Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
Ester adalah salah satu turunan asam karboksilat yang sering dipakai dalam
bidang kefarmasian. Ester yang mengandung gugus hidrokarbon memiliki ciri
yang khusus diantaranya memilik bau yang khas. Ester dapat disintesis dari asam
karboksilat dan alkohol, dari halida asam dan alkohol, dari anhidrida dan suatu
alkohol atau fenol, serta dari suatu karboksilat dan alkil halida reaktif. Pada
umumnya ester dibuat dengan reaksi langsung antara suatu asam karboksilat dan
suatu alkohol dengan katalis asam. Reaksi ini biasa dikenal dengan reaksi
esterifikasi. Katalis yang digunakan biasanya adalah asam sulfat pekat. Selain
sebagai katalis, asam sulfat pekat juga dapat menyerap air yang dihasilkan dari
reaksi ini. Katalis asam sulfat pekat berperan pada bagian awal yaitu pada proses
protonasi gugus karbonil. Penggunaan asam dalam hal ini tidak hanya sebagai
katalis tetapi juga menjaga asam karboksilat tetap dalam bentuk asam sehingga
dapat bereaksi dengan nukleofil. Esterifikasi merupakan reaksi yang berlangsung
lambat dan dapat balik(reversibel).
Laju esterifikasi suatu asam karboksilat dipengaruhi oleh halangan sterik
dalam alkohol maupun asam karboksilatnya. Sedangkan kuat dari asam
karboksilatnya hanya memegang peranan kecil dalam laju pembentukan ester.
Semakin kecil halangan steriknya, maka laju esterifikasi akan semakin cepat,
begitu pula sebaliknya. Spesi yang kurang terintangi akan lebih disukai. Untuk
memperoleh rendemen kuat dari ester, kesetimbangan harus digeser ke arah sisi
ester. Salah satu cara yang biasa digunakan adalah dengan menggunakan salah
satu zat pereaksi yang murah secara berlebihan atau dengan cara membuang salah
satu produk dari dalam campuran reaksi.
Dalam makalah ini dibahas proses sintesis dari n-butil asetat. n-butil asetat
adalah salah satu jenis ester yang disintesis dari n-butanol dan asam asetat glasial.
n-butil asetat adalah cairan yang tidak berwarna, mudah terbakar, dan memiliki
bau lemah seperti buah pisang. Dalam kehidupan sehari-hari, n-butil asetat biasa
digunakan sebagai pelarut dalam produksi pernis dan produk lainnya. Selain itu,
juga biasa digunakan sebagai perasa buah pada permen, es krim, dan keju. Butil

asetat juga dijumpai pada beberapa jenis buah, dimana dengan senyawa kimia lain
akan memberikan bau yang khas. Buah apel, terutama varietas Red Delicious
memiliki bau khas karena aktivitas dari senywa ini.
Pada reaksi pembuatan n-butil asetat, n-butanol berperan sebagai nukleofilik
yang akan menyerang atom C karbonil pada asam asetat. Karena melibatkan dua
molekul sebagai reaktan, yaitu n-butanol dan asam asetat, maka reaksi ini dapat
digolongkan ke dalam reaksi subtitusi nukleofilik 2( SN2).

BAB II
SINTESIS PREPARAT
A. Prosedur Asli
To 11,1 g of n-butyl alcohol (stockroom) in a 50 ml round bottom
flash 1 ml of concentrated sulfuric acid and 15 g of glacial acetic acid
(side shelf) are added. A boiling stone is introduced before heating and
mixture is refluxed for thirty minutes. The reaction mixture is transferred
into a 250 ml beaker glass and the acid present are neutralized with a 10
percent aqueous solution of sodium carbonate, using litmus paper as an
indicator. The aqueous layer in is removed in separatory funnel, and the
organic portion washed with 5 ml of water. The ester is allowed to stand
over anhydrous calcium chloride for at least one hour. The fraction
boiling between 124 127 C is collected. The experimental yield
approximately 11 g. the refractive index is determined. The product is
handed in.
B. Mekanisme Reaksi
O
H 3C

H2
C

OH

H+

H 3C

H2
C

H 3C

OH

C
H2

OH
H 3C
H2
C

H3 C

OH

OH

C
H2

OH

OH

-H +

H 3C

H2
C

H 3C
C
H2

C
H2

OH

O
C
H2

OH

+H +

H 3C

H2
C

H 3C
C
H2

OH 2

O
C
H2

OH
H 3C

-H 2O

H2
C

H 3C
C
H2

-H +

OH

CH

H 3C

H2
C

H 3C

C
H2

C
H2

H3 C

H3 C

H2 C

CH 2
H2 C

C
O

n-butil asetat

C
O

C
H2

Reaksi esterifikasi n-butil asetat berlangsung melalui serangkaian


tahap protonasi dan deprotonasi. Tahap pertama, adanya ion H dari
katalis asam sulfat akan memprotonasi asam asetat glasial sehingga atom
C dari gugus karboksilat menjadi reaktif.

n-butanol yang bertindak

sebagai nukleofilik kemudian menyerang atom C pada gugus karboksilat


dari asam asetat. Pada keadaan transisi, atom O dari gugus alkohol
melepas proton. Sedangkan atom O pada gugus karboksilat dari asam
asetat menyerang proton dari katalis asam sulfat. Keadaan ini tidak stabil
sehingga segera setelahnya akan dilepaskan H2O. Gugus H2O dapat
bertindak sebagai nukleofil yang dapat menyerang gugus karbonil
sehingga reaksi bisa reversibel. Atom C dari gugus karboksilat menjadi
tidak stabil setelah melepas H2O, sehingga akan membentuk ikatan
rangkap dengan atom O yang lain. Atom O yang berikatan rangkap
dengan atom C, juga berikatan dengan atom H. Kemudian terjadi
pelepasan ion H+ ini sehingga akan terbentuk n-butil asetat. Ion H+ akan
ditangkap kembali oleh katalis.
C. Bahan dan Alat
Alat : - Labu alas bulat 50 ml

1 buah

- Gelas ukur 10 ml

1 buah

- Pendingin balik

1 buah

- Gelas beaker 250 ml

1 buah

- Corong pisah

1 buah

- Erlenmeyer 100 ml

1 buah

- Labu distilasi leher pendek 50 ml

1 buah

- Pendingin udara

1 buah

- Penangas udara

1 buah

- Termometer 360C

1 buah

- Corong kecil

1 buah

- Corong tangkai panjang

1 buah

- Statif dan klem

2 set

- Kaki tiga

1 buah

- Pembakar Bunsen

1 buah

Bahan :
1. n-butanol
CH3CH2CH2CH2OH
BM

:74,12

Jumlah

: 11,1 gram = 13,62 ml

d20

:0,810

Titik didih

: 117 118 C

Titik leleh

: -90 C

n20

: 1,3993

Pemerian

:Cair, terbakar dengan api yang bercahaya kuat,


meninggalkan noda pada kertas , bau seperti fusel
oil tapi lebih lemah.

Kelarutan

:Larut dalam alkohol, eter dan pelarut organik


lainnya.

Bahaya

:Uap dapat mengakibatkan iritasi pada mata,


hidung, tenggorokan, sakit kepala, vertigo dan
kantuk, radang pada kornea, pandangan buram,
lakrimasi atau photophobia, dermatitis, gangguan
pendengaran, depresi CNS.

2. Asam asetat glasial


CH3COOH
BM

:60,05

Jumlah

:1,5 gram = 14,25 ml

d 16,67(liq)

: 1,053

d 16,60(sol)

: 1,266

d 25

: 1,049

Titik didih

: 118 C

Titik leleh

: 16,7 C

Pemerian

: Cairan jernih, tidak berwarna, bau tajam.

Kelarutan

:Larut dalam air, alkohol, gliserol, eter, karbon


tetraklorida (CCl4). Praktis tidak larut dalam karbon
disulfida.

Bahaya

:Bila tertelan dapat mengkorosi saluran cerna,


beserta muntah, hematemesis, diare, kolaps, uremia.

3. Asam sulfat pekat


H2SO4
BM

:98,08

Jumlah

: 1 ml

: 1,84

Titik didih

: 290 C

Titik leleh

: 10 C (anhidrat)

Pemerian

:Jernih, tidak berwarna, tidak berbau, cairan


berminyak, sangat korosif, punya daya tarik
(afinitas) tinggi terhadap air, tidak terlihat di udara
dan juga dalam banyak substansi organik.

Kelarutan

:Larut dalam air dan alkohol dengan menghasilkan


panas dan terjadinya kontraksi volume.

Bahaya

:Terlalu banyak terkena menyebabkan iritasi mata,


kulit, hidung, tenggorokan, edema

paru-paru,

bronkitis, efisema, conjungtivitas, stomatis, erosi


gigi, trakeobronkitis, rasa terbakar pada kulit dan
mata, dermatitis.
4. Natrium Karbonat 10%
Na2CO3
BM

:105,99

: 2,53

Titik leleh

: 851 C

Pemerian

: Serbuk higroskopis, tidak berbau, rasa basa.

Kelarutan

: Larut dalam Gliserol; 3,5 bagian air (suhu kamar;


2,2 bagian air (suhu 35 C). Tak larut dalam alkohol.

Bahaya

:Uap

menyebabkan

disertai

batuk

iritasi
dan

membran

mukosa,

pemendekan

nafas.

Kontakmlangsung menyebabkan iritasi kulit dan


kemerahan, dengan larutan konsentrat menyebabkan
erythema.
5. Magnesium sulfat anhidrat
MgSO4
BM

:120,37

Jumlah

:Secukupnya

Dibuat dari magnesium sulfat heptahidrat


MgSO4.7H2O, BM = 246,47
Pemerian

:Hablur, tidak berwarna, tidak berbau, rasa dingin,


asin, dan pahit. Dalam udara kering dan panas
merapuh.

Kelarutan

:Larut dalam 1,5 bagian air, agak sukar larut dalam


etanol.

D. Cara Kerja
1.

11,1 g n-butil alkohol dimasukkan ke dalam labu alas bulat,


kemudian ditambahkan kedalamnya 1 ml asam sulfat pekat dan 5 g
asam asetat glasial.

2. Ke dalam labu alas bulat ditambahkan batu didih secukupnya dan


dipasang pendingin Allighn.
3. Campuran direfluks selama 30 menit dengan penangas air terhitung
sejak air pada penangas air mendidih.
4. Hasil reaksi kemudian ditaruh ke dalam gelas beker 250 ml.
5. Ditambahkan kedalamnya larutan natrium karbonat 10% secukupnya
untuk menetralkan sisa asam. Untuk mengecek digunakan kertas
lakmus merah.
6. Campuran dimasukkan ke dalam corong pisah untuk memisahkan
antara fase air dan fase organik, fase organik dikeluarkan lewat kran
pada bagian bawah.

7. Lapisan organik dicuci dengan 5 ml air, kemudian fase organik


tersebut yang mengandung ester dipisahkan dari fase air
8. Fase organik ditambah MgSO4 secukupnya di dalam gelas
erlenmeyer dan dibiarkan selama 15 menit.
9. Alat distilasi segera disiapkan.
10. Fase organik yang akan didestilasi disaring.
11. Fase organik didistilasi dan destilat ditampung pada suhu konstan
yaitu antara 124-127 C.
12. Hasil n-butil asetat yang telah didestilasi ditimbang berat akhirnya
kemudian ditentukan indeks biasnya.
E. Skema Kerja

1ml H2SO4 pekat


11,1 g n-butanol + 15,0 g asam asetat glasial

pendingin balik
labu alas bulat

refluks 30 menit

campuran masuk beker

Na2CO3 10 %

kertas lakmus

MgSO4 anhidrat secukupnya


Corong pisah
Diamkan selama
Fase organik
15
menit
F
as
e
ai
r

cuci dengan 5 ml air


Saring pada labu destilasi

Termometer

Labu destilasi leher pendek


Pendingin udara

Tampung destilat pada suhu 124 -127

Timbang dan tentukan

indeks biasnya

F. Hasil Reaksi
Hasil teoritis
n-butil alkohol

= 11,1 gram 11,1 g = 0,1498 mol = 0,15 mol


74,12

as. Asetat glasial = 15 gram 15,0 g

= 0,2498 mol = 0,25 mol

60,05

H2SO4 p

CH3COOH + CH3(CH2)2OH

CH3COOCH2(CH2)2CH3

0,25 mol

0,15 mol

0,15 mol

0,15 mol

0,15 mol

0,10 mol

0,15 mol

10

Berat n-butil asetat teoritis = 0,15 mol x 116,16


= 17,424 gram
Penimbangan bahan :

n-butil alkohol = 11,1 g =13,7 ml


0,8098

asam asetat glacial = 15 g = 14,3 ml


1,0492

asam sulfat pekat = 1 ml

Na2CO3 10 % = 10 gram dalam 100 ml

MgSO4 anhidrat = secukupnya

2. HASIL PRAKTIS
Penimbangan

Berat botol + zat

71 gram

Berat botol kosong

78 gram

Berat zat

7 gram

1. PROSEN HASIL YANG DIDAPAT

Prosen hasil yang didapat = berat hasil praktis x 100 %


berat hasil teoritis

= 7 g

x 100 %

17,424 g
= 40,23%

11

BAB III
UJI KEMURNIAN
Uji kemurnian dalam suatu sintesa diperlukan untuk mengetahui tingkat
kemurnian dari suatu preparat yang dihasilkan untuk kemudian dibandingkan
dengan literatur. Uji kemurnian untuk preparat berbentuk cair meliputi indeks bias
dan titik didih.
A. PENENTUAN INDEKS BIAS
Bila suatu berkas cahaya dari udara masuk ke dalam zat cair maka cahaya
ini akan dibiaskan sehingga arahnya akan berubah. Besarnya perubahan arah
cahaya dipengaruhi jenis atom dan susunannya dalam molekul.
Indeks bias adalah perbandingan kecepatan cahaya daklam udara terhadap
kecepatan cahaya dalam bahan / media. Indeks bias tergantung pada tekanan dan
suhu, karena pada tekanan dan suhu yang berbeda kerapatan atom-atom berbedea
pula. Indeks bias adalah besaran yang spesifik dari suatu zat sehingga dapat
digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengotor dalam suatu senyawa. Jika
suatu bahan mengandung pengotor atau tidak murni dapat ditunjukkan dengan
harga indeks biasnya (yang kemudian dibandingkan engan harga indeks bias
senyawa murninya dari literatur) menunjukkan harga yang berbeda dengan
senyawa murni. Namun pada dasarnya keadaan di laboratorium berbeda pada saat
praktikum dan literatur, sehingga biasanya sulit mendapat besaran yang sama
dengan literatur.
Penentuan indeks bias dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut
Refraktometer ABBE. Alat ini menggunakan sinar polikromatis yang kemudian
didifraksikan oleh prisma yang ada di alat. Berkas sinar tersebut kemudian
mengenai zat sehingga dapat dilakukan pengamatan.

12

Cara kerja:
1. Alat dihubungkan dengan stop kontak listrik.
2. Prisma pemantul sinar dibuka.
3. Prisma dan alas tempat sampel dibersihkan menggunakan aseton dengan
bantuan kapas.
4. Sampel diteteskan merata di tempat sampel dengan menggunakan pipet
bersih (permukaan prisma jangan sampai tergores).
5. Prisma ditutup kembali.
6. Lampu dipasang di depan prisma.
7. Alat dinyalakan dengan menarik tombol ke atas, lalu bagian lensa diamati.
8. Apabila belum terjadi gelap setengah, tombol di samping kanan (coarse
adjust) diputar sampai terjadi gelap setengah pada tampilan.
9. Apabila batas antara gelap terang kurang jelas, tombol di bawah lensa
pengamatan (fine adjust) diatur sedemikian rupa hingga batas antara gelap
terang tampak jelas (tidak ada warna pelangi di daerah perbatasan).
10. Setelah batas antara gelap dan terang menjadi jelas / tajam, tombol coarse
adjust diatur hingga batas tersebut berada tepat di tengah persilangan medan
optik. Jika tampilan seperti ini sulit didapatkan, kemungkinan sampel yang
diteteskan pada prisma kurang sehingga harus ditambahkan lagi.
11. Tombol di samping kiri ditekan ke bawah hingga di lensa pengamatan
tampak angka-angka yang dilengkapi skala.
12. Dibaca angka tepat di garis vertikal yang memotong skala atas (sampai 4
angka di belakang koma, angka yang terakhir adalah perkiraan), sedangkan
skala bawah di sini tidak digunakan.
13. Temperatur yang terbaca pada termometer dicatat.
14. Lampu dimatikan dengan menekan tombol kiri ke posisi tengah.
15. Prisma pemantul sinar dibuka dan dibersihkan memakai aseton dengan
menggunakan kapas.
16. Langkah (2) sampai (15) diulangi sebanyak dua kali.
17. Setelah selesai, kabel penghubung stop kontak listrik dengan alat dicabut.
18. Hasil pemeriksaan indeks bias dirata-rata.

13

B. Tetapan Alam Hasil Reaksi


n D 25 C berdasarkan literatur = 1, 3951
Hasil percobaan n D pada suhu 30 C I : 1, 3893
II : 1, 3890
III : 1, 3887
n D suhu 30 C rata-rata = 1,3893 + 1,3890 + 1,3887
3
= 1,3890
n D suhu 30 C hasil percobaan setelah dikoreksi :
=

n D 30 + [ (t - 20) x 0,00045 ]

1,3890 + [ (30 - 20) x 0,00045 ]

1,3935

% kesalahan indeks bias = data pustaka data pengamatan

x 100 %

data pustaka
= 1,3935 1,3890 x 100 %
1,3935
= 0,32%
C. Titik Didih n butil asetat
Titik didih adalah temperatur di mana tekanan uap cairan sama dengan
tekanan udara luar (1 atm). Titik didih ditentukan dengan pengamatan temperatur
pada termometer pada saat destilasi, di mana titik didih adalah temperatur pada
saat suhu sudah konstan.
Hasil Pengamatan :
Titik didih n-butil asetat menurut literatur

: 125 126 C

Titik didih n-butil asetat hasil percobaan (suhu konstan)

: 120 C

14

BAB IV
IDENTIFIKASI STRUKTUR
Identifikasi struktur n-butil asetat menggunakan empat metode, yaitu:
A. Spektrofotmetri UV-Vis

Gambar 1. Spektra UV-Vis n-butil asetat

Panjang gelombang yang digunakan pada spektrofotmeter UV-Vis terentang


antara 100-750 nm yaitu 400-750 nm untuk spektrum Vis dan 100-400 nm untuk
spektrum UV. Absorbsi radiasi UV-Vis oleh suatu senyawa mengakibatkan
terjadinya transisi elektron, yaitu promosi elektron dari orbital keadaan yang

15

berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi yang berenergi lebih tinggi.


Panjang gelombang cahaya yang diserap tergantung dari mudah atau sulitnya
transisi elektron. Molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk prormosi
elektron akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek, demikian
pula sebaliknya.
Analisis kualitatif dengan metode ini dilaksanakan dengan dua cara, yaitu:
1. cara pencocokkan spektra (curve fitting).
2. cara meramalkan panjang gelombang maksimum.
Namun, informasi yang diberikan oleh spectrum UV/Vis sangatlah terbatas,
sehingga seringkali tidak memadai untuk penentuan struktur. Oleh karena itu
untuk analisis kualitatif suatu senyawa diperlukan kombinasi dengan informasi
dari teknik lain.
Pemilihan solven yang akan digunakan dalam metode ini sangat penting.
Syarat solven yang baik antara lain sebagai berikut :
1. pelarut tidak boleh menyerap radiasi UV di daerah yang sama dengan analit.
2. efek pelarut pada kestabilan struktur dari pita absorpsi
3. kemampuan pelarut untuk mempengaruhi panjang gelombang sinar UV yang
akan diabsorpsi
4. umumnya dipilih solven yang tidak mengandung ikatan rangkap terkonjugasi,
walaupun solven tersebut tidak menyerap radiasi UV.
n-butil asetat adalah senyawa ester di mana terjadi transisi elektron n*
(>300 nm, intensitas rendah) dan * (<250 nm, intensitas tinggi). Pada hasil
pengamatan spektra UV-Vis didapatkan panjang gelombang maksimum pada
daerah 210,0 nm dengan absorban sebesar 0,64700; yang menunjukkan adanya
transisi elektron * dari ikatan antara C dengan O dari gugus karbonil.

16

B. Spektrofotometri IR

Gambar 2. Spektra IR n-butil asetat

Spektra IR memberi gambaran mengenai gugus-gugus fungsi yang terdapat


pada sebuah molekul. Penyerapan sinar IR menyebabkan perubahan amplitudo
getaran (vibrasi) atom-atom yang terikat satu sama lain. Ikatan antara dua atom
dapat mengalami stretching dan bending. Setiap ikatan memerlukan energi
tertentu agar berpindah ke keadaan vibrasi stretching tereksitasi dan sejumlah
energi tertentu untuk berpindah ke keadaan vibrasi bending tereksitasi.
Spektra IR biasanya direkam pada bilangan gelombang 4000 cm-1 sampai
sekitar 600 cm-1. Bilangan gelombang dimana terjadi puncak (% transmitan
minimum) digunakan untuk identifikasi gugus fungsi. Daerah sebelah kanan 1400
cm-1 biasanya menunjukkan spektrum yang sangat rumit akibat dari banyaknya
modus ulur maupun tekuk yang menyerap pada daerah ini. Namun, pada daerah
ini setiap senyawa memberikan spektrum yang unik, daerah ini disebut daerah
sidik jari.
Hasil pengamatan spektrum IR n-butil asetat didapat:
Tabel 1. Daerah gugus fungsi

17

Gugus
Fungsi
Karbonil
Ester
Alkana
Alkil

Struktur Gugus Fungsi

Bilangan Gelombang

Bilangan Gelombang

Teori (cm-1)
1820 1660
1330 1210
1600 1450
3000 2800

Teramati (cm-1)
1762.99
1240.08
1465.75
2970.96

C=O
C O ulur
CC
CH

C. Spektrometri NMR

Gambar 3. Spektra 13C-NMR n-butil asetat (literatur)

ppm
171.11
64.38
30.85
20.94
19.26
13.75

Int.
278
1000
805
566
732
712

Assign.
1
2
3
4
5
6

18

Gambar 4. Spektra 1H-NMR n-butil asetat (literatur)

Assign.
A
B
C
D
E

Shift(ppm)
4.062
2.038
1.60
1.39
0.943

Spektrometri resonansi magnetik inti didasarkan pada penyerapan


gelombang radio oleh inti-inti tertentu dalam molekul organik, apabila molekul
tersebut berada dalam medan magnetik yang kuat. Suatu inti yang mempunyai
spin akan berputar dan menghasilkan medan magnet kecil yang disebut momen
magnetik inti. Oleh karena itu, inti-inti yang dimanfaatkan dalam NMR adalah
inti-inti yang mempunyai spin, contohnya 11H dan 136C.
NMR sangat penting dalam penentuan struktur senyawa organik karena
spektrum NMR memberikan gambaran mengenai atom-atom (terutama hidrogen)
dalam sebuah molekul.
Spektrum C-NMR memberikan informasi mengenai karbon-karbon dalam
suatu molekul organik. Penampilan spektrum

13

C-NMR lebih sederhana

dibandingkan 1H-NMR karena pada 13C-NMR tidak ada pemisahan spin 13C - 13C
dan pada spektrumnya tidak dicantumkan integrasi.

19

Dengan membandingkan kedua jenis spektra di atas, akan didapatkan


gambaran yang lebih baik mengenai atom-atom karbon dan hidrogen sehingga
bisa mengetahui bagaimana struktur molekul tersebut.
Tabel 3. Medan (ppm) spektra 13C-NMR pada n-butil asetat
Gugus Fungsi
ppm teoritis
C karboksil
170,2
CH2 alifatis
18,9 ; 31,1 ; 64,6
CH3 alifatis
13,8 ; 20,7
1
Sedangkan pada H-NMR menunjukkan jumlah atom H ekivalen yang
terdapat pada struktur suatu senyawa.
Tabel 4. Medan (ppm) spektra 1H-NMR pada n-butil asetat
Gugus Fungsi
ppm teoritis
CH2 (methylene)
1,45 ; 1,62 ; 4,13
CH3 (metil)
0,90 ; 2,21
Dari analisis spektrum, dapat diketahui bahwa :

Pada atom C (2,21 ppm) terjadi singlet, karena berikatan dengan atom C
yang tidak memiliki atom H (tidak memiliki atom H tetangga).

Pada atom C (4,13 ppm) terjadi triplet, karena memiliki atom H tetangga
sebanyak 2 buah.

Pada atom C (1,62 ppm) terjadi multiplet (triplet-triplet), karena memiliki


atom H tetangga lebih dari 3 buah.

Pada atom C (1,45 ppm) terjadi multiplet (triplet-kuartet), karena memiliki


atom H tetangga lebih dari 3 buah.

Pada atom C (0,90 ppm) terjadi triplet, karena memiliki atom H tetangga
sebanyak 2 buah.

D. Spektrometri MS (Mass Spectrometry)


SDBS-Mass
MS-NW-0009
SDBS NO. 3292
butyl acetate
C6H12O2
(Mass of molecular ion: 116)
Source Temperature : 190 C
Sample Temperature : 25 C
RESERVOIR, 75 eV

20

Gambar 5. Spektra MS n-butil asetat (literatur)

Spektrometri Massa (Mass Spectrometry) atau disingkat MS merupakan


teknik yang penting dalam identifikasi struktur senyawa organic. MS juga
memberikan informasi mengenai fragmen-fragmen bermuatan yang strukturnya
berhubungan erat dengan struktur molekul utuh.
Dalam spektrometer massa, sampel diuapkan, kemudian dibombardir
dengan elektron berkecepatan tinggi. Akibat dari tumbukan antara molekul
organik dengan elektron adalah lepasnya satu elektron dari molekul sehingga
terbentuk ion molekul yang selanjutnya mengalami fragmentasi. Spektrum massa
ialah alur kelimpahan relatif fragmen-fragmen bermuatan positif terhadap nisbah
massa muatan (m/z atau m/e).
Struktur dan massa fragmen memberikan petunjuk mengenai struktur
molekul induknya. Juga mungkin seringkali untuk menentukan bobot molekul
suatu senyawa dari spektrum massanya. Sebuah ion molekul tidak pecah secara
acak, melainkan cenderung membentuk fragmen-fragmen yang sestabil mungkin.
Pada spektrum massa yang diperoleh terdapat dua puncak yang
menunjukkan adanya fragmentasi dari n-butil asetat yang terjadi pada posisi alfa
terhadap atom oksigen (pembelahan-) menjadi fragmen dengan m/z = 43 dan

21

fragmen m/z = 73. Dimana intensitas dari fragmen m/z = 43 yang tinggi
menunjukkan pembentukan fragmen ini lebih disukai.

m/z = 116

m/z = 43

m/z = 43

Puncak m/z = 15 menunjukkan adanya fragmen [CH3]+ dan puncak m/z = 56


menunjukkan terbentuknya fragmen [CH3CH2CH2CH]+.

22

BAB V
PEMBAHASAN
Pada pembuatan n-butil asetat menggunakan prinsip reaksi esterifikasi
fischer antara asam karboksilat yaitu asam asetat dan alkohol yaitu n-butanol
dengan katalis asam sulfat pekat. Reaksi esterifikasi merupakan reaksi yang
reversibel sehingga untuk mendapatkan rendemen ester yang lebih banyak maka
reaksi harus dipertahankan berjalan ke kanan. Hal tersebut dapat dilakukan
diantaranya dengan menambah konsentrasi dari reaktan atau dengan mengurangi
salah satu produk. Dalam hal ini jumlah asam asetat glasial yang dilebihkan
karena faktor ekonomi.
Asam asetat glasial dan n-butanol dicampurkan dalam labu alas bulat,
kemudian ditambahkan katalis asam sulfat pekat dan batu didih secukupnya.
Asam sulfat pekat berperan pada protonasi gugus karbonil dari asam asetat serta
dapat menyerap air yang dihasilkan dari proses reaksi. Batu didih ditambahkan
untuk meratakan panas pada saat direfluks. Batu didih mengandung pori-pori
yang mengandung udara, dimana ketika dipanaskan udara dari dalam pori-pori
akan naik ke atas dengan membawa panas sehingga pemanasan akan lebih merata.
Batu didih juga akan mencegah terjadinya bumping selama proses refluks.
Campuran pada labu alas bulat kemudian dipasangi dengan pendingin balik
kemudian direfluks di atas penangas air selama 30 menit dihitung sejak air pada
penangas air mulai mendidih. Refluks dengan pemanasan dilakukan untuk
memberikan energi karena reaksi dilakukan pada suhu kamar sehingga
memerlukan tambahan energi unuk proses tumbukan. Durasi dalam melakukan
refluk tergantung pada kecepatan reaksi dimana salah satunya dipengaruhi oleh
halangan sterik. Pada sintesis n-butil asetat, reaktan memiliki struktur molekul
yang cukup sederhana sehingga waktu untuk melakukan refluks tidak lama.
Pendingin balik pada saat refluks berfungsi mencegah baik reaktan maupun
produk supaya tidak mudah menguap. Sehinggan diharapkan hasil yang diperoleh
akan maksimal
Setelah melakukan refluks, maka campuran ditambahkan dengan natrium
karbonat 10%. Penambahan ini dilakukan untuk menetralkan sisa asam dari

23

proses refluks sehingga reaksi tidak akan kembali ke arah reaktan. Pemilihan
natrium karbonat dengan alasan sifatnya sebagai basa lemah yang akan bereaksi
dengan asam asetat yang bersifat asam lemah. Reaksi ini ditandai dengan adanya
gelembung udara. Pada pengamatan natrium karbonat ditambahkan hingga tidak
ada gelembung udara. Campuran yang sudah netral dicek dengan kertas lakmus.
Dalam hal ini tidak digunakan NaOH maupun NaHCO3 sebagai penetral karena
sifat dari NaOH yang merupakan basa kuat sehingga dapat menimbulkan
hidrolisis ester. Begitu juga dengan NaHCO3 walaupun bukan basa kuat tetapi
sifatnya lebih basa daripada Na2CO3 sehingga juga dapat menyebabkan hidrolisis
ester.
Setelah dilakukan penetralan, maka akan tampak lapisan air dan lapisan
organik. N-butil asetat yang disintesis berada pada fase organik. Lapisan air
berada di bawah karena berat jenisnya lebih besar. Keduanya dipisahkan
menggunakan corong pisah.. Pada pemisahan dengna corong pisah pada fase
organik terbentuk emulsi. Hal ini diantaranya disebabkan oleh sifat larutan yang
terlampau basa. Adanya emulsi menyebabkan batas antara fase air dan fase
organik kurang jelas. Emulsi ini dapat dipecah dengan cara menjenuhkan lapisan
dengan NaCl, menambahkan beberapa tetes alkohol atau CCl4, serta menarik
udara di atas lapisan emulsi tersebut. Tetapi secara umum pemisahan dihasilkan
bila cairan dipisahkan dalam waktu cukup lama.
Dalam fase organik pasti ada sisa fase air, oleh karena itu untuk
membersihkan fase ester dari fase air dilakukan pengocokan dengan air. Ester
harus dikondisikan terbebas dari air karena adanya air akan menyebabkan ester
terhidrolisis. Kemudian ditambahkan lagi magnesium sulfat sebagai pengering
untuk mengikat droplet air yang masih ada dalam fase ester. Magnesium sulfat
yang tersedia adalah dalam bentuk heptahidrat sehingga diperlukn pemijaran
untuk mendapatkan bentuk anhidratnya. Penambahan magnesium sulfat ke dalam
campuran hingga ada butir magnesium yang melayang di dalm ester. Kemudian
didiamkan selam 15 menit supaya hasil yang dipeoleh maksimal. Fase ester
kemusian disaring untuk memisahkan n-butil asetat dengan magnesium sulfat
n-butil asetat yang diperoleh kemudian dimurnikan dengan destilasi
sederhana. Destilasi sederhana dipilih karena antara ester dengan pengotor ( air)

24

tidak saling campur. Selain itu, perbedaan titik didih keduanya juga kurang dari
50 C. Titik didih zat yang akan didestilasi mempengaruhi pemilihan alat utuk
destilasi. Karena titik didih n-butil asetat tinggi yaitu 125-126 maka digunakan
penangas udara untuk memanaskan dan labu destilasi leher pendek. Labu leher
pendek dipilih supaya saat mengembun uap n-butil asetat sudah langsung dapat
berada di pipa samping. Untuk jenis pendingin digunakan pendingin udara karena
n-butil asetat memiliki tekanan uap yang tinggi sehingga pada suhu ruang cepat
menjadi dingin. Destilat ditampung saat titik didihnya yaitu ketika suhu konstan.
Dalam praktikum kali ini diperoleh suhu konstan yaitu 120 C. Proses destilasi
dihentikan ketika cairan pada labu destilasi habis.
Setelah proses pemurnian, maka dilakukan pengukuran indeks bias dengan
refraktometer ABBE. Harga indeks bias ini juga akan menunjukkan apakah ester
yang dihasilkan murni. Dari hasil praktikum diperoleh bahwa indeks bias n-butil
asetat pada suhu 30 C adalah 1,3935 sedangkan data dari literatur 1,3951

25

BAB VI
KESIMPULAN
n- butil asetat dapat diperoleh dari reaksi esterifikasi antara n-butanol dan
asam asetat glasial dengan katalis asam sulfat pekat. Dari hasil praktikum dapat
diketahui bahwa titik didih n-butil asetat adalah 120C dan indeks biasnya adalah
1,3890 pada suhu 30C. Identifikasi terhadap hasil praktikum menggunakan
metode sprektroskopi UV-Vis dan FTIR diketahui bahwa zat yang disintesis
adalah n-butil asetat.

26

DAFTAR PUSTAKA
1. Fessenden & Fessenden. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid Dua.
Jakarta : Erlangga. 1986.
2. The Merck Index 1st edition. New York. 1982
3. www.wikipedia.com . 11 Juni 2009 jam 10.09

27

Anda mungkin juga menyukai