Anda di halaman 1dari 169

ANALISIS HUKUM TERHADAP PENGATURAN

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)


PADA UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007
TENTANG PERSEROAN TERBATAS

TESIS

Oleh

IKA SAFITHRI
067005033/HK

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

ANALISIS HUKUM TERHADAP PENGATURAN


CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
PADA UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007
TENTANG PERSEROAN TERBATAS

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora


dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara

Oleh

IKA SAFITHRI
067005033/HK

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Judul Tesis

Nama Mahasiswa
Nomor Pokok
Program Studi

: ANALISIS HUKUM TERHADAP PENGATURAN


CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PADA
UNDANG - UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007
TENTANG PERSEROAN TERBATAS
: Ika Safithri
: 067005033
: Ilmu Hukum

Menyetujui
Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH)


Ketua

(Prof. Dr. Ningrum N. Sirait, SH, MLI)


Anggota

Ketua Program Studi,

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH)

(Dr. Sunarmi, SH, M.Hum)


Anggota

Direktur,

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)

Lulus Tanggal : 4 Agustus 2008

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Telah diuji pada


Tanggal 4 Agustus 2008

PANITIA PENGUJI TESIS


KETUA
:
ANGGOTA :

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH


1. Prof. Dr. Ningrum N. Sirait, SH, MLI
2. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum
3. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH
4. Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

ABSTRAK
Perkembangan komunitas dengan aktivitasnya pada masa sekarang ini
semakin mengglobal, dan ini dijembatani oleh adanya arus informasi dan komunikasi
yang telah mencapai keadaan tanpa batas. Pada saat banyak perusahaan menjadi
semakin berkembang, maka pada saat itu pula kesenjangan sosial dan kerusakan
lingkungan sekitarnya dapat terjadi. Karena itu muncul pula kesadaran untuk
mengurangi dampak negatif ini. Banyak perusahaan swasta kini mengembangkan apa
yang disebut Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility).
Perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban kewajiban ekonomis dan legal tetapi
juga kewajiban kewajiban terhadap pihak pihak yang berkepentingan
(stakeholders). Tanggung jawab sosial perusahaan meliputi tanggung jawab sosial,
ekonomi dan lingkungan. Dalam penulisan tesis ini terdapat 3 (tiga) permasalahan
yaitu : bagaimana konsep Corporate Social Responsibility (CSR) dalam etika bisnis
dan perusahaan dan bagaimana peranan pemerintah, perusahaan dan masyarakat
sebagai kemitraan tripartit dalam penerapan Corporate Social Responsibility (CSR)
berdasarkan Undang - undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, serta
bagaimana pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Undang - undang
No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Penelitian yang dilakukan bersifat metode normatif kualitatif karena
penelitian ini bertitik tolak dari peraturan peraturan yang ada sebagai normatif
hukum positif berdasarkan pada peraturan perundang undangan yang berkaitan
dengan pengaturan Corporate Social Responsibility.
Pengaturan Corporate Social Responsibility telah diatur dalam Undang
undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagaimana yang dikenal
dengan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan dalam Pasal 74 memuat unsur
kewajiban bagi perseroan yang bergerak di bidang pengelolaan atau berkaitan dengan
sumber daya alam, dianggarkan sebagai biaya yang dilakukan dengan memperhatikan
aspek kepatutan dan kewajaran serta bagi pelanggarnya dikenai sanksi dan
pengaturan lebih jauh akan dituangkan dalam suatu peraturan pemerintah. Hingga
saat ini Peraturan Pemerintah tersebut belum diterbitkan dan masih dalam tahap
perumusan. Pemerintah masih berupaya mencari titik keseimbangan yang paling
sesuai agar kalangan dunia usaha tidak sampai dirugikan dan masyarakat setempat
juga mendapatkan keuntungan. Implementasi CSR membutuhkan kerjasama yang
disertai transparansi dan akuntabilitas dari semua pihak yaitu pemerintah, perusahaan
dan masyarakat sebagai kemitraan tripartit khususnya bagi Pemerintah sebagai
pembuat regulasi diharapkan mampu menjembatani kepentingan dan memberi rasa
keadilan bagi pelaku bisnis dan masyarakat termasuk dengan menerbitkan Peraturan
Pemerintah (PP) yang diharapkan pengaturannya dengan bijak sehingga mampu
menciptakan iklim usaha yang kondusif di Indonesia.
Kata kunci : tanggung jawab sosial perusahaan, perseroan terbatas

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

ABSTRACT
Growth of community with the activity at a period of this time progressively
global, and linked by existence of communications and information current which
have reaching situation of borderless. At the time of many corporates become
progressively grow, hence at that moment also difference of social and damage of
environment can happened. In consequence emerge awareness for lessening this
negative impact. Now, many private enterprises develop what called as Corporate
social responsibility. Corporate is not only having obligation - legal and economic
obligation but also obligations to the interested parties (stakeholders). Corporate
social responsibility includes social, economic and environmental responsibility. In
this writing of thesis there are 3 ( three) problems those are : how concept Corporate
Social Responsibility (CSR) in company and business ethics and how role of
government, public and corporate as tripartit partnership in applying of Corporate
Social Responsibility (CSR) based on The Act No. 40/2007 concerning Limited
Liability, and also how arrangement of Corporate Social Responsibility (CSR) at The
Act No. 40/2007 concerning Limited Liability.
This research has done by qualitative normative method which starting from
regulations as normative of positive law based on regulation related to arrangement of
Corporate Social Responsibility.
Arrangement Of Corporate Social Responsibility have been arranged at
The Act No. 40/2007 concerning Limited Liability as which recognized with
Corporate Social and Environmental Responsibility in Article 74 explains obligation
element for corporation which active in management or relating to natural resources,
budgeted as expense of which done by paying attention to aspect " proper and equity"
and also for the trespasser hit by arrangement and sanction will be regulated in one
regulation of government. Until now, the government regulation not yet been
published and still in formulation phase. Government still look for point of most
appropriate balance so that corporate do not be harmed and local public also get
advantage. Implementation of CSR requires accompanied by cooperation is
accountability and transparency from all party (government, public and corporate as
tripartite partnership specially for government as regulator is expected can link
importance and give sense of justice for public and corporate by publishing
Government Regulation (PP) which expected is the arrangement wisely so that can
create condusive business climate in Indonesia.
keyword : corporate social responsibility, limited liability

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga tesis ini dapat
diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih terdapat kekurangan sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun serta terdapat
penelitian-penelitian lain yang lebih baik dan relevan dengan tesis ini pada masa
yang akan datang.
Penulis juga menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan karena dukungan
dan bantuan berbagai pihak, untuk itu Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus
kepada :
1. Bapak Prof.Chairuddin P.Lubis, DTM&H., SPA(k)., selaku Rektor USU
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
USU
3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH., selaku Ketua Program Magister Ilmu
Hukum Sekolah Pascasarjana USU dan juga selaku Ketua Komisi Pembimbing
dan Penguji
4. Ibu Prof. Dr. Ningrum N. Sirait, SH, MLI, selaku Anggota Komisi Pembimbing
dan Penguji

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

5. Ibu Dr. Sunarmi, SH, M.Hum., selaku Sekretaris Program Magister Ilmu Hukum
Sekolah Pascasarjana USU dan juga selaku Anggota Komisi Pembimbing dan
Penguji
6. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH., MH., selaku Anggota Komisi Penguji
7. Bapak Dr. Mahmul Siregar., SH., M.Hum., selaku Anggota Komisi Penguji
8. Para Dosen yang telah memberikan ilmu dan pengarahan kepada Penulis selama
menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
9. Seluruh pegawai Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara atas segala pelayanan dan dorongan kepada Penulis
10. PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk (PT. Telkom) Kantor Divisi Regional I
Sumatera khususnya Bapak Dirwandi, Manager CDC Divre I PT. Telkom dan
Bapak Endang S. Rochman serta seluruh staf PT. Telkom yang telah membantu
penulis dalam melakukan penelitian di Kantor Divisi Regional I Sumatera PT.
Telkom
11. Bapak Jonner Simatupang selaku pimpinan PT. Berkatkurnia Mitraabadi dan
seluruh staf yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan tesis ini
12. Seluruh pimpinan dan staf pendidik di YP. Darul Ilmi Murni dan Kartanegara
yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis
13. Kedua Orang tua penulis, Karimuddin dan Elida, yang tercinta atas doa dan
dorongan motivasi kepada penulis hingga dapat menyelesaikan tesis ini

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

14. Kedua adikku tersayang, Kiki Rimelda dan Minda Kartika yang telah mendukung
dan membantu dalam penyelesaian tesis ini
15. Seluruh keluarga besar M. Ali Syamsuddin (Alm) dan Masud Sumarsono (Alm)
yang telah memberikan dukungan, bantuan bagi penulis hingga dapat
menyelesaikan tesis ini
16. Seluruh rekan rekan dan sahabat sahabat yang tidak dapat disebutkan
namanya satu per satu, untuk semua dukungan, bantuan dan dorongan motivasi
kepada penulis
Akhirnya Penulis menyadari atas segala kekurangan dan keterbatasan ilmu
sehingga Penulis memohon maaf dengan segala kerendahan hati dan berharap
penelitian tentang tanggung jawab sosial perusahaan bermanfaat bagi para pembaca
tesis ini.

Medan,

Agustus 2008
Penulis,

Ika Safithri

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

RIWAYAT HIDUP

Nama

: Ika Safithri

Tempat/ Tgl Lahir

: Medan/ 27 Agustus 1981

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Pendidikan

: 1. SD Negeri 060812 Medan, Tahun 1987 1993


2. SMP Swasta ERIA Medan, Tahun 1993 1996
3. SMA Negeri 2 Medan, Tahun 1996 1999
4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
Tahun 1999 2003
5. S-2 Program Magister Ilmu Hukum Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,
Tahun 2006 - 2008

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK.........................................................................................................

ABSTRACT .....................................................................................................

ii

KATA PENGANTAR .......................................................................................

iii

RIWAYAT HIDUP ...........................................................................................

vi

DAFTAR ISI .....................................................................................................

vii

DAFTAR TABEL ............................................................................................

DAFTAR GAMBAR .........................................................................................

xi

DAFTAR ISTILAH ..........................................................................................

xii

BAB I :

PENDAHULUAN .......................................................................

A. Latar Belakang ........................................................................

B. Perumusan Masalah ................................................................

14

C. Tujuan Penelitian .....................................................................

14

D. Manfaat Penelitian ...................................................................

15

E. Keaslian Penelitian ..................................................................

16

F. Kerangka Teori .......................................................................

17

G. Metode Penelitian ...................................................................

35

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

BAB II :

BAB III :

KONSEP CSR DALAM ETIKA BISNIS DAN


PERUSAHAAN ..........................................................................

38

A. Hakikat dan Prinsip prinsip Etika Bisnis ...............................

38

B. Tinjauan Umum tentang Corporate Social


Responsibility (CSR)................................................................

47

C. Konsep CSR dalam Etika Bisnis dan Perusahaan ....................

57

PERANAN PEMERINTAH, PERUSAHAAN DAN


MASYARAKAT DALAM PENERAPAN CSR ........................

66

A. Membangun Kemitraan Tripartit (Pemerintah


Perusahaan Masyarakat) sebagai Konsep Penerapan CSR .....

66

B. Manfaat dan Petunjuk Tata Cara Penerapan CSR .....................

71

C. Hambatan dan Tantangan Penerapan CSR ..............................

89

D. Peranan Pemerintah, Perusahaan dan


Masyarakat dalam Penerapan CSR ..........................................

94

1. Pemerintah Sebagai Pihak Pembuat Regulasi........................

94

2. Perusahaan Sebagai Pelaku Bisnis ........................................ 100


3. Masyarakat Sebagai Penerima Manfaat (beneficiaries) ......... 105
BAB IV :

PENGATURAN CSR PADA UU NO. 40 TAHUN 2007


TENTANG PERSEROAN TERBATAS ................................... 109
A. Pengaturan dan Penerapan CSR Sebelum Berlakunya
UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ................. 109
B. Analisis Hukum Pengaturan CSR pada UU No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas ...................................................... 116
C. Beberapa Contoh Praktek CSR di Indonesia ............................ 132
D. Beberapa Contoh Praktek CSR di Negara Lain ........................ 139

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

BAB V :

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 149


A. Kesimpulan ............................................................................ 149
B. Saran ..................................................................................... 151

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 152

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

DAFTAR TABEL

Nomor

Judul

Halaman

1.

Kategori Perusahaan Menurut Implementasi CSR .................

101

2.

Manfaat Keterlibatan Komunitas Perusahaan .....................

107

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Judul

Halaman

1.

Piramida Konsep Corporate Social Responsibility ................

62

2.

Sasaran CSR .........................................................................

72

3.

Persentase perusahaan CSR dan Non CSR di beberapa negara

141

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

DAFTAR ISTILAH
1. Beleid : kebijakan
2. Community Development : pemberdayaan masyarakat, kegiatan
pembangunan komunitas yang dilakukan secara sistematis, terencana dan
diarahkan untuk memperbesar akses komunitas guna mencapai kondisi
sosial, ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila
dibandingkan dengan kegiatan pembangunan sosial sebelumnya.
3. Corporate Social Responsibility : komitmen dunia usaha untuk teus menerus
bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk
peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari
karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas
lokal dan masyarakat secara lebih luas
4. Dow Jones Sustainability Index : indeks yang memberi gambaran mengenai
10% perusahaan teratas di tiap kategori industri berkenaan dengan
keberlanjutan. Informasi yang diberikan pada para penanam modal
meliputi kinerja manajemen dan peluang keberlanjutan perusahaan
perusahaan itu.
5. Filantropi : tujuan tujuan sedemikian rupa yang telah dilakukan sedemikian
luasnya melebihi pemberian yang hanya bertujuan untuk amal semata
sehingga tujuan filantropi tidak perlu melembaga suatu derma. Filantropi
cakupannya lebih luas melebihi tujuan tujuan yang bukan hanya secara
teknis bersifat amal
6. Fiqh Muamalah : bagian dari hukum Islam yang mengatur hubungan antara
seseorang dan orang lain, baik seseorang itu pribadi tertentu maupun
berbentuk badan hukum
7. Free Rider : pihak pihak yang mengambil kesempatan untuk kepentingan
pribadi dengan melakukan penyalahgunaan wewenang
8. FTSE4 Good : satu seri pembanding (benchmark) serta indeks panduan para
pemilik modal ke perusahaan perusahaan pemilik kinerja CSR yang
tinggi. Perbandingan dan indeks yang dipergunakan terutama berkaitan
dengan kinerja keberlanjutan lingkungan, hubungan dengan para
pemangku kepentingan serta penegakkan HAM
9. Global Compact : standar sukarela code of conduct bagi perusahaan yang
dikeluarkan PBB

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

10. Good Corporate Governance : seperangkat peraturan yang mengatur


hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak
kreditur, pemerintah, karyawan, serta pemegang saham kepentingan
internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak hak dan
kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang
mengendalikan perusahaan.
11. Green Houses Gases : efek gas rumah kaca
12. Greenwash : pengelabuan citra perusahaan belaka
13. Karitatif : bersifat memberi kasih sayang
14. Public Accountability : pertanggungjawaban publik
15. Shareholder : pemegang saham
16. Stakeholder : pihak yang berkepentingan dengan suatu bisnis
17. Sustainable Development : pembangunan yang berkelanjutan, pembangunan
atau perkembangan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa
membahayakan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi
kebutuhannya
18. Triple Bottom Line : konsep yang dipopulerkan oleh John Elkington pada
tahun 1997 yang mengembangkan konsep bahwa perusahaan yang ingin
berkelanjutan harus memperhatikan 3P (profit, people, planet) selain
mengejar profit, juga memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan
kesejahteraan masyarakat serta turut berkontribusi aktif dalam menjaga
kelestarian lingkungan
19. Utilitas : manfaat

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Milton Friedman 1, sang ekonom pemenang hadiah Nobel, bersikap pesimis
atas segala upaya menjadikan perusahaan sebagai alat tujuan sosial. Tujuan korporasi,
menurutnya, hanyalah menghasilkan keuntungan ekonomi bagi pemegang sahamnya.
Jika korporasi memberikan sebagian keuntungannya bagi masyarakat dan lingkungan,
maka korporasi telah menyalahi kodratnya begitu tambah Joel Bakan dalam bukunya,
The Corporation, apapun cara akan dipakai korporasi untuk mencari laba setinggitingginya. 2
Friedman menyimpulkan bahwa doktrin tanggung jawab sosial dari bisnis
merusak sistem ekonomi pasar bebas. Doktrin ini juga bersifat ancaman terhadap
masyarakat yang bebas dan demokratis. Kemudian Friedman menyatakan, yang
dikutip dari bukunya Capitalism and Freedom, bahwa dalam masyarakat bebas :
terdapat hanya satu tanggung jawab sosial untuk bisnis, yakni memanfaatkan
sumber daya alam dan melibatkan diri dalam kegiatan kegiatan yang bertujuan
meningkatkan keuntungannya, selama hal itu sebatas aturan aturan main, artinya,
1

Milton Friedman (1912- ) adalah profesor emeritus dari Universitas Chicago dan pemenang
hadiah Nobel bagian ekonomi pada tahun 1976. Milton Friedman adalah pelopor utama dari
neoliberalisme, aliran dalam ekonomi yang ingin sedapat mungkin menerapkan pemikiran liberalisme
klasik (Adam Smith) pada abad ke 20. Milton Friedman telah merumuskan pandangannya tentang
tanggung jawab sosial perusahaan dalam bukunya, Capitalism and Freedom (1962), tetapi yang
menjadi terkenal dalam konteks ini adalah tulisannya yang dimuat dalam New York Times Magazine,
13 September 1970, dengan judul The social responsibility of business is to increase its profits.
2
Siti Maemunah, Negara Lemah, CSR Menguat, Forum Keadilan No.22, tanggal 23
September 2007, hal. 46.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

melibatkan diri dalam kompetisi yang terbuka dan bebas tanpa penipuan dan
kecurangan. 3 Bahkan, Milton Friedman mengungkapkan bisnis dari bisnis hanyalah
bisnis (The business of business is business). Tanggung jawab sosial hanya ada pada
individu dan tidak melekat pada perusahaan sebab tanggung jawab perusahaan adalah
menghasilkan keuntungan yang sebesar besarnya bagi pemegang saham. 4
Jika dipandang dari segi moral hakikat manusia maupun hakikat kegiatan
bisnis itu sendiri, diyakini bahwa tidak benar kalau para manajer perusahaan hanya
memiliki tanggung jawab dan kewajiban moral kepada pemegang saham. Para
manajer perusahaan sebagai manusia dan sebagai manajer sekaligus mempunyai
tanggung jawab dan kewajiban moral kepada banyak orang dan pihak lain yang
berkaitan dengan kegiatan dan operasi bisnis perusahaan yang dipimpinnya. Para
manajer perusahaan mempunyai tanggung jawab dan kewajiban moral untuk
memperhatikan hak dan kepentingan karyawan, konsumen, pemasok, penyalur,
masyarakat setempat, dan seterusnya. Singkatnya, tanggung jawab dan kewajiban
moral para manajer perusahaan tidak hanya tertuju kepada shareholders (pemegang
saham) tetapi juga kepada stakeholders pada umumnya. 5
Perusahaan itu sesungguhnya tidak hanya memiliki sisi tanggung jawab
ekonomis kepada para shareholders seperti bagaimana memperoleh profit dan
menaikkan harga saham atau tanggung jawab legal kepada pemerintah, seperti
3

K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis (Seri Filsafat Atmajaya : 21), (Yogyakarta : Kanisius,
2000), hal.294.
4
Sri Hartati Samhadi, Etika Sosial Perusahaan Multinasional, Harian Kompas,
tanggal 4 Agustus 2007.
5
Erni R. Ernawan, Business Ethics : Etika Bisnis, (Bandung : CV. Alfabeta, 2007), hal. 28.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

membayar pajak, memenuhi persyaratan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak


Lingkungan), dan ketentuan lainnya. Namun, jika perusahaan ingin eksis dan
akseptabel, harus disertakan pula tanggung jawab yang bersifat sosial. 6
Perkembangan komunitas dengan aktivitasnya pada masa sekarang ini
semakin mengglobal, dan ini dijembatani oleh adanya arus informasi dan komunikasi
yang telah mencapai keadaan tanpa batas. Pada saat banyak perusahaan menjadi
semakin berkembang, maka pada saat itu pula kesenjangan sosial dan kerusakan
lingkungan sekitarnya dapat terjadi. Karena itu muncul pula kesadaran untuk
mengurangi dampak negatif ini. Banyak perusahaan swasta kini mengembangkan apa
yang disebut Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility)
yang selanjutnya dalam penulisan ini disingkat CSR. Wacana CSR ini sudah menjadi
tren global. Banyak perusahaan telah menggeser paradigma sempit yang menyatakan
bahwa orientasi seluruh kegiatan perusahaan hanyalah profit, dimana aktivitas apapun
harus ditakar dari sudut menambah keuntungan finansial secara langsung atau tidak.
Pergeseran CSR telah mengalami perkembangan yang lebih luas.
CSR mengalami evolusi dan metamorfosis dalam rentang waktu yang cukup
panjang. Seiring dengan berjalan waktunya, masyarakat tak sekadar menuntut
perusahaan untuk menyediakan barang dan jasa yang diperlukannya, melainkan juga
menuntut untuk bertanggung jawab secara sosial. Karena, selain terdapat
ketimpangan ekonomi antara pelaku usaha dengan masyarakat di sekitarnya, kegiatan

Yusuf Wibisono, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, (Gresik : Fascho Publishing,
2007), hal. xxiii.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

operasional perusahaan umumnya juga memberikan dampak negatif, misalnya


eksploitasi sumber daya dan rusaknya lingkungan di sekitar operasi perusahaan. Hal
ini yang menjadi latar belakang munculnya konsep CSR yang paling primitif :
kedermawanan yang bersifat karitatif. 7
Wacana CSR semakin terasa dengan terbitnya buku Silent Spring karangan
Rachel Carson yang membahas pertama kalinya tentang persoalan lingkungan dalam
tataran global. Karyanya menyadarkan bahwa tingkah laku korporasi mesti dicermati
sebelum berdampak menuju kehancuran. Sejak itu, perhatian terhadap permasalahan
lingkungan semakin berkembang dan mendapat perhatian kian luas. Pemikiran
tentang korporasi yang lebih manusiawi juga muncul dalam The Future Capitalism
yang ditulis Lester Thurow tahun 1966. Menurutnya, kapitalisme yang menjadi
mainstream saat itu- tidak hanya berkutat pada masalah ekonomi, namun juga
memasukkan unsur sosial dan lingkungan yang menjadi basis apa yang nantinya
disebut sustainable society. 8
Pada tahun 1970-an, sejalan dengan berkembangnya wacana tentang
kepedulian lingkungan, kegiatan kedermawanan perusahaan terus berkembang dalam
kemasan philanthropy

serta Community Development (CD) 10. Terjadi perpindahan

Ibid., hal.4. Lihat Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005), hal 509 bahwa defenisi karitatif adalah bersifat memberi
kasih sayang.
8
Ibid., hal.5.
9
Lihat L.B. Curzon, Dictionary of Law, (England : Pearson Education Limited, 2002), hal.
317. Philanthropic purposes is gifts for philanthropic or similar purposes have been held to be wider
than gifts for charitable purposes so that they do not necessarily constitute a charity. It seems that
philanthropic is wide enough to comprise purposes not technically charitable (Tujuan tujuan
filantropi merupakan anugerah bagi filantropi atau tujuan tujuan serupa yang telah dilakukan

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

penekanan dari fasilitasi dan dukungan pada sektor sektor produktif ke arah sektor
sektor sosial. Latar belakang perpindahan ini adalah kesadaran bahwa peningkatan
produktivitas hanya akan terjadi manakala variabel variabel yang menahan orang
miskin tetap miskin, misalnya pendidikan dan kesehatan dapat dibantu dari luar.
Berbagai program populis kemudian banyak dilakukan seperti penyediaan sarana dan
prasarana pendidikan, kesehatan, air bersih dan banyak lagi kegiatan jenis lainnya.
Di era 1980-an makin banyak perusahaan yang menggeser konsep filantropisnya ke
arah Community Development (CD) yang makin berkembang ke arah pemberdayaan
masyarakat misalnya pengembangan kerjasama, memberikan ketrampilan dan
sebagainya. Dasawarsa 1990-an diwarnai dengan beragam pendekatan seperti
pendekatan integral, pendekatan stakeholder maupun pendekatan civil society yang
mempengaruhi praktek Community Development (CD). Sehingga Community
Development (CD) menjadi suatu aktivitas yang lintas sektor karena mencakup baik
aktivitas produktif maupun sosial dan juga lintas pelaku sebagai konsekuensi
berkembangnya keterlibatan berbagai pihak. 11

sedemikian luasnya melebihi pemberian yang hanya bertujuan untuk amal semata sehingga tujuan
tujuan filantropi tidak perlu melembaga suatu derma. Bahwa filantropi cakupannya lebih luas meliputi
tujuan tujuannya yang bukan hanya secara teknis bersifat amal).
10
Lihat Bambang Rudito dan Melia Famiola, Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan di Indonesia, (Bandung : Rekayasa Sains, 2007), hal. 234 bahwa Arif Budimanta
menyatakan Community Development adalah kegiatan pembangunan komunitas yang dilakukan secara
sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses komunitas guna mencapai kondisi
sosial, ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan
pembangunan sosial sebelumnya. Perhatikan juga pendapat dari Bambang Rudito bahwa secara
hakekat, community development merupakan suatu proses adaptasi sosial budaya yang dilakukan oleh
industri, pemerintah pusat dan daerah terhadap komunitas lokal.
11
Yusuf Wibisono, Op.cit., hal. 5 6.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Pada tataran global, tahun 1992 diselenggarakan KTT Bumi (Earth Summit)
di Rio de Janeiro, Brazil, yang merumuskan adanya pembangunan yang berkelanjutan
(sustainable development) yang mencakup keberlanjutan ekonomi dan keberlanjutan
lingkungan. Bahkan CSR semakin berkembang setelah diselenggarakannya World
Summit on Sustainable Development (WSSD) tahun 2002 di Johannesburg, Afrika
Selatan, yang mengisyaratkan adanya suatu visi yang sama dalam dunia usaha yang
semakin menglobal ini yang mengarah pada liberalisme yang pengaruhnya bahkan
melewati batasan dari politik negara negara yang ada sehingga dalam pertemuan
tersebut tercetus adanya suatu kebersamaan aturan bagi tingkat kesejahteraan umat
manusia yaitu dimunculkannya konsep social sustainability, yang mengiringi dua
aspek

sebelumnya

(economic

dan

environment

sustainability).

Dengan

dimasukkannya keberlanjutan sosial ke dalam perangkat kebijakan yang harus


dilakukan oleh seluruh negara dalam pelaksanaan pembangunannya maka diharapkan
tujuan dari masing masing negara dalam usaha meningkatkan taraf hidup
komunitasnya dapat disejajarkan antara satu dengan lainnya. Ketiga aspek ini menjadi
patokan bagi perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya (CSR). 12
Bahkan wacana CSR semakin berkembang dalam pertemuan penting UN Global
Compact di Jenewa, Swiss, Kamis, 7 Juli 2007 yang dibuka Sekjen PBB Ban Ki

12

Bambang Rudito dan Melia Famiola, Op.cit., hal. 204 - 205

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

moon. Pertemuan itu bertujuan meminta korporasi menunjukkan tanggung jawab dan
perilaku bisnis yang sehat yang dikenal dengan corporate social responsibility. 13
Pemikiran yang mendasari CSR yang sering dianggap inti dari Etika Bisnis
adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban kewajiban ekonomis
dan legal tetapi juga kewajiban kewajiban terhadap pihak pihak yang
berkepentingan (stakeholders), karena perusahaan tidak bisa hidup, beroperasi dan
memperoleh keuntungan tanpa bantuan pihak lain. CSR merupakan pengambilan
keputusan perusahaan yang dikaitkan dengan nilai nilai etika, dapat memenuhi
kaidah kaidah dan keputusan hukum dan menjunjung tinggi harkat manusia,
masyarakat dan lingkungan.

Tanggung jawab sosial perusahaan meliputi bidang

sosial, ekonomi dan lingkungan. 14 Selanjutnya Nurcholis Madjid juga menyimpulkan


etika subjektif seseorang akan terefleksikan dalam aktivitas bisnisnya. Dengan kata
lain etika bisnis seseorang merupakan perpanjangan sikap sikap tingkah lakunya
atau tindakan tindakan konstan, yang membentuk keseluruhan citra diri atau akhlak
orang itu. 15
Kesadaran tentang pentingnya mempraktekkan CSR semakin gencar. Sebagai
contoh adalah kasus PT. Freeport Indonesia (PT. FI) di Papua yang memiliki

13

Khudori, Tanggung jawab sosial (semu) Perusahaan, http://www.ti.or.id/news/7


/tahun/2007/bulan/07/tanggal/24/id/1662/ (diakses tanggal 27 Agustus 2007)
14
Manuel G. Velasquez, Business Ethics : Concepts and Cares (Fifth Edition), (New Jersey :
Pearson Education, Inc., 2002), hal. 13 bahwa Business ethics is a specialized study of moral right and
wrong. It concentrates on moral standards as they apply to business policies, institutions, and
behaviour. (Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah.
Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi dam
perilaku bisnis).
15
Erni R. Ernawan, Op.cit., hal.12

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

keanekaragaman hayati yang melimpah ruah seperti bahan tambang, minyak dan gas
bumi, serta hutan yang luas. Kasus ini bermula dengan berdirinya PT. Freeport
Indonesia pada tahun 1936 karena adanya penemuan hasil tambang di Gunung
Ertsberg (gunung biji). Kemudian dilakukan penanda-tanganan kontrak karya I
penambangan tembaga dan emas antara PT. Freeport Indonesia dengan pemerintah
Indonesia pada tanggal 7 April 1967. Keberadaan PT. FI mengganggu kehidupan
etnis masyarakat setempat karena Gunung Ertsberg merupakan tempat pemujaan bagi
masyarakat setempat. Bahkan, kegiatan PT. FI hanya menguntungkan perusahaan itu
sendiri. Rakyat Papua hanya menjadi pencari remah remah sisa pembuangan
produksi. Gunung dan hutan telah rusak akibat telah berubah fungsi mejadi konsensi
pertambangan. Padahal kehidupan masyarakat setempat sangat bergantung pada
alam. Meskipun adanya royalti PT. FI dan pemberian dana 1% dari keuntungan
PT. FI untuk kepentingan rakyat Papua namun kenyataannya hanya segelintir orang
yang menikmatinya. Rakyat Papua menghendaki dilakukannya reorganisasi kontrak
karya antara PT. FI dan pemerintah Indonesia. 16
Kasus lainnya yaitu keberadaan PT. Toba Pulp Lestari di desa Porsea,
Kabupaten Tobasa, Sumatera Utara, merupakan contoh ekspansi bisnis yang
langsung tidak diterima komunitas sekitarnya. Komunitas menilai perusahaan tidak
mampu memberikan yang sepadan kepada komunitas dan tidak signifikan
mengangkat perekonomian rakyat. Mengangkat perekonomian rakyat tentu saja tidak
sekedar mempekerjakan komunitas sekitar pada perusahaan karena daya tampung
16

Yusuf Wibisono, Op.cit., hal.54

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

perusahaan sangat terbatas dan biasanya untuk posisi yang tidak membutuhkan
kecakapan tertentu. PT. Toba Pulp Lestari sejak perencanaan pembangunan hingga
beroperasi selalu mendapat penolakan yang keras dari rakyat Porsea. Akhirnya pada
tahun 1998, PT. Indorayon Inti Utama, sebelum berganti nama menjadi Toba Pulp
Lestari, resmi ditutup. Pada Mei tahun 2003, pabrik pulp itu dibuka kembali dengan
nama PT. Toba Pulp Lestari. 17
Peristiwa ini memberikan sebuah pelajaran bahwa dampak negatif akan
selalu

mengancam jika sejak

awal kegiatan perusahaan dilakukan tanpa

memperhatikan kelestarian lingkungan dan kepentingan masyarakat (stakeholder) di


sekitar perusahaan. Komunikasi dan koordinasi secara efektif antara pemerintah,
perusahaan dan masyarakat (komunitas) sangat penting dilakukan agar dapat
membangun persamaan persepsi dan harmonisasi dapat tercapai.
Jika mencermati sejarah industri, memang ada pengusaha pengusaha yang
berhasil melakukan kegiatan filantropi yang berbentuk CSR ini. Umpamanya
Carnegie yang membantu banyak lembaga pendidikan dan mendirikan lebih dari
2800 perpustakaan umum, atau Ted Turner, pendiri CNN (Cable News Network)
telah menyumbang lebih dari satu miliar dollar AS kepada PBB selama lebih dari 10
tahun untuk membantu para pengungsi dan anak anak, untuk menyingkirkan ranjau
dan memerangi penyakit. Hal yang sama juga dilakukan oleh Bill Gates dari
Microsoft bersama istrinya, Melinda, membentuk 2 (dua) yayasan yaitu pertama,
Program Vaksin Anak anak yang bertujuan untuk menyalurkan vaksin baru dan
17

Bambang Rudito dan Melia Famiola, Op.cit., hal. 20 - 21

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

lama guna mencegah penyakit anak anak di negara miskin serta kedua, Gates
Learning Foundation yang menyumbangkan komputer kepada perpustakaan umum di
Amerika Serikat. 18
Perlu disadari banyak manfaat yang akan diperoleh perusahaan yang
melakukan CSR antara lain dapat mempertahankan dan menaikkan reputasi dan
brand image perusahaan sehingga muncul citra yang positif dari masyakarat. Upaya
CSR mampu meningkatkan citra perusahaan dengan mempraktekkan karya ini yang
sering disebut corporate social perfomance (kinerja sosial perusahaan). Perusahaan
tidak hanya mempunyai kinerja ekonomis, tetapi juga kinerja sosial. Perusahaan
menyadari masih ada hal yang perlu diperhatikan daripada memperoleh laba sebesar
mungkin yakni mempunyai hubungan baik dengan masyarakat di sekitar pabrik dan
dengan masyarakat umum. 19
Manfaat terhadap citra perusahaan melalui kegiatan CSR telah dinikmati oleh
PT. Telkom, Tbk yang melakukan bentuk CSR melalui penyaluran dana kemitraan
secara bergulir kepada pengusaha kecil, menengah dan koperasi hingga Juni 2007
sudah mencapai 423,5 miliar dan terdapat 6.031 mitra binaan yang mendapat
pelatihan atau dana kemitraan dari PT. Telkom, Tbk. Saat ini cukup banyak

18

K. Bertens, Op.cit., hal 299 - 300


Ibid., hal. 301. Lihat juga pada sumber yang sama bahwa sebagai contoh, salah satu
perusahaan jamu dalam negeri menyediakan fasilitas bus bagi penjual jamu gendong di Jakarta untuk
mudik lebaran ke Jawa Tengah. Dengan demikian perusahaan jamu tersebut memperkuat jalur
pemasarannya dan memperbaiki citra perusahaan di masyarakat.
19

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

perusahaan lain yang melakukan kegiatan CSR melalui berbagai bentuk kegiatan dan
sasarannya.

20

Para pelaku usaha juga menyakini bahwa program CSR merupakan investasi
bagi perusahaan demi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability) perusahaan.
Artinya, CSR tidak lagi dilihat sebagai sentra biaya (cost center) melainkan sebagai
sentra laba (profit center) di masa mendatang. Karena melalui hubungan yang
harmonis dan citra yang baik, timbal baliknya masyarakat juga akan ikut menjaga
eksistensi perusahaan. 21
Suatu perusahaan tanpa didukung komunitas sekitar (no stakeholders friendly)
menyebabkan sustainability-nya akan terganggu. Oleh sebab itu perusahaan harus
membangun hubungan yang harmonis dengan komunitas tersebut berdasarkan konsep
dan mekanisme yang jelas tidak hanya didasari faktor charity atau program

20

Lihat Try Harijono, CSR Jangan Dipandang Derma, Harian Kompas, tanggal 4 Agustus
2007 menyebutkan bahwa Eddy Kurnia, Wakil Presiden Komunikasi Pemasaran dan Publik PT
Telkom, Tbk mengatakan :Bagi kami, CSR sudah merupakan corporate strategy. Jika masyarakat
tidak berkembang, perusahaan juga akan sulit berkembang. PT. Telkom, Tbk juga memiliki Peduli
Telkom, salah satunya melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) juga melakukan
berbagai kegiatan dengan fokus utama di bidang pendidikan. PT. Telkom, Tbk juga melakukan
pengadaan infrastruktur internet di 83.000 sekolah dalam program Internet Go to School dan
melakukan pelatihan teknologi dan komunikasi untuk 500 guru selama tahun 2006.
Lihat juga pada sumber yang sama bahwa Angky Camaro, Direktur Pelaksana PT. HM
Sampoerna Tbk., mengatakan Bagi kami, CSR sudah merupakan suatu kebutuhan. PT. Sampoerna
antara lain memberikan bea siswa pendidikan melalui Sampoerna Foundation. Demikian juga yang
dilakukan oleh PT. Kaltim Prima Coal (KPC), perusahaan pertambangan batu bara di kabupaten Kutai
Timur, menyisihkan dana sebesar 5 juta dollar AS sendiri dengan melakukan pembinaan masyarakat
sekitar hutan melalui pelatihan pertanian organik, pengembangan agrowisata dan pembibitan tanaman
tanaman lokal yang saat ini sudah mengoleksi 30 jenis buah khas Kalimantan Timur.
21
Yusuf Wibisono, Op.cit., hal. 35

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Community Development (CD). CSR bersifat longterm untuk pemberdayaan


masyarakat madani. 22
Kesinambungan terhadap eksistensi perusahaan juga tercetus melalui
pendapat John Elkington, dalam bukunya Cannibals with Forks, the Triple Bottom
Line of Twentieth Century Business pada tahun 1997, bahwa jika perusahaan ingin
sustain maka perusahaan tersebut perlu memperhatikan 3P yakni, profit, people dan
planet. Selain profit yang dicari, perusahaan juga harus memberikan kontribusi positif
kepada masyarakat (people) dan ikut aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan
(planet).23
Upaya perusahaan dalam meningkatkan peranannya dalam pembangunan
kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan membutuhkan sinerji multipihak
yang solid dan baik. Tidak mungkin persoalan persoalan hukum yang berkaitan
dengan CSR ini hanya diselesaikan oleh satu pihak saja, artinya hal ini tidak hanya
merupakan tanggung jawab perusahaan saja. Sinerji yang paling diharapkan adalah
adanya kemitraan antara perusahaan, pemerintah dan komunitas atau masyarakat.
Sinerji ini disebut kemitraan tripartit.
Dalam hukum perseroan terbatas di Indonesia, awalnya wacana CSR ini
masih bersifat sukarela dan belum ada pengaturannya melalui produk perundang
undangan atau hukum perusahaan. Bahkan Undang Undang Perseroan Terbatas
22

Parlindungan Purba, Konsep Dan Implementasi Program CSR Oleh Perusahaan Lokal,
disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) Corporate Social Responsibility (CSR)
berbasis HAM, oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza
Hotel, Jl. Sisingamangaraja No. 18 Medan, hal. 6 - 7
23
Yusuf Wibisono, Op.cit., hal. 6

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

yang lama yaitu Undang - undang No. 1 tahun 1995

sebagai payung hukum

perseroan belum mengatur CSR. Namun setelah tanggal 16 Agustus 2007, CSR di
Indonesia telah diatur dalam Undang undang Nomor 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas yang menggantikan Undang Undang No. 1 tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas yang selanjutnya disingkat dengan UU PT bahwa CSR yang
dikenal dalam Undang undang ini sebagaimana yang termuat dalam Pasal 1 ayat 3
yang berbunyi : Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen
Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna
meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi
perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. 24
Bahkan Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan ini merupakan suatu
kewajiban yang harus dilaksanakan bagi perseroan yang kegiatan usahanya di bidang
dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam karena telah disertai dengan sanksi
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 74 Undang undang Nomor 40 tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas.25

24

Undang - Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1 ayat 3.
.
Ibid., lihat juga Pasal 74 yang berbunyi :
Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber
daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang
pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran
Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan
Peraturan Pemerintah
25

(1)
(2)

(3)
(4)

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Berdasarkan uraian - uraian di atas, penulis tertarik untuk membahas tentang


pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai suatu karya ilmiah dalam
bentuk tesis dengan judul : Analisis Hukum terhadap Pengaturan Corporate Social
Responsibility (CSR) pada Undang undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep Corporate Social Responsibility (CSR) dalam etika bisnis
dan perusahaan ?
2. Bagaimana peranan pemerintah, perusahaan dan masyarakat sebagai
kemitraan tripartit dalam penerapan Corporate Social Responsibility (CSR)
berdasarkan UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ?
3. Bagaimana pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) pada UU
No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian yang terdapat pada perumusan masalah di atas maka yang
menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui konsep Corporate Social Responsibility (CSR) dalam etika
bisnis dan perusahaan

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

2. Untuk mengetahui peranan pemerintah, perusahaan dan masyarakat sebagai


kemitraan tripartit dalam penerapan Corporate Social Responsibility (CSR)
berdasarkan UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
3. Untuk mengetahui pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) dalam
UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

D. Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis
maupun praktis, yaitu :
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para akademisi
maupun dan masyarakat umum serta diharapkan dapat memberi manfaat guna
menambah khasanah ilmu hukum secara umum dan hukum perusahaan secara
khusus di Indonesia.
2. Manfaat praktis
a. sebagai pedoman dan masukan bagi pemerintah/badan legislatif dalam
menentukan kebijakan maupun regulasi dalam upaya pengembangan hukum
nasional ke arah pengaturan tanggung jawab sosial perusahaan.
b. sebagai informasi dan inspirasi bagi praktisi bisnis (para pelaku usaha,
pemegang saham, dan komisaris) bahkan investor untuk memahami
pengaturan tanggung jawab sosial perusahaan serta melaksanakannya sebagai

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

kepedulian dan komitmen dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial


perusahaan.
c. sebagai bahan kajian bagi para akademisi yang dapat mengambil poin poin
atau modul modul pembelajaran dari tesis ini dan diharapkan wacana
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ini berkembang ke arah yang lebih baik.
d. sebagai informasi dan rujukan bagi aktivis LSM/NGO, masyarakat umum dan
stakeholders lainnya sehingga mampu bersikap sebagai informan, promotor
sekaligus pengontrol perkembangan implementasi tanggung jawab sosial
perusahaan di Indonesia.

E. Keaslian Penelitian
Menurut data yang ada berdasarkan pemeriksaan dan hasil hasil judul
penelitian yang ada pada perpustakaan Universitas Sumatera Utara (USU), tesis
mengenai Analisis Hukum terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility
(CSR) pada Undang undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
belum pernah dilakukan, hingga tesis ini ditulis, meskipun dalam bentuk makalah
pada seminar seminar, maupun dalam diskusi panel sudah pernah dilakukan
pembahasan atau diskusi.
Oleh karena itu, dapat dipertanggungjawabkan penulis bahwa tesis ini
memiliki keaslian dan sesuai dengan asas asas keilmuan yang harus dijunjung
tinggi yaitu jujur, rasional, objektif serta terbuka. Hal ini merupakan implikasi etis
dari proses menemukan kebenaran ilmiah sehingga dengan demikian penelitian ini

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah, keilmuan dan terbuka


untuk kritisi yang sifatnya konstruktif (membangun).

F. Kerangka Teori
Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting sebagai sarana
untuk merangkum serta memahami masalah secara lebih baik. Hal hal yang semula
tampak tersebar dan berdiri sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu
sama

lain

secara

bermakna.

Teori

memberikan

penjelasan

melalui

mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang dibicarakannya.

cara

26

Kerangka teori tesis ini menggunakan teori utilitas (utilitarisme) yang


dipelopori oleh Jeremy Bentham dan selanjutnya dikembangkan oleh John Stuart
Mill. Jeremy Bentham dalam karya tulisannya An Introduction to the Principles of
Morals and Legislation menyebutkan :
Alam telah menempatkan umat manusia di bawah kendali dua kekuasaan,
rasa sakit dan rasa senang. Hanya keduanya yang menunjukkan apa yang
seharusnya kita lakukan, dan menentukan apa yang akan kita lakukan. Standar
benar dan salah di satu sisi, maupun rantai sebab akibat pada sisi lain, melekat
erat pada dua kekuasaan itu. Keduanya menguasai kita dalam semua hal yang
kita lakukan, dalam semua hal yang kita ucapkan, dalam semua hal yang kita
pikirkan : setiap upaya yang kita lakukan agar kita tidak menyerah padanya
hanya akan menguatkan dan meneguhkannya. Dalam kata kata seorang
manusia mungkin akan berpura pura menolak kekuasaan mereka tapi pada
kenyataannya ia akan tetap berada di bawah kekuasaan mereka. Asas manfaat
(utilitas) mengakui ketidakmampuan ini dan menganggapnya sebagai
landasan sistem tersebut, dengan tujuan merajut kebahagiaan melalui tangan
nalar dan hukum. Sistem yang mencoba untuk mempertanyakannya hanya

26

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 253

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

berurusan dengan kata kata ketimbang maknanya, dengan dorongan sesaat


ketimbang nalar, dengan kegelapan ketimbang terang. 27
Bentham menjelaskan lebih lebih jauh bahwa asas manfaat melandasi segala
kegiatan berdasarkan sejauh mana tindakan itu meningkatkan atau mengurangi
kebahagiaan kelompok itu; atau, dengan kata lain meningkatkan atau melawan
kebahagiaan itu. 28
Utilitarisme disebut lagi suatu teleologis (dari kata Yunani telos = tujuan),
sebab menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya
tujuan perbuatan. Perbuatan yang memang bermaksud baik tetapi tidak menghasilkan
apa apa, menurut utilitarisme tidak pantas disebut baik. 29 Teori utilitas merupakan
pengambilan keputusan etika dengan pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak
pihak sebagai hasil akhirnya (the greatest good for the greatest number). Artinya,
bahwa hal yang benar didefenisikan sebagai hal yang memaksimalisasi apa yang baik
atau meminimalisir apa yang berbahaya bagi kebanyakan orang. Semakin bermanfaat
pada semakin banyak orang, perbuatan itu semakin etis. Dasar moral dari perbuatan
hukum ini bertahan paling lama dan relatif paling banyak digunakan. Utilitarianism

27

Ian Saphiro, Asas Moral dalam Politik, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia yang
bekerjasama dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat Jakarta dan Freedom Institute, 2006), hal. 13.
Jeremy Bentham (1748 1832), karyanya Introduction to the Principles of Morals and
Legislation, pertama kali diterbitkan tahun 1789 adalah karya klasik yang menjadi rujukan (locus
classicus) tradisi utilitarian. Utilitarisme berasal dari kata Latin utilis yang berarti manfaat. Diktum
Bentham yang selalu dikenang, yakni bahwa mereka diharapkan mampu memaksimalkan kebahagiaan
terbesar bagi sebanyak mungkin orang.
28
Ibid., hal.14
29
K. Bertens, Op.cit., hal. 67

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

(dari kata utilis berarti manfaat) sering disebut pula dengan aliran konsekuensialisme
karena sangat berorientasi pada hasil perbuatan. 30
Perlu dipahami kalau utilitarisme sangat menekankan pentingnya konsekuensi
perbuatan dalam menilai baik buruknya. Kualitas moral suatu perbuatan baik
buruknya tergantung pada konsekuensi atau akibat yang dibawakan olehnya. Jika
suatu perbuatan mengakibatkan manfaat paling besar, artinya paling memajukan
kemakmuran, kesejahteraan, dan kebahagiaan masyarakat, maka perbuatan itu adalah
baik. Sebaliknya, jika perbuatan membawa lebih banyak kerugian daripada manfaat,
perbuatan itu harus dinilai buruk. Konsekuensi perbuatan di sini memang
menentukan seluruh kualitas moralnya. 31 Prinsip utilitarian menyatakan bahwa : An
action is right from an ethical point of view if and only if the sum total of utilities
produced by that act is greater than the sum total of utilities produced by any other
act the agent could have perfomed in its place. (Suatu tindakan dianggap benar dari
sudut pandang etis jika dan hanya jika jumlah total utilitas yang dihasilkan dari
tindakan tersebut lebih besar dari jumlah utilitas total yang dihasilkan oleh tindakan
lain yang dilakukan). 32
Penelantaran para penyandang cacat, eksploitasi kaum minoritas yang rentan,
ketidakotentikan, dan hilangnya otonomi adalah bahaya bahaya utilitarianisme yang
selalu ada, tetapi tidak merupakan daftar utama kekhawatiran Bentham ketika ia
memikirkan tentang redistribusi yang dapat memaksimalkan hasil bersih manfaat
30

Erni R. Ernawan, Op.cit., hal. 93


K. Bertens, Loc.cit.
32
Manuel G. Velazquez, Op.cit., hal. 76.
31

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

sosial. Pertanyaan yang jelas mendesak bagi Bentham, mengingat besarnya kekayaan
yang dimiliki oleh segelintir orang dan begitu banyaknya kaum miskin pedesaan, juga
kaum miskin kota yang makin meningkat, adalah apakah redistribusi dari kaum kaya
ke kaum miskin akan menghasilkan hasil bersih perbaikan sosial?. Bentham
menjawab bahwa retribusi dari kaum kaya ke kaum miskin akan menghasilkan hasil
bersih perbaikan sosial, mengingat keyakinannya tentang apa yang kemudian dikenal
sebagai asas manfaat marjinal yang semakin menurun. Meskipun kekayaan
meningkatkan kebahagiaan, namun Bentham menekankan bahwa sepuluh ribu kali
jumlah kekayaan tidak akan membawa sepuluh ribu kali jumlah kebahagiaan.
Bahkan Bentham meragukan apakah itu akan membawa kebahagiaan dua kali lipat?.
Alasannya adalah bahwa dampak kekayaan dalam menghasilkan kebahagiaan terus
menurun ketika jumlah kekayaan yang diperoleh seorang meningkat: dengan kata
lain, jumlah kebahagiaan yang dihasilkan oleh suatu partikel kekayaan (setiap partikel
mempunyai besaran yang sama) akan semakin berkurang pada setiap partikel;
partikel kedua akan menghasilkan kebahagiaan yang lebih sedikit dibandingkan yang
pertama, yang ketiga lebih sedikit dari yang kedua, dan seterusnya. 33
Asas manfaat marjinal yang semakin menurun sejak itu menjadi standar
dalam ilmu ekonomi dan ekonomi politik. Jika segala sesuatu lainnya dianggap
setara, dengan kebahagiaan terbesar bagi sebanyak mungkin orang sebagai tujuan,

33

Ian Saphiro, Op.cit., hal. 24. Pernyataan ini merupakan pernyataan Jeremy Bentham dalam
tulisannya The Psychology of Economic Man, dicetak ulang dalam W. Stark, ed., Jeremy Benthams
Economic Writings, vol.3 (London: George Allen & Unwin, 1954), hal. 113. Judul ini diberikan oleh
Stark untuk koleksi tulisan tulisan Bentham yang mempunyai pengaruh terhadap psikologi ekonomi.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

akan cukup alasan untuk mengambil kekayaan dari yang paling kaya dan
mengalihkannya ke orang yang kurang kaya sampai akhirnya keberuntungan semua
orang menjadi setara atau ketidaksetaraan yang ada begitu kecil perbedaannya dari
kesetaraan yang ada begitu kecil perbedaannya dari kesetaraan yang sempurna
sehingga perbedaan itu tidak ada artinya. Selanjutnya, Bentham menyatakan
Semakin besar kekayaan seseorang individu, semakin besar pula kemungkinan
bahwa, pengurangan sejumlah tertentu dari kekayaannya, sama sekali tidak berarti
ada yang dikurangkan dari jumlah kebahagiaannya. 34
Menurut teori ini suatu adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu
harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai
keseluruhan. Jadi, utilitarisme ini tidak boleh dimengerti dengan cara egoistis. Dalam
rangka pemikiran utilitarisme (utilitarianism) kriteria untuk menentukan baik
buruknya suatu perbuatan adalah kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar.
Perbuatan yang mengakibatkan paling banyak orang merasa senang dan puas adalah
perbuatan yang terbaik. Mengapa melestarikan lingkungan hidup, misalnya,
merupakan tanggung jawab moral individu atau korporasi? Utilitarisme menjawab:
karena hal itu membawa manfaat paling besar bagi umat manusia sebagai
keseluruhan. Korporasi atau perusahaan tentu bisa meraih banyak manfaat dengan
menguras kekayaan alam melalui teknologi dan industri, hingga sumber daya alam
rusak atau habis sama sekali. Karena itu, menurut utilitarisme upaya pembangunan

34

Ibid., hal. 24-25

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

berkelanjutan (sustainable development) menjadi tanggung jawab moral individu atau


perusahaan. 35
Ada suatu pola pikir masyarakat yang membuatnya mudah untuk dipahami
adalah bahwa konsep yang paling masuk akal dan adil bagi masyarakat adalah konsep
utilitas (manfaat). Suatu masyarakat dapat diatur dengan baik bila perusahaan mampu
memaksimalkan saldo bersih dari kepuasan. Prinsip ini merupakan pilihan yang
diperuntukkan bagi banyak orang. Prinsip Keadilan adalah prinsip dari kebijaksanaan
yang masuk akal dan diberlakukan bagi suatu konsepsi kesejahteraan bersama. 36
Mudah dipahami bahwa utilitarisme sebagai teori etika sesuai dengan
pemikiran ekonomis. Misalnya, teori ini cukup dekat dengan cost-benefit analysis
(analisis biaya-manfaat) yang banyak dipakai dalam konteks ekonomi. Manfaat yang
dimaksudkan utilitarisme bisa dihitung juga sama seperti menghitung untung dan rugi
atau kredit dan debet dalam konteks bisnis. Keputusan diambil pada manfaat terbesar
dibanding biayanya. 37 Prinsip utilitarian dianggap mengasumsikan bahwa kita bisa
mengukur dan menambahkan kuantitas keuntungan yang dihasilkan oleh suatu
tindakan dan menguranginya dengan jumlah kerugian dari tindakan tersebut, dan
selanjutnya menentukan tindakan mana yang menghasilkan keuntungan paling besar
atau biaya yang paling kecil. 38

35

K. Bertens, Op.cit., hal. 66


John Rawls, A theory of Justice, (London : Harvard University Press, 1971), hal.23-24.
37
K. Bertens, Op.cit. hal. 66-67
38
Manuel G. Velazquez, Ibid.
36

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Kemudian John Stuart Mill melakukan revisi dan mengembangkan lebih


lanjut teori ini. Dalam bukunya Utilitarianism, diterbitkan pada tahun 1861, John
Stuart Mill mengasumsikan bahwa pengejaran utilitas masyarakat adalah sasaran
aktivitas moral individual. John Stuart Mill mempostulatkan suatu nilai tertinggi,
kebahagiaan, yang mengijinkan kesenangan heterogin dalam berbagai bidang
kehidupan. Ia menyatakan bahwa semua pilihan dapat dievaluasi dengan mereduksi
kepentingan yang dipertaruhkan sehubungan dengan kontribusinya bagi kebahagiaan
individual yang tahan lama. Teori ini dikenal dengan teori utilitarianisme
eudaemonistik. Kriteria utilitas menurutnya harus mampu menunjukkan keadaan
sejahtera individual yang lebih awet sebagai hasil yang diinginkan, yaitu
kebahagiaan. 39
Menurut pandangan kolektivitas melihat pada sifat kolektif perusahaan yang
bertahan pada moralitas sasaran, strategi, prosedur dan pengendalian perusahaan.
Paham ini menolak melihat bagaimana seluruh organisasi ditunjang oleh manusia,
yaitu individu individu yang mampu memutuskan bagi dirinya sendiri apakah dan
bagaimanakah mematuhi persyaratan kolektif. Sebuah perusahaan lebih dari sekadar

39

Peter Pratley, Etika Bisnis (The Essence of Business Ethic), diterjemahkan oleh Gunawan
Prasetio, (Yogyakarta : Penerbit Andi bekerjasama dengan Simon & Schuster (Asia) Pte.Ltd, 1997),
hal. 191 192.
James Mill (1773 1836), ayah John Stuart Mill, adalah seangkatan dan menjadi pengikut
Bentham yang antusias, membesarkan anaknya, John Stuart Mill (1806 1873), dengan
mendokrinkannya paham utilitarianisme. Teori utiliarianisme eudaemonistik yang dipopulerkan oleh
John Stuart Mill memiliki kriteria tindakan utilitarianisme yang berbeda dengan teori utilitarianisme
hedonistik yang dipopulerkan oleh Jeremy Bentham yang mempertahankan hasil terakhir haruslah
kesenangan individual atau ketiadaan sakit. Kriteria utilitas hedonistik adalah kesenangan (Lihat juga
buku ini hal. 190)

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

akumulasi bagian bagiannya. Organisasi kolektif selalu ada karena manusia mau
dan dapat membantu mencapai sasaran kolektif. 40
Apabila kehidupan bisnis ingin berlangsung jangka panjang maka bisnis itu
harus memberi jawaban kepada kebutuhan masyarakat dan memberi masyarakat itu
apa saja yang dibutuhkan. Kesadaran sosial ini adalah suatu akibat dari suksesnya
suatu masyarakat di dalam memecahkan masalah ekonomi yang besar, yang bertitik
tolak dari kelaparan, penyakit dan kemiskinan. Untuk itu harus diberi defenisi dari
suatu hubungan baru antara dunia bisnis dan masyarakat untuk membawa kegiatan
usaha lebih dekat pada keinginan sosial sehingga mencapai suatu kehidupan yang
lebih bermutu. Pendapat lain mendukung pertanggungjawaban sosial dari dunia bisnis
ini adalah, bahwa kegiatan harus menciptakan gambaran atau lingkungan yang lebih
baik untuk bisnis. Manfaat keterlibatan bisnis dalam masalah sosial menghasilkan
kondisi lingkungan serta memberi hal yang positif bagi pengelolaan bisnis. 41 Adanya
konsep tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu bentuk utilitas perusahaan
yang mampu memberikan kesenangan atau kebahagiaan bagi masyarakat (society)
dan juga merupakan perbuatan etis karena konsekuensi perbuatannya memberi
manfaat kepada banyak orang.
Tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab perusahaan
terhadap masyarakat di luar tanggung jawab ekonomis. Jika berbicara tanggung
jawab sosial perusahaan, yang dimaksudkan adalah kegiatan kegiatan yang
40

Peter Pratley, Op.cit.,hal. 114.


O.P.Simorangkir, Etika : Bisnis, Jabatan dan Perbankan, (Jakarta : Rineka Cipta,
September 2003), hal. 55
41

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

dilakukan perusahaan demi suatu tujuan sosial dengan tidak memperhitungkan


untung atau rugi ekonomis. 42
Pada dasarnya, tanggung jawab sosial perusahaan dibedakan dari tanggung
jawab lain. Bisnis selalu memiliki dua tanggung jawab: tanggung jawab ekonomis
dan tanggung jawab sosial. Tetapi perlu dicatat hal ini hanya berlaku untuk sektor
swasta. Jika Milton Friedman menyebut peningkatan keuntungan perusahaan sebagai
tanggung jawab sosialnya, sebetulnya ia berbicara tentang tanggung jawab ekonomis
saja, bukan tanggung jawab sosial. Namun perlu diakui, tanggung jawab ekonomis ini
mempunyai aspek sosial yang penting dan mungkin terutama aspek itulah yang mau
digarisbawahi oleh Friedman. Kinerja setiap perusahaan menyumbangkan kepada
kinerja ekonomi nasional sebuah negara. Jika suatu perusahaan berhasil memainkan
peranannya dengan baik di atas panggung ekonomi nasional, dengan sendirinya ia
memberi kontribusi yang berarti kepada kemakmuran masyarakat. 43 Hubungan
masyarakat diartikan mempunyai hubungan sosial dan bukan hubungan bisnis.
Fenomena sosial tersebut menuntut perusahaan memiliki tanggung jawab sosial atau
Corporate Social Responsibility. 44
Tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan istilah
CSR bukanlah hal baru dalam dunia usaha di Indonesia. Konsep CSR tersebut sudah

42

K. Bertens, Op.cit., hal. 296 - 297


Ibid., hal. 296
44
Apoan Simanungkalit, Pengamatan Legislatif Terhadap Konsep Dan Wujud Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan di Wilayah Kabupaten Deli Serdang, disampaikan dalam rangka Focused
Group Discussion (FGD) Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM, oleh Sub komisi
Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel, Jl. Sisingamangaraja No. 18
Medan, hal. 1
43

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

mulai dikenal dan dipraktekkan di Indonesia sekitar tahun 1970-an. Dalam


pengertiannya yang paling klasik, CSR masih dipersepsikan sebagai suatu ideologi
yang bersifat amal (charity) dari pihak pengusaha kepada masyarakat di sekitar
tempat beroperasinya perusahaan. Di samping itu, hingga kini masih banyak juga
pihak yang mengidentikkan konsep CSR dengan Community Development (CD).
CSR tidak dapat disederhanakan hanya sebatas Community Development (CD) oleh
karena sesungguhnya historis keberadaan Community Development (CD) dan CSR
sangat berbeda.
Community Development (CD) merupakan kerelaan perusahaan untuk
memberikan sebentuk benefit bagi masyarakat di sekitar lokasi perusahaan,
sedangkan CSR muncul sebagai sebuah reaksi atas tuntutan masyarakat yang
didasarkan pemikiran bahwa keberadaan perusahaan di suatu tempat akan dan
niscaya mengurangi hak hal masyarakat setempat. CSR mensyaratkan sesuatu yang
lebih dalam dari sekedar memberikan berbagai bantuan kepada masyarakat di sekitar
lokasi usaha. 45
Secara umum CSR merupakan peningkatan kualitas hidup mempunyai arti
adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota masyarakat untuk dapat
menanggapi keadaan sosial yang ada, dan dapat menikmati, memanfaatkan serta
memelihara lingkungan hidup atau dapat dikatakan sebagai proses penting dalam

45

Ditulis dalam Kerangka Acuan Focused Group Discussion (FGD) Corporate Social
Responsibility (CSR) berbasis HAM, dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) Corporate
Social Responsibility (CSR) berbasis HAM, oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19
April 2007 di Garuda Plaza Hotel, Jl. Sisingamangaraja No. 18 Medan, hal. 1-2

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

pengaturan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan kegiatan bisnis dari stakeholders
baik secara internal maupun secara eksternal. 46
CSR merupakan komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi
secara legal untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas
hidup dari karyawan dan keluarganya beserta masyarakat secara lebih luas.
Pengertian ini sama dengan apa yang didefenisikan oleh The World Business Council
for Sustainable Development (WBCSD) 47, dalam publikasinya Making Good
Business Sense mendefenisikan CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan :
Continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic
development while improving the quality of life of the workforce and their families as
well as of the local community and society at large. (Adalah komitmen dunia usaha
untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi
untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari

46

Erni. R.Ernawan, Op.cit., hal. 110


The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) adalah merupakan
forum asosiasi CEO dari sekitar 200 perusahaan yang terlibat secara khusus dengan bisnis dan
pembangunan berkelanjutan. Asal mulanya pada tahun 1992 sewaktu diadakan "Konferensi Tingkat
Tinggi Bumi" di Rio de Janeiro (Earth Summit) dimana pada saat itu seorang pengusaha Swiss
bernama Stephan Schmidheiny ditunjuk sebagai ketua penasehat bidang bisnis dan industri pada
United Nations Conference on Environment and Development (UNCED). Stephan Schmidheiny lalu
membuat forum yang disebut "Dewan Bisnis untuk Pembangunan Berkelanjutan" yang menghasilkan
sebuah buku berjudul "Changing Course", yaitu sebuah buku yang menghasilkan konsep Ecoefisiensi. WBCSD didirikan pada tahun 1995 sebagai hasil penggabungan dari dua lembaga yaitu
Dewan Bisnis untuk Pembangunan Berkelanjutan ( Business Council for Sustainable Development)
dan Dewan Industri Dunia untuk Lingkungan Hidup (World Industry Council for the Environment) dan
berkantor pusat di Jenewa, Swiss dengan kantor perwakilan Amerika di Washington, D.C. dan
beranggotakan lebih dari 120 perusahaan multinasional yang berasal lebih dari 30 negara
47

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan
masyarakat secara lebih luas). 48
Selanjutnya Weeden dan Svendsen menyatakan bahwa CSR berkembang
menjadi konsep yang mengandung gagasan tanggung jawab dunia usaha, yang
mengenal kinerja etis, ramah lingkungan, berjiwa sosial bisnis, dan mengutamakan
hubungan baik dengan semua stakeholders. 49
Di Indonesia, defenisi CSR secara etimologis kerap diterjemahkan sebagai
tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam konteks lain, CSR kadang juga disebut
sebagai tanggung jawab sosial korporasi atau tanggung jawab sosial dunia usaha
(Tansodus). Namun umumnya, bila disebut salah satu darinya, konotasinya pasti
kembali kepada CSR. Kendatipun tidak mempunyai defenisi tunggal, konsep ini
menawarkan sebuah kesamaan, yaitu keseimbangan antara perhatian terhadap aspek
ekonomis dan perhatian terhadap aspek sosial serta lingkungan. (konsep economic
sustainability, environment sustainability dan social sustainability). 50
Penerapan CSR harus dimulai dari komitmen dan pemahaman yang baik dari
pihak pengusaha bahwa setiap perusahaan mestilah mengembangkan kegiatan sosial
yang bukan hanya demi menjaga citra baik perusahaan, tetapi juga menjaga
kesinambungan (sustainability) usaha suatu perusahaan dengan membentuk suatu
relasi sosial yang kuat dengan masyarakat sekitarnya (kemitraan).
48

Yusuf Wibisono, Op.cit., hal. 7


Badaruddin, Corporate Social Responsibility : Tinjauan Konseptual dan Implementasi,
disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) Corporate Social Responsibility (CSR)
berbasis HAM, oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza
Hotel, Jl. Sisingamangaraja No. 18 Medan, hal. 2
50
Yusuf Wibisono, Op.cit., hal.8
49

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Perusahaan kini juga harus berperan sebagai agen sosial perubahan. Ini cara
bijak menyelamatkan lingkungan dan sekaligus kelangsungan bisnisnya. Tujuannya
adalah agar perusahaan turut mengambil peran mengatasi kemiskinan dan
keterbelakangan masyarakat dimana perusahaan itu berdiri. Ini adalah konsekuensi
logis, karena pada saat itu swasta (baca : korporasi) menuntut peran negara direduksi
dalam bidang sipil. Latar belakangnya, adalah ketidakpuasan swasta akan lambannya
peran negara meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ini terkait dengan alokasi
anggaran negara yang terbatas dan penyalurannya yang birokratis. 51 Sehingga
persoalan tanggung jawab sosial perusahaan ini harus dilihat secara realistis, jikalau
peran negara dalam bidang sipil direduksi, maka harus ada penambahan kewajiban
dan tanggung jawab pada korporasi. Dengan demikian adanya keseimbangan antara
kebebasan dan tanggung jawab.
Pada awalnya pelaksanaan CSR di Indonesia bersifat sukarela sehingga sangat
bergantung pada pimpinan puncak korporasi. Artinya, kebijakan CSR tidak selalu
dijamin selaras dengan visi dan misi korporasi. Jika pemimpin perusahaan memiliki
kesadaran moral yang tinggi maka korporasi tersebut menerapkan kebijakan CSR
yang benar. Sebaliknya, jika orientasi pimpinannya hanya berkiblat pada kepentingan
kepuasan pemegang saham serta pencapaian prestasi pribadi maka kebijakan CSR
hanya selalu sekedar kosmetik. Sifat CSR yang sukarela, absennya produk hukum
yang menunjang dan lemahnya penegakan hukum telah menjadikan Indonesia

51

Hadi Setia Tunggal, Memahami Undang undang Perseroan Terbatas (Undang-undang


Nomor 40 tahun 2007), (Jakarta : Harvarindo, 2007), hal. 12

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

sebagai negara ideal bagi korporasi yang memang memperlakukan CSR sebagai
kosmetik. Hal yang penting bagi perusahaan model ini hanyalah laporan tahunan
yang baik dan lengkap dengan tampilan aktivitas sosial serta dana program
pembangunan yang telah direalisasi. Padahal, program CSR sangat penting sebagai
kewajiban untuk bertanggung jawab atas keutuhan kondisi kondisi kehidupan umat
manusia di masa mendatang. 52
Pelaksanaan CSR merupakan bagian dari Good Corporate Governance yang
selanjutnya dalam penulisan ini disingkat GCG. Hal ini disebabkan prinsip
responsibility sebagai salah satu dari prinsip GCG merupakan prinsip yang
mempunyai hubungan yang dekat dengan CSR. Penerapan CSR merupakan salah
satu bentuk implementasi dari konsep GCG sebagai entitas bisnis yang bertanggung
jawab terhadap masyarakat dan lingkungannya. Dalam berbagai peraturan perundangundangan, pelaksanaan tanggung jawab sosial sudah diatur dalam UU No. 19 Tahun
2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan UU No. 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal. 53

52

Mas Achmad Daniri, Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, http://www.


governance-indonesia.com/component/option.com_remository/func,file/id,50/lang.en/ (diakses tanggal
4 Januari 2008)
53
Lihat Undang Undang No.19 Tahun 2003 tentang BUMN, Pasal 2 ayat (1) butir e :
Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah,
koperasi, dan masyarakat. Dan lebih lanjut dalam Pasal 66 ayat (1) : Pemerintah dapat memberikan
penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan
memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN.
Lihat juga Undang Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 15 butir b
menyatakan bahwa setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial
perusahaan , dan Pasal 17 menyatakan bahwa penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam
yang tidak terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang
memenuhi standar kelayakan lingkungan serta Pasal 34 menyatakan badan usaha atau usaha

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Jika dikaitkan dengan peraturan perundang undangan perseroan terbatas,


sebelumnya dalam UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas belum diatur
tentang CSR. Namun setelah terbit UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
yang menggantikan UU No. 1 Tahun 1995, CSR sebagaimana yang termuat dalam
Pasal 1 ayat 3 dikenal dengan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan yang
selanjutnya dalam penulisan ini disingkat TJSL adalah langkah positif .
Dengan terbitnya Undang undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas dan memuat ketentuan TJSL pada salah satu pasalnya, Pasal 74 bahkan
disertai dengan sanksi membawa pendapat yang beragam. Aspek yang tercantum
dalam pasal 74 mengandung enam unsur, yakni: (1) kewajiban bagi, (2) Perseroan
yang bergerak di bidang pengelolaan atau berkaitan dengan sumber daya alam
(SDA), (3) dianggarkan sebagai biaya, (4) dilakukan dengan memperhatikan aspek
kepatutan dan kewajaran, (5) bagi pelanggarnya dikenai sanksi serta (6) pengaturan
lebih jauh akan dituangkan dalam satu peraturan pemerintah.
Dalam hal ini yang perlu diperhatikan dengan kata kewajiban yang sudah
mengundang kritikan, terutama dari pengusaha. TJSL yang diperintahkan tak
ubahnya dengan penambahan beban pajak Pengusaha tetap keberatan terhadap
pengesahan UU PT. Terutama pasal yang mengatur kewajiban tanggung jawab sosial
dan lingkungan untuk perusahaan. Alasannya, peraturan itu mencakup kewajiban

perseorangan tidak memenuhi kewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial akan dikenai sanksi
administratif.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

bagi perusahaan untuk mengalokasikan dana CSR. 54 Kekaburan lain dalam kaitan
dengan unsur wajib itu adalah digunakannya istilah kepatutan dan kewajaran
dalam pasal yang sama. Seandainya tidak didampingkan dengan unsur perintah,
paramater itu akan bisa sejalan dengan konsep sukarela. 55 Namun perhatikan
pendapat Hannah Griffhs yang mengklaim program CSR yang bersifat sukarela tidak
berjalan baik sehingga banyak perusahaan yang mengabaikan program CSR. Di
Inggris, misalnya, dari 350 perusahaan besar yang tergabung dalam The Financial
Times Stock Exchanges (FTSEs), hanya 79 perusahaan yang membuat laporan
tentang dampak sosial dan lingkungan dari praktik bisnisnya dan dari 61.000
perusahaan transnasional dan 900.000 perusahaan yang berafiliasi dengan perusahaan
transnasional, hanya 2.000 (3,2 persen) mempunyai laporan tentang dampak sosial
dan lingkungan. Supaya hal ini bisa berjalan, CSR perlu diperkuat dengan peraturan
yang mendorong perusahaan bisnis untuk serius menjalankannya. Kewajiban
korporasi melaksanakan CSR merupakan bentuk public accountability secara legal
ataupun etik. 56
Hal yang mesti diperhatikan juga bahwa pembuat UU PT ini mengarahkan
pemberlakuan TJSL hanya bagi perseroan yang bergerak di bidang Sumber Daya
Alam (SDA) atau yang berkaitan dengan kekayaan alam. Jika mengkhususkan pada
perseroan di sektor tersebut, bukankah sektor itu sudah sesuai dengan sifatnya telah

54

Kadin akan Gugat CSR ke MK, http://www.hukumonline.com/detail.asp?Id=17389


&cl=Berita (diakses tanggal 27 Agustus 2007)
55
Hadi Setia Tunggal, Op.cit., hal. 11
56
Paul Rahmat, Tanggung Jawab Sosial Korporasi, Harian Kompas, tanggal 2 Agustus 2007

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

penuh dengan kewajiban?. Misalnya UU Migas, UU Pengelolaan Lingkungan Hidup


dengan kelengkapan berbagai dokumentasi hukum semacam AMDAL, RPL
(Rencana Pemantauan Lingkungan), RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan). 57
Pada dasarnya ada 2 (dua) hal yang mendasari pemerintah mengambil kebijakan
pengaturan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Pertama, adalah keprihatinan
pemerintah atas pratik korporasi yang mengabaikan aspek sosial lingkungan yang
mengakibatkan kerugian di pihak masyarakat. Kedua, adalah sebagai wujud upaya
entitas negara dalam penentuan standar aktivitas sosial lingkungan yang sesuai
dengan konteks nasional maupun lokal. 58
Namun demikian, ada juga tanggapan baik terhadap pengaturan tanggung
jawab sosial ini antara lain seperti yang dilakukan oleh PT. Unilever Indonesia dan
PT. Astra Internasional, Tbk. Mereka menolak tegas anggapan bahwa melaksanakan
CSR akan mengganggu profit. Seperti PT Unilever yang menganggap bisnis dan
peningkatan kehidupan komunitas harus hidup berdampingan. Bahkan PT. Astra
Internasional melakukan CSR sebagai sebuah kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan.
PT. Astra mengalokasikan 2,5 hingga 3 persen dari laba bersih perusahaan yang
mencapai Rp. 5 triliun per tahun untuk mewujudkan tanggung jawab sosial
perusahaan. 59

57

Ibid., hal. 11-12


Mas Achmad Daniri, ibid.
59
Rien Kuntari dan Khairina, CSR, Investasi Jangka Panjang, Harian Kompas, tanggal 4
Agustus 2007. Lihat pernyataan Okti Damayanti, General Manager Yayasan Unilever, Melakukan
bisnis dan peduli kepada komunitas adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Atau simak juga
ucapan dari Arief Istanto, Senior Vice President Chief Corporate Security, Environment and Social
Responsibility PT. Astra Internasional, CSR itu sudah kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan.
58

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Berkaitan dengan implementasi tanggung jawab sosial dan lingkungan akan


dibuat peraturan pelaksananya dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) termasuk
mengenai besaran kewajibannya, siapa lembaga yang akan mengawasinya serta apa
sanksi jika tanggung jawab diabaikan. Pemerintah masih berupaya mencari titik
keseimbangan yang paling sesuai agar kalangan dunia usaha tidak sampai dirugikan
atau terpaksa mencari lokasi investasi di tempat lain dan masyarakat setempat juga
mendapatkan keuntungan. Tujuan utama membuat aturan main (rule of game) tentang
CSR adalah agar perusahaan bisa bekerja dengan tenang. 60.
Lebih lanjut, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Business for Social
Responsibility 61, adapun manfaat yang dapat diperoleh suatu perusahaan yang
mengimplementasikan CSR antara lain :
a. Peningkatan penjualan dan pangsa pasar (increased sales and market share)
b. Memperkuat posisi nama atau merek dagang (strengthened and brand
positioning)
Menjaga keseimbangan antara people, planet dan profit harus dilakukan jika perusahaan ingin tetap
eksis. Ini investasi jika kita ingin bertahan 1.000 tahun lagi. Tanpa itu, mungkin kita bahkan tidak akan
bertahan untuk satu tahun.
60
Pemerintah Siap Terbitkan PP Tanggungjawab Sosial Perusahaan http://www.antara
.co.id/arc/2007/8/22/pemerintah-siap-terbitkan-pp-tanggungjawab-sosial-perusahaan/ (diakses tanggal
17 Februari 2007) yang mengutip dari pernyataan Andi Mattalatta, Menkum dan HAM, PP ini sedang
kita rumuskan bersama dengan kalangan dunia usaha dan mungkin juga ditambah Depsos dan
Kementrian LH. Lebih lanjut Beliau menegaskan, jangan sampai CSR itu menjadi beban perusahaan
atau bahkan menjadi momok sehingga investor enggan untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
61
Philip Kotler dan Nancy Lee, Corporate Social Responsibility : Doing the Most Good for
Your Company and Your Cause, (New Jersey : John Wiley and Sons, Inc., 2005), hal. 10 11.
Business for Social Responsibility adalah suatu organisasi non profit secara global, yang memberikan
informasi, instrumen, pelatihan pelatihan dan jasa konsultasi yang berkaitan dengan Corporate
Social Responsibility dalam melakukan kegiatan dan strategi bisnis perusahaan. (Business for Social
Responsibility is a leading nonprofit global organization providing business with information tools,
training and advisory services related to integrating corporate social responsibility in their business
operations and strategies).

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

c. Meningkatkan citra dan pengaruh perusahaan (enhanced corporate image


and clout)
d. Meningkatkan kemampuan untuk menarik, motivasi dan mempertahankan
karyawan (increased ability to attract, motivate, and retain employees)
e. Menurunkan biaya operasional perusahaan (decreasing operating cost)
f. Meningkatkan daya tarik bagi investor dan analisis keuangan (increased
appeal to investors and financial analysts)
Pada dasarnya melaksanakan TJSL merupakan investasi jangka panjang
karena adanya asas manfaat (utilitas) untuk menciptakan kesenangan atau
kebahagiaan yang bersifat mutualisme.

G. Metode Penelitian
1. Sifat Penelitian
Sifat penelitian yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif.
Penelitian hukum normatif didefenisikan sebagai penelitian yang mengacu
kepada norma norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang
undangan dan putusan pengadilan. Disebut juga penelitian hukum doktrinal
yaitu penelitian hukum yang mempergunakan data sekunder. 62

62

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta : Ghalia
Indonesia, 1988), hal. 10

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

2. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui
penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori
atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu
yang berhubungan dengan objek telaahan penelitian ini yang dapat berupa
peraturan perundang undangan dan karya ilmiah lainnya. Data atau bahan
penelitian dalam tesis ini dihimpun dari beberapa sumber, yaitu :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan pustaka yang berisikan pengetahuan
ilmiah yang baru ataupun pengertian yang baru tentang fakta yang
diketahui maupun mengenai studi gagasan dalam bentuk Undang
undang yaitu Undang undang Nomor 40 tahun 2007 yang menggantikan
Undang undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti hasil hasil seminar atau
pertemuan ilmiah lainnya, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari
kalangan pakar hukum sepanjang relevan dengan objek telaahan penelitian
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi
petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, seperti kamus, majalah maupun dari internet.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

3. Metode Analisis Data


Metode analisis data digunakan untuk menarik kesimpulan dari hasil
penelitian yang sudah terkumpul, dimana pada penelitian ini digunakan
metode normatif kualitatif. Normatif, karena penelitian ini bertitik tolak dari
peraturan peraturan yang ada sebagai normatif hukum positif sedangkan
kualitatif, dimaksudkan analisis data yang bertitik tolak pada usaha penemuan
asas asas dan informasi informasi.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

BAB II
KONSEP CSR DALAM ETIKA BISNIS DAN PERUSAHAAN

A. Hakikat dan Prinsip prinsip Etika Bisnis


Kedudukan etika dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting,
sebagai individu, kelompok, masyarakat dan bangsa. Istilah etika berasal dari bahasa
Yunani, yaitu ethos yang berarti adat istiadat (kebiasaan), perasaan batin,
kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan. 63
Etika adalah sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma
moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Etika adalah sebuah
refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan
terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun
sebagai kelompok. 64
Menurut Magnis Suseno, etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran.
Sedangkan hal yang memberi manusia tentang bagaimana harus menjalani hidup
adalah moralitas. Sedangkan etika justru hanya melakukan refleksi kritis atas norma
atau ajaran moral tersebut. Moralitas adalah petunjuk konkret yang siap pakai tentang
bagaimana manusia harus hidup. Sedangkan etika adalah perwujudan atau
pengejawantahan secara kritis dan rasional ajaran moral yang siap pakai. Meskipun

63

M. Yatimin Abdullah, Pengantar Studi Etika, (Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2006),

hal. 4
64

Burhanuddin Salam, Etika Sosial : Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta :
PT. Rineka Cipta, 1997), hal. 1

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

demikian, keduanya memiliki fungsi yang sama yaitu memberi orientasi bagaimana
dan kemana kita harus melangkah dalam hidup

65

Etika berusaha menggugah

kesadaran manusia untuk bertindak secara otonom dan bukan secara heteronom. Etika
bermaksud

membantu

manusia

untuk

bertindak

secara

bebas

dan

dapat

dipertanggungjawabkan karena setiap tindakannya selalu lahir dari keputusan pribadi


yang bebas dengan selalu bersedia untuk mempertanggungjawabkan tindakannya itu
karena memang ada alasan alasan dan pertimbangan pertimbangan yang kuat
mengapa ia bertindak begitu atau begini. Maka kebebasan dan tanggung jawab adalah
kondisi dasar bagi pengambilan keputusan dan tindakan yang etis, dengan suara hati
memainkan peran yang sangat sentral. 66

65

Ibid. hal 1-2


Perlu diperhatikan juga bahwa etika berbeda dengan moralitas. Kalau moralitas dipahami
sebagai sebuah ajaran tentang perilaku yang baik dan buruk. Sedangkan etika perlu dipahami sebagai
sebuah ilmu pengetahuan tentang kesusilaan yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.
Moralitas mengatakan bagaimana kita harus hidup, tetapi etika mau mengerti mengapa kita harus
mengikuti moralitas tertentu atau bagaimana kita dapat mengambil sikap yang bertanggung jawab
berhadapan dengan berbagai moralitas (Andy Kirana, Etika Bisnis Konstruksi, (Yogyakarta : Kanisius,
1996), hal. 18)
Lihat juga Manuel G. Velasquez, Op.cit.,hal.8 bahwa moralitas adalah sebagai pedoman yang
dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar atau salah, atau baik atau buruk. Sedangkan
etika merupakan tata cara yang menguji standar moral seseorang atau standar moral masyarakat.
66
A. Sonny Keraf, Etika Bisnis : Membangun Citra Bisnis Sebagai Profesi Luhur (Pustaka
Filsafat), (Yogyakarta : Kanisius, 1991), hal. 22
Lihat juga pada sumber yang sama bahwa menurut Immanuel Kant, Foundations of
Metaphysicsof Morals (terj.) (Indianapolis, Bobbs Merrill Educations Publishing, 1980), membedakan
antara otonom dan heteronom. Otonom adalah sikap moral manusia dalam bertindak berdasarkan
kesadarannya bahwa tindakan yang diambilnya itu baik. Suatu tindakan dinilai bermoral kalau sejalan
atau didasarkan pada kesadaran pribadi. Sedangkan heteronom adalah sikap manusia dalam bertindak
dengan hanya sekedar mengikuti aturan moral. Suatu tindakan dianggap baik hanya karena sesuai
dengan aturan, disertai perasaan takut atau bersalah. Pertanggungjawaban hanya bisa diberikan kalau
manusia bertindak secara otonom. Sebaliknya, pertanggungjawaban sulit diberikan kalau manusia
bertindak secara heteronom: Saya sekadar mengikuti aturan, dan karena itu jangan tanya kepadaku
mengapa saya bertindak begini atau begitu.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Sasaran etika adalah moralitas, yaitu suatu istilah yang dipakai untuk
mencakup praktek dan kegiatan yang membedakan apa yang baik dan apa yang
buruk, terpuji atau tercela, membahas masalah benar atau salah, wajar atau tidak,
tepat atau tidak, dan bertanggung jawab atau tidak, dan karenanya diperbolehkan atau
tidak, dari perilaku manusia. Selanjutnya etika bisnis membahas hal tersebut dalam
kaitannya dengan kenyataan konsep dan etika bisnis.
Bisnis adalah usaha atau proses pertukaran jasa atau produk dalam rangka
pencapaian nilai tambah. Etika Bisnis membahas masalah masalah dalam konteks
bisnis yang terkait dengan standar moral.

67

Etika bisnis adalah pengaturan khusus mengenai moral, benar dan salah.
Fokusnya kepada standar standar moral yang diterapkan dalam kebijakan
kebijakan bisnis, institusi dan tingkah laku. Dalam konteks ini etika bisnis adalah
suatu standar moral dan bagaimana penerapannya terhadap sistem sistem dan
organisasi melalui masyarakat modern yang menghasilkan dan mendistribusikan
barang dan jasa dan kepada mereka yang bekerja pada organisasi tersebut. Etika
bisnis, dengan kata lain adalah bentuk etika terapan yang tidak hanya menyangkut
analisis norma norma moral, tetapi juga menerapkan konklusi analisis ini ke
lembaga lembaga, teknologi, transaksi, aktivitas aktivitas yang kita sebut bisnis. 68

67

Robby I. Chandra, Etika Dunia Bisnis, (Yogyakarta : Kanisius, 1995), hal. 42-43
Bismar Nasution, Aspek Hukum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, disampaikan pada
Semiloka Peran dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan terhadap Masyarakat Lokal Wilayah
Operasional Perusahaan Persepektif Hak Asasi Manusia, diselenggarakan oleh Komisi Hak Asasi
Manusia, tanggal 23 Februari 2008, di Riau Pekanbaru, hal. 1-2
68

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Etika bisnis pada hakikatnya merupakan kajian moralitas atau kesadaran


moral yang berfokus pada penerapan standar standar moral dalam usaha bisnis. 69
Etika bisnis harus dipandang sebagai unsur dalam usaha bisnis itu sendiri : Etika
termasuk dalam efisiensi bisnis. Bisnis tanpa etika dalam jangka panjang justru tidak
akan berhasil. Standar etika termasuk syarat syarat keberhasilan sebuah bisnis.
Pertaruhan dalam bisnis tidak sekedar menyangkut nilai material, melainkan
menyangkut pula nilai manusiawi. Bisnis lebih daripada mencari keuntungan.
Bisnis menyangkut hubungan antar manusia. Sebagai kegiatan manusia, bisnis
juga membutuhkan etika sebagai pedoman dan orientasi bagi keputusan dan kegiatan
manusia dalam berhubungan (bisnis) satu dengan yang lainnya. Dari sudut pandangan
bisnis sendiri, semakin disadari bahwa bisnis yang berhasil adalah bisnis yang
memperhatikan norma norma moral. Para pengusaha menyadari bahwa bisnisnya
akan hancur kalau konsumen, mitra bisnis atau masyarakat secara keseluruhan tidak
lagi percaya kepadanya, akibat tindakan pengusaha yang tidak etis. Semakin
terbukanya informasi menyebabkan konsumen cepat sekali mengetahui mana produk,
perusahaan atau bisnis yang baik dan mana yang tidak baik. 70

Bisnis memang

69

Lihat juga Manuel G. Velasquez, Op.cit., hal. 9-11 bahwa adapun ciri ciri untuk
menentukan standar moral sebagai berikut :
1. Standar moral berkaitan dengan persoalan yang dianggap akan merugikan secara serius atau
benar benar akan menguntungkan manusia
2. Standar moral ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif tertentu. Standar moral
tidak dibuat oleh kekuasaan. Validitasnya terletak pada kecukupan nalar yang digunakan
untuk membenarkannya.
3. Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk kepentingan diri
4. Standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak
5. Standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosa kata tertentu.
70
A. Sonny Keraf, Op.cit., hal. 61-63

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

mempunyai etika. Untuk bisa melakukan suatu bisnis jangka panjang yang menjamin
keuntungan maksimal, bisnis pantas dilakukan dengan mengindahkan norma norma
yang berlaku yang dilandaskan pada norma norma moral, demi bisnis itu sendiri.
Keuntungan memang ada dalam masyarakat. Bisnis memang penuh dengan
persaingan, tetapi persaingan itu memang perlu dan keuntungan yang hakiki hanya
bisa diperoleh kalau kebaikan masyarakat diperhatikan secara keseluruhan.
Selanjutnya kalau bisnis mempunyai etika, maka pertanyaan yang timbul
adalah manakah norma norma atau prinsip etika yang berlaku dalam kegiatan
bisnis. Secara umum, prinsip prinsip yang berlaku dalam kegiatan bisnis yang baik
sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia pada
umumnya. Demikian pula, prinsip prinsip itu sangat erat terkait dengan sistem nilai
yang dianut oleh masyarakat masing masing. Etika bisnis sebagai etika terapan
sesungguhnya merupakan penerapan dari prinsip prinsip etika pada umumnya. Oleh
sebab itu, tanpa mengesampingkan kekhasan sistem nilai dari setiap masyarakat
bisnis, secara umum dapat dikemukakan beberapa prinsip etika sebagai berikut : 71
1. Prinsip otonomi dan tanggung jawab
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak berdasarkan
kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Orang
yang otonom adalah orang yang sadar sepenuhnya akan apa yang menjadi
kewajibannya dalam dunia bisnis, orang yang mampu mengambil keputusan
sendiri dan bertindak berdasarkan keputusan itu, karena ia sadar bahwa itulah
71

Ibid., hal. 70 - 76

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

yang baik. Untuk bertindak secara otonom maka dalam kerangka etika, kebebasan
adalah syarat yang harus ada agar manusia bisa bertindak secara etis. Namun,
kebebasan saja belum menjamin bahwa orang bisa bertindak secara otonom dan
etis. Otonomi mengandaikan juga adanya tanggung jawab. Orang yang otonom
adalah orang yang tidak saja sadar akan kewajibannya, melainkan orang yang
bersedia mempertanggung jawabkan keputusan dan tindakannya serta mampu
bertanggung jawab atas dampak dari keputusan itu baik kepada dirinya sendiri,
kepada orang orang yang mempercayakan seluruh kegiatan bisnis dan
manajemennya, kepada pihak pihak yang terlibat dengannya dalam urusan
bisnis dan kepada pihak ketiga, yaitu masyarakat seluruhnya yang secara
langsung maupun tidak langsung terkena akibat dari keputusan dan tindakan
bisnisnya. Kesediaan bertanggung jawab ini oleh Magnis Suseno disebut
sebagai kesediaan untuk mengambil titik pangkal moral. Artinya, dengan sikap
dan kesediaan inilah bisa dimungkinkan proses pertimbangan moral. Bahkan
prinsip yang lain baru bisa dijalankan jika ada kesediaan untuk bertanggung
jawab.
2. Prinsip kejujuran
Para praktisi bisnis dan manajemen mengakui bahwa kejujuran merupakan
suatu jaminan dan dasar bagi kegiatan bisnis yang baik dan berjangka panjang.
Kejujuran dapat terwujud dalam pemenuhan syarat syarat perjanjian dan
kontrak, dalam penawaran barang dan jasa, dalam hubungan kerja dalam
perusahaan. Kejujuran terkait erat dengan kepercayaan. Kepercayaan, yang

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

dibangun di atas prinsip kejujuran, merupakan modal dasar usaha yang akan
mengalirkan keuntungan berlimpah limpah.
3. Prinsip tidak berbuat jahat (non-maleficence) dan prinsip berbuat baik
(beneficence)
Kedua prinsip ini sesungguhnya berintikan prinsip moral sikap baik kepada
orang lain. Perwujudan prinsip ini mengambil dua bentuk. Pertama, prinsip
bersikap baik menuntut agar secara aktif dan maksimal berbuat hal yang baik bagi
orang lain. Kedua, dalam wujudnya yang minimal dan pasif, sikap ini menuntut
agar tidak berbuat jahat kepada orang lain. Secara maksimal pebisnis dituntut
untuk melakukan kegiatan yang menguntungkan bagi orang lain, tetapi kalau
situasinya tidak memungkinkan, maka titik batas yang masih ditoleransi adalah
tindakan yang tidak merugikan pihak lain. Pebisnis diharapkan memenuhi
kebutuhan masyarakat dan mitra bisnisnya secara maksimal mungkin.
4. Prinsip keadilan
Prinsip ini menuntut agar memperlakukan orang lain sesuai dengan haknya.
Hak orang lain perlu dihargai dan jangan sampai dilanggar. Prinsip ini mengatur
agar setiap orang bertindak sedemikian rupa sehingga hak semua orang terlaksana
secara kurang lebih sama sesuai dengan apa yang menjadi haknya tanpa saling
merugikan. Dasar pemikirannya, semua manusia pada hakikatnya mempunyai
nilai dan martabat yang sama, sehingga dalam situasi yang sama semua orang
pantas diperlakukan secara sama juga.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

5. Prinsip hormat kepada diri sendiri


Setiap orang mempunyai kewajiban moral yang sama bobotnya untuk
menghargai dirinya sendiri. Setiap orang pantas diperlakukan dan memperlakukan
dirinya sendiri sebagai pribadi yang mempunyai nilai yang sama dengan pribadi
lainnya. Jadi, kita sepantasnya tidak boleh memperlakukan orang lain secara tidak
adil, tidak jujur, dan sebagainya, kita pun berhak memperlakukan diri kita secara
baik Setiap orang wajib membela dan mempertahankan kehormatan dirinya, jika
martabatnya sebagai manusia dilanggar.
Selain itu, Manuel G. Velasquez menyebutkan ada 4 (empat) prinsip yang
dipakai dalam berbisnis, yaitu : 72
1. Utilitarianisme
Prinsip ini menyatakan bahwa tindakan dan kebijakan perlu dievaluasi
berdasarkan keuntungan dan biaya yang dibebankan kepada masyarakat. Sebuah
prinsip moral yang menyatakan bahwa sesuatu dianggap benar apabila mampu
menekan biaya sosial dan memberikan keuntungan sosial yang lebih besar.
2. Hak
Hak merupakan sebuah sarana atau cara yang penting dan bertujuan agar
memungkinkan individu untuk memilih dengan bebas apapun kepentingan atau
aktivitas mereka dan melindungi pilihan pilihan mereka. Hak kebebasan dan
kesejahteraan orang lain harus dihormati.

72

Erni R. Ernawan, Op.cit., hal. 23-24

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

3. Keadilan
Mengidentifikasi cara cara yang adil dalam mendistribusikan keuntungan
dan beban pada para anggota masyarakat. Biasanya masalah keadilan dapat dibagi
menjadi tiga kategori, yaitu : keadilan distributif (berkaitan dengan distribusi
yang adil atas keuntungan dan beban dalam masyarakat) dan keadilan retributif
(pemberlakuan yang adil pada pihak pihak yang melakukan kesalahan);
keadilan kompensatif (cara yang adil dalam memberikan kompensasi pada
seseorang atas kerugian yang mereka alami akibat perbuatan orang lain).
4. Perhatian (Caring)
Pandangan ini menekankan bahwa kita mempunyai kewajiban untuk
memberikan perhatian terhadap kesejahteraan orang orang yang ada di sekitar
kita, terutama yang mempunyai hubungan ketergantungan.
Jika diperhatikan secara seksama bahwa semua prinsip di atas didasarkan
pada satu paham filsafat yaitu hormat kepada manusia sebagai persona. Dalam
wujud lain, paham dasar ini dapat disejajarkan dengan apa yang disebut Golden Rule
(Aturan Emas/ Kaidah Emas). 73 Paham hormat kepada manusia sebagai persona
mengandung sikap dasar untuk memperlakukan manusia sebagai pribadi, yaitu
sebagai makhluk yang mempunyai nilai pada dirinya sendiri dan bukan hanya sekedar
alat untuk memperoleh keuntungan. Manusia dalam bisnis adalah pribadi yang luhur,
memperlakukan diri sendiri maupun orang lain yang terjabarkan dalam berbagai
prinsip etika bisnis di atas. Hal yang tidak etis jika kita merendahkan diri dan
73

A. Sonny Keraf, Op.cit., hal. 76

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

membiarkan diri kita dituntut hanya untuk mengejar keuntungan dan lupa akan diri
sendiri. Sebaliknya, hal yang tidak etis juga jika kita merendahkan orang lain dan
memerasnya dengan menipu, berbuat curang, tidak bertanggung jawab, bersikap tidak
adil hanya untuk memperoleh keuntungan. 74

B. Tinjauan Umum tentang Corporate Social Responsibility (CSR)


CSR dalam sejarah modern dikenal sejak Howard R. Bowen menerbitkan
bukunya berjudul Social Responsibilities of The Businessman pada era 1950 1960
di Amerika Serikat. Pengakuan publik terhadap prinsip prinsip tanggung jawab
sosial yang beliau kemukakan membuat dirinya dinobatkan secara aklamasi sebagai
Bapak CSR. Bahkan dalam dekade 1960-an, pemikiran Bowen terus dikembangkan
74

Burhanuddin Salam, Op.cit., hal. 165


Lihat juga K. Bertens, Op.cit., hal 27 32 yang menyatakan bahwa ada 3 (tiga) macam tolok
ukur untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan tingkah laku yaitu :
1. Hati nurani
Suatu perbuatan baik, jika dilakukan sesuai dengan hati nurani, dan suatu perbuatan lain
adalah buruk, jika dilakukan bertentangan dengan suara hati nurani. Dalam bertindak
bertentangan dengan hati nurani, setiap orang menghancurkan integritas pribadi, karena
menyimpang dari keyakinan yang terdalam.
2. Aturan/ kaidah emas
Cara lebih obyektif untuk menilai baik buruknya perilaku moral adalah mengukurnya dengan
kaidah emas yang berbunyi Hendaklah memperlakukan orang lain sebagaimana anda sendiri
ingin diperlakukan. Perilaku saya bisa dianggap secara moral baik, bila saya memperlakukan
orang tertentu sebagaimana saya sendiri ingin diperlakukan. Mengapa begitu? Karena saya
(dan setiap orang) tentu menginginkan agar saya diperlakukan dengan baik. Saya harus
memperlakukan orang lain dengan baik pula.
3. Penilaian masyarkat umum (audit sosial / social audit)
Bahwa menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah menyerahkannya kepada
masyarakat umum untuk dinilai. Cara ini bisa disebut audit sosial. Untuk mencapai suatu
tahap obyektif, perlulah penilaian moral dijalankan dalam suatu forum yang seluas mungkin .
Oleh sebab itu audit sosial menuntut adanya keterbukaan. Tingkah laku yang kurang etis
biasanya dilakukan dengan tersembunyi. Sebaliknya, tingkah laku yang baik secara moral
tidak menakuti transparansi. Orang yang berlaku etis bersedia membukakan perbuatannya
bagi penilaian masyarakat umum. Perilaku sosial itu bersifat baik secara moral, bila tahan uji
dalam audit sosial. Perilaku bersifat buruk secara moral, bila secara umum dinilai sebagai
tidak baik.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

oleh berbagai ahli sosiologi bisnis lainnya seperti Keith Davis yang memperkenalkan
konsep Iron Law of Social Responsibility.75
Defenisi CSR masih beragam dan memiliki perbedaan defenisi antara satu
dengan yang lainnya. Pada dasarnya, CSR mengenai tanggung jawab sosial
perusahaan yang merupakan tanggung jawab perusahaan terhadap para pihak lainnya
atau stakeholder, selain tanggung jawab perusahaan terhadap pemegang saham
(shareholder). Selanjutnya Merrick Dodd, menyatakan bahwa pengertian tanggung
jawab sosial perusahaan adalah : suatu pengertian tanggung jawab terhadap para
buruh, konsumen dan masyarakat pada umumnya dihormati sebagai sikap yang
pantas untuk diadopsi oleh pelaku bisnis.....76
Selanjutnya Saleem Sheikh menjelaskan bahwa CSR merupakan tanggung
jawab perusahaan, apakah bersifat sukarela atau berdasarkan undang undang, dalam
pelaksanaan kewajiban sosial ekonomi di masyarakat. Beliau mengamati bahwa
CSR meliputi 2 (dua) hal yang utama yaitu : corporate philanthropy (filantropi
75

Hendrik Budi Untung, Corporate Social Responsibility, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008),
hal. 37 bahwa dalam sumber tersebut, dinyatakan ide dasar yang dikemukakan Bowen adalah
mengenai kewajiban perusahaan menjalankan usahanya sejalan dengan nilai nilai dan tujuan yang
hendak dicapai masyarakat di tempat perusahaan tersebut beroperasi. Beliau menggunakan istilah
sejalan dalam konteks itu demi meyakinkan dunia usaha tentang perlunya mereka memiliki visi yang
melampaui urusan kinerja finansial perusahaan.
Selanjutnya dalam konsep Keith David dikemukan bahwa penekanan pada tanggung jawab
sosial perusahaan memiliki korelasi positif dengan size atau besarnya perusahaan, studi ilmiah yang
dilakukan Davis menemukan bahwa semakin besar perusahaan atau lebih tepat dikatakan, semakin
besar dampak suatu perusahaan terhadap masyarakat sekitarnya, semakin besar pula bobot tanggung
jawab yang harus dipertahankan perusahaan itu pada masyarakatnya.
76
Halyani Hj Hassan, Corporate Social Responsibility, disampaikan pada 5th Asian Law
Institute Conference, tanggal 22 23 Mei 2008, di Singapura, hal. 1 bahwa Merrick Dodd, proponent
of corporate social responsibility viewed that : A sense of social responsibility toward employees,
consumers, and the general public may thus come to be regarded as the appropriate attitude to be
adopted by those who are engaged in business
Halyani Hj. Hassan juga berpendapat bahwa CSR harus didukung dan dilihat sebagai suatu
konsekuensi alamiah bagi perseroan terbatas dan kepribadian hukum yang terpisah.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

korporasi), bahwa perusahaan melakukan peranan jasa sosial dan trusteeship


principle (prinsip perwalian), dimana direksi bertindak sebagai wali bagi pemegang
saham, kreditur, buruh, konsumen dan komunitas yang lebih luas. Ramon Mullerat
menggambarkan CSR sebagai sebuah konsep yang mana perusahaan secara sukarela
sebagai penghargaan kepada stakeholders yang lebih luas dengan memberikan
kontribusi terhadap lingkungan hidup yang lebih bersih dan kehidupan masyarakat
yang lebih baik melalui interaksi yang aktif dengan semua pihak. 77
S. Zadek, M. Fostater dan P. Raynard membagi CSR ke dalam tiga generasi
yakni mulai dari yang sifatnya sekadar filantropis, menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari strategi bersaing jangka panjang perusahaan, serta yang terakhir yang
lebih maju lagi, yakni yang berorientasi pada advokasi dan kebijakan publik. 78
The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) juga
menggambarkan CSR sebagai : business commitment to contribute to sustainable
economic development, working with employees, their families, the local community,
and society at large to improve their quality of life. (yaitu komitmen bisnis untuk
memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, bekerja
sama dengan pegawai, keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk
meningkatkan kualitas hidup bersama). 79
Menurut defenisi The Jakarta Consulting Group, tanggung jawab sosial
diarahkan baik ke dalam (internal) maupun keluar (eksternal) perusahaan. Tanggung
77

Ibid.
Sri Hartati Samhadi, Ibid.
79
Philip Kotler dan Nancy Lee, Op.cit., hal.3
78

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

jawab internal (InternalResponsibilities) diarahkan kepada pemegang saham dalam


bentuk profitabilitas yang optimal dan pertumbuhan perusahaan, termasuk juga
tanggung jawab yang diarahkan kepada karyawan terhadap kontribusi mereka kepada
perusahaan berupa kompensasi yang adil dan peluang pengembangan karir.
Sedangkan tanggung jawab eksternal (External Responsibilities) berkaitan dengan
peran perusahaan sebagai pembayar pajak dan penyedia lapangan kerja,
meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi

masyarakat, serta memelihara

lingkungan bagi kepentingan generasi mendatang. 80


Secara umum CSR merupakan peningkatan kualitas hidup mempunyai arti
adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota masyarakat untuk dapat
menanggapi keadaan sosial yang ada, dan dapat menikmati, memanfaatkan serta
memelihara lingkungan hidup atau dapat dikatakan sebagai proses penting dalam
pengaturan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan kegiatan bisnis dari stakeholders
baik secara internal maupun secara eksternal. 81
Magnan dan Ferrel juga memberikan defenisi CSR sebagai A business acts
in socially responsible manner when its decision and account for and balance diverse
80

A.B.Susanto, Corporate Social Responsibility, (Jakarta : The Jakarta Consulting Group,


2007), hal. 22
Defenisi The Jakarta Consulting Group tentang CSR :
1. Internal Responsibilities
a. Towards shareholders in terms of profit and growth
b. Towards employee in terms of employment and career challenges which are
mutually beneficial
2. External Responsibilities :
a. Company as tax payer and quality job providers
b. Increasing welfare and competence of the society (in company related and nonrelated area
c. Preserving the environment for future generation
81
Erni. R.Ernawan, Op.cit., hal. 110

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

stake holder interest. Defenisi ini menekankan kepada perlunya memberikan


perhatian secara seimbang terhadap kepentingan berbagai pihak stakeholders yang
beragam dalam setiap keputusan yang diambil oleh perlaku bisnis melalui perilaku
yang secara sosial bertanggung jawab. 82
Versi lain mengenai defenisi CSR diberikan oleh World Bank. Lembaga
keuangan global ini memandang CSR sebagai : the commitment of business to
contribute to sustainable economic development working with employees and their
representative the local community and society at large to improve quality of life, in
ways that are both good for business and good for development. (yaitu komitmen
bisnis untuk memberikan kontribusi untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan
bekerjasama dengan para pegawai dan melibatkan komunitas lokal serta masyarakat
luas untuk meningkatkan kualitas hidup, yang mana cara- cara ini baik untuk bisnis
dan pembangunan). CSR Forum juga memberikan defenisi, CSR means open and
transparent business practices that are based on ethical values and respect for
employees, communities and environment. (CSR berarti praktek bisnis yang terbuka
dan transparan berdasarkan nilai nilai etis dan penghargaan bagi para pegawai,
komunitas dan lingkungan). Sementara sejumlah negara juga mempunyai defenisi
tersendiri mengenai CSR. Uni Eropa (EU Green Paper on CSR) mengemukakan
bahwa CSR is a concept whereby companies integrate social and environmental
concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders
on

voluntary basic.
82

(CSR adalah suatu

konsep

dimana perusahaan

A.B.Susanto, Loc.cit.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

mengintegrasikan keprihatinan terhadap lingkungan dan sosial terhadap kegiatan


bisnis dan interaksi mereka dengan stakeholder mereka berlandaskan dasar
sukarela). 83
Di Indonesia, defenisi CSR secara etimologis kerap diterjemahkan sebagai
tanggung jawab sosial perusahaan. Namun setelah tanggal 16 Agustus 2007, CSR di
Indonesia telah diatur dalam Undang undang Nomor 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas yang menggantikan Undang Undang No. 1 tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas yang selanjutnya disingkat dengan UU PT bahwa CSR yang
dikenal dalam Undang undang ini sebagaimana yang termuat dalam Pasal 1 ayat 3
yang berbunyi : Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen
Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna
meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi
Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. 84
Meskipun terdapat defenisi defenisi tentang CSR yang beragam, namun
konsep CSR ini menawarkan sebuah kesamaan, yaitu keseimbangan antara perhatian
terhadap aspek ekonomis dan perhatian terhadap aspek sosial serta lingkungan. Selain
itu ada beberapa isu yang terkait dengan CSR antara lain Good Corporate
Governance

(GCG),

Sustainable Development,

Protokol Kyoto,

Millenium

Development Goals (MDGs) dan Triple Bottom Line.

83
84

Yusuf Wibisono, Op.cit., hal. 7-8


Undang - Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1 ayat 3.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Tatakelola perusahaan yang baik (GCG) diperlukan agar perilaku bisnis


mempunyai arahan yang baik. Intinya, GCG merupakan sebuah sistem dan
seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang
berkepentingan terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham dan
dewan komisaris serta dewan direksi demi tercapainya tujuan korporasi. Dalam arti
luas mengatur hubungan seluruh kepentingan stakeholders dapat dipenuhi secara
proporsional. Dalam hal ini sedikitnya ada 5 (lima) prinsip GCG yang dapat dijadikan
pedoman bagi para pelaku bisnis yaitu, Transparency (Keterbukaan Informasi),
Accountability (Akuntabilitas), Responsibility (Pertanggungjawaban), Independency
(Kemandirian), Fairness (Kesetaraan dan Kewajaran). Adapun hubungan antara GCG
dengan CSR terdapat pada prinsip responsibility yang merupakan prinsip yang paling
dekat dengan CSR. Dalam prinsip ini, penekanan yang signifikan diberikan kepada
stakeholders perusahaan. Penerapan prinsip ini diharapkan perusahaan dapat
menyadari bahwa dalam kegiatan operasionalnya seringkali menghasilkan dampak
eksternal yang harus ditangggung oleh stakeholders. Oleh sebab itu, wajar bila
perusahaan juga memperhatikan kepentingan dan nilai tambah bagi stakeholders-nya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan CSR merupakan salah satu
bentuk implementasi dari konsep GCG. Sebagai entitas bisnis yang bertanggung
jawab terhadap masyarakat dan lingkungannya, perusahaan memang mesti bertindak
sebagai good citizen yang merupakan tuntutan dari good business ethics. 85

85

Ibid., hal. 9-13

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Selanjutnya, CSR juga dapat ditelusuri melalui konsep pembangunan


berkelanjutan (sustainable development). Konsep ini secara sederhana didefenisikan
sebagai pembangunan atau perkembangan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang
tanpa

membahayakan

kemampuan

generasi

mendatang

untuk

memenuhi

kebutuhannya. Istilah pembangunan berkelanjutan mulai populer setelah terbitnya


buku Silent Spring

karangan Rachel Carson seperti yang sudah dikemukan

sebelumnya. Sejak saat itu, perhatian terhadap permasalahan lingkungan semakin


berkembang dengan dilakukannya berbagai konferensi antara lain Konferensi
Lingkungan Hidup di Stockholm (1972), KTT Bumi di Rio de Janeiro (1992), KTT
Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg (2002) 86 dan konferensi lainnya yang
masih terus dilakukan oleh berbagai negara untuk menangani permasalahan global
secara bersama dimana isu yang membahas pembangunan berkelanjutan yang
didasarkan atas perlindungan lingkungan hidup, pembangunan ekonomi dan sosial
selalu menjadi agenda pertemuan. Hal ini juga merupakan konsep CSR yang
selanjutnya berkembang di berbagai negara.
Protokol Kyoto yang dideklarasikan di Jepang juga membahas isu global yang
berkaitan dengan peningkatan suhu bumi akibat efek gas rumah kaca/ Green Houses
Gases (GHGs). Peranan seluruh negara diharapkan dalam menjaga laju pemanasan
global akibat peningkatan emisi gas rumah kaca tersebut. 87 Kontribusi emisi gas

86
87

Ibid., hal. 13 - 24
Ibid., hal. 27

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

rumah kaca tersebut ternyata didominasi oleh perusahaan perusahaan multinasional


di berbagai negara terutama negara Amerika Serikat sebagai kontributor emisi
terbesar dunia. Hal ini semakin menyadarkan para pelaku bisnis untuk berkomitmen
menerapkan CSR demi kepentingan bersama.
Pada tahun 2000, dilaksanakan KTT Millennium (Millennium Summit)
sebagai wujud dari kepedulian dunia terhadap kemiskinan dengan lahirnya United
Millennium Declaration yang berupa Millennium Development Goals/ MDGs.
Tujuan dari MDGs antara lain menghapuskan tingkat kemiskinan, pencapaian
pendidikan dasar secara universal, serta menjamin berlanjutnya pembangunan
lingkungan. Jelas hal ini juga dapat diwujudkan melalui CSR sebagai bagian untuk
pencapaian MDGs. 88 Selain itu, CSR juga terkait dengan konsep Triple Bottom Line.
Istilah Triple Bottom Line dipopulerkan oleh John Elkington pada tahun 1997 melalui
bukunya Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century
Business. Elkington mengembangkan konsep triple bottom line dalam istilah
economic prosperty, environmental quality dan social justice. Elkington memberi
pandangan bahwa perusahaan yang ingin berkelanjutan harus memperhatikan 3P.
Selain mengejar profit, perusahaan juga harus memperhatikan dan terlibat pada
pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif dalam
menjaga kelestarian lingkungan (planet). Dalam gagasan tersebut, perusahaan tidak

Pertemuan yang diadakan di Kyoto, Jepang pada bulan Desember 1997 mencetuskan sebuah
protokol yang kemudian dikenal dengan Protokol Kyoto dan terbuka untuk ditanda-tangani dari
tanggal 16 Maret 1998 sampai dengan 15 Maret 1999 di Markas Besar PBB, New York.
88
Ibid., hal. 30 - 32

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu
aspek ekonomi yang direfleksikan dalam kondisi financial-nya saja, namun juga
harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Aliran pemikiran yang semakin
diminati dan semakin punya daya tarik untuk masa yang akan datang adalah aliran
yang menyakini bahwa kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan
tumbuh secara berkelanjutan (sustainable). 89
Di Indonesia, beleid CSR lebih dikenal dengan Tanggung jawab Sosial dan
Lingkungan (TJSL) sebagaimana yang sudah termuat dalam Undang Undang
No. 40 Tahun 2007 sebagaimana yang telah disahkan oleh DPR dan pemerintah. UU
tersebut membuat kegiatan atau program TJSL menjadi wajib. Ketentuan itu
termaktub pada Pasal 74. Konsep CSR juga telah banyak berkembang di negara lain
dan bagi Indonesia mengadopsi CSR yang awalnya berkembang di negara kapitalis
karena menilai hal ini perlu diatur mengingat semakin besarnya jumlah perusahaan di
Indonesia yang menjalankan CSR setengah hati disertai kerusakan lingkungan yang
semakin parah. Jika melihat sasaran CSR yang memperhatikan aspek lingkungan dan
sosial maka kedua aspek tersebut yang memiliki kecenderungan sebagai latar
belakang pengaturan CSR di Indonesia yang lebih dikenal dengan Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan. 90

89

Ibid., hal. 32 - 37
Kadin Anggap Pasal CSR dalam UUPT Tak Mendasar http://www.hukumonline.com/
detail.asp?id=18635&cl=Berita (diakses tanggal 11 Juli 2008) bahwa Notaris senior Partomuan Pohan
keukeuh CSR harus diatur dalam UU ini. Partomuan adalah salah satu konseptor UU PT yang
mewakili pihak pemerintah. Masih banyak perusahaan kakap setengah hati menjalankan CSR,
tuturnya. Lagipula, Partomuan menilai kini ada tren yang sedang berhembus, from voluntary to
mandatory. Meskipun dari pihak Kamar Dagang dan Industri keberatan dengan kewajiban melakukan
90

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

C. Konsep CSR dalam Etika Bisnis dan Perusahaan


Tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) kepada masyarakat merupakan
investasi signifikan dalam mempertahankan eksistensi suatu perusahaan. Pemikiran
yang mendasari CSR yang sering dianggap inti dari Etika Bisnis adalah bahwa
perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban kewajiban ekonomis dan legal tetapi
juga kewajiban kewajiban terhadap pihak pihak yang berkepentingan
(stakeholders), karena perusahaan tidak bisa hidup, beroperasi dan memperoleh
keuntungan tanpa bantuan pihak lain. CSR merupakan pengambilan keputusan
perusahaan yang dikaitkan dengan nilai nilai etika, dapat memenuhi kaidah
kaidah dan keputusan hukum dan menjunjung tinggi harkat manusia, masyarakat dan
lingkungan. Penerapan CSR merupakan salah satu implementasi etika bisnis.
Konsep hubungan antara perusahaan dengan stakeholder dapat ditelusuri dari
zaman Yunani kuno, sebagaimana disarankan Nicholas Eberstadt. Beberapa
CSR seperti yang diungkapkan oleh Hariyadi Sukamdani, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri
Indonesia (Kadin) yang ini lagi mangkel dengan DPR -juga pemerintah. Pangkal persoalannya, kedua
lembaga ini sepakat menelurkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(UU PT). Yang bikin Hariyadi keki adalah beleid tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan
perusahaan (TJSL). Bahasa kerennya corporate social responsibility (CSR). UU tersebut membuat
kegiatan atau program yang satu ini menjadi wajib. Ketentuan itu termaktub pada Pasal 74. Menurut
Hariyadi, klausul ini muncul tiba-tiba. Kubu pemerintah pun kaget. Ketentuan soal CSR diapungkan
oleh anggota DPR, tanpa kajian yang mendasar dan hanya bersifat emosional, ujar Hariyadi, yang
mengaku mendapat bisikan dari salah seorang anggota dewan. Hariyadi melanjutkan, keputusan
emosional itu terbit lantaran kasus lumpur Lapindo yang berlarut-larut. Harus kita akui ada beberapa
anggota dewan yang konstituennya di Jawa Timur, sambungnya. Namun perhatikan pendapat dari
Pakar hukum administrasi negara, Gayus Lumbuun, menjelaskan memang sulit memasukkan etika ke
dalam aturan hukum formal. Namun itu bukan berarti tak mungkin. Gayus mencontohkan reformasi
etik pada dunia usaha di Amerika Serikat pada 1967. Gayus sendiri mencatat setidaknya ada tiga
aturan di Indonesia yang membuat etika menjadi hukum. Ada ketentuan administrasi negara, perdata,
serta pidana.Karena itu, Gayus kali ini condong membela Partomuan -dan parlemen- yang
menghidupkan kewajiban CSR. Maklum, Gayus juga saat ini menjabat legislator dari Fraksi Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) -meskipun tak terlibat menukangi UU PT. Ingat, kita
pernah dijajah sebuah perusahaan selama seratus tahun, yakni oleh VOC. Bahaya kalau perusahaan
bebas berbuat apa saja, tuturnya mewanti-wanti.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

pengamat menyatakan CSR berhutang sangat besar pada konsep etika perusahaan
yang dikembangkan gereja Kristen maupun fiqh muamalah dalam Islam. Pada dekade
1980-an dunia Barat menyetujui penuh adanya tanggung jawab sosial itu. Tentu
dengan perwujudan berbeda di masing-masing tempat, sesuai pemahaman perusahaan
terhadap apa yang disebut tanggung jawab sosial. 91
Etika bisnis sebagai etika terapan sesungguhnya merupakan penerapan dari
prinsip prinsip etika pada umumnya. Konsep responsibility (tanggung jawab) dan
fairness (keadilan) merupakan prinsip-prinsip etika tersebut yang diimplementasikan
dalam wujud CSR. Oleh sebab itu, mengkaji konsep CSR berarti membicarakan
konsep tanggung jawab (responsibility) perusahaan dan perwujudan keadilan
(fairness) sebagai etika bisnis.
Responsibility, pertanggungjawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan
terhadap peraturan yang berlaku, di antaranya termasuk masalah pajak, hubungan
industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup,
memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya.
Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan akan menyadarkan perusahaan bahwa
dalam kegiatan operasionalnya, perusahaan

juga mempunyai peran untuk

bertanggungjawab selain kepada shareholder juga kepada stakeholders.

92

Fairness, menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak


shareholder dan stakeholders sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

91
92

Belajar CSR, http://www.csrindonesia.com/faq.php# (diakses tanggal 27 Mei 2008)


Yusuf Wibisono, Op.cit., hal.11-12

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Diharapkan pula, fairness dapat menjadi faktor pendorong yang dapat memonitor dan
memberikan jaminan perlakuan di antara beragam kepentingan dalam perusahaan. 93
Selanjutnya, perusahaan adalah perwujudan dari kepentingan manusia dalam
melakukan usaha sehingga sifat yang sama antara perusahaan dengan manusia. Sesuai
dengan teori realistis (teori organ) yang menganggap bahwa suatu perusahaan yang
berbadan hukum dalam suatu tata hukum sama saja layaknya dengan keberadaan
manusia selaku subjek hukum. Dalam hal ini, badan hukum tersebut bertindak
melalui organ organnya. 94 Hal ini juga didukung oleh pandangan kolektiktivitas
yang melihat pada sifat kolektif perusahaan yang bertahan pada moralitas sasaran,
strategi, prosedur dan pengendalian perusahaan. Paham ini menolak melihat
bagaimana seluruh organisasi ditunjang oleh manusia, yaitu individu individu yang
mampu memutuskan bagi mereka sendiri apakah dan bagaimanakah mereka
mematuhi persyaratan kolektif.

95

Oleh sebab perusahaan merupakan badan hukum

93

Ibid., hal. 12
Munir Fuady, Doktrin Doktrin Modern dalam Corporate Law, Eksistensinya dalam
Hukum Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 4
Lihat juga Pasal 1 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang
menyatakan bahwa Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan
Komisaris.
95
Peter Pratley, Op.cit.,hal. 114.
Ibid., lihat juga pernyataan dari W. Michael Hoffman yang mengkritik pandangan
individualis (yang berlawanan dengan pandangan kolektif) yang mengatakan bahwa hanya manusia
individual yang bertanggung jawab secara moral berarti tidak mengakui bahwa kesatuan kolektif
seperti perusahaan, bala tentara, negara berbangsa tunggal, staf pengajar, dan panitia memang
menghasilkan hal hal dengan cara cara yang tidak hanya dapat direduksi atau dapat diterangkan
oleh kumpulan perilaku individual. Keseluruhan kesatuan kolektif lebih dari sekedar akumulasi dari
bagian bagiannya karena individu individu yang membentuk kumpulan tersebut (dan yang
tindakannya jelas jelas perlu bagi kelompok untuk bertindak) diatur dalam hal tujuan kooperatif,
sasaran, strategi, pernyataan misi, kebijakan, anggaran dasar yang kooperatif (atau apapun Anda
menyebutnya), yang memberi kepada kumpulan itu identitas dan uraian fungsinya. Manusia bertindak
atas nama tujuan kolektif dan sesuai dengan petunjuk kolektifnya.
94

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

maka perusahaan mempunyai banyak hak dan kewajiban. Kemudian berbicara


mengenai etika bisnis, maka untuk menentukan suatu perusahaan mempunyai
tanggung jawab moral (secara etis) maka perusahaan perlu berstatus moral atau
dengan kata lain perlu merupakan pelaku moral (agent moral). Pelaku moral bisa
melakukan perbuatan etis atau tidak etis. Salah satu syaratnya adalah memiliki
kebebasan atau kesanggupan mengambil putusan bebas. 96
Selanjutnya W. Michael Hoffman memberikan jalan tengah bahwa baik
perusahaan maupun individu pengurusnya adalah moral agent. Hoffman mencoba
menggabungkan antara kultur moral perusahaan dengan otonomi moral individu
individu sebagai pengurusnya yang mengelola perusahaan sedemikian rupa sehingga
menghasilkan kultur perusahaan yang bermoral. Sifat kultur perusahaan moral adalah
kuncinya. Kultur perusahaan harus diciptakan dengan cara sedemikian rupa sehingga
sasaran etis, struktur dan strategi tertentu, dikemukakan secara jelas untuk
membentuk kerangka kerja yang konseptual dan operasional untuk pengambilan
keputusan moral. Faktor kunci ini harus diselaraskan dengan otonomi individual yang
berwatak baik. 97 Dengan demikian secara khusus adanya pengakuan bahwa
perusahaan yang di dalamnya termasuk Perseroan Terbatas juga memiliki kehendak
layaknya manusia dalam perannya sebagai moral agent sehingga perbuatan Perseroan
Terbatas dapat dinilai dari sisi moral atau tidak bermoral, bertanggung jawab atau
Karakter yang ada di dalam perusahaan sebenarnya mirip dengan manusia, misalnya
perusahaan memiliki sejarah tumbuh dan berkembangnya, perusahaan mempunyai organ yang dilakoni
oleh para pengurusnya, perusahaan mempunyai tujuan yang hendak dicapai dan perusahaan juga bisa
mati (bubar) sebagaimana yang telah diatur oleh Anggaran Dasarnya.
96
K. Bertens, Op.cit., hal. 290
97
Peter Pratley,Op.cit., hal. 115 - 116

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

tidak bertanggungjawab. Selanjutnya, apabila perusahaan mengikatkan diri dengan


manajemen kualitas, perusahaan menyetujui tanggung jawab moral tertentu. Pada
aras terendah, perusahaan berjanji pada diri sendiri untuk tiga tanggung jawab
perusahaan berikut ini : 98
1. Perhatian pada konsumen, dinyatakan dengan memuaskan kebutuhan akan
kemudahan penggunaan dan keselamatan produk yang diproduksi
2. Perhatian terhadap lingkungan
3. Perhatian terhadap kondisi kondisi kerja minimum
Ada suatu sifat penting dari komitmen moral untuk mencegah adanya resiko.
Komitmen moral itu menunjukkan kemampuan upaya etis yang yang diikutsertakan
dalam sebuah cabang bisnis. Kinerja moral dalam bisnis dapat digambarkan dengan
cara negatif, yaitu sebagai kemampuan untuk membatasi risiko kerusakan dan
kejahatan yang besar, tidak hanya di dalam perusahaan, tetapi juga di antara para
stakeholder yang lain. Walaupun demikian lebih baik merumuskan pernyataan misi
yang lebih positif dan menarik sambil tetap mengacu ke sasaran negatif ini. 99

98

Ibid., hal 111 - 112


Ibid., hal. 112 - 113
Lihat juga Andy Kirana, Op.cit., hal. 79 81 bahwa pengertian tanggung jawab sosial terbagi
atas 2 (dua) yaitu :
1. Tanggung jawab positif
Melakukan kegiatan kegiatan yang bukan didasarkan pada perhitungan untung rugi,
melainkan didasarkan pertimbangan demi kesejahteraan sosial.
2. Tanggung jawab negatif
Tidak melakukan kegiatan kegiatan yang dari segi ekonomis menguntungkan tetapi dari
segi sosial merugikan dan kesejahteraan sosial.
99

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Trevino dan Nelson memberikan konsep CSR sebagai piramid yang terdiri dari 4 (empat) macam
tanggung jawab yang harus dipertimbangkan secara berkesinambungan, yaitu ekonomi, hukum, etika dan
berperikemanusiaan.

100

Tanggung jawab
Berperikemanusiaan*)
Tanggung jawab
Etis

Tanggung jawab
Hukum

Tanggung jawab
Ekonomi

Gambar 1. Piramida Konsep Corporate Social Responsibility


*) Carrol juga menyebutnya Tanggung jawab Filantropis
(Sumber : A.B. Susanto, Corporate Social Responsibility, (Jakarta : The Jakarta Consulting Group, 2007), hal.32)

Tanggung jawab ekonomi sebagai landasannya dan merujuk pada fungsi


utama bisnis sebagai prosedur barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen,
dengan menghasilkan laba yang dapat diterima, artinya laba yang dihasilkan harus
sejalan dengan aturan dasar masyarakat. Tanpa laba perusahaan tidak akan eksis,
tidak dapat memberi kontribusi apapun kepada masyarakat. Masalah tanggung jawab

100

Erni R. Ernawan, Op.cit., hal. 112.


Lihat juga A.B. Susanto, Op.cit., hal. 32 - 33
Berkaitan dengan tanggung jawab etis (moral) dan tanggung jawab hukum (legal), lihat juga
A. Sonny Keraf, Op.cit., hal.64 yang memberikan perbedaan antara legalitas dan moralitas. Suatu
praktik atau kegiatan mungkin saja dibenarkan dan diterima secara legal (ada aturan hukumnya), tetapi
belum tentu dari segi etis diterima dan dibenarkan. Misalnya dari segi legal mungkin saja monopoli
dalam bisnis diterima dan dibenarkan, mungkin karena tidak ada aturan hukum yang dilanggar oleh
praktik itu. Tetapi tidak berarti bahwa dari segi etika monopoli dibenarkan. Karena itu, anggapan
bahwa suatu kegiatan yang diterima secara legal, dengan sendirinya diterima secara etis, adalah keliru.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

merupakan hal yang dianggap paling krusial, karena tanpa adanya kelangsungan
finansial tanggungjawab hal yang lain menjadi hal yang meragukan.
Tanggung jawab hukum sering dihubungkan dengan tanggung jawab etika,
melebarkan tanggung jawab hukum dan mengharapkan para usahawan untuk
menjalankan fungsinya setingkat di atas hukum. Perusahaan harus mematuhi hukum
yang berlaku sebagai representasi dari rule of the game. Aturan yang dimaksud di sini
adalah peraturan umum tentang dunia usaha seperti aturan tentang perburuhan, anti
monopoli, lingkungan hidup dan sebagainya. Etika bisnis mencakup cara organisasi
bisnis menjalankan kewajiban hukum dan etika.
Tanggung jawab etis mencakup tanggung jawab secara umum, karena tidak
semua harapan masyarakat dirumuskan dalam hukum. Etika bukan hanya sesuai
dengan hukum, namun juga dapat diterima secara moral. Tanggung jawab sosial juga
harus tercermin dari perilaku etis perusahaan. Perusahaan diharapkan masyarakat
agar menghargai nilai nilai kultural lokal, berperilaku baik, dan memahami kondisi
nyata masyarakat di sekitar operasinya, misalnya ditunjukkan dengan berusaha
mengakomodasi harapan masyarakat meskipun sebenarnya tidak diwajibkan oleh
hukum.
Tanggung jawab berperikemanusiaan/filantropis merupakan tanggung jawab
terhadap sesama mencakup peran aktif perusahaan dalam memajukan kesejahteraan
manusia. Tanggung jawab ini mengharuskan perusahaan untuk berkontribusi terhadap
komunitasnya yaitu meningkatkan kualitas hidup.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Hal yang biasanya terkait dengan tanggung jawab dari perusahaan yaitu : 101
1. Board of Director yang mempunyai komitmen dan mendorong kegiatan CSR
2. Undang undang setempat dan peraturan perpajakan, dan juga pendapat dari
stakeholder harus dipertimbangkan
3. Kegiatan ekonomi sosial dan kinerja lingkungan serta akibatnya diawasi dan
dilaporkan ke publik.
Pertanggung jawaban perusahaan atas segala aktivitasnya menjadi perhatian
serius yang harus dipikirkan secara komprehensif oleh perusahaan melalui organ
perusahaannya dalam melakukan tindakan bisnis. Lebih lanjut ada beberapa argumen
yang mendukung perlunya tanggung jawab sosial dilaksanakan oleh perusahaan
yaitu: 102
1. Kebutuhan dan harapan masyarakat yang semakin berubah
2. Kewajiban moral perusahaan
3. Terbatasnya sumber sumber daya
4. Lingkungan sosial yang lebih baik
5. Perimbangan tanggung jawab dan kekuasaan
6. Bisnis mempunyai sumber sumber daya yang berguna
7. Keuntungan jangka panjang
Oleh karena itu, demi kelangsungan hidup suatu bisnis yang baik untuk
jangka panjang, perusahaan mengemban tanggung jawab sosial yang tidak bisa

101
102

Ibid., hal. 113 - 114


A. Sonny Keraf, Op.cit., 92 - 96

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

diabaikan begitu saja. Meskipun dalam kenyataannya, tanggung jawab sosial dapat
bertabrakan dengan prinsip mencari keuntungan, namun justru inilah yang
membedakan antara nilai sebuah bisnis yang baik dan tahan lama dari bisnis yang
asal - asalan. Bisnis yang baik akan tetap mengindahkan prinsip tanggung jawab, jika
perlu dengan mengorbankan keuntungan jangka pendek. Bisnis yang baik selalu
mempertimbangkan keuntungan jangka pendek ini dalam rangka keuntungan jangka
panjang.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

BAB III
PERANAN PEMERINTAH, PERUSAHAAN DAN MASYARAKAT
DALAM PENERAPAN CSR
A.

Membangun Kemitraan Tripartit (Pemerintah


Masyarakat) sebagai Konsep Penerapan CSR

Perusahaan

Selama setengah abad terakhir dunia bisnis telah menjelma menjadi institusi
yang memberikan pengaruh yang besar terhadap kehidupan manusia. Peranan
perusahaan paling diharapkan terutama karena dianggap paling mampu menciptakan
lapangan kerja yang baru, meningkatkan taraf hidup banyak orang serta mendorong
kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat luas. Masyarakat juga semakin terbiasa
menikmati jasa jasa yang mereka tawarkan sehingga mempermudah hidup warga
masyarakat. Pemerintah juga harus bersyukur karena melalui mekanisme pajak
sebagai kewajiban bagi perusahaan turut berpartisipasi untuk pembangunan serta
membantu meringankan beban warga masyarakat yang belum beruntung.
Perusahaan dan masyarakat diusahakan berada dalam sebuah hubungan
simbiosis mutualisme. Keberadaan perusahaan diharapkan dapat memacu roda
perekonomian, yang membawa komunitas (masyarakat) menuju taraf hidup yang
lebih tinggi. Dengan demikian harus ada keseimbangan keuntungan komunitas
(community benefits) dengan keuntungan bisnis (business benefits) yang dapat
diperoleh dari percampuran antara filantropi murni dan penjajaan bisnis (business
sponsorship approach) yang melahirkan filantropi strategis (strategic philanthropy).
Pemerintah bertindak sebagai katalisator dalam proses ini. Program community

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

development harus didasarkan atas koordinasi dan kesepakatan antara perusahaan


sebagai penyandang dana bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan pemerintah
sebagai regulator.103
Konsep corporate social responsibility melibatkan tanggung jawab kemitraan
antara pemerintah, lembaga sumberdaya masyarakat, juga masyarakat setempat
(lokal). Kemitraan ini merupakan tanggung jawab bersama secara sosial antar
stakeholders 104. Tanggung jawab sosial perusahaan lebih mengarah pada bagaimana
suatu biaya materi yang dikemas dan diterapkan pada masyarakat dapat memperoleh

103

A.B. Susanto, Op.cit., hal.69 - 70


Lihat K. Bertens, Op.cit., hal. 162 163 yang memberikan defenisi stakeholders. Istilah
stakeholders untuk pertama kali muncul pada tahun 1963 dalam sebuah memorandum internal dari
Stanford Research Institute, California. Stakeholders adalah orang atau instansi yang berkepentingan
dengan suatu bisnis atau perusahaan. R.Edward Freeman menjelaskan stakeholders sebagai individu
individu dan kelompok kelompok yang dipengaruhi oleh tercapainya tujuan tujuan organisasi dan
pada gilirannya dapat mempengaruhi tercapainya tujuan tujuan tersebut. Stakeholders dibagi atas
pihak pihak yang berkepentingan internal dan eksternal. Pihak yang berkepentingan internal adalah
orang dalam dari suatu perusahaan; orang atau instansi yang secara langsung terlibat dalam kegiatan
perusahaan, seperti pemegang saham, manajer, dan karyawan. Pihak berkepentingan eksternal adalah
orang luar dari suatu perusahaan; orang atau instansi yang tidak secara langsung terlibat dalam
kegiatan perusahaan seperti para konsumen, masyarakat, pemerintah, lingkungan hidup.
Lihat juga Frans Magnis-Suseno, Berfilsafat dari Konteks, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama, 1992), hal. 161 yang memunculkan istilah stakeholders approach yang menunjukkan
pendekatan semata mata mencari keuntungan bukan good business. Perhatian terhadap kepentingan
semua pihak yang secara nyata berkepentingan dalam usaha bukan hanya merupakan tuntutan etika
bisnis, melainkan jaminan terbaik agar perusahaan itu dalam jangka panjang dapat berkembang dengan
baik. Selanjutnya dalam bukunya K.Bertens juga menyebutkan teori stakeholders dengan
pendekatannya ini merupakan kritikan dan jawaban yang tepat atas pendangan Friedman sebagai
penentang doktrin tanggung jawab sosial perusahaan. Teori ini menyatakan bahwa di samping
shareholders masih banyak stakeholders lain yang semuanya berhak diperhatikan dalam pengelolaan
bisnis. Dan lihat Hendrik Budi Untung, Op.cit., hal. 38 bahwa teori stakeholder (stakeholder theory)
yang diperkenalkan pada tahun 1971 diartikan sebagai sebuah teori yang mengatakan bahwa tanggung
jawab korporasi sebetulnya melampaui kepentingan berbagai kelompok yang hanya berpikir tentang
urusan finansial, tanggung jawab tersebut berkaitan erat dengan masyarakat secara keseluruhan yang
menentukan hidup matinya suatu perusahaan.
104

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

keuntungan sosial dengan memberikan akses yang seluas luasnya kepada


masyarakat di luar perusahaan maupun di dalam perusahaan.
Adapun

upaya

perusahaan

dalam

105

meningkatkan

peranannya

dalam

pembangunan kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan membutuhkan sinerji


multipihak yang solid dan baik. Sinerji yang paling diharapkan adalah adanya
kemitraan antara perusahaan, pemerintah dan komunitas atau masyarakat. Sinerji ini
disebut kemitraan tripartit. 106
Menurut Tennyson kemitraan adalah kesepakatan antar sektor dimana
individu, kelompok atau organisasi sepakat bekerjasama untuk memenuhi sebuah
kewajiban atau melaksanakan kegiatan tertentu, bersama sama menanggung resiko
maupun keuntungan dan secara berkala meninjau kembali hubungan kerjasama. Tiga
prinsip penting dalam membentuk kemitraan adalah : 107
1. Kesetaraan atau keseimbangan (equity)
Pendekatannya tidak top-down atau bottom-up, tidak juga berdasarkan
kekuasaan semata, namun hubungan yang saling menghormati, saling
menghargai dan saling percaya.

105

Erni R. Ernawan, Op.cit., hal. 110


Yusuf Wibisono, Op.cit., hal.xxv
107
Ibid, hal. 103 104. Lihat pada sumber yang sama hal. 139 bahwa mekanisme kegiatan
CSR dapat dilakukan : pertama, bottom up process yaitu program berdasarkan permintaan
beneficiaries, yang kemudian dilakukan evaluasi oleh perusahaan, kedua, top down process yaitu,
program berdasar pada survey seksama oleh perusahaan, yang disepakati oleh beneficiaries, ketiga,
partisipatif yaitu program dirancang bersama antara perusahaan dan beneficiaries.
106

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

2. Transparansi
Transparansi diperlukan untuk menghindari rasa saling curiga antar mitra
kerja.
3. Saling menguntungkan
Suatu kemitraan harus membawa manfaat bagi semua pihak yang terlibat.
Selanjutnya kemitraan antara perusahaan dengan pemerintah maupun
komunitas/ masyarakat dapat mengarah ke tiga pola kemitraan sebagai berikut : 108
1. Pola kemitraan kontra produktif
Pola ini akan terjadi jika perusahaan masih berpijak pada pola konvensional
yang hanya mengutamakan kepentingan shareholders yaitu mengejar profit
sebesar besarnya. Fokus perhatian perusahaan lebih bertumpu pada
bagaimana perusahaan bisa mendapatkan keuntungan secara maksimal,
sementara hubungan dengan pemerintah dan komunitas atau masyarakat
hanya sekedar pemanis belaka. Perusahaan berjalan dengan targetnya sendiri,
pemerintah juga tidak peduli, sedangkan masyarakat tidak mempunyai akses
apapun kepada perusahaan. Pola kemitraan ini dapat saja terjadi namun lebih
bersifat semu dan bahkan menonjolkan kesan negatif. Bahkan juga bisa
memicu terjadinya fenomena buruk kapan saja, misalnya pemogokan oleh
buruh, unjuk rasa dan terhentinya aktifitas atau tutupnya perusahaan.

108

Ibid., hal. 104 - 106

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

2. Pola kemitraan semi produktif


Dalam pola ini pemerintah dan komunitas atau masyarakat dianggap sebagai
obyek dan masalah di luar perusahaan. Perusahaan tidak tahu program
program pemerintah, pemerintah juga tidak memberikan iklim yang kondusif
kepada dunia usaha dan masyarakat bersifat pasif. Pola kemitraan ini masih
mengacu pada kepentingan jangka pendek dan tidak menimbulkan sense of
belonging di pihak masyarakat dan low benefit di pihak pemerintah.
Kerjasama ini lebih mengedepankan aspek karitatif atau public relation
dimana pemerintah dan masyarakat masih lebih dianggap sebagai obyek.
Dengan kata lain, kemitraan masih belum strategis dan masih mengedepankan
kepentingan diri (self interest) perusahaan, bukan kepentingan bersama
(common interest) antara perusahaan dengan mitranya.
3. Pola kemitraan produktif
Pola ini menempatkan mitra sebagai subyek dan dalam paradigma common
interests. Prinsip simbiosis mutualisme sangat kental pada pola ini.
Perusahaan mempunyai kepedulian sosial dan lingkungan yang tinggi,
pemerintah memberikan iklim yang kondusif bagi dunia usaha dan
masyarakat memberikan support positif kepada perusahaan. Bahkan bisa
menjadi mitra yang dilibatkan pada pola hubungan resource-based
partnership

dimana

mitra

diberi

kesempatan

menjadi

bagian

dari

shareholders. Pola ini dapat menimbulkan sense of belonging, membangun


kepercayaan yang semakin tinggi (high trust, high security level) serta

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

hubungan sinergis antara subyek subyek dalam paradigma common


interests. Pola inilah yang perlu mendapat perhatian dan dorongan untuk
dapat diimplementasikan secara lebih luas.
Konsep dasar tanggung jawab sosial perusahaan adalah kesadaran bahwa
terdapat hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara perusahaan
dengan komunitas yang berada dalam lingkungan sekitarnya. Komunitas lokal
mengharapkan perusahaan bersedia membantu dalam menghadapi masalah mereka.
Sebaliknya pihak perusahaan mengharapkan mereka diperlakukan secara adil dan
cara pandang yang suportif.
Hubungan hubungan antar stakeholders diumpamakan sebagai aliran darah
dalam organisasi. Seperti halnya sebuah entitas yang berada dalam hubungan
simbolik pada sebuah lingkungan, seperti itulah yang dilakukan oleh perusahaan.
Hubungan stakeholders menyediakan energi, informasi, dan sumber daya yang
penting bagi kehidupan. Dalam hubungan ini perusahaan menciptakan modal sosial,
modal intelektual, modal lingkungan dan modal finansial dan keseluruhannya adalah
upaya jangka panjang yang berkelanjutan (sustainability).

B. Manfaat dan Petunjuk Tata Cara Penerapan CSR


Dalam menjalankan tanggung jawab sosialnya perusahaan memfokuskan
perhatiannya kepada 3 (tiga) hal yaitu : profit, lingkungan dan masyarakat. 109

109

A.B. Susanto, Op.cit., hal. 26 - 27

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Profit ..
People
Planet ..

PROFIT
Dividend
Growth
Tax
Obligation

ENVIRONMENT
Environment Preservation
Disaster Management

PEOPLE
Ethical & Competency
Workshop
Parenting

Gambar 2. Sasaran CSR

Apabila diperolehnya laba, perusahaan dapat memberikan dividen bagi


pemegang saham, mengalokasikan sebagian laba yang diperoleh guna membiayai
pertumbuhan dan pengembangan usaha di masa depan, serta membayar pajak.
Perusahaan memberikan perhatian kepada lingkungan sekitar dengan
berpartisipasi dalam usaha usaha pelestarian lingkungan demi terpeliharanya
kualitas kehidupan umat manusia dalam jangka panjang. Perusahaan juga ikut
mengambil bagian dalam aktivitas manajemen bencana. Manajemen bencana bukan
hanya sekedar memberikan bantuan kepada korban bencana, namun juga
berpartisipasi dalam usaha usaha mencegah terjadinya bencana serta meminimalkan

Lihat juga Yusuf Wibisono, Op.cit., hal. 6 bahwa konteks ini juga sejalan dengan pemikiran
John Elkington melalui konsep 3P (profit, people, planet) dalam bukunya Cannibals with Forks, the
Triple Bottom Line of Twentieth Century Business pada tahun 1997.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

dampak bencana melalui usaha usaha pelestarian lingkungan sebagai tindakan


preventif untuk meminimalisir bencana.
Perhatian terhadap masyarakat dapat dilakukan dengan cara melakukan
aktivitas aktivitas serta serta perbuatan kebijakan kebijakan yang dapat
meningkatkan kompetensi yang dimiliki di berbagai bidang. Kompetensi yang
meningkat ini pada gilirannya diharapkan akan mampu dimanfaatkan bagi
peningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Dengan menjalankan tanggung jawab sosial, perusahaan diharapkan tidak hanya
mengejar keuntungan jangka pendek, namun juga turut berkontribusi bagi
peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan sekitar
dalam jangka panjang.
Dari sisi perusahaan terdapat berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari
aktivitas CSR, yaitu : 110
1. mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima
perusahaan. Perusahaan yang menjalankan tanggung jawab sosialnya secara
konsisten akan mendapatkan dukungan yang luas dari komunitas yang telah
merasakan manfaat dari berbagai aktivitas yang dijalankannya. CSR akan
mendongkrak citra perusahaan dalam rentang waktu panjang akan
meningkatkan reputasi perusahaan.
2. sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk
yang diakibatkan krisis. Demikian pula ketika perusahaan diterpa kabar
110

A.B. Susanto, Op.cit., hal. 28 - 32

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

miring bahkan ketika perusahaan melakukan kesalahan, masyarakat lebih


mudah memahami dan memaafkannya.
3. keterlibatan dan kebanggaan karyawan. Karyawan akan merasa bangga
bekerja pada perusahaan yang memiliki reputasi yang baik, yang secara
konsisten melakukan upaya upaya untuk membantu meningkatkan
kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Kebanggaan ini pada akhirnya akan menghasilkan loyalitas, sehingga mereka
merasa lebih termotivasi untuk bekerja lebih keras demi kemajuan
perusahaan. Hal ini akan berujung pada peningkatan kinerja dan produktivitas.
4. mampu memperbaiki dan mempererat hubungan - hubungan antara
perusahaan dengan para stakeholdernya bila CSR dilaksanakan secara
konsisten. Pelaksanaan CSR yang konsisten menunjukkan bahwa perusahaan
memiliki kepedulian terhadap pihak pihak yang selama ini berkontribusi
terhadap lancarnya berbagai aktivitas serta kemajuan yang diraih perusahaan.
Hal ini mengakibatkan para stakeholders senang dan merasa nyaman dalam
menjalin hubungan dengan perusahaan.
5. meningkatnya penjualan seperti yang terungkap dalam riset Roper Search
Worldwide 111, konsumen akan lebih menyukai produk produk yang

111

Ibid., hal.5 menyebutkan bahwa riset yang dilakukan Roper Search Worldwide
menunjukkan 75 % responden memberi nilai lebih kepada produk dan jasa yang dipasarkan oleh
perusahaan yang memberi kontribusi nyata kepada komunitas melalui program pengembangan. Sekitar
66 % responden juga menunjukkan mereka siap berganti merek kepada merek perusahaan yang
memiliki citra sosial yang positif. Hal ini membuktikan terjadinya perluasan minat konsumen dari
produk menuju korporat.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

dihasilkan oleh perusahaan yang konsisten menjalankan tanggung jawab


sosialnya sehingga memiliki reputasi yang baik.
6. insentif insentif lainnya seperti pajak dan berbagai perlakuan khususnya
lainnya. Hal ini perlu dipikirkan guna mendorong perusahaan agar lebih giat
menjalankan tanggung jawab sosialnya.
Selain itu ada beberapa benefit lain yang patut dicermati untuk melakukan CSR,
antara lain : 112
1. mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan citra merek perusahaan
2. mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial
3. mereduksi risiko bisnis perusahaan
4. melebarkan akses sumber daya bagi operasional usaha
5. membuka peluang pasar yang lebih luas
6. mereduksi biaya, misalnya terkait dampak pembuangan limbah
7. memperbaiki hubungan dengan stakeholder

Lihat Andi Firman, Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perusahaan, http://www.
kutaikartanegara.com/forum/viewtopic.php?p=5170 (diakses tanggal 4 Maret 2008) bahwa Hasil
survey The Millenium Poll on CSR (1999) yang dilakukan oleh Environics International (Toronto),
Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader Forym (London) diantara 25.000
responden di 23 negara menunjukkan bahwa dalam membentuk opini perusahaan, 60% mengatakan
bahwa etika bisnis, praktek terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, tanggungjawab sosial
perusahaan (CSR) paling berperan. Sedangkan bagi 20% responden, berpendapat citra perusahaan
yang akan paling mempengaruhi kesan mereka, yakni faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor
finansial, ukuran perusahaan, strategi perusahaan, atau manajemen. Sisanya 20 % responden
berpendapat, sebagai masyarakat yang berada di sekitar dimana perusahaan beroperasi, mereka ingin
menghukum perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR, dengan cara tidak akan membeli produk
bagi perusahaan yang bergerak di bidang jasa dan menghasilkan produk, dan/atau menginformasikan
kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut. Sementara, bagi perusahaan yang bidang
usahanya berkaitan dengan eksplorasi sumber daya alam, mereka berpendapat hendak mengajukan
gugatan perwakilan (class action) terhadap implikasi adanya kegiatan pertambangan.
112
Harapan Untuk Berbagi Madu, Harian Kompas, tanggal 4 Agustus 2007

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

8. memperbaiki hubungan dengan regulator


9. meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan
10. peluang mendapatkan penghargaan
Meskipun tidak ada hubungan yang melekat antara kewajiban sosial dengan
kinerja ekonomi. Namun hal ini tidak menghentikan pendukung tanggung jawab
sosial perusahaan atas pendapat mereka akan adanya hubungan yang positif. 113
Bahkan A. Sonny Keraf juga menyebutkan beberapa alasan perlunya keterlibatan
sosial perusahaan : 114
1. Kebutuhan dan harapan masyarakat semakin berubah
Masyarakat semakin kritis dan peka terhadap perilaku perusahaan
2. Terbatasnya sumber daya alam
Bisnis diharapkan untuk tidak hanya mengeksploitasi sumber daya alam yang
terbatas, namun harus juga memelihara dan menggunakan sumber daya alam
secara bijak.
3. Lingkungan sosial yang lebih baik
Lingkungan sosial akan mendukung keberhasilan bisnis untuk jangka
panjang, semakin baik lingkungan sosial dengan sendirinya akan ikut
memperbaiki iklim bisnis yang ada.

113

Lihat Amin Widjaja Tunggal, Corporate Social Responsibility, (Jakarta : Harvarindo,


2007), hal. 57 58 yang menyebutkan sebagai contoh, suatu penyelidikan menunjukkan Domini 400
social index, suatu dana saham yang terdiri atas 400 perusahaan yang bertanggung jawab sosial, telah
melampaui The Standard and Poors 500 (angka indeks 500 saham perwakilan dari seluruh pelaku
ekonomi) sebesar 5 persen.
114
Erni R. Ernawan, Op.cit., hal. 114 - 115

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

4. Perimbangan tanggung jawab dan kekuasaan


kekuasaan yang terlalu besar jika tidak diimbangi dan dikontrol dengan
tanggung jawab sosial akan menyebabkan bisnis menjadi kekuatan yang
merusak masyarakat.
5. Keuntungan jangka panjang
Tanggung jawab dan keterlibatan sosial tercipta suatu citra positif di mata
masyarakat, karena terciptanya iklim sosial politik yang kondusif baik
kelangsungan bisnis perusahaan.
Bahkan menurut Yusuf Wibisono, setidaknya ada 3 (tiga) alasan penting
kalangan dunia usaha harus merespon dan mengembangkan isu tanggung jawab
sosial sejalan dengan operasi usahanya, yaitu : 115
1.

Perusahaan merupakan bagian dari masyarakat dan oleh karenanya wajar


bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. Perusahaan harus
menyadari bahwa mereka beroperasi dalam suatu tatanan lingkungan
masyarakat. Kegiatan sosial ini berfungsi sebagai kompensasi atau upaya
imbal balik atas penguasaan sumber daya alam dan ekonomi oleh
perusahaan yang kadang bersifat ekspansif dan eksploratif, di samping
sebagai

kompensasi

sosial

karena

timbul

ketidaknyamanan

pada

masyarakat.
2.

Kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang


bersifat simbiosis mutualisme. Untuk mendapatkan dukungan dari
115

Yusuf Wibisono, Op.cit., hal. 71 - 72

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

masyarakat, setidaknya license to operate, wajar bila perusahaan juga


dituntut untuk memberikan kontribusi posistif

kepada masyarakat,

sehingga dapat tercipta harmonisasi hubungan bahkan pendongkrakan citra


dan perfoma perusahaan.
3.

Kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untuk meredam
atau bahkan menghindari konflik sosial. Potensi konflik itu dapat berasal
akibat

dampak operasional perusahaan ataupun akibat kesenjangan

struktural dan ekonomis yang timbul antara masyarakat dengan komponen


masyarakat.
Berkaitan dengan implementasi CSR, Philip Kotler dan Nancy Lee
mengidentifikasikan 6 (enam) pilihan program bagi perusahaan yang disebut
Corporate Sosial Inisiative yaitu : 116
1. Berupa aksi promosi (cause promotion)
Suatu korporasi memberikan dana, dengan berbagai macam bentuk
kontribusinya untuk meningkatkan kesadaran dan perhatian tentang masalah masalah sosial yang

dapat dilakukan

berupa penggalangan dana,

berpartisipasi, atau perekrutan sukarelawan untuk pelaksanaan aksi sosial


tersebut. Korporasi dapat berinisiatif dan mengatur promosinya dengan
sendiri dan dapat juga dilakukan melalui bentuk mitra kerja (seperti
perusahaan Aleve yang mensponsori penggalangan dana Arthritis Foundation)
atau juga menjadi salah satu dari beberapa sponsor (seperti Keep America
116

Philip Kotler dan Nancy Lee.,Op.cit., hal. 23 - 24

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Beutiful 2003 memsponsori Great American Clean-up antara lain yang


dilakukan oleh Lysol, PepsiCo, dan Firestone Tire & Service Centers, di
antara yang lainnya)
2. Berupa aksi yang berkaitan dengan pemasaran (cause- related marketing)
Suatu perusahaan berkomitmen untuk memberikan kontribusi atau donasi/
menyisihkan sebagian persentase dari pendapatan berdasarkan penjualan
produk/keuntungan. Sebagian besar hal ini dilakukan untuk periode waktu
tertentu, produk khusus dan program amal tertentu. Dalam hal ini, sebuah
korporasi sering bermitra kerja dengan organisasi non-profit, memberikan
hubungan manfaat yang timbal balik dilakukan untuk meningkatkan
penjualan produk produk dan memperoleh dukungan finansial untuk
program charity/amal (misalnya, Comcast mendonasi $4.95 dari biaya
instalasi high speed Internet service kepada Lembaga Ronald Mcdonald
pada setiap akhir bulan yang telah ditentukan).
3. Pemasaran sosial perusahaan (corporate sosial marketing)
Suatu perusahaan mendukung pengembangan dan/atau mewujudkan sebuah
kampanye dengan fokus perubahan tingkah laku

(behaviour change

campaign) tertentu yang mempunyai pengaruh negatif dengan maksud untuk


memperbaiki tingkat kesehatan, keselamatan, lingkungan, atau kesejahteraan
komunitas. Ciri ciri yang menonjol dalam hal ini adalah berfokus untuk
melakukan perubahan tingkah laku, yang membedakan dari aksi yang lain
bahwa dalam hal ini difokuskan kepada kesadaran untuk mendukung,

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

menggalang dana, dan perekrutan secara sukarela untuk suatu aksi. Sebuah
perusahaan dapat mewujudkan kampanye perubahan tingkah laku bisnisnya
secara sendiri - sendiri (seperti Phillip Morris yang mendorong para orang tua
untuk berbicara kepada anak anak mereka tentang penggunaan dan dampak
bahaya tembakau), tetapi lebih dari itu dapat juga melibatkan peran para
partner di sektor publik (Home depot mempromosikan tips/petunjuk cara
konservasi air yang bermanfaat)
4. Filantropi perusahaan (corporate philanthropy)
Suatu perusahaan dapat melakukan pemberian kontribusi secara langsung,
yang sering dilakukan dalam bentuk kontribusi uang tunai, donasi/sumbangan,
dan/atau bentuk jasa lainnya. Bentuk ini mungkin merupakan inisiatif sosial
korporasi yang paling tradisional dan dalam beberapa dekade telah dilakukan
pendekatan secara responsif, bahkan dengan cara yang lebih khusus. Banyak
perusahaan saat ini yang memiliki tekanan, baik secara internal maupun
eksternal, untuk lebih melakukan pendekatan yang lebih strategis, dalam
memilih jenis - jenis kegiatan filantropinya dan fokus lainnya bagi pencapaian
sasaran dan tujuan bisnis perusahaannya.
5. Komunitas sukarelawan (community volunteering)
Suatu perusahaan mendukung dan mendorong para karyawan, pengecer, dan/
atau perusahaan franchise untuk secara sukarela menyediakan waktu mereka
dalam mendukung aksi dan organisasi komunitas lokal. Kegiatan ini dapat
dilakukan secara sendiri sendiri (seperti karyawan sebuah perusahaan

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

bertekhnologi tinggi memberikan tutor/bimbingan kepada generasi muda di


sekolah sekolah tingkat menengah dalam menambah ketrampilan komputer
bagi mereka) atau dapat juga dilakukan dalam bentuk kerjasama dengan
organisasi non-profit (karyawan perusahaan Shell bekerja sama dengan The
Ocean Conservacy dalam pembersihan areal pantai).
6. Praktek praktek bisnis yang bertanggung jawab dan bersifat sosial (socially
responsible business practices)
Suatu perusahaan mengadopsi dan melakukan praktek praktek bisnis yang
bersifat diskresi dan investasi investasi yang mendukung aksi sosial untuk
memperbaiki kesejahteraan komunitas dan melindungi lingkungan hidup.
Seperti Starbucks bekerja sama dengan Conservation International untuk
mendukung para petani dalam meminimalisasi dampak bagi lingkungan lokal
mereka.
Beragamnya bentuk implementasi CSR yang dilakukan oleh masing masing
perusahaan sangat bergantung pada misi, budaya, lingkungan dan resiko serta kondisi
operasional masing masing perusahaan. Pandangan lain tentang pelaksanaan CSR
juga dikemukakan oleh Eleanor Chambers pada tahun 2003 yang melakukan
penelitian atas praktik tanggung jawab sosial korporat di 7 (tujuh) negara Asia (India,
Korea Selatan, Thailand, Singapura, Malaysia, Filipina dan Indonesia)

dan mengklasifikasikan CSR ke

dalam 3 (tiga) aspek yaitu, pertama, keterlibatan dalam komunitas di antaranya


pengembangan masyarakat (community development), pendidikan dan pelatihan
kegiatan keagamaan dan olahraga. Kedua, pembuatan produk yang

bisa

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

dipertanggung-jawabkan secara sosial adalah kesehatan dan keselamatan kerja dan


proses dan produk yang ramah lingkungan termasuk kepedulian terhadap konservasi
lingkungan hidup. Ketiga, employee relations berupa kesejahteraan dan keterlibatan
pekerja. 117
Pada umumnya, perusahaan perusahaan yang telah berhasil dalam
menerapkan CSR menggunakan tahapan tahapan sebagai berikut :118
1. Tahapan perencanaan
Perencanaan terdiri dari 3 (tiga) langkah utama yaitu Awareness building,
CSR Assessement, dan CSR Manual building. Pertama, Awareness building
merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran mengenai pentingnya
arti CSR dan komitmen manajemen. Upaya ini dilakukan antara lain melalui
seminar, lokakarya, diskusi dan lain lain. Kedua, CSR Assessement
merupakan upaya untuk memetakan kondisi perusahaan dan mengidentifikasi
aspek aspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian dan langkah
langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi
117

Yusuf Wibisono, Op.cit., hal.120


Ibid., hal. 121 125
Selanjutnya Ibid, hal. 138 bahwa implementasi program CSR tersebut dapat dikelola
berdasarkan pola sebagai berikut :
1. Program sentralisasi
Perusahaan sebagai pelaksana/penyelenggara utama kegiatan, tempat dan kegiatan
berlangsung di areal perusahaan. Pelaksanaan kegiatan dapat bekerja sama dengan pihak lain
misalnya event organizer atau institusi lainnya sejauh memiliki kesamaan visi dan tujuan.
2. Program desentralisasi
Kegiatan dilaksanakan di luar area perusahaan. Perusahaan berperan sebagai pendukung
kegiatan tersebut baik dalam bentuk bantuan dana, material maupun sponsorship.
3. Program kombinasi
Pola ini dapat dilakukan terutama untuk program program pemberdayaan masyarakat, di
mana inisiatif, pendanaan maupun pelaksanaan kegiatan dilakukan secara partisipatoris
dengan beneficiaries
118

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

penerapan CSR secara efektif. Ketiga, CSR Manual building merupakan


pedoman implementasi dari hasil assessment yang telah dilakukan. Upaya
yang mesti dilakukan antara lain melalui benchmarking (mempelajari program
CSR dari perusahaan lain yang dinilai lebih sukses dalam implementasi
program ini),

menggali dari referensi atau bagi perusahaan yang

menginginkan langkah instan, penyusunan manual ini dapat dilakukan dengan


meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Penyusunan
manual CSR dibuat sebagai acuan, pedoman dan panduan dalam pengelolaan
kegiatan kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan oleh perusahaan.
2. Tahapan implementasi
Tahap implementasi ini terdiri atas 3 (tiga) langkah utama yakni sosialisasi,
pelaksanaan dan internalisasi. Pertama, Sosialisasi diperlukan untuk
memperkenalkan kepada komponen perusahaan mengenai berbagai aspek
yang terkait dengan implementasi CSR khususnya mengenai pedoman
penerapan CSR dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan penuh seluruh
komponen perusahaan. Kedua, pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pada
dasarnya harus sejalan dengan pedoman CSR yang ada, berdasarkan roadmap
yang telah disusun. Ketiga, internalisasi adalah tahap jangka panjang
mencakup upaya upaya untuk memperkenalkan CSR di dalam seluruh
proses bisnis perusahaan seperti melalui sistem manajemen kinerja.
3. Tahapan Evaluasi

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara konsisten dari waktu
untuk mengukur sejauh mana efektivitas penerapan CSR. Evaluasi dilakukan
untuk pengambilan keputusan selanjutnya. Evaluasi juga bisa dilakukan
dengan meminta pihak independen untuk melakukan audit implementasi atas
praktik CSR yang telah dilakukan.
4. Tahapan pelaporan
Pelaporan diperlukan dalam rangka membangun sistem informasi baik untuk
keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan
informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Oleh karena itu selain
berfungsi untuk keperluan shareholder juga untuk stakeholder yang
memerlukan. Perusahaan bebas menentukan bentuk atau format reporting
yang dibuatnya karena memang belum ada standar baku yang diberlakukan.
Misalnya, perusahaan dapat membuat laporan ini sebagai bagian tersendiri
dalam annual report. Bagian yang terpenting adalah kecukupan informasi
tentang apa yang telah dilakukan perusahaan atas tanggung jawab sosialnya,
Bentuk laporan bisa bersifat kualitatif, kuantitatif atau gabungan antara
keduanya.
Saat ini sejumlah institusi telah berinisiatif menciptakan sistem pelaporan atau
guidelines yang bisa berlaku secara universal untuk semua perusahaan. Beberapa di
antaranya adalah : 119

119

Ibid., hal 149

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

1. Global Compact yang dirintis oleh PBB


2. Global Reporting Initiative Guidelines on Sustainability Reporting
3. The Equator Principles based on the International Finance Corporations
environmental and social screening process
4. IBRD & IDA Safeguard policies
5. The Aarhus Convention, UN Economic Commision for Europe
6. Publish what You Pay, Global Witness, UK
Pelaporan aktivitas yang lengkap dan akurat sangat penting mengingat
kalangan stakeholders semakin melihat aktivitas sebagai barometer untuk menilai
potensi keberlanjutan perusahaan.
Di tingkat global sendiri pada bulan September 2004, ISO (International
Organization for Standardization) sebagai induk organisasi standarisasi internasional,

Lihat Khudori, Ibid., bahwa Global Compact dibentuk Sekjen PBB Kofi Annan tujuh tahun
lalu (2000). Tujuannya menyusun perilaku standar korporasi global (transnational corporations/
TNCs). Ada 10 (sepuluh) aturan di Global Compact yang mencakup soal HAM, standar perburuhan,
lingkungan hidup, dan antikorupsi. Dalam HAM, bisnis harus menghormati HAM dan tidak terlibat
(langsung dan tidak langsung) pelanggaran HAM. Dalam perburuhan, perusahaan harus menjamin
kebebasan berserikat, menghapus pemaksaan dan pekerja anak, dan tidak diskriminatif.
Lihat juga pada sumber yang sama bahwa guidelines yang paling banyak dijadikan rujukan
dalam CSR Reporting saat ini adalah Global Reporting Initiative (GRI) yang berdiri tahun 1997
merupakan hasil inisiatif bersama antara koalisi LSM di Amerika Serikat (Coalition for
Environmentally Responsible Economies) dengan United Nation Environment Programme (UNEP).
Pada tahun 2007, tidak kurang dari 460 perusahaan dari 45 negara mengadopsi total atau sebagian dari
GRI untuk digunakan sebagai sustainability report pada perusahaannya. Guidelines GRI tahun 2002
dibagi 4 (empat) bagian :
1. Penggunaan guidelines
Berisi tentang informasi sekitar pedoman, termasuk deskripsi, siapa yang seharusnya
memanfaatkan, dan bagaimana mempersiapkan report
2. Prinsip prinsip reporting berisi tentang prinsip prinsip reporting dan bagaimana
pengorganisasiannya
3. Isi report terdiri dari visi dan strategi, profil, struktur dan sistem manajemen, indikator kinerja
(ekonomi, lingkungan dan sosial)
4. Glossary dan lampiran lampiran

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

berinisiatif mengundang berbagai pihak untuk membentuk tim (working group) yang
merintis lahirnya panduan dan standarisasi untuk tanggung jawab sosial yang diberi
nama ISO 26000 : Guidance Standard on Social Responsibility. 120
Pengaturan untuk kegiatan ISO dalam tanggungjawab sosial terletak pada
pemahaman umum bahwa Social Responsibility adalah sangat penting untuk
kelanjutan suatu organisasi. Pemahaman tersebut tercermin pada dua sidang, yaitu
Rio Earth Summit on the Environment tahun 1992 dan World Summit on
Sustainable Development (WSSD) tahun 2002 yang diselenggarakan di Afrika
Selatan. ISO 26000 menyediakan standar pedoman yang bersifat sukarela mengenai
tanggung jawab sosial suatu institusi yang mencakup semua sektor badan publik
ataupun badan privat baik di negara berkembang maupun negara maju. Dengan ISO
26000 ini akan memberikan tambahan nilai terhadap aktivitas tanggung jawab sosial
yang berkembang saat ini dengan cara: 1) mengembangkan suatu konsensus terhadap
pengertian tanggung jawab sosial dan isunya; 2) menyediakan pedoman tentang

120

Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Bag I), http://www.madaniri.com/?pilih=lihat&id=158, (diakses tanggal 14 Juni 2008).
Pembentukan ISO 26000 ini diawali ketika pada tahun 2001 badan ISO meminta ISO on
Consumer Policy atau COPOLCO merundingkan penyusunan standar Corporate Social Responsibility.
Selanjutnya badan ISO tersebut mengadopsi laporan COPOLCO mengenai pembentukan Strategic
Advisory Group on Social Responsibility pada tahun 2002. Pada bulan Juni 2004 diadakan preconference dan conference bagi negara-negara berkembang, selanjutnya di tahun 2004 bulan Oktober,
New York Item Proposal atau NWIP diedarkan kepada seluruh negara anggota, kemudian dilakukan
voting pada bulan Januari 2005, dimana 29 negara menyatakan setuju, sedangkan 4 negara tidak.
Dalam hal ini terjadi perkembangan dalam penyusunan tersebut, dari CSR atau Corporate Social
Responsibility menjadi SR atau Social Responsibility saja. Perubahan ini, menurut komite bayangan
dari Indonesia, disebabkan karena pedoman ISO 26000 diperuntukan bukan hanya bagi korporasi
tetapi bagi semua bentuk organisasi, baik swasta maupun publik. Bahwa ISO 26000 ini hanya memuat
panduan (guidelines) saja dan bukan pemenuhan terhadap persyaratan karena ISO 26000 ini memang
tidak dirancang sebagai standar sistem manajemen dan tidak digunakan sebagai standar sertifikasi
sebagaimana ISO-ISO lainnya

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

penterjemahan prinsip-prinsip menjadi kegiatan-kegiatan yang efektif; dan 3)


memilah praktek-praktek terbaik yang sudah berkembang dan disebarluaskan untuk
kebaikan komunitas atau masyarakat internasional.
Apabila hendak menganut pemahaman yang digunakan oleh para ahli yang
merumuskan ISO 26000 Guidance Standard on Social Responsibility secara
konsisten

mengembangkan

tanggung

jawab

sosial

maka

masalah

Social

Responsibility akan mencakup 7 (tujuh) isu pokok yaitu:


1. Pengembangan Masyarakat
2. Konsumen
3. Praktek Kegiatan Institusi yang Sehat
4. Lingkungan
5. Ketenagakerjaan
6. Hak asasi manusia
7. Organizational Governance (governance organisasi)
ISO 26000 menerjemahkan tanggung jawab sosial sebagai tanggung jawab
suatu organisasi atas dampak dari keputusan dan aktivitasnya terhadap masyarakat
dan lingkungan, melalui perilaku yang transparan dan etis, yaitu :
1. Konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat
2. Memperhatikan kepentingan dari para stakeholder;
3. Sesuai hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma internasional
4. Terintegrasi di seluruh aktivitas organisasi, dalam pengertian ini meliputi baik
kegiatan, produk maupun jasa.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Prinsip-prinsip dasar tanggung jawab sosial yang menjadi dasar bagi


pelaksanaan yang menjiwai atau menjadi informasi dalam pembuatan keputusan dan
kegiatan tanggung jawab sosial menurut ISO 26000 meliputi:
1. Kepatuhan kepada hukum
2. Menghormati instrumen/ badan-badan internasional
3. Menghormati stakeholders dan kepentingannya
4. Akuntabilitas
5. Transparansi
6. Perilaku yang beretika
7. Melakukan tindakan pencegahan
8. Menghormati dasar-dasar hak asasi manusia
Ada 4 (empat) agenda pokok yang menjadi program kerja tim hingga tahun
2008, diantaranya adalah menyiapkan draf kerja tim hingga tahun 2006, penyusunan
draf ISO 26000 hingga Desember 2007, finalisasi draf akhir ISO 26000 diperkirakan
pada bulan September 2008 dan seluruh tugas tersebut diperkirakan rampung pada
tahun 2009. Adanya ketidakseragaman dalam penerapan CSR di berbagai negara
menimbulkan adanya kecenderungan yang berbeda dalam proses pelaksanaan CSR
itu sendiri di masyarakat. Oleh karena itu diperlukan suatu pedoman umum dalam
penerapan CSR di manca negara. Dengan disusunnya ISO 26000 sebagai panduan
(guideline) atau dijadikan rujukan utama dalam pembuatan pedoman Social
Responsibility yang berlaku umum, sekaligus menjawab tantangan kebutuhan
masyarakat global termasuk Indonesia.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

C. Hambatan dan Tantangan Penerapan CSR


Untuk mewujudkan CSR memang tidak mudah. Hal ini dapat dilihat dari
beberapa cara pandang perusahaan terhadap CSR yaitu : 121
1. sekedar basa basi dan keterpaksaan
bahwa CSR dipraktekkan lebih karena faktor eksternal (external driven).
Tanggung jawab PT. Lapindo Brantas kepada para korban lumpur panas
merupakan contoh kongket adanya indikasi social driven dan environmental
driven. Pemenuhan tanggung jawab lebih karena keterpaksaan akibat tuntutan
daripada kesukarelaan. Contoh yang sama juga dialami oleh PT. Freeport.
Bentuk lainnya adalah karena reputation driven, motivasi pelaksanaan CSR
yaitu untuk mendongkrak citra perusahaan.
2. sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban (compliance)
CSR diimplementasikan karena memang ada regulasi, hukum dan aturan yang
memaksanya. Misalnya karena adanya market driven. Kesadaran tentang
pentingnya mengimplementasikan CSR ini menjadi tren seiring dengan
maraknya kepedulian masyarakat global terhadap produk produk
lingkungan seperti perusahaan perusahaan yang menerapkan ecolabeling.
Bank bank di Eropa juga telah menurunkan regulasi dalam masalah
pinjaman

yang

hanya

diberikan

kepada

perusahaan

yang

mengimplementasikan CSR dengan baik. Tren global lainnya dalam bidang


pasar modal adalah penerapan indeks yang memasukkan kategori kategori
121

Yusuf Wibisono, Op.cit., hal. 73 - 76

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

saham saham perusahaan yang telah mengimplementasikan CSR. Sebagai


contoh, New York Stock Exchange memiliki Dow Jones Sustainability Index
(DJSI) bagi saham saham perusahaan yang dikategorikan memiliki nilai
CSR yang baik. London Stock Exchange yang memiliki Socially Responsible
Investment (SRI) Index dan Financial Times Stock Exchange (FTSE) yang
memiliki FTSE4Good sejak 2001. Langkah ini juga diikuti oleh negara Asia,
seperti Hangseng Stock Exchange dan Singapore Stock Exchange.
Konsekuensi dari adanya indeks indeks tersebut memacu investor untuk
menanamkan investasinya hanya pada perusahaan yang sudah masuk dalam
indeks tersebut. Adanya penghargaan penghargaan (reward) juga
merupakan driven lainnya yang mampu memaksa perusahaan untuk
mengimplementasikan CSR.
3. bahwa perusahaan tidak lagi sekedar compliance tetapi beyond compliance
CSR diimplementasikan karena memang ada dorongan yang tulus dari dalam
(internal driven). Perusahaan telah menyadari bahwa tanggung jawabnya
tidak hanya sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit demi
kelangsungan bisnisnya, melainkan juga tanggung jawab sosial dan
lingkungan. Perusahaan meyakini bahwa program CSR merupakan investasi
demi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability) usaha. CSR tidak lagi
dilihat sebagai sentra biaya (cost center) melainkan sebagai sentra laba (profit
center) di masa mendatang. Logikanya sederhana, apabila CSR diabaikan,
kemudian terjadi insiden maka biaya untuk mengcover risikonya jauh lebih

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

besar daripada nilai yang hendak dihemat dari alokasi anggaran CSR itu
sendiri. Selain itu terjadi risiko non finansial yang berpengaruh buruk pada
citra korporasi dan kepercayaan masyarakat kepada perusahaan.
Dengan demikian menciptakan nuansa beyond compliance inilah yang
sebenarnya menjadi tantangan sekaligus kesempatan agar corporate sustainability
dapat diraih dengan baik.
Selanjutnya ada beberapa kendala yang dihadapi dalam mewujudkan kinerja
bisnis yang etis seperti CSR ini yaitu : 122
1. Mentalitas para pelaku bisnis, terutama apabila top management yang secara
moral rendah, sehingga berdampak pada seluruh kinerja bisnis
2. Faktor budaya masyarakat yang cenderung memandang pekerjaan bisnis
sebagai profesi yang penuh tipu muslihat dan keserakahan serta bekerja hanya
untuk mencari untung saja.
3. Faktor sistem politik dan sistem kekuasaan yang diterapkan oleh penguasa
sehingga menciptakan sistem ekonomi yang jauh dari nilai nilai moral.
Namun, perlu diketahui perusahaan mengimplementasikan CSR juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : pertama, terkait dengan komitmen pimpinan
perusahaan. Kedua, ukuran dan kematangan perusahaan. Perusahaan yang lebih besar
dan mapan lebih mempunyai potensi memberikan kontribusinya. Ketiga, regulasi dan
sistem perpajakan yang diatur pemerintah. Semakin kondusif regulasi dan semakin

122

Erni. R. Ermawan, Op.cit., hal. 106

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

besar insentif pajak yang diberikan, akan lebih berpotensi memberi semangat dan
ketertarikan kepada perusahaan untuk berkontribusi kepada masyarakat. 123
Dengan demikian pada dasarnya hambatan atau rintangan yang timbul dalam
pelaksanaan CSR sebagai perilaku etika dapat berasal dari dalam diri pelaku
bisnis/perusahaan (hambatan internal) dan berasal dari luar diri perusahaan (hambatan
eksternal). Hambatan yang berasal dari dalam diri perusahaan yaitu antara lain : 124
1. Kepemimpinan dalam dalam perusahaan
Pimpinan perusahaan yang tidak tanggap dengan masalah sosial, jangan
diharapkan akan mempedulikan aktivitas sosial.
2. Sistem manajemen perusahaan dalam arti luas
Perusahaan yang lebih besar dan mapan lebih mempunyai potensi
memberikan kontribusinya daripada perusahaan yang lebih kecil dan belum
mapan. Kematangan manajemen perusahaan dalam mengelola perusahaan
menjadi tolak ukur/ cara pandang terhadap implementasi CSR.
3. Budaya perusahaan (corporate culture)
Budaya dalam hal ini mencakup pelbagai tingkat dan aspek dari perilaku,
yaitu cara produksi, skill, sikap terhadap disiplin, dan hukuman, kebiasaan,

123

Harapan Untuk Berbagi Madu, Harian Kompas, tanggal 4 Agustus 2007


Robby I. Chandra, Op.cit., hal. 69 - 70
Lihat juga Bambang Rudito dan Melia Famiola, Op.cit., hal. 120 bahwa budaya perusahaan
lebih mengacu pada bagaimana membentuk sebuah pedoman dalam sebuah kelompok atau komunitas
yang dapat dijadikan acuan bagi komunitas untuk bertindak dan bertingkah laku dan menjadikannya
sebagai jati diri komunitas yang bersangkutan. Secara keseluruhan pedoman tersebut dapat dikatakan
sebagai kebudayaan karena sifatnya yang mendorong mewujudkan tingkah laku bagi anggota
anggotanya dan fungsinya sebagai alat guna memahami lingkungan perusahaan yang bersangkutan.
124

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

nilai yang diletakkan atas pelbagai kegiatan, keyakinan yang dianut, proses
pengambilan keputusan, dan aturan serta tabu.
Di samping hal hal tersebut di atas, terdapat juga faktor hambatan yang
berasal dari luar perusahaan (hambatan eksternal) bagi pihak yang berusaha bersikap
etis untuk mewujudkan CSR , yakni berupa : 125
1. lingkungan budaya setempat/ komunitas lokal
Filsuf Frans Magnis-Suseno mengkonstatir bahwa prinsip kekeluargaan dalam
budaya Indonesia merupakan kendala serius untuk lahirnya perilaku etis
dalam berbisnis. Selain itu terdapat juga kecenderungan budaya untuk
menghindari konflik dan mencari keselarasan (harmoni). Seseorang tidak
hanya memikirkan hal yang abstrak (seperti yayasan, lembaga, negara) tetapi
lebih kepada pencegahan konflik harus didahulukan. Apabila kepatuhan yang
berlebihan dituntut, seseorang akan segan menentangnya secara terbuka.
2. lingkungan politis ekonomi makro
bahwa sering kali tatanan yang ada menghasilkan efek samping dalam skala
yang begitu besar, sehingga orang cenderung menerima keadaan tersebut dan
125

Ibid., hal. 69 -71


Frans Magnis- Suseno berpendapat bahwa prinsip kekeluargaan tentu penting, tetapi secara
etis pendekatan kekeluargaan belum mencukupi. Kekeluargaan adalah tepat bagi lingkungan akrab
interpersonal. Namun dewasa ini diharapkan lebih dari itu, diharapkan kemampuan untuk meminati
lingkungan sosial yang lebih luas, yang abstrak, yang artinya tidak ada sangkut pautnya dengan orang
orang tertentu.
Lihat Bambang Rudito dan Melia Famiola, Op.cit., hal.232 bahwa bentuk komunitas yang
majemuk serta sifat kebudayaannya yang multikultural maka Indonesia memerlukan suatu bentuk etika
bisnis yang sangat spesifik. Bentuk komunitas di Indonesia terdiri dari komunitas elite dan komunitas
rakyat. Dengan latar belakang bentuknya sebagai komunitas elite, maka perlu untuk mengembangkan
model dari komunitas elite agar dapat menciptakan regulasi demi terciptanya sebuah etika yang dapat
dipanuti oleh komunitas serta kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga tidak terjadi perbedaan
persepsi antara perusahaan dengan masyakat sekitar.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

bersikap apatis. Salah satu masalah yang dihadapi negara berkembang dalam
hal ini adalah fleksibilitas keputusan hukum serta masalah korupsi yang
notabene berkaitan dengan sistem birokrasi yang dibentuk.
Dengan demikian penerapan CSR secara konsisten merupakan tantangan
sekaligus kesempatan bagi pelaku usaha, terutama untuk membangun corporate value
di mata stakeholdersnya sehingga korporasi dapat sustain.

D. Peranan Pemerintah, Perusahaan dan Masyarakat dalam Penerapan CSR


Seperti yang dikemukakan sebelumnya bahwa hambatan dan persoalan
persoalan yang berkaitan dengan CSR ini tidak mungkin hanya diselesaikan oleh satu
pihak saja, artinya hal ini tidak hanya merupakan tanggung jawab perusahaan saja.
Sinerji yang paling diharapkan adalah adanya kemitraan antara perusahaan,
pemerintah dan komunitas atau masyarakat. Sinerji ini disebut kemitraan tripartit.
1. Pemerintah Sebagai Pihak Pembuat Regulasi
Berbagai kegiatan sosial yang dilakukan oleh perusahaan mulai dari
pendidikan,

kesehatan

hingga

pengentasan

kemiskinan

dan

pembangunan

infrastruktur, tidak dapat dipungkiri program program tersebut tampak seperti


mengambil alih tugas dan fungsi pemerintah. Namun, bila dilihat secara
komprehensif, wajar jika hal ini terjadi, mengingat begitu besarnya masalah sosial,
hingga bisa dipastikan bahwa pemerintah tidak akan sanggup mengatasinya sendiri,
termasuk karena anggaran yang kecil serta konsentrasi pemerintah ke beragam

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

persoalan. Oleh sebab itu, sekecil apapun kedermawanan yang diberikan oleh
perusahaan, sangatlah besar artinya bagi pemerintah maupun masyarakat.
Dalam penerapan konsep CSR di berbagai bidang program, pemerintah dapat mengambil peran sebagai
partisipan, convener atau fasilitator dan sebagainya. Sehingga pemerintah pun tidak lepas tangan begitu saja,
tetapi pemerintah juga aktif terlibat untuk terus mendorong program CSR. Pemerintah (pusat dan daerah), juga
diharapkan tidak hanya menetapkan sejumlah besaran laba yang perlu disetorkan perusahaan, hal ini sepertinya
hanya pemenuhan kewajiban perusahaan kepada pemerintah saja, dan akan menyebabkan kekhawatiran bagi
investor untuk menanamkan investasinya di Indonesia.

126

Agar terjalin suatu kemitraan yang saling menguntungkan, pemerintah seyogyanya memikirkan
optimalisasi perannya dalam mendukung program tersebut. Pemerintah beserta segenap jajarannya sebaiknya
berusaha untuk memahami konteks CSR ini agar ada keterpaduan dengan pemahaman dunia usaha karena bukan
tidak mungkin bila pemahaman terhadap konsep ini tidak inline, maka kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah tidak akan pernah sejalan dengan kebijakan dunia usaha. Pemerintah sebaiknya sering duduk bersama
dengan pelaku usaha memperbincangkan apa yang dibutuhkan masyarakat secara bersama, bila perlu diberikan
blue print rencana kerja pemerintah yang terkait dengan kepentingan publik. Setidaknya, tidak terjadi overlapping
program antara pemerintah dan dunia usaha.
Selanjutnya, pemerintah diharapkan dapat memberikan penghargaan bahkan insentif bagi perusahaan
yang aktif menggelar program CSR, misalnya dalam bentuk pengurangan pajak (tax deductive). Apabila inisiatif
ini dapat dilakukan pemerintah, maka bukan tidak mungkin perusahaan mau mengalokasikan budget yang lebih
besar untuk program CSRnya. Semakin banyak anggaran yang dikeluarkan perusahaan untuk tanggung jawab
sosial, kemanusiaan, dan lingkungan, seharusnya semakin besar pula insentif yang diperoleh perusahaan. Selain
itu, pemerintah juga membuat ruang bagi jalannya program sosial apapun tanpa birokrasi yang berbelit dan
menghindari ekonomi biaya tinggi. Peran pemerintah sangat menentukan dalam menciptakan iklim usaha yang
kondusif, tidak manipulatif dan tidak KKN, serta menerapkan prinsip good governance. Pemerintah seyogyanya
juga menyediakan jaminan keamanan, terutama dalam berinvestasi, mempersiapkan berbagai produk hukum dan
regulasi yang menjamin dunia usaha agar mampu menjalankan roda usahanya sekaligus memberikan kontribusi
sosial secara berkelanjutan serta menerapkan standar audit kepada perusahaan dan penerima manfaat. Pemerintah
126

Andi Firman, Ibid.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

juga perlu terlibat untuk mengembangkan regulasi yang terkait dengan CSR misalnya pemerintah harus
menciptakan sistem yang dapat mengeliminasi para free rider untuk menjamin fairness bagi masyarakat maupun
perusahaan. Pemerintah harus mampu menjamin bahwa perusahaan terlindung dari para oknum masyarakat atau
pejabat yang ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk memperkaya diri dengan cara memeras perusahaan atau
dengan memanfaatkan kesempatan.
Pemerintah diharapkan dapat mengambil inisiatif mendukung dan membantu pengembangan program
CSR perusahaan misalnya dalam bentuk fasilitasi terhadap pertemuan pertemuan antar pelaku CSR (multy
stakeholders forum) sebagai wadah kemitraan yang disertai kegiatan dan indikator kinerja yang nyata,
bekerjasama dengan organisasi terkait, melakukan diseminasi best practices dan sebagainya.
Selanjutnya paling penting adalah perlunya kesadaran dan pemahaman para pembuat kebijakan
(pemerintah) menghilangkan ketidak-pastian, mempermudah perijinan perijinan, memberikan perlindungan dan
pembelaan paling tidak sebagai penengah pada saat perusahaan menghadapi krisis.
Menurut Tom Fox, Halina Ward dan Bruce Howard tahun 2002 memberikan laporan studi mengenai
implementasi tanggung jawab sosial di negara negara berkembang yang memfokuskan peran pemerintah bahwa
adanya 2 (dua) poros yang bisa dimainkan oleh pemerintah. Poros pertama berkaitan dengan peran dan poros
kedua berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan pemerintah. Pada poros pertama, peran pemerintah adalah :
1.

127

Pemberian mandat (mandating)


Peran pemerintah dalam hal ini dapat berupa penyusunan standar minimum kinerja bisnis yang masuk
ke dalam kerangka peraturan perundang undangan seperti standar emisi gas buangan, standar
penerapan/ implementasi CSR, dan lain lain.

2.

Memfasilitasi (fasilitating)
Peran pemerintah dalam hal ini dapat berupa pemberian suasana yang kondusif bahkan insentif bagi
perusahaan yang terlibat dalam agenda agenda CSR sehingga mendorong perbaikan sosial dan
lingkungan.

3.

Kemitraan (partnering)

127

Yusuf Wibisono, Op.cit., hal 110 - 111

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Kemitraan strategis antara pemerintah, perusahaan dan masyarakat madani untuk menangani
permasalahan permasalahan sosial dan lingkungan yang kompleks. Dalam hal ini, pemerintah dapat
mengambil peran sebagai partisipan, convener atau fasilitator.
4.

Dukungan (endorsing)
Peran pemerintah dalam hal ini dapat berupa dukungan politik, dukungan melalui kebijakan atau
dukungan lainnya.
Sedangkan untuk poros kedua, kegiatan kegiatan yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah sebagai

berikut :

128

1.

Menetapkan dan menjamin pencapaian standar minimal

2.

Kebijakan publik tentang peran bisnis

3.

Tata pamong korporat

4.

Investasi yang mendukung dan bertanggung jawab

5.

Filantropi dan Community Development

6.

Keterlibatan dan representasi stakeholder

7.

Produksi dan konsumsi yang mendukung CSR

8.

Sertifikasi yang mendukung CSR, standar beyond compliance, sistem manajemen

9.

Transparansi dan pelaporan yang mendukung CSR

10. Proses multipihak pedoman dan konvensi


Selanjutnya yang tidak kalah penting yaitu pajak maupun besaran laba (dana CSR) yang diberikan oleh
suatu perusahaan haruslah benar-benar dikelola dengan baik termasuk berupaya mengeliminir dan mengantisipasi
potensi-potensi terjadinya penyelewengan dan penyalahgunaan oleh pemerintah.
Selanjutnya pemerintah dalam menjalankan peranan dan fungsinya sebagai pembuat regulasi dengan
menyusun standar dan aturan tentang pelaksanaan CSR melalui Peraturan Pemerintah selain memperhatikan
prinsip GCG juga memperhatikan kaidah kaidah atau asas asas pemerintahan yang baik dalam pembuatan
kebijakannya. Pembuatan kebijakan ini harus bebas, tanpa pengaruh siapapun dan mampu mengakomodir
kepentingan para pihak yaitu kalangan pengusaha dan masyarakat secara adil dan transparan.

129

128

Ibid , hal. 111


Lihat Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press, 1993), hal. 279 bahwa Prof. Kuntjoro Purbopranoto dalam bukunya
129

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

2. Perusahaan Sebagai Pelaku Bisnis

Perusahaan kini juga harus berperan sebagai agen sosial perubahan (agent of
social change). Ini cara bijak menyelamatkan lingkungan dan sekaligus kelangsungan
bisnisnya. CSR dahulu disebut community development adalah wacana baru
tentang

peran

korporasi

dalam

pembangunan

sosial-ekonomi

sejak

1960-an. Tujuannya agar perusahaan turut mengambil peran mengatasi kemiskinan


dan keterbelakangan masyarakat di mana perusahaan itu berdiri.

Perusahaan yang telah

menyisihkan sebagian laba bersih operasionalnya, juga memiliki kewajiban membayar pajak, yang sudah barang
tentu mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD) dan menambah devisa negara. Oleh karena itu, eksistensi
perusahaan yang demikian, seharusnya mendapatkan penghargaan oleh pemerintah atas partisipasinya dalam
pengupayaan pensejahteraan masyarakat, pengembangan SDM, dan menjaga kondisi lingkungan, agar juga
perusahaan tetap memiliki spirit, komitmen dan konsistensi dalam memotret dan mengartikulasikan variasi
persoalan di masyarakat, dan barangkali mampu menjadi preseden terhadap perusahaan-perusahaan yang lain dan
ke depan. Bahkan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) pada bidang lingkungan yang
diusung

Kementrian

Lingkungan

Hidup

memberikan

penilaian

perilaku

sosial

perusahaan

dalam

berjudul Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara
menguraikan 13 (tiga belas) dasar dasar / asas asas umum pemerintahan yang baik (general
principle of good administration) dalam membuat aturan hukum, yaitu :
1. Asas kepastian hukum (principle of legal security)
2. Asas keseimbangan (principle of proportionality)
3. Asas kesamaan (dalam pengambilan keputusan pangreh) (principle of equality)
4. Asas bertindak cermat (principle of carefuleness)
5. Asas motivasi untuk setiap keputusan pangreh (principle of motivation)
6. Asas jangan mencampuradukkan kewenangan (principle of non misuse of competence)
7. Asas permainan yang layak (principle of fair play)
8. Asas keadilan atau kewajaran (principle of resonanbleness or prohibition of
arbitrariness)
9. Asas menanggapi pengharapan yang wajar (principle of meeting raised expectation)
10. Asas meniadakan akibat akibat suatu keputusan yang batal (principle of undoing the
consequences of an annulled decision)
11. Asas perlindungan atas pandangan hidup (cara hidup) pribadi (principle of protecting the
personal way of life)
12. Asas kebijaksanaan (sapientia)
13. Asas penyelenggaraan kepentingan umum (principle of public service)

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

mengimplementasikan CSR dengan mengkategorikan perusahaan menjadi 4 (empat) peringkat yang juga
dikaitkan dengan pemikiran yang digagas oleh John Elkington dengan mengelompokkan korporasi berdasarkan
kesamaan sifatnya dengan 4 (empat) jenis serangga yang memiliki karakter yang berbeda, yaitu :

130

Tabel 1. Kategori Perusahaan Menurut Implementasi CSR

Peringkat I :

Perusahaan Lebah Madu


(Hijau)

Keterangan :
a. Perusahaan yang sudah menempatkan CSR pada strategi inti dan jantung bisnis. CSR tidak hanya dianggap
sebagai keharusan tetapi kebutuhan (modal sosial)
b. Perusahaan meyakini ada nilai tukar atas aspek lingkungan dan sosial terhadap aspek ekonomi dan
usahanya hanya dapat sustain apabila di samping memiliki modal finansial, harus memiliki modal kapital
dan sosial.
c. Korporasi lebah madu bersifat menumbuhkan (regenerative), karena korporasi ini menerapkan prinsip
prinsip etika bisnis, manajemen pengelolaan sumber daya alam yang stategis dan sustainable. Perusahaan
ini mendapatkan citra positif, kepercayaan dan dukungan dari masyarakat.

Peringkat II :

Perusahaan Kupu kupu


(Biru)

Keterangan :
a. Perusahaan menilai praktek CSR akan memberikan dampak postif terhadap usahanya karena merupakan
investasi, bukan biaya.
b. Korporasi jenis ini memiliki komitmen kuat terhadap agenda
mempraktekkannya

agenda CSR dan secara sukarela

c. Perusahaan meyakini investasi sosial akan berdampak pada lancarnya operasional perusahaan di samping
citra dan reputasi positif yang diterima.
d. Beberapa perusahaan yang mendapatkan penghargaan (CSR Award) untuk kategori ini antara lain : PT.
Petrokimia Gresik Tbk., PT. Riau Andalan Pulp & Paper, dan Nike untuk perusahaan global.

Peringkat III :

Perusahaan Belalang
(Merah)

Keterangan :
a. Korporasi ini umumnya bersifat degeneratif dan tidak sustain bisnisnya, cenderung mengeksploitasi
sumberdaya melampaui daya dukung ekologi, sosial dan ekonomi serta secara kolektif menghasilkan
dampak negatif di tingkat regional dan global.
b. Perusahaan kategori ini umumnya berasal dari peringkat hitam yang mengimplementasikan CSR setelah

130

Harapan Untuk Berbagi Madu, Harian Kompas, tanggal 4 Agustus 2007. Lihat juga Yusuf
Wibisono, Op.cit., hal. 64 - 66

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

mendapat tekanan dari stakeholdersnya sehingga dengan terpaksa memperhatikan isu lingkungan dan
sosial. CSR dipandang sebagai komponen biaya yang akan mengurangi keuntungan perusahaan.
c. Muncul stigma negatif pada perusahaan bahkan tidak akan mampu berkontribusi bagi pembangunan
berkelanjutan. Ditinjau dari beberapa sisi, kasus PT. Freeport Indonesia memiliki kemiripan dengan
kategori ini.

Peringkat IV :

Perusahaan Ulat
(Hitam)

Keterangan :
a. Sistem ekonomi yang didominasi korporasi ulat pasti akan memakan kapital alam dan sosial. Kegiatannya
degeneratif.
b. Menjalankan bisnis semata mata untuk kepentingan bisnis itu sendiri.
c. Tidak peduli pada aspek lingkungan dan sosial di sekelilingnya.
d. Muara dari aktivitas usaha kategori ini kolaps dan tutup. Kasus Bojong dapat menjadi representasi untuk
kategori ini.
Sumber : Harapan Untuk Berbagi Madu, Harian Kompas, tanggal 4 Agustus 2007 dan Yusuf Wibisono, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR,
(Gresik : Fascho Publishing, 2007), hal. 64 - 66

Dengan demikian diharapkan seluruh perusahaan dapat segera take action untuk bermetamorfosis ke
arah korporasi lebah madu. Lebah bekerja dengan prinsip tanpa merusak apapun yang terlibat dalam usahanya
untuk menghasilkan madu. Lebah justru menumbuhkan dan menjaga keberlanjutan tanaman yang sari bunganya
diambil. Jenis korporasi inilah yang menurut John Elkington menjadi bentuk ideal perusahaan dalam porsinya
yang adil dan seimbang. Jika semua perusahaan mau menjalankan korporasi lebah madu, bisa dibayangkan betapa
banyak dan manisnya madu yang dapat dinikmati oleh semua pihak.
Di Asia, penelitian oleh Chambers dan kawan-kawan terhadap penerapan CSR di tujuh negara (India,
Korea Selatan, Thailand, Singapura, Malaysia, Filipina dan Indonesia). Masing-masing negara diambil 50
perusahaan yang berada pada peringkat atas berdasarkan pendapatan operasional untuk tahun 2002. Kemudian
dikaji implementasi CSR-nya. Hasilnya, Indonesia tercatat sebagai negara yang paling rendah pelaksanaan CSR
dan derajat keterlibatan komunitasnya dibandingkan enam negara lainnya. Oleh karena itu, perusahaanperusahaan di Indonesia baik lokal, nasional maupun multinasional, saat ini berlomba-lomba dalam menerapkan
CSR.

131

131

Yusuf Wibisono, Op.cit.,hal. 72

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Selain itu di Indonesia, saat ini juga terdapat sejumlah lembaga yang sangat concern terhadap upayaupaya peningkatan CSR, seperti Indonesia Business Links (IBL), Corporate Forum for Community Development
(CFCD), Business Watch Indonesia (BWI). PT. Unilever Indonesia, Tbk mengadakan program kali bersih sungai
brantas, PT. Telkom, Tbk melakukan kegiatan PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan), PT. Avon
Indonesia melakukan sosialisasi pencegahan kanker payudara, PT. HM Sampoerna memberikan beasiswa bagi
pelajar dan mahasiswa diberbagai sekolah dan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta dan lain-lain. Studi
Public Interest Research and Advocacy (PIRAC) mengenai riset CSR pada tahun 2003 terhadap 226 perusahaan di
10 kota besar di Indonesia menyebutkan, bahwa CSR merupakan salah satu aktivitas jamak yang dilakukan oleh
perusahaan. Hasilnya, menunjukkan bahwa rata-rata per tahun sumbangan perusahaan nasional dan lokal masingmasing sebesar Rp 45 juta dan Rp 16 juta. Angka ini masih jauh di bawah perusahaan-perusahaan multinasional
yang mencapai Rp 236 juta per tahun.

132

Oleh sebab itu, langkah mulia dari perusahaan untuk menyisihkan sebagian dari laba operasionalnya
kepada masyarakat, mesti didukung berbagai pihak secara jujur tanpa adanya penyelewengan-penyelewengan
yang bersifat politis dan ideologis baik dari pemerintah (pusat dan daerah), LSM, dan masyarakat serta pihakpihak tersebut saling mengontrol agar arah gerak CSR di berbagai bidang tepat sasaran.

Sedangkan bagi

perusahaan yang tidak melaksanakan CSR hendaknya diberi sanksi, tentu dengan cara yang berkeadaban sebagai
entitas negara yang berdasarkan hukum (rechtstaat) bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaat).
Seperti, mengajukan gugatan perwakilan (class action) dan lainnya.

133

Suatu perusahaan, jangan pernah mengidap penyakit amputasi sosial, yakni kelumpuhan rasa untuk
menolong ketika menyaksikan warga tidak mampu (miskin) di sekitarnya karena hal ini dapat mengundang
bertebarannya konflik horizontal sehingga perusahaan akan merasa dirugikan oleh sikap dan perilaku merusak
warga. Hal ini bisa dilihat, misalnya, pada masyarakat Papua yang menuntut perusahaan PT. Freefort Indonesia
secara anarkis karena telah sedemikian gerah dengan eksploitasi perusahaan terhadap potensi alam daerah,
sementara itu kesejahteraan warga tidak bergeser ke arah yang lebih baik.
Selain itu, diharapkan sebuah perusahaan tidak menganut paradigma kapitalistik, karena akan
menciptakan generasi berjiwa dan bermental layaknya rayap-rayap yang hanya bergerombol untuk menggerogoti
kekayaan sumber daya alam tanpa memperhatikan masyarakat sekitar dan keberlangsungan lingkungan. Ketika
132
133

Andi Firman, Ibid.


Ibid.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

logika kapitalistik mendeterminasi setiap perusahaan atau para pengusaha, tentunya akan mengkibatkan
ketersediaan potensi alam terkuras habis, sehingga secara psikologis masyarakat akan banyak mengidap
ketidaktentraman memandang masa depan (shock future). Memang CSR tidak memberikan dampak finansial
secara seketika, tetapi harus diyakini bahwa CSR mampu meningkatkan performa bisnis dalam jangka panjang.
Jika masih banyak kalangan yang memandang konsep CSR sebagai program yang tidak menguntungkan
(profitable), maka tidak urung CSR akan menjadi beban dan tuntutan semata. Sebaliknya, jika CSR di pandang
sebagai investasi sosial, maka perusahaan telah mendeklarasikan dirinya telah memiliki GCG.
3. Masyarakat Sebagai Penerima Manfaat (beneficiaries)

Peran masyarakat terutama komunitas lokal sangat menentukan dalam upaya


perusahaan memperoleh rasa aman dan kelancaran dalam berusaha. Peran serta
mereka merupakan salah satu kunci sukses dalam penerapan program CSR.

Bentuk

peran serta masyarakat yang diharapkan adalah memberikan informasi, saran dan masukan atau pendapat untuk
menentukan program yang akan dilakukan. Bentuk peran serta ini, bisa langsung oleh masyarakat atau melalui
perwakilan dari seluruh komunitas lokal yang ada, seperti LSM, perguruan tinggi, kelompok pemuda dan
mahasiswa, tokoh agama dan masyarakat, kelompok-kelompok keperempuanan, serta yang tidak kalah penting
yaitu masyarakat adat. Komunitas lokal harus dipandang sebagai satu kesatuan dengan perusahaan yang dapat
memberikan manfaat timbal balik. Sebaiknya perusahaan memberikan kesempatan terlebih dahulu kepada warga
lokal untuk menjadi pekerja dan menawarkan kepada kontraktor/ rekanan lokal untuk menjadi mitra kerja.
Kendatipun memang sering ditemui bahwa penduduk lokal umumnya mempunyai budaya kerja, ketrampilan dan
pendidikan yang rendah serta masih sulit dibentuk, namun setidaknya untuk porsi tenaga kerja non skill mungkin
masih bisa dipertimbangkan.

134

Dengan demikian perusahaan dapat memperoleh dukungan (minimal license to

operate) dari warga. Hubungan timbal balik inilah yang menjadi perhatian dalam program CSR.
Rogovsky (2000) menyusun sebuah tabel tentang manfaat keterlibatan komunitas perusahaan sebagai
berikut :

135

134
135

Yusuf Wibisono, Op.cit., hal. 112


Ibid., hal.115

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Tabel 2. Manfaat Keterlibatan Komunitas - Perusahaan


Komunitas pada Perusahaan
a. Reputasi dan citra yang lebih baik

Perusahaan pada Komunitas


a. Peluang penciptaan kesempatan kerja,
pengalaman kerja, dan pelatihan

b. Lisensi untuk beroperasi secara sosial


c. Dapat memanfaatkan pengetahuan dan tenaga kerja
lokal

b. Pendanaan investasi komunitas,


pengembangan infrastruktur
c. Keahlian komersial

d. Keamanan yang lebih besar


e. Infrastruktur dan lingkungan sosio-ekonomi yang
lebih baik
f. Menarik dan menjaga personel yang kompeten
untuk memiliki komitmen yang tinggi

d. Kompetensi teknis dan personal individual


pekerja yang terlibat
e. Representatif bisnis sebagai jurus promosi
bagi prakarsa prakarsa komunitas

g. Menarik tenaga kerja, pemasok, pemberi jasa dan


mungkin pelanggan lokal yang bermutu
h. Laboratorium pembelajaran untuk inovasi
organisasi

Sumber : Yusuf Wibisono, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, (Gresik : Fascho Publishing, 2007), hal. 115

Dalam menerapkan konsep CSR, dapat dilakukan secara bersama-sama yang artinya, perusahaan
mengajak pemerintah dan perwakilan masyarakat dalam mengkonsep serangkaian proses, sejak desain atau
perencanaan program, implementasi program, monitoring program, evaluasi program hingga membuat pelaporan

Lihat juga pada sumber yang sama hal. 113 bahwa ada beberapa hal yang biasanya diharap
oleh komunitas yang sebaiknya dipahami oleh perusahaan yang beroperasi di wilayah sekitarnya
antara lain :

1.

2.

3.

Income (pendapat)
Komunitas mengharapkan adanya perputaran uang melalui gaji atau upah sebagai karyawan,
atau melalui pembelian kebutuhan perusahaan atau kebutuhan karyawan pada komunitas di
sekitarnya.
Kontribusi perusahaan
Kontribusi yang dapat diberikan oleh perusahaan dapat berupa : berbagai bentuk bantuan
seperti : pembangunan fasilitas umum (fasum) atau sarana atau prasarana umum seperti
sarana ibadah, sekolah, taman bermain, sarana olahraga dan lainnya, memberikan bea siswa,
sumbangan atau bantuan atau hadiah pada berbagai kegiatan, dan bentuk pemberdayaan
kepada komunitas
Kebanggaan
Banyak tempat yang diasosiasikan dengan keberadaan suatu perusahaan, misalnya ketika
menyebut kota kediri orang akan mudah mengingat sebuah perusahaan rokok, menyebut kota
gresik imajinasi akan mengantarkan kita pada perusahaan semen, pupuk, dsb.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

(reporting). Atau dengan kata lain, melakukan siklus PDCA (Plan, Do, Check, Action). Hal ini diharapkan, agar
program CSR yang di gagas secara bersama-sama dapat berjalan secara nyata, bermanfaat, efektif, dan berjangka
panjang.

136

Dalam era kapitalisme global saat ini, eksistensi perusahaan di tengah masyarakat adalah keniscayaan
sehingga menampik keberadaan mereka dalam dinamika pembangunan di berbagai aspek adalah irasional. Oleh
sebab itu, adalah suatu keharusan kemitraan antara kalangan dunia usaha, pemerintah dan masyarakat yang saling
sinergi (kemitraan tripartit), mesti lebih ditingkatkan lagi. Dari sisi bisnis, perusahaan sedapat mungkin
memaksimalkan potensinya untuk melakukan program CSR secara komprehensif dan berkesinambungan. Dari sisi
komunitas, dapat berperan proaktif dengan memberi input yang baik pada perusahaan dan siap berpartisipasi aktif
untuk menyukseskan program CSR. Adapun dari sisi pemerintah, perlu menciptakan iklim yang kondusif untuk
berkembangnya program CSR yang digelar kalangan dunia usaha sehingga terwujud public, private, and
community partnership. Tujuan akhirnya jelas, apabila rasa kebersamaan sudah kuat, semuanya dapat tumbuh
berkembang secara sustain.

BAB IV
PENGATURAN CSR PADA UU NO. 40 TAHUN 2007
TENTANG PERSEROAN TERBATAS
A. Pengaturan dan Penerapan CSR sebelum berlakunya UU No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, konsep CSR diawali dalam
bentuk kedermawanan yang bersifat karitatif dan sukarela yang kemudian
berkembang ke arah filantropis lalu community development. Perwujudan CSR
sebenarnya telah dilakukan dunia usaha sejak dulu dengan sebutan seperti kegiatan
bakti sosial atau bantuan sosial. Pada awalnya pelaksanaan CSR di Indonesia bersifat
136

Andi Firman, Ibid.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

sukarela sehingga sangat bergantung pada pimpinan puncak korporasi. Artinya,


kebijakan CSR tidak selalu dijamin selaras dengan visi dan misi korporasi. Jika
pemimpin perusahaan memiliki kesadaran moral yang tinggi maka korporasi tersebut
menerapkan kebijakan CSR yang benar. Sebaliknya, jika orientasi pimpinannya
hanya berkiblat pada kepentingan kepuasan pemegang saham serta pencapaian
prestasi pribadi maka kebijakan CSR hanya selalu sekedar kosmetik.
Sifat CSR yang sukarela, absennya produk hukum yang menunjang dan
lemahnya penegakan hukum telah menjadikan Indonesia sebagai negara ideal bagi
korporasi yang memang memperlakukan CSR sebagai kosmetik. Hal yang penting
bagi perusahaan model ini hanyalah laporan tahunan yang baik dan lengkap dengan
tampilan aktivitas sosial serta dana program pembangunan yang telah direalisasi.
Padahal program CSR sangat penting sebagai kewajiban untuk bertanggung jawab
atas keutuhan kondisi kondisi kehidupan umat manusia di masa mendatang. 137
Pelaksanaan CSR merupakan bagian dari GCG bahwa intinya

GCG merupakan

suatu sistem, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan dan
menggambarkan 5 (lima) prinsip GCG tersebut yang disingkat dengan TARIF, yaitu sebagai berikut :

138

137

Mas Achmad Daniri, Ibid.


Yusuf Wibisono, Op.cit., hal. 11-12 dan lihat juga Andi Firman, Ibid.
Lihat juga I Nyoman Tjager, F. Antonius Alijoyo, Humphrey R. Djemat, Bambang
Soembodo, Corporate Governance : Tantangan dan Kesempatan Bagi Komunitas Bisnis Indonesia,
(Jakarta : PT. Prenhallindo, 2003), hal. 26 yang menyebutkan bahwa Forum for Corporate
Governance in Indonesia (FGCI) memberikan defenisi corporate governance sebagai berikut :
.seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola)
perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta pemegang saham kepentingan internal dan
eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu
sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan Corporate Governance ialah untuk menciptakan nilai
tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Istilah corporate governance untuk
pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee pada tahun 1992 yang menggunakan istilah
138

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

1. Transparency (keterbukaan informasi)


Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan. Dalam mewujudkan
prinsip ini, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup,
akurat, tepat waktu, tentang penambangan apa saja yang dieksplorasi kepada
segenap stakeholdersnya.
2. Accountability (akuntabilitas)
Adalah adanya kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban
elemen perusahaan. Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka akan
ada

kejelasan akan

fungsi,

hak, kewajiban,

dan wewenang

serta

tanggungjawab antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi.


3. Responsibility (pertanggung jawaban)
Pertanggungjawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap
peraturan yang berlaku, di antaranya termasuk masalah pajak, hubungan
industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup,
memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan
sebagainya. Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan akan menyadarkan
perusahaan

bahwa dalam kegiatan operasionalnya,

perusahaan

juga

mempunyai peran untuk bertanggungjawab selain kepada shareholder juga


kepada stakeholders.
4. Indepandency (kemandirian)
tersebut dalam laporan mereka yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report. Laporan ini
dipandang sebagai titik balik (turning point) yang sangat menentukan bagi praktik corporate
governance di seluruh dunia.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Intinya prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional


tanpa adanya benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari
pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada.
5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran)
Menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak shareholder dan
stakeholders sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Diharapkan
pula, fairness dapat menjadi faktor pendorong yang dapat memonitor dan
memberikan jaminan perlakuan di antara beragam kepentingan dalam
perusahaan.
Tatakelola perusahaan yang baik (GCG) diperlukan agar perilaku bisnis
mempunyai arahan yang baik. Prinsip responsibility sebagai salah satu dari prinsip
GCG merupakan prinsip yang mempunyai hubungan yang dekat dengan CSR.
Penerapan CSR merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep GCG sebagai
entitas bisnis yang bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungannya. 139
Selanjutnya pelaksanaan tanggung jawab sosial sudah diatur dalam
UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan
UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang sudah menerapkan konsep
tanggung jawab sosial perusahaan dengan konsep pembangunan yang berkelanjutan
sebelum terbitnya Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas.

139

Ibid., hal.12

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Tinjauan dalam Undang Undang tentang Badan Usaha Milik Negara


(BUMN) dalam Pasal 2 jo Pasal 66 ayat (1) Undang Undang Nomor 19 tahun 2003
telah mengatur penerapan CSR. Bahkan untuk peraturan pelaksanaannya telah
diterbitkan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor
Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan
Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. BUMN diharapkan dapat meningkatkan
mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus memberikan kontribusi dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan membantu penerimaan keuangan
negara. Adapun bentuk penerapan tanggung jawab sosial perusahaan BUMN seperti
yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Negara BUMN tersebut adalah
dalam bentuk program kemitraan dan program bina lingkungan (PKBL) bersumber
dari penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2% (dua persen). Besaran dana
tersebut ditetapkan oleh Menteri untuk Perum dan RUPS untuk Persero dan dalam
kondisi tertentu dapat ditetapkan lain dengan persetujuan Menteri/RUPS. Dana
program kemitraan diberikan dalam bentuk pinjaman untuk membiayai modal kerja,
pinjaman khusus untuk membiayai kebutuhan dana pelaksanaan kegiatan usaha mitra
binaan, beban pembinaan untuk membiayai pendidikan, pelatihan, pemasaran,
promosi dan lain lain yang menyangkut peningkatan produtivitas mitra binaan.
Sedangkan ruang lingkup bantuan program bina lingkungan BUMN berupa antara
lain bantuan korban bencana alam, bantuan pendidikan dan atau pelatihan, bantuan
peningkatan kesehatan, bantuan pengembangan prasarana dan/atau sarana umum,
bantuan sarana ibadah, bantuan pelestarian alam serta tata cara/ mekanisme

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

penyaluran, kriteria untuk menjadi mitra binaan BUMN dan pelaporan telah diatur
dalam peraturan ini. 140
Selanjutnya peraturan perundangan yang juga telah mengatur tentang
tanggung jawab sosial yakni Undang Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang
Penanaman Modal dalam Pasal 15 butir b jo Pasal 17 jo Pasal 34 ditegaskan dan
diamanatkan bahwa setiap penanam modal berkewajiban menerapkan prinsip tata
kelola perusahaan yang baik dan melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan,

140

Lihat Undang Undang No.19 Tahun 2003 tentang BUMN, Pasal 2 ayat (1) butir e : :
Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah,
koperasi, dan masyarakat. Dan lebih lanjut dalam Pasal 66 ayat (1) : Pemerintah dapat memberikan
penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan
memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN. Pasal 88 ayat (1) juga menyebutkan : BUMN
dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta
pembinaan masyarakat sekitar BUMN.
Lihat juga dalam Peraturan Menteri Negara BUMN No. Per-05/MBU/2007 Pasal 1 ayat (6)
yang menyebutkan : Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil, yang selanjutnya disebut
Program Kemitraan, adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi
tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN serta Pasal 1 ayat (7)
menyebutkan : Program Bina Lingkungan, yang selanjutnya disebut Program BL, adalah program
pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba
BUMN.
Lihat juga Hendrik Budi Untung, Op.cit., hal. 27 bahwa seberapa besar sebenarnya dana yang
bisa diraup dari BUMN untuk program kemitraan dan bina lingkungan di kalangan perusahaan BUMN
di Indonesia? Jika mengacu pada Keputusan Menteri Negara BUMN No. 236 Tahun 2003 (peraturan
pelaksana sebelum Permeneg No. Per-05/MBU/2007 dimana sumber PKBL menurut aturan ini berasal
dari penyisihan laba setelah pajak 1 3 %) serta pernyataan Meneg BUMN tentang proyeksi total laba
BUMN tahun 2006 yang sebesar Rp. 54,41 triliun, setidaknya dana untuk PKBL atau CSR versi
BUMN ini bisa mencapai sekitar Rp. 1,635 triliun atau total dana untuk CSR tahun 2005 dari seluruh
BUMN idealnya sebesar Rp. 1,26 triliun mengingat total laba BUMN pada tahun 2005 tercatat sebesar
Rp. 42,35 triliun. Dan lihat juga Effnu Subiyanto, CSR : Peluang Korupsi Baru di Daerah,
http://baungcamp.com/?articles&post=CSR,_PELUANG_KORUPSI_BARU_DI_DAERAH. (diakses
tanggal 27 mei 2008) bahwa sumbangan BUMN, jika ekspektasi Menneg BUMN terpenuhi dengan
target laba bersih 2007 mencapai Rp 64 triliun, maka paling sedikit dana CSR akan terkumpul Rp 1,2
triliun. PT Semen Gresik saja, misalnya, menganggarkan 2 persen laba bersih untuk CSR,
PT Pertamina menyiapkan Rp 150 miliar pada tahun 2007 tersebut.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan
lingkungan, nilai, norma dan budaya setempat. 141
Selain itu, di bidang lingkungan hidup juga sudah terdapat peraturan
perundang undangan yang memiliki konsep pembangunan berkelanjutan sebagai
pemikiran dasar konsep CSR yaitu Undang Undang No. 23 tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang selanjutnya dalam penulisan ini disingkat
dengan UU PLH. Hak atas lingkungan hidup merupakan salah satu hak asasi manusia
yang diakui oleh PBB. Sebenarnya hak ini telah diatur dalam pembukaan UUD 1945
alenia IV jo Pasal 33 ayat (3), yang saat ini disamakan sebagai hak atas lingkungan
dan pembangunan berkelanjutan. Hal ini juga didukung oleh UU PLH
Pasal 5 ayat (1) dimana pada dasarnya setiap orang mempunyai hak yang sama atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat. Terbukti dengan masih banyaknya kasus
kasus pencemaran lingkungan hidup akibat proses pembangunan dan kegiatan

141

Lihat Undang Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 15 butir b
menyebutkan : Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial
perusahaan, dan Pasal 17 menyebutkan : Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam
yang tidak terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang
memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang - undangan serta Pasal 34 menyebutkan :
(1) Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi
administratif berupa:
a. peringatan tertulis
b. pembatasan kegiatan usaha
c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau
d. pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh instansi atau
lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan
(3) Selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha perseorangan dapat dikenai
sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

perusahaan yang merupakan kerugian bagi lapisan masyarakat dan pelanggaran hak
asasi manusia. 142
Dengan diaturnya hak atas lingkungan dalam perundang undangan nasional
maka sebagai konsekuensinya adalah hak tersebut memberikan kepada yang
mempunyai tuntutan yang sah guna meminta kepentingannya akan suatu lingkungan
hidup yang baik dan sehat dihormati, suatu tuntutan yang dapat didukung oleh
prosedur

hukum

oleh

pengadilan

dan

perangkat

lainnya.

Menurut

Heinhard Steiger C.S tuntutan itu mempunyai 2 (dua) fungsi. Pertama, The Function
of Defense, adalah hak membela diri terhadap gangguan luar yang merugikan
lingkungan. Kedua, The Function of Perfomance adalah hak menuntut dilakukannya
suatu tindakan agar lingkungan dapat dilestarikan, dipulihkan atau diperbaiki, kedua
fungsi tersebut kemudian diakomodasikan dalam Pasal 34 ayat (1) UU PLH. Dari
uraian

ini,

undang

undang

mengamanatkan

untuk

perusahaan

dapat

mengimplementasikan tanggung jawab sosialnya. 143


Kesadaran tentang pentingnya mempraktikkan CSR ini menjadi tren global
seiring dengan semakin maraknya kepedulian masyarakat global terhadap produk
142

Lihat Undang Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU
PLH) dalam Pasal 5 ayat (1) menyebutkan Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan
hidup yang baik dan sehat. Konsep pembangunan berkelanjutan sebagai dasar pemikian konsep CSR
juga diamanatkan dalam UU ini bahwa dalam Pasal 1 ayat (3) UU PLH bahwa pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan
lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin
kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
143
Hendrik Budi Untung, Op.cit., hal. 20 - 21
Pasal 34 ayat (1) UU PLH menyebutkan setiap perbuatan melanggar hukum berupa
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau
lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk membayar ganti rugi
dan/ atau melakukan tindakan tertentu.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

produk yang ramah lingkungan dan memperhatikan kaidah kaidah sosial dan
prinsip prinsip HAM. Saat ini, cukup banyak perusahaan yang sudah menerapkan
CSR seperti PT. Telkom, Tbk, PT. Riau Andalan Pulp and Paper, PT. International
Nickel Indonesia, Tbk, dan sebagainya. Peran dunia usaha dengan praktik CSR-nya
sangat diharapkan dalam proses pembangunan yang berkelanjutan di tanah air.

B. Analisis Hukum Pengaturan CSR pada UU No. 40 Tahun 2007 tentang


Perseroan Terbatas
Seperti yang telah dikemukakan bahwa awalnya pelaksanaan CSR sudah
dilakukan oleh korporasi secara sukarela. Ceritanya tidak lepas dari salah urus
pengelolaan sumber daya alam di negeri ini. Jika dicermati, konflik masalah akibat
salah urus tersebut semakin menguat dari waktu ke waktu. Salah urus ini bermula dari
salah paradigma, diteruskan keluarnya regulasi yang lemah hingga prakteknya di
lapangan. Hampir empat dekade, konflik tanah, kerusakan lingkungan, pelanggaran
HAM, kemiskinan dan gangguan kesehatan dengan mudah dijumpai pada kawasan
kawasan eksploitasi sumber daya alam, khususnya pertambangan skala besar.
Kondisi ini memerlukan tindakan mendesak untuk pembaharuan pengelolaan sumber
daya alam, termasuk meregulasi perusahaan. Dukungan pemodal, regulasi regulasi
baru untuk melayani modal, dapat mengabaikan hak dasar warga negara, aspek sosial
dan lingkungan. Di sinilah CSR lahir, dipromosikan perusahaan dan pemerintah
untuk menjawab ketidak-puasan publik terhadap kegiatan perusahaan. Namun dengan
sifatnya yang sukarela jangan pernah berharap apa apa. Oleh karena hal ini tidak

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

lebih dari greenwash (pengelabuan citra perusahaan belaka) generasi terbaru yang
dilemparkan humas perusahaan ke hadapan publik. Tujuannya sederhana, membuat
publik percaya bahwa mereka telah bertanggung jawab dan tidak perlu diregulasi
lebih ketat. Di titik ini pun, sebenarnya perusahaan telah melakukan manupulasi
konsep CSR dengan menyederhanakan pertanggungjawaban mereka sekedar aspek
aspek sosial (social responsibility), seolah segalanya beres jika ganti rugi pada
komunitas diselesaikan, tanpa perlu memikirkan fungsi lingkungan atau kelanjutan
layanan alamnya (ecological responsibility). 144
Namun hal ini dijawab oleh Undang Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas yang menggantikan Undang Undang No. 1 tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas yang selanjutnya disingkat dengan UU PT bahwa yang
mewajibkan CSR yang dikenal dalam Undang undang ini sebagaimana yang
termuat dalam Pasal 1 ayat 3 yang berbunyi : Tanggung jawab Sosial dan
Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan
ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang
bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat
pada umumnya. 145 Selanjutnya, dalam Pasal 66 ayat (2) butir c juga menyebutkan
laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat sekurang
kurangnya laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
Bahkan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan ini merupakan suatu

144
145

Siti Maemunah, Ibid.


Undang - Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1 ayat 3.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

kewajiban yang harus dilaksanakan bagi perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan
dengan sumber daya alam karena telah disertai dengan sanksi sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 74 Undang undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas. 146
Dengan terbitnya Undang undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas dan memuat ketentuan TJSL pada salah satu pasalnya, Pasal 74 bahkan
disertai dengan sanksi membawa pendapat yang beragam. Aspek yang tercantum
dalam pasal 74 mengandung 6 (enam) unsur, yakni: (1) kewajiban bagi, (2) perseroan
yang bergerak di bidang pengelolaan atau berkaitan dengan sumber daya alam
(SDA), (3) dianggarkan sebagai biaya, (4) dilakukan dengan memperhatikan aspek
kepatutan dan kewajaran, (5) bagi pelanggarnya dikenai sanksi serta (6) pengaturan
lebih jauh akan dituangkan dalam satu peraturan pemerintah. Hal hal inilah yang
perlu mendapat perhatian dalam ketentuan CSR pada UU Perseroan Terbatas.
1. CSR sebagai kewajiban
Dalam hal memperdebatkan apakah CSR itu sukarela atau wajib adalah sia
sia belaka karena pada CSR sudah terdapat unsur kewajiban yang mengikat atau
tanggung jawab hukum yang harus dipatuhi, sementara unsur kesukarelaan adalah
146

Ibid., lihat juga Pasal 74 yang berbunyi :


(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber
daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang
pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan
Peraturan Pemerintah

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

pada tanggung jawab etis dan filantropis, dimana perusahaan dapat memperkirakan
dan berinisiatif untuk jaminan sustainabilitas perusahaan. Inisiatif atau penilaian yang
bersifat sukarela inilah yang tidak patut diatur.147 Kemudian perhatikan juga pendapat
Hannah Griffhs yang mengklaim program CSR yang bersifat sukarela tidak berjalan
baik sehingga banyak perusahaan yang mengabaikan program CSR. Di Inggris,
misalnya, dari 350 perusahaan besar yang tergabung dalam The Financial Times
Stock Exchanges (FTSEs), hanya 79 perusahaan yang membuat laporan tentang
dampak sosial dan lingkungan dari praktik bisnisnya dan dari 61.000 perusahaan
transnasional dan 900.000 perusahaan yang berafiliasi dengan perusahaan
transnasional, hanya 2.000 (3,2 persen) mempunyai laporan tentang dampak sosial
dan lingkungan. Supaya dapat berjalan dengan baik, CSR perlu diperkuat dengan
peraturan yang mendorong perusahaan bisnis untuk serius menjalankannya.
Kewajiban korporasi melaksanakan CSR merupakan bentuk public accountability
secara legal ataupun etik. 148
Pada dasarnya ada 2 (dua) pendirian mengenai CSR merupakan kewajiban
bagi perusahaan, yaitu kubu mandatori (yang mewajibkan) dan voluntari (yang
menginginkan tetap bersifat sukarela). Literatur-literatur yang ada menyebutkan

147

Pendapat ini dikemukakan oleh Arif S. Siregar, Presiden Direktur PT. Inco, Tbk dan
Ketua Indonesian Mining Association, Memahami CSR: Dapatkah Perusahaan Mempunyai Tanggung
Jawab Sosial dalam tulisan pribadinya tentang memahami CSR.
Perhatikan juga Piramida konsep CSR yang dikemukan Trevino dan Nelson (lihat Erni R.
Ernawan, Op.cit., hal. 112.) mengenai 4 (empat) macam tanggung jawab yang harus dipertimbangkan
dalam kerangka pembangunan berkelanjutan. Salah satunya adalah tanggung jawab hukum yang harus
dipatuhi dan mengikat.
148
Paul Rahmat, Tanggung Jawab Sosial Korporasi, Harian Kompas, tanggal 2 Agustus
2007

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

kedua kubu masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.Tanggung jawab


sendiri adalah konsep yang mandatori, yang berarti harus dilaksanakan. Menyatakan
tanggung jawab sebagai sukarela sebetulnya contadictio in terminis atau pertentangan
istilah. Namun, kubu voluntari berkeyakinan perusahaan wajib menjalankan
ketetapan-ketetapan hukum yang berlaku di mana operasinya dijalankan, dan CSR
merupakan kerangka aktivitas yang beyond compliance. Kalau konsep dan
prakteknya diartikan sebagai manajemen dampak, maka yang dilakukan oleh
perusahaan di dalam atau yang melampaui ketentuan hukum dapat didefinisikan
sebagai CSR. Perkembangan wacana terkini tampaknya tengah menempatkan kubu
voluntari di posisi terdepan, dengan dikembangkannya berbagai standar yang bisa
diadopsi secara sukarela atas basis kehendak menjadi lebih kompetitif. Sedangkan
pendukung kubu mandatori kini memperjuangkan masuknya seluruh manajemen
dampak dalam kerangka hukum dan menamakan perjuangannya sebagai corporate
accountability movement. 149
Bahkan dalam perspektif penerapan konsep CSR dalam kerangka pemenuhan
HAM menilai perkembangan konsep CSR dipandang dalam rangka kewajiban negara
(state obligation) dalam arti luas. Dikatakan dalam arti luas oleh karena dalam
perspektif HAM, korporasi sebagai badan hukum yang memiliki kewajiban dalam
kerangka perlindungan dan pemenuhan HAM tidak saja tergolong sebagai legal
rights (human rights as legal rights) tetapi juga tergolong sebagai moral rights
(human rights as moral rights). Dalam perspektif HAM, pengelolaannya pemerintah
149

Belajar CSR, http://www.csrindonesia.com/faq.php# (diakses tanggal 27 Mei 2008)

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

mengatur atau bertanggung jawab agar CSR terprogram dalam kebijakan perusahaan,
tidak sekedar suatu pengharapan, melainkan suatu keharusan untuk memenuhinya,
dan oleh karena itu harus diatur pemerintah dengan peraturan perundang undangan
yang terkait. 150 Ketentuan kewajiban melakukan CSR ini bertujuan untuk tetap
menciptakan hubungan perseroan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan
lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat.

2. Perseroan yang bergerak di bidang pengelolaan atau berkaitan dengan sumber


daya alam (SDA)
Hanya dalam dua dekade (1970 1990), jumlah korporasi meningkat
dramatis dari 7.000 Transnational Corporations (TNCs) menjadi 37 ribu. Korporasi
paling bertanggung jawab atas timbulnya polusi, pemanasan global, dan pengurasan
sumber daya di seluruh dunia serta memiliki andil besar pada munculnya pola-pola
konsumsi sesaat dan budaya konsumtif, institusi itu tidak tersentuh. Bahkan, dengan
kemampuannya, korporasi bisa melakukan adaptasi luar biasa. Misalnya ketika ia
dihadapkan dengan paradigma pembangunan berkelanjutan. Secara bertahap, aspek
lingkungan mulai mewarnai korporasi kemudian muncul konsep CSR. Bahkan
beberapa korporasi sengaja menempatkan aspek lingkungan sebagai keunggulan

150

H. Amidhan, Menggagas Corporate Social Responsibility (CSR) Berperspektif HAM,


disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) Corporate Social Responsibility (CSR)
berbasis HAM, oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza
Hotel, Jl. Sisingamangaraja No. 18 Medan, hal. 2 - 3

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

utama. 151 Oleh karena perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam dan
pengelolaannya memegang peranan yang sangat penting terutama berkaitan dengan
keberlanjutan lingkungan hidup sebagai warisan untuk generasi yang akan datang.
Sumber daya alam yang dimaksud merupakan sumber daya alam yang bisa
diperbaharui (renewable resources) maupun sumber daya alam yang tidak bisa
diperbaharui (unrenewable resources). Usaha SDA memang wajar mempunyai
kewajiban menjaga lingkungan. Dalam UU Perseroan Terbatas, perseroan yang
diwajibkan melakukan CSR terdiri dari : 152

151

Lihat Khudori, Ibid.,menyebutkan bahwa Transational Corporations (TNCs) kini


mendominasi ekonomi dunia, yakni mengontrol 67% dari 75% total investasi global, 500 TNCs
mengontrol 70% perdagangan global, setengah dari seluruh investasi FDI di dunia sahamnya dimiliki
hanya 1% TNCs. Menurut Tony Clarke (2001), dari 100 institusi terkaya dunia, termasuk negara, 52 di
antaranya TNCs. Kekuatan nominal TNCs jauh melebihi kekuatan negara. TNCs-TNCs itu
berasal/berlokasi di AS (185), Eropa (158), dan Jepang (100). Mereka itulah yang menjadi lokomotif
sistem ekonomi neoliberal di seluruh dunia. Dengan kekuatannya itu, TNCs mendikte kebijakan
negara tempat ia tinggal lewat lobi partai dan penguasa. Karena kuatnya lobi, koalisi TNCs menaikkan
sumbangan politisnya ke Partai Republik di AS yang berkuasa, dari US$37 juta (1992) menjadi US$53
juta (2002). Kini 72% pundi partai itu dipasok TNCs (The New York Times, 9 September 2003). Kuasa
korporasi juga berasal dari kekuatan lobi-lobi politik yang tercermin dari nama-nama besar, terutama
mantan diplomat atau mantan pemimpin politik dalam daftar pimpinan korporasi. Di situs grup
Freeport ada Dr Henry A Kissinger dan J Stapleton Roy. Tokoh-tokoh seperti itu punya jalur
diplomasi dengan pimpinan negara tempat eksploitasi dilakukan dan punya akses ke pemerintahan di
negara asal korporasi. Lewat lobi dan tekanan politik, keputusan yang dibuat akan lebih
menguntungkan korporasi.
152
Lihat penjelasan Pasal 74 ayat (1) UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Lihat juga Ini Dia Jeroannya : RPP CSR, http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=
19664&cl=Berita (diakses tanggal 11 Juli 2008).
Lihat juga Klausul CSR Hanya untuk Bidang Sumber Daya Alam : RUU Perseroan
Terbatas http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=17194&cl=Berita (diakses tanggal 11 Juli
2008) bahwa awalnya kewajiban untuk semua perseroan. Posisi kini, hanya bagi perusahaan yang
bergerak di bidang sumber daya alam (SDA). Bisa pertambangan, bisa perkebunan, tutur Ketua
Panitia Khusus RUU PT (Pansus PT), Akil Mochtar. Beliau juga menanggapi datar adanya protes dari
para pengusaha itu. Saya pikir ini bukan hal yang luar biasa. Usaha SDA memang sudah sewajarnya
menjaga lingkungannya,. Meski hanya wajib bagi perusahaan bidang SDA, tidak menutup
kemungkinan perusahaan lain juga didorong mempraktekkannya juga. Misalnya perusahaan asuransi
atau perbankan. Lebih bagus kalau mereka menerapkannya, ujar Akil.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

a. Perseroan yang menjalani kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam,


yaitu perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber
daya alam; maksudnya adalah perseroan yang benar benar bergerak di
bidang SDA. Rancangan Peraturan Pemerintah secara eksplisit mencontohkan
kegiatan pertambangan, kehutanan dan kelautan.
b. Perseroan yang menjalani kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber
daya alam, yaitu perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan
sumber daya alam, tetapi kegiatan usaha berdampak pada fungsi kemampuan
sumber daya alam; maksudnya adalah kegiatan usaha yang berdampak pada
fungsi kemampuan SDA. Rancangan Peraturan Pemerintah secara tersurat
memberi contoh rumah sakit dan industri tekstil.
Dengan melihat kualifikasi perseroan yang diwajibkan CSR seperti yang
disebutkan di atas maka pemerintah sebagai regulator dalam membuat peraturan
pelaksanaannya harus memperjelas konteks kegiatan usaha pada bidang sumber daya
alam tersebut. Hal ini dapat juga dikoordinasikan dengan departemen yang terkait
dengan

indeks

kualifikasi

perseroan

tersebut

seperti

melalui

Departemen

Perindustrian dan Departemen Perdagangan dimana terdapat kualifikasi perusahaan


industri dan perdagangan (antara lain industri logam, industri kertas, industri baja,
industri ban dan industri lainnya khususnya sumber daya alam yang tidak terbarukan
seperti perseroan yang mengelola sumber daya mineral (perseroan pertambangan).
Terlebih lagi jika memperhatikan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 : Bumi dan air dan

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar besar kemakmuran rakyat.
3. CSR dianggarkan sebagai biaya
Ketentuan yang mengatur CSR dianggarkan sebagai biaya memunculkan
polemik khususnya di kalangan pengusaha. Namun UU PT ini sudah menunjukkan
kompromi sebelum disahkan termasuk mengenai biaya CSR yang dianggarkan.
Sebelumnya diusulkan ada persentase tertentu dari laba bersih yang dianggarkan
untuk CSR sehingga hal ini tidak ada bedanya dengan pajak tambahan. Oleh karena
itu ketentuan yang memuat CSR diperhitungkan dan dianggarkan sebagai perseroan
merupakan hal yang lebih baik. 153 Sebaliknya, kewajiban untuk melakukan CSR
dalam UU PT sebaiknya diimbangi insentif berupa pengurangan pajak.

Studi Public

Interest Research and Advocacy (PIRAC) mengenai riset CSR pada tahun 2003 terhadap 226 perusahaan di 10
kota besar di Indonesia menyebutkan, bahwa CSR merupakan salah satu aktivitas jamak yang dilakukan oleh
perusahaan. Studi ini juga menghasilkan temuan bahwa 37% responden menyatakan secara tegas akan menaikkan

153

Pemerintah Diharapkan Lebih Bijak Atur CSR, Harian Kompas, tanggal 21 Juli 2007,
bahwa hal ini dikemukan oleh MS Hidayat, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin)
Indonesia UU yang disahkan ini sudah menunjukkan kompromi. Sebelumnya, diusulkan ada
persentase tertentu dari laba bersih yang dianggarkan untuk CSR. Kalau begitu, sama saja pajak
tambahan. Sekarang ditetapkan CSR diperhitungkan sebagai biaya perseroan, begitu lebih baik.
Secara terpisah, Ketua Pansus Pajak DPR, Melchias Mekeng mengatakan, Tanpa insentif,
suatu perusahaan bisa menempuh berbagai cara agar kewajiban tersebut tidak dilaksanakan.
Sebaliknya jika ada insentif sebagai imbangan, CSR tersebut tentunya akan dilaksanakan dengan baik
dan benar.
Lihat juga Arif S. Siregar, Ibid., memaparkan bahwa saat ini RPP tanggung jawab sosial dan
lingkungan tidak lagi membicarakan besaran persentase anggaran CSR tetapi kewajiban menyerahkan
laporan perencanaan dan pelaksanaan CSR pada awal tahun kepada Departemen Hukum dan HAM.
Industri pertambangan pun sudah menyerahkan ke Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
perencanaan dan pelaporan CSR dalam format Rencana Kegiatan dan Anggaran Belanja.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

jumlah sumbangannya jika ada kebijakan pengurangan pajak (tax deduction) oleh pemerintah atas sumbangan
sosial perusahaan kepada masyarakat.

154

Dalam kaitannya CSR diperlakukan sebagai biaya, justru perusahaan dapat memanfaatkannya untuk
mengurangi pajak. CSR layaknya biaya gaji karyawan atau komponen ongkos lainnya. Biaya mengurangi laba
bersih sehingga mengurangi pajak penghasilan.

155

Baik buruknya amanat Undang undang PT

yang mewajibkan perseroan menganggarkan dana pelaksanaan CSR, bergantung pada


aturan pelaksanaan yang akan disusun oleh pemerintah.
4. CSR dilakukan dengan memperhatikan aspek kepatutan dan kewajaran
Pelaksanaan CSR yang diperhitungkan dan dianggarkan sebagai biaya
perseroan dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Hal ini
semakin ruwet karena tidak ada batasan mengenai kepatutan dan kewajaran. Hal
inilah yang harus diperhatikan pemerintah yang memiliki kewenangan menentukan
besaran biaya CSR yang harus dianggarkan, misalnya, berdasarkan skala usaha
(usaha besar, menengah, kecil). Dengan mengkategorikan skala usaha pada kegiatan
pelaku bisnis dapat memberikan batasan yang jelas anggaran biaya CSR dengan
landasan rasa keadilan. 156 Selain itu yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam
154

Andi Firman, Ibid.


Lihat juga Klausul CSR Hanya untuk Bidang Sumber Daya Alam : RUU Perseroan
Terbatas, Ibid.., bahwa Akil menjelaskan CSR bakal diperlakukan sebagai biaya. Dengan demikian,
menurut Akil, perusahaan justru bisa memanfaatkannya untuk mengurangi pajak. CSR layaknya
biaya gaji karyawan atau komponen ongkos lainnya. Biaya mengurangi laba bersih, walhasil menyunat
pajak penghasilan. Artinya para pengusaha tidak perlu reaktif.
156
Lihat CSR Dibuatkan Payung Hukum, Harian Kompas, tanggal 25 Mei 2007, bahwa
berbagai pendapat yang berkembang mengenai besaran anggaran CSR ini. Seperti menurut Bachtiar
Chamsyah, Menteri Sosial, Menurut saya idealnya bisa saja 3 4 persen dari laba perusahaan. Dan
perhatikan juga pernyataan dari Corporate Secretary Pertamina, Herman Bastari yang berharap
besarannya tidak memberatkan dunia usaha. "Berapapun komposisi CSR bukan masalah asalkan tak
memberatkan dunia usaha. Tapi idealnya di bawah 5 persenlah dari keuntungan," ujarnya. Sebab jika
dana yang harus disisihkan lebih dari angka tersebut ia khawatir justru akan memberatkan cash flow
keuangan perusahaan. Apalagi bagi perusahaan multinasional seperti Pertamina, persentase tersebut
155

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

menetap batasan kepatutan dan kewajaran bagi perseroan antara lain : faktor
laba/profit yang diterima perseroan, risiko, komitmen perseroan dan besaran pajak
bahkan ketaatan serta kepatuhan perseroan dalam membayar pajak atau retribusi yang
menjadi kewajiban perseroan. Hal hal ini yang harus menjadi perhatian pemerintah
dalam menetapkan besaran biaya CSR bagi perseroan.
Seperti pada perusahaan migas yang berdasarkan data Panitia Kerja DPR RI
menunjukkan cost recovery untuk tahun 2007 kembali meningkat. Cost recovery
yang diajukan mencapai 10,4 milliar dollar AS atau sekitar 93,9 triliun rupiah.
Jumlah ini mencapai 30 persen dari keseluruhan pendapatan kotor sektor migas yang
diperkirakan mencapai 35 milliar dollar atau 321 triliun rupiah. Sehingga menurut
Kurtubi, pengamat perminyakan, bahwa dana CSR oleh perusahaan migas tidak layak
dibebankan kepada negara karena perusahaan sudah menikmati windfall profit dari
harga minyak yang tinggi. 157
Dalam teknis pelaksanaannya, CSR harus dirancang dalam rencana kerja
tahunan. Rencana ini juga perlu mencantumkan anggaran yang dibutuhkan. Anggaran
itu disusun dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran serta diperhitungkan
sebagai biaya perseroan. Klausul kepatutan dan kewajaran menurut Rancangan
Peraturan Pemerintah ini adalah sesuai dengan kemampuan keuangan perseroan dan
potensi risiko serta tanggung jawab yang harus ditanggung oleh perseroan sesuai
sudah menghasilkan dana dengan jumlah yang besar. "Tahun ini saja kita alokasikan lebih dari Rp 100
miliar. Itu baru sekitar dua persen dari keuntungan kita," imbuhnya (lihat Pengusaha Tolak
Kewajiban CSR, http://www.suaramerdeka.com/harian/0707/24/eko06.htm (diakses tanggal 27
Agustus 2007)
157
CSR Tidak Masuk Cost Recovery, Harian Kompas, tanggal 25 Juli 2007

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

dengan kegiatan usahanya. Tidak ada berapa persen tarif CSR dalam beleid itu.
Pelaksanaan CSR ini harus dimuat dalam laporan tahunan untuk dipertanggung
jawabkan kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Masyarakat dapat
komplain jika perseroan itu tidak melaksanakan CSR sebagaimana mestinya. Laporan
masyarakat itu disampaikan secara tertulis. Perseroan yang telah melaksanakan CSR
melebihi kewajiban dasar dapat diberi penghargaan. Penghargaan itu akan ditentukan
oleh menteri yang membidangi kegiatan usaha perseroan itu antara lain Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Kelautan dan
Perikanan, serta bidang lainnya.

158

5. Adanya sanksi
Konsekuensi kewajiban melaksanakan CSR menimbulkan sanksi bagi
pelanggarnya. Pengenaan sanksi bagi perusahaan yang tidak melaksanakan mereka
CSR tetap perlu memperhatikan kepada hukum positif yang sudah ada dan berkaitan
dengan sumber daya alam seperti Undang undang No 22 Tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi, Undang undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya
Air, Undang undang No. 19 Tahun 2004 jo Undang undang No. 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan maupun Undang undang No. 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam artian bahwa pengaturan maupun sanksi
yang akan diterapkan tidak menjadi overlapping dengan aturan aturan yang sudah
158

Lihat Ini Dia Jeroannya : RPP CSR, Ibid.


Lihat juga Klausul CSR hanya untuk Bidang SumberDaya Alam : RUU Perseroan
Terbatas, Ibid., bahwa Akil menambahkan, kewajiban CSR ini tak diatur besarannya. Setiap
perseroan bisa menyesuaikannya menurut tebalnya kantong. Kami tidak menentukan berapa
besarnya. Sesuai asas kepatutan dan kewajaran.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

ada. Sanksi yang diterapkan secara umum berupa sanksi adminstratif, pidana maupun
perdata. Meskipun demikian, CSR sebagai konsep kewajiban tidak dapat menetapkan
eksekusi atau hukuman hingga diterbitkannya peraturan pelaksanaan yang dibuat oleh
pemerintah (PP) yang mengatur CSR lebih lanjut. 159
6. Pengaturan lebih lanjut dengan peraturan pemerintah (PP)
Berkaitan dengan kewajiban untuk melaksanakan CSR banyak kalangan
pelaku berpendapat bahwa di negara-negara maju, CSR memang tidak lazim diatur.
Namun hal itu perlu ditelaah karena kesadaran sosial dan lingkungan pengusaha di
negara-negara tersebut lebih baik daripada pelaku usaha di Indonesia. Regulasi yang
mengatur aspek sosial dan lingkungan dari kegiatan bisnis juga berjalan lebih baik.
Berkaitan dengan implementasi tanggung jawab sosial dan lingkungan akan dibuat
peraturan pelaksananya dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) termasuk mengenai
bentuk

penerapannya,

besaran

kewajibannya,

siapa

lembaga

yang

akan

mengawasinya serta apa sanksinya jika tanggung jawab diabaikan.

159

Yu Un Oppusunggu, Mandatory Corporate Social and Environmental Responsibilities in


the New Indonesia Limited Liability Law, disampaikan pada 5th Asian Law Institute Conference,
tanggal 22 23 Mei 2008, di Singapura, hal. 6
Lihat juga Ini Dia Jeroannya : RPP CSR, Ibid., bahwa perusahaan yang mbalelo tak mau
melaksanakan CSR, bakal dikenai sanksi. Namun RPP tidak merinci jenis dan besaran sanksinya.
Tindakan itu terpulang pada sejumlah Undang undang, sesuai dengan jenisnya. Sederet Undang
undang itu antara lain UU Ketentuan Pokok Pertambangan (UU No. 11/1967), UU Lingkungan Hidup
(UU No. 23/1997), UU Kehutanan (UU No.19/2004 jo UU No. 41/1999), UU Sumberdaya Air (UU
No.7/2004), UU Ketenagakerjaan (UU No. 13/2003), UU Hak Asasi Manusia (UU No.39/1999), UU
Anti Monopoli (UU No.5/1999) serta UU BUMN (UU No.19/2003)
Lihat jugaKlausul CSR hanya untuk Bidang SumberDaya Alam : RUU Perseroan Terbatas,
Ibid., bahwa Akil menegaskan, pengusaha tak perlu risau soal sanksi. Sanksi sesuai peraturan
perundang undangan. Akil membandingkan dengan Undang Undang Penanaman Modal (UU
PM). UU PM malah mengandung sanksi yang lebih berat. Coba lihat Pasal 15 dan 34. Izin usaha
investor bisa dicabut kalau tidak melakukan CSR. Jadi, UU PT ini tak perlu disambut reaksi keras.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Namun sebagai bahan perbandingan, PP Nomor 35 Tahun 2007 dapat


dijadikan bahan pertimbangan bahwa PP No. 35 Tahun 2007 yang berisi dorongan
kepada PT untuk menggiatkan sektor R&D (research & development) dengan
imbalan subsidi pajak. 160 Substansi CSR dan R&D (PP No. 35 Tahun 2007) tentu saja
berbeda yaitu CSR mengatur tentang pertanggung jawab sosial perusahaan sedangkan
PP No. 35 Tahun 2007 mengatur tentang pengalokasian sebagian pendapatan badan
usaha untuk peningkatan kemampuan perekayasaan, inovasi dan difusi teknologi.
Namun keduanya memiliki kesamaan filosofis karena sama-sama menjadi cost dan
expense. Bagi perseroan dan industri umumnya, mengeluarkan biaya adalah hal yang
harus matang dipertimbangkan. Namun ketika konstitusi menghendaki lain, bagi
perseroan adalah tantangan tersendiri sebagai wujud hubungan prinsipal dan agen.
Implementasi PP No. 35 Tahun 2007 cukup baik, karena menyertakan insentif berupa
pengurangan pajak kepada PT yang melakukan R&D. Ini adalah kebijakan take and
give yang proporsional, karena itu tidak mendapat resistensi dari kalangan pelaku
usaha. Meskipun demikian dapat saja pembuat regulasi memiliki sudut pandang yang
berbeda terhadap aturan ini Pemerintah juga perlu mempertimbangkan bagaimana
160

Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2007 tentang pengalokasian sebagian


pendapatan badan usaha untuk peningkatan kemampuan perekayasaan, inovasi dan difusi teknologi
sebagai peraturan pelaksana dari UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Pasal 6 tentang Insentif
PP No. 35 Tahun 2007 menyebutkan :
(1) Badan Usaha yang mengalokasikan sebagian pendapatan untuk peningkatan kemampuan
perekayasaan, inovasi, dan difusi teknologi dapat diberikan insentif.
(2) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk insentif perpajakan, kepabeanan,
dan/atau bantuan teknis penelitian dan pengembangan.
(3) Besar dan jenis insentif perpajakan dan kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
diberikan sepanjang diatur dalam ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang
perpajakan dan kepabeanan.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

mengantisipasi benturan kepentingan dengan UU No. 22 Tahun 1999 tentang


otonomi daerah yang kini direvisi menjadi UU No. 32/2004. Hal ini untuk
menghindari kewajiban ganda pengusaha dalam bentuk pajak terhadap objek yang
sama, bukan mustahil CSR diundangkan UU PT namun daerah menginginkannya
pula bahkan implementasi CSR overlapping dengan program-program pemerintah
daerah yang seharusnya didanai APBD atau bisa juga pemda memaksakan CSR pada
wilayah tertentu untuk kepentingan politik praktis. Petunjuk teknis implementasi CSR
dalam peraturan pemerintah sangat ditunggu, termasuk bagaimana mekanisme
pengawasannya. Hal ini perlu diwaspadai karena CSR bisa menjadi lahan korupsi
baru di daerah. 161
Memang diakui hingga saat ini Peraturan Pemerintah (PP) yang diharapkan,
belum diterbitkan oleh pemerintah. Oleh sebab itu masih sering terjadi perbedaan
pendapat terhadap kewajiban CSR dalam UU PT. Dana CSR ini nantinya harus benar
benar tepat sasaran. Aparat pemerintah dilarang mengambil keuntungan pribadi dan
menjadikan perusahaan sebagai sapi perahan yang menyetor dana ke pusat dengan
maksud untuk pemberdayaan potensi lokal. Namun ternyata tidak dikembalikan ke
tingkat lokal.
Kemudian perlu UU PT ini agar memenuhi unsur keadilan kepada pelaku
usaha. Untuk itu pemerintah perlu menyiapkan konsesi apa yang akan dinikmati
pengusaha jika menerapkan kebijakan CSR. Tentunya tidak adil jika sebagian risiko
yang ditanggung pemerintah berkurang, namun mengakibatkan kewajiban pihak lain
161

Effnu Subiyanto, Ibid.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

menjadi berat. Penting artinya bagi pemerintah untuk meletakkan landasan


konstitusional yang sama agar menjadi rambu-rambu yang adil antardunia usaha,
karena sebelumnya CSR hanya dipedulikan sekelompok kecil korporasi. Kerja
pemerintah di sisi lain memang menjadi ringan, karena pengelolaan lingkungan
akhirnya terdesentralisasi pada cluster-cluster kecil yang lebih mudah dikendalikan.
Pemerintah masih berupaya mencari titik keseimbangan yang paling sesuai agar
kalangan dunia usaha tidak sampai dirugikan atau terpaksa mencari lokasi investasi di
tempat lain bahkan menghambat investasi dan masyarakat setempat juga
mendapatkan keuntungan. Pemerintah diharapkan bijak dalam mengatur CSR.

C. Beberapa Contoh Praktek CSR di Indonesia


Penerapan CSR di Indonesia semakin meningkat baik dalam kuantitas
maupun kualitas. Dilihat dari kontribusi finansial, jumlahnya semakin besar.
Penelitian Public Interest Research and Advocacy (PIRAC) pada tahun 2001
menunjukkan bahwa dana CSR di Indonesia mencapai lebih dari 115 miliar rupiah
atau sekitar 11,5 juta dollar AS dari 180 perusahaan yang dibelanjakan untuk 279
kegiatan sosial yang terekam oleh media massa. Angka rata rata perusahaan yang
menyumbangkan dana bagi kegiatan CSR adalah sekitar 640 juta rupiah atau sekitar
413 juta per kegiatan. 162 Keragaman kegiatan dan pengelolaan CSR semakin

162

Edi Suharto, Pekerjaan Sosial Industri : CSR dan Comcev, disampaikan pada workshop
tentang CSR, Lembaga Studi Pembangunan (LPS) STKS Bandung, tanggal 29 Nopember 2006 di
Bandung, hal. 6 bahwa selanjutnya sebagai perbandingan dari angka angka tersebut, di AS porsi

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

bervariasi. Paling tidak ada 4 (empat) model atau pola CSR yang umumnya
diterapkan oleh perusahaan di Indonesia yaitu : 163
1. Keterlibatan langsung.
Perusahaan

menjalankan

program

CSR

secara

langsung

dengan

menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke


masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, sebuah perusahaan
biasanya menugaskan salah satu pejabat seperti corporate secretary atau
public affair manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat public relation.
2. Melalui Yayasan atau organisasi sosial perusahaan
Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau grupnya.
Model ini diadopsi dari negara maju. Biasanya perusahaan menyediakan dana
awal, dana rutin yang ditempatkan secara teratur bagi kegiatan yayasan.
Contohnya, Yayasan Coca-cola company, Yayasan Sahabat Aqua, Sampoerna
Foundation, dan lain - lain
3. Bermitra dengan pihak lain
Perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama dengan lembaga
sosial/organisasi non pemerintah, instansi pemerintah, universitas atau
media massa. Diantaranya adalah Palang Merah Indonesia (PMI), Dompet
Dhuafa, Instansi Pemerintah (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/ LIPI,
Depdiknas, Depkes, Depsos) dan lain lain.
sumbangan dana CSR pada tahun 1998 mencapai 21.51 milliar dollar dan tahun 2000 mencapai 203
milliar dollar atau sekitar 2.030 triliun rupiah.
163
Ibid., hal. 8

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium


Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu
lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dibandingkan
dengan model lainnya, pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah
perusahaan yang bersifat hibah pembangunan. Pihak konsorsium atau
lembaga semacam itu yang dipercayai oleh perusahaan perusahaan yang
mendukungnya secara pro aktif mencari mitra kerjasama di kalangan lembaga
operasional dan kemudian mengembangkan program yang disepakati
bersama.
Selanjutnya bentuk laporan penyajian CSR (sustainability reporting) juga
harus jelas. Laporan dapat disajikan dalam bentuk antara lain : laporannya terpisah
dengan laporan keuangan perusahaan (stand alone report) atau disatukan dalam
laporan tahunan (annual report). Bahkan menurut Direktur Umum dan Sumber Daya
Manusia PT. Aneka Tambang Tbk., Syahrir Ika, menyetujui jika program CSR
dimasukkan dalam pos tersendiri yaitu CSR cost yang kemudian dapat dilakukan
pertanggung jawaban (diaudit) termasuk kegiatan CSR yang dilakukan melalui
yayasan (foundation) sehingga dipandang perlu standar audit bagi CSR. 164
Salah

satu

perusahaan

yang

sudah

melaksanakan

CSR

adalah

PT. Telkom, Tbk. Kegiatan CSR sudah dilaksanakan di Telkom sejak tahun 2002,
walaupun

namanya

sesuai

dengan

Keputusan

Menteri

BUMN

Nomor

164

Perseroan Perlu Standar Audit CSR http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=


18853&cl=Berita (diakses tanggal 4 Agustus 2008)

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Kep-236/MBU/2003 yang diamandemen Peraturan Menteri BUMN Nomor


Per-05/MBU/2007 sebagai community development yang menangani Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) dengan tujuan memberdayakan usaha kecil
menjadi tangguh dan mandiri serta memberdayakan kondisi sosial masyarakat di
bidang kesehatan, pendidikan, sarana umum, sarana ibadah dan bencana alam. Pola
CSR yang diterapkan adalah dilakukan langsung oleh divisi intern dari PT. Telkom,
Tbk yang disebut dengan Divisi Community Development Center (CDC) maupun
melalui kerjasama dengan yayasan dari pihak luar. Pelaksanaan CSR di PT. Telkom,
Tbk merupakan kewajiban sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 19 Tahun
2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kegiatan yang dilakukan oleh PT.
Telkom dalam bentuk bantuan kepada Usaha Kecil (UKM) dalam program kemitraan
(pinjaman bergulir) yang dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali dan program bina
lingkungan (hibah) yang dilakukan setiap bulan. Besaran anggaran CSR sekitar
1 3 % dihitung dari keuntungan (laba) perusahaan yang ditetapkan dalam RUPS
perseroan. PT. Telkom mendapatkan manfaat dengan melakukan program CSR antara
lain : pembangunan yang berkesinambungan, efisiensi, keamanan terhadap aset
perusahaan, social capital, corporate reputation. Contoh kongkrit kegiatan CSR yang
dilakukan PT. Telkom, Tbk : membagikan 500 paket sembako serta 1000 paket
sembako di Pematang Siantar, mengadakan pelatihan kewirausahaan dan budidaya
perikanan di Pekan Baru,

penyerahan 1000 pohon sebagai bentuk kepedulian

lingkungan hidup di Bandar lampung, membangun kampung digital dengan


mensupply jaringan internet di Binjai, mendukung percepatan pembangunan di

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

pondok pesantren Babussalam di Pekan Baru dengan program pembagian sembako


dan paket gizi, penanaman sejuta pohon dengan santri dan pengenalan teknologi
informasi dan komunikasi (internet go to school) serta sejumlah kegiatan PKBL
lainnya. Oleh karena kegiatan CSR yang telah dilakukan oleh PT. Telkom, Tbk maka
PT. Telkom, Tbk juga menerima penghargaan antara lain CSR Award 05 (2nd Best
Practice in Social Program within Services Industry). Selanjutnya sebagai bentuk
tanggung jawab, keseluruhan kegiatan CSR dilaporkan kepada pemegang saham
(shareholder) tentunya dalam laporan RUPS tahunan dan kepada masyarakat
(stakeholder) dilakukan dalam bentuk media cetak dan elektronik sebagai perwujudan
transparansi perusahaan. Laporan Keberlanjutan TELKOM 2006 merupakan laporan
tahun pertama yang menyajikan informasi mengenai tiga aspek utama keberlanjutan
yaitu: ekonomi, sosial, dan lingkungan.Informasi yang diungkapkan dalam laporan
ini adalah data yang berhubungan dengan konteks keberlanjutan yang kami anggap
material, lengkap, dan signifikan untuk para pemangku kepentingan. Laporan ini
adalah untuk periode 1 Januari 2006 sampai dengan 31 Desember 2006. Penyusunan
laporan ini berpedoman pada Sustainability Reporting Guidelines (G3) yang
dikeluarkan oleh Global Reporting Initiatives (GRI). 165

165

Lihat http://www.telkom.co.id/tentang-telkom/laporan-keberlanjutan/ (diakses tanggal 12


Mei 2008). Selain itu, data juga diperoleh langsung melalui wawancara antara penulis dengan pihak
PT. Telkom, Tbk yang diwakili Bpk. Drs. Dirwandi, Manager Comdev Divre I Sumatera, di kantor
Divisi Regional I Sumatera PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk, Jl. Prof. H.M. Yamin 2 Medan 20111,
tanggal 12 Mei 2008. Dalam wawancara tersebut, Beliau juga menyampaikan bahwa untuk kawasan
(Divre I Sumatera) sejak tahun 2002 2008, obyek bantuan dalam program Bina Lingkungan
berjumlah 624 obyek dengan dana bantuan berjumlah 12.697 miliar rupah dan jumlah mitra binaan
dalam program kemitraan (UKM) adalah 11. 883 mitra dengan dana yang telah dikucurkan 1.798.335
miliar rupiah.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Perusahaan lain yang juga menerapkan CSR yaitu PT. International Nickel
Indonesia, Tbk yang selanjutnya dalam penulisan ini disingkat dengan PT. Inco, telah
beroperasi lebih dari 30 (tiga puluh) tahun sebagai produsen nikel (pertambangan) di
pulau Sulawesi. CSR yang dilakukan dalam bentuk program pemberdayaan
masyarakat khususnya masyarakat Sulawesi. PT. Inco melalui Departemen
Regional Government & Community Relations telah melakukan banyak program
pemberdayaan masyarakat seperti Program Pelatihan Industri tahun 2004 yang telah
menghasilkan ratusan tenaga kerja siap pakai, bantuan pengadaan genset dan air
bersih, perbaikan jalan dan jembatan, memberikan fasilitas kesehatan dan pengobatan
gratis, bantuan UKM bagi usaha pertanian, perikanan dan peternakan, program
beasiswa, upaya penghutanan kembali dan kegiatan sosial lainnya. Pada tahun 2004,
PT. Inco mengalokasikan dana kurang lebih US$ 1,3 juta dalam program pendidikan
(48,34%),

kesehatan

(14,01%),

pertanian

(3,72%),

infrastruktur

(5,51%),

pengembangan usaha kecil (8,41%), dan kegiatan sosial kemasyarakatan (20,01%).


Dana pemberdayaan masyarakat ini meningkat pada tahun 2006, PT. Inco
mengalokasikan lebih dari US $ 2,2 juta. Jumlah tersebut akan terus dievaluasi
dengan memperhatikan tingkat kemandirian dan kemampuan masyarakat. Kegiatan
operasional PT. Inco telah memberi manfaat yang cukup besar bagi pemerintah.
Sebesar 136 juta telah dibayarkan dalam bentuk pajak, deviden, royalti dan pungutan
resmi lainnya. Tahun 2006 terjadi penyerapan tenaga kerja dari kegiatan
pertambangan PT. Inco yang mencapai sekitar 2.464 orang. Bahkan hasil penelitian
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Indonesia (LPEM-UI) tahun 2004 menunjukkan aktivitas ekspor dan investasi PT.
Inco di tahun 2000 telah memberikan kontribusi sebesar 0,36% Produk Domestik
Bruto (PDB) Indonesia, 11,86 % Produk Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi
Selatan dan 77,97% PDRB Kabupaten Luwu Utara. Dengan kegiatan yang telah
dilakukan, PT. Inco berhasil mendapat ISO 17025 untuk laboratorium process
technology dan penghargaan emas dalam pengendalian sedimentasi dan erosi.

166

PT. Inco terus berkomitmen meningkatkan kualitas hidup rakyat Indonesia,


khususnya masyarakat di sekitar wilayah operasional perusahaan.
Sebagai perusahaan pertambangan, PT. Freeport Indonesia (PT. FI) yang
beroperasi di kabupaten Mimika Papua, juga telah melakukan CSR. PT. Freeport
memberikan dana 1% dari keuntungan PT. Freeport untuk kepentingan rakyat Papua.
Pada tahun 2006, PT. Freeport menyumbang sekitar US $ 1,6 milyar pada PDB
nasional atau setara dengan 2,5 % APBN 2006, 49 % PDRB Provinsi Papua dan 94

166

PT. International Nickel Indonesia, Tbk, Laporan tahunan/ Annual Report : Program
Pemberdayaan Masyarakat (Community Development Program) tahun 2004, Diterbitkan oleh
Regional Communications PT. Inco, Tbk. Lihat juga PT. International Nickel Indonesia, Tbk, Kisah
dari Ranah Sulawesi : PT.Inco, www.pt-inco.co.id/pdf/lapcsr2006.pdf (diakses tanggal 16 Juni 2008)
Sebagian besar kegiatan PT. Inco di Provinsi Sulawesi Selatan terfokus di daerah Sorowako,
Nuha, Towuti, dan Malili. Semuanya berada di kabupaten Luwu Timur. Di Sulawesi Tenggara,
kegiatan dipusatkan di Kabupaten Kolaka, Kendari, dan Buton. Sedangkan di Sulawesi Tengah
difokuskan di Kabupaten Morowali dan Palu.
Lihat juga Arif S. Siregar, Ibid., menerangkan bahwa berdasarkan studi LPEM UI pada tahun
2004 mendefenisikan beberapa manfaat dari keberadaan industri pertambangan yaitu :
(1) Manfaat ekonomi : memberikan kontribusi langsung pada PDB nasional, PDRB daerah,
penciptaan pendapatan per kapita, penciptaan kesempatan kerja, penciptaan peluang
usaha bagi nasional dan lokal
(2) Manfaat fiskal : pembayaran ke pemerintah yang terdiri dari berbagai komponen baik
berupa pajak, iuran, royalti, dan sebagainya yang akhirnya dikembalikan ke daerah
sebagai dana perimbangan
(3) Manfaat sosial : dana pengembangan masyarakat yang disediakan langsung oleh industri
setelah sampai pada tahap produksi karena sifatnya memberikan manfaat langsung ke
masyarakat di sekitar operasi.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

% PDRB Kabupaten Mimika. Di samping itu, PT. Freeport juga menciptakan 237
ribu tenaga kerja di Papua dan 46 ribu di luar Papua. Untuk pengembangan SDM
warga asal Papua, pada tahun 2003, PT. Freeport mendirikan Institut Pertambangan
Nemangkawi (Nemangkawi Mining Institute) yang mendidik dan menyediakan
program pra-magang, magang, serta pengembangan lanjut jenjang karir bagi warga
Papua. Pada tahun 2006, institut tersebut mempunyai 1.000 siswa yang hampir
semuanya warga Papua. Program community development PT. Freeport juga sangat
intensif antara lain Program Kemitraan untuk Pengembangan Masyarakat yang
berjumlah sekitar US $ 426 juta (tahun 1992 2004), dan US $ 42 juta (tahun 2005)
yang dikelola Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme Kamoro- sebuah
LSM, di samping dana program PT. Freeport sejumlah rata rata US $ 22 juta/ thn.
PT. Freeport juga serius melakukan program program manajemen lingkungannya
melalui AMDAL, Ecological/ Environmental Risk Assessment (ERA), Environmental
Audit (ISO 14001, EMS) serta partisipasi dalam program PROPER KLH. PT.
Freeport juga melakukan program beyond compliance, seperti daur ulang oli bekas
sebagai bahan bakar, aki bekas, mereklamasi hutan bakau dan melakukan penelitian
tentang satwa dan tumbuhan asli Papua. 167
Jika diperhatikan hingga saat ini banyak perusahaan yang bergerak di bidang
sumber daya alam yang telah menerapkan CSR sebagai bagian dari kegiatan
bisnisnya. Penerapan CSR memang membutuhkan biaya, waktu, sistem, skill, dan
167

Rusdian Lubis, Direktur dan Executive VP- untuk SHE dan Gov Rel di PT. Freeport
Indonesia, Corporate Social dan Environmental Responsibility : Pengalaman Dan Pelajaran dari PT.
Freeport Indonesia, dalam tulisan pribadinya tentang memahami CSR.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

tidak bebas resiko. Namun biaya dan resiko tersebut juga diimbangi dengan hikmah
dan manfaat yang sepadan. CSR akan melindungi korporasi dari suprises yang
tidak menyenangkan dan dapat menjadi wahana membangun saling kepercayaan
antara masyarakat, perusahaan dan pemerintah.

D. Beberapa Contoh Praktek CSR di Negara Lain


Di tingkat internasional, ada banyak prinsip yang mendukung praktik CSR di
banyak sektor. Misalnya Equator Principles yang diadopsi oleh banyak lembaga
keuangan internasional. Untuk menunjukkan bahwa bisnis mereka bertanggung
jawab, di level internasional perusahaan sebenarnya bisa menerapkan berbagai
standar CSR seperti : 168
a. Accountabilitys (AA1000) standard, yang berdasar pada prinsip Triple
Bottom Line (Profit, People, Planet) yang digagas oleh John Elkington
b. Global Reporting Initiatives (GRI) panduan pelaporan perusahaan untuk
mendukung pembangunan berkesinambungan yang digagas oleh PBB lewat
Coalition for Environmentally Responsible Economies (CERES) dan UNEP
pada tahun 1997
c. Social Accountability Internationals SA8000 standard
d. ISO 14000 environmental management standard
e. ISO 26000

168

Mas Achmad Daniri, Ibid.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Meskipun di negara lain tidak ada kewajiban untuk melakukan CSR bahkan
hingga

menetapkan

besarannya

namun

kesadaran

tentang

pentingnya

mengimplementasikan CSR ini menjadi tren global seiring dengan semakin maraknya
kepedulian masyarakat global terhadap produk - produk yang ramah lingkungan dan
diproduksi dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial dan prinsip-prinsip hak azasi
manusia (HAM). Berikut ini gambaran perbandingan perusahaan - perusahaan (dalam
persentase) di beberapa negara yang menerapkan CSR dan tidak menerapkan CSR.

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Jerman

AS

Inggris

Perancis

Indonesia

CSR

51

50

40

30

30

Non CSR

49

50

60

70

70

Gambar 3. Persentase perusahaan CSR dan Non CSR di beberapa negara


(Sumber : Litbang Kompas/Ratna, diolah dari majalah Tempo dan Detik 2007 dalam Sri Hartati Samhadi, Etika Sosial Perusahaan
Multinasional, Harian Kompas, tanggal 4 Agustus 2007

Kesadaran menerapkan CSR di negara lain dapat diperhatikan pada saat ini,
bank-bank di Eropa menerapkan kebijakan dalam pemberian pinjaman hanya kepada

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

perusahaan yang mengimplementasikan CSR dengan baik. Sebagai contoh, bankbank Eropa hanya memberikan pinjaman pada perusahaan-perusahaan perkebunan di
Asia apabila ada jaminan dari perusahaan tersebut, yakni ketika membuka lahan
perkebunan tidak dilakukan dengan membakar hutan. Tren global lainnya dalam
pelaksanaan CSR di bidang pasar modal adalah penerapan indeks yang memasukkan
kategori saham-saham perusahaan yang telah mempraktikkan CSR. Sebagai contoh,
New York Stock Exchange memiliki Dow Jones Sustainability Index (DJSI) bagi
saham-saham perusahaan yang dikategorikan memiliki nilai corporate sustainability
dengan salah satu kriterianya adalah praktik CSR. Begitu pula London Stock
Exchange yang memiliki Socially Responsible Investment (SRI) Index dan Financial
Times Stock Exchange (FTSE) yang memiliki FTSE4Good sejak 2001. Inisiatif ini
mulai diikuti oleh otoritas bursa saham di Asia, seperti di Hanseng Stock Exchange
dan Singapore Stock Exchange. Konsekuensi dari adanya indeks-indeks tersebut
memacu investor global seperti perusahaan dana pensiun dan asuransi yang hanya
akan menanamkan dananya di perusahaan-perusahaan yang sudah masuk dalam
indeks. 169
Di Filipina, terdapat suatu lembaga yang disebut PBSP (Philippine Bussines for Social Progress). Ini
merupakan salah satu wujud kongkrit kontribusi perusahaan-perusahaan di Filipina dalam menyediakan sumber
pendanaan bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan mengatasi berbagai persoalan sosial masyarakat, salah
satunya pengembangan sumber daya manusia melalui program bantuan stimulan biaya pendidikan. Lembaga ini
didirikan pada tahun 1970 oleh

49 perusahaan untuk melaksanakan komitmen mereka terhadap

pembangunan sosial Filipina. Pendirian asosiasi ini dimaksudkan guna mengumpulkan sumberdaya dari

169

Ibid.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

perusahaan-perusahaan strategis yang nantinya dapat digunakan untuk mendukung program yang mendorong ke
arah kemandirian, pembangunan berkelanjutan, serta pertumbuhan ekonomi di Filipina. Saat ini, PBSP telah
memiliki 179 anggota yang terdiri dari perusahaan lokal dan multinasional seperti San Miguel Corporation, Shell,
IBM Philippine, dan lain-lain.

170

Menghadapi tren global dan resistensi masyarakat sekitar perusahaan, maka


sudah saatnya setiap perusahaan memandang serius pengaruh dimensi sosial,
ekonomi dan lingkungan dari setiap aktivitas bisnisnya, serta berusaha membuat
laporan bersifat non financial setiap tahunnya kepada stakeholdernya. Di Uni Eropa
pada tanggal 13 Maret 2007, Parlemen Uni Eropa mengeluarkan resolusi berjudul
Corporate Social Responsibility: A new partnership yang mendesak Komisi Eropa
untuk meningkatkan kewajiban yang terkait dengan persoalan akuntabilitas
perusahaan seperti tugas direktur (directors duties), kewajiban langsung luar negeri
(foreign direct liabilities) dan pelaporan kinerja sosial dan lingkungan perusahaan
(environmental and social reporting). Di Inggris, sudah lama perusahaan diikat
dengan kode etik usaha karena sudah ada banyak aturan dan undang-undang yang
mengatur praktik bisnis di Inggris, maka tidak diperlukan UU khusus CSR. Sekedar
diketahui, perusahaan di Inggris ini tidak lepas dari pengamatan publik (masyarakat
dan negara) karena harus transparan dalam praktik bisnisnya. Publik bisa protes
terbuka ke perusahaan jika perusahaan merugikan masyarakat/ konsumen/ buruh/
lingkungan. Dengan melihat perkembangan ini, disahkan Companies Act 2006 yang
mewajibkan perusahaan yang sudah tercatat di bursa efek untuk melaporkan bukan

170

Andi Firman, Ibid.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

saja kinerja perusahaan (kinerja ekonomi dan finansial) melainkan kinerja sosial dan
lingkungan. Laporan ini harus terbuka untuk diakses publik dan dipertanyakan.
Dengan demikian, perusahaan didesak agar semakin bertanggung jawab. 171
Mac Oliver EA Marshal berpendapat perusahaan Amerika yang beroperasi
di luar negeri diharuskan melaksanakan Sullivan Principal dalam rangka
melaksanakan Corporate Social Responsibilty, yaitu: 172
a. Tidak ada pemisahan ras (non separation of races) dalam makan, bantuan
hidup dan fasilitas kerja.
b. Sama dan adil dalam melaksanakan pekerjaan (equal and fair employment
process).
c.

Pembayaran upah yang sama untuk pekerjaan yang sebanding (equal


payment compansable work).

d. Program training untuk mempersiapkan kulit hitam dan non kulit putih lain
sebagai supervisi, administrasi , teknisi dalam jumlah yang substansial.
e. Memperbanyak kulit hitam dan non kulit putih lain dalam profesi manajemen
dan supervisi.
f. Memperbaiki tempat hidup pekerja di luar lingkungan kerja seperti
perumahan, transportasi, kesehatan, sekolah dan rekreasi.
Implementasi CSR di beberapa negara bisa dijadikan referensi untuk menjadi
contoh penerapan CSR. Australia, Kanada, Perancis, Jerman, Belanda, Inggris, dan

171
172

Mas Achmad Daniri, Ibid.


Ibid.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Amerika Serikat telah mengadopsi code of conduct CSR yang meliputi aspek
lingkungan hidup, hubungan industrial, gender, korupsi, dan hak asasi manusia
(HAM). Berbasis pada aspek itu, mereka mengembangkan regulasi guna mengatur
CSR. Australia, misalnya, mewajibkan perusahaan membuat laporan tahunan CSR
dan mengatur standarisasi lingkungan hidup, hubungan industrial, dan HAM.
Sementara itu, Kanada mengatur CSR dalam aspek kesehatan, hubungan industrial,
proteksi lingkungan, dan penyelesaian masalah sosial. 173
Di Malaysia, CSR sebagaimana yang digambarkan dalam Silver Book sebagai
referensinya menyatakan bahwa CSR merupakan suatu aktivitas yang dilakukan
untuk menguntungkan masyarakat serta kontribusi sukarela (voluntary contribution)
dan kewajiban sosial (social obligation). Elemen tanggung jawab sosial dapat dijajaki
dalam Code of Ethics (1996) yang secara ringkas direktur dalam menunaikan
kewajibannya harus menjamin pemakaian sumber daya alam yang efektif dan
mempromosikan tanggung jawab sosial, pro-aktif dalam kebutuhan masyarakat,
membantu dalam melawan inflasi. Pada tahun 2004, bahkan Bursa Saham Malaysia
memunculkan kerangka tanggung jawab sosial sebagai manual bagi perusahaan
publik yang terdaftar ketentuan pendaftaran membutuhkan perusahaan publik untuk
mecantumkan praktek tanggung jawab sosialnya dalam laporan tahunan. Komitmen
pemerintah juga ditunjukkan dengan menerbitkan Silver Book pada bulan September
2006 dalam program Transformasi Perusahaan yang berhubungan dengan pemerintah
atau Government Linked Companies yang selanjutnya dalam penulisan ini disingkat
173

Ibid.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

menjadi GLCs. Tanggung jawab sosial mendapat dukungan penuh dari pemerintah.
Sejak tahun 2006 alokasi - alokasi tertentu telah dibuat dalam anggaran tahunan
untuk CSR. Bahkan pada tahun 2008, perdana menteri menyebutkan akan ada
pengurangan pajak untuk perusahaan yang memberikan keuntungan signifikan
terhadap komunitas lokal, pemerintah juga membentuk dana CSR dengan jumlah
awal RM 50 juta sekaligus meluncurkan Award CSR Perdana Menteri 2007 untuk
mendukung keterlibatan perusahaan dari sektor swasta dalam aktivitas CSR. 174
Selanjutnya, Silver Book menuntun GLCs tentang bagaimana membentuk
sebuah program kontribusi yang efektif dan menekan biaya kewajiban tersebut ke
dalam kontribusi yang efektif. Program program yang dilakukan oleh GLCs di
Malaysia dibagi dalam program kontribusi sosial (contohnya : di bidang pendidikan,
keterrlibatan komunitas terhadap kegiatan sosial/bencana alam, program kesehatan
masyarakat, perlindungan

dan pelestarian lingkungan, pengentasan kemiskinan,

kesejahteraan karyawan) dan program kewajiban sosial (memberikan pelayanan


kepada masyarakat

seperti proyek listrik masuk desa, memperluas jaringan

perbankan di daerah daerah, pelayanan transportasi yang menjangkau daerah


terpencil). 175 Dengan demikian, di Malaysia CSR tidak lagi bersifat filantropi. Hal ini

174

Halyani Hj Hassan, Ibid., hal 2 4


Selanjutnya dalam sumber yang sama menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Government
linked Companies (GLCs) adalah perusahaan perusahaan dimana pemerintah Malaysia memiliki
kontrol langsung dan persentase saham tertentu dalam perusahaan. GLCs adalah provider jasa terhadap
bangsa yang meliputi listrik, komunikasi, jasa pos, pesawat udara, angkutan umum, dan jasa
perbankan/keuangan.
175
Ibid., hal. 6-8
Bahwa Silver Book mengakui kontribusi sukarela dan kewajiban sosial. Kontribusi sukarela
adalah tindakan yang diprakarsai oleh perusahaan dan bersifat sukarela. Sedangkan kewajiban sosial

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

mencakup ruang lingkup yang luas dan didesain untuk memberikan nilai yang layak
dicapai masyarakat secara umum dan perusahaan secara khusus.
Kemudian belajar dari pengalaman negara-negara lain, tidak ada satupun negara yang dengan persis
mencantumkan persentase atau jumlah yang harus dikeluarkan untuk investasi sosial perusahaan. Dengan
demikian akan sangat mustahil menemukan negara yang berbuat demikian, karena yang banyak dikembangkan
oleh negara-negara maju adalah sistem insentif yang mendorong perusahaan melakukan investasi sosial sebagai
bagian dari strategi welfare mix (kesejahteraan sebagai tanggung jawab bersama). Pendekatan masing-masing
pemerintah di Eropa, misalnya, berbeda-beda, namun tidak satupun di antara mereka yang meregulasi dana CSR.
Pemerintah Perancis mengharuskan perusahaan untuk melaporkan secara mendetail dampak mereka dalam aspek
sosial dan lingkungan. Pemerintah Belgia menyediakan label khusus bagi perusahaan yang dalam praktiknya
sepanjang rantai produksi telah benar-benar sesuai dengan delapan konvensi ILO. Pemerintah Denmark
mengembangkan Danish Social Index dan melakukan pengukuran langsung atas kinerja perusahaan dalam
kebijakan mengenai pekerja dan fakta kondisi kerja. Sementara Pemerintah Italia mengembangkan petunjuk yang
dapat dipergunakan oleh perusahaan untuk melakukan penilaian diri, pengukuran, pelaporan, serta penjaminan
kebenaran isi laporan. Jalan yang ditempuh oleh Kementerian CSR Inggrisyang mirip dengan apa yang
dilakukan Pemerintah Perancissangat menarik untuk dicoba, yaitu dengan mewajibkan pelaporan tahunan
kinerja sosial dan lingkungan perusahaan selain kinerja finansial yang memang sudah biasa dilakukan. Dengan
upaya pemerintah yang mendorong transparansi kinerja ini, maka mau tidak mau perusahaan kemudian harus
meningkatkan kinerjanya karena iklim persaingan usaha yang ketat akan memberikan disinsentif bagi mereka
yang memiliki kelemahan dalam kinerja CSR. Regulasi yang dibuat juga memberikan kewenangan penuh bagi
pemerintah untuk mengecek kebenaran laporan, dan tentu saja mengatur apa konsekuensi kebohongan terhadap
publik yang dilakukan perusahaan dalam laporannya.

176

Oleh sebab itu tidaklah mengherankan, CSR telah menjadi isu bisnis yang terus menguat. Isu ini sering
diperdebatkan dengan pendekatan nilai-nilai etika, dan memberi tekanan yang semakin besar pada kalangan bisnis

adalah tindakan yang dilakukan oleh perusahaan untuk merespon ataupun memenuhi permintaan
stakeholder. Selanjutnya Silver Book memberikan 7 (tujuh) ruang lingkup kontribusi terhadap
masyarakat yaitu : (1) hak asasi manusia, (2) kesejahteraan karyawan, (3) jasa pelanggan, (4)
kemitraan supplier, (5) perlindungan lingkungan hidup, (6) keterlibatan komunitas, (7) perilaku bisnis
yang etis.
176
Mas Achmad Daniri, Ibid.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

untuk berperan dalam membantu masalah-masalah sosial yang akan terus tumbuh dan juga berperan dalam
memajukan kesejahteraan umum sebagai perwujudan tujuan negara Indonesia. Pengaturan CSR dalam UU PT
merefleksikan tujuan hukum untuk memberikan. memberikan manfaat, ketertiban dan kepastian bagi semua
pihak.

177

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Perkembangan globalisasi yang ditandai dengan munculnya perusahaan perusahaan


yang semakin banyak jumlahnya namun pada satu sisi timbul kesenjangan sosial dan
kerusakan lingkungan sehingga memicu tuntutan dari masyarakat (stakeholder) yang
ditujukan kepada perusahaan agar mengimplementasikan tanggung jawab sosial yang
selanjutnya disebut Corporate Social Responsibility, di samping tanggung jawab
ekonomi perusahaan untuk mencari laba.

A. Kesimpulan
1. Pemikiran yang mendasari konsep CSR yang sering dianggap inti dari Etika
Bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban
kewajiban ekonomis dan legal tetapi juga kewajiban kewajiban terhadap
177

Lihat juga Menunggu Standar Baku Tanggung Jawab Sosial, http://www.hukumonline


.com/detail.asp?id=18859&cl=Berita (diakses tanggal 11 Juli 2008) bahwa Pakar Hukum Prof. Gayus
Lumbuun sepakat jika klausul CSR bersifat wajib. Ini adalah kreasi hukum untuk mengajak
partisipasi masyarakat, bukan sebuah beban.

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

pihak pihak yang berkepentingan (stakeholders), karena perusahaan tidak


bisa hidup, beroperasi dan memperoleh keuntungan tanpa bantuan pihak lain.
CSR merupakan pengambilan keputusan oleh organ - organ perseroan yang
dikaitkan dengan nilai nilai etika, dapat memenuhi kaidah kaidah dan
keputusan hukum dan menjunjung tinggi harkat manusia, masyarakat dan
lingkungan. Penerapan CSR merupakan salah satu implementasi etika bisnis
dalam hal tanggung jawab sosial dan lingkungan.
2. Upaya perusahaan dalam meningkatkan peranannya dalam pembangunan
kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan membutuhkan sinerji
kemitraan antara perusahaan, pemerintah dan komunitas atau masyarakat yang
disebut kemitraan tripartit. Pemerintah sebagai pembuat regulasi, perusahaan
sebagai pelaku bisnis sekaligus agen perubahan sosial, dan masyarakat
sebagai penerima manfaat saling mendukung kegiatan operasional perusahaan
dalam menerapkan CSR demi tercapainya pembangunan yang berkelanjutan.
Namun keberadaan standarisasi tanggung jawab sosial yaitu ISO 26000 :
Guidance Standard on Social Responsibility patut ditunggu realisasinya yang
diperkirakan rampung pada tahun 2009 sebagai rujukan utama referensi dalam
pembuatan peraturan tentang CSR di Indonesia.
3. Undang Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang
termuat dalam Pasal 1 ayat (3) dikenal dengan tanggung jawab sosial dan
lingkungan dan juga diatur dalam Pasal 74 yang mengandung : (1) kewajiban
bagi, (2) perseroan yang bergerak di bidang pengelolaan atau berkaitan

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

dengan sumber daya alam (SDA), (3) dianggarkan sebagai biaya, (4)
dilakukan dengan memperhatikan aspek kepatutan dan kewajaran,
(5) bagi pelanggarnya dikenai sanksi serta, (6) pengaturan lebih jauh akan
dituangkan dalam satu peraturan pemerintah. Hingga saat ini Peraturan
Pemerintah tersebut belum diterbitkan dan masih dalam tahap perumusan.
Pemerintah masih berupaya mencari titik keseimbangan yang paling sesuai
agar kalangan dunia usaha tidak sampai dirugikan dan masyarakat setempat
juga mendapatkan keuntungan.

B. Saran

1. Kepentingan stakeholders yang kini diakomodasi oleh UU PT sehingga


memiliki bargaining power yang tidak bisa diremehkan. Seharusnya pula
korporasi berfungsi sebagai trigger (pemicu) agar menjadi competitive
advantage sosial. Harmonisasi ini, jika diimplementasikan berimbang
memang menjadi pendulum kesetimbangan sehingga tercipta simfoni yang
merdu. Masyarakat memiliki sense of belonging terhadap industri, sementara
indus tri memiliki feeling yang kuat terhadap kondisi sekitarnya.
2. Implementasi CSR membutuhkan kerjasama yang disertai transparansi dan
akuntabilitas dari semua pihak. Pemerintah sebagai pembuat regulasi
diharapkan mampu menjembatani kepentingan dan memberi rasa keadilan
bagi pelaku bisnis dan masyarakat termasuk dengan menerbitkan Peraturan

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Pemerintah (PP) yang diharapkan pengaturannya dengan bijak. Perusahaan


sebagai pelaku bisnis sekaligus agen perubahan sosial diharapkan mampu
memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi perekonomian nasional
Indonesia melalui penerapan CSR dalam aktivitas bisnisnya. Sedangkan
masyarakat sebagai penerima manfaat diharapkan mampu mendukung
kegiatan operasional perusahaan termasuk memberikan license to operate.

DAFTAR PUSTAKA

I. Buku
Abdullah, M. Yatimin.
Persada, 2006

Pengantar Studi Etika.

Jakarta : PT. Rajagrafindo

Bertens, K. Pengantar Etika Bisnis (Seri Filsafat Atmajaya : 21). Yogyakarta:


Kanisius, 2000
Chandra, Robby I. Etika Dunia Bisnis. Yogyakarta : Kanisius, 1995
Curzon, L.B. Dictionary of Law. England : Pearson Education Limited, 2002
Ernawan, Erni R. Business Ethics : Etika Bisnis. Bandung : CV. Alfabeta, 2007
Fuady, Munir. Doktrin Doktrin Modern dalam Corporate Law, Eksistensinya
dalam Hukum Indonesia., Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002
Hadjon, Philipus M. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press, 1993)
Keraf, A. Sonny. Etika Bisnis : Membangun Citra Bisnis Sebagai Profesi Luhur
(Pustaka Filsafat). Yogyakarta : Kanisius, 1991
Kirana, Andy. Etika Bisnis Konstruksi. Yogyakarta : Kanisius, 1996

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Kotler, Philip dan Nancy Lee. Corporate Social Responsibility : Doing the Most
Good for Your Company and Your Cause. New Jersey : John Wiley and
Sons, Inc., 2005
Magnis-Suseno, Frans. Berfilsafat dari Konteks., Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama, 1992
Pratley, Peter. Etika Bisnis (The Essence of Business Ethic), diterjemahkan oleh
Gunawan Prasetio. Yogyakarta : Penerbit Andi bekerjasama dengan Simon &
Schuster (Asia) Pte.Ltd., 1997
Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000
Rawls, John. A theory of Justice. London : Harvard University Press, 1971
Rudito, Bambang, dan Melia Famiola. Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan di Indonesia. Bandung : Rekayasa Sains, 2007
Salam, Burhanuddin. Etika Sosial : Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia.
Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1997
Saphiro, Ian. Asas Moral dalam Politik. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia yang
bekerjasama dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat Jakarta dan Freedom
Institute, 2006
Simorangkir, O.P. Etika : Bisnis, Jabatan dan Perbankan. Jakarta : Rineka Cipta,
September 2003
Soemitro, Ronny Hanitijo. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta :
Ghalia Indonesia, 1988
Susanto, A.B. Corporate Social Responsibility. Jakarta : The Jakarta Consulting
Group, 2007
Tjager, I Nyoman, F. Antonius Alijoyo, Humphrey R. Djemat, Bambang Soembodo.
Corporate Governance : Tantangan dan Kesempatan Bagi Komunitas Bisnis
Indonesia. Jakarta : PT. Prenhallindo, 2003
Tunggal, Amin Widjaja. Corporate Social Responsibility. Jakarta : Harvarindo, 2007
Tunggal, Hadi Setia. Memahami Undang undang Perseroan Terbatas (Undangundang Nomor 40 tahun 2007). Jakarta : Harvarindo, 2007

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Untung, Hendrik Budi. Corporate Social Responsibility. Jakarta : Sinar Grafika,


2008
Velasquez, Manuel G. Business Ethics : Concepts and Cares (Fifth Edition).
New Jersey : Pearson Education, Inc., 2002
Wibisono, Yusuf. Membedah Konsep dan Aplikasi CSR. Gresik : Fascho Publishing,
2007

II. Media
Harijono, Try. CSR Jangan Dipandang Derma, Harian Kompas, tanggal 4 Agustus
2007
Kuntari, Rien dan Khairina. CSR, Investasi Jangka Panjang, Harian Kompas,
tanggal 4 Agustus 2007
Maemunah, Siti. Negara Lemah, CSR Menguat. Forum Keadilan No.22,
tanggal 23 September 2007
Rahmat, Paul. Tanggung Jawab Sosial Korporasi, Harian Kompas, tanggal 2
Agustus 2007
Samhadi, Sri Hartati. Etika Sosial Perusahaan Multinasional, Harian Kompas,
tanggal 4 Agustus 2007
CSR Tidak Masuk Cost Recovery, Harian Kompas, tanggal 25 Juli 2007
CSR Dibuatkan Payung Hukum, Harian Kompas, tanggal 25 Mei 2007
Harapan Untuk Berbagi Madu, Harian Kompas, tanggal 4 Agustus 2007
Pemerintah Diharapkan Lebih Bijak Atur CSR, Harian Kompas, tanggal 21 Juli
2007

III. Seminar/ Tulisan/ Laporan


Amidhan, H. Menggagas Corporate Social Responsibility (CSR) Berperspektif
HAM, disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD)
Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM, oleh Sub komisi
Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel, Jl.
Sisingamangaraja No. 18 Medan

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Badaruddin. Corporate Social Responsibility : Tinjauan Konseptual dan


Implementasi, disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD)
Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM, oleh Sub komisi
Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel,
Jl. Sisingamangaraja No. 18 Medan
Hassan, Halyani Hj. Corporate Social Responsibility, disampaikan pada 5th Asian
Law Institute Conference, tanggal 22 23 Mei 2008, di Singapura
Lubis, Rusdian, Direktur dan Executive VP- untuk SHE dan Gov Rel di PT. Freeport
Indonesia, Corporate Social dan Environmental Responsibility :
Pengalaman Dan Pelajaran dari PT. Freeport Indonesia.
Nasution, Bismar. Aspek Hukum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, disampaikan
pada Semiloka Peran dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan terhadap
Masyarakat Lokal Wilayah Operasional Perusahaan Persepektif Hak Asasi
Manusia, diselenggarakan oleh Komisi Hak Asasi Manusia, tanggal 23
Februari 2008, di Riau Pekanbaru
Oppusunggu, Yu Un. Mandatory Corporate Social and Environmental
Responsibilities in the New Indonesia Limited Liability Law, disampaikan
pada 5th Asian Law Institute Conference, tanggal 22 23 Mei 2008, di
Singapura
Purba, Parlindungan. Konsep Dan Implementasi Program CSR Oleh Perusahaan
Lokal, disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD)
Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM, oleh Sub komisi
Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel,
Jl. Sisingamangaraja No. 18 Medan
PT. International Nickel Indonesia (PT.Inco), Tbk. Laporan tahunan/ Annual Report
Program Pemberdayaan Masyarakat (Community Development Program)
tahun 2004, Diterbitkan oleh Regional Communications PT. Inco, Tbk
Simanungkalit, Apoan. Pengamatan Legislatif Terhadap Konsep Dan Wujud
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Wilayah Kabupaten Deli Serdang,
disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) Corporate
Social Responsibility (CSR) berbasis HAM, oleh Sub komisi Ekosob
Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel, Jl.
Sisingamangaraja No.18 Medan

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Siregar, Arif S., Presiden Direktur PT. Inco, Tbk dan Ketua Indonesian Mining
Association, Memahami CSR: Dapatkah Perusahaan Mempunyai Tanggung
Jawab Sosial.
Suharto, Edi. Pekerjaan Sosial Industri : CSR dan Comdev, disampaikan pada
workshop tentang CSR, Lembaga Studi Pembangunan (LPS) STKS
Bandung, tanggal 29 Nopember 2006 di Bandung

IV. Peraturan Perundang undangan


Republik Indonesia, Undang undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,
UU Nomor 23 tahun 1997, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara RI No. 3699
________________,Undang undang tentang Badan Usaha Milik Negara,
UU Nomor 19 tahun 2003, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4297
________________, Undang undang tentang Penanaman Modal, UU Nomor 25
tahun 2007, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67,
Tambahan Lembaran Negara RI No. 4724
________________, Undang undang tentang Perseroan Terbatas, UU Nomor 40
tahun 2007, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106,
Tambahan Lembaran Negara RI No. 4756
________________, Peraturan Pemerintah tentang pengalokasian sebagian
pendapatan badan usaha untuk peningkatan kemampuan perekayasaan,
inovasi dan difusi teknologi, PP Nomor 35 Tahun 2007, Tambahan Lembaran
Negara RI No. 4734
________________, Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara tentang
Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan
Program Bina Lingkungan, Permeneg BUMN Nomor Per-05/MBU/2007

V. Internet
Andi

http://www.
kutaikartanegara.com/forum/viewtopic.php?p=5170 (diakses tanggal 4 Maret
2008)

Firman,

Tanggung

Jawab

Sosial

Dan

Lingkungan

Perusahaan,

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Effnu Subiyanto, CSR : Peluang Korupsi Baru di Daerah, http://baungcamp.com/?


articles&post=CSR,_PELUANG_KORUPSI_BARU_DI_DAERAH. (diakses
tanggal 27 mei 2008)
Khudori, Tanggung jawab sosial (semu) Perusahaan http://www.ti.or.id/news
/7/tahun/2007/bulan/07/tanggal/24/id/1662/ (diakses tanggal 27 Agustus
2007)
Mas

Achmad Daniri, Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan


http://www.governance-indonesia.com/component/option.com_remository/
func,fileinfo/id,50/ lang.en/ (diakses tanggal 4 Januari 2008)

PT. International Nickel Indonesia, Tbk, Kisah dari Ranah Sulawesi : PT.Inco,
www.pt-inco.co.id/pdf/lapcsr2006.pdf (diakses tanggal 16 Juni 2008)
Belajar CSR, http://www.csrindonesia.com/faq.php# (diakses tanggal 27 Mei
2008)
Ini Dia Jeroannya : RPP CSR, http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=
19664&cl=Berita (diakses tanggal 11 Juli 2008).
Kadin Anggap Pasal CSR dalam UUPT Tak Mendasar http://www.
hukumonline.com/detail.asp?id=18635&cl=Berita (diakses tanggal 11 Juli
2008)
Kadin akan gugat CSR ke MK, http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=
17389&cl= Berita (diakses tanggal 27 Agustus 2007)
Klausul CSR Hanya untuk Bidang Sumber Daya Alam : RUU Perseroan Terbatas
http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=17194&cl=Berita
Laporan
Keberlanjutan,
http://www.telkom.co.id/tentang-telkom/laporankeberlanjutan/ (diakses tanggal 12 Mei 2008)
Menunggu Standar Baku Tanggung Jawab Sosial, http://www.hukumonline.
com/detail.asp?id=18859&cl=Berita (diakses tanggal 11 Juli 2008)
Pengusaha Tolak Kewajiban CSR, http://www.suaramerdeka.com/harian/ 0707/24
eko06.htm (diakses tanggal 27 agustus 2007)
Pemerintah Siap Terbitkan PP Tanggungjawab Sosial Perusahaan
http://www.antara.co.id/arc/2007/8/22/pemerintah-siap-terbitkan-pp-tanggung
jawab-sosial-perusahaan/ (diakses tanggal 17 Februari 2007)

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Perseroan Perlu Standar Audit CSR http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=


18853&cl=Berita (diakses tanggal 4 Agustus 2008)
Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Bag I), http://www.madani-ri.
com/?pilih=lihat&id=158, (diakses tanggal 14 Juni 2008)

Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository 2008

Anda mungkin juga menyukai