Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

EJAAN YANG DISEMPURNAKAN (EYD)

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah:

“BAHASA INDONESIA 1A”

Disusun oleh :

Kelompok 4:
1.Sade (4021017)
2.Tedy Prayoga (4021012)

JURUSAN MIPA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PGRI
LUBUKLINGGAU
(STKIP PGRI LUBUKLINGGAU)
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah tidak lupa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, sehingga kami dapat
menyelesaikan penulisan tugas makalah Bahasa Indonesia ini. Makalah ini adalah mengenai
EYD khususnya dalam penggunaan tanda baca, yang di masa kini kurang begitu diperhatikan
dan jarang dipergunakan dalam suatu kepentingan yang non formal.

Semoga dengan makalah yang kami buat ini dapat menambah pengetahuan dan
pemahaman kita tentang seberapa pentingnya penggunaan tanda baca yang benar sesuai
dengan EYD. Penulis sadar dalam penulisan makalah ini banyak terdapat beberapa
kekurangan. Akan tetapi kami yakin makalah ini dapat bermanfaat buat kita semua.

Lubuklinggau, 15 september 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i


DAFTAR ISI ...................................................................…………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................……………………………. 1
A. Latar Belakang ..............................................………………….......……………... 1
B. Masalah ..................................................................………………………………. 1
C. Tujuan .……….…………………..……………….……………………………… 2
D. Manfaat…………………………………………………………………………… 2

BAB II LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA....…….......………………………….…. 3


A. Ejaan yang disempurnakan(EYD)….……………………………………………..……… 3
B. Penggunaan eyd yang benar pada penulisan huruf dan kata……………… 4
C. Penggunaan eyd yang benar pada partikel,singkatan,………………………… 4
D. Penggunaan tanda baca……………………………………………………………………… 5
BAB III PENUTUP...................................................................……...…………………… 14
A. Kesimpulan ............................................…………………......………………….. 14
B. Penutup .......................................................................…………………………… 14
DAFTAR PUSTAKA ........................…...........……………………………...………. iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ada dua kasus yang melatari penerapan EYD sebagai salah satu kriteria kelayakan sebuah
naskah. Kasus pertama yaitu terkadang tidak mampunya Pedoman EYD menjawab beberapa
persoalan dalam masalah tatatulis naskah, baik dalam penggunaan kata baku, istilah, tanda baca,
maupun singkatan/akronim. Kasus kedua yaitu kurangnya pemahaman penulis naskah,
termasuk penerjemah, terhadap EYD itu sendiri sehingga kesalahan-kesalahan elementer dalam
penulisan naskah masih sering terjadi, seperti penggunaan kata nonbaku dan penggunaan tanda
baca yang keliru.

Dalam kasus pertama, buku Pedoman EYD ataupun Kamus Besar Bahasa Indonesia, tidak bisa
semata-mata dijadikan acuan untuk menilai kelayakan naskah, pun termasuk dijadikan satu-
satunya referensi untuk penyuntingan naskah. Karena itu, para penulis ataupun penerbit perlu
mencari solusi kebahasaan yang lain dan menetapkan suatu keputusan yang ajek
sebagai gaya penulisan.

Sebetulnya masalah untuk kasus pertama ini sudah lama dikaji dan akhirnya muncullah gagasan
membuat semacam buku pedoman gaya selingkung (house style) penerbitan dalam
bahasa Indonesia. Pada awalnya gagasan ini akan dilaksanakan oleh Pusat Perbukuan Depdiknas.
Akan tetapi, entah mengapa sampai sekarang buku pedoman gaya selingkung ini tidak pernah
selesai.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara penggunaan EYD yang benar pada penulisan huruf dan kata?

2. Bagaimana cara penggunaan EYD yang benar pada penulisan partikel,singkatan,akronim dan
angka?

3. Bagaimana cara penggunaan tanda baca yang benar sesuai dengan EYD

C. Tujuan Makalah

1. mengidentifikasi penggunaan EYD yang benar dan baku

2. mengidentifikasi penulisan kata yang benar sesuai dengan EYD


D. Manfaat Makalah

Makalah ini bermanfaat sebagai acuan pembelajaran EYD yang lebih maksimal untuk masa yang
akan dating,minimal untuk bahan kajian yang mengacu kepada kemajuan dimasa yang akan
datang.
BAB II

LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA

Asep Syamsul M. Romli ( dosen mata kuliah bahasa jurnalistik) menjelaskan peran EYD
dan penggunaan EYD dalam bahasa jurnalistik. Beliau menjelaskan, EYD merupakan aturan
tata Bahasa Indonesia yang baku. Peran EYD yakni sebagai pedoman umum bagi para
pengguna Bahasa Indonesia. Siapa pun, kapan pun, dimana pun menggunakan EYD secara
benar dan baik, maka harus mengacu pada EYD yang sesuai dengan Undang-Undang dan
Pancasila. EYD pun memiliki pengecualian, biasanya pada penulisan judul.EYD yang digunakan
saat ini adalah EYD yang telah disepakati oleh 3 negara yakni Indonesia, Malaysia dan
Bruneidarussalam.
Ejaan yang Disempurnakan (EYD) tetap menjadi acuan bagi para penerbit yang menyadari
pentingnya penerapan bahasa secara standar dalam karya atau produk bernama buku.
Karena itu, bagi banyak penerbit, salah satu poin kriteria kelayakan naskah adalah naskah
ditulis dengan bahasa Indonesia yang standar atau mengikuti pedoman EYD, terutama untuk
naskah-naskah nonfiksi. Namun, dalam praktiknya, penerapan EYD tidak sepenuhnya bisa
dilaksanakan oleh penerbit serta tidak semuanya naskah ditulis dengan penerapan EYD.

A. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)


1. Pengertian Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Ejaan yang disempurnakan adalah tata bahasa dalam bahasa Indonesia yang
mengatur penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan, mulai dari pemakaian dan penulisan
huruf kapital dan huruf miring, serta penulisan unsur serapan. Menurut Ida (2010:21) ejaan
adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana
hubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan dan penggabungannya dalam suatu
bahasa). Secara teknis, yang dimaksud dengan ejaan adalah (a) penulisan huruf, (b) penulisan
kata, dan (c) penggunaan tanda baca.

2. Penulisan dan Ejaan


Penulisan merupakan proses, cara, perbuatan menulis atau menuliskan
(Moeliono(Ed), 2007:1219). Penulisan dan ejaan saling berkaitan karena penulisan harus
sesuai dengan ejaan. Menurut Wirjosoedarmo (1984:61) ejaan ialah aturan melukiskan bunyi
ucapan. Ejaan suatu bahasa tidak saja berkisar pada persoalan bagaimana melambangkan
bunyi-bunyi ujaran serta bagaimana menempatkan tanda baca dan sebagainya, tetapi juga
meliputi hal-hal seperti bagaimana memenggal suatu kata, bagaimana menggabungkan
unsur-unsur kata, baik kata dasar dengan imbuhan-imbuhan, maupun kata dengan kata,
bagaimana cara memisahkan unsur-unsur kata itu pada akhir suatu baris, jika kata-kata
tersebut tidak cukup ditulis dalam satu baris.
Ejaan yang disempurnakan di sini diartikan sebagai tata tulisan yang
disempurnakan. Dalam penulisan suatu karya tulis EYD sangat diperlukan. Dengan EYD
kesalahan penafsiran terhadap maksud tulisan dapat diminimalkan.

B. Penggunaan EYD yang benar pada penulisan huruf dan kata

1. Penggunaan Huruf Kapital

a. Jabatan tidak diikuti nama orang

Dalam butir 5 Pedoman EYD dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama unsure nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang tertentu, nama
instansi, atau nama tempat. Contoh, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Gubernur
Jawa Barat, Profesor Jalaluddin Rakhmat, Sekretaris Jendral, Departemen Pendidikan
Nasional. Jabatan tidak diikuti nama orang tidak memakai huruf kapital. Contoh,
Menurut bupati, anggaran untuk pendidikan naik 25 % dari tahun sebelumnya.

b. Huruf pertama nama bangsa

Dalam butir 7 dinyatakan, huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama nama
bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Contoh, bangsa Indonesia, suku Sunda, bahasa
Inggris.
Ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku
bangsa, dan bahasa yang dipakai bentuk dasar kata turun. Contoh : ke-Sunda-
Sundaan,ke-Inggris-Inggrisan,ke-Batak-Batakan, meng Indonesiakan.Seharusnya :
kesunda-sundaan, keinggris- inggrisan, kebatak-batakan, mengindonesiakan.

c. Nama geografi sebagai nama jenis


Dalam butir 9 ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama
istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri. Contoh, berlayar ke teluk, mandi
di kali, menyebrangi selat, pergi ke arah tenggara, kacang bogor, salak bali,
pisang ambon, pepaya bangkok, nanas subang, tahu sumedang, peuyeum bandung
dan telur brebes.

d. Setiap unsur bentuk ulang sempurna

Dalam butir 11 dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap
unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan lembaga pemerintah
dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi. Contoh, Perserikatan Bangsa-Bangsa,
Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Yayasan Ahli-Ahli Bedah Plastik Jawa Barat, Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia, Garis-Garis Besar Haluan Negara.

e. Penulisan kata depan dan kata sambung

Dalam butir 12 dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua
kata di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata
seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal. Biasanya
dipakai pada penulisan judul cerpen, novel.Contoh, Harimau Tua dan Ayam
Centil, Hari-Hari
Penantian dalam Gua Neraka, Kado untuk Setan, Taksi yang Menghilang.

2. Penulisan Huruf Miring

a. Penulisan nama buku

Pada butir 1 pedoman penulisan huruf miring ditegaskan, huruf miring dalam
cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip
dalam tulisan. Contoh, Buku Jurnalistik Indonesia, Majalah Sunda Mangle, Surat
Kabar Bandung Pos.

b. Penulisan penegasan kata dan penulisan bahasa asing

Butir 2 pedoman penulisan huruf miring menyatakan, huruf miring dalam cetakan
dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau
kelompok kata.

Contoh, boat modeling, aeromodeling, motorsport.

c. Penulisan kata ilmiah


Butir 3 pedoman penulisan huruf miring menegaskan, huruf miring dan cetakan
dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah dan ungkapan asing kecuali yang telah
disesuaikan ejaannya. Contoh, royal-purple amethyst, crysacola, turqoisa, rhizopoda,
lactobacillus, dsb.

3. Penulisan Kata Turunan

a. Gabungan kata dapat awalan akhiran

Butir 3 pedoman kata turunan menegaskan, jika bentuk dasar yang berupa
gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu
ditulis serangkai. Contoh, bertepuk tangan, garis bawahi, dilipatgandakan, sebar
luaskan.

b. Gabungan kata dalam kombinasi

Butir 4 pedoman penulisan kata turunan menyatakan, jika salah satu unsur
gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
Contoh, antarkota, antarsiswa, antipornografi, antikekerasan, anti-Amerika,
audiovisual, demoralisasi, dwiwarna, dwibahasa, ekasila, ekstrakulikuler, interkoneksi,
intrakampus, multifungsi, pramuwisma, tunakarya, tunarungu, prasejarah,
pascapanen, tridaya, rekondisi.

4. Penulisan Gabungan Kata

a. Penulisan gabungan kata istilah khusus

Butir 2 pedoman penulisan gabungan kata mengingatkan, gabungan kata,


termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian dapat
ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang
bersangkutan. Contoh; alat pandang- dengar, anak-istri saya, buku sejarah-baru,
mesin-hitung tangan, ibu-bapak kami.

b. Penulisan gabungan kata serangkai

Butir 3 pedoman penulisan gabungan kata menegaskan, gabungan kata berikut


harus ditulis serangkai. Contoh, acapkali, adakalanya, akhirulkalam, daripada,
darmawisata, belasungkawa, dukacita, kacamata, kasatmata, manakala, manasuka,
matahari, olahraga, padahal, peribahasa, radioaktif, saptamarga, saripati, sediakala,
segitiga, sekalipun, sukacita, sukarela, sukaria, titimangsa.

5. Pemenggalan kata

Pemenggalan kata pada dasarnya dilakukan sebagai berikut :


1) Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan diantara kedua
huruf vokal itu.
Contoh : ma-in, sa-at, bu-ah
2) Jika ditengah ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, diantara dua buah
huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum konsonan.
Contoh : ba-pak, ba-rang, su-lit, la-wan
3) Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan antara
kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan.
Contoh: man-di, som-bong, ap-ril
4) Jika di tengah kata ada tiga atau empat huruf konsonan, dilakukan diantara huruf konsonan
pertama dan huruf konsonan kedua.
Contoh : ben-trok, in-fra, ul-tra
5) Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan termasuk awalan yang mengalami perubahan
bentuk serta partikel yang biasa ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat dipenggal
pada pergantian baris.
Contoh : makan-an, me-makan, mem-bantu

C. Penggunaan EYD yang benar pada partikel, singkatan, akronim, dan angka.

1. PENULISAN PARTIKEL

Penulisan partikel -lah, -kah, dan –tah Pedoman EYD menetapkan ketentuan
pertama menyatakan partikel -lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya. Contoh: bacalah, tidurlah, apakah, siapakah, apatah.

a. Penulisan partikel pun

Butir 2 tentang penulisan partikel mengingatkan, partikel pun dituliskan terpisah


dari kata yang mendahuluinya.

Contohnya:

Kalau pun harus merantau di kota orang, aku akan sering pulang untuk menemui ibu di
kampung.
Kami pun turut bersedih atas kepergiaan beliau.
Aku pun turut serta dalam olimpiade Fisika antar SMP tahun lalu.
Apa pun yang terjadi di masa depan, aku harap kamu selalu kuat menghadapinya.
Jangankan pergi bermain, hingga tengah malam pun ia masih bekerja menimba rezeki.

Partikel pun yang merupakan unsur kata penghubung atau konjungsi


ditulis serangkai.
Contohnya:
Ia akan terus berjuang demi menghidupi anaknya, bagaimanapun sulitnya.
Para pengunjuk rasa tak kunjung bubar, sekalipun aparat telah menggunakan gas air
mata.
Mereka tetap semangat pergi bersekolah, walaupun harus melewati sungai tanpa
adanya jembatan.
Pemuda tersebut tetap memperjuangkan mimpinya, meskipun banyak orang yang
merendahkannya.
Adapun penyebab pemanasan global adalah efek rumah kaca yang terbentuk karena
emisi karbon dioksida.

b. Penulisan partikel per

Butir 3 tentang penulisan partikel menyebutkan, pertikel per yang berarti mulai,
demi, dan tiap ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau
mengikutinya.

Contonya:
Satu per satu ide dikemukakan dalam diskusi dan dikaji untuk mendapatkan satu ide
yang paling baik.
Kereta Maglev adalah kereta tercepat di dunia dengan kecepatan mencapai 600
kilometer per jam.
Obat tersebut harus dikonsumsi sebanyak tiga tablet per harinya.
Undang-Undang tersebut berlaku per 1 November 2021.

2. PENULISAN SINGKATAN

Pedoman EYD menegaskan, singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri
atas satu huruf atau lebih. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf
awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.

a. Penulisan singkatan umum tiga huruf

Pedoman EYD mengingatkan, singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau
lebih diikuti satu tanda titik. Kaidah bahasa jurnalistik dengan tegas melarang
pemakaian singkatan umum seperti ini dalam setiap karya jurnalistik seperti tajuk
renacana, pojok, artikel, kolom, surat pembaca, berita, teks foto, feature. Bahasa
jurnalistik juga dengan tegas melarang penggunaan singkatan jenis ini dalam judul
tajuk, artikel, surat pembaca, atau judul-judul berita.

Contohnya:

dll.(dan lain lain)


dsb.(dan sebagainya)
dkk.(dan kawan kawan)
tsb.(tersebut)

b. Penulisan singkatan mata uang

Pedoman EYD menegaskan, lambang kimia, singkatan satuan ukuran , takaran,


timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.

Misalnya:

Cu = kuprum
cm = sentimeter
kVA = kilovolt-ampere
l = liter
kg = kilogram
Rp = rupiah

c. Singkatan yang terdiri atas dua huruf yang lazim dipakai dalam surat-
menyurat masing-masing diikuti oleh tanda titik.
Misalnya:

a.n. = atas nama


d.a. = dengan alamat
u.b. = untuk beliau
u.p. = untuk perhatian
s.d. = sampai dengan

d. Singkatan yang terdiri atas huruf awal setiap kata yang bukan nama diri ditulis dengan
huruf kapital tanpa tanda titik.

Misalnya:

PT = perseroan terbatas
MAN = madrasah aliah negeri
SD = sekolah dasar
KTP = kartu tanda penduduk
SIM = surat izin mengemudi
NIP = nomor induk pegawai

e. Singkatan yang terdiri atas huruf awal setiap kata nama lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, lembaga pendidikan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi
ditulis dengan huruf kapital tanpa tanda titik.

Misalnya:

NKRI = Negara Kesatuan Republik Indonesia


UI = Universitas Indonesia
PBB = Perserikatan Bangsa-Bangsa
WHO = World Health Organization
PGRI = Persatuan Guru Republik Indonesia
KUHP = Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

f. Singkatan nama orang, gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik
pada setiap unsur singkatan itu.

Misalnya:

A.H. Nasution = Abdul Haris Nasution


H. Hamid = Haji Hamid
Suman Hs. = Suman Hasibuan
W.R. Supratman = Wage Rudolf Supratman
M.B.A. = master of business administration
M.Hum. = magister humaniora
M.Si. = magister sains
S.E. = sarjana ekonomi
S.Sos. = sarjana sosial
S.Kom. = sarjana komunikasi
S.K.M. = sarjana kesehatan masyarakat
Sdr. = saudara
Kol. Darmawati = Kolonel Darmawati

3. PENULISAN AKRONIM
Menurut Pedoman EYD, akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal,
gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang
diperlakukan sebagai kata.

Pertama, akronim nama diri berupa gabunga suku kata. Kedua, akronim yang bukan nama
diri berupa gabungan huruf.

a. Akronim nama diri

Pedoman EYD menyatakan, akronim nama diri yag berupa gabungan suku kata
atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf
kapital.

Misalnya:

BIG = Badan Informasi Geospasial


BIN = Badan Intelijen Negara
LIPI = Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
LAN = Lembaga Administrasi Negara
PASI = Persatuan Atletik Seluruh Indonesia

b. Akronim bukan nama diri

Menurut Pedoman EYD, akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan
huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya
ditulis dengan huruf kecil.

Misalnya:

iptek = ilmu pengetahuan dan teknologi


pemilu = pemilihan umum
puskesmas = pusat kesehatan masyarakat
rapim = rapat pimpinan
rudal = peluru kendali
tilang = bukti pelanggaran

Sebagai catatan, Pedoman EYD mengingatkan, jika dianggap perlu membentuk akronim,
maka harus diperhatikan dua syarat

Pertama, jumlah suku akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim pada
kata Indonesia.
Kedua, akronim dibentuk yang sesuai dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal
dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim

4. PENULISAN ANGKA

Pedoman EYD menetapkan empat jenis penulisan angka,

Pertama, angka dipakai untuk menyatakan lambing bilangan atau nomor. Dalam tulisan lazim
digunakan angka Arab atau angka Romawi.

Misalnya:
Angka Arab
: 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Angka Romawi
: I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50),
C (100), D (500), M (1.000), V (5.000),
M (1.000.000)
Kedua, angka digunakan untuk menyatakan :

(1) ukuran panjang, berat, luas, dan isi,

(2) satuan waktu,

(3) nilai uang, dan

(4) kuanitas.

Ketiga, angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, aparteman, atau
kamar pada alamat.

Keempat, angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.

5. PENULISAN LAMBANG BILANGAN

a. Penulisan lambang bilangan satu-dua kata

Pedoman EYD menetapkan, penulisan lambang bilangan yang dapat dinyatakan


dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan
dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.

Misalnya:

Mereka menonton drama itu sampai tiga kali.

Koleksi perpustakaan itu mencapai dua juta buku.


Di antara 72 anggota yang hadir 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju,
dan 5 orang tidak memberikan suara.
Kendaraan yang dipesan untuk angkutan umum terdiri
atas 50 bus, 100 minibus, dan 250 sedan.
b. Penulisan lambang bilangan awal kalimat

Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan
kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata
tidak terdapat pada awal kalimat.

Misalnya:

Lima puluh siswa kelas 6 lulus ujian.


Panitia mengundang 250 orang peserta.
Bukan:
250 orang peserta diundang Panitia dalam seminar itu

c. Penulisan lambang bilangan utuh

Angka yang menunjukan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya
lebih mudah dibaca. Ketentuan dalam Pedoman EYD ini sangat sejalan dengan kaidah
bahasa jurnalistik yang senantiasa menuntut kesederhanaan dan kemudahan.

Misalnya:
Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 550 miliar rupiah.
Dia mendapatkan bantuan Rp250 juta rupiah untuk mengembangkan
usahanya.
Proyek pemberdayaan ekonomi rakyat itu memerlukan biaya Rp10 triliun.

d. Penulisan lambang bilangan angka-huruf

Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali
didalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.

Misalnya:
Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.
Rumah itu dijual dengan harga Rp125.000.000,00.
e. Angka digunakan untuk menyatakan (a) ukuran panjang, berat, luas, dan isi; (b)
satuan waktu; (c) nilai uang; dan (d) jumlah.

Misalnya:
0,5 sentimeter tahun 1928
5 kilogram 17 Agustus 1945
4 meter persegi 1 jam 20 menit
10 liter pukul 15.00
Rp5.000,00 10 persen
US$ 3,50* 27 orang
£5,10* ¥100
2.000 rupiah

Catatan:
(1) Tanda titik pada contoh bertanda bintang (*) merupakan tanda desimal.
(2) Penulisan lambang mata uang, seperti Rp, US$, £, dan ¥ tidak diakhiri dengan
tanda titik dan tidak ada spasi antara lambang itu dan angka yang mengikutinya,
kecuali di dalam tabel.

f. Angka digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau


kamar.

Misalnya:
Jalan Tanah Abang I No. 15 Jalan Wijaya No. 14 Apartemen No. 5
Hotel Mahameru, Kamar 169

g. Angka digunakan untuk menomori bagian karangan atau ayat kitab suci.

Misalnya:
Bab X, Pasal 5, halaman 252
Surah Yasin: 9

D. Penggunaan Tanda Baca

1. Tanda Titik (. )

a) Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
• Ayahku tinggal di Solo.
• Biarlah mereka duduk di sana.
• Dia menanyakan siapa yang akan datang.

b) Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau
daftar.
Misalnya:

• I. Kondisi Kebahasaan di Indonesia


A. Bahasa Indonesia
1. Kedudukan
2. Fungsi
B. Bahasa Daerah
1. Kedudukan
2. Fungsi
C. Bahasa Asing
1. Kedudukan
2. Fungsi
• Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
1.2.2 Tabel
1.2.3 Grafik

Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar
jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.
c) Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukan
waktu.
Misalnya:
• pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)

d) Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukan
jangka waktu.
Misalnya:
• 1.35.20 jam ( 1 jam, 35 menit, 20 detik)
• 0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
• 0.0.30 jam (30 detik)

e) Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan
tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Misalnya:
• Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltervreden: Balai Poestaka.

f) Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.


Misalnya:
• Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
• Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.

g) Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang
tidak menunjukan jumlah.
Misalnya:
• Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.

h) Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau
kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
• Acara kunjungan Adam Malik

i) Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2)
nama dan alamat penerima surat.
Misalnya:
• Jalan Diponegoro 82 (tanpa titik)

2. Tanda Koma ( , )

a) Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya:
• Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
• Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus memerlukan perangko.
b) Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat serata
berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
Misalnya:
• Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
• Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.

c) Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak
kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
Misalnya:
• Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
• Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.

d) Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika
anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
• Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
• Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
• Dia tahu bahwa soal itu penting.

e) Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang
terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi
pula,meskipun begitu, akan tetapi.
Misalnya:
• ... Oleh karena itu, kita harus hati-hati.

f) Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti kata seperti o, ya, wah, aduh,
kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
• O, begitu?

g) Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dari
kalimat.
Misalnya:
• Kata Ibu, “ Saya gembira sekali.”

h) Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii)
tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis
berurutan.
Misalnya:
• Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Pakuan, Bogor.
• Sdr. Anwar, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
i) Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam
daftar pustaka.
Misalnya:
• Alisjahbana, Sultan Takdir. 1949. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan
2. Djakarta: PT Pustaka Rakjat.

j) Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya
untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya:
• B. Ratulangi, S.E.
• Ny. Khadijah, M.A.

k) Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak
membatasi.
Misalnya:
• Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, berkunjung ke Manado.
• Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, mengikuti latihan
paduan suara.

l) Tanda koma dipakai di muka angka persepuluh atau di antara rupiah dan sen yang
dinyatakan dengan angka.
Misalnya:
• 12,5 m
m) Tanda koma dapat dipakai––untuk menghindari salah baca––di belakang keterangan
yang terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
• Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang
bersungguh-sungguh.

n) Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang
mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya
atau tanda seru.
Misalnya:
• “ Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim.
3. Tanda Titik Koma (;)
a) Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis
dan setara.
Misalnya:
• Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga.

b) Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk
memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk.
Misalnya:
• Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk memasak di dapur; Adik
menghapal nama-nama pahlawan nasional.

4. Tanda Titik Dua (:)

a) Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan
pemerian.
Misalnya:
• Ketua : Moch. Achyar
• Sekretaris : Tati Suryati
b) Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara
surah dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu
karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
• (v) Tempo, I (34), 1971:7
• (vi) Surah Yasin:9
c) Titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan
pelaku dalam percakapan.
Misalnya:
• Ayah : “Karyo, sini kamu!”
d) Titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti
rangkaian atau pemerian.
Misalnya:
• Pak Adi mempunyai tiga orang anak: Ardi, Aldi, dan Asdi.

5. Tanda Hubung (-)


a) Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar atau kata berimbuhan yang
terpisah oleh pergantian baris.
Misalnya:
• Walaupun demikian, masih banyak yang ti-dak mematuhi peraturan tersebut.

b) Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.


Misalnya:
• Anak-anak, kupu-kupu, berulang-ulang, kemerah-merahan, mondar-mandir,
sayur-mayur

c) Tanda hubung menyambung huruf dari kata yang dieja satu-satu dan bagian-
bagian tanggal.
Misalnya:
• p-a-n-i-t-i-a

d) Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan kata dengan kata berikutnya atau
sebelumnya yang dimulai dengan huruf kapital, kata/huruf dengan angka,
angka dengan kata/huruf.
Misalnya:
• se-Indonesia, se-Jabodetabek, mem-PHK-kan, sinar-X, peringkat ke-2, S-1, tahun
50-an

e) Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan


unsur bahasa asing.
Misalnya:
• di-smash, pen-tackle-an

6. Tanda Tanya
a) Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
• Kapan ia berangkat?
b) Tanda tanya dipakai di dalam kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang
disangsikan kebenarannya.
Misalnya:
• Ia dilahirkan pada tahun 1983 (?).
7. Tanda Seru (!)
a) Tanda seru dipakai pada akhir kalimat printah.
Misalnya:
• Bersihkan kamar itu sekarang juga!

b) Tanda seru dipakai pada akhir ungkapan atau pernyataan yang


menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ketakjuban, ataupun rasa
emosi yang kuat.
Misalnya:
• Alangkah seramnya peristiwa itu!

8. Tanda Kurung ((...))


a) Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
• Komisi A telah selesai menyusun GBPK (Garis-Garis Besar Program Kerja)
dalam sidang pleno tersebut.

b) Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian


integral pokok pembicaraan.
Misalnya:
• Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan perkembangan per-ekonomian
Indonesia lima tahun terakhir.

c) Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan
keterangan.
Misalnya:
• Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.

d) Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks
dapat dihilangkan.
Misalnya:
• Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a).

9. Tanda Kurung Siku ([...])


a) Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai korekssi
atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda
itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di
dalam naskah asli.
Misalnya:
• Sang Puteri men[d]engar bunyi gemerisik.

b) Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah
bertanda kurung.
Misalnya:
• Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat
halaman 35––38]) perlu dibentangkan di sini.

10. Tanda Petik (“...”)


a) Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan
naskah atau bahan tertulis lainnya.
Misalnya:
• “Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!”

b) Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam
kalimat.
Misalnya:
• Sajak “Berdiri Aku” terdaapat pada halaman 5 buku itu.
• Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul “Rapor dan Nilai Prestasi di
SMA” diterbitkan dalam harian Tempo.

c) Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang
mempunyai arti khusus.
Misalnya:
• Saat ini ia sedang tidak mempunyai pacar yang di kalangan remaja dikenal dengan
“jomblo”.
• Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “si Hitam”.

11. Tanda Petik Tunggal (‘...’)


a) Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya:
• Tanya Basri, Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”
• “Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, ‘Ibu, Bapak pulang’, dan
rasa letihku lenyap seketika,” ujar Pak Hamdan.

b) Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau
ungkapan asing.
Misalnya:
• Feed-back berarti ‘balikan’.

12. Tanda Garis Miring (/)


a) Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan
penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
Misalnya:
• No. 12/PK/2005
• Jalan Kramat III/10

b) Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.


Misalnya:
• Laki-laki/Perempuan
• 120 km/jam

13. Tanda Penyingkat atau Apostrof (‘)


Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka
tahun.
Misalnya:
• Gunung pun ‘kan kudaki. (‘kan = akan)
• 17 Agustus ’45 (’45 = 1945)
BAB IV

Kesimpulan

Ejaan merupakan keseluruhan peraturan bagaimana menggambarkan lambang-lambang


bunyi ujaran dan bagaimana interrelasi antara lambang-lambang itu (pemisahannya,
penggabungannya) dalam suatu bahasa. Ejaan yang disempurnakan bertujuan untuk dapat
berkomunikasi dengan bahasa indonesia yang baik dan benar. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam EYD, seperti :

1. Pemakaian huruf

3. Penulisan kata

4. Pemakaian tanda baca

B. Penutupan
Dari tugas makalah tersebut, banyak hal yang dapat kita pelajari. Seperti halnya yang sudah kami harapkan
dan sampaikan pada kata pengantar tugas makalah ini, yaitu semoga dengan terselesaikannya makalah ini dapat
menambah wawasan kita dan pemahaman kita mengenai pengguanaan tanda baca yang baik dan benar yang tentu
saja sesuai dengan EYD.
DAFTAR PUSTAKA

Sugihastuti, dkk. 2006. Editor Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


Finoza, Lamudin. 1993.Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia,.
Alwi, Hasan. Dkk. 2003, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi-2. Jakarta: Balai
Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai