FORAMINIFERA
Sistematika kehidupan merupakan suatu cara pengelompokan kehidupan berdasar
atas kesamaan-kesamaan sifat yang dimiliki oleh masing-masing individu. Tingkatan
dalam sistematika kehidupan mulai dari Kingdom, sering disebut dengan istilah
Kerajaan. Secara umum kehidupan yang ada di alam dibagi menjadi dua Kingdom,
yaitu Kingdom Animalia,
dan
Kingdom Plantae. Para ahli biologi termasuk
paleontolog menterjemahkan Kingdom dengan Kerajaan. Selanjutnya Kerajaan
dibagi menjadi beberapa Phylum dengan lingkup mulai yang tertinggi hingga
lingkup yang paling rendah yaitu tingkatan subspesies. Secara berurutan
sistematika tersebut adalah sebagai berikut:
Phylum adalah tingkatan yang paling tinggi dibawah tingkatan Kingdom.
Selanjutnya tingkatan Phylum dibagi menjadi beberapa Klas, masing-masing Klas
dibagi menjadi beberapa Ordo, dan masing-masing Ordo, dibagi menjadi beberapa
Famili, untuk selanjutnya Famili dibagi menjadi beberapa Genus, dan masingmasing Genus terdiri dari banyak Spesies, untuk selanjutnya masing-masing
Spesies dibagi menjadi banyak Subspesies.
Pada beberapa kasus, dalam usaha untuk menyusun klasifikasi yang lebih rinci
pada tingkatan taksonomi ditambah dengan kata super ataupun sub. Sebagai
contoh, dibawah Phylum dibagi menjadi beberapa Subphylum, kemudian diatas dari
Klas dibagi menjadi beberapa Superklas. Hal yang sama, dapat diberlakukan pada
tingkatan yang lain. Jumlah tingkatan Kingdom sampai tingkatan Klas hingga
sekarang relatif tetap. Mempelajari kehidupan Ordo Foraminifera yang sering
disebut pula dengan istilah Foraminiferida, banyak para ahli biologi yang telah
mengajukan klasifikasi. Tampaknya para pemerhati klasifikasi sepakat bahwa
klasifikasi utamanya didasarkan pada bentuk morpologi tubuh secara keseluruhan,
kemudian dipertimbangkan juga komposisi bagian yang keras baik itu merupakan
eksoskeleton maupun endoskeleton. Phylum Protozoa, yang merupakan fauna
unicellular, disebut pula dengan istilah binatang bersel tunggal hidup dalam
lingkungan air, maupun terrestrial disebut juga dengan istilah lingkungan darat,
sering hidup bersimbiose dengan jenis kehidupan yang lain, hidup secara soliter
ataupun berkoloni. Bagian yang keras yang disebut pula dengan istilah test
tersusun oleh senyawa karbonatan, silikaan ataupun material organik. Para ahli
biologi seperti yang disebut oleh Schrock & Twenhovel
(1953) dalam Buku
Principles of Invertebrate Paleontology, sepakat bahwa Phylum Protozoa dibagi
menjadi tingkatan yang lebih rendah seperti terlihat pada tabel berikut ini
Tabel 2.1. Klasifikasi Phylum Protozoa
Klas
1.Mastigophor
a
Ordo
(1). Chrysomonadina, (2). Cryptomonadina, (3).Phytomonadina, (4).
Euglenoidina,
(5). Chloromonadina, (6). Dinoflagellata, (7). Rhizomastigina, (8).
Protomonadina,
(9).Polymastigina, (10).Hypermastigina
2.Sarcodina
3.Sporozoa
4.Ciliata
5.Suctoria
DOrbigny, 1826
Carpenter, Parker &
Jones, 1862
Brady, 1884
Crouch, 1827
Reuss, 1862
DOrbigny, 1839
Jones, 1875
Rumbler, 1895
Lister, 1903
Zchubert, 1921
Delage
Herouard, 1896
Cushman, 1927
Chapman &
Parr,
1936
Sigal, 1952
Aldrovandi (1665)*
Glaessner, 1945
Chusman, 1948
Hofker, 1951
Pkorny, 1958
RauzerDujardin (1835)*
Chernousova
&
Fursenko, 1959
Ehrenberg (1841)* Williamson (1858)*
Rhumbler (1895)*
Galloway (1933)*
Sumber: Loeblich & Tappan, 1964.*: Haynes, 1981.
&
Reiss, 1958
DOrbigny (1839)*
Chapman (1900)*
Type specimen, merupakan gabungan antara kata type dan kata specimen.
Specimen sering ditulis dan diterjemahkan dengan kata spesimen
dimaksudkan material fosil yang diperiksa/ditemukan, dan type sering ditulis
dan diterjemahkan dengan kata tipe dimaksudkan sesuatu yang dipakai
sebagai standar. Dengan demikian, type specimen dimaksudkan spesimen
fosil yang diperiksa dan dipergunakan sebagai standar. Standar dalam hal ini
merupakan bentuk dan semua parameter yang melekat pada fosil itu,
kemudian dipakai sebagai dasar untuk memberi nama.
Speciotype, merupakan fosil yang dipergunakan sebagai standar penamaan
pada tingkat spesies yang bersangkutan. Hal yang serupa kemudian timbul
istilah genotype dan subspeciotype.
Holoype, adalah spesimen fosil yang dipakai sebagai dasar deskripsi spesies
baru yang bersangkutan. Dari holotype ini pengamatan tentang sifat-sifat
tersebut diperoleh. Holotype ini yang selanjutnya disimpan dimuseum
sebagai dokumen ilmiah. British Museum Natural History di London, Inggris;
Cushman Laboratory Foraminifera Research di Amerika; Utrech University di
Den Hag, Belanda; Laboratory of Paleontologia Geologia Padova di Italia;
Direktorat Geologi Bandung, yang sekarang berubah nama menjadi Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G) di Bandung, Indonesia, adalah
contoh nama-nama tempat yang diberi legalitas untuk menyimpan
holotype. Apabila dikemudian hari ada peneliti yang ingin melihat kebenaran
dari deskripsi dan wujud fosilnya, maka peneliti dapat meminjam atau
melihat spesimen tersebut di museum yang menyimpannya.
Museotype, adalah contoh spesimen fosil yang disimpan di museum sebagai
dokumen ilmiah. Siapa saja dapat meminjam dan melihat untuk
dipergunakan penelitian ilmiah. Type specimen yang disimpan sebagai
museotype wajib diberi nomor katalog, meliputi nama ilmiah fosil yang
bersangkutan, nama penemu, tahun penemuan, deskripsi lengkap, tahun
penerbitan majalah, nama majalah ilmiah yang untuk pertama kali
mempublikasikan penemuan tersebut, dimuat pada halaman berapa, dan
nomor plate serta gambar/foto fosil yang bersangkutan.
Type reference, adalah reference (majalah ilmiah) yang pertama kali
menerbitkan penemuan fosil tersebut.
Contoh: Globorotalia siakensis (Le Roy). Type reference: Globigerina siakensis
Le Roy, 1939, p.262,pl.4,figs.20-22 (Le Roy,L.W.,1939, Some small
Foraminifera,Ostracoda nd Ooliths from the Neogen (Miocene) of the Rokan,
Tapanoeli area, Central Sumatera, Natuurkd.Tijdsh.Ned.Indie, 99, 215-96.
Original reference, adalah publikasi/majalah ilmiah yang memuat nama
spesies yang bersangkutan, yang diterbitkan untuk pertama kali.
Contoh: Globorotalia puncticulata (Deshayes). Type reference: Globigerina
puncticulata Deshayes, 1832,p.170,figs. In Forsaini, 1899,p.210, text-fig.5.
Lectotype: Globigerina puncticulata Deshayes, 1832 {(=Globorotalia
(Turborotalia)}
puncticulata
(Deshayes);
Banner
&
Blow,
1960,p.15,pl.5,figs.7a-c.
spines and prominence of the sutures in the last whorl are variable in this species.
The correct ending for the specific name is echinatus. According to
McFadyen&Kenny (1934) all genera ending in oides should be taken as being
masculine.
Distribution Fossil: Pleistocene, Eva Borehole, Hawaii (Resig). There is a further
possible fossil record from the Miocene of Victoria, Australia,. Recent: Common in
the Western Pacific Islands (excluding Japan). Said (1949) record it from the Red
Sea.
Note: copy from the original transcripe- Whittaker,J.E.,& Hodgkinson,R.L., 1979:
Foraminifera of the Togopi Formation, eastern Sabah, Malaysia (Bulletin of the
British Museum(Natural History),London.
Catatan: deskripsi untuk genus/spesies baru lazimnya ditulis dalam bahasa Inggris
dan diterbitkan dalam jurnal berbahasa Inggris. Disamping itu juga disertakan
gambar tipe (type figures) fosil yang bersangkutan.
2.2. TATACARA PENULISAN NAMA FOSIL
Mengacu pada Loeblich & Tappan, 1964. klasifikasi yang dianut hingga sekarang
adalah sebagai berikut; Kingdom ANIMALIA, Phylum PROTOZOA, Klas RHIZOPODA,
Ordo FORAMINIFERA. Klasifikasi berikutnya dari Ordo FORAMINIFERA (oleh beberapa
paleontolog disebut dengan istilah FORAMINIFERIDA) menjadi tingkat Subordo,
Superfamili, Famili, dan Subfamili dapat dilihat pada Loeblich & Tappan (1964)
halaman C157 sampai halaman C161, Gambar 83A; halaman C62 sampai halaman
C163, Gambar 83B. Namun secara umum tingkatan sistematika, seperti contoh
berikut ini.
Tabel 2.3. Sistematika tingkat kehidupan
Tingkatan
Nama
Kingdom
ANIMALIA
Phylum
PROTOZOA
Klas
SARCODINA
Ordo
FORAMINIFERIDA Eichwald, 1830
Famili
GLOBOROTALIIDAE Cushman, 1927
Genus
Globorotalia Cushman 1927
Spesies
Globorotalia tumida (Brady), 1877
Subspesies
Globorotalia tumida flexuosa Koch 1923
Catatan
Tatacara penulisan nama fosil dalam taksonomi, mulai dari tingkatan Kingdom
hingga tingkatan Ordo, ditulis dengan huruf besar semua. Contoh: Kingdom
ANIMALIA, Phylum PROTOZOA, Klas SARCODINA, Ordo FORAMINIFERA dOrbigny,
1933. Namun demikian, seringkali dalam penggunaan praktis,
kesepakatan
tersebut kerapkali tidak diikuti. Namun demikian apabila Anda menulis artikel
khusus yang berkaitan dengan topik FORAMINIFERA disarankan konsep tersebut
supaya dipakai.
untuk diikuti. Seperti Anda ketahui, khususnya pada Ordo Foraminifera meletakkan
posisinya dalam taksonomi pada tingkat:
Genus semata-mata ditentukan oleh variasi susunan kamar, letak aperture
serta keberadaan gigi pada aperturenya. Keberadaan keel juga merupakan
salah satu faktor yang perlu juga dipertimbangkan. Aperture merupakan
lubang tempat plasma keluar dari rongga test. Nama pada tingkatan genus
terdiri dari satu kata, diawali dengan huruf besar, diberi garis bawah atau
dicetak dengan tulisan miring (huruf italic). Contoh: Fusulina Fischer De
Waldheim, 1829, sering ditulis dengan Fusulina Ficher De Waldheim (tanpa
tahun), atau Fusulina. Sudah merupakan kesepakatan kata Fusulina harus
dicetak dengan huruf italic menjadi Fusulina atau dengan diberi garis
dibawahnya, contoh Fusulina. Contoh yang lain: Lagena Walker & Jacob ,
1798; Glandulina dOrbigny in de la Sagra, 1839; Oolina dOrbigny, 1839;
Dendritina dOrbigny, 1826; Peneropis de Monfort, 1808.
Pada tingkatan spesies utamanya didasarkan pada bentuk dan jumlah kamar
dan juga perlu dipertimbangkan macam hiasan, sering disebut dengan
ornament. Tatacara memberi nama, nama pada tingkatan spesies dimulai
dengan menulis nama genus ditambah dengan nama pada tingkatan spesies,
namun nama tingkatan spesies ditulis dengan huruf kecil semuanya, dan
diletakkan dibelakang nama pada tingkatan genus. Contoh: Hastigerinella
jarvisi Cushman, 1930, sering ditulis Hastigerinella jarvisi Cushman (tanpa
tahun) dan ditulis dengan huruf italic, menjadi Hastigerinella jarvisi atau
dengan digaris dibawahnya menjadi Hastigerinella jarvisi. Nama penemunya
tetap dicetak dengan huruf tegak, diawali dengan huruf besar. Nama pada
tingkatan spesies mempunyai umur geologi dengan jangka waktu yang lebih
pendek dibandingkan dengan nama pada tingkatan genus. Oleh sebab itu
sering dipergunakan sebagai fosil indeks. Contoh yang lain: Lagena perlucida
(Montagu);
Pseudomassilina australis (Cushman), 1938; Triloculina cf
oblonga (Montagu); Lagena clavata (dOrbigny); Glandulina laevigata
(dOrbigny); Discorbis cf.diminutus (Parker & Jones)
Tingkatan subspecies, struktur dinding test Foraminifera mendapat perhatian
utama. Contoh: Globrotalia tumida flexuosa Koch 1923 (nama tingkatan
subspecies digaris dibawahnya) atau ditulis Globorotalia tumida flexuosa
Koch 1923 (dengan huruf italic). Dalam hal yang demikian, nama subspesies
diikuti dengan nama orang/penemunya dan tahun. Nama orang dalam hal ini
Koch 1923, adalah orang yang menemukan/ mendeskripsi untuk pertama
kali. Nama penemu ditulis dengan huruf kecil diawali dengan huruf besar,
dan ditulis dengan huruf tegak. Dalam contoh ini nama penemunya Koch
1923. Namun tatacara penulisan disertai nama penemunya (tanpa tahun),
wajib dilakukan untuk keperluan ilmiah, tetapi bukan merupakan hal yang
wajib untuk keperluan yang sifatnya praktis. Nama tingkatan subspesies
mempunyai umur geologi dengan jangka waktu yang lebih pendek
dibandingkan dengan nama tingkatan
spesies. Oleh sebab itu sering
dipergunakan sebagai fosil indeks.
Sifat-sifat ini yang dipergunakan sebagai dasar oleh Carl Von Line (1707-1778),
seorang ilmuwan Swedia, yang kemudian mengganti namanya menjadi Carl Von
Linnaeus (1758) menciptakan tatacara penamaan suatu kehidupan, yang menganut
pada:
Nama yang sudah dipakai untuk nama suatu individu, tidak dibenarkan untuk
memberi nama individu yang lain. Konsep ini mengacu pada law of priority.
Sistem binomial sering disebut dengan istilah binomial
name. Dalam
pemberian nama taksonomi kehidupan pada tngkatan spesies terdiri dari 2
suku kata, kata pertama adalah nama taksonomi pada tingkatan genus,
diikuti nama kedua yang menunjukkan tingkat spesies. Tatacara penulisan
nama mengikuti kaidah yang telah ditentukan.
Untuk tingkatan subspesies, nama kehidupan terdiri dari 3 suku kata. Kata
pertama merupakan nama tingkatan genus, diikuti dengan kata kedua yang
merupakan nama tingkatan spesies dan kata ketiga menujukkan nama
tingkatan subspesies. Tatacara penulisan nama dalam tingkatan subspesies
menganut sistem trivial seperti yang telah disepakati bersama.Tatacara
penulisan nama mengikuti kaidah yang telah ditentukan. Contoh:
Globorotalia tumida tumida (dengan digaris bawah) atau Globorotalia tumida
tumida (dengan
tulisan dicetak miring, tanpa garis bawah); Brizalina
amygdalaeformis iokensis Asano.
Catatan:
o Kadang-kadang dibelakang nama fosil disertakan nama penemu fosil
bersama dengan tahun penemuan, misal Globorotalia tumida flexuosa
Koch 1923, Globorotalia menardii exilis Blow,1969. Namun untuk
penggunaan praktis nama penemu dan tahun sering tidak disertakan, lalu
menjadi Globorotalia tumida flexuosa.
o Kadang-kadang Anda mendapatkan nama fosil dengan nama penemunya
diletakkan didalam tanda kurung, misal: Globigerinoides trilobus (Reuss).
Hal ini menunjukkan bahwa pengelompokan dalam taksonomi awalnya
dimasukkan dalam genus Globigerina, lalu menjadi Globigerina trilobus
Reuss. Pada pendeskripsian berikutnya ternyata yang semula dimasukkan
pada genus Globigerina dinilai tidak tepat, karena mempunyai aperture
lebh dari satu sehingga
lebih memberikan ciri pada Globigerinoides,
sehingga menjadi Globigerinoides trilobus (Reuss), nama penemunya
diletakkan diantara tanda kurung, sebagai tanda penghormatan penemu
pertama, dan ditulis dengan huruf tegak diawali dengan huruf capital.
o Seringkali Anda mendapatkan nama fosil: Globorotalia humerosa n.sp
Takayanagi &Saito, 1962, n.sp artinya new species (spesies baru). Contoh
lain: Quinqueloculina aberensis n.sp Sukandarrumidi &Haynes 1989, n.sp
artinya new species (spesies baru). Pada penulisan nama berikutnya
cukup ditulis Quinqueloculina aberensis Sukandarrumidi & Hayenes;
Triloculina malayensis n.sp Sukandarrumidi & Haynes 1989. Pada
penulisan berikutnya cukup ditulis Triloculina malayensis Sukandarrumidi
o
o
o
o
& Haynes. Triloculina siuriensis n.sp. Sukandarrumidi & Haynes 1989. Pada
penulisan berikutnya cukup ditulis Triloculina siuriensisi Sukandarrumdi &
Haynes.
Globigerinita
naparimaensis
n.gen.,n.sp.,
yang
ditemukan
oleh
Bronnimann 1951 baik untuk tingkatan genus dan tingkatan spesies.
Untuk pemakaian selanjutnya ditulis menjadi Globigerinita naparimaensis
Bronnimann: Contoh yang lain: Cassigerinella boudecensis n.gen., n.sp.
yang ditemukan oleh Pokorny, 1955 baik untuk tingkatan genus dan
spesies. Untuk pemakian selanjutnya ditulis menjadi Cassigerinella
boudecensis Pokorny.
Nama fosil sering juga dituliskan: Globorotalia acostaensisi pseudopima
n.subsp yang ditemukan oleh Blow, 1969, n.subsp artinya subspecies
baru. Bila fosil ini dimuat pada publikasi-publikasi berikutnya, cukup ditulis
dengan Globorotalia acostaensis pseudopima Blow, 1969 atau
Globorotalia acostaensis pseudopima Blow (tanpa tahun), atau sering pula
ditulis dengan nama Globorotalia acostaensis pseudopima (tanpa Blow
dan tahun). Contoh lain Haynesella barlii n.gen.,n.sp. Sukandarrumidi &
Haynes, 1989, artinya Haynesella merupakan genus baru dan Haynesella
barlii merupakan spesies baru. Pada penulisan berikutnya cukup ditulis
Haynesella barlii Sukandarrumidi & Haynes. Paulina furssenkoi Grigyalys
limbata n.subsp Sukandarrumidi & Haynes, 1989.,n.subsp. artinya
subspesies baru. Pada penulisan berikutnya cukup ditulis Paulina
furssenkoi Grigyalys limbata Sukandarrumidi & Haynes. Caribeanella
elatensis Perelis & Reiss gamaensis n.sbsp. Sukandarrumidi & Haynes
1989, n.subsp. artinya subspesies baru. Pada penulisan berikutnya cukup
ditulis Caribeanella elatensis Perelis & Reiss gamaensis Sukandarrumidi &
Haynes.
Ada juga nama fosil: Dentalium (s.str) ruteni Martin, artinya fosil yang
dtemukan tersebut sinonim dengan Dentalina ruteni Martin yang
diumumkan sebelumnya. (s.str=sensu stricto)
Bila nama fosil ditulis: Globigerina angulisuturalis?, artinya pendeskripsi
tidak yakin benar apakah itu Globigerina angulisuturalis
Anda sering mendapatkan nama: Globorotalia cf.tumida, artinya
pendeskripsi tidak yakin benar apakah bentuk ini Globorotalia tumida,
tetapi dapat dibandingkan dengan spesies ini (cf=confer)
Dapat juga nama ditulis: Sphaeroidinella aff dehiscens, artinya bentuk ini
berdekatan dengan Sphaeroidinella dehiscens (aff=affiliation)
Nama fosil sering juga dituliskan : Pleumotora carinata Gray,
var.woodwardi Martin, yang artinya Gray memberikan nama spesies
sedang Martin memberikan nama varietas.
Nama fosil ada juga yang diikuti dengan kata spp. artinya spesies plural
misal: Globigerina spp, artinya fosil-fosil yang ditemukan semuanya
masuk dalam genus Globigerina namun nama-nama spesiesnya tidak
disebutkan.
Sering juga terdapat tulisan nama fosil: type spesies; Globigerina rubra
dOrbigny, 1839, kemudian diikuti dengan nama Globigerinoides rubra
(dOrbigny) - nama dOrbigny berada didalam tanda kurung. Ini artinya
dOrbigny pada saat penemuannya tahun 1839, memasukan spesies ini
dalam kelompok genus Globigerina, namun pada masa berikutnya direvisi
karena ternyata masuk dalam genus Globigrinoides. Untuk tetap
menghormati penemu awal, kemudian nama penemu ditulis dalam tanda
kurung, sehingga menjadi Globigerinoides rubra (dOrbigny). Hal yang
serupa terdapat pada: Globigerina glutinata Egger menjadi Globigerinita
glutinata (Egger); Rosalina lateralis Terquem, 1878, menjadi Poroeponides
lateralis (Terquem); Nautilus ammonoides Gronovius, 1781 menjadi
Operculina
ammonoides
(Gronovius);
Operculinoides
tamanensis
Vaughan&Cole menjadi
Nummulites tamanensis
(Vaughan&Cole);
Elphidium hispidulum Cushman, 1936 menjadi Parrelina hispidula
(Cushman).
Foraminifera benthos hidup secara sesil (misalnya Cibicidella), atau bersifat vagil,
mereka dapat bergerak dengan pseudopodia (yang berfungsi sebagai kaki semu)
bergerak pada sedimen dasar samodra, pada algae atau pada substrate yang lain.
Kecepatan gerakannya kurang lebih 1 centimeter per jam dengan panjang
organisme kurang lebih 0,5 mm. Foraminifera plangton berpindah tempat (migrate)
di dalam kolom air hingga sampai permukaan laut. Pergerakan bukan karena
pseudopodia, diduga kuat akibat perubahan suasana kimia, antara lain kandungan
gas yang ada pada protoplasma (Haq &Boersma, 1983).
Terdapat 4 macam test Foraminifera, yaitu jenis (1). Organic membrane yang
terdiri dari tectin (sejenis protein mucopolysaccarida, yang merupakan gabungan
karbohidrat dan protein), sering disebut dengan istilah khitine atau tektin.Dinding
khitine atau tektin merupakan bentuk dinding yang paling primitif pada
Foraminifera. Dinding ini terbuat dari zat organik yang menyerupai zat tanduk,
fleksibel dan transparan, biasanya berwarna kekuning-kuningan, tidak berpori
(disebut pula dengan istilah imperforate). Foraminifera yang mempunyai dinding
seperti ini jarang yang menjadi fosil, kecuali golongan Allogromidae. Beberapa
golongan Foraminifera lainnya seperti Miliolidae, Lituolidae dan beberapa jenis
Astrorhizidae sebagian dinding testnya terbuat dari khitine, tetapi biasanya hanya
melapisi bagian dalamnya saja. Cushman (1955) menganggap bentuk dinding yang
paling primitif yang dalam perkembangan selanjutnya akan berubah menjadi
dinding agglutine atau arenaceous dengan jalan mengumpulkan material asing dari
sekitarnya yang kemudian direkatkan kebagian luar tubuhnya. (2). Dinding test
agglutine sering disebut dengan istilah arenaceous, merupakan kumpulan
berbagai mineral asing dengan ukuran yang sangat kecil, terikat menjadi satu
dengan semen karbonat atau silikat, menunjukkan kenampakan permukaan yang
kasar, Berdasarkan kualitasnya, ukuran dan bentuk material yang dipergunakan
dapat dibedakan menjadi dua bagian besar, yaitu: dinding arenaceous, material
asingnya hanya terdiri atas butiran pasir saja. Misal: Psammosphaera mengambil
butiran-butiran pasir saja, Psammosphaera parva mengambil butiran-butiran
dengan ukuran tertentu dan spikulae. Psammosphaera bowmanni hanya mengambil
kepingan-kepingan mika, Psammosphaera rustica hanya mengambil sponge
spikulae. Sedang pada dinding agglutine material asingya terdiri atas bermacammacam material seperti mika, sponge spikulae, cangkang Foraminifera, lumpur dan
lain sebagainya. Biasanya test semacam ini mempunyai lapisan khitine yang tipis
dibagian dalamnya. Dinding silikaan (siliceous), jarang ditemukan. Material silika
dapat dihasilkan oleh organisme itu sendiri atau dapat juga merupakan material
sekunder dalam pembentukannya. Contoh Foraminifera yang mempunyai dinding
silikaan adalah golongan Ammodiscidae, Hyperamminidae, Silicinidae dan beberapa
spesies dari golongan Miliolidae yang direkatkan dengan zat tanduk. Beberapa
contoh yang memiiki jenis test arenaceous antara lain genus: Ammobaculites,
Halyphysema, Bathysiphon, Eggerellina, Gaudryina, Reophax, Rhabdammina,
Rhizammina Miliammina. (3).Hyaline disebut pula dengan istilah calcareous
perforate, ciri utama permukaannya berubang-lubang sering disebut dengan istilah
perforate atau pori-pori, berwarna putih mengkilat. Jenis ini merupakan test yang
dominan pada Foraminifera. Beberapa contoh yang memiliki test hyaline antara
lain: Globigerina, Globorotalia, Globigerinoides, Globoguadrina, Sphaeroidinella,
Pulleniatina, Orbulina (4). Test porcelinaeous disebut pula dengan istilah
calcareous imperforate, ciri utama permukaannya tidak berpori-pori, berwarna putih
kusam. Beberapa contoh yang memiliki test porcelainaeous, antara lain genus
Quinqueloculina, Triloculina, Pyrgo dan Biloculina.
Pada umumnya test Foraminifera mempunyai komposisi utama terdiri dari senyawa
kalsium karbonat (CaCO3). Namun demikian Loeblich & Tapan (1964) melaporkan
komposisi kimia test Foraminifera adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1. Komposisi senyawa kimia pembentuk test Foraminifera yang
calcareus(dalam %)
Spesies
Amphistegina lessonii
Orbitolites complanata laciniata
Orbiculina adunca
Quinqueloculina auberiana
Polytrema mineaccum
Tinoporus baculatus
Biloculina sp
Sumber: Loeblich & Tappan, 1964.
CaCO3
92,85
86,46
89,76
90,11
88,76
88,70
92,05
MgCO3
4,9
12,52
10,04
9,33
11,22
11,08
-
Fe2O3
trace
0,68
0,09
0,564
0,024
0,19
-
SiO2
0,3
0,58
0,11
0,03
-
Dari tabel tersebut diatas dapat disimpulkan CaCO 3 yang merupakan senyawa kimia
pembentuk test Foraminifera yang dominan.
Hasil penelitian beberapa spesies Foraminifera menunjukkan kandungan unsur
kimia sebagai berikut:
>10
10-1
Amphistegina
Ca
Si,Mg,Na,
radiate
(Red
Sr
Sea)
Amphistegina
Ca
Mg,Sr
radiate (Bikini)
Calcarina
Ca
Mg,Na,Sr
defrancii (Bikini)
Amphisorus
Ca
Si,Mg,SR,
hemprichii
Na
(Red Sea)
Sumber: Loeblich &Tappan (1964)
1-01
0,1-0,01
0,01-0,001
Al
Mn,Fe
Ti,Pb,Sn,Cr,
V,Cu,Ag,Ba,B
Si,Na
Al,Fe
Si
Al
Mn,Ti,Cr,
V,Cu,Ba,B
Mn,Ti,V,
Cu,Ba,Fe,B
Mn,Ti,Cr,V,
Cu,Fe,Ba,B
Al
<0,00
1
-
Pb,Ag
Pb,Ag,C
r
Pb,Ag
Hiperammina friabilis
93,6
4,0
*
2,0
*
Protobotellina cylindrical **
81,0
*
3,3
1,0
8.3
Saccammina sphaerica **
78,0
*
4,9
0,7
5,1
Pilulina jeffreysii **
87,0
*
4,2
0,6
4,6
Cyclammina cancellata **
*
*
2,0
2,0
C.cancellata **
84,8
5,5
*
9,4
*
C.cancellata **
84,7
6,8
*
9,4
*
Haplophragmoides
76,1
7,3
*
16,3
*
Tak terdeteksi, ** analisa oleh Hedley, 1963.
Dari tabel tersebut dapat diambil kesimpulan sementara bahwa fosil Foraminifera
benthos dengan test yang terdiri dari agglutinated menunjukkan bahwa senyawa
kimia didominasi oleh SiO2
Timbul pertanyaan, bagaimana dengan komposisi test Foraminifera plangton ?.
Perhatikan tabel berikut ini.
Tabel 2.4. Komposisi senyawa kimia test beberapa Foraminifera plangton (dalam
%)
Spesies
CaCO3
MgCO3
Fe2O3
SiO2
Globigerina bulloides
93,14
0,57
1,72
1,57
Globorotalia menardii
77,02
3,67
3,98
15,33
Operculina complanata
93,60
4,8
0,1
O,9
Sphaeroidinella dehiscens
84,38
1,79
4,94
8,89
Dari tabel tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa meski spesiesnya sama, namun
lokasi
dimana spesies diambil dapat menunjukkan prosentase yang berbeda.
Dengan demikian kandungan unsur kimianya juga menjadi berbeda. Untuk test
yang calcareous komposisi senyawa kimia didominasi oleh CaCO 3, sedang untuk
test yang agglutinated didominasi oleh SiO2.
Disamping itu dapat disimpulkan bahwa batugamping, yang selama ini dianggap
mempunyai komposisi CaCO3 murni, namun bila mengandung fosil Foraminifera
tidak akan terbebas dari unsur Mg, Si, Fe dan Al, serta unsur-unsur minor yang lain.
predator yang ingin memangsanya. Oleh sebab itu untuk menghindarkan diri dari
kepunahan, Foraminifera berkembangbiak dengan cara aseksual dikenal pula
dengan istilah membelah diri dan berkembangbiak dengan cara seksual, yaitu
bersatunya sel jantan dan sel betina membentuk zygote.
(1), Perkembangbiakan secara aseksual
Keterangan gambar
(1).Individu
sel
Foraminifera
berkembang menjadi dewasa (2). Inti
membesar dan membetuk dua bagian
diikuti dengan perkembangan plasma,
(3). Inti pecah menjadi dua sedang
plasma membentuk diri menjadi dua
bagian
namun
saat
ini
masih
berhubungan (4). Inti dan plasma telah
terbentuk menjadi dua bagian namun
masih berhubungan namun sudah mulai
menggenting,
(5).
Plasma
dengan
masing-masing
inti
menjadi
menggenting, (6). Dua bagian dengan
masing-masing inti dan plasma terpisah
menjadi individu baru. Individu baru ini
apabila sudah dewasa siap berkembang
biak dengan cara membelah ataupun
dengan cara seksual / kawin.
Gambar 2.3. Mekanisme perkembangbiakan secara aseksual
Aseksual merupakan cara perkembangbiakan Foraminifera yang paling dominan
dalam kondisi lingkungan yang normal. Hasil penelitian pada Foraminifera resen
menunjukkan perkembangbiakan aseksual menghasilkan individu Foraminifera
dengan ukuran yang relatif kecil, namun meningkatkan jumlah individu sangat
cepat.
(2). Perkembangbiakan secara seksual
Sel Foraminifera yang sudah dewasa dapat menghasilkan jutaan ovum dan sperma.
Ovum dan sperma yang sudah masak, akan keluar dari tubuh Foraminifera.
Sebuah ovum akan
dibuahi oleh sperma dari individu yang berbeda, dan
membentuk zygote. Selanjutnya zygote akan berkembang menjadi individu baru
yang siap berkembangbiak. Perkembangbiakan secara seksual relative jarang
terjadi dibandingkan dengan perkembangbiakan secara aseksual. Cara
perkembangbiakan seksual menghasilkan individu Foraminifera dengan ukuran
yang relatif besar.
(3). Perkembangbiakan modification of generation.
dasar laut
PB rasio (%)
0-20%
20-50%
20-50%
30-50%
50-100%
dengan mikroskop binokuler, sedang obyek disinari dari bagian bawah meja obyek.
Contoh Foraminifera besar antara lain: Lepidocyclina, Miogypsina, Miogypsinoides,
Nummulites, Discocyclina,
Cycloclypeus, Alveolina, Alveolinella,Operculina,
Operculinella.
spesimen fosilnya, Anda akan mudah untuk mengenalnya. Biasakan, yang akhirnya
seolah-olah pada fosil ada tulisan nama yang Anda cari.
Catatan kerja
2.3.
Teknik Penyajian Fosil :
1. Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel batuan di lapangan hendaknya diperhatikan tujuan yang akan kita capai.
Mendapatkan sampel yang baik diperhatikan interval jarak tertentu terutama untuk menyusun
biostratigrafi.
Kriteria - kriteria pengambilan sampel batuan :
Memiiih sampel batuan yang insitu dan bukan berasal dari talus, karena. dikhawatirkan fosilnya
sudah tidak insitu
Batuan yang berukuran butir halus lebih memungkinkan mengandung fosil, karena batuan yang
berbutir kasar tidak dapat mengawetkan fosil atau kemungkinan fosilnya rusak. Contoh batuan yang
diambil sebaiknya dari batuan lempung (clay), serpih (shale), napal ,(marl), tufa napalan (marly tuff),
batugnmping bioklastik, batugamping dengan campuran batupasir sangat halus.
Batuan yang lunak akan memudahkan dalam proses pemisahan fosil.
Jika endapan turbidit, diambil pada bntuan yang berbutir halus, yang diperkirakan merupakan
endapan suspensi yang juga mencerminkan kondisi normalnya
2. Penguraian / Pencucian
Proses pencucian batuan dilakukan dengan cara yang umum sebagai berikut :
Batuan sedimen ditumbuk dengan palu karet atau palu kayu hingga ukuran diameternya, 3-6mm.
Melarutkan dalam larutan H202 (hidrogen peroksida) 50% dan diaduk atau dipanaskan.
Kemudian mendiamkan sampai butiran batuan tersebut terlepas semua (24 jam), jika fosil masih
nampak kotor dapat dilakukan perendaman dengan air sabun, (lalu dibilas dengan air bersih.
Selanjutnya dikeringkan dengan terik matahari dan siap untuk diayak.
3. Pemisahan Fosil
Langkah awal menganalisa, perlu diadakan pemisahan fosil dari kotoran butiran yang bersamarnya.
Cara pengambilan fosil - fosil tersebut dengan jarum dari cawan tempat contoh batuan untuk
memudahkan dalam pengambilan fosilnya perlu disediakan air (jarum dicelupkan terlebih dahulu
sebelum pengambilan fosil).
Peralatan yang dibutuhkan dalam pemisahan fosil antara lain :
- Cawan untuk tempat contoh batuan
- Jarum untuk mengambil fosil ' Kuas bulu halus
- Cawan tempat air
- Lem untuk merekatkan fosil
- Fosil yang telah dipisahkan diletakkan pada plate (tempat fosil)