Anda di halaman 1dari 58

BAHAN AJAR

BAHASA INDONESIA
[Bahan ajar ini diperbanyak hanya untuk kalangan sendiri]

Oleh
Nuryani

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga


Yogyakarta
2009
KATA PENGANTAR

Setiap tahun, ketika memperingati peristiwa Sumpah Pemuda


yang dijadikan sebagai Bulan Bahasa, anjuran untuk berbahasa In-
donesia dengan baik dan benar selalu dikumandangkan. Tampaknya,
anjuran itu belum mencapai sasaran yang diharapkan. Oleh karena
itu, perkuliahan bahasa Indonesia di perguruan tinggi diarahkan agar
mahasiswa memiliki kesadaran dan kepedulian untuk menggunakan
bahasa Indonesia dengan baik dan benar itu. Bahan ajar ini disusun
untuk keperluan itu, terutama untuk keperluan penulisan karangan
ilmiah. Untuk itu, isi bahan ajar ini difokuskan pada penggunaan
bahasa Indonesia dalam karangan ilmiah.
Bahan ajar ini masih mengandung banyak rumpang. Semua
bentuk masukan akan diterima demi kesempurnaan bahan ajar ini.

Yogyakarta, 2009
Penulis
DAFTAR ISI

PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II KALIMAT DALAM PENYUSUNAN KARANGAN 4
A. Ada Keserasian Bentuk dan Makna 6
B. Unsur-unsur Pembentuknya Lengkap 6
C. Subjek dan Objek Kalimat Tidak Boleh Berkata Depan 7
D. Kata yang mana dan di mana bukan Kata Penghubung 8
E. Tidak Berunsur Kata Mubazir 10
F. Penggunaan Kata Penghubung secara Eksplisit 10
G. Unsur Kehematan dalam Kalimat 13
BAB III PARAGRAF DALAM KARANGAN 15
A. Pengertian Paragraf 15
B. Syarat Paragraf yang Baik 16
C. Cara Penyusunan Paragraf 21
D. Pola Pengembangan Paragraf 25
E. Cara Membentuk Kesatuan Hubungan Antarkalimat dalam Paragraf 29
BAB IV EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN 36
A. Pemakaian Huruf Kapital 36
B. Penulisan Gabungan Kata 38
C. Singkatan dan Akronim 41
D. Angka dan Lambang Bilangan 43
E. Penulisan Unsur Serapan 44
F. Pemakaian Tanda Baca 50
DAFTAR RUJUKAN 54
BAB I
PENDAHULUAN

Mengarang berarti menggunakan bahasa untuk menyatakan isi


hati atau buah pikiran secara menarik dan mengena kepada pembaca
(lih. Cipta Loka Caraka, 2002:12). Pengertian demikian menunjukkan
bahwa menyusun karangan, entah apa pun bentuk dan jenis karang-
annya, tidak terlepas dari bahasa. Dalam karangan, bahasa itu ber-
fungsi sebagai sarana dan sekaligus wadah untuk menyampaikan isi
hati atau buah pikiran penulis kepada pembaca.
Manfaat penguasaan bahasa dalam penyusunan karangan ada-
lah agar karangan yang ditulis terorganisasi secara baik dan
sistematis. Bukankah karangan yang baik pertama-tama tercermin pa-
da aspek kebahasaannya?
Penguasaan bahasa sangat berguna dalam penyusunan karang-
an. Kegunaannnya adalah penulis dapat mengungkapkan isi hati atau
buah pikirannya dengan kalimat dan paragraf secara tepat. Dengan
penguasaan bahasa yang memadai, karangan yang dihasilkan pun
akan terhindar dari kemonotonan, kerancuan, atau kesalahan. Perha-
tikanlah contoh berikut ini.

(1) Dengan dualisme kepemimpinan yang timbul sebagai akibat dari


peraturan-peraturan baru, perlu direvisi dan diamandemen guna
terciptanya pelayanan yang baik kepada masyarakat.

Pada contoh (1), terjadi kesalahan susunan kalimat yang berupa


ketidakjelasan subjek kalimat. Subjek kalimat dalam contoh (1)
tersebut tidak jelas karena bagian kalimat dualisme kepemimpinan yang
timbul sebagai akibat dari peraturan-peraturan baru yang seharusnya
berfungsi sebagai subjek didahului oleh kata depan dengan. Bila
keterampilan menyusun kalimat yang sesuai dengan kaidah susunan
kalimat dalam bahasa Indonesia dikuasai secara baik, pengungkapan
yang salah seperti contoh (1) tersebut tidak akan terjadi.
Dalam penyusunan karangan, seorang penulis perlu
menguasai kalimat dan paragraf. Alasannya adalah kalimat
merupakan unsur pembentuk langsung paragraf sehingga paragraf
hanya dapat dipahami dengan baik jikalau kalimat-kalimat pem-
bentuknya disusun secara baik. Suatu paragraf dinyatakan baik kalau
kalimat-kalimat pembentuknya dijalin secara kohesif (cohesive) dan
koheren (coherence). Perhatikanlah contoh berikut ini.

(2) Pemerintah sudah lama mengadakan berbagai macam


program anti kemiskinan diantaranya bantuan kredit kepada ma-
syarakat yang kurang mampu, memberikan beras murah kepada
orang-orang miskin, memberikan bantuan material bangunan
kepada masyarakat yang kurang mampu, memberikan berbagai
fasilitas untuk mata pencaharian seperti mesin jahit, mesin
penggiling padi, mesin potong kayu, traktor untuk tanah
pertanian serta alat-alat lainnya yang dibutuhkan untuk
meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat yang kurang
mampu, pemerintah memberikan pelatihan-pelatihan
keterampilan seperti tata rias, tata boga, pertukangan, kerajinan
rumah tangga, perbengkelan, eletronika, dan sebagainya, tetapi
kalau semua program itu tidak diimbangi dengan partisipasi
masyarakat maka tidak mungkin progam itu bisa berhasil.

Contoh (2) tersebut bukan merupakan paragraf yang baik karena ha-
nya terdiri atas satu kalimat panjang. Agar menjadi paragraf yang
baik, contoh tersebut perlu diubah menjadi sebagai berikut.

(2a) Pemerintah sudah lama mengadakan berbagai macam


program anti kemiskinan. Program itu di antaranya adalah
bantuan kredit kepada masyarakat yang kurang mampu; beras
murah kepada orang-orang miskin; material bangunan kepada
masyarakat yang kurang mampu; berbagai fasilitas untuk mata
pencaharian, seperti mesin jahit, mesin penggiling padi, mesin
potong kayu, traktor untuk tanah pertanian, serta alat-alat
lainnya yang dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan
bagi masyarakat yang kurang mampu; dan pelatihan-pelatihan
keterampilan, seperti tata rias, tata boga, pertukangan, kerajinan
rumah tangga, perbengkelan, dan eletronika. Namun, kalau tidak
diimbangi dengan partisipasi masyarakat, tidak mungkin
progam itu bisa berhasil.

Hanya, untuk menghasilkan paragraf seperti (3a) tersebut diperlukan


pengetahuan yang cukup tentang penyusunan dan paragraf .
Aspek kebahasaan yang lain yang perlu pula dikuasai oleh
seorang penulis adalah keterampilan menerapkan Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan (EYD). Seorang penulis perlu
menguasai EYD agar karangan yang ditulisnya terbebas dari
kesalahan tata tulis. Untuk itulah, di samping kalimat dan paragraf
(yang dipaparkan dalam bab II dan III), hal-hal penting yang
berkaitan dengan penerapan EYD disinggung pula dalam bahan ajar
ini. Hal terakhir itu disajikan untuk mengakhiri bahan ajar ini.
BAB II
KALIMAT DALAM PENYUSUNAN KARANGAN

Ada tiga alasan yang mendasari pentingnya kemampuan me-


nyusun kalimat bagi seorang penulis. Pertama, kalimat merupakan
bagian terkecil karangan yang mengungkapkan pikiran yang utuh se-
cara ketatabahasaan (Alwi dkk. 1993:254). Kedua, kalimat merupakan
satuan dasar pembentuk karangan (Alwi dkk. 1993:349). Ketiga,
karangan yang baik memiliki nilai keterbacaan yang tinggi. Karangan
yang demikian adalah karangan yang ditampilkan dalam kalimat-
kalimat yang bersahabat dengan pembaca (bdk. Razak, 1985:2).
Ide yang terkandung dalam suatu karangan hanya akan dapat
dipahami secara baik oleh pembaca manakala diungkapkan di dalam
kalimat-kalimat yang benar. Untuk itu, kalimat-kalimat dalam ka-
rangan perlu disusun dengan mematuhi kaidah-kaidah penyusunan
kalimat yang berlaku. Kalimat yang dibentuk sesuai dengan kaidah-
kaidah penyusunan kalimat yang berlaku itu disebut kalimat yang
benar (lih. Hutomo, 1983:25). Kalimat yang sebaliknya disebut ka-
limat yang salah. Perhatikanlah contoh di bawah ini.

(3) Bank sebagai salah satu bagian yang tak terpisahkan dari sistem
perekonomian di negeri kita.
(4) Dalam menghadapi percaturan dunia bisnis, di mana negara yang
satu dengan negara yang lain saling bersaing untuk mem-
perebutkan pasaran dunia dalam memperdagangkan hasil
produksi yang berkualitas baik dengan harga yang mampu
dijangkau oleh konsumen.

Kalimat (3) tersebut merupakan kalimat yang salah karena belum se-
lesai. Bandingkanlah dengan (3a) berikut.

(3a) Bank sebagai salah satu bagian yang tak terpisahkan dari sis-
tem perekonomian di negeri kita ....
Dari kalimat (3a) dapat diketahui bahwa kalimat (3) tersebut belum
memiliki sebutan (atau predikat), padahal kalimat yang benar dan
lengkap setidak-tidaknya berunsur subjek (atau pokok) dan predikat
(atau sebutan). Subjek adalah bagian kalimat yang diterangkan oleh
predikat. Predikat adalah bagian kalimat yang berfungsi sebagai pen-
jelas atau yang memberikan keterangan pokok (lih. Ngafenan, 1985:
75). Jadi, kesalahan kalimat (3) tersebut terletak pada tidak adanya
atau tidak jelasnya predikat atau sebutannya. Kalimat (3) tersebut be-
lum merupakan kalimat yang lengkap.
Kendati efektif, kalimat (4) juga salah. Kesalahan kalimat (4) itu
terletak pada penggunaan kata di mana yang tidak sesuai dengan
kaidah penggunaannya. Dalam bahasa Indonesia, kata di mana seha-
rusnya hanya digunakan dalam kalimat tanya seperti di bawah ini.

(5) Di dalam kendaraan, aku bertanya kepada polisi yang menjem-


putku. “Lukanya gawat, Mas?” Di mana dia tertabrak? Mobil
apa?”

Namun, dalam kalimat (4) tersebut justru digunakan untuk menghu-


bungkan bagian-bagian kalimat. Pemakaian seperti itu tidak sesuai
dengan kaidah pemakaian kata di mana dalam bahasa Indonesia. Oleh
karena itu, untuk menjadi kalimat yang benar, kata di mana kalimat
(4) tersebut lebih baik dihilangkan sehingga kalimatnya berubah
menjadi sebagai berikut.

(4a) Dalam menghadapi percaturan dunia bisnis, negara yang satu


dengan negara yang lain bersaing untuk memperebutkan
pasaran dunia dalam memperdagangkan hasil produksi yang
berkualitas baik dengan harga yang mampu dijangkau oleh
konsumen.

Dengan penghilangan kata di mana, dapat diketahui bahwa kalimat


(4a) lebih efektif, dan sekaligus lebih mudah dipahami, daripada
kalimat (4) karena hubungan antarbagian dalam kalimat (4a), yaitu
antara dalam menghadapi percaturan dunia bisnis dan negara yang satu
dengan negara yang lain bersaing untuk memperebutkan pasaran dunia
dalam memperdagangkan hasil produksi yang berkualitas baik dengan harga
yang mampu dijangkau oleh konsumen, lebih jelas.
Kalimat yang taat kaidah bukan hanya benar susunannya, teta-
pi juga menuntut persyaratan yang lain. Persyaratan yang lain itu se-
perti terpapar berikut ini.

A. Ada Keserasian Bentuk dan Makna


Kalimat yang taat kaidah menuntut adanya keserasian antara
bentuk dan maknanya. Maksudnya, penggabungan dua kata atau le-
bih dalam satu kalimat menuntut adanya keserasian bentuk dan mak-
na (lih. Alwi dkk. 1993:293-294). Keserasian bentuk dan makna dalam
penyusunan kalimat itu sangat penting bagi terbentuknya karangan
yang nilai keterbacaannya tinggi. Jadi, setiap kalimat dalam karangan
harus benar bentuknya dan juga harus logis maknanya (Yohanes,
1991:3). Perhatikanlah kalimat (9) dan (10) berikut ini.

(6) Dia mengerumuni mahasiswa.


(7) Anjing itu membelikan kami gula.

Kalimat (6) tersebut benar secara ketatabahasaan, tetapi tidak logis


atau tidak lazim karena di dalamnya tidak terdapat keserasian
bentuk. Dalam membentuk kalimat, kata mengerumuni menuntut
kehadiran subjek kalimat bermakna jamak seperti para wartawan da-
lam contoh (8) berikut, bukan bermakna tunggal seperti pada kalimat
(7) tersebut.

(8) Para wartawan mengerumuni Menteri Luar Negeri yang baru


saja tiba dari Bangkok.

Sementara itu, kalimat (7) juga benar secara ketatabahasaan, tetapi


tidak logis dan tidak lazim dalam pemakaian karena tidak mengan-
dung keserasian makna. Adalah sangat aneh dan tidak lazim mana-
kala anjing berperilaku sama dengan manusia.

B. Unsur-unsur Pembentuknya Lengkap


Suatu kalimat dapat dikatakan benar-benar sebagai kalimat
yang utuh apabila unsur-unsur pembentuknya lengkap. Lengkap itu
dalam pengertian setidak-tidaknya terdiri atas subjek dan predikat.
Perhatikanlah contoh yang berikut.

(9) Banyak industriawan yang tidak dapat menyalurkan barang-ba-


rang produksinya.

Kalimat (9) tersebut belum selesai sehingga bukan merupakan


kalimat yang lengkap. Bandingkanlah dengan (9a) berikut.

(9a) Banyak industriawan yang tidak dapat menyalurkan barang-ba-


rang produksinya ....

Dari bentuk (9a) dapat diketahui bahwa kalimat (9) tersebut belum
memiliki jabatan predikat. Kalimat (9) dapat menjadi kalimat yang
lengkap kalau kata yang dihilangkan sehingga menjadi sebagai
berikut.

(9b) Banyak industriawan tidak dapat menyalurkan barangbarang


produksinya.

C. Subjek dan Objek Kalimat Tidak Boleh Berkata Depan


Kalimat yang lengkap dapat terdiri atas jabatan subjek, predi-
kat, objek, dan keterangan. Perlu diperhatikan bahwa dalam kalimat
yang benar, khusus jabatan subjek dan objek itu tidak boleh dida-
hului oleh kata depan. Kata depan itu misalnya di, ke, dari, kepada, pa-
da, dengan, bagi, untuk, tentang, mengenai, dan menurut. Perhatikanlah
kalimat (10)-(14) berikut ini.

(10) Di Indonesia memiliki berbagai macam budaya yang masing-


masing mempunyai ciri khas tersendiri.
(11) Bagi mahasiswa baru menganggap bahwa OSPEK adalah arena
perpeloncoan atau perbadutan.
(12) Dengan otonomi daerah memiliki sisi positif maupun negatif,
baik bagi pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
(13) Banyak anggota masyarakat belum menyadari tentang pen-
tingnya sektor pariwisata ini.
(14) Bab sepuluh ini membahas tentang kelompok senyawa aldehida
dan keton.
Kalimat (10)-(12) tidak dapat dikenali jabatan subjeknya karena
kata atau kelompok kata yang seharusnya dikategorikan menduduki
jabatan itu, yaitu di Indonesia, bagi mahasiswa baru, dan dengan otonomi
daerah didahului oleh kata depan di, bagi, dan dengan. Supaya jabatan
itu dapat ditentukan, kata depan di, bagi, dan dengan di depan jabatan
subjek tersebut harus dihilangkan sehingga kalimatnya menjadi (10a)-
(12a) berikut.

(10a) Indonesia memiliki berbagai macam budaya yang masing-


masing mempunyai ciri khas tersendiri.
(11a) Mahasiswa baru menganggap bahwa OSPEK adalah arena
perpeloncoan atau perbadutan.
(12a) Otonomi daerah memiliki sisi positif maupun negatif, baik bagi
pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.

Kalimat (13) dan (14) juga tidak benar karena jabatan objek atau
hal yang dibicarakan, yaitu tentang pentingnya sektor pariwisata ini dan
tentang kelompok senyawa aldehida dan keton, didahului kata depan
tentang. Kalimat (13) dan (14) tersebut diizinkan apabila kata depan
tentang yang mendahului objek dihilangkan sehingga kalimatnya
menjadi sebagai berikut.

(13a) Banyak anggota masyarakat belum menyadari pentingnya


sektor pariwisata ini.
(14a) Bab sepuluh ini membahas kelompok senyawa aldehida dan
keton.

Hal yang dibicarakan dalam contoh (13) tersebut diizinkan berkata


depan bila kalimatnya diubah menjadi sebagai berikut.

(13b) Banyak anggota masyarakat belum sadar akan pentingnya


sektor pariwisata ini.
(13c) Banyak anggota masyarakat belum sadar terhadap pentingnya
segi pariwisata ini.

D. Kata yang mana dan di mana bukan Kata Penghubung


Dalam bahasa Indonesia terdapat kata yang mana dan di mana.
Kedua kata itu bukan merupakan kata penghubung, melainkan me
rupakan kata tanya sehingga menurut kaidah kedua kata itu digu-
nakan dalam kalimat pertanyaan. Kata yang mana dipakai untuk me-
nanyakan sesuatu atau seseorang dari suatu kelompok pilihan
(contoh (15)), sedangkan kata di mana dipakai untuk menanyakan
tempat berada (contoh (16)). Perhatikanlah contoh di bawah ini.

(15) Di antara tiga mesin ketik ini, menurut Anda, yang mana yang
terbaik?
(16) Di dalam kendaraan, aku bertanya kepada polisi yang menjem-
putku. “Lukanya gawat, Mas?” Di mana dia tertabrak? Mobil
apa?”

Kata yang mana dalam contoh tersebut dipakai untuk menanyakan


mesin ketik yang terbaik di antara tiga pilihan mesin ketik, sedang-
kan kata di mana dipakai untuk menanyakan tempat seseorang ter-
tabrak.
Yang menjadi masalah adalah di dalam karangan kata yang ma-
na dan di mana sering digunakan kata penghubung. Perhatikanlah
contoh (17) dan (18) berikut ini.

(17) Indonesia termasuk sebagai negara agraris yang mana sebagian


besar penduduknya bercocok tanam.
(18) Menurut para ahli ekonomi, dalam kondisi riil perekonomian
Indonesia sekarang ini, di mana asas kekeluargaan antarbisnis
tidak mudah ditemukan.

Pemakaian yang mana dan di mana seperti pada contoh (17) dan (18)
itu tidak tepat karena tidak sesuai dengan aturan pemakaian kedua
kata itu dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia, kedua kata
itu tidak diizinkan dipakai sebagai kata penghubung. Oleh karena itu,
contoh (23) dan (24) itu harus diubah menjadi sebagai berikut.

(17a) Indonesia termasuk sebagai negara agraris yang sebagian besar


penduduknya bercocok tanam.
(18a) Menurut para ahli ekonomi, dalam kondisi riil perekonomian
Indonesia sekarang ini, asas kekeluargaan antarbisnis tidak
mudah ditemukan.
Dalam kalimat (17a) dan (18a) tersebut tampak bahwa kata mana dan
di mana tidak perlu dipakai.

E. Tidak Berunsur Kata Mubazir


Kalimat yang benar harus padat, tetapi jelas. Hal ini berakibat
bahwa pemakaian dua kata yang bersinonim tidak diizinkan.
Perhatikanlah contoh yang berikut.

(19) Indonesia adalah merupakan negara berkembang yang mempu-


nyai penduduk dan wilayah yang besar.
(20) Keakraban ini dimaksudkan agar supaya ada kontak di antara
para alumnus.

Kalimat (19) dan (20) tersebut tidak diizinkan karena mengandung


kata mubazir. Yang mubazir dalam kalimat (19) adalah adalah atau
merupakan, sedangkan dalam kalimat (20) adalah agar atau supaya.
Untuk menghilangkan kemubaziran seperti itu, kalimat (19) dan (20)
hendaknya diubah menjadi sebagai berikut.

(19a) Indonesia adalah negara berkembang yang mempunyai pen-


duduk dan wilayah yang besar.
(19b) Indonesia merupakan negara berkembang yang mempunyai
penduduk dan wilayah yang besar.
(20a) Keakraban ini dimaksudkan agar ada kontak antara para alum-
nus.
(20b) Keakraban ini dimaksudkan supaya ada kontak di antara para
alumnus.

F. Penggunaan Kata Penghubung secara Eksplisit


Dalam karangan, sering dijumpai kalimat seperti berikut ini.

(21) Memasuki era pasar bebas sekarang ini, kita perlu tahu apa
yang dimaksud dengan pasar bebas.
(22) Menghadapi perkembangan yang pesat ini, kita perlu ber-
upaya seoptimal mungkin untuk dapat memanfaatkan
peluang-peluang yang ditimbulkannya.
Contoh (21) dan (22) tersebut merupakan kalimat majemuk karena
masing-masing terdiri atas dua bagian, yaitu memasuki era pasar bebas
sekarang ini dan kita perlu tahu apa yang dimaksud dengan pasar bebas
untuk contoh (21) dan menghadapi perkembangan yang pesat ini dan kita
perlu berupaya seoptimal mungkin untuk dapat memanfaatkan peluang-
peluang yang ditimbulkannya untuk contoh (22). Namun, sebagai
kalimat majemuk, kedua contoh tersebut tidak taat kaidah karena
tidak berunsur kata penghubung sebagai syarat suatu kalimat disebut
kalimat majemuk sehingga perlu dihindari penggunaannya dalam
karangan. Kalimat majemuk seperti contoh (21) dan (22) tersebut
boleh dipakai dalam karangan asalkan dilengkapi dengan kata peng-
hubung. Jadi, contoh (21) dan (22) tersebut akan menjadi kalimat
majemuk yang taat kaidah apabila dilengkapi, misalnya. dengan kata
penghubung sebelum pada contoh (21) dan untuk contoh (22) sehingga
masing-masing berubah menjadi sebagai berikut.

(22a) Sebelum memasuki era pasar bebas sekarang ini, kita perlu tahu
apa yang dimaksud dengan pasar bebas.
(23a) Untuk menghadapi perkembangan yang pesat ini, kita perlu
berupaya seoptimal mungkin untuk dapat memanfaatkan
peluang-peluang yang ditimbulkannya.

Yang perlu diperhatikan adalah penulis perlu cermat dalam


memanfaatkan kalimat majemuk dalam karangan. Kecermatan itu di-
perlukan karena identitas kalimat majemuk bukan sekadar terdiri
atas dua bagian seperti contoh (22) dan (23), misalnya, melainkan
juga berkata penghubung secara eksplisit. Kalimat majemuk yang
taat kaidah adalah kalimat majemuk yang berkata penghubung
secara eksplisit. Identitas itulah yang senantiasa diperhatikan penulis
dalam menggunakan kalimat majemuk dalam karangan yang sedang
disusunnya.
Penulis perlu pula hati-hati dalam memilih dan menggunakan
kata penghubung dalam karangan. Kehati-hatian itu perlu karena
dalam bahasa Indonesia terdapat dua kelompok kata penghubung,
yaitu kata penghubung yang berfungsi menghubungkan bagian-bagi-
an dalam kalimat majemuk dan yang menghubungkan kalimat-ka-
limat dalam paragraf. Kehati-hatian itu diperlukan agar penulis tidak
keliru dalam memilih atau menggunakan kata penghubung dalam
karangan. Perhatikanlah contoh berikut ini.

(24) Seseorang menggunakan simbol manakala ia merasakan bahwa


dengan simbol itu ia telah manunggal dengan idenya dan terlalu
keramat jika ide itu tidak diterjemahkan ke dalam bahasa
simbolik.

Kata-kata manakala, bahwa, dan, dan jika dalam contoh (24) tersebut
merupakan kata penghubung dalam kalimat majemuk. Menurut
kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia, keempat kata peng-
hubung itu tidak diizinkan digunakan dalam paragraf. Oleh karena
itu, penggunaan kata dan, misalnya, pada awal kalimat seperti dalam
contoh berikut hendaknya dihindari.

(25) Di sini seseorang yang membuat karya ilmiah harus


menjelaskan apa yang menjadi fokus masalah bahasannya. Dan
ia harus menjelaskan mengapa memilih masalah tersebut. Dan
mengapa masalah tersebut penting dibahas.

Jika penulis bermaksud menjadikan contoh (26) sebagai paragraf,


akan lebih baik jika diubah menjadi sebagai berikut.

(25a) Di sini seseorang yang membuat karya ilmiah harus


menjelaskan apa yang menjadi fokus masalah bahasannya. Di
samping itu, ia harus menjelaskan mengapa memilih masalah
tersebut dan mengapa masalah tersebut penting dibahas.

Dari (25a) tersebut diketahui bahwa kata di samping itu merupakan


kata penghubung dalam paragraf, sedangkan dan merupakan kata
penghubung dalam kalimat majemuk.
Kata penghubung dalam kalimat majemuk dan paragraf ada
bermacam-macam. Berikut ini disajikan daftar kata penghubung da-
lam kalimat majemuk yang dikelompokkan menurut hubungan mak-
nanya, sedangkan untuk yang dalam paragraf disajikan dalam bab IV
di bawah.
KATA PENGHUBUNG DALAM KALIMAT MAJEMUK

Hubungan Makna Kata Penghubung dalam Kalimat Majemuk


1. penjumlahan dan, dan lagi, lagi, tambahan pula, tambahan lagi,
lagi pula, serta, di samping, baik … maupun
2. perlawanan tetapi, melainkan, sedangkan, padahal, tidak hanya
… tetapi juga, tidak saja … tetapi juga, bukan hanya
… melainkan juga
3. urutan lalu, kemudian
4. perlebihan bahkan, malah, malahan
5. pemilihan Atau
6. waktu sejak, semenjak, sedari, sambil, sembari, sewaktu,
seraya, sementara, ketika, tatkala, selagi, selama,
sebelum, setelah, sesudah, sehabis, seusai, sampai,
hingga
7. syarat apabila, bila, manakala, jika, jikalau, kalau, asal,
asalkan
8. tanpa syarat walaupun, meskipun, biarpun, kendati, kendatipun,
sungguhpun, sekalipun
9. pengandaian andaikan, andaikata, seandainya, sekiranya, seum-
pama
10. tujuan agar, supaya
11. penyebaban sebab, karena
12. pengakibatan sehingga, maka
13. penjelasan Bahwa
14. cara tanpa, dengan
15. penjelas Yang
16. perkecualian kecuali, selain

Dalam penyusunan karangan, kata-kata penghubung tersebut


diharapkan tidak digunakan sebagai penghubung antarkalimat
dalam paragraf karena dalam paragraf sudah terdapat kata
penghubung ter-sendiri.

G. Unsur Kehematan dalam Kalimat


Karangan yang berunsurkan kalimat-kalimat yang panjang
akan membosankan ketika dibaca. Untuk itu, kehematan perlu pula
diperhatikan dalam penyusunan kalimat. Perhatikanlah contoh yang
berikut.

(26) Menjelang kejatuhannya, Estrada sempat mengadakan perun-


dingan dengan Jenderal Angelo Reyes.
(27) Habibie mengambil keputusan status Soeharto setelah mende-
ngarkan saran Wiranto.

Kalimat (26) dan (27) tersebut tidak hemat. Ketidakhematannya ter-


letak pada penggunaan mengadakan perundingan dan mengambil ke-
putusan. Supaya hemat, kedua kelompok kata itu dapat diperingkas
menjadi berunding dan memutuskan.
BAB III
PARAGRAF DALAM KARANGAN
A. Pengertian Paragraf
Iatilah lain untuk paragraf adalah alinea. Paragraf adalah ba-
gian terkecil karangan yang terdiri atas kalimat-kalimat. Namun,
yang perlu diperhatikan adalah tidak setiap kumpulan kalimat pasti
merupakan paragraf. Contoh yang berikut, misalnya, bukanlah meru-
pakan paragraf karena kalimat-kalimat pembentuknya tidak ber-
hubungan satu sama lain untuk mendukung satu ide pokok.

(28) (a) Salah satu hasil akhir yang diharapkan dicapai dari pro-
ses perkuliahan di perguruan tinggi adalah mahasiswa yang
mandiri. (b) Dalam perkuliahan di perguruan tinggi, ada dua
jenis kegiatan belajar, yaitu kegiatan belajar tatap muka dengan
dosen (kuliah) dan kegiatan belajar yang dilakukan mahasiswa
tanpa kehadiran dosen (kegiatan terstruktur dan belajar man-
diri). (c) Di perguruan tinggi suasana belajar yang pasif dan
menerima saja atau rote learning tidak diharapkan terjadi.

Berkebalikan halnya dengan contoh (29) berikut ini.

(29) (a) Dalam kehidupan sehari-hari, manusia akan bergaul


dengan sesamanya. (b) Dalam kedudukannya sebagai karyawan
suatu instansi, ia akan bergaul dengan karyawan yang lain dan
dengan pimpinannya. (c) Dalam kedudukannya sebagai anggota
masyarakat, ia akan bergaul dengan tetangganya, dengan ketua
RT-nya, dengan ketua RW-nya, dengan kepala desanya, dan
seterusnya. (d) Dalam kedudukannya sebagai anggota suatu
keluarga, ia akan bergaul dengan saudara-saudaranya dan
dengan kedua orang tuanya. (e) Demikian pula, dalam rangka
menjamin lancarnya suatu pemerintahan, suatu instansi atau
suatu departemen akan berkomunikasi dengan departemen yang
lain karena kedua belah pihak saling memerlukan. (f) Dalam
dunia bisnis dan dunia ekonomi terjadi peristiwa yang sama. (g)
Berbagai perusahaan akan saling mengisi dan saling memesan
barang yang diproduksi perusahaan lain, dan sebagainya.
Contoh (29) tersebut merupakan paragraf karena kalimat-kalimat
pembentuknya, yaitu kalimat (a)-(g) berhubungan satu sama lain
untuk mendukung satu ide pokok. Ide pokok yang dimaksud adalah
pergaulan antarmanusia yang tertuang dalam kalimat (a). Oleh karena
itu, kalimat (a) itu berfungsi sebagai kalimat topik, sedangkan kalimat
(b)-(g) berfungsi sebagai kalimat penjelas. Pemasalahannya adalah
bagaimanakah suatu paragraf dapat disebut paragraf yang baik?

B. Syarat Paragraf yang Baik


Bagian terkecil karangan yang terdiri atas kalimat-kalimat da-
pat disebut paragraf yang baik apabila memenuhi persyaratan
paragraf. Persyaratannya adalah hanya mengandung satu ide pokok,
ada kepaduan (cohesion) dan kesatuan (coherence) antarkalimat pem-
bentuknya, dan berunsur kalimat topik dan kalimat pengembang.
Keempat syarat itu bersifat saling melengkapi.
Ide pokok (lih. Ramlan, 1993:9) biasa pula disebut topik (Arifin
dan Amran Tasai, 1993:123-141; Natawidjaja, 1979:11), tema (Poer-
wadarminta, 1967b:33-38), pikiran pokok (Tarigan, 1986:11), gagasan
pokok (Akhadiah dkk., 1989:153), gagasan utama (Keraf, 1994:70), dan
ide utama (Liang Gie, 1992:73-76). Ide pokok adalah inti amanat se-
buah paragraf (Liang Gie dan Widyamartaya, 1983:168). Ide pokok itu
dijadikan titik tolak atau tumpuan dalam penyusunan paragraf. Ide
pokok itu biasanya dituangkan dalam kalimat topik. Dalam paragraf
berikut, misalnya, ide pokok yang tersiratkan adalah “perbedaan titik
berat pendidikan orang dewasa dan anak-anak” yang dituangkan
dalam kalimat (a) sebagai kalimat topik.

(30) (a) Titik berat pendidikan orang dewasa berbeda dari pen-
didikan anak-anak. (b) Titik berat pendidikan anak- anak adalah
proses pemberian dasar-dasar pengetahuan, pembentukan sikap
mental dan moral serta pendidikan kewargaan negara. (c) Titik
berat pendidikan orang dewasa adalah peningkatan kehidupan
serta pemberian keterampilan dan kemampuan untuk
memecahkan persolan-persoalan yang dialami dalam hidup dan
dalam masyarakat.
Paragraf yang baik hanya mengandung satu ide pokok. Oleh
karena itu, bila dalam satu paragraf terdapat lebih dari satu ide
pokok, paragraf itu bukan merupakan paragraf yang baik, dan untuk
menjadi paragraf yang baik, paragraf itu harus dipecah ke dalam
beberapa paragraf. Perhatikanlah contoh yang berikut.

(31) (a) Pembicaraan kalimat penjelas tidak dapat dipisahkan


dengan kalimat utama. (b) Dinamakan kalimat penjelas karena
ada kalimat utama. (c) Sebaliknya, dinamakan kalimat utama
karena ada kalimat penjelas. (d) Meskipun demikian, keduanya
mempunyai perbeaan yang nyata.

(32) (a) Di samping upaya memenuhi kebutuhan hidup, setiap


kelompok sosial membutuhkan rasa aman secara fisik maupun
spiritual. (b) Biasanya cara yang ditempuh untuk menjamin rasa
aman adalah menghindarkan kontak- kontak langsung dengan
kelompok sosial lainnya dengan membangun perkampungan
yang berjauhan. (c) Mereka sengaja membiarkan adanya wilayah
tak bertuan sebagai penyangga sekaligus sebagai penghambat
terjadinya serbuan yang tidak terduga dan mendadak (d)
Namun, kontak- kontak antarindividu tidak tertutup sama sekali
karena pada dasarnya mereka, terutama di kalangan generasi
muda, ingin mencari pengalaman. (e) Karena terdorong oleh
kebutuhan hubungan dagang atau ekspedisi untuk mendapat-
kan wanita karena adanya larangan kawin di antara sesama ang-
gota kelompok, kontak-kontak itu memungkinkan terjadi. (f)
Dengan adanya tukar-menukar barang dan jasa atau perkawinan
silang kelompok itu, misalnya, mereka saling menukar pengeta-
huan dan pengalaman maupun barang dan jasa yang merang-
sang terjadinya akulturasi budaya. (g) Kontak-kontak budaya,
entah secara langsung atau tidak langsung, telah merangsang
terjadinya proses perkembangan kebudayaan. (h) Kendatipun
kontak-kontak budaya itu diperlukan untuk mempercepat per-
kembangan kebudayaan, namun meningkatnya intensitas kontak
budaya yang tidak terkendali seringkali menimbulkan reaksi ke-
ras di antara mereka yang terlibat. (i) Perkembangan kebudayaan
itu menuntut orang-orang untuk melakukan penyesuaian baik
penyesuaian pengembangan perilaku secara perorangan (indivi-
dual adjustment) maupun pengembangan pranata sosial (social
adaptation). (j) Penyesuaian itu seringkali dapat menimbulkan ke-
tegangan dan pertentangan sosial dalam masyarakat yang
bersangkutan.

Contoh (32) tersebut merupakan paragraf yang terdiri atas empat


kalimat, yaitu kalimat (a)-(d). Paragraf tersebut merupakan paragraf
yang baik karena hanya terdiri atas satu ide pokok. Ide pokoknya
adalah “kalimat penjelas dan kalimat utama” yang dituangkan dalam
kalimat (a). Ide pokok yang tersurat dalam kalimat (a) itu kemudian
dikembangkan dengan pola perbandingan ke dalam kalimat (b)-(d).
Contoh (33) berbeda dengan contoh (32). Contoh (33)
merupakan paragraf yang berunsurkan sepuluh kalimat, yaitu
kalimat (a)-(j). Paragraf (6) tersebut bukan merupakan yang baik
karena tidak terdiri atas satu ide pokok, tetapi dua ide pokok. Ide
pokok pertama tersurat pada kalimat (a), yaitu setiap kelompok sosial
membutuhkan rasa aman secara fisik maupun spiritual, dan ide pokok
kedua tersurat pada kalimat (g), yaitu kontak-kontak budaya merangsang
terjadinya proses perkembangan kebudayaan. Untuk menjadikan paragraf
yang baik, paragraf (33) tersebut harus dijadikan dua paragraf seperti
berikut.

(33a) (a) Di samping upaya memenuhi kebutuhan hidup, setiap


kelompok sosial membutuhkan rasa aman secara fisik maupun
spiritual. (b) Biasanya cara yang ditempuh untuk menjamin rasa
aman adalah menghindarkan kontak-kontak langsung dengan
kelompok sosial lainnya dengan membangun perkampungan
yang berjauhan. (c) Mereka sengaja membiarkan adanya wila-
yah tak bertuan sebagai penyangga sekaligus sebagai pengham-
bat terjadinya serbuan yang tidak terduga dan mendadak. (d)
Namun, kontak-kontak antarindividu tidak tertutup sama se-
kali karena pada dasarnya mereka, terutama di kalangan gene-
rasi muda, ingin mencari pengalaman. (e) Karena terdorong
oleh kebutuhan hubungan dagang atau ekspedisi untuk men-
dapatkan wanita karena adanya larangan kawin di antara sesa-
ma anggota kelompok, kontak-kontak itu memungkinkan
terjadi. (f) Dengan adanya tukar-menukar barang dan jasa atau
perkawinan silang kelompok itu, misalnya, mereka saling me-
nukar pengetahuan dan pengalaman maupun barang dan jasa
yang merangsang terjadinya akulturasi budaya.
(g) Kontak-kontak budaya, entah secara langsung atau ti-
dak langsung, telah merangsang terjadinya proses perkembang-
an kebudayaan. (h) Kendatipun kontak-kontak budaya itu di-
perlukan untuk mempercepat perkembangan kebudayaan, na-
mun meningkatnya intensitas kontak budaya yang tidak ter-
kendali seringkali menimbulkan reaksi keras di antara mereka
yang terlibat. (i) Perkembangan kebudayaan itu menuntut
orang-orang untuk melakukan penyesuaian baik penyesuaian
pengembangan perilaku secara perorangan (individual
adjustment) maupun pengembangan pranata sosial (social
adaptation). (j) Penyesuaian itu seringkali dapat menimbulkan
ketegangan dan pertentangan sosial dalam masyarakat yang
bersangkutan.

Suatu paragraf dinyatakan padu (cohesive) bila kalimat-kalimat


pembentuknya berhubungan satu sama lain. Sifat padu itu dapat di-
tampakkan dengan cara menyusun kalimat-kalimat dalam paragraf
ke dalam satu urutan yang logis dan menyusun kalimat-kalimat
dalam paragraf yang mempunyai urutan pola dan kaidah kebahasaan
yang teratur (Parera, 1982:17).

(34) (a) Paragraf merupakan satuan informasi dengan ide pokok


sebagai pengendalinya. (b) Informasi yang dinyatakan dalam
kalimat yang satu berhubungan erat dengan informasi yang di-
nyatakan dalam kalimat yang lain, atau dengan kata lain
informasi yang dinyatakan dalam sejumlah kalimat yang
membentuk paragraf itu berhubungan erat atau sangat padu. (c)
Kepaduan itu merupakan syarat keberhasilan suatu paragraf. (d)
Tanpa adanya kepaduan informasi, kumpulan informasi itu
tidak menghasilkan paragraf.

Paragraf (34) yang terdiri atas empat kalimat, yaitu kalimat (a)-(d), itu
bersifat padu. Kalimat (a) berisi “paragraf sebagai satuan informasi”.
Satuan informasi itu dijabarkan lebih terinci pada kalimat (b)-(c). Pa-
ragraf tersebut kemudian ditutup dengan kalimat (d) yang
sesungguhnya merupakan penegasan dari kalimat (a)-(c).
Suatu paragraf dinyatakan memiliki kesatuan (coherence) apa-
bila kalimat-kalimat pembentuknya tidak terlepas dari ide pokoknya.
Kalimat-kalimat pembentuknya terfokus pada ide pokok dan mence-
gah masuknya hal-hal yang mendapat kesulitan dalam memelihara
kesatuan itu (Akhadiah dkk., 1989:148). Perhatikanlah contoh yang
berikut.

(35) (a) Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari eks-
presi diri. (b) Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri
kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. (c) Dengan
komunikasi, kita dapat menyampaikan semua yang kita rasakan,
kita pikirkan, dan kita ketahui pada orang lain. (d) Dengan
komunikasi pula, kita mempelajari dan mewarisi semua yang
pernah dicapai nenek moyang kita, serta apa yang dicapai oleh
orang-orang yang sezaman dengan kita.

Paragraf (35) tersebut bersifat menyatu karena kalimat-kalimat pem-


bentuknya, yaitu kalimat (a)-(d), terpusat pada satu ide pokok, yaitu
komunikasi, yang tertuang pada kalimat (a). Sifat menyatu itu terlihat
jelas dengan penyebutan ulang ide pokok pada kalimat (b)-(d).
Syarat lain untuk paragraf yang baik adalah memiliki kalimat
topik dan kalimat pengembang. Kalimat topik adalah kalimat yang
berisi ide pokok, sedangkan kalimat pengembang adalah kalimat-ka-
limat yang berisi rincian ide pokok yang terbentang dalam kalimat to-
pik. Perhatikanlah contoh yang berikut.

(36) Indonesia pernah mengalami sejumlah kemajuan dalam bi-


dang ekonomi walaupun masih ada beberapa masalah di sana-
sini, di antaranya adalah masalah kemiskinan, masalah pengang-
guran, dan masalah ledakan penduduk.

Meskipun dimungkinkan ada, paragraf seperti (36) itu bukan


merupakan paragraf yang baik karena hanya terdiri atas satu kalimat
panjang sehingga kalimat topik dan kalimat pengembangnya tidak je-
las. Lain halnya dengan contoh (37) berikut. Paragraf (37) berikut
merupakan paragraf yang baik karena terdiri atas kalimat topik, yaitu
kalimat (a), dan kalimat pengembang, yaitu kalimat (b)-(d). Kalimat
(b)-(d) itu berfungsi sebagai pengembang kalimat topik.

(37) (a) Aristoteles dilahirkan pada tahun 384 SM di Stagira, se-


buah jajahan Yunani di kawasan Asia Kecil. (b) Ayahnya seorang
dokter, anggota dari serikat kerja Asclepiadae. (c) Sejak kecil ia
sudah yatim piatu sehingga ia dibesarkan oleh salah seorang
sanak keluarganya. (d) Tampaknya, sejak usia dini Aristoteles
memang telah mendapatkan pelajaran dari ayahnya dalam bi-
dang biologi dan kedokteran.

C. Cara Penyusunan Paragraf


Bagaimanakah paragraf yang baik dapat disusun? Paragraf
yang baik disusun dengan melewati tiga langkah. Langkah pertama
adalah menentukan ide pokok. Ide pokok itu dapat pula disebut pi-
kiran pokok atau gagasan utama. Penentuan ide pokok itu dilakukan
pada langkah pertama karena dalam penyusunan paragraf ide pokok
berperanan sebagai pengendali (Ramlan, 1993:9). Ide pokok itu dapat
diambil contoh “kartun”.
Langkah kedua adalah membuat kalimat dengan ide pokok
yang telah ditentukan. Kalimat yang dimaksud disebut kalimat topik.
Istilah lain untuk kalimat topik itu adalah kalimat tumpuan (Parera,
1982:14) dan kalimat utama (Liang Gie, 1992:75; Soedjito dan Hasan,
1986:12). Kalimat topik itu dijadikan tumpuan dalam penyusunan pa-
ragraf. Dengan ide pokok “kartun”, misalnya, dapat disusun kalimat
topik Kartun adalah gambar interpretatif yang simbolis mengenai sikap
orang, situasi, atau kejadian tertentu.
Langkah ketiga adalah mengembangkan kalimat topik menjadi
paragraf. Caranya adalah dengan menyusun kalimat lain yang isinya
berhubungan dengan, mendukung, menguraikan, dan atau
menjelaskan ide pokok yang tertuang dalam kalimat topik. Kalimat
lain itu berfungsi sebagai pengembang atau penjelas kalimat topik.
Kalimat yang berfungsi sebagai pengembang atau penjelas kalimat
topik itu dapat disebut kalimat pengembang atau kalimat penjelas.
Dalam kenyataannya, ada banyak pola pengembangan kalimat
topik menjadi paragraf. Salah satu di antaranya adalah dengan ka-
limat topik (a) Kartun adalah gambar interpretatif yang simbolis mengenai
sikap orang, situasi, atau kejadian tertentu yang ditempatkan pada awal
paragraf, misalnya, dapat disusun kalimat-kalimat pengembang de-
ngan mengulang ide pokok “kartun” menjadi (b) Kartun sering digu-
nakan untuk menyampaikan pesan secara cepat dan ringkas kepada masya-
rakat sebab kartun mempunyai kemampuan yang sangat besar untuk mena-
rik perhatian dan mempengaruhi sikap atau perilaku, (c) Kartun biasanya
menonjolkan isi pesan serta karakter yang mudah dikenal dan dimengerti,
bukan pada detailnya, sehingga biasanya berbentuk sangat sederhana, dan
(d) Meskipun sederhana, kartun yang baik dan mengena akan berkesan da-
lam ingatan dalam jangka waktu lama, sehingga terbentuk paragraf
berikut.

(38) (a) Kartun adalah gambar interpretatif yang simbolis me-


ngenai sikap orang, situasi, atau kejadian tertentu. (b) Kartun se-
ring digunakan untuk menyampaikan pesan secara cepat dan
ringkas kepada masyarakat sebab kartun mempunyai
kemampuan yang sangat besar untuk menarik perhatian dan
mempengaruhi sikap atau perilaku, (c) Kartun biasanya
menonjolkan isi pesan serta karakter yang mudah dikenal dan
dimengerti, bukan pada detailnya, sehingga biasanya berbentuk
sangat sederhana. (d) Meskipun sederhana, kartun yang baik dan
mengena akan berkesan dalam ingatan dalam jangka waktu
lama.

Paragraf dapat disusun dengan memperhatikan kemungkinan


penempatan kalimat topik. Paragraf dapat disusun dengan cara
meletakkan kalimat topik pada awal paragraf. Penyusunan paragraf
dengan cara ini disebut penyusunan secara deduktif sehingga
paragrafnya pun disebut paragraf deduktif. Jadi, bentuk susunan
paragraf deduktif ini adalah kalimat topik diikuti oleh kalimat(-
kalimat) pengembang. Contohnya sebagai berikut.

(39) (a) Kemenangan Clinton atas Bush memang luar biasa dan ge-
milang. (b) Namun, kegemilangan ini harus disertai suatu tugas
untuk segera memulihkan AS sebagai negara ekonomi yang ter-
kuat untuk menjadi adidaya dan satpam dunia.
(40) (a) Hutang Amerika Serikat sekarang ini berjumlah sekitar empat
trilyun dolar. (b) Bunga hutang yang harus dibayarnya tiap
tahunnya melampaui anggaran militernya, bahkan mencapai
rekor dalam senjata AS, yakni sekitar 270 milyar dolar. (c)
Hutang AS sekarang ini lebih besar dari hutang tahun 1980
ketika Presiden Ronald Reagan memangku jabatannya. (d) Ini
menjadi tugas Bill Cinton sekarang untuk memperkecil hutang
tersebut.

Contoh (39) dan (40) tersebut merupakan paragraf yang disusun de-
ngan menempatkan kalimat topik pada awal paragraf, yaitu pada
kalimat (a), diikuti oleh kalimat(-kalimat) pengembang. Kalimat topik
pada paragraf (39) adalah Kemenangan Clinton atas Bush memang luar
biasa dan gemilang, sedangkan dalam paragraf (40) adalah Hutang
Amerika Serikat sekarang ini berjumlah sekitar 4 trilyun dolar. Sementara
itu, kalimat lainnya, yaitu kalimat (b) untuk paragraf (39) dan kalimat
(b), (c), dan (d) untuk paragraf (40), merupakan kalimat pengembang.
Paragraf dapat disusun dengan cara menempatkan kalimat
topik pada akhir paragraf. Paragraf yang disusun dengan cara seperti
itu dinamai paragraf induktif. Bentuk susunan paragraf induktif ini
adalah kalimat(-kalimat) pengembang ditempatkan mendahului ka-
limat topik. Contohnya sebagai berikut.

(41) (a) Para ilmuwan sosial, dengan berbagai teori mereka,


tidak kurang merupakan ikatan-budaya manusia lain. (b) Sis-
tem pendidikan Barat memberi kita semua cara-cara
menginterpretasikan pengalaman. (c) Berbagai asumsi implisit
mengenai dunia muncul dalam berbagai teori dari setiap di-
siplin akademik, kritik sastra, ilmu alam, sejarah, dan semua
ilmu sosial. (d) Etnografi sendiri berupaya untuk mendokumen-
tasikan berbagai realitas alternatif dan mendeskripsikan realitas
itu dalam batasan realitas itu sendiri. (e) Dengan demikian, et-
nografi dapat berfungsi korektif terhadap teori-teori yang muncul da-
lam ilmu sosial Barat.

(42) (a) Karena uang banyak, harga barang menjadi mahal. (b)
Uang terpaksa naik. (c) Setiap kali, harga berubah dan membu-
bung tinggi. (d) Mereka rugi dan akhirnya gulung tikar. (e) Peng-
angguran merajalela dan rakyat menderita.

Contoh (41) dan (42) tersebut merupakan paragraf yang disusun de-
ngan cara meletakkan kalimat topik pada akhir paragraf. Kalimat to-
pik kedua paragraf tersebut adalah kalimat (e), sedangkan kalimat-
kalimat lainnya, yaitu kalimat (a)-(d), merupakan kalimat
pengembang.
Paragraf dapat pula disusun dengan cara menempatkan
kalimat topik di awal dan diulang pada akhir paragraf. Dalam hal ini,
ide pokok yang diletakkan pada awal paragraf biasanya berisi
pernyataan yang bersifat umum, sedangkan yang terletak di akhir
paragraf sebenarnya merupakan ulangan dari ide pokok yang terletak
pada bagian awal paragraf (Ramlan, 1993:6). Kalimat topik ulangan
itu tentu saja tidak harus sama persis dengan kalimat topik yang
diletakkan pada awal paragraf. Kalimat topik ulangan itu boleh
diubah bentuk kata-katanya, susunan kalimatnya, tetapi ide pokok te-
tap sama (Soedjito dan Hasan, 1986:14). Paragraf yang kalimat
topiknya terletak di awal dan akhir paragraf itu biasanya disebut
paragraf campuran. Contohnya sebagai berikut.

(43) (a) Sebuah karangan tidak mungkin baik jika paragrafnya tidak
tersusun dengan baik. (b) Paragraf merupakan satuan terkecil
sebuah karangan. (c) Isinya membentuk satuan pikiran sebagai
bagian dari pesan yang disampaikan oleh penulis dalam ka-
rangannya. (d) Paragraf yang tidak jelas susunannya akan me-
nyulitkan pembaca untuk menangkap pikiran penulis. (e) Oleh
sebab itu, sebuah karangan tidak akan baik jika paragrafnya tidak disu-
sun dengan baik.

Contoh (43) tersebut merupakan paragraf yang disusun dengan cara


mengulang kalimat topik, yaitu kalimat (a) dan (e). Kalimat (e)
merupakan ulangan dari kalimat (a). Ulangan itu dimaksudkan untuk
memberi tekanan pada pikiran atau ide pokok yang tertuang dalam
kalimat (a).
Ada pula paragraf yang disusun dengan cara menempatkan
kalimat topiknya seperti dalam contoh (44) dan (45) berikut ini.
(44) (a) Sumber daya manusia semakin disadari fungsi penting-
nya dalam usaha mencapai kesejahteraan bangsa di semua
sektor kehidupan. (b) Dengan demikian, usaha- usaha
pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan kualitas
sumber daya manusia menjadi lebih intensif dilakukan. (c) Usaha-
usaha ini memerlukan perencanaan yang harus dilandaskan
pada pemahaman tentang berbagai aspek sumber daya
manusia.

(45) (a) Kesadaran masyarakat untuk menyertifikatkan tanah


pada masa sekarang cukup tinggi. (b) Hal ini dibuktikan dari
jumlah permohonan sertifikat ke kantor pertahanan yang me-
ningkat pada setiap bulannya. (c) Dengan demikian, masyarakat
mulai mengerti pentingnya sertifikat tanah. (d) Pemilik tanah hanya
mempunyai hak sepenuhnya yang berkekuatan hukum kalau
tanah yang dimilikinya sudah bersertifikat. (e) Kalau belum
bersertifikat, pemilik tanah belum sepenuhnya dijamin hak
kepemilikannya.

Paragraf (44) dan (45) tersebut disusun dengan meletakkan kalimat


topik di tengah paragraf. Kalimat topik dalam paragraf (44) adalah
kalimat (b), yaitu Dengan demikian, usaha-usaha pengembangan sumber
daya manusia dan pengingkatan kualitas sumber daya manusia menjadi le-
bih intensif dilakukan, sedangkan kalimat (a) dan (c) merupakan
kalimat pengembang. Dalam paragraf (45), kalimat (c), yaitu Dengan
demikian, masyarakat mulai mengerti pentingnya sertifikat tanah, me-
rupakan kalimat topik, sedangkan kalimat (a) dan (b) serta kalimat
(d) dan (e) merupakan kalimat pengembang. Paragraf yang kalimat
topiknya ada di tengah paragraf itu disebut paragraf tengah (lih. Liang
Gie dan Widyamartaya, 1983:17).
Terkait dengan cara penyusunan paragraf, sebenarnya tidak
ada aturan mutlak yang mengikat (Liang Gie, 2002:69). Dalam penyu-
sunan paragraf, kalimat topik itu dapat diletakkan di mana saja.
Kalimat topik itu dapat ditempatkan di awal, di tengah, di akhir, atau
di awal dan di akhir paragraf. Yang terpenting dalam penyusunan
paragraf adalah bukan letak kalimat topiknya, tetapi ide pokok dalam
paragraf jangan sampai kabur. Oleh karena itu, cara penyusunan pa-
ragraf mana yang dipilih bergantung kepada keterampilan seorang
penulis karangan.

D. Pola Pengembangan Paragraf


Sebuah paragraf yang baik mengandung kalimat topik dan ka-
limat pengembang yang berhubungan satu sama lain. Hubungan itu
menyangkut sesuatu yang diungkapkan dalam kalimat pengembang.
Maksudnya, sesuatu yang diungkapkan dalam kalimat pengembang
senantiasa berhubungan dengan dan tidak boleh terlepas dari ide po-
kok yang diketengahkan dalam kalimat topik. Wujud sesuatu dalam
kalimat pengembang itu ada bermacam-macam sehingga lahirlah
bermacam- macam pola pengembangan paragraf. Paragraf itu antara
lain dapat dikembangkan dengan pola contoh, alasan, perbandingan,
perlawanan, dan definisi.
Sesuatu yang diungkapkan dalam kalimat pengembang dapat
berupa “contoh”. Contohnya sebagai berikut.

(45) (a) Khusus untuk jenis mainan yang memerlukan gerak


tubuh yang leluasa dan banyak hingga memerlukan ruangan
yang luas, dengan sendirinya yang paling dulu harus
dipertimbangkan adalah kondisi rumah dan sekitarnya apakah
cukup memenuhi syarat. (b) Mainan seperti itu, misalnya, adalah
bola, layang-layang, sepeda, mobil- mobilan untuk dikendarai,
raket dan cock untuk bermain bulutangkis, dan sebagainya.

(46) (a) Arti dari kata “koleksi” adalah suatu kegiatan untuk
mengumpulkan benda-benda sejenis atau beberapa jenis terus-
menerus selama waktu yang tidak terbatas. (b) Contohnya adalah
mengumpulkan perangko, suatu kegemaran atau hobi yang la-
zim.

Contoh (45) dan (46) tersebut merupakan paragraf yang terdiri atas
dua kalimat, yaitu kalimat (a) dan (b). Kalimat (a) merupakan kalimat
topik, sedangkan kalimat (b) merupakan kalimat pengembang. Sesua-
tu yang disampaikan dalam kalimat (b) itu adalah “contoh” untuk ide
pokok yang dituangkan dalam kalimat (a).
Sesuatu yang diungkapkan dalam kalimat pengembang dapat
pula berupa “alasan”. Contohnya sebagai berikut.

(47) (a) Sering kali, untuk memainkan suatu mainan anak masih
memerlukan bantuan orang tua. (b) Alasannya adalah anak
memang belum tahu bagaimana caranya memperoleh
kegembiraan semaksimal mungkin dari mainan barunya.
Paragraf (47) tersebut terdiri atas dua kalimat, yaitu kalimat (a) dan
kalimat (b). Kalimat (a) adalah kalimat topik, sedangkan kalimat (b)
merupakan kalimat pengembang. Kalimat pengembang teersebut
berisi “alasan” untuk ide pokok yang diungkapkan dalam kalimat
topik.
Alasan yang tertuang dalam kalimat pengembang dapat meru-
pakan “akibat” dari ide pokok dalam kalimat topik. Amatilah contoh
berikut.

(48) (a) Sebelum awal abad XX, banyak kritikus mengakui bahwa
struktur plot yang rapi, yang diajukan oleh Aristoteles dan peng-
ikutnya, tidak dapat dikenakan pada novel. (b) Akibatnya, mes-
kipun tetap relevan untuk cerita pendek, pembicaraan tentang
struktur menjadi berkurang.

Kalimat topik dalam paragraf (48) tersebut adalah kalimat (a), se-
dangkan kalimat (b) merupakan kalimat pengembang. Kalimat (b)
merupakan akibat dari ide pokok yang dinyatakan dalam kalimat (a)
sehingga antara kalimat topik dan kalimat pengembang tersebut
terbentuk hubungan “sebab-akibat”. Sebaliknya, pada contoh berikut
ini, kalimat pengembang, yaitu kalimat (b), merupakan “sebab” dari
ide dalam kalimat topik, yaitu kalimat (a).

(49) (a) Saran dan kritik yang ditujukan untuk memperbaiki usa-
ha penyempurnaan program Applied Approach ini akan kami
terima dengan senang hati. (b) Hal ini karena usaha
penyempurnaan program itu baru merupakan satu langkah dari
langkah-langkah yang harus dilalui dalam peningkatan kualitas
dosen di perguruan tinggi.
Kalimat pengembang dapat pula berupa “perbandingan” dari
ide pokok yang dituangkan dalam kalimat topik. Contohnya sebagai
berikut.

(50) (a) Perbedaan antara eksposisi dan argumentasi terletak pa-


da tujuan masing-masing. (b) Eksposisi hanya berusaha untuk
menjelaskan atau menerangkan suatu pokok persoalan,
sedangkan argumentasi berusaha untuk membuktikan kebenaran
dari suatu pokok persoalan. (c) Dalam eksposisi, penulis menye-
rahkan keputusannya kepada pembaca, sedangkan dalam argu-
mentasi penulis ingin mengubah pandangan pembaca.

Ide pokok dalam contoh (50) tersebut adalah ‘perbedaan tujuan an-
tara eksposisi dan argumentasi’. Ide pokok itu diungkapkan dalam
kalimat topik, yaitu kalimat (a). Perbedaan tujuan itu kemudian
dibandingkan dalam kalimat, yaitu dalam kalimat (b) dan (c).
Yang dikemukakan dalam kalimat pengembang dimungkinkan
pula berupa “sesuatu yang berlawanan” dengan ide pokok yang di-
tuangkan dalam kalimat topik. Perhatikanlah contoh yang berikut.

(51) (a) Membaiknya hubungan Timur-Barat disambut baik oleh


dunia. (b) Sebaliknya, perkembangan itu makin memperjelas ke-
timpangan hubungan Utara-Selatan yang berdampak negatif
terhadap pembangunan di negara-negara berkembang.

Contoh (51), yang dikutip dari Ramlan (1993:48), itu terdiri atas dua
kalimat, yaitu kalimat (a) dan (kalimat (b). Kalimat (a) merupakan
kalimat topik, sedangkan kalimat (b) merupakan kalimat pengem-
bang. Kalimat pengembang itu berisi “sesuatu yang berlawanan” de-
ngan ide pokok yang tertuang dalam kalimat topik.
Yang disajikan dalam kalimat pengembang dimungkinkan be-
rupa “definisi” dari sesuatu yang diungkapkan dalam kalimat topik.
Contohnya sebagai berikut.

(52) (a) Istilah argumentasi diserap dari bahasa Inggris


argumentation. (b) Istilah terakhir itu diterjemahkan ke dalam ba-
hasa Indonesia menjadi ‘bahasan’ atau ‘ulasan’. (c) Argumentasi
berarti ‘pemberian alasan untuk memperkuat atau menolak suatu
pendapat, pendirian, atan gagasan’. (d) Jadi, suatu karangan
disebut argumentasi apabila dalam karangan itu dikemukakan
alasan, contoh, atau bukti yang kuat dan meyakinkan untuk
mendukung atau menolak suatu pendapat, pendirian, atau
gagasan.

Contoh (52) tersebut merupakan paragraf yang dikembangkan de-


ngan pola definisi. Kalimat (a) berfungsi sebagai kalimat topik yang
berisi istilah “argumentasi”, sedangkan kalimat (b)-(d) merupakan
kalimat pengembang yang berisi definisi dari istilah argumentasi
yang dimuat dalam kalimat (a).

E. Cara Membentuk Kesatuan Hubungan Antarkalimat dalam Paragraf


Hubungan antarkalimat dalam paragraf harus bersifat menya-
tu. Sifat menyatu ini dapat terbentuk manakala penafsiran kalimat
yang satu bergantung pada kalimat yang lain. Kalimat yang satu
mempraanggapkan atau dipraanggapkan kalimat yang lain. Kesatuan
itu dapat dibentuk dengan unsur-unsur kebahasaan yang berfungsi
menghubungkan kalimat-kalimat di dalam paragraf. Unsur-unsur ke-
bahasaan itu disebut penanda hubungan. Istilah teknis untuk penan-
da hubungan itu ialah kohesi. Kohesi ini berbeda dengan koherensi.
Kohesi merujuk ke perpautan bentuk, sedangkan koherensi pada per-
pautan makna (Alwi dkk. 1993:43).
Fungsi penanda hubungan adalah untuk menyatukan hubung-
an antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain dalam suatu
paragraf (Ramlan,1993:12). Penanda hubungan itu dapat berwujud
penunjukan, penggantian, penghilangan, penghubung, dan
pengulangan.
Penunjukan adalah penanda hubungan antarkalimat yang be-
rupa kata tunjuk. Penunjukan itu terbagi atas dua jenis, yaitu penun-
jukan ke depan, yaitu menunjuk kalimat sebelumnya, dan ke bela-
kang, yaitu menunjuk kalimat berikutnya. Penunjukan itu misalnya
kata itu yang menunjuk eksperimen Stern dalam contoh berikut.

(53) (a) Eksperimen Stern jelas memberikan sumbangan yang


penting bagi perkembangan ilmu fisika. (b) Tetapi, upaya itu sen-
diri memperlihatkan sifat penting lainnya dalam mengkaji eks-
perimen yang seringkali tidak terumuskan secara lengkap ketika
peralatan itu mula- mula dikembangkan.

Paragraf (54) tersebut berunsurkan dua kalimat, yaitu kalimat (a) dan
(b). Paragraf tersebut bersifat menyatu. Kesatuan itu ditunjukkan
lewat penggunaan kata tunjuk itu pada kalimat (b).
Di samping kata itu, kata ini, tersebut, berikut, berikut ini, dan di
bawah ini juga berfungsi sebagai penanda hubungan penunjukan.
Contohnya sebagai berikut.

(54) (a) Tikar yang berukuran besar dibuat dari daun pandan
atau sejenis gelagah yang disebut werot. (b) Gelagah ini dipipih-
kan dahulu, dipotong tiga, karena daun itu terdiri atas tiga segi,
dan dianginkan sampai kering. (c) Daun ini berwarna kuning dan
bisa langsung dipakai, kecuali jika menghendaki warna yang
lain. (d) Untuk itu, gelagah direndam di tempat yang berair
selama 24 jam lalu dimasak dengan daun atau kulit kayu yang
mengandung warna tertentu. (e) Setelah dijemur akan diperoleh
warna tetap yang diinginkan. (f) Hiasan tikar ini umumnya
berbentuk segi empat dengan berbagai ukuran atau garis-garis
lebar yang panjang menyilang dan diselingi garis-garis kecil.

(55) (a) Kehidupan industri yang sesungguhnya tidak berkem-


bang di Minahasa. (b) Di Jawa orang membuat barang-barang
untuk dijual, tetapi di Minahasa hal itu tidak banyak terjadi. (c)
Tidak diketahui apakah ada alasan lain yang menyebabkan hal
tersebut. (d) Satu-satunya alasan masuk akal yang dapat
dibayangkan adalah rendahnya taraf hidup masyarakat sehingga
perkembangan industri tidak dapat dihrapkan dari mereka. (e)
Berkembangnya peradaban pada gilirannya akan mendorong
lebih banyak kegiatan dan orang akan lebih banyak menciptakan
usaha.

(56) (a) Industri berikut berbeda dengan beberapa cabang kerajin-


an pribumi yang umumnya dikerjakan para wanita, yakni dua je-
nis tenunan. (b) Yang pertama dan yang paling kasar adalah ka-
du, yaitu kain yang panjangnya beberapa elo dan lebarnya ku-
rang dari setengah meter untuk rok wanita atau kemeja panjang
untuk pria dan wanita. (c) Kain tersebut juga dipakai untuk layar
perahu pribumi atau tirai serambi muka rumah beberapa kepala
negeri sebagai pengganti kain licin. (d) Selain itu, kadu juga dija-
dikan karung untuk mengangkut beras atau padi.

(57) (a) Berikut ini akan diuraikan siapa Austin dan hasil kar-
yanya beserta pokok-pokok pemikiran filsafatnya, baik yang
umum maupun yang khusus, terutama pemikiran filsafat bahasa
Austin dalam How To Do Things with Words secara panjang lebar.
(b) Yang diuraikan terutama yang menyangkut masalah
perbedaan antara ucapan-ucapan performatif dan ucapan-ucapan
konstatif beserta syarat-syarat yang harus dipenuhi agar ucapan-
ucapan tersebut dapat disebut sebagai ucapan-ucapan performa-
tif atau ucapan-ucapan konstatif.

(58) (a) Apa yang disebutkan di bawah ini tidak merupakan


kebulatan karena hal-hal yang dipaparkan ini tidak ada hu-
bungannya satu sama lain, kecuali bahwa itu tentang deiksis. (b)
Karena itu sengaja diuraikan secara singkat (sehingga dapat
menimbulkan kesan seolah-olah meloncat-loncat penyajiannya)
untuk membantu memberikan gambaran yang lebih jelas tentang
deiksis dan apa yang menarik tentang deiksis.

Penggantian adalah penanda hubungan antarkalimat yang be-


rupa penggantian unsur bahasa tertentu dengan unsur bahasa yang
lain. Contoh konkretnya adalah penggantian kaum pria dengan mereka
dalam contoh yang berikut.

(59) (a) Kaum pria tidak memiliki sesuatu yang luar biasa. (b)
Rambut mereka dipotong pendek dan beberapa di antaranya
memperhatikan sisiran rambut. (c) Mereka yang muda-muda sa-
ngat rapi. (d) Yang mencolok dari mereka adalah kemampuan
meniru kaum muda. (e) Mereka bahkan mengenal penampilan ala
polka. (f) Dahulu rambut mereka dibiarkan panjang dan dipotong
seperti rambut wanita seperti yang masih dilakukan orang Baltik.
(g) Beberapa di antara mereka dicukur gundul. (h) Dengan jang-
gut, mereka tidak menemukan banyak kesulitan karena umumnya
mereka tidak berjanggut. (i) Apakah mereka malu berjanggut atau
kegenitan mereka menentangnya, tidak diketahui. (j) Yang pasti,
kadang-kadang mereka rukun duduk bersama dan saling
mencabuti janggut. (k) Sementara itu, waktu berjalan terus. (l) Se-
karang, memelihara janggut sangat mereka hargai, bukti seder-
hana yang menandakan bahwa janggut dipelihara dengan sangat
saksama.

Paragraf (59) tersebut terdiri atas dua belas kalimat, yaitu kalimat (a)-
(l). Hubungan antarkalimat dalam paragraf (59) itu bersifat menyatu.
Kesatuan itu ditunjukkan dengan penggantian kata kaum pria pada
kalimat (a) dengan kata ganti orang mereka pada kalimat (b)-(l).
Di samping kata mereka, kata dia, -nya, dan beliau juga dapat di-
gunakan untuk membentuk kesatuan hubungan antarkalimat dalam
paragraf. Berikut ini disajikan contoh-contohnya.

(60) (a) Di Rejosari, Ngadiyan sosok yang agak istimewa. (b)


Bukan hanya mempertahankan kebiasaan Jawa- Hindu, ia justru
berpraktik sebagai dukun dan pelatih kuda kepang selain
berkebun kelapa sawit di tanahnya seluas satu hektar yang
dilakukannya sejak tahun 1956. (c) Entah mengapa ia tidak
sampai diganggu gugat di Rejosari.

(61) (a) Taslim sendiri penduduk asli Rejosari. (b) Orang


tuanyalah yang Jawa. (c) Ayahnya yang berasal dari Semarang,
datang melalui Singapura. (d) Tahun 1924 ia menuju Rejosari,
dan dua tahun kemudian membangun rumah bergaya Melayu.

(62) (a) "Para penyeleweng uang pajak harus ditindak dengan


tangan besi", demikian kata Presiden Republik Indonesia. (b) Hal
itu beliau kemukakan kepada Menteri Keuangan di Bina Graha
Kemarin.

Penghilangan adalah penanda hubungan antarkalimat yang be-


rupa penghilangan unsur tertentu yang telah disebut pada kalimat se-
belumnya. Misalnya adalah penghilangan kata orang pada kalimat (b)
dalam contoh (63) dan (64) berikut ini.

(63) (a) Di sini terlihat orang mengenakan sarung dan kebaya.


(b) Ada juga ø yang hanya mengenakan sarung yang diikatkan di
atas dada.
(64) (a) Belum pernah, dalam sejarah, sebuah buku menimbul-
kan onar sedunia seperti The Satanic Verses yang ditulis Salman
Rusdhie. (b) Orang Islam yang sudah membacanya tersinggung.
(c) Menurut orang yang sudah membaca ø, novel itu menghina
Nabi Muhammad SAW.

Hubungan antarkalimat dalam paragraf (37) dan (38) tersebut bersifat


menyatu. Pada contoh (37), sifat menyatu itu dibentuk dengan meng-
hilangkan kata orang pada kalimat (b). Pada contoh (37), sifat menya-
tu itu dibentuk dengan menghilangkan kata tersinggung pada kalimat
(c) dan membacanya pada kalimat (d). Unsur yang dihilangkan (yang
dilambangkan dengan tanda ø) itu dapat ditampilkan ulang sehingga
paragrafnya menjadi sebagai berikut.

(63a) (a) Di sini terlihat orang mengenakan sarung dan kebaya.


(b) Ada juga orang yang hanya mengenakan sarung yang
diikatkan di atas dada.

(64a) (a) Belum pernah, dalam sejarah, sebuah buku menim-


bulkan onar sedunia seperti The Satanic Verses yang ditulis
Salman Rusdhie. (b) Orang Islam yang sudah membacanya
tersinggung. (c) Menurut orang yang sudah membaca novel itu,
novel itu menghina Nabi Muhammad SAW.

Penghubung adalah penanda hubungan antarkalimat yang be-


rupa kata penghubung. Kata penghubung adalah kata yang berfungsi
menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat yang lain. Kata
penghubung itu, misalnya, adalah oleh karena itu, dengan demikian, na-
mun, dan sebaliknya dalam contoh yang berikut.
(65) (a) Boleh dikatakan bahwa semua aspek pendidikan dasar
berada dalam keadaan buruk. (b) Oleh karena itu, untuk
memperbaharui dan memperbaiki pendidikan dasar diperlukan
suatu pandangan yang luas.

(66) (a) Diskusi kelas merupakan cara yang paling efektif untuk
melatihkan keterampilan strategi kognitif kepada mahasiswa. (b)
Hal ini dapat dicapai jika anggota kelas mempunyai homogenitas
yang cukup tinggi atas keterampilan dan pengetahuan yang
dimiliki. (c) Dengan demikian, setiap anggota kelas dapat
memperlihatkan pemilihan strategi pemecahan masalah yang asli
dan kreatif. (d) Umpan balik menjadi mekanisme untuk menilai
keaslian strategi pemecahan masalah dan tingkat kreativitas
mahasiswa. (e) Namun, seperti juga dalam pemilihan masalah
dan kasus untuk latihan, situasi yang ideal jarang ditemukan. (f)
Yang sering ditemukan adalah suasana diskusi kelas yang sebagi-
an anggotanya masih mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
menunjukkan bahwa mereka belum menguasai keterampilan-
keterampilan yang menjadi prasyarat bagi latihan strategi
kognitif. (g) Oleh karena itu, dosen perlu bekerja keras untuk
menghindari situasi seperti itu.

Di samping kata oleh karena itu, dengan demikian, dan namun,


masih ada kata penghubung lain yang juga berfungsi sebagai penyatu
hubungan antarkalimat dalam paragraf. Sebagai penghubung antar-
kalimat, kata-kata penghubung tersebut terletak di awal kalimat.
Dalam pemakaian, kata-kata penghubung itu diikuti oleh tanda koma
(,). Dalam tabel berikut ini, disajikan daftar kata penghubung dalam
paragraf itu yang dikelompokkan menurut hubungan maknanya.

KATA PENGHUBUNG DALAM PARAGRAF

Hubungan Makna Kata Penghubung dalam Paragraf


1. Penjumlahan selain itu, di samping itu, kecuali itu
2. Perlawanan namun, akan tetapi, sebaliknya, namun demikian,
namun begitu, walaupun demikian, walaupun
begitu, meskipun demikian, meskipun begitu,
sekalipun demikian, sekalipun begitu, biarpun
demikian, biarpun begitu, kendati(pun) demikian,
kendati(pun) begitu, sungguhpun demikian,
sungguhpun begitu, padahal
3. Penyebaban oleh karena itu, oleh sebab itu, maka dari itu,
sebabnya
4. Pengakibatan Akibatnya
5. Cara dengan demikian, dengan begitu
6. Penyimpulan jadi, pendek kata, pendeknya, pokoknya
7. Waktu sementara itu, ketika itu, (pada) waktu itu, sebelum
itu, sehabis itu, sesudah itu, setelah itu, sejak itu,
semenjak itu, selanjutnya, akhirnya
8. Pelebihan tambahan lagi, tambahan pula, bahkan, malahan,
apalagi

Pengulangan adalah penanda hubungan antarkalimat yang be-


rupa penyebutan kembali unsur tertentu yang telah disebut pada
kalimat sebelumnya. Contohnya adalah kata pendidikan dan Austin
yang diulang-ulang berikut ini.

(43) (a) Pendidikan seringkali dijelaskan melalui sudut pandang


masing-masing orang. (b) Ahli sosiologi akan mengartikan
pendidikan sebagai usaha pewarisan dari generasi ke generasi. (b)
Pakar antroplogi mengartikan pendidikan sebagai usaha
pemindahan pengetahuan dan nilai-nilai kepada generasi
berikutnya. (c) Ahli ekonomi akan mengartikan pendidikan
sebagai suatu usaha penanaman modal sumber daya manusia
untuk membentuk tenaga kerja dalam pembangunan bangsa. (d)
Penjelasan pendidikan yang beraneka ragam berdasarkan sudut
pandang yang khusus dari masing-masing ilmu tersebut disebut
sebagai penjelasan yang fragmented and disconnected.

(44) (a) Austin meragukan kebenaran yang dapat dicerap oleh


data inderawi (sense data), misalnya tongkat yang lurus setelah
dimasukkan ke dalam gelas kaca yang berisi air, kelihatannya
tongkat tersebut menjadi bengkok. (b) Austin menjelaskan bahwa
keanehan seperti itu ditimbulkan oleh ketidaksempurnaan alat
inderawi manusia atau kesalahan dalam meletakkan benda yang
dilihat. (c) Austin menjelaskan lebih lanjut bahwa kebenaran itu
sebetulnya sangat tergantung pada situasi di tempat sesuatu hal
itu ditampilkan, dan jika hal ini dihubungkan dengan masalah
kegunaan bahasa, yang dinamakan kebenaran itu sebenarnya sa-
ngat tergantung pada situasi yang konkret kapan kata, ungkapan,
dan kalimat tersebut diutarakan atau diungkapkan.
BAB IV
EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN
Dalam bab ini disajikan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempur-
nakan, tetapi materi yang disajikan hanya terbatas pada hal-hal yang
sering diterapkan secara salah. Hal-hal lain yang lebih lengkap harap
dibaca pada sumber lengkapnya, yaitu Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan (1993) dan Pedoman Umum Pembentukan
Istilah (1993).

A. Pemakaian Huruf Kapital


Huruf kapital terkenal pula dengan istilah huruf besar. Huruf
kapital adalah huruf yang berukuran dan berbentuk khusus (lebih
besar daripada huruf biasa) yang biasanya digunakan sebagai huruf
pertama dari kata pertama dalam kalimat, huruf pertama nama
orang, dan sebagainya. Berikut ini disajikan beberapa aturan
pemakaian huruf kapital yang sering salah.
1. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku
bangsa, dan bahasa. Misalnya:
SALAH BENAR
Bahasa Indonesia bahasa Indonesia
Suku Sunda suku Sunda
Bahasa Batak bahasa Batak

2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan,


hari, hari raya, dan peristiwa sejarah. Misalnya:
SALAH BENAR
Bulan Januari bulan Januari
Hari Jumat hari Jumat
Hari Raya Lebaran hari raya Lebaran
Perang Candu perang Candu

3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi. Mi-


salnya:
SALAH BENAR
Asia tenggara Asia Tenggara
gunung Merapi Gunung Merapi
teluk Benggala Teluk Benggala
pegunungan Alpen Pegunungan Alpen
jalan Mangkubumi Jalan Mangkubumi

4. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi


yang tidak menjadi unsur nama diri. Misalnya:
SALAH BENAR
berlayar ke Teluk berlayar ke teluk
mandi di Kali mandi di mandi di kali
pergi ke arah Tenggara pergi ke arah tenggara

5. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi


yang dipakai sebagai nama jenis. Misalnya:
SALAH BENAR
garam Inggris garam inggris
gula Jawa gula jawa
kacang Bogor kacang bogor
pisang Ambon pisang ambon
beras Cianjur beras canjur
salak Bali salak bali

6. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang


yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran. Misalnya:
SALAH BENAR
mesin Diesel mesin diesel
10 Volt 10 volt
5 Ampere 5 ampere

7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk


ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga peme-
rintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi. Misalnya:
SALAH BENAR
Perserikatan Bangsa-bangsa Perserikatan Bangsa-Bangsa
Yayasan Ilmu-ilmu Sosial Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial
Undang-undang Lalu Lintas Undang-Undang Lalu Lintas
8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata kekerabatan se-
perti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai untuk
menyapa. Misalnya:
SALAH BENAR
Kapan saudara datang? Kapan Saudara datang?
Besok paman akan datang. Besok Paman akan datang.
Dia bertanya, “Itu apa, bu?” Dia bertanya, “Itu apa, Bu?”
Itu rumah pak Camat. Itu rumah Pak Camat.
Saya bertemu ibu Hasan. Saya bertemu Ibu Hasan.

9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda. Mi-
salnya:
SALAH BENAR
Sudahkah anda tahu? Sudahkah Anda tahu?
Surat anda sudah sampai. Surat Anda sudah sampai.

B. Penulisan Gabungan Kata


Gabungan kata ditulis dengan aturan sebagai berikut.
1. Gabungan kata ditulis serangkai jika salah satu unsurnya hanya
dipakai dalam kombinasi. Misalnya:
SALAH BENAR
abdi kasi abdikasi
ada kala adakala
ada kalanya adakalanya
adi daya adidaya
adi kuasa adikuasa
adi pura adipura
agro ekonomi agroekonomi
agro bisnis agrobisnis
akhirul kalam akhirulkalam
antar kota antarkota
bea siswa beasiswa
bela sungkawa belasungkawa
bumi putra bumiputra
catur tunggal caturtunggal
darma siswa darmasiswa
darma wisata darmawisata
dasa warsa dasawarsa
duka cita dukacita
ekstra kurikuler ekstrakurikuler
kaca mata kacamata
kasat mata kasatmata
mana suka manasuka
manca negara mancanegara
marga satwa margasatwa
multi lateral multilateral
non kolesterol nonkolesterol
olah raga olahraga
radio aktif radioaktif
sapta marga saptamarga
sedia kala sediakala
segi tiga segitiga
sapu tangan saputangan
semi permanen semipermanen
sub bagian subbagian
suka cita sukacita
suka rela sukarela
suka ria sukaria
tri tunggal tritunggal
ultra modern ultramodern
]

Namun, gabungan kata seperti berikut ditulis terpisah.

SALAH BENAR
acapkali acap kali
andaikata andai kata
ibukota ibu kota
intisari inti sari
kerjasama kerja sama
seringkali sering kali
simpangsiur simpang siur
sumberdaya sumber daya

2. Gabungan yang berunsur pun yang lazim dianggap padu ditulis


serangkai. Misalnya:
SALAH BENAR
atau pun ataupun
ada pun adapun
andai pun andaipun
bagaimana pun bagaimanapun
biar pun biarpun
kalau pun kalaupun
kendati pun kendatipun
mau pun maupun
meski pun meskipun
sungguh pun sungguhpun
walau pun walaupun

Khusus kata sekali yang mendapat tambahan pun dapat ditulis


terpisah jika pun itu berarti ‘saja’ dan dapat ditulis serangkai jika
hasil gabungannya mempunyai arti yang sinonim dengan meski-
pun atau walaupun. Bandingkanlah:
Sekali pun dia belum pernah datang ke rumah kami sekalipun sudah
tinggal di kampung ini selama hampir lima tahun.

3. Pun yang berarti ‘juga’ atau ‘saja’ ditulis secara terpisah dari kata
yang mendahuluinya. Misalnya:
SALAH BENAR
Apapun diperhatikannya. Apa pun diperhatikannya.
Siapapun boleh datang. Siapa pun boleh datang.

4. Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengi-
kutinya. Misalnya:
SALAH BENAR
ku tulis kutulis
ku dengar kudengar
kau tulis kautulis
kau dengar kaudengar

4. Per yang berarti ‘mulai’, demi’, dan ‘tiap’ dituliskan terpisah dari
kata yang mengikutinya, sedangkan yang per yang merupakan
imbuhan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Mi-
salnya:
SALAH BENAR
perhari per hari
perhelai per helai
perbulan per bulan
satu persatu satu per satu
dua per tiga dua pertiga
Per hatikanlah kalimat ini. Perhatikanlah kalimat ini.

5. Jika gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, ga-


bungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya:
SALAH BENAR
menggaris bawahi menggarisbawahi
menanda tangani menandatangani
mempertanggung jawabkan mempertanggungjawabkan
pertanggung jawaban pertanggungjawaban
penyalah gunaan penyalahgunaan
pengambil alihan pengambilalihan
penanda tanganan penandatanganan

6. Jika gabungan kata yang mendapat awalan dan akhiran sekaligus,


gabungan kata ditulis serangkai dengan awalan ditulis pada awal
dan akhiran ditulis pada akhir gabungan. Misalnya:
SALAH BENAR
pertanggungan jawab pertanggungjawaban
pengambilan alih pengambilalihan

7. Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah
huruf kapital, di antara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung
(-). Misalnya:
SALAH BENAR
nonIndonesia non-Indonesia
panAfrikanisme pan-Afrikanisme

8. Kata di dan ke yang merupakan kata depan ditulis terpisah dari


kata yang mengikutinya. Misalnya:
SALAH BENAR
didepan, kedepan di depan, ke depan
diatas, keatas di atas, ke atas
disamping, kesamping di samping, ke samping
disana, kesana di sana, ke sana
dimana, kemana di mana, ke mana
didaerah, kedaerah di daerah, ke daerah
disisi, kesisi di sisi, ke sisi
didalam, kedalam di dalam, ke dalam

9. Gabungan dari dengan pada, ke dengan pada, ke dengan mari, dan ke


dengan hendak ditulis serangkai. Misalnya:
Si Amin lebih tua daripada Si Ahmad.
Kami percaya sepenuhnya kepada kakaknya.
Bawa kemari gambar itu!
Percayalah bahwa semua ini bukan kehendak saya.

C. Singkatan dan Akronim


1. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat
diikuti dengan tanda titik. Misalnya:
Muh. Yamin Muhammad Yamin
S.E. sarjana ekonomi
M.Sc. master of science
Bpk. Bapak
Sdr. Saudara
Kol. Kolonel
2. Bentuk singkat atau bentuk pendek yang diambil atau dipotong
dari bentuk lengkapnya ditulis dengan menggunakan huruf kecil
semua tanpa diikuti tanda titik. Misalnya:
ekspres bentuk singkat dari kereta api ekspres
harian bentuk singkat dari surat kabar harian
mingguan bentuk singkat dari majalah mingguan
bulanan bentuk singkat dari majalah bulanan

3. Singkatan umum yang terdiri atas dua huruf masing-masing


diikuti tanda titik. Misalnya:
a.n. atas nama
d.a. dengan alamat
u.p. untuk perhatian
u.b. untuk beliau

4. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti
satu titik. Misalnya:
dll. dan lain-lain
dsb. dan sebagainya
dst. dan seterusnya
sda. sama dengan atas
hlm. halaman
Yth. Yang terhormat

5. Akronim nama diri ditulis dengan huruf awal huruf kapital. Mi-
salnya:
Kowani Kongres Wanita Indonesia
Iwapi Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia
Sespa Sekolah Staf Pimpinan Administrasi

6. Akronim yang bukan nama diri ditulis dengan huruf kecil. Misal-
nya:
pemilu pemilihan umum
rapim rapat pimpinan
tilang bukti pelanggaran
rudal peluru kendali

D. Angka dan Lambang Bilangan


1. Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan tiga
pilihan yang berikut. Misalnya:
I II III
Paku Buwono X Paku Buwono ke-10 PakuBuwono kesepuluh
Bab II Bab ke-2 Bab kedua
Abad XXI Abad ke-21 Abad kedua puluh satu
Tingkat V Tingkat ke-5 Tingkat kelima

2. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua


kata ditulis dengan huruf. Misalnya:
Buku ini terdiri atas dua jilid.
Kami memesan dua puluh kilogram jeruk.
Yang tewas dalam kecelakaan itu lima belas orang.
Namun, bila lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau
dua kata itu terdiri atas beberapa yang dipakai secara berurutan, lambang
bilangan itu ditulis dengan angka. Misalnya:
Kendaraan yang ditempah untuk angkutan umum terdiri atas 50 bus, 100
helicak, dan 100 bemo.
Menurut catatan, jumlah pasien yang datang ke poliklinik kemarin ada 28
orang, 7 orang penderita mata, 7 orang penderita gigi, 5 orang penderita
paru-paru, 4 orang penderita kulit, 3 orang penderita kandungan, dan 2
orang penderita penyakit dalam.

3. Lambang bilangan yang dipakai dalam dukumen resmi, seperti


akta, kuitansi, wesel pos, dan cek, dapat ditulis dengan angka dan
huruf sekaligus. Misalnya:
Telah dijual sebidang tanah seluas 2.000 (dua ribu) meter dengan harga
Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
Pada hari ini, Senin, 18 Juni 2002 (delapan belas Juni dua ribu dua) telah
menghadap Saudara Daljuri Sarjana Hukum ....

4. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Mi-


salnya:
Sepuluh karyawan teladan memperoleh piagam dari pemerintah.
Lima puluh ekor kambing kurban disembelih pada hari raya Idul Adha di
desa kami.

E. Penulisan Unsur Serapan


Kata-kata dalam bahasa Indonesia terdiri atas dua kelompok,
yaitu kata Indonesia asli dan kata serapan. Kata-kata seperti ambil,
bawa, duduk, gigi, minum, dan ikan, misalnya, merupakan kata In-
donesia asli. Kata-kata seperti telaah, jamak, insan, insinyur, dan jelita,
misalnya, merupakan kata serapan.
Kata serapan dalam bahasa Indonesia dapat berasal dari ba-
hasa serumpun dan dari bahasa asing. Kata-kata seperti paceklik,
pabean, bopong, sogok, dan pacek, misalnya, merupakan kata serapan
dari bahasa serumpun, sedangkan kata-kata seperti ikhtiar, masinis,
paket, dan palsu, misalnya, merupakan serapan dari bahasa asing.
Kata-kata serapan itu dapat dikelompokkan menurut taraf
integrasinya menjadi tiga golongan, yaitu:
1. kata-kata yang sudah lama terserap ke dalam bahasa
Indonesia yang tidak perlu lagi diubah ejaannya, misalnya
sirsak, iklan, otonomi, akal, dongkrak, pikir, paham, dan aki;
2. kata asing yang belum sepenuhnya terserap ke dalam
bahasa Indonesia, seperti shuttle cock, real estate, spare part,
dan lift; dan
3. kata asing yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan
dengan kaidah bahasa Indonesia.
Berikut ini disajikan kaidah penyesuaian ejaan bagi unsur se-
rapan yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan
kaidah bahasa Indonesia.

(01) aa (Belanda) menjadi a


baal bal
octaaf oktaf
paal pal
(02) ae, jika tidak bervariasi dengan e, tetap ae
aerobe aerob
aerolit aerolit
aerosol aerosol
aerodynamics aerodinamika
aeration aerasi
(03) ae, jika bervariasi dengan e, menjadi e
anaemia anemia
haematite hematit
haemoglobine hemoglobin
(04) ai tetap ai
caisson kaison
trailer trailer
(05) au tetap au
autotrophe autotrof
caustic kaustik
hydraulic hidraulik
(06) c di muka a, o, u, dan konsonan menjadi k
calomel kalomel
vocal vokal
construction konstruksi
cubic kubik
classification klasifikasi
(07) c di muka e, i, oe, dan y menjadi s
central sentral
circulation sirkulasi
coelom selom
cylinder silinder
(08) cc di muka o, u, dan konsonan menjadi k
accomodation akomodasi
acculturation akulturasi
acclimatization aklimatisasi
(09) cc di muka e dan i menjadi ks
accent aksen
accessory aksesori
vaccine vaksin
(10) ch dan cch di muka a, o, dan konsonan menjadi k
charisma karisma
cholera kolera
chromosome kromosom
technique teknik
technology teknologi
saccharine sakarin
(11) ch yang lafalnya c menjadi c
charter carter
check cek
China Cina
(12) ch yang lafalnya s atau sy menjadi s
echelon eselon
chiffon sifon
machine mesin
(13) e tetap e
atmosphere atmosfer
system sistem
synthesis sintesis
(14) e yang tidak diucapkan ditanggalkan
phoneme fonem
morpheme morfem
sulphite sulfit
zygote zigot
(15) ea tetap ea
idealist idealis
ideal ideal
oleander oleander
realist realis
(16) ea, jika lafalnya i, menjadi i
team tim
(17) ei tetap ei
eicosane eikosan
eidetic eidetik
pleistocene pleistosen
einsteinium einsteinium
(18) eo tetap eo
geometry geometri
geology geologi
stereo stereo
zeolite zeolit
(19) eu tetap eu
eugenol eugenol
euphony eufoni
neutron neutron
europium europium
(20) f tetap f
factor faktor
fossil fosil
infuse infus
fanatic fanatik
(21) g tetap g
energy energi
gene gen
geology geologi
(22) gh menjadi g
sorghum sorgum
spaghetti spageti
(23) gue menjadi ge
igue ige
gigue gige
(24) i pada awal suku kata di muka vokal tetap i
iambus iambus
ion ion
iota iota
(25) ie (Belanda), jika lafalnya i, menjadi i
politiek politik
riem rim
(26) ie (Inggris), jika lafalnya bukan i, tetap ie
hierarchy hierarki
patient pasien
variety varietas
efficient efisien
(27) iu tetap iu
calcium kalsium
premium premium
stadium stadium
(28) ng tetap ng
congress kongres
contingent kontingen
linguistics linguistik
(29) oe (oi Yunani) menjadi e
foetus fetus
oenology enologi
oestrogen estrogen
(30) oi (Belanda, Inggris) tetap oi
exploitatie exploitasi
exploitation eksploitasi
toilet toilet
(31) oo yang lafalnya u menjadi u
cartoon kartun
pool pul
proof pruf
(32) oo (vokal ganda) tetap oo
coordination koordinasi
cooperative kooperatif
oolite oolit
zoology zoologi
zoometry zoometri
zoophobia zoofobia
(33) ou, jika lafalnya u, menjadi u
gouverneur gubernur
contour kontur
coupon kupon
group grup
route rute
(34) ph menjadi f
phase fase
physiology fisiologi
spectograph spektograf
(35) ps tetap ps
pseudo pseudo
psychiatry psikiatri
psychosomatic psikosomatik
(36) pt tetap pt
pterosaur pterosaur
pteridology pteridologi
ptyalin ptialin
(37) q menjadi k
aquarium akuarium
frequency frekuensi
equator ekuator
(38) rh menjadi r
rhapsody rapsodi
rhombus rombus
rhythm ritme
rhetoric retorika
rheumatic rematik
(39) sc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi sk
scandium skandium
scotopia skotopia
scutella skutela
sclerosis sklerosis
scriptie skripsi
(40) sc di muka e, i, dan y menjadi s
scenography senografi
scintillation sintilasi
scyphistoma sifistoma
(41) sch di muka vokal menjadi sk
schema skema
schizophrenia skizofrenia
scholasticism skolastisisme
(42) t di muka i menjadi s jika lafalnya s
ratio rasio
action aksi
patient pasien
(43) th menjadi t
theocracy teokrasi
theology teologi
orthography ortografi
thiopental tiopental
method metode
(44) u tetap u
unit unit
unique unik
nucleolus nukleolus
(45) ue tetap ue
suede sued
duet duet
(46) ui tetap ui
equinox ekuinoks
conduite konduite
(47) uo tetap uo
fluorescein fluoresein
quorum kuorum
quota kuota
(48) uu menjadi u
prematuur prematur
vacuum vakum
(49) v tetap v
vitamin vitamin
television televisi
cavalry kavalri
(50) x pada awal kata tetap x
xanthate xantat
xenon xenon
xylophone xilofon
(51) x pada posisi lain menjadi ks
executive eksekutif
taxi taksi
exudation eksudasi
latex lateks
(52) xc di muka e dan i menjadi ks
exception eksepsi
excess ekses
excision eksisi
excitation eksitasi
(53) xc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi ksk
excommunication ekskomunikasi
excursive eksursif
exclusive eksklusif
(54) y tetap y jika lafalnya y
yakitori yakitori
yangonin yangonin
yen yen
yuan yuan
(55) y menjadi i jika lafalnya i
yttrium itrium
dynamo dinamo
propyl propil
psychology psikologi
(56) z tetap z
zenith zenit
zirconium zirkonium
zodiac zodiak
F. Pemakaian Tanda Baca
(a) Tanda Titik (.)
1. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu
bagan, ikhtisar, atau daftar. Namun, jika angka atau huruf itu
merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf, tanda
titik itu tidak dipakai. Misalnya:

a. III. Departemen Dalam Negeri


A. Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa
B. Direktorat Jenderal Pertanahan
1. ...
b. 1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
1.2.2 Tabel
1.2.3 Grafik

2. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau keli-


patannya yang menyatakan jumlah. Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.
bandingkan:
Ia lahir pada tahun 1970 di Bandung.
Nomor rekening saya adalah 5645789.

3. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul, kepala ilustrasi, tabel,
dan sebagainya. Misalnya:
Pengantar Ilmu Ekonomi
Dasar-dasar Manajemen
Pendidikan Kewarganegaraan

4. Tanda titik tidak dipakai untuk singkatan penunjuk uang seperti


rupiah, dolar, yen, dan sebagainya. Misalnya:
Rp10.000,00 10.000,00 rupiah
US$3.50 3.50 dolar Amerika
Y100 100 yen
(b) Tanda Koma (,)
1. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian
atau pembilangan. Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Kita memerlukan karyawan yang terampil, disiplin, dan jujur.
Air kelapa diberi bumbu lengkuas, daun salam, bawang putih, dan
garam.

2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara


perlawanan yang satu dari kalimat setara berikutnya yang
didahului oleh kata tetapi, melainkan, dan sedangkan. Misalnya:

Tim Belanda lebih banyak memiliki peluang emas, tetapi karena pe-
nyelesaiannya kurang sempurna, akhirnya hanya imbang 1 - 1 lawan
Mesir.
Mereka bukan pemain yang penuh bakat, melainkan pemain yang hanya
memiliki keinginan kuat.
Penghasilan utama daerah Maluku adalah rempah-rempah, sedangkan
penghasilan utama Jawa Barat adalah padi.

3. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat yang


mendahului induk kalimatnya. Biasanya anak kalimat itu
didahului oleh kata karena, agar, bahwa, walaupun, meskipun,
biarpun, manakala, bila, apabila, jika, jikalau, kalau, andaikata,
seandainya, dan asalkan. Misalnya:
Karena harus menyelesaikan pekerjaannya pada hari itu juga, ia terpaksa
membatalkan rencananya untuk bekunjung kepada saudaranya di kota.
Agar swasembada di bidang beras dapat kita pertahankan, para petani
diharapkan dapat bekerja lebih keras lagi dan konsisten menerapkan
Pancausaha Tani.
Bahwa dia menggugat hendak mengetahui perasaanku terhadap Carl, aku
baru sadar.
Kalau kakakku perempuan tertawa terbahak-bahak oleh sesuatu yang
amat lucu, ibuku mengerutkan keningnya.

4. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung


antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Kata atau ungkap-
an penghubung antarkalimat itu antara lain adalah oleh karena itu,
oleh sebab itu, sehubungan dengan itu, jadi, namun, selanjutnya, lagi
pula, tambahan lagi, tambahan pula, meskipun begitu, sebenarnya, sebe-
tulnya, kalau begitu, selain itu, di samping itu, bahkan, kemudian, wa-
laupun demikian, meskipun demikian, sebaliknya, dalam pada itu, akhir-
nya, misalnya, contohnya,dan malahan. Misalnya:
Hiasan dinding dari makrame juga bagus. Bahkan, makrame juga dapat
dibuat selendang atau sal.
Jagalah timbunan jerami itu jangan sampai kena air. Di samping itu, buat
juga atap di atasnya.
Biaya membuat kecap air kelapa tidak mahal, bukan? Lagi pula, cara mem-
buatnya mudah.

(C) Tanda Hubung (-)


1. Tanda hubung dipakai untuk menyambung suku-suku kata dasar
yang trpisah oleh pergantian baris. Misalnya:

Di samping cara-cara lama itu, ada juga cara yang ba-


ru.

Suku kata yang berupa satu vokal (huruf hidup) tidak boleh di-
tempatkan pada ujung baris atau pangkal baris. Misalnya:
Beberapa pendapat mengenai masalah itu
telah dismpaikan ....

Bukan:

Beberapa pendapat mengenai masalah i-


tu telah disampaikan ....

2. Tanda hubung dipakai untuk menyambung awalan dengan ba-


gian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di
depannya pada pergantian baris. Misalnya:

Kini ada cara yang baru untuk meng-


ukur panas.
Kukuran baru itu memudahkan kita me-
ngukur kelapa.
Senjata ini merupakan alat pertahan-
an yang canggih.

Namun, akhiran -i tidak dipenggal pada ujung baris supaya tidak


terdapat satu huruf saja pada pangkal baris.

DAFTAR RUJUKAN
Arifin, E. Zaenal dan Amran Tasai. 1993. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta:
PT Mediyatama Sarana Perkasa.
Akhadiah, Sabarti dkk. 1989. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia.
Jakarta: Erlangga.
Alwi, Hasan dkk. 1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Cipta Loka Caraka. 2002. Teknik Mengarang. Yogyakarta: Kanisius.
Hutomo, Suripan Sadi. 1983. “Bahasa Baku dan Sastra” dalam Majalah
Horison Nomor 1 Tahun 1983, halaman 24-25.
Keraf, Gorys. 1994. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende-Flores:
Nusa Indah.
Liang Gie, The dan A. Widyamartaya. 1983. Kamus Seni Mengarang. Yog-
yakarta: Akademi Kepengarangan.
Liang Gie, The. 1992. Pengantar Dunia Karang-Mengarang. Yogyakarta: Aka-
demi Kepengarangan.
--------. 2002. Terampil Mengarang. Yogyakarta: Andi.
Natawidjaja, P. Suparman. 1979. Bimbingan Cakap Menulis. Jakarta: BPK Gu-
nung Mulia.
Ngafenan, Mohamad. 1985. Istilah Tata Bahasa Indonesia. Klaten: PT Intan.
Parera, Jos Daniel. 1982. Belajar Mengemukakan Pendapat. Jakarta: Erlangga.
Poerwadarminta, W.J.S. 1967. ABC Karang-Mengarang. Jogja: U.P. Indonesia.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2003. Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta: Balai Pustaka.
----------. 2003. Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Balai Pustaka.
Ramlan, M.. 1993. Paragraf: Alur Pikiran dan Kepaduannya dalam Bahasa
Indonesia. Yogyakarta: Andi Offset.
Razak, Abdul. 1985. Kalimat Efektif. Jakarta: PT Gramedia.
Soedjito dan Mansur Hasan. 1986. Keterampilan Menulis Paragraf. Bandung:
Remadja Karya CV.
Tarigan, Djago. 1986. Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan
Pengembangannya. Bandung: Angkasa.
Yohanes, Yan Sehandi. 1991. Kalimat dalam Penulisan Karangan. Bandung: PT
Remadja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai