Anda di halaman 1dari 32

BAB I

ANATOMI FISIOLOGI
HIV/AIDS

Anatomi merupakan ilmu yang mempelajari susunan/struktur dari tubuh


manusia dan hubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.
Sedangkan fisiologi merupakan ilmu yang mempelajari fungsi dari tubuh manusia
dalam keadaan normal, keterangan fungsi dari tubuh manusia dijabarkan dalam
fungsi setiap organ dari fungsi masing-masing sistem dalam tubuh manusia dalam
keadaan normal. Misalnya ada kelainan di susunan/struktur suatu organ maka fungsi
dari organ tadi akan terganggu.
Pada bab ini, kita akan membahas materi tentang Anatomi Fisiologi HIV/AIDS.
Secara struktural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder yang
dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar melebar.
Pada pusat lingkaran terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang
merupakan komponen fungsional dan struktural. Tiga gen tersebut yaitu gag, pol,
BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

danenv. Gag berarti group antigen, pol mewakili polimirase, envatauanvelope. Gen
gag mengode protein inti. Gen pol mengodeenzim reverse transcriptase, protease
danintegrase. Gen env, mengode komponen structural HIV yang dikenal dengan
glikoprotein (Nursalam & Kurniawati, 2008).
A. Limfosit T dan Limfosit B
Ketika sistem imun melemah atau rusak oleh virus seperti HIV,
tubuh akan lebih mudah terkena infeksi oportunistik. Sistem imun terdiri atas
organ dan jaringan limfoid, termasuk didalamnya sumsum tulang, thymus,
nodus limfa, limfa, tonsil, adenoid, appendiks, darah dan pembuluh limfa.
Seluruh komponen dari sistem imun tersebut adalah penting dalam produksi
dan perkembangan limfosit atau sel darah putih. Limfosit B dan T diproduksi
oleh sel-sel sumsum tulang. Sel B tetap berada di sumsum tulang untuk
melengkapi proses maturasi, sedangkan limfosit T berjalan kekelenjar
thymus untuk melengkapi proses maturasi. Dikelenjer thymus inilah limfosit
T menjadi bersifat imunokompetent, multiple dan mampu berdifiriensasi.
Limfosit Sel B dan T
1. Sel B
Fungsi utama sel B adalah sebagai imunitas antibodi humoral.
Masing-masing sel B mampu mengenali antigen spesifik dan
mempunyai kemampuan untuk mensekresi antibodi spesifik. Antibodi
bekerja dengan cara membungkus antigen, membuat antigen lebih
mudah untuk difagositosis (proses penelanan dan pencernaan antigen
oleh leukosit dan magrofag). Atau dengan membungkus antigen dan
memicu sistem komplemen (yang berhubungan dengan respons
inflamasi). Antibodi adalah molekul khusus yang mengandung serum
protein yang tinggi. Antibodi dikelompokkan menjadi 5 jenis yaitu: igG,
BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

igA, igM, igE, dan igD, dimana masing-masing mempunyai fungsi


khusus.
2. Sel T
Limfosit T atau sel T mempunyai fungsi utama, yaitu:
a. Regulasi sistem imun
b. Membunuh sel yang menghasilkan antigen target khusus.
Ada beberapa macam sel T, yaitu:
a. Sel limfosit T Sitotoksik/Killer T cells (CD8+)
b. Sel limfosit T Penolong/Helper T cells (CD4+)
Sel ini berperan sebagai pengelola, mengarahkan respon
imun. Sel-sel ini mengeluarkan limfokin yang merangsang sel T
Killer dan sel B untuk tumbuh dan membelah diri, memicu netrofil
dan memicu kemampuan makrofag untuk menelan dan merusak
mikroba. Sel T Helper mengatur sistem imun dan mengontrol
kualitas sistem imun.
c. Sel T Spresor
Sel ini menghambat produksi sel T Killer jika tidak
dibutuhkan lagi. Sel T Supressor mengurangi respon imun jika
infeksi berhasil diatasi.
d. Sel T Memory
Sel ini diprogram untuk mengenal dan merespon pathogen
(Nadyah, 2011).
3. Fagosit
Termasuk didalamnya adalah monosit dan magrofag, sel darah
putih dengan jumlah besar yang mengelilingi dan mencerna sel yang
membawa partikel-partikel antigen. Ditemukan diseluruh tubuh, fagosit
membersihkan tubuh dari sl yang rusak, memulai respon imun dengan
membawa APC (antigen precenting cells) pada limfosit, yang penting

BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

dalam proses regulasi dan inflamasi respon imun, dan membawa reseptor
untuk sitokin. Sel dendrit, tipe lain dari fagosit juga merupakan APC.
Netrofil adalah fagosit granulosit yang penting dalam proses inflamasi
(Nursalam & Kurniawati, 2008).
B. Struktur Virus HIV

HIV mempunyai inti (nukleoid) berbentuk silindris dan eksentrik,


mengandung 2 rangkaian genom RNA diploid, dengan masing-masing rangkaian
memiliki enzim transkriptase reversi (RT), dan integrase. Selain itu di dalam inti juga
terdapat enzim protease yang tidak melekat pada rangkaian RNA. Partikel yang
membentuk inti silindris ini adalah protein kapsid ( P24), yang menutupi komponen
nukleoid tersebut sehingga membentuk struktur nukleokapsid. Protein matriks p17
merupakan bagian dalam sampul virus HIV Bagian paling luar adalah lapisan
membran fosfolipid yang berasal dari membran plasma sel pejamu. Pada membran
permukaan virion terdapat tonjolan yang terdiri atas molekul glikoprotein (gp120)
dengan bagian transmembran yang merupakan gp4l yang keduanya dibentuk oleh
virus.

BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

Sel HIV terdir dari:


1. Inti
Inti (nukleoid) berbentuk silindris dan eksentrik, mengandung 2
rangkaian genom RNA diploid, dengan masing-masing rangkaian memiliki
enzim transkriptase reversi (RT), dan integrase. RNA dan enzim transkriptase
reversi (polimerase), protease, dan integrase.
2. Kapsida
Antigen p24
3. Sampul
Antigen p17 dan tonjolan glikoprotein (gp120 dan gp41) (Widoyono,
2011).
C. Siklus Hidup HIV
Sel pejamu yang terinfeksi oleh HIV memiliki waktu hidup sangat pendek,
hal ini berarti HIV secara terus menerus menggunakan sel pejamu baru untuk
mereplikasi diri sebanyak 10 milyar virus dihasilkan setiap harinya. Serangan
pertama HIV akan tertangkap oleh sel dendrite pada membrane mukosa dan kulit
pada 24 jam pertama setelah paparan. Sel terinfeksi tersebut akan membuat jalur
kenodus limfa dan kadang-kadang kepembuluh darah perifer selama 5 hari setelah
paparan,

dimana

replikasi

virus

BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

menjadi

semakin

cepat.

Siklus hidup HIV


dapat dibagi menjadi 5 fase yaitu:
a. Masuk dan mengikat
b. Reverse transcriptase
c. Replikasi
d. Budding
e. Maturasi (Nursalam & Ninuk, 2008)
Siklus hidup HIV dimulai ketika virion HIV melekatkan diri pada sel
pejamu. Perlekatan ini dimulai dari interaksi antara kompleks env yang terdiri dari 3
pasang molekul gp120 dan molekul trans membran gp 41 yang merupakan molekul
trimerik membran virion dengan membran sel target. Pertama-tama terbentuk ikatan
antara satu subunit gp 120 dengan molekul CD4 sel pejamu. Perlekatan ini
menginduksi perubahan konformasional (membran virion melekuk agar gp120 kedua
dapat ikut melekat) yang memicu perlekatan gp120 kedua pada koreseptor kemokin
(CXCR4, CCR5). Ikatan dengan koreseptor ini selanjutnya menginduksi perubahan
konformasional pada gp41 (semula berada di lapisan lebih dalam membran virion)
untuk mengekspos komponen hidrofobiknya sampai ke lapisan membran pejamu,
BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

(karena mampu bergerak seperti ini maka gp41 dinamakan peptida fusi) dan
kemudian menyisipkan diri ke membran sel pejamu dan memudahkan terjadinya fusi
membran sel HIV dengan membran sel pejamu dan sel inti HIV dapat masuk ke
dalam sitoplasma sel pejamu.
Di dalam sel pejamu bagian inti nukleoprotein keluar, enzim di dalam
kompleks nukeoprotein ini menjadi aktif. Genom RNA HIV ditranskripsi menjadi
DNA oleh enzim transkriptase reversi (RT= Reverse Transcriptase). DNA HIV yang
terbentuk kemudian masuk ke nukleus sel pejamu melalui bantuan enzim integrase.
Integrasi diperkuat bila pada saat yang sama DNA pejamu bereplikasi karena
terstimulasi oleh antigen atau bakteri superantigen. DNA virus HIV yang sudah
berintegrasi ke dalam DNA sel pejamu dinamakan DNA provirus. DNA provirus ini
dapat dormant, atau tidak aktif mentranskripsi sampai berbulan-bulan atau bertahuntahun tanpa adanya protein baru atau virion.
Daur hidup HIV dalam sel terinfeksi diawali dari infeksi HIV dalam sel
inang. Setelah selubung protein dilepaskan, RNA masih terkait dengan protein disalin
menjadi DNA, yang selanjutnya menjadi 2 untai DNA (Provirus) yang disisipkan
dakam DNA sel. Provirus dapat tetap laten atau aktif membentuk virus baru secara
terkendali atau pembentukan virus secara cepat sehingga sel inang lisis (Subowo,
2010).

BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

BAB II
KONSEP MEDIS HIV/AIDS

Acquired immunodeficiency syndrome atau disingkat dengan AIDS merupakan


sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh
manusia akibat infeksi virus. Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency
Virus atau disingkat dengan HIV yaitu virus yang memperlemah kekebalan tubuh
manusia. Orang yang terkena virus HIV akan menjadi rentan terhadap infeksi
oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada
dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benarbenar bisa disembuhkan.
Pada bab ini, kita akan membahas materi tentang konsep medis HIV/AIDS.
Yang tersusun dari apa itu HIV/AIDS? apa penyebabnya? bagaimana proses
terjadinya? bagaimana tanda dan gejalanya? apa pemeriksaan laboratorium yang bisa
BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

diberikan? bagaimana penatalaksanaannya? serta bagaimana prognosis penyakit


tersebut.

A. Defenisi HIV/AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV
menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal
infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai
sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena
berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya selsel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi
yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik,
nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem
kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4
semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai
nol) (KPA, 2007c).
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV
menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal
infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai
sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena
berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-

BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi
yang masuk ke tubuh manusia.
Sampai saat ini belum ada vaksin yang mampu mencegah HIV( mungkin
hanya sebatas mencegah penyebarannya melalui ARV). Orang yang terinfeksi
HIV akan menjadi karier selama hidupnya, firman Allah s.w.t. yang berbunyi:

Terjemahannya:
dan sesungguhnya akan kami berikan cobaan kepadamu

dengan

kelaparan, ketakutan,dan berikanlah berita gembira bagi

orang-orang

sabar. (Al-Baqarah:155)

A. Etiologi HIV/AIDS

BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

10

sedikit

Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang


disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi
oleh Montagnier dan kawan-kawan di Perancis pada tahun 1983 dengan nama
Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat
pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan
internasional pada tahun 1986 nama virus dirubah menjadi HIV.
Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam
bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau
melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit
T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD4. Didalam
sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat
tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus
dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infections yang setiap saat dapat
aktif dan dapat di tularkan selama hidup penderita tersebut.

BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

11

Virus HIV hidup dalam darah, saliva, semen, air mata dan mudah mati di
luar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrofag, dan sel glia
jaringan otak (Siregar, 2008).

B. Patofisiologi HIV/AIDS
BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

12

HIV menempel pada limfosit sel induk melalui gp120, sehingga akan
terjadi fusi membrane HIV dengan sel induk. Inti HIV kemudian masuk ke
dalam sitoplasma sel induk. Di dalam sel induk, HIV akan membentuk DNA
HIV dari RNA HIV melalui enzim polymerase. Enzim integrasi kemudian akan
membantu DNA HIV untuk berintegrasi dengan DNA sel induk.
DNA virus yang dianggap oleh tubuh sebagai DNA sel induk akan
membentuk RNA dengan fasilitas sel induk, sedangkan mRNA dalam
sitoplasma akan diubah oleh enzim protease menjadi partikel HIV. Partikel itu
selanjutnya mengambil selubung dari bahan sel induk untuk dilepas sebagai
virus HIV lainnya. Mekanisme penekanan pada sistem imun ini akan
menyebabkan pengurangan dan terganggunya jumlah dan fungsi sel limfosit T.
(Widoyono, 2011).
C. Manifestasi Klinis HIV/AIDS
1. Masa inkubasi 6 bulan 5 tahun.
2. Window period selama 6-8 minggu, adalah waktu saat tubuh sudah
terinfeksi HIV tetapi belum terdeteksi oleh pemeriksaan laboratorium.
3. Seseorang dengan HIV dapat bertahan sampai dengan 5 tahun. Jika tidak
diobati, maka penyakit ini akan bermanifestasi sebagai AIDS.
4. Gejala klinis muncul sebagai penyakit yang tidak khas seperti:
a) Diare kronis
b) Kandidiasis mulut yang luas
c) Pneumocystis carinii
d) Pneumonia interstisialis limfotik
e) Ensefalopati kronik.
(Widoyono, 2011).

BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

13

Manifestasi klinis HIV/AIDS juga dapat terlihat berdasarkan stadium klinis dari
penyakit HIV/AIDS ini sendiri yang telah ditentukan oleh WHO, yaitu :

BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

14

D. Pemeriksaan Laboratorium HIV/AIDS


Begitu pasien didiagnosis HIV, maka tingkat kerusakan kekebalan tubuh
yang dialami perlu ditentukan. Limfosit CD4(sel T-helper) merupakan salah satu
cara untuk mengetahui kualitas fungsi imunologi pasien. CD4 juga berguna
untuk menentukan stadium klinis HIV. Tetapi bila pemeriksaan CD4 tidak

BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

15

tersedia, total hitung limfosit bisa sangat berguna. WHO mengembangkan


kriteria stadium klinis berdasarkan total limfosit.
Pasien yang terinfeksi HIV hamper seluruhnya mengalami gangguan
hematologi. Neuropenia (penurunan sel darah putih) bisa disebabkan karena
virus itu sendiri atau obat-obatan yang digunakan pada pasien HIV. Bila
ditemukan anemia, biasanya anemia normositik dan normokromik. Pasien juga
bisa mengalami limfopenik( ditandai dengan penurunan sel darah putih dalam
sirkulasi) (Nursalam & Ninuk,2008).
E. Penatalaksanaan HIV/AIDS
1. Farmakologi

Pemberian anti retroviral (ARV) telah menyebabkan kondisi kesehatan


para penderita menjadi jauh lebih baik. Infeksi penyakit oportunistik lain
yangberat dapat disembuhkan. Penekanan terhadap replikasi virus menyebabkan
penurunan produksi sitokin dan protein virus yang dapat menstimulasi
pertumbuhan. Obat ARV terdiri dari beberapa golongan seperti nucleoside
reverse transkriptase inhibitor, nucleotide reverse transcriptase inhibitor, non
nucleotide reverse transcriptase inhibitor dan inhibitor protease. Obat-obat ini
hanya berperan dalam menghambat replikasi virus tetapi tidak bisa
menghilangkan virus yang telah berkembang (Djauzi dan Djoerban,2006).

BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

16

Vaksin terhadap HIV dapat diberikan pada individu yang tidak terinfeksi
untuk mencegah baik infeksi maupun penyakit. Dipertimbangkan pula
kemungkinan pemberian vaksin HIV terapeutik, dimana seseorang yang
terinfeksi HIV akan diberi pengobatan untuk mendorong respon imun anti HIV,
menurunkan jumlah sel-sel yang terinfeksi virus, atau menunda onset AIDS.
Namun perkembangan vaksin sulit karena HIV cepat bermutasi, tidak diekspresi
pada semua sel yang terinfeksi dan tidak tersingkirkan secara sempurna oleh
respon imun inang setelah infeksi primer (Brooks, 2005).
2. Non Farmakologi
Penanganan HIV secara kompretensif terdiri dari pemeriksaan fisik
secara berkala, edukasi, konseling, sosial suport, makanan yang bergizi,
penanganan mencefgah infeksi yang berat. Monitor hasil lab, merunjuk dan
melaksakan perawatan komprensif.
F. Prognosis HIV/AIDS
Sebagian besar HIV/AIDS berakibat atal, sekitar 75% pasien yang
didiagnosis AIDS meninggal tiga tahun kemudian. Penelitian melaporkan ada

BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

17

5% kasus pasien terinfeksi HIV yang tetap sehat secara klinis dan imunologis.
(Widoyono, 2011).

BAB III

PROSES ASUHAN
KEPERAWATAN HIV/AIDS

Berdasarkan data statistik, peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS di


Indonesia begitu cepat. Apalagi, ternyata dasar penularan awal epidemi ini
disebabkan oleh jarum suntik. Diperkirakan saat ini terdapat lebih dari 1,3 juta
penderita HIV dan AIDS akibat jarum suntik. Jika terus berlanjut, maka diperkirakan
pada tahun 2020 jumlah itu akan meningkat menjadi 2,3 juta orang. 46 persen di
antaranya adalah pengguna narkoba suntik. Oleh karena itu, setiap lini di tataran
masyarakat dan pemerintah Indonesia perlu bekerja sama melakukan penanganan
secara cepat, membangun dan mengelola sistem jangka panjang, serta memperbaiki
sistem

pelayanan

kesehatan

dan

distribusi

yang

lemah.

Dan sebagai tenaga kesehatan, perawat sebagai mitra bagi dokter dan tenaga
kesehatan

lainnya

perlu

memiliki

pengetahuan

tentang

HIV/AIDS

dan

penatalaksanaannya sebagai bentuk tuntutan masyarakat agar penderita dan


penyebaran HIV/AIDS dapat tertangani secara komprehensif.

A. Asuhan Keperawatan Respons Biologis (Aspek Fisik)


Aspek fisik pada pasien HIV adalah pemenuhan kebutuhan fisik
sebagai akibat dari tanda dan gejala yang terjadi. Aspek perawatan fisik
meliputi :
1.

Universal Precautions

BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

18

Selama sakit, penerapan universal precautions oleh perawat,


keluarga dan pasien sendiri sangat penting. Hal ini ditujukan untuk
mencegah terjadinya penularan virus HIV.

Prinisip-prinsip

universal precautions meliputi:


a. Menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh. Bila menangani
cairan tubuh pasien gunakan alat pelindung, seperti sarung tangan,
masker, kaca mata pelindung, penutup kepala, apron, sepatu boot.
Penggunaan alat pelindung disesuaikan dengan jenis tindakan yang
dilakukan.
b. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, termasuk
setelah melepas sarung tangan.
c. Dekontaminasi cairan tubuh pasien.

BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

19

d. Memakai alat kedokteran sekali pakai atau sterilisasi semua alat


kedokteran yang dipakai (tercemar). Jangan memakai jarum suntik
lebih dari satu kali, dan jangan dimasukkan ke dalam penutup jarum
atau dibengkokkan
e. Pemeliharaan kebersihan tempat pelayanan kesehatan.
f.

Membuang limbah yang tercemar berbagai cairan tubuh secara benar


dan aman (Depkes RI, 1997).

2. Peran Perawat dalam Pemberian ARV


a. Manfaat penggunaan obat dalam bentuk kombinasi adalah:
1) Memperoleh khasiat yang lebih lama untuk memperkecil
kemu.ngkinan terjadinya resistensi
2) Meningkatkan efektifitas dan lebih menekan aktivitas virus. Bila
timbul efek samping, bisa diganti obat lainnya dan bila virus
mulai resisten terhadap obat yang sedang digunakan, bisa
memakai kombinasi lain.
b. Efek samping obat
1) Efek samping jangka pendek adalah: mual, muntah, diare, sakit
kepala, lesu dan susah tidur. Efek samping ini berbeda-beda pada
setiap orang, jarang pasien mengalami semua efek samping
tersebut. Efek samping jangka pendek terjadi segera setelah minum
obat dan berkurang setelah beberap minggu. Selama beberapa
minggu penggunaan ARV, diperbolehkan minum obat lain untuk
mengurangi efek samping.
2) Efek samping jangka panjang ARV belum banyak diketahui .

BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

20

3) Efek samping pada wanita: efek samping pada wanita lebih berat
dari pada pada laki-laki, salah satu cara mengatasinya adalah
dengan menggunakan dosis yang lebih kecil. Beberapa wanita
melaporkan menstruasinya lebih berat dan sakit, atau lebih panjang
dari biasanya, namun ada juga wanita yang berhenti sama sekali
menstruasinya. Mekanisme ini belum diketahui secara jelas.
3. Pemberian Nutrisi
Pasien dengan HIV/AIDS (ODHA) sangat membutuhkan beberapa
unsur vitamin dan mineral dalam jumlah yang lebih banyak dari apa yang
biasanya diperoleh dalam makanan sehari-hari. Sebagian besar ODHA akan
mengalami defisiensi vitamin sehingga memerlukan makanan tambahan
(New Mexico AIDS Infonet, 2004 & Falma Foundation, 2004).
HIV

menyebabkan

hilangnya

nafsu

makan

dan

gangguan

penyerapan nutrient. Hal ini berhubungan dengan menurunnya atau habisnya


cadangan vitamin dan mineral dalam tubuh. Defisiensi vitamin dan mineral
pada ODHA dimulai sejak masih stadium dini. Walaupun jumlah makanan
ODHA sudah cukup dan berimbang seperti orang sehat, tetapi akan tetap
terjadi defisiensi vitamin dan mineral (Anya, 2002).
Berdasarkan beberapa hal tersebut, selain mengkonsumsi jumlah
yang tinggi, para ODHA juga harus mengkonsumsi suplementasi atau nutrisi
tambahan. Pemberian nutrisi tambahan bertujuan agar beban ODHA tidak
bertambah akibat defisiensi vitamin dan mineral.
4. Aktivitas dan Istirahat

BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

21

a. Manfaat Olah Raga Terhadap Imunitas Tubuh. Olah raga yang


dilakukan secara teratur menghasilkan perubahan pada jaringan, sel,
dan protein pada sistem imun (Simon, 1988 dalam Ader 1991)
b. Pengaruh Latihan Fisik Terhadap Tubuh
1) Perubahan Sistem Sirkulasi
Olah raga meningkatkan cardiac output dari 5 lt menjadi 20
lt/menit pada orang dewasa sehat, hal ini menyebabkan peningkatan
darah ke otot skelet dan jantung.
Latihan yang teratur meningkatkan adaptasi pada sistem
sirkulasi, meningkatkan volume dan massa ventrikel kiri, hal ini
berdampak pada peningkatan isi sekuncup dan cardiac output
sehingga tercapai kapasitas kerja yang maksimal. (Ader, 1991)
2) Sistem pulmoner Olah raga meningkatkan frekwensi napas,
meningkatkan pertukaran gas serta pengangkutan oksigen dan
penggunaan oksigen oleh otot (Ader 1991).
3) Metabolisme
Untuk melakukan olah raga, otot memerlukan energi. Pada
olah raga intensitas rendah sampai sedang, terjadi pemecahan
trigliserida dan jaringan adipose menjadi glikogen dan FFA. Pada
olah raga intensitas tinggi kebutuhan energi meningkat, otot makin
tergantung

glikogen

sehingga

metabolisme

berubah

dari

metabolisme aerob menjadi anaerob.


Metabolisme anaerob menghasilkan 2 ATP dan asam laktat
yang menurunkan kerja otot. Pada saat olah raga tubuh juga
meningkatkan

ambilan

BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

glukosa
22

darah,

untuk

mencegah

hipoglikemia,

tubuh

meningkatkan

glikogenolisis

dan

glukoneogenesis hati untuk mempertahankan gula darah normal.


B. Asuhan Keperawatan Respons Adaptif Psikologis (Strategi Koping)
Mekanisme koping adalah mekanisme yang digunakan individu untuk
menghadapi perubahan yang diterima. Apabila mekanisme koping berhasil,
maka orang tersebut akan dapat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi.
Mekanisme koping dapat di pelajari , sejak awal timbulnya stresor sehingga
induvidu tersebut menyadari dampak dari sresor tersebut Carlson, 1994).
Kemampuan koping individu tergantung dari temperamen, persepsi, kognisi
serta latar belakang budaya/norma tempatnya dibesarkan (Carlson, 1994).
Mekanisme koping terbentuk melalui proses belajar dan mengingat.
Belajar yang dimaksud adalah kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi) pada
pengaruh faktor internal dan eksternal (Nursalam , 2003). Mekanisme belajar
merupakan suatu proses

didalam sistem adaptasi (cognator) yang meliputi

mempersepsikan suatu informasi, baik dalam bentuk implisit maupun eksplisit.


Belajar implisit umumnya bersifat reflektf dan tidak memerlukan keasadaran
(focal). Keadaan ini ditemukan pada perilaku kebiasaan, sensitisasi, dan
keadaan. Pada habituasi timbul suatu penurunan dari tranmisi sinaps pada
neuron sensoris sebagai akibat dari penurunan jumlah neurotransmitter yang
berkurang yang dilepas oleh terminal. Pada habituasi menuju ke depresi
homosinapsis untuk suatu aktivitas dari luar yang terangsang terus-menerus .
Sensitivitas sifatnya lebih komplek dari habituasi, mempunyai potensial jangka
panjang (beberapa menit sampai beberapa minggu).

BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

23

Koping

yang

efektif

menempati

tempat

yang central terhadap

ketahanan tubuh dan daya penolakan tubuh terhadap gangguan maupun


serangan suatu penyakit baik bersifat fisik maupun psikis, sosial, spritural.
Perhatian terhadap koping tidak hanya terbatas pada sakit ringan tetaapi justru
penekanannya pada kondisi sakit yang berat.
Lipowaski

membagi

koping

dalam

bentuk

yaitu coping

style dancoping strategy. Coping style merupakan mekanisme adaptasi individu


meliputi mekanisme psikologis dan mekanisme kognitif dan persepsi. Sifat
dasar coping style adalah mengurangi makna suatu konsep yang dianutnya,
misalnya penolakan atau pengingkaran yang bervariasi yang tidak realistis atau
berat (psikosis) hingga pada tingkatan yang sangat ringan saja terhadap suatu
keadaan.
Coping strategy merupakan koping yang digunakan individu secara
sadar dan terarah dalam mengatasi sakit atau stresor yang dihadapinya.
Terbentuknya mekanisme koping bisa diperoleh melalui proses belajar dalam
pengertian yang luas dan relaksasi. Apabila individu mempunyai mekanisme
koping yang efektif dalam menghadapi stressor, maka stresor tidak akan
menimbulkan stres yang berakibat kesakitan (disease), tetapi stressor justru
menjadi stimulan yang mendatangkanwellness dan prestasi.
1. Strategi koping (Cara Penyelesaian Masalah)
Beradaptasi terhadap penyakit memerlukan berbagai strategi
tergantung keterampilan koping yang bisa digunakan dalam menghadapi
situasi sulit. Menurut Mooss (1984) yang dikutip Brunner dan Suddarth
(2002) menguraikan tujuh koping yang negatif kategori keterampilan, yakni :
BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

24

a. Penyangkalan (avoidance). Penyangkalan meliputi penolakan untuk


menerima atau menghargai keseriusan penyakit. Pasien biasanya
menyamarkan gejala yang merupakan bukti suatu penyakit atau
mengacuhkan beratnya diagnosis penyakit dan penyangkalan ini
merupakan mekanisme pertahanan ego yang melindungi terhadap
kecemasan.
b. Menyalahkan diri sendiri (self-blame). Koping ini muncul sebagai reaksi
terhadap suatu keputusasaan. Pasien merasa bersalah dan semua yang
terjadi akibat dari perbuatannya.
c. Pasrah (Wishfull thinking). Pasien merasa pasrah terhadap masalah yang
menimpanya, tanpa adanya usaha dan motivasi untuk menghadapi.
2. Koping yang positif (tenik koping)
Ada 3 teknik koping yang ditawarkan dalam mengatasi strees:
a. Pemberdayaan sumber daya psikologis (potensi diri)
Sumber

daya

psikologis

merupakan

kepribadian

dan

kemampuan individu dalam memanfaatkannya menghadapi stres yang


disebabkan situasi dan lingkungan. Karakteristik dibawah ini bawah ini
merupakan sumber daya psikologis yang penting.

1) Pikiran yang positif tentang dirinya (harga diri)


Jenis

ini

bermanfaat

dalam

mengatasi

situasi

strees,

sebagaimana teori dari Cooleys looking-glass self: rasa percaya diri,


dan kemampuan untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

25

2) Mengontrol diri sendiri


Kemampuan dan keyakinan untuk mengontrol tentang diri
sendiri dan situasi (internal control) dan external control(bahwa
kehidupannya dikendalikan oleh keberuntungan dan nasib dari luar)
sehimngga pasien akan mampu mengambil hikmah dari sakitnya.
Kemampuan mengontrol diri akan dapat memperkuat koping pasien,
perawat harus menguatkan kontrol diri pasien dengan melakukan
tindakan untuk:
(a) Membantu pasien mengidentifikasi masalah dan seberapa
jauh dia dapat mengontrol diri.
(b) Meningkatkan perilaku menyelesaikan masalah.
(c) Membantu meningkatkan rasa percaya diri, bahwa pasien
akan mendapatkan hasil yang lebih baik.
(d) Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengambil
keputusan terhadap dirinya.
(e) Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi dan lingkungan
yang dapat meningkatkan control diri: keyakinan, agama.
b. Rasionalisasi (teknik kognitif)
Upaya memahami dan menginterpretasikan secara spesifik
terhadap stres dalam mencari arti dan makna strees. Dalam menghadapi
situasi stres, respons individu secara rasional adalah dia akan
menghadapi secara terus terang, mengabaikan atau memberitahukan
kepada diri sendiri bahwa masalah tersebut bukan sesuatu yang penting
untuk dipikirkan dan semuanya akan berakhir dengan sendirinya.
Sebagian orang berfikir bahwa setiap suatu kejadian akan menjadi suatu
BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

26

tantangan dalam hidupnya. Sebagian lagi menggantungkan semua


permasalahan dengan melakukan kegiatan spiritual, lebih mendekatkan
dirinya kepada sang pencipta untuk mencari hikmah dan makna dari
semua yang terjadi.
c. Teknik perilaku
Teknik perilaku dapat dipergunakan untuk membantu individu
dalam mengatasi situasi strees. Beberapa individu melakukan kegiatan
yang bermanfaat dalam menunjang kesembuhannya. Misalnya, pasien
HIV akan melakukan aktivitas yang dapat membantu peningkatan daya
tahan tubuhnya dengan tidur secara teratur, makan seimbang, minum
obat anti retroviral dan obat untuk infeksi sekunder secara teratur, tidur
dan istirahat yang cukup, dan menghindari konsumsi obat-obat yang
memperparah keadaan sakitnya.

C. Asuhan Keperawatan Respons Sosial (Keluarga dan Peer Group)


Dukungan sosial sangat diperlukan terutama pada PHIV yang
kondisinya sudah sangat parah. Individu yang termasuk dalam memberikan
dukungan sosial meliputi pasangan (suami/istri), orang tua, anak, sanak
keluarga, teman, tim kesehatan, atasan dan konselor.
1. Konsep Dukungan Sosial

BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

27

Beberapa pendapat mengatakan bahwa dukungan sosial terutama


dalam konteks hubungan yang akrab atau kualitas hubungan perkawinan
dan keluarga barangkali merupakan sumber dukungan sosial yang paling
penting.
2. Pengertian Dukungan Sosial
Sebagai satu diantara fungsi pertalian/ikatan sosial segi
fungsionalnya mencakup dukungan emosional, mendorong adanya
ungkapan perasaan, memberi nasehat atau informasi, pemberian bantuan
material. Sebagai fakta sosial yang sebenarnya sebagai/kognisi
individual atau dukungan yang dirasakan melawan dukungan yang
diterima. Dukungan sosial terdiri atas informasi atau nasehat verbal dan
atau non verbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh
keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai
manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima.
3. Jenis Dukungan Sosial
House dalam Depkes (2002) membedakan empat jenis atau
demensi dukungan sosial menjadi:
a. Dukungan emosional
Mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian
terhadap orang yang bersangkutan.
b. Dukungan penghargaan
Terjadi lewat ungkapan hormat/penghargaan positif untuk
orang lain itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau

BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

28

perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang


lain, misalnya orang itu kurang mampu atau lebih buruk keadaannya
(menambahkan harga diri).
c. Dukungan instrumental
Mencakup bantuan langsung, misalnya orang memberi
pinjaman uang kepada orang yang membutuhkan atau menolong
dengan memberi pekerjaan pada orang yang tidak punya pekerjaan.
d. Dukungan informative
Mencakup pemberian nasihat, saran, pengetahuan, dan
informasi serta petunjuk.
4. Hubungan dukungan sosial dengan kesehatan
Menurut hipotesis penyangga dukungan sosial mempengaruhi
kesehatan dan melindungi orang itu terhadap efek negatif dari stres berat.
Fungsi yang bersifat melindungi ini hanya atau terutama efektif jika
orang itu mengalami stres yang kuat. Dalam stres yang rendah terjadi
sedikit atau tidak ada penyangga bekerja dengan dua orang. Orang-orang
dengan dukungan sosial tinggi mungkin akan kurang menilai situasi
penuh stress (mereka akan tahu bahwa mungkin akan ada seseorang yang
dapat membantu mereka). Orang-orang dengan dukungan sosial tinggi
akan mengubah respon mereka terhadap sumber stress misalnya pergi ke
seorang teman untuk membicarakan masalahnya.
Hipotesis efek langsung berpendapat bahwa dukungan sosial itu
bermanfaat bagi kesehatan dan kesejahteraan, tidak peduli banyaknya
stres yang dialami orang-orang menurut hipotesis ini efek dukungan
sosial yang positif sebanding di bawah intensitas stres tinggi dan rendah.
Contohnya adanya orang-orang dengan dukungan sosial tinggi dapat
BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

29

memiliki penghargaan diri yang lebih tinggi yang membuat mereka tidak
begitu mudah diserang stres.
5. Dukungan sosial (social support)
Hampir setiap orang tidak mampu menyelesaikan masalah
sendiri, tetapi mereka memerlukan bantuan orang lain. Berdasarkan hasil
penelitian bahwa dukungan sosial merupakan mediator yang penting
dalam menyelesaikan masalah seseorang. Hal ini karena induvidu
merupakan bagian dari keluarga, teman sekolah atau kerja, kegiatan
agama ataupun bagian dari kelompok lainnya.
D. Asuhan Keperawatan Respons Spiritual
Asuhan keperawatan pada aspek spiritual ditekankan pada penerimaan
pasien terhadap sakit yang dideritanya (Ronaldson, 2000), sehingga PHIV akan
dapat menerima dengan ikhlas terhadap sakit yang dialami dan mampu
mengambil hikmah. Asuhan keperawatan yang dapat diberikan adalah :
1. Menguatkan harapan yang realistis kepada pasien terhadap kesembuhan.
Harapan merupakan salah satu unsur yang penting dalam dukungan
sosial. Perawat harus meyakinkan kepada pasien bahwa sekecil apapun
kesembuhan, akan memberikan ketenangan dan keyakinan pasien untuk
berobat.
2. Pandai mengambil hikmah.
Peran perawat dalam hal ini adalah mengingatkan dan mengajarkan
kepada pasien untuk selalu berfikiran positif terhadap semua cobaan yang
dialaminya. Dibalik semua cobaan yang dialami pasien, pasti ada maksud

BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

30

dari sang pencipta. Pasien harus difasilitasi untuk lebih mendekatkan diri
kepada Sang Pencipta dengan jalan melakukan ibadah secara terus menerus.
Sehingga pasien diharapkan memperoleh suatu ketenangan selama sakit.
3. Ketabahan hati.
Karakteristik seseorang didasarkan pada keteguhan dan ketabahan
hati dalam menghadapi cobaan. Individu yang mempunyai kepribadian yang
kuat akan tabah dalam menghadapi setiap cobaan. Induvidu tersebut
biasanya mempunyai keteguhan hati dalam menentukan kehidupannya.
Ketabahan hati sangat dianjurkan kepada PHIV. Perawat dapat menguatkan
diri pasien dengan memberikan contoh nyata dan atau mengutip kitab suci
atau pendapat orang bijak; bahwa Tuhan tidak akan memberikan cobaan
pada umat-Nya. Melebihi kemampuannya (Al Baqarah, 2:286). Pasien harus
di yakinkan bahwa semua cobaan yang diberikan pasti mengandung hikmah
yang sangat penting dalam kehidupannya. Pada respon spiritual pasien HIV,
penggunan strategi koping meningkatkan harapan dan ketabahan pasien
serta memacu pasien untuk pandai mengambil hikmah.

DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, amin huda, Hardhi kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis. Yogyakarta: Penerbit Mediaction.
Nursalam,Ninuk dian kurniawati. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Terinfeksi. Jakarta :salemba Medika.
BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

31

Soedarto. 2010. Virologi Klinik. Jakarta: Sagung Seto.


Subowo. 2010. Cetkan II Imunologi Klinik. Jakarta: Sagung Seto.
Russel, Dorothy M. 2011. Bebas Dari 6 Penyakit Paling Mematikan. Yogyakarta: PT
Buku Seru.
Widoyo.

2011.

Penyakit Tropis

Epidemologi,

Penularan, Pencegahan &

Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga (EMS).

BUKU SAKU ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

32

Anda mungkin juga menyukai