenai
etiopatogenesis serta

penelitian mengenai metode penatalaksanaan neurodermatitis

sirkumskripta menjadi sangat urgensi.


Pada referat ini akan dibahas mengenai gejala klinis, pemeriksaan, diagnosis
dan penatalaksanaan neurodermatitis sirkumskripta. Dengan demikian diharapkan
referat ini dapat membantu para dokter dan mahasiswa kedokteran mendapatkan
informasi

mengenai

neurodermatitis

sirkumskripta

dan dijadikan

bahan

pembelajaran selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

Defenisi
Neurodermatitis Sirkumskripta atau juga dikenal sebagai Liken Simpleks

Kronikus adalah peradangan kulit kronis, gatal, sirkumskrip, dan khas ditandai dengan
likenifikasi. Likenifikasi merupakan pola yang terbentuk dari respon kutaneus
akibat garukan dan gosokan yang berulang dalam waktu yang cukup lama.
Likenifikasi timbul secara sekunder dan secara histologi memiliki karakteristik
berupa akantosis dan hiperkeratosis, dan secara klinis tampak berupa penebalan
kulit, dengan peningkatan garis permukaan kulit pada daerah yang terkena
sehingga tampak serperti kulit batang kayu. 1,2,3

Gambar 1. Gambaran Likenifikasi pada Neurodermatitis Sirkumskripta2

B.

Epidemiologi

Neurodermatitis Sirkumskripta berlangsung secara kronis dan secara


epidemiologi lebih banyak menyerang kelompok dewasa yang berusia antara 3050 tahun. Namun pasien yang memiliki riwayat dermatitis atopik dapat menderita
neurodermatitis sirkumskripta pada onset usia yang lebih muda, yaitu rata-rata 19
tahun. Selain itu, neurodermatitis sirkumskripta terjadi lebih sering pada wanita
dibanding laki-laki dengan insidensi lebih banyak pada kelompok ras Asia dan
kelompok ras asli Amerika.2,3
C.

Etiologi
Etiologi pasti neurodermatitis sirkumskripta belum diketahui, namun diduga

pruritus memainkan peranan karena pruritus berasal dari pelepasan mediator atau
aktivitas enzim proteolitik. Disebutkan juga bahwa garukan dan gosokan mungkin
respon terhadap stres emosional. Selain itu, faktor-faktor yang dapat
menyebabkan neurodermatitis seperti pada perokok pasif, dapat juga dari
makanan, alergen seperti debu, rambut, makanan, bahan- bahan pakaian yang
dapat mengiritasi kulit, infeksi dan keadaan berkeringat.2,3
Keadaan ini menimbulkan iritasi kulit dan sensasi gatal sehingga penderita
sering menggaruknya. Sebagai akibat dari iritasi menahun akan terjadi penebalan
kulit. Kulit yang menebal ini menimbulkan rasa gatal sehingga merangsang
penggarukan yang akan semakin mempertebal kulit.3,4
Liken simpleks kronis ditemukan pada regio yang mudah dijangkau tangan
untuk menggaruk. Sensasi gatal memicu keinginan untuk menggaruk atau
menggosok yang dapat mengakibatkan lesi yang bernilai klinis, namun
patofisiologi yang mendasarinya masih belum diketahui. 2,3 Hipotesis mengenai
pruritus dapat oleh karena adanya penyakit yang mendasari, misalnya gagal ginjal
kronis, obstruksi saluran empedu, limfoma Hodgkin, hipertiroidia, penyakit kulit
seperti dermatitis atopik, gigitan serangga, dan aspek psikologik dengan tekanan
emosi.6
Beberapa jenis kulit lebih rentan mengalami likenefikasi, contohnya kulit
yang cenderung ekzematosa seperti dermatitis atopi dan diathesis atopi. Terdapat
hubungan antara jaringan saraf perifer dan sentral dengan sel-sel inflamasi dan

produknya dalam persepsi gatal dan perubahan yang terjadi pada liken simpleks
kronis. Hubungan ini terutama dalam hal lesi primer, faktor fisik, dan intensitas
gatal.2,3,4
Pada sebuah studi mengenai liken simpleks kronis dengan menggunakan
P-phenylenediamine (PPD) yang terkandung dalam pewarna rambut menunjukkan
bahwa terjadi perbaikan bermakna secara klinis gejala liken simpleks kronis
setelah penghentian pajanan PPD; hal ini menunjukkan bahwa dasar liken
simpleks kronis adalah peran sensitisasi dan dermatitis kontak.8
D.

Histopatologi
Perubahan histopatologi likenifikasi pada neurodermatitis sirkumskripta

bervariasi tergantung dari lokasi dan durasinya. Paling sering ditemukan akantosis
dan hiperkeratosis dengan berbagai tingkatan. Rete ridges tampak memanjang
dengan semua komponen epidermis mengalami hiperplasia. Dermis bagian papil
dan sub-epidermal mengalami fibrosis dan terdapat pula serbukan infiltrat radang
kronis dan limfa histiosit di sekitar pembuluh darah. Pada lesi yang sudah sangat
kronis, khususnya pada likenifikasi yang gigantik (sangat besar), akantosis dan
hiperkeratosis dapat dilihat secara gross, dan rete ridges tampak ireguler namun
tetap memanjang dan melebar.2,3

Hiperkeratosis
Penebalan Epidermis dengan rete ridges ireguler dan memanjang
Fibrosis vertikal dan kolagen pada papila dermis
Gambar 2. Perubahan histopatologi pada likenifikasi Neurodermatitis
Sirkumskripta.6,8
E.

Manifestasi Klinis
Keluhan dan gejala dapat mucul dalam waktu hitungan minggu sampai

bertahun-tahun. Keluhan utama yang dirasakan pasien dapat berupa gatal dan
seringkali bersifar paroxismal. Lesi kulit yang mengalami likenifikasi umumnya
akan dirasakan sangat nyaman bila digaruk sehingga terkadang pasien secara
refleks menggaruk dan menjadi kebiasaan yang tidak disadari. 4,6,8
Area predileksi neurodermatitis sirkumskripta antara lain berada di tengkuk,
occiput (liken Simpleks Nuchea), sisi leher, tungkai bawah, pergelangan kaki dan
punggung kaki, skalp, paha bagian medial, lengan bagian ekstensor, skrotum dan
vulva, juga diatas alis atau kelopak mata dan periauricle.6

Gambar 3. Daerah predileksi Neurodermatitis Sirkumskripta4


Pada stadium awal kelainan kulit yang terjadi dapat berupa eritem dan
edema atau kelompok papul, selanjutnya karena garukan berulang, bagian tengah
menebal, kering dan berskuama serta pinggirnya hiperpigmentasi. Ukuran lesi
lentikular sampai plakat, bentuk umum lonjong atau tidak beraturan. Kemudian
lesi juga dapat berupa plak solid dengan likenifikasi, seringkali disertai papul
kecil di tepi lesi, dan berskuama tipis. Kulit yang mengalami likenifikasi teraba
menebal, dengan garis-garis kulit yang tegas dan meninggi, serta dapat pula
disertai eskoriasis. Warna lesi biasanya merah tua, kemudian menjadi coklat atau
hiperpigmentasi hitam. Distribusi lesi biasanya tunggal.4,5
Khusus pada pasien dengan etnis kulit hitam, likenifikassi dapat
diasumsikan dengan tipe pola yang khusus, tidak ada plak solid, namun
likenifikasinya terdiri atas papul-papul likenifikasi kecil dengan variasi ukuran 2
s.d 3mm.2

Berikut

ini

adalah

berbagai

gambaran

lesi

pada

neurodermatitis

sirkumskripta.

Gambar 4. Seorang wanita berusia 29 tahun, pada regio dorsum pedis


dextra, tampak plak hiperpigmentasi, soliter, bentuk oval, ukuran 4 x 6 cm,
batas tegas, ireguler, permukaan likenifikai, bagian sentral tampak eritem,
sebagian erosi multipel, tepi permukaan ditutupi skuama sedang selapis
warna putih. (foto koleksi Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, FK
UNSRI)

Gambar 5. Neurodermatitis Sirkumskripta di daerah perinealis2

Gambar 6. Neurodermatitis Sirkumskripta di area skrotum pada seorang lakilaki kulit hitam2
F.

Diagnosis
8

Diagnosis morfologi dari likenifikasi biasanya tidak sulit, liken planus, liken
amiloides, dan psoriasis harus disingkirkan, dan lesi tipikal harus tampak pada sisi
yang lain. Jika diagnosis likenifikasi telah ditegakkan, penyebab yang
mendasarinya harus dianalisa secara hati-hati. Lesi yang tersebar simetris dapat
menandakan adanya likeniffikasi sekunder dari dermatitis kontak.
G.

Diagnosis Banding
Penyakit-penyakit yang perlu diperhatikan sebagai diagnosis banding

neurodermatitis sirkumskripta adalah penyakit lain yang memiliki gejala pruritus,


seperti dermatitis kontak iritan, Dermatitis Kontak Alergi, dermatitis atopi, liken
planus, liken amiloidosis, psoriasis2,3,4
Tabel 1. Diagnosis Banding Neurodermatitis Sirkumskripta2
Paling menyerupai
Likenifikasi atopik eczema, Dermatitis Kontak Alergi, Dermatitis
Kontak iritan
Likenifikasi Psoriasis
Hipertropik Liken Planus
Dipertimbangkan
Genital: Extramammary Paget disease
Dapat selalu disingkirkan
Vulva, perianal: Liken Sklerosus, HPV, Tinea Kruris
Skrotum: HPV, Tinea Kruris

a.

Dermatitis Kontak Iritan1


Gejala klinis muncul pada pajanan(exposure)

pertama.
Lesi timbul cepat, beberapa menit sampai dengan

beberapa jam

Fenomena

decresendo

yaitu

reaksi

puncak

peradangan terjadi dengan cepat, kemudian cepat mereda)

Morfologi lesi fase akut : eritema, edema, vesikel,


bulla, pustula, sampai dengan nekrosis dan ulkus. Fase subakut dan

kronik: hiperkeratosis, fisura, lesi berbatas tegas(sirkumskripta) pada


area pajanan.
Keluhan atau gejala : rasa nyeri dan terbakar.

b.

Dermatitis Kontak Alergika1,2


Penderita umunya mengeluh gatal pada area yang terpajan/kontak
dengan sensitizer/alergen.
Pada tipe akut : dimulai dari bercak eritematosa yang berbatas
tegas(sirkumskripta), kemudian diikuti oleh edema, papulovesikel,
vesikel, atau bula. Vesikel atau bula yang pecah dapat pecah kemudian
menimbulkan erosi dan eksudasi(basah). DKA di tempat tertentu
misalnya kelopak mata, penis, skrotum, gejala eritema dan edema lebih
dominan daripada vesikel.
Pada tipe kronik : kulit terlihat kering, berskuama (bersisik), papul,
likenifikasi, mungkin juga fisur, dan berbatas tidak tegas.
DKA dapat meluas dengan cara autosensitisasi. Skalp(kulit kepala),
telapak tangan, dan telapak kaki relatif resisten terhadap DKA(karena
lapisan epidermis yang tebal)

c.

Dermatitis Atopik1,4
Keluhan gatal dan terdapat likenifikasi. Lokasi Dermatitis Atopik di

lipat siku dan lipat lutut (fleksor), sedangkan pada Liken Simpleks Kronis di
siku dan punggung kaki (Ekstensor), ada pula yang di tengkuk. Dermatitis
Atopik biasanya sembuh dalam usia 2 tahun sedangkan Neurodermatitis
Sirkumskripta dapat berlanjut sampai tua

d.

Liken Planus1,2,3
Liken planus ditandai dengan timbulnya papul-papul yang berwarna

merah-biru, berskuama, dan berbentuk siku-siku. Biasanya lesi ini timbul di


10

ekstremitas sisi fleksor, selaput lendir, dan alat kelamin. Pasien biasanya
merasa sangat gatal, dan gejala ini bisa menetap hingga waktu 1-2 tahun.
Selain itu, terdapat pula lesi patognomonik di mukosa, yaitu papul polygonal,
datar dan berkilat, serta kadang ditemukan delle.1
Liken planus memiliki lima bentuk morfologi: hipertrofik, folikular,
vesikular dan bulosa, erosif dan ulseratif, serta atrofi. Liken planus bentuk
hipertrofilah yang harus dibedakan dengan neurodermatitis. Bentuk ini
meliputi plak yang verukosa berwarna merah-coklat atau ungu, serta terletak
pada daerah tulang kering.
Diagnosis liken planus yang khas dibantu dengan pemeriksaan
histopatologi, di mana papul menunjukkan penebalan lapisan granuloma,
degenerasi mencair membran basalis dan sel basal. Dapat pula ditemukan
infiltrat seperti pita yang terdiri atas limfosit dan histiosit pada dermis bagian
atas.
Liken planus diobati dengan kortikosteroid topical dan sistemik.
Umumnya pengobatan ini kurang memuaskan, hingga jika perlu dapat
diberikan suntikan setempat atau bebat oklusif. Selain itu dapat juga
ditambahkan krim asam vitamin A 0,05%.
e.

Psoriasis1,2
Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya adalah autoimun, bersifat

kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas


tegas dengan skuama yang kasar, berlapis dan transparan. Pada psoriasis
terdapat tanda khas fenomena tetesan lilin dan Auspitz, serta tanda tak khas
yaitu fenomena Kobner.
Selain faktor genetik dan faktor imunologik, terdapat berbagai faktor
pencetus psoriasis, di antaranya adalah stress psikis, infeksi fokal, trauma,
endokrin, dan juga alkohol ataupun merokok.
Pasien psoriasis umumnya mengeluh gatal ringan pada kulit kepala,
perbatasan rambut dengan muka, ekstremitas bagian ekstenosr terutama siku
dan lutut, dan daerah lumbosakral. Kelainan kulit terdiri atas bercak eritema

11

yang meninggi dengan skuama di atasnya. Eritema berbentuk sirkumskrip


dan merata, tetapi kemerahan di tengahnya dapat menghilang pada stadium
penyembuhan. Skuama pada psoriasis sangat khas, yaitu berlapis-lapis, kasar
dan berwarna putih seperti mika, serta transparan.
Dua fenomena khas pada psoriasis adalah fenomena tetesan lilin dan
Auspitz. Fenomena tetesan lilin adalah skuama yang berubah warnanya
menjadi putih pada foresan, seperti lilin yang digores. Pada fenomena
Auspitz, setelah skuama habis dikerok dilakukan pengerokan perlahan hingga
tampak serum atau darah berbintik yang disebabkan oleh papilomatosis.
Untuk menegakkan diagnosis psoriasis, perlu dinilai gambaran klinisnya yang
khas. Jika gambaran klinis tersebut sudah sesuai dengan yang tersebut di atas,
maka tidak sulit membuat diagnosis psoriasis.
H.

Pemerikasaan Penunjang2
Kebutuhan untuk dilakukannya pemeriksaan tambahan sangat bergantung

pada kondisi masing-masing pasien berdasarkan riwayat perjalanan penyakitnya,


penyakit penyerta, dan komplikasi yang mungkin berkaitan. Misalnya
pemeriksaan darah rutin, urin rutin, dan pemeriksaan fungsi-fungsi organ viseral.
Pemeriksaan rontgen dada mungkin dapat dibutuhkan pada beberapa kasus yang
memberikan indikasi untuk dilakukan pemeriksaan.
Namun pemeriksaan yang paling bermakna pada dermatitis sirkumskripta
adalah pemeriksaan dermatopathology. Pemeriksaan ini dapat memberikan
gambaran

yang

bervariasi

mengenai

derajat

hiperkeratosis

dengan

paraorthokeratosis dan orthokeratosis, serta psoriasiform epidermal hiperplasia.


Biopsi mungkin dapat bermanfaat dalam menemukan gangguan pruritus primer
yang telah menyebabkan timbulnya likenifikasi sekunder yang terjadi, seperti
psoriasis.
I.

Tatalaksana2,3,9,10
Terapi Neurodermatitis Sirkumskripta bertujuan untuk memutus itch-

scratch cycle, karena pada dasarnya tindakan menggaruk lesi yang terasa gatal
justru akan memperberat lesi, dan memperberat gatal yang dirasakan. Penyebab
sistemik dari gatal harus diidentifikasi.
12

Hal ini lah yang menyebabkan penatalaksanaan Dermatitis Sirkumskripta


menjadi sangat sulit. Harus dijelaskan berkali-kali untuk tidak menggaruk atau
menggosok lesi nya.
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid Topikal, sampai saat ini masih merupakan pilihan
pengobatan. Pemberiannya akan lebih efektif jika diaplikasikan kemudian
dibalut dengan perban oklusif kering. Yang menjadi pilihan adalah
kortikosteroid dengan potensi tinggi seperti Clobetassol Propionat, Diflorasone
Diasetat, atau bethamethason dipropionat
Pemberian kortikosteroid berupa Triamcinolone secara Intralesi, biasanya
sangat efektif (3mg/ml). Namun harus sangat diperhatikan karena pada
konsentrasi tinggi dapat menyebabkan atrophy.
2. Preparat Tar
Kombinasi 5% crude coal tar dalam pasta zinc oxide ditambah
kortikosteroid kelas II kemudian dibalut dengan perban oklusif kering, akan
efektif jika diaplikasikan pada daerah-daerah yang optimal misalnya lengan,
dan kaki.
3. Perban Oklusif
Preparat kortikosteroid biasanya diberikan pertama, kemudian diikuti
dengan

perban

oklusif.

Jika

diberikan

perban

oklusif

saja

(tanpa

kortikosteroid), juga dapat bermanfaat untuk mencegah pasien menggaruk


lesinya dan merupakan tindakan yang efektif mengingat kebiasan menggaruk
pada pasien neurodermatitis sirkumskripta adalah tindakan reflex dan
kebiasaan yang tidak disadari.
4. Antihistamin
Pemberian topikal, Salep Doxepin 5%, krim capsaicin, atau salep
tacrolimus dapat bersifat efektif dan signifikan pada beberapa pasien dan dapat
dipertimbangkan sebagai terapi tambahan. Namun penggunaan antihistamin
topikal ini dapat menyebabkan efek samping ringan berupa sensasi pusing.
Pemberian antihistamin oral secara luas digunakan untuk mengurangi
keluhan pruritus namun peran dan keuntungannya dalam mengatasi pruritus
lokal sangat rendah.
13

J.

Prognosis
Neurodermatitis sirkumskripta dapat menjadi lesi yang persisten dan

bersifat berulang. Eksaserbasi dapat terjadi bila dipicu adanya respon terhadap
stres emosional.

BAB III
KESIMPULAN

Neurodermatitis Sirkumskripta juga dikenal sebagai Liken Simpleks


Kronikus adalah peradangan kulit kronis, gatal, sirkumskrip, dan khas ditandai dengan
likenifikasi. Likenifikasi timbul secara sekunder dan secara histologi memiliki
karakteristik berupa akantosis dan hiperkeratosis, dan secara klinis tampak berupa
penebalan kulit, dengan peningkatan garis permukaan kulit pada daerah yang
terkena sehingga tampak serperti kulit batang kayu. secara kronis dan secara
epidemiologi lebih banyak menyerang kelompok dewasa yang berusia antara 3050 tahun. Penyebab pastinya belum diketahui, diduga pruritus memainkan
peranan karena pruritus berasal dari pelepasan mediator atau aktivitas enzim
proteolitik.

14

Keluhan dan gejala dapat mucul dalam waktu hitungan minggu sampai
bertahun-tahun. Keluhan utama yang dirasakan pasien dapat berupa gatal dan
seringkali bersifar paroxismal. Area predileksi neurodermatitis sirkumskripta
antara lain berada di tengkuk, occiput (liken Simpleks Nuchea), sisi leher, tungkai
bawah, pergelangan kaki dan punggung kaki, skalp, paha bagian medial, lengan
bagian ekstensor, skrotum dan vulva, juga diatas alis atau kelopak mata dan
periauricle.
Diagnosis neurodermatitis sirkumskripta dinilai dari riwayat perjalanan
penyakit

dan

morfologi

likenifikasi.

Diagnosis

banding

yang

perlu

dipertimbangkan adalah penyakit lain yang memiliki gejala pruritus, seperti dermatitis
kontak iritan, Dermatitis Kontak Alergi, dermatitis atopi, liken planus, liken amiloidosis,
psoriasis.
Pemeriksaan yang paling bermakna pada dermatitis sirkumskripta adalah
pemeriksaan dermatopathology. Pemeriksaan ini dapat memberikan gambaran
yang bervariasi mengenai derajat hiperkeratosis dengan paraorthokeratosis dan
orthokeratosis, serta psoriasiform epidermal hiperplasia
Terapi Neurodermatitis Sirkumskripta bertujuan untuk memutus itchscratch cycle, karena pada dasarnya tindakan menggaruk lesi yang terasa gatal
justru akan memperberat lesi, dan memperberat gatal yang dirasakan. Penyebab
sistemik dari gatal harus diidentifikasi.
Kortikosteroid Topikal, sampai saat ini masih merupakan pilihan
pengobatan. Pemberiannya akan lebih efektif jika diaplikasikan kemudian dibalut
dengan perban oklusif kering. Dipilih kortikosteroid dengan potensi tinggi seperti
Clobetassol Propionat, Diflorasone Diasetat, atau bethamethason dipropionat.
Pemberian kortikosteroid berupa Triamcinolone secara Intralesi, biasanya
sangat efektif (3mg/ml). Pemberian antihistamin topikal, seperti salep Doxepin
5%, krim capsaicin, atau salep tacrolimus dapat bersifat efektif dan signifikan
pada beberapa pasien dan dapat dipertimbangkan sebagai terapi tambahan. Namun
penggunaan antihistamin topikal ini dapat menyebabkan sensasi pusing.
Pemberian antihistamin oral secara luas digunakan untuk mengurangi keluhan

15

pruritus namun peran dan keuntungannya dalam mengatasi pruritus lokal sangat
rendah.
Neurodermatitis sirkumskripta dapat menjadi lesi yang persisten dan
bersifat berulang. Eksaserbasi dapat terjadi bila dipicu adanya respon terhadap
stress emosional.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Sularsito SA, Djuanda Suria. Neurodermatitis sirkumskripta. Dalam


Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
Keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 2006:147148

2.

Susan Burgin, MD. Numular Eczema and Lichen Simplex Chronic/Prurigo


Nodularis. Dalam: Fitzpatrick TB, Eizen AZ, Woff K, Freedberg IM, Auten
KF, penyunting: Dermatology in general medicine, 7th ed, New York: Mc
Graw Hill. 2008: 158-162.

3.

Odom RB, James WD, Berger TG. Atopic dermatitis, eczema, and
noninfectious immunodeficiency disorders. Dalam: Andrews Diseases of
The Skin: Clinical Dermatology. 9th ed. Philadelphia: WB Saunders: 2000:
69-94.

4.

C.A. Holden & J. Berth-Jones. Lichen Simplex Chronic. Dalam: Rooks


Text Book of Dermatology. Blackwell Publishing. 2004:17.41-17.43.

16

5.

Gulsum Gencoglan et al. Therapeutic Hotline: Treatment of prurigo


nodularis and lichen simplex chronicus with gabapentin. Dermatologic
Therapy Volume 23, Issue 2, March/April 2010:194198 .

6.

Hogan D J, Mason S H. Lichen Simplex Chronicus. Diakses dari


www.emedicine.com 24 Februari 2011 pukul 16.47 WIB.

7.

Dalton, L Julius. Incidence Of Lichen Simplex Chronicus In Orientals And


Caucasians. Canad. M. A. J: Dec. 15, 1956, vol. 75.

8.

Rajalakshmi R, Thappa DM, Jaisankar TJ, et al. Lichen simplex chronicus


of anogenital region: A clinico-etiological study. Indian J Dermatol
Venereol Leprol 2011 Jan-Feb; 77(1):28-36.

9.

Stewart KM. Clinical care of vulvar pruritus, with emphasis on one common
cause, lichen simplex chronicus. Dermatol Clin 2010 Oct; 28(4):669-80.

10. Richards RN. Update on intralesional steroid: focus on dermatoses. J Cutan


Med Surg 2010 Jan-Feb; 14(1):19-23.

17

Anda mungkin juga menyukai