Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM BIOLOGI LAUT

LAMUN DAN MAKROZOOBENTHOS DI PANTAI PERAWAN,


PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU
Disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas laporan akhir praktikum
mata kuliah Biologi Laut semester genap
Disusun oleh :
Siti Laila Rufaidah

230110140077

Imas Siti Nurhalimah

230110140084

Egi Sahril

230110140089

Felisha Gitalasa

230110140093

Adinda Kinasih Jacinda

230110140108

Indra Adiwiguna

230110140129
Kelas :

Perikanan B/Kelompok 4

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2016

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

1.2

Tujuan Praktikum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1

Lamun

2.1.1

Peranan Ekologis

2.1.2

Peranan Biologis

2.2

Makrozoobenthos

2.2.1

Peranan Ekologis

2.2.2

Peranan Biologis

BAB III METODA DAN HASIL


3.1

Waktu dan Tempat

3.2

Metoda yang Dipakai

3.2.1

Metode Pengukuran Lamun & Makrozoobenthos

3.3

Hasil

3.4

Pembahasan

3.4.1

Peranan dan Fungsi Lamun & Makrozoobenthos dengan Keadaan Pantai

3.4.2

Manfaat Lamun bagi pantai

BAB IV KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Lamun merupakan Tumbuhan Berbunga (Angiospermae) Yang mampu

Beradaptasi secara Penuh di Perairan yang salinitas nya cukup tinggi atau hidup
terbenam di dalam air dan memiliki Rhizoma, daun, dan akar sejati.
Padang

lamun

memiliki

keanekaragaman

hayati

tinggi.

Indonesia

diperkirakan memiliki 13 jenis lamun. Selain itu padang lamun juga merupakan
habitat penting untuk berbagai jenis hewan laut, seperti: ikan, Mollusca, crustacea,
echinodermata, penyu, dugong dll. Lamun dapat membantu mempertahankan kualitas
air. Lamun dapat mengurangi dampak gelombang pada pantai sehingga dapat
membantu menstabilkan garis pantai. Padang lamun menyediakan berbagai
sumberdaya yang dapat digunakan untuk menyokong kehidupan masyarakat, seperti
untuk makanan, perikanan, bahan baku obat, dan pariwisata.
1.2

Tujuan Praktikum
Mengamati Distribusi Komunitas Lamun

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Lamun

2.1.1

Peranan Ekologis

2.1.2

Peranan Biologis

2.2

Makrozoobenthos

2.2.1

Peranan Ekologis

2.2.2

Peranan Biologis

BAB III
METODA DAN HASIL
3.1

Waktu dan Tempat


Praktikum Biologi Laut pengamatan terhadap Lamun ini dilaksanakan pada

tanggal 3 Juni 2016, pukul 14.00 WIB yang bertempat di Pantai Perawan, Pulau Pari,
Kepulauan Seribu.
3.2

Metoda yang Dipakai


Metode ini dilakukan dengan menetapkan transek transek garis dari darat ke

arah laut ( tegak lurus garis pantai sepanjang zonasi padang lamun yang terjadi) di
daerah intertidal.
3.2.1

Metode Pengukuran Lamun


Metode pengukuran Lamun ini dilakukan dengan cara :
1. Ditentukan lamun dengan survey lapangan lokasi sampling ekosistem
terlebih dahulu.
2. Digunakan metode garis transek (transect line method) untuk mengetahui
kondisi ekosistem lamun.
3. Ditarik tali raffia pada transek sepanjang 50 meter. Sedangkan interval titik
sampling yang satu dengan yang lain adalah 5 meter.
4. Diambil contoh pada setiap titik sampling dengan menggunakan kuadran
transek.
5. Diberi label lamun yang berada dalam bingkai tersebut dan diambil foto
dokumentasi nya. Ambil foto dengan sudut severtikal mungkin, sudah
termasuk di dalamnya bingkai kuadran dan label kuadran, hindari
bayangan daerah pantulan air di area padang lamun.
6. Digambarkan komposisi sedimennya (misalnya ; pasir, pasir halus, pasir
berlumpur, dll)
7. Ditaksir persentase luas tutupan lamun dengan acuan foto penuntun.

7. Diidentifikasi jenis jenis lamun pada kuadran melalui penentuan


persentase kontribusi spesies/jenis (total harus 100%) gunakan kunci
identifikasi yang tersedia
8. Dicatat semua oraganisme lain yang penting dalam kuadran seperti ;
moluska, teripang, bulu babi.
9. Dihitung semua oraganisme lain yang penting dalam kuadran seperti ;
moluska, teripang, bulu babi.
3.3

Hasil
Tanggal

: 3 Juni 2016

Nama Lokasi (Kota/Kab.)

: Pulau Pari Kepulauan Seribu

Provinsi

: DKI Jakarta

Koordinat

: S 05.85326 o / E 106.62205 o

Transek No

:
Tabel 1. Hasil Pengamatan Komunitas Lamun
Tutupan
Lamun
(%)

Komposisi
Spesies Lamun
EA
TH

Kuadra
n

Sedimen

Keterangan

0M

Pasir

5M

Pasir

10 M

Pasir

Ada

33%

15 M

Pasir

Ada

44%

6%

Foto

Tutupan
Alga (%)

20 M

Pasir

Ada

60%

25 M

Pasir

Ada

56%

30 M

Pasir

Ada

40%

35 M

Pasir

Ada

80%

40 M

Pasir

Ada

28%

45 M
50 M

Pasir
Pasir

Ada
Ada

42%
32%

v
v

Tabel 2. Hasil Pengamatan Makrobenthos

No

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Jenis /
Spesies
Bivalvia
Gastropoda
Coelenterata
Gastropoda
Bivalvia
Coelenterata
Bivalvia
Bivalvia
Holothuridae
Gastropoda
Bivalvia
Gastropoda
Bivalvia
-

Jumlah
individu
dalam
kuadran
(1,2,3,4,5)

Jumlah
total
individu

-;4;-;2;1;1;1;3;1;-;-;-;2;1;3;5;3;-;-;-;-;-;1;-;-;3;-;-;1;
1;-;-;3;1
-;1;-;-;1
1;-;-;2;1
-;1;-;-;3;-;-;-;1;-;-;-;-

6
6
1
11
8
1
4
5
1
4
1
3
1
-

Jumlah
kuadran
tempat
ditemukan
spesies
tersebut
2
4
1
4
2
1
2
3
1
3
1
1
1
-

Jumlah
kuadran
yang
digunakan

Kelimpahan

Kepadatan

5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5

3
1.5
1
2.75
4
1
2
1.67
1
1.33
1
3
1
-

1.2
1.2
0.2
2.2
1.6
0.2
0.8
1
0.2
0.8
0.2
0.6
0.2
-

3.4

Pembahasan

3.4.1

Peranan dan Fungsi Lamun dan Makrozoobenthos dengan Keadaan


Pantai

Lamun merupakan biota laut yang seluruh bagiannya (akar, daun, dan
rhizome) terendam di dalam air. Lamun hidup di lautan yang dangkal dan biasanya
menempel pada substrat yang berlumpur, thalusnya tegak berdiri dengan panjang bisa
mencapai satu meter (Romimohtarto,2001). Pengamatan lamun di perairan pantai
Perawan, Pulau Pari, Kepulauan Seribu dilakukan dengan menggunakan transek garis
didalam air dengan meletakkan sebuah transek tersebut didasar laut yang berukuran
1x1 meter. Namun sebelum itu dibuat garis secara horizontal sepanjang 50 m, dimana
setiap 5m nya diamati. Lamun yang berada pada transek merupakan objek
pengamatan pada praktikum ini. Cara pengamatannya yaitu dengan menggunakan
snorkel yang berfungsi untuk mempermudah pengamatan Lamun didalam air. Sampel
yang berhasil ditemukan didokumentasikan dan untuk selanjutnya diidentifikasi.
Selain itu juga dilihat kelimpahan lamun dalam transek tersebut. Dimana pada plot
pertama untuk titik pertama yaitu pada kuadran 0 m tidak dijumpai jenis lamun yang
apapun, begitu pula dengan pengamatan lamun pada titik kedua yaitu pada kuadran
5m tidak ditemukan lamun dan bersubstrat pasir.
Pengamatan lamun pada titik ketiga, dilakukan dengan cara yang sama namun
tempat transek yang berbeda yaitu pada kuadran 10 m. Di dalam transek ini terdapat
jenis lamun Thalassia Hemprichii yang telah kami identifikasi sesuai dengan modul
yang diberikan sebanyak 33%. Dikatakan Thalassia Hemprichii karena cirinya yang
memiliki bintik-bintik hitam kecil (sel tannin) pada daun, rimoang tebal dengan skala
diantara tuna, daun berbentuk sabit/sedikit melengkung, dan panjang duaun berkisar
antara 10 cm hingga 40 cm.
Pengamatan lamun pada titik keempat, dilakukan dengan cara yang sama
namun tempat transek yang berbeda yaitu pada kuadran 15 m. Di dalam transek ini
terdapat jenis lamun Thalassia Hemprichii yang telah kami identifikasi sesuai dengan
modul yang diberikan sebanyak 44%. Dikatakan Thalassia Hemprichii karena cirinya
yang memiliki bintik-bintik hitam kecil (sel tannin) pada daun, rimoang tebal dengan
skala diantara tuna, daun berbentuk sabit/sedikit melengkung, dan panjang duaun

berkisar antara 10 cm hingga 40 cm. Pada kuadran ini ditemukan pula persentase
tutupan alga sebesar 6%.
Pengamatan lamun pada titik kelima, dilakukan dengan cara yang sama
namun tempat transek yang berbeda yaitu pada kuadran 20 m. Di dalam transek ini
terdapat jenis lamun Thalassia Hemprichii yang telah kami identifikasi sesuai dengan
modul yang diberikan sebanyak 60%. Dikatakan Thalassia Hemprichii karena cirinya
yang memiliki bintik-bintik hitam kecil (sel tannin) pada daun, rimoang tebal dengan
skala diantara tuna, daun berbentuk sabit/sedikit melengkung, dan panjang duaun
berkisar antara 10 cm hingga 40 cm.
Pengamatan lamun pada titik keenam, dilakukan dengan cara yang sama
namun tempat transek yang berbeda yaitu pada kuadran 25 m. Di dalam transek ini
terdapat jenis lamun Enhalus Acoroides dan Thalassia Hemprichii yang telah kami
identifikasi sesuai dengan modul yang diberikan sebanyak 56%. Dikatakan Enhalus
Acoroides karena cirinya yang memiliki daun sangat panjang seperti pita, rimpang
tebal dan rambut hitam panjang dan akar seperti tali, serta panjang daun berkisan
antara 30 cm hingga 150 cm. Sedangkan, dikatakan Thalassia Hemprichii karena
cirinya yang memiliki bintik-bintik hitam kecil (sel tannin) pada daun, rimoang tebal
dengan skala diantara tuna, daun berbentuk sabit/sedikit melengkung, dan panjang
duaun berkisar antara 10 cm hingga 40 cm.
Pengamatan lamun pada titik tujuh, dilakukan dengan cara yang sama namun
tempat transek yang berbeda yaitu pada kuadran 30 m. Di dalam transek ini terdapat
jenis lamun Enhalus Acoroides yang telah kami identifikasi sesuai dengan modul
yang diberikansebanyak 40%. Dikatakan Enhalus Acoroides karena cirinya yang
memiliki daun sangat panjang seperti pita, rimpang tebal dan rambut hitam panjang
dan akar seperti tali, serta panjang daun berkisan antara 30 cm hingga 150 cm.
Pengamatan lamun pada titik delapan, dilakukan dengan cara yang sama
namun tempat transek yang berbeda yaitu pada kuadran 35 m. Di dalam transek ini
terdapat jenis lamun Thalassia Hemprichii yang telah kami identifikasi sesuai dengan
modul yang diberikan sebanyak 80%. Dikatakan Thalassia Hemprichii karena cirinya

yang memiliki bintik-bintik hitam kecil (sel tannin) pada daun, rimoang tebal dengan
skala diantara tuna, daun berbentuk sabit/sedikit melengkung, dan panjang duaun
berkisar antara 10 cm hingga 40 cm.
Pengamatan lamun pada titik sembilan, dilakukan dengan cara yang sama
namun tempat transek yang berbeda yaitu pada kuadran 40 m. Di dalam transek ini
terdapat jenis lamun Enhalus Acoroides dan Thalassia Hemprichii yang telah kami
identifikasi sesuai dengan modul yang diberikan sebanyak 28%. Dikatakan Enhalus
Acoroides karena cirinya yang memiliki daun sangat panjang seperti pita, rimpang
tebal dan rambut hitam panjang dan akar seperti tali, serta panjang daun berkisan
antara 30 cm hingga 150 cm. sedangkan, dikatakan Thalassia Hemprichii karena
cirinya yang memiliki bintik-bintik hitam kecil (sel tannin) pada daun, rimoang tebal
dengan skala diantara tuna, daun berbentuk sabit/sedikit melengkung, dan panjang
duaun berkisar antara 10 cm hingga 40 cm.
Pengamatan lamun pada titik sepuluh, dilakukan dengan cara yang sama
namun tempat transek yang berbeda yaitu pada kuadran 45 m. Di dalam transek ini
terdapat jenis lamun Thalassia Hemprichii yang telah kami identifikasi sesuai dengan
modul yang diberikan sebanyak 42%. Dikatakan Thalassia Hemprichii karena cirinya
yang memiliki bintik-bintik hitam kecil (sel tannin) pada daun, rimoang tebal dengan
skala diantara tuna, daun berbentuk sabit/sedikit melengkung, dan panjang duaun
berkisar antara 10 cm hingga 40 cm.
Pengamatan lamun pada titik sebelas, dilakukan dengan cara yang sama
namun tempat transek yang berbeda yaitu pada kuadran 50 m. Di dalam transek ini
terdapat jenis lamun Thalassia Hemprichii yang telah kami identifikasi sesuai dengan
modul yang diberikan sebanyak 32%. Dikatakan Thalassia Hemprichii karena cirinya
yang memiliki bintik-bintik hitam kecil (sel tannin) pada daun, rimoang tebal dengan
skala diantara tuna, daun berbentuk sabit/sedikit melengkung, dan panjang duaun
berkisar antara 10 cm hingga 40 cm.
Lamun selian memiliki karakteristik fisik khusus yang telah disebutkan diatas,
juga membutuhkan parameter khusus agar bisa tumbuh di laut. Menurut Noir

Primadona Purba (2012) pada jurnalnya yang berjudul Pengaruh Tinggi Pasang Surut
Terhadap Pertumbuhan dan Biomassa Daun Lamun Enhalus Acoroides Di Pulau Pari
Kepulauan Seribu Jakarta, lamun hidup pada pH optimal antara 7.5-8.5 serta salinitas
dengan nilai 35 %, selain itu komposisi sedimen juga mempengaruhi kerapatan dan
pertumbuhan dimana semakin tinggi kerapatan akan meningkatkan tingkat kompetisi
antar masing-masing individu sehingga akan menyebabkan kekurangannya unsur
haradan cahaya yang menghambat proses fotosintesis dan pertumbuhan lamun.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kehidupan dan kelimpahan
lamun di laut. Faktor faktor tersebut diantaranya kualitas air, substrat dasar
perairan. Kualitas air meliputi temperatur, cahaya, salinitas, kecerahan dan nutrien.
Temperatur merupakan salah satu faktor ekologi perairan yang sangat penting, karena
mempengaruhi proses-proses fisiologis lamun, seperti ketersediaan dan penyerapan,
nutrien, respirasi dan siklus protein. Selain itu, substrat dasar perairan yang mudah
terbawa gelombang ataupun karena adanyanya pergerakan membuat air menjadi
keruh sehingga cahaya matahari susah untuk menembus. Hal ini sesuai dengan apa
yang dikatakan Sastrawijaya (1991), cahaya matahari tidak dapat menembus dasar
perairan jika konsentrasi bahan tersuspensi atau zat terlarut tinggi. Berkurangnya
cahaya matahari disebabkan karena banyaknya faktor antara lain adanya bahan yang
tidak larut seperti debu, tanah liat maupun mikroorganisme air yang mengakibatkan
air menjadi keruh.
Stirn (1981) dalam Susilowati (2007) menyatakan, ekosistem yang stabil
dicirikan oleh keanekaragaman komunitas yang tinggi, tidak ada dominansi jenis,
serta jumlah individu per jenis terbagi merata. Selanjutnya dikatakan pula bahwa
komunitas pada lingkungan tercemar dicirikan oleh keanekaragaman yang rendah
dan adanya perubahan struktur komunitas dari yang mantap menjadi tidak mantap.
Menurut Wilhm (1975) dalam Sinaga (2009), perubahan sifat substrat dan
penambahan

pencemaran

keanekaragamannya.
lingkungan

akan

Respon

digunakan

untuk

berpengaruh terhadap

komunitas makrozoobentos
menduga pengaruh

kelimpahan
terhadap

berbagai

dan

perubahan

kegiatan

seperti

industri, pertambangan, pertanian, dan tata guna lahan lainnya yang akan
mempengaruhi kualitas perairan. Masukan bahan organik, bahan kimia dan
perubahan substrat dapat mempengaruhi komunitas makrozoobenthos (APHA,
1976 dalam Ridwan, 2004).
Kelimpahan makrozoobentos diperairan dipengaruhi oleh faktor fisika,
kimia, dan juga faktor biologi seperti suhu, pH, kekeruhan, tipe substrat, arus,
kedalaman, gas-gas terlarut, dan interaksi dengan organisme lain. Hal ini
menyebabkan adanya perubahan kualitas air akan

mengubah

komposisi

dan

besarnya populasi makrozoobentos (Odum 1993)


Berdasarkan metode yang dilakukan pada saat praktikum biologi laut dibagi
menjadi 9 lokasi pengamatan, lokasi tersebut didapatkan setelah ditarik tali raffia
sepanjang 50 meter. Dengan menggunakan interval titik sampling yang satu dengan
yang lain adalah 5 meter. Pada setiap titik sampling diambil contoh. Berdasarkan
hasil praktikum yang dilakukan tersebut diperoleh jenis-jenis makrozoobentos yang
didapatkan pada beberapa kuadran lokasi paktikum seperti Tabel. Pada Tabel tersebut
dari nomor 6 sampai 9 dapat dilihat makrozoobentos yang didapatkan sebanyak 2
kelas yaitu Gastropoda dan Bivalvia. Berdasarkan data hasil pengamatan di atas juga
dari nomor lokasi 6 sampai dengan 9 kepadatan yang paling tinggi terdapat pada
nomor 6 dengan jenis/spesies gastropoda dengan nilai kepadatan sebesar 4 individu/
m 2 . Sedangkan kepadatan yang terendah diperoleh pada nomor lokasi 7 dan 9
2
masing-masing mempunyai kepadatan sebesar 1 individu/ m . Pada bagian nomor

lokasi ke 6 sampai 9 ini Makrozoobentos yang paling banyak ditemukan adalah dari
kelas Gastropoda, ini disebabkan kondisi lingkungan sesuai dengan kehidupannya.
Pada makrozoobenthos ditemukan 13 biota yaitu dari filum Moluska kelas
Gastropoda yaitu Littorina scabra, Telebralia palustris, Telebra areolata, Corbicula
sp. Telescopium sp, Cypraea sp, Comitia rotellina, Papiuna (cahefriula) lacteolata
(siput), Papiuna (zetemina) metrodora (siput), Melapus flavus (siput), Cassidula

angulifera (siput), Dythia scarabaeus (siput), Pyramidella sulcata (siput), selanjutnya


filum Moluska kelas Bivalvia ada 2 yaitu Tellina sp (kerang), Codokia tigerina
(kerang), selanjutnya dari filum Anelida kelas Polycaetha ada 1 yaitu Nephyts sp
(cacing laut), dari filum echinodermata kelas Holoturoidea yaitu Holothuria sp.
Komposisi

makrozoobentos

tertinggi yaitu

kelas

Gastropoda, hal ini

disebabkan karena kelas Gastropoda dapat ditemukan di berbagai jenis substrat,


baik substrat berbatu, berpasir maupun berlumpur. Menurut Hutchinson (1993),
Gastropoda merupakan hewan yang dapat hidup dan berkembang dengan baik pada
berbagai jenis substrat yang memiliki kesediaan makanan dan kehidupannya selalu
dipengaruhi oleh kondisi fisik kimia perairan seperti, suhu, pH maupun oksigen
terlarut. Hasil penelitian juga menunjukkan kelas Gastropoda dan Bivalvia
mendominasi komposisi jenis makrozoobentos. Hal ini disebabkan karena kedua
kelas tersebut termasuk kedalam filum Moluska, dimana Moluska merupakan salah
satu filum yang memiliki anggota paling banyak diantara anggota organisme
perairan yang lainnya yakni 80.000 spesies hidup dan 35.000 spesies fosil (Barnes
1987 dalam Simamora 2009).
Keberadaan makrozoobenthos yang mendiami daerah lamun tersebut
menunjukan bahwa adanya kehidupan yang dinamik terjadi interaksi antara lamun
biota-biota laut, terutama saling memanfaatkan dan saling membutuhkan dalam
proses pertumbuhan dan berkembangbiak. Adapula peran benthos yang memiliki
peranan penting bagi kepentingan manusia, misalnya sebagai makanan manusia,
sebagai mata rantai makanan di laut, dan sebagai indikator perairan.
3.4.2

Manfaat Lamun bagi pantai


Secara ekologi, kebun lamun mempunyai beberapa fungsi penting di daerah

pesisir. Lamun merupakan sumber utama produktivitas primer di perairan dangkal di


seluruh dunia dan merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme
(dalam bentuk detritus). Selanjutnya mereka berfungsi menstabilkan dasar-dasar
lunak dimana kebanyakan spesies tumbuh, terutama dengan sisten akr yang padat dan

saling menyilang. Penstabilan dasar olah akar ini sangat kuat dan mampu bertahan
dalam topan badai sekalipun. Sebaliknya, sistem ini dapat melindungi banyak
organisme. Jadi terdapat banyak hewan umum yang dijumpai di kebun lamun, tetapi
tidak berhubungan dengan tingkatan makanan secara langsung. Kebun lamun
berperan juga sebagi tempat pembesaran bagi banyak spesies yang menghabiskan
waktu dewasanya dilingkungan lain (Nyabaken JW. 1992).

BAB IV
KESIMPULAN
Kesimpulan Lamun
Semakin tinggi kerapatan atau tutupan lamun akan meningkatkan tingkat
kompetisi antar masing-masing individu sehingga akan menyebabkan kekurangannya
unsur hara dan cahaya yang menghambat proses fotosintesis dan pertumbuhan lamun.
Ketutupan lamun terendah atau pertumbuhan lamun tercepat yaitu pada kuadran 40 m
sebesar 28 % sedangkan ketutupan lamun tertinggi atau pertumbuhan lamun paling
lambat yaitu pada kuadran 35 m sebesar 80 %.
Kesimpulan Benthos
Keberadaan makrozoobenthos yang mendiami daerah lamun tersebut
menunjukan bahwa adanya kehidupan yang dinamik terjadi interaksi antara lamun
biota-biota laut, terutama saling memanfaatkan dan saling membutuhkan dalam
proses pertumbuhan dan berkembangbiak. Keberadaan makrozoobenthos di Pantai
Pasir Perawan, Pulau Pari bisa di katakan melimpah dengan komposisi
makrozoobentos tertinggi yaitu kelas Gastropoda, hal ini disebabkan karena kelas
Gastropoda dapat ditemukan di berbagai jenis substrat, baik substrat berbatu,
berpasir maupun berlumpur.

DAFTAR PUSTAKA
Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Diterjemahkan Oleh T. Samingan.
Gadjah Mada Universty Press.Yogyakarta.
Purba, Noir Primadona dkk. 2012. Pengaruh Tinggi Pasang Surut Terhadap
Pertumbuhan dan Biomassa Daun Lamun Enhalus Acoroides Di Pulau Pari
Kepulauan Seribu Jakarta. Jatinangor. Unversitas. Padjadjaran.
Ridwan, D. 2004. Komunitas Makrozoobentos Sebagai Indikator Biologi
Perairan Sungai Ciliwung. Skripsi FPIK-IPB. Bogor. (tidak diterbitkan)
Simamora, D. R. 2009. Studi Keanekaragaman Makrozoobentos di Aliran Sungai
Padang Kota Tebing Tinggi. Skripsi FMIPA USU. Medan (tidak diterbitkan).

Anda mungkin juga menyukai