Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

P R O T E C T I O N O F S TA K E H O L D E R S I N T E R E S T,

C O R P O R AT E S O C I A L R E S P O N S I B I L I T Y,

S TA K E H O L D E R S ’ R O L E S A N D

R E S P O N S I B I L I T Y.

Oleh :

1. NELLY YULINDA 1710246650


2. SAIPUL ANWAR 1710245721

MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS RIAU

TAHUN 2019
BAB I

Latar Belakang
1.1 Latar belakang masalah
Perusahaan dalam kegiatan operasinya berinteraksi dengan berbagai pihak
dan dengan demikian dituntut untuk memenuhi berbagai tanggung jawab yang
terkait dengan interaksi tersebut, baik oleh hukum, pemegang saham, maupun
para pemangku kepentingan. Berbagai tanggung jawab tersebut dapat dibagi
menjadi 4 jenis menurut Caroll (1979), Brummer (1991), dan Peattie (1992).
Keempat jenis tanggung jawab tersebut adalah:
1. Tanggung jawab ekonomi menuntut perusahaan untuk produktif dan
memproduksi barang dan jasa yang diinginkan oleh masyarakat secara
keseluruhan.
2. Tanggungjawab hukum (legal responsibility), menuntut perusahaan untuk
mengikuti seperangkat tanggungjawab hukum (legal) dalam menjalankan
kegiatan bisnisnya.
3. Tanggungjawab moral dan etika, menuntut perusahaan untuk mengikuti dan
mengakui tata nilai dan etika.
4. Tanggung jawab social/Philanthropic, menuntut perusahaan untuk secara
proaktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang menguntungkan bagi
masyarakat di luar tanggung jawab ekonomi ,hokum dan etikanya.
Di dalam tulisan Ali Darwin, Ak, MSc (Ketua IAI Kompartemen Akuntansi dan
Manajemen) di dalam Jurnal EBAR edisi III September–Desember 2006
disebutkan bahwa. Secara umum isu CSR (Corporate Social Responsibility)
mencakup 5 (lima ) komponen pokok :
a. Hak Asasi Manusia (HAM)
Bagaimana perusahaan menyikapi masalah HAM dan strategi serta kebijakan apa
yang dilakukan oleh perusahaan untuk menghindari terjadinya pelanggaran HAM
di perusahaan yang bersangkutan.
b. Tenaga kerja (Buruh)
Bagaimana kondisi tenaga kerja di supply chain atau di pabrik milik sendiri mulai
dari soal sistem penggajian, kesejahteraan hari tua dan keselamatan kerja,
peningkatan keterampilan dan profesionalisme karyawan sampai pada soal
penggunaan tenaga kerja di bawah umur.
c. Lingkungan hidup
Bagaimana strategi dan kebijakan yang berhubungan dengan masalah lingkungan
hidup. Bagaimana perusahaan mengatasi dampak lingkungan atas produk atau
jasa mulai dari pengadaaan bahan baku sampai pada masalah buangan limbah,
serta dampak lingkungan yang diakibatkan oleh proses produksi dan distribusi
produk.
d. Sosial Masyarakat
Bagaimana strategi dan kebijakan dalam bidang sosial dan pengembangan
masyarakat setempat (community development) serta dampak operasi perusahaan
terhadap kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat.
e. Dampak Produk dan Jasa terhadap Pelanggan
Apa saja yang dilakuka oleh perusahaan untuk memastikan bahwa produk dan
jasa bebas dari dampak negatif seperti; menggangu kesehatan, mengancam
keamanan dan produk terlarang .
Dari sini dapat dilihat bahwa konsep CSR melampaui tanggung jawab
ekonomi, hukum dan teknis dari suatu perusahaan, dan juga melampaui
produksi barang dan jasa yang mengutungkan. Dan semakin lama CSR juga
dilihat sebagai cara untuk membantu memecahkan berbagai masalah social
dan lingkungan terutama masalah–masalah yang diciptakan oleh kegiatan
operasional perusahaan.
Suatu konsep penting yang menjadi dasar dari perkembangan konsep CSR
adalah cara pandang bahwa perusahaan tidak semata–mata suatu organisasi
pribadi, melainkan suatu organisasi sosial. Perusahaan diharapkan beroperasi
dengan pemahaman mengenai kesejahteraan social dari masyarakat dan
diharapkan untuk membagi keuntungan dari aktifitas ekonominya dengan
masyarakat. Dengan demikian perusahaan memperoleh tempatnya dalam
masyarakat dengan menanggapi dan memberikan keinginan dari masyarakat.
Corporate Social Responsibility merupakan bentuk komitmen perusahaan
untuk membangun kualitas kehidupan yang lebih baik bersama stakeholder
terkait, terutama adalah masyarakat di sekeliling di mana perusahaan
tersebut berada. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas diterbitkan dan mewajibkan perseroan yang bidang usahanya di
bidang atau terkait dengan bidang sumber daya alam untuk melaksanakan
tanggung jawab sosial dan lingkungan. Undang-Undang tersebut (Pasal
66 ayat 2c) mewajibkan semua perseroan untu melaporkan pelaksanaan
tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam laporan tahunan. Pelaporan
tersebut merupakan pencerminan dari perlunya akuntabilitas perseroan
atas pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan, sehingga para
stakeholders dapat menilai pelaksanaan kegiatan tersebut. Corporate Social
Responsibility dalam Undang-Undang tersebut (Pasal 1 ayat 3) dikenal
dengan istilah tanggung jawab sosial dan lingkungan yang diartikan sebagai
komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi
berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang
bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun
masyarakat pada umumnya.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka kami menyajikan
perlindungan pada kepentingan stakeholder, Corporate Social Responsibilty,
dan peran dan tanggung jawab para stakeholder (pemangku kepentingan)
beserta contoh kasus lemahnya penerapan CSR terhadap stakeholder,
terutama karyawan pada PT. SD di lapangan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka yang akan menjadi
permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana jalannya perlindungan pada kepentingan stakeholder, Corporate
Social Responsibilty (CSR), dan peran dan tanggung jawab para stakeholder
(pemangku kepentingan) menurut referensi literatur, peraturan dan
perundangan yang berlaku.
2. Bagaimana contoh kasus lemahnya implementasi CSR terhadap stakeholder,
dalam hal ini adalah karyawan pada perusahaan

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui bagaimana jalannya perlindungan pada kepentingan stakeholder,
Corporate Social Responsibilty (CSR), dan peran dan tanggung jawab para
stakeholder (pemangku kepentingan) menurut referensi literatur, peraturan
aturan dan perundangan yang berlaku.
2. Mendapatkan informasi bagaimana contoh kasus lemahnya implementasi
CSR terhadap stakeholder, dalam hal ini adalah karyawan pada PT. SD.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
terhadap pengembangan studi mengenai Good Corporate Governance, yakni
perlindungan pada kepentingan stakeholder, Corporate Social Responsibilty
(CSR), dan peran dan tanggung jawab para stakeholder (pemangku
kepentingan).
2. Manfaat Praktis
Memperoleh informasi dan referensi terkait dalam Good Corporate
Governance, yakni perlindungan pada kepentingan stakeholder, Corporate
Social Responsibilty (CSR), dan peran dan tanggung jawab para stakeholder
(pemangku kepentingan). Selain itu, juga berguna dalam memberikan
masukan bagi perusahaan yang diangkat sebagai tempat riset agar dapat
menjalankan prinsip GCG terkait dengan perlindungan pada kepentingan
stakeholder, Corporate Social Responsibilty (CSR), dan peran dan tanggung
jawab para stakeholder (pemangku kepentingan). Diharapkan juga di
kemudian hari akan memberikan masukan bagi peneliti lain agar dapat
membandingkan teori dengan keadaan faktual yang terjadi dalam suatu
perusahaan serta menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PERAN DAN TANGGUNG JAWAB STAKEHOLDER DALAM TATA


KELOLA PERUSAHAAN
Kerangka kerja tata kelola perusahaan harus mengakui hak-hak
stakeholders yang diatur oleh hukum atau melalui perjanjian bersama dan
mendorong kerjasama antara perusahaan dan para pemangku kepentingan dalam
menciptakan kekayaan, pekerjaan, dan keberlanjutan finansial perusahaan.
Aspek kunci tunggal dari tata kelola perusahaan terkait dengan
memastikan aliran modal eksternal untuk perusahaan dalam bentuk ekuitas dan
kredit. Corporate governance mengatur dalam pencarian cara untuk mendorong
stakeholder perusahaan untuk mencapai tingkat investasi secara optimal di
perusahaan yang berbasis modal sumber daya manusia dan modal fisik. Daya
saing dan kesuksesan dari sebuah perusahaan adalah hasil dari kerja-sama yang
mencerminkan kontribusi dari berbagai penyedia sumber daya yang berbeda,
termasuk investor, karyawan, kreditur, pelanggan dan pemasok, dan pemangku
kepentingan lainnya. Perusahaan harus mengakui bahwa kontribusi dari para
pemangku kepentingan merupakan sumber yang berharga dan menguntungkan
untuk membangun perusahaan kompetitif. Hal ini penting dikarenakan dalam
jangka panjang perusahaan menumbuhkan kemakmuran dan-menciptakan
kerjasama antara para pemangku kepentingan. Kerangka pemerintahan harus
mengakui kepentingan stakeholder dan kontribusi mereka terhadap keberhasilan
jangka panjang perusahaan.
2.2 Hak-hak pemangku kepentingan (stakeholder) yang ditetapkan oleh hukum
atau melalui perjanjian timbal balik yang harus dihormati.
Hak-hak stakeholder sering ditetapkan oleh hukum (misalnya tenaga kerja, bisnis,
komersial, lingkungan, dan kepailitan hukum) atau oleh hubungan kontrak bahwa
harus dihormati setiap perusahaan. Namun demikian, bahkan di daerah di mana
kepentingan stakeholder tidak diatur, banyak perusahaan membuat tambahan
komitmen kepada pemangku kepentingan dan dalam hal reputasi perusahaan dan
kinerja perusahaan sering membutuhkan pengakuan yang lebih luas. Pada
perusahaan multinasional, dalam beberapa yurisdiksi dapat dicapai oleh
perusahaan-perusahaan yang menggunakan OECD Pedoman Untuk Perusahaan
Multinasional untuk prosedur uji tuntas yang membahas dampak dari komitmen-
komitmen yang telah ditetapkan.

2.3 Dalam hal kepentingan stakeholder yang dilindungi oleh hukum, pihak
stakeholder harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan pemulihan yang
efektif dari pelanggaran atas hak-hak mereka
Kerangka hukum dan proses harus transparan dan tidak menghambat kemampuan
para pemangku kepentingan (stakeholder) untuk berkomunikasi dan memperoleh
ganti rugi atas pelanggaran hak.
2.4 Mekanisme partisipasi karyawan seharusnya diizinkan untuk dikembangkan.
Tingkat keikutsertaan dalam tata kelola perusahaan bergantung pada hukum
nasional dan praktek, dan dapat bervariasi dari perusahaan ke perusahaan juga.
Dalam hal tata kelola perusahaan, mekanisme partisipasi dapat menguntungkan
perusahaan secara langsung maupun secara tidak langsung melalui kesiapan oleh
karyawan untuk berinvestasi di perusahaan. Contoh mekanisme partisipasi
karyawan antara lain perwakilan karyawan pada dewan direksi atau komisaris;
proses pada pemerintahan seperti karya yang mempertimbangkan sudut pandang
karyawan dalam keputusan-keputusan kunci tertentu, konvensi internasional dan
norma-norma nasional yang mengakui hak-hak karyawan untuk informasi,
konsultasi dan negosiasi. Sehubungan dengan meningkatkan mekanisme kinerja,
rencana kepemilikan saham karyawan atau mekanisme pembagian keuntungan
lain yang jamak ditemukan di banyak negara. Dalam hal komitmen pensiun juga
sering menjadi suatu elemen pada hubungan antara perusahaan dengan karyawan
purna bakti dan masa kini. Komitmen-komitmen tersebut melibatkan perencanaan
dana yang independen dari pengawasan harus bebas dari manajemen perusahaan
dan pengelolaan dana untuk semua penerima.
2.5 Stakeholder berpartisipasi dalam proses tata kelola perusahaan, di mana
mereka harus memiliki akses ke informasi yang relevan, cukup dan handal
secara tepat waktu dan teratur.
Hukum dan praktek kerangka kerja tata kelola perusahaan kerangka menyediakan
ruang partisipasi dari para pemangku kepentingan, tentu sangat penting bahwa
pemangku kepentingan memiliki akses ke informasi yang diperlukan untuk
memenuhi tanggung jawab mereka.
2.6 Pemangku kepentingan, termasuk karyawan dan badan perwakilan mereka,
harus dapat berkomunikasi secara bebas mengenai keprihatinan mereka
mengenai praktik ilegal atau praktek yang tidak etis pada dewan direksi
atau dewan komisaris dan pihak yang berwenang dan hak-hak mereka tidak
boleh dikompromikan kepada otoritas publik yang berwenang.
Ketidaketisan dalam rangka pencapaian tujuan yang dimaksud pada praktik-
praktik ilegal oleh pejabat perusahaan mungkin tidak hanya melanggar hak-hak
stakeholders tetapi juga dapat merugikan perusahaan dan para pemegang saham
dalam hal reputasi dan peningkatan risiko kewajiban keuangan pada masa depan.
Maka dari itu, keuntungan dari perusahaan dan para pemegang saham untuk
menetapkan prosedur dan menampung untuk keluhan oleh karyawan, baik secara
pribadi atau melalui perwakilan badan mereka, dan juga dari luar perusahaan,
mengenai perilaku ilegal dan tidak etis tersebut. Dewan harus didukung oleh
undang-undang dan atau prinsip-prinsip untuk melindungi individu dan badan
perwakilan dan memberi mereka akses rahasia langsung ke seseorang yang
independen di jajaran dewan direksi atau dewan komisaris atau komite etika.
Beberapa perusahaan telah mendirikan ombudsman untuk menangani keluhan.
Beberapa pihak regulator juga membentuk saluran rahasia telepon dan fasilitas e-
mail untuk menerima keluhan. Sementara di negara tertentu, badan perwakilan
karyawan melakukan tugas-tugas menyampaikan kekhawatiran kepada
perusahaan, karyawan tidak perlu umtuk secara langsung menyampaikan keluhan
dan tetap dilindungi ketimbang bertindak sendirian. Dalam ketiadaan tindakan
perbaikan yang tepat atau dalam menghadapi risiko dari tindakan negatif dari
keluhan mengenai pelanggaran hukum, karyawan didorong untuk melaporkan
keluhan kepada pejabat yang berwenang. Banyak negara juga memberikan
kesempatan untuk membawa kasus pelanggaran terhadap OECD Pedoman Untuk
Perusahaan Multinasional ke kontak poin nasional. Perusahaan harus menahan
diri dari tindakan diskriminatif atau menidiakan disiplin terhadap karyawan atau
badan tersebut.

2.7 Kerangka kerja tata kelola harus dilengkapi dengan kerangka kepailitan
yang efisien dan efektif dalam penegakan hak-hak kreditor.
Kreditor adalah stakeholder kunci, volume dan jenis kredit yang diberikan kepada
perusahaan akan tergantung sesuai dengan pentingnya pada hak-hak mereka dan
pengawasan diri mereka. Perusahaan dengan pencatatan tata kelola perusahaan
yang baik sering dapat meminjam dana dalam jumlah yang lebih besar dan lebih
menguntungkan dibandingkan dengan perusahaan lain yang memiliki pencatatan
atau yang beroperasi di pasar yang kurang transparan. Kerangka kerja untuk
kebangkrutan perusahaan bervariasi secara luas di berbagai negara. Di beberapa
negara, ketika perusahaan yang hampir bangkrut, kerangka legislatif
membebankan kewajiban kepada direksi untuk bertindak dalam memenuhi
kepentingan kreditor, yang karena itu mungkin memainkan peran penting dalam
tata kelola perusahaan. Negara-negara yang lain memiliki mekanisme yang
mendorong debitur untuk mengungkapkan informasi yang tepat mengenai
kesulitan-kesulitan yang sedang dihadapi perusahaan sehingga solusi konsensual
dapat ditemukan di antara pihak debitor dan pihak kreditor.

Hak-hak kreditor juga bervariasi, mulai dari pemegang obligasi hingga kepada
kreditor tanpa jaminan. Prosedur kepailitan biasanya memerlukan mekanisme
efisien untuk merekonsiliasi antara kepentingan dari kelas kreditor yang berbeda.
Di banyak yurisdiksi ketentuan ini dibuat untuk hak-hak khusus seperti melalui
"debitur", yang menyediakan insentif/perlindungan untuk dana yang tersedia
untuk perusahaan yang sedang berada dalam kepailitan.

2.8 CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)


Corporate Social Responsibility merupakan suatu konsep yang kini mulai
banyak didengar dan banyak dibahas oleh berbagai pihak (SWA 19 Desember
2005) Meskipun demikian belum ada suatu rumusan yang diterima secara luas.
Mengenai definisi dari konsep ini sendiri (Hopkins,2004) Adapun beberapa
definisi yang ada adalah:
1. Kewajiban suatu perusahaan diluar apa yang dituntut oleh hukum dan sistem
ekonomi (social obligation) untuk mengejar tujuan jangka panjang yang baik bagi
komunitas masyarakat.
2. Perilaku etis dari suatu perusahaan terhadap stakeholdernya .
3. Kewajiban perusahaan untuk memperhatikan kebutuhan semua stakeholdernya
dalam operasi perusahaan (www.wikipedia.org).
4. Seperangkat kebijakan, tindakan, dan program komprehensif yang terintegrasi ke
dalam operasi bisnis, distribusi, dan proses pengambilan keputusan dalam
perusahaan yang umumnya berkaitan dengan isu–isu mengenai etika bisnis,
investasi masyarakat, masalah lingkungan, tata laksana, serta pasar dan tempat
kerja.

Sedangkan, pandangan umum mengenai CSR sendiri menggambarkannya


sebagai cara perusahaan untuk mencapai suatu keseimbangan dalam hal ekonomi,
lingkungan, dan norma sosial, sementara pada saat yang bersamaan memenuhi
harapan dari stakeholder dan shareholder perusahaan (www.strategis.gc.ca). CSR
dipandang pula sebagai kontribusi dari perusahaan (business) untuk
pembangunan berkelanjutan (sustainable development)
Inti dari konsep ini sendiri dapat ditemukan dalam konsep triple bottom
line dari melalui istilah economic prosperity, enviromental quality, dan social
justice atau yang dikenal pula dengan konsep 3P (Profit, People, and Planet).
(Swa, 2005:12). Dasar yang hampir sama dikemukakan juga dalam seminar
communication for CSR, dimana diungkapkan bahwa CSR memiliki 3 komponen
dasar, yakni Enviromental Sustainability, Stakeholder Relationships dan Human
Rights.
CSR terkadang disamakan dengan beberapa konsep lainnya seperti
corporate sustainability dan corporate accountability. Corporate accountability
merujuk kepada kewajiban moral atau hukum dari suatu perusahaan untuk
“terbuka” kepada pemegang sahamnya, stakeholder dari perusahaan, atau
masyarakat secara keseluruhan (www.12manage.com). Sedangkan corporate
sustainability merujuk kepada pendekatan bisnis suatu perusahaan untuk tidak
hanya melihat kebutuhan ekonominya dalam strategi dan praktek bisnisnya
melainkan juga melihat kepada kebutuhan lingkungan dan sosial
(www.12manage.com). Melihat definisi tersebut nampak bahwa memang terdapat
beberapa kesamaan, di antara ketiga konsep tersebut, yakni adanya konsep bahwa
perusahaan dalam strategi dan praktek bisnisnya tidak hanya berfokus kepada
shareholder saja (economic needs), melainkan kepada keseluruhan stakeholder
perusahaan (social needs).
Berdasarkan definisi yang ada diatas terlihat suatu overlapping di antara
konsep CSR dan Corporate Sustainability (CS), bahkan kedua konsep tersebut
sering tertukar satu dengan yang lainnya. Meskipun demikian terdapat perbedaan
motivasi di antara keduanya yang akan menghasilkan prioritas dan karakteristik
yang berbeda diantara keduanya. Motivasi dari CSR tidak lain adalah untuk
mengembangkan batas tanggung jawab perusahaan, sehingga tidak hanya
mencakup masalah ekonomi saja, melainkan juga mencakup aspek-aspek sosial
lainnya. Sementara itu motivasi dari CS adalah untuk mewujudkan suatu gerakan
bersama dari perusahaan-perusahaan yang ada untuk mendukung konsep
“pembangunan yang berkelanjutan” (sustainable development).
Komitmen dan aktivitas CSR perusahaan umumnya berusaha untuk
menyesuaikan beberapa bagian dari perilaku perusahaan, termasuk dalam hal ini
adalah kebijakan dan tindakannya dengan beberapa aspek-aspek sosial. Aspek
sosial yang umumnya menjadi sorotan ini adalah kesehatan dan keselamatan
(kerja), perlindungan terhadap lingkungan hidup, hak asasi manusia, praktek
manajemen sumber daya manusia suatu perusahaan, corporate governance,
pengembangan komunitas masyarakat, perlindungan konsumen, perlindungan
terhadap tenaga kerja, hubungan dengan supplier, etika bisnis, dan hak dari
stakeholder.(www.strategis.gc.ca).
Keterkaitan CSR dengan good corporate governance sendiri terutama
menjadi suatu hal yang dititikberatkan oleh Menko Perekonomian Boediono
(Kompas Jumat 8 September 2006, “CSR Tidak Hanya Filantropi”). Lebih lanjut
lagi diakui pula bahwa dalam keterbatasan kemampuan pemerintah (Indonesia)
saat ini peran pengusaha dalam hal pembangunan melalui CSR dinilai sangat
penting. Hal yang senada juga diungkapkan oleh hasil penelitian OECD, yang
mengungkapkan bahwa kekuatan ekonomi dunia (berdasarkan GDP) terbesar 51
% berupa perusahaan swasta (AS), sehingga nampak bahwa perusahaan memiliki
kemampuan untuk berperan lebih banyak dalam bidang-bidang sosial.
Teori dan Prinsip dasar dari CSR
Terdapat beberapa konsep dan teori yang mendasari konsep CSR ini, konsep–
konsep tersebut antara lain:
1. Teori Legitimasi (legitimacy theory). Menurut teori ini suatu perusahaan
beroperasi dengan ijin dari masyarakat, di mana ijin ini dapat ditarik jika
masyarakat menilai bahwa perusahaan tidak melakukan hal – hal yang diwajibkan
kepadanya. Dalam konteks ini, CSR dipandang sebagai suatu kewajiban yang
disetujui antara perusahan dengan masyarakat. Adalah masyarakat yang telah
memberikan ijin kepada perusahaan untuk menggunakan sumber daya alam dan
manusianya serta izin untuk melakukan fungsi produksinya. Namun harus diingat
bahwa ijin tersebut tidaklah tetap sehingga kelangsungan hidup dan pertumbuhan
dari perusahaan bergantung pada bagaimana perusahaan secara terus menerus
berevolusi dan beradaptasi terhadap perubahaan keinginan dan tuntutan dari
masyarakat.
2. Tanggungjawab publik (public responsibility). Dalam konsep ini, perusahaan
bertanggungjawab terhadap hasil yang terkait dengan area primer dan sekunder
dari keterlibatan mereka dengan masyarakat. Perusahaan sering dipaksa untuk
merespon berbagai isu sosial yang merupakan akibat dari aktivitas mereka. Dalam
sudut pandang ini, CSR merupakan suatu kewajiban bagi perusahaan untuk
mengikuti kebijakan dan membuat keputusan yang yang menguntungkan bagi
tujuan dan nilai masyarakat luas.
3. Teori pemangku kepentingan (stakeholder theory). Teori ini terkait erat dengan
teori legitimasi. Suatu perusahaan melalui berbagai kebijakan dan kegiatan
operasi yang dilakukannnya memberikan dampak kepada berbagai kelompok
pemangku kepentingan, sehingga dengan demikian perusahaan mungkin menemui
tuntutan–tuntutan dari kelompok–kelompok ini untuk memenuhi
tanggungjawabnya. Teori ini menekankan pentingnya untuk mempertimbangkan
kepentingan, kebutuhan dan pengaruh dari pihak–pihak yang terkait dengan
kebijakan dan kegiatan operasi perusahaan, terutama dalam hal pengambilan
keputusan perusahaan. Dengan demikian. diharapkan perusahaan mampu
memuaskan stakeholdernya dalam suatu tingkatan tertentu, paling tidak sebagian
besar dari mereka. Dengan demikian titik pusat dari CSR adalah manajemen
stakeholder.
4. Etika. Etika bisnis menekankan bahwa manajer dan perusahaan mereka
bertanggungjawab untuk menerapkan prinsip etika dalam organisasi mereka dan
menggunakan alasan moral dalam pengambilan keputusan, penyusunan kebijakan
dan strategi, dan arah secara umum dari perusahaan mereka. Dalam konteks CSR
manajer bertindak sebagai aktor moral dan bertanggungjawab untuk melakukan
tanggungjawab (discretion) manajemen yang ada pada mereka dalam segala segi
tanggungjawab sosial untuk menghasilkan hasil yang bertanggungjawab secara
social.
5. Corporate Citizenship. Dalam konsep ini perusahaan dibandingkan dengan
individu umum pada suatu masyarakat, dan bahwa perusahaan memiliki hak dan
tanggung jawab dalam menjalankan kegiatan bisnis mereka. Seperti individu pada
umumnya perusahaan diharapkan untuk memberikan sumbangan secara sukarela
untuk menjaga kesejahteraan dari masyarakat yang menopang mereka.

2.9 MENGAPA PERUSAHAAN MELAKUKAN CSR


Perusahaan yang dalam proses menghasilkan keuntungannya secara sosial
bertanggunjawab akan memberikan sumbangan dalam beberapa aspek
pembangunan sosial (meskipun tidak semua aspek). Meskipun demikian
perusahaan tidaklah dapat diharapkan untuk menyumbang dalam semua aspek
sosial, hal tersebut adalah sesuatu yang tidak masuk akal dan akan membebani
perusahaan. Meskipun demikian perusahaan yang terlibat dalam beberapa aspek
sosial di dalam dan di luar perusahaan akan membuat produk dan jasanya lebih
menarik bagi konsumen secara keseluruhan, dengan demikian akan membuat
perusahaan mendapatkan lebih banyak pendapatan. Memang ada cost tambahan
yang harus diberikan jika perusahaan ingin menerapkan CSR, namun benefit yang
didapatkan akan jauh melebihi cost yang dikeluarkan.
Alasan lain seperti yang diungkapkan oleh adalah bahwa meskipun isu –
isu sosial merupakan tanggungjawab pemerintah, namun dalam kenyataannya
telah terjadi pergeseran kekuatan ekonomi, dimana kini perusahaan – perusahaan
besarlah yang memiliki kekuatan ekonomi, sehingga mereka harus memiliki peran
dan tanggungjawab yang lebih dalam mengatasi masalah–masalah sosial. Lebih
lanjut lagi perusahaan sendiri tidak dapat menutup matanya terhadap keadaan
lingkungan dimana ia beroperasi. Masyarakat yang miskin, situasi politik yang
tidak stabil dan kerusakan sumber daya alam dapat memberikan imbas yang
buruk bagi perusahaan sendiri.
Mengenai adanya cost tambahan yang harus dikeluarkan guna menerapkan
CSR. Cost ini dapat berupa pembelian peralatan yang ramah lingkungan,
penggantian jajaran manajemen atau penerapan kontrol kualitas yang lebih ketat,
dan bersifat langsung atau terus-menerus. Dikarenakan perusahaan tidak mungkin
terus–menerus melakukan suatu kebijakan yang memberikan cashflow negatif
maka cost yang dikeluarkan untuk menerapkan CSR seharusnya memiliki efek
yang menguntungkan bagi bottom–line perusahaan. Beberapa keuntungan yang
dapat diperoleh oleh perusahaan–perusahaan yang menerapkan CSR adalah:
1. Perusahaan tersebut memiliki brand image dan reputasi yang lebih baik. Dan pada
umumnya konsumen lebih tertarik kepada perusahaan yang baik dalam CSRnya.
2. Perusahaan yang dinilai bertanggungjawab secara sosial juga bisa mendapatkan
keuntungan dalam dunia bisnisnya sendiri, dimana memiliki kemampuan yang
lebih baik dalam menarik modal dan mitra dagang.
3. Perusahaan yang bertanggunjawab secara sosial memiliki resiko yang lebih
rendah terhadap terjadinya kejadian–kejadian langka yang negatif (semisal
kasus penyuapan dalam perusahaan, menghindari denda akibat mencemari
lingkungan, dsb.
4. Mereka memiliki resiko yang lebih rendah terhadap kemungkinan terjadinya
kejadian – kejadian sosial yang mungkin dapat merusak reputasi mereka (semisal
kasus pekerja anak – anak). Sehingga dengan demikian mereka seharusnya
memiliki pertumbuhan earning yang lebih stabil dan volatilitas negatif yang lebih
sedikit.
5. Dalam beberapa kasus tertentu penerapan CSR pun mampu untuk memotong
biaya operasional. Sebagai contoh dapat dilihat ketika perusahaan merancang rute
ditribusi dengan kendaraan yang paling optimal, tidak hanya bahwa hal itu akan
mengurangi dampak polusi yang ditimbulkan namun hal tersebut tentunya akan
memberikan biaya operasional yang terendah.
6. Perusahaan yang memiliki komitmen CSR yang kuat pada umumnya memiliki
kemampuan yang lebih baik untuk menarik dan mempertahankan karyawan /
pekerja, yang pada akhirnya mengakibatkan tingkat turnover bertambah dan biaya
pelatihan serta recruitment pegawai yang lebih rendah.
7. Perusahaan yang meningkatkan kondisi lingkungan bekerjanya juga mengalami
peningkatan produktivitas dan turunnya tingkat kesalahan.
8. Harga saham dan performa finansial. Perbandingan antara perusahaan yang
memiliki performa CSR yang baik dengan perusahaan lainnya (dengan ukuran
dan jenis usaha yang sama) memperlihatkan bahwa perusahaan dengan performa
CSR yang lebih baik memiliki performa finansial dan harga saham yang lebih
baik.
9. Inovasi. Bekerja bersama pemerintah dan NGO dalam menghadapi masalah –
masalah sosial dapat menciptakan pandangan dan pendekatan bisnis yang baru,
dan sekaligus menciptakan peluang bisnis baru.
Meskipun demikian terdapat beberapa pihak yang bersikap kontra
terhadap pelaksanaan dari CSR. Di antara pihak yang bersikap kontra yang
mengatakan bahwa tujuan perusahaan adalah untuk memaksimalkan return
kepada shareholder mereka dengan mematuhi hukum di negara di mana ia
beroperasi.
Kasus Kurangnya Penerapan CSR terhadap Stakeholder terutama terhadap
Karyawan.
Judul: Tuntutan Karyawati atas Pesangon dan Lain-Lain.
Perusahaan PT.SD adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang
perkebunan dan pabrik minyak kelapa sawit .Berdiri di Tahun 1995 di 2 (dua)
wilayah kabupaten yaitu PKS dan sebagian kebun di Kabupaten Pelalawan serta
kebun yang luas terletak di Kabupaten Siak.
Saat berdirinya perusahaan ini merupakan perusahaan perorangan
kemudian di tahun 2003 karena pengelolaannya tidak terurus dengan baik
sehingga membuat perusahaan perorangan ini tidak sanggup lagi diteruskan ,di
mana pendapatan tidak dapat menutupi biaya yang terjadi, Keputusannya terakhir
adalah dijual di akhir tahun 2003 kepada seorang pengusaha nasional , dan
kemudian statusnya berubah dari perusahaan perorangan menjadi perusahaan
berbadan hukum dengan nama PT.SD.
Berjalannya waktu, perusahaan PT. SD yang baru take-over dari pemilik
pertama,menghadapi banyak tekanan-tekanan baik dari pihak internal maupun
pihak eksternal. Dari pihak internal menghadapi masalah karyawan yang tidak
puas dengan beberapa kebijaksanaan perusahaan dan tidak puas dengan struktur
pimpinan di dalam kebun. Sehingga terjadilah di tanggal 5 Mei 2014, karyawati
yang bernama ibu Zubaidah membuat surat pengaduan ke Disnaker Kabupaten
Siak , sehingga PT.SD dipanggil oleh Disnaker Siak untuk menghadap agar
melakukan mediasi .
Kronologis ibu Zubaidah tidak bekerja lagi .

Okt,Nov,Des 2012 tgl.7/1-13 8/2-13 28/2-13

30/9-12 ( cuti melahirkan ) (masuk kerja (anak nya

Kembali ) meninggal)

Hanya kerja 8 hari

Hari Jumat,kejadiannya

1/12-13 25/1-2014 27/1-2014 28/1-13

(suaminya dimutasikan (sudah mulai tak (ada surat

Ke areal kebun di PKS) masuk kerja ) dari ibu Zubaidah)

5/5-2014 19/5-2014 14/7-


2014

½-14 (ibu Zubaidah melapor ke Disnaker Siak ) (mediasi I) ( Mediasi II )

Surat Ditangani Pak Ditangani

Kedua Ilfriandi Ibu Wirda

Ibu Zubaidah

Berikut urutan kejadian-kejadiannya :


 Tanggal 5/5-2014
Ibu Zubaidah membuat surat pengaduan ke Disnaker Siak.
 Tanggal 19/5-2014
Disnaker Siak melakukan mediasi, tetapi tidak ada kesepakatan kedua belah
pihak.
 Tanggal 14/7-2014
Mediasi yang kedua dilakukan di mana juga tidak ada kesepakatan yang bisa
dibuat.
 Tanggal 18/8-2014 :
Disnaker Siak menerbitan Surat Anjuran Nomor: 565/Disnakertrans/VIII/2014/78
yang isinya menganjurkan :
1. Agar menetapkan Pekerja Sdri Zubaidah yang dahulunya sebagai pekerja harian
lepas menjadi karyawan tetap PKWTT di PT.SD sejak tanggal 15 Januari 2003
sampai dengan sekarang.
2. Agar Pengusaha PT.SD dapat mempekerjakan kembali Pekerja Sdri. Zubaidah
dan membayar kekurangan gaji dan hak-hak lainnya sejak Februari 2003 sampai
dengan sekarang.
3. Agar para pihak memberikan jawaban terhadap anjuran tersebut di atas paling
lambat 10(sepuluh) hari setelah menerima anjuran tersebut .
 Tanggal 28/8-2014 :
baik PT.SD maupun Pekerja ibu Zubaidah, sama-sama memasukkan surat
keberatan atas Surat Anjuran dari Disnaker tersebut di atas.
 Tanggal 30 /12-2014
Ibu Zubaidah memasukkan surat Gugatan Perselisihan Hubungan Industrial ke
Pengadilan Hubungan Industrial ( PHI ) di Pekanbaru dengan surat gugatan
perkara nomor : 01/Pdt.sus.PHI/2015/Pn.Pbr
Pokok Gugatan :
1. Bahwa penggugat adalah seorang pekerja yang bekerja terus menerus pada
Tergugat setiap bulan dengan pekerjaan merawat kebun kelapa sawit ,mengutip
brondolan kelapa sawit,memanen , mengangkat buah kelapa sawit dan menjaga
anak-anak balita selama 11 tahun dari mulai tanggal 15-1-2003 s/d tanggal 25-1-
2014 .
2. Bahwa selama Penggugat bekerja pada Tergugat menerima upah berdasarkan
kehadiran baik dengan pekerjaan yang ada di daerah Kabupaten Siak maupun
dengan pekerjaan yang ada di luar daerah Kabupaten Siak.
3. Bahwa selama Penggugat bekerja pada Tergugat menggunakan perjanjian kerja
secara lisan dengan pekerjaan yang banyak jenisnya , dengan bekerja lebih dari 21
hari kerja untuk 1 bulan dan kurang dari 21 hari kerja untuk 1 bulan di bulan yang
berlainan dengan menerima upah (di atas dan di bawah) UMSK (Upah Minimum
Sektor Kabupaten) per bulan di tahun yang ditetapkan .
“Juga bekerja di atas 21 hari kerja untuk 1 bulan secara berturut-turut selama 3
bulan, oleh karena pekerjaan Penggugat berdasarkan kehadiran sesuai
(aturan/perintah) Tergugat, sehingga tidak sesuai lagi dengan Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan transmigrasi Republik Indonesia No.Kep 100/MEN/VI/2004
pasal 10 ayat 2 yang berbunyi “Perjanjian Kerja Harian Lepas sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang
dari 21 hari dalam 1 bulan.“.
Berdasarkan alasan-alasan di atas, Penggugat menuntut sejumlah uang sbb :
o Menyatakan Penggugat berhak atas upah di saat sebelum melahirkan 1,5 bulan
dan upah istirahat 1,5 bulan sesudah melahirkan sebesar 3 x Rp. 1.850.000.- = Rp.
5.550.000.-
o Uang pesangon = 9x2x Rp. 1.850.000 = Rp. 33.300.000.-
o Uang penghargaan masa kerja = 4 x Rp. 1.850.000 = Rp. 7.400.000.-
o Uang penggantian hak perumahan serta pengobatan ditetapkan 15% x Rp.
40.700.000 = Rp. 6.105.000.-
o Upah yang biasa diterima setiap bulan sebagai pekerja selama proses perselisihan
sebesar 10 bulan mulai dari bulan Februari 2014 s/d November 2014 sebesar = 10
x Rp. 1.850.000 = Rp. 18.500.000.-
o Uang tunjangan hari raya tahun 2014 sebesar Rp. 1.850.000.- atau 1 bulan upah.
o Biaya ongkos pulang kampung ke Medan – Sidikalang Rp. 1.000.000.- sesuai
pasal 156 ayat 4 haruf b UU No.13 tahun 2003 .
o Dan lain-lain
o Jumlah seluruh nya yang dituntut sebesar Rp. 143.656.000.-
Sidang di PHI mulai dilaksanakan, sidang pertama pada tanggal 16 Februari
2015
Tahap-tahap pengajuan gugatan sampai keluar putusan PHI .
Surat gugatan dari Penggugat
14 hari setelah sidang pertama tgl.3/1-2015
Replik (jawaban) Perkara Gugatan (tanggal 16 Februari 2015)

Penggugat memasukkan surat jawaban atas replik Tergugat


14 hari setelah sidang ke 3 tanggal 24-2-2015
Tergugat membuat Duplik (tanggal 12 Maret 2015)

Penggugat mengajukan saksi-saksi

Tergugat mengajukan saksi-saksi

Pembacaan Putusan Hakim (tanggal 29 April 2015)


14 hari kerja setelah Pembacaan
Putusan Hakim
Akta pernyataan Permohonan Kasasi ( tanggal 20 Mei 2015)

14 hari kelender setelah akte pernyataan


pemohon
Kasasi

Memori Kasasi (tanggal 1 Juni 2015)

Pututsan Makamah Agung No.734 K/Pdt.Sus-PHI/2015 ( tanggal 16 Maret


2016)
Menolak Kasasi Penggugat sehingga yang mempunyai kekuatan hukum adalah
yang menunjuk pada putusan PHI. Putusan Hakim Pengadilan Hubungan
Industrial pada tanggal 29 April 2015 :
 Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian
 Menetapkan status Penggugat sebagai PKWTT dengan system upah harian sejak
Januari 2011.
 Menghukum tergugat untuk membayar upah selama cuti melahirkan sebesar Rp
4.168.350.-
 Memerintahkan tergugat untuk memanggil Penggugat bekerja kembali dalam
tenggang waktu 1(satu) bulan setelah putusan ini berkekuatan hokum tetap.
 Membebankan biaya perkara kepada Negara.
 Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.

II. Analisa Kasus :


1. Perusahaan ini bukan perusahaan multiinternational , sehingga tidak merujuk pada
prinsip-prinsip OECD (Organisation for Economic Cooperation and
Development).
2. Karena perusahaan merupakan perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT)
maka merujuk ke aturan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007.
Di dalam Undang-undang tersebut di Bab V tentang Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan di pasal 74 disebutkan :
“Perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial
dan Lingkungan”.
PT.SD ini merupakan perusahaan perkebunan dan PKS , yang memakai media
tanah untuk tumbuhnya pohon kelapa sawit, secara tidak langsung perusahaan ini
melakukan kegiatan yang berkaitan dengan sumber daya alam, yang berarti wajib
melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (CSR)
Di dalam tulisan Ali Darwin, Ak, MSc (Ketua IAI Kompartemen Akuntansi dan
Manajemen) di dalam Jurnal EBAR edisi III September–Desember 2006
disebutkan bahwa:
Secara umum isu CSR (Corporate Social Responsibility) mencakup 5 (lima )
komponen pokok :
f. Hak Asasi Manusia (HAM)
Bagaimana perusahaan menyikapi masalah HAM dan strategi serta kebijakan apa
yang dilakukan oleh perusahaan untuk menghindari terjadinya pelanggaran HAM
di perusahaan yang bersangkutan .
g. Tenaga kerja (Buruh)
Bagaimana kondisi tenaga kerja di supply chain atau di pabrik milik sendiri mulai
dari soal sistem penggajian, kesejahteraan hari tua dan keselamatan kerja,
peningkatan keterampilan dan profesionalisme karyawan sampai pada soal
penggunaan tenaga kerja di bawah umur.
h. Lingkungan hidup
Bagaimana strategi dan kebijakan yang berhubungan dengan masalah lingkungan
hidup. Bagaimana perusahaan mengatasi dampak lingkungan atas produk atau
jasa mulai dari pengadaaan bahan baku sampai pada masalah buangan limbah,
serta dampak lingkungan yang diakibatkan oleh proses produksi dan distribusi
produk.
i. Sosial Masyarakat
Bagaimana strategi dan kebijakan dalam bidang sosial dan pengembangan
masyarakat setempat (community development) serta dampak operasi perusahaan
terhadap kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat.
j. Dampak Produk dan Jasa terhadap Pelanggan
Apa saja yang dilakuka oleh perusahaan untuk memastikan bahwa produk dan
jasa bebas dari dampak negatif seperti; menggangu kesehatan, mengancam
keamanan dan produk terlarang .
Dalam komponen CSR point b, persoalan sistem penggajian buruh perusahaan
belum sepenuhnya mengikuti undang-undang yang berlaku terutama Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor: KEP.100/MEN/VI/2004
tentang : Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Tertentu, di Bab V tentang
Perjanjian Kerja Harian atau Lepas di Pasal 10 :
Ayat 1: Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan
volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan
perjanjian kerja harian atau lepas
Ayat 2 : Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) dilakukan
dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu) hari
dalam 1 (satu) bulan.
Ayat 3 : Dalam hal pekerja /buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3
(tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah
menjadi PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu TIdak Tertentu).
Ulasan:
Di dalam istilah di kebun, PKWTT dalam arti buruh harian tetap (KHT). kalau
PKWT berarti buruh harian lepas (BHL/KHL). Ibu Zubaidah, dari tahun ibu itu
masuk kerja Tahun 2003 perusahaan mempekerjakan dengan lebih dari 21 hari
dalam 1 bulan , dan juga 3 bulan berturut-turut. Semestinya dengan kondisi
seperti itu, ibu Zubaidah sudah harus berstatus PKWTT (KHT) bukan berstatus
PKWT (BHL) lagi. Namun di dalam administrasi HRD perusahaan, ibu Zubaidah
masih berstatus BHL sampai awal Tahun 2014, masalah ini meledak hanya karena
ibu itu disuruh keluar dari barisan waktu apel pagi, karena dia sudah dimutasikan
ke Divisi I di dalam perusahaan juga. Sebenarnya masalah mutasi dalam
perusahaan adalah hal yang wajar dan wajib dilakukan. Namun karena adanya
perlakukan yang tidak adil kepada buruh, maka buruh merasa tidak dilindung
dengan undang-undang yang berlaku. Buruh melakukan pemberontakan dengan
berbagai tingkah laku yang menekan perusahaan sampai melaporkan ke Disnaker
Siak.
Masalah ini selesai dengan dikeluarkannya keputusan Pengadilan Hubungan
Industrial ( PHI ) di bulan April 2015 dan keputusan MA pada di bulan Maret
tahun 2016 yang mempunyai kekuatan hukum ( inkra ) di mana ibu Zubaidah
diputuskan sebagai karyawan Harian Tetap, dan perusahaan harus membayar
gajinya selama cuti melahirkan dari bulan Okt-Des 2012. Pada mulanya
perusahaan tidak membayarkan gajinya selama cuti melahirkan berhubung
statunya menurut perusahaan adalah BHL yang no work no pay, tetapi pihak PHI
menetapakan sebagai KHT karena dahulu unsur lebih dari 21 hari dan 3 bulan
berturut –turut terpenuhi , maka harus diangkat sebagai KHT secara otomatis.
3. KNKG (Komite Nasional Kebijakan Governance) tentang Pedoman Umum
Good Corporate Governance Indonesia tahun 2006 Bab VI : Pemangku
Kepentingan
Disebutkan bahwa:
Pemangku Kepentingan selain pemegang saham adalah mereka yang memiliki
kepentingan terhadap perusahaan dan mereka yang terpengaruh secara langsung
oleh keputusan strategis dan operasional perusahaan, yang antara lain terdiri dari
karyawan, mitra bisnis dan masyarakat terutama sekitar tempat usaha perusahaan.
Pemangku Kepentingan :
Pemangku Kepentingan di -mapping dari GCG :

Visi,misi, Nilai Pemangku


Perusahaan kepentingan

Pemegang saham
dituangkan
Transparancy Kreditor
di dalam

GCG
hubungan Konsumen

Responsibility Supplier
memp hub dgn CSR
Masyarakat

Peraturan Pemerintah
Accountibility Perusahaa
n & SKD Undang- Karyawan
undang
Pemangku
Tenaga
Indenpendenc kepentingan lainnya
kerja
y
Kode Etik
Fairness
(code of
conduct)

Catatan:
Prinsip responsibility mempunyai hubungan yang dekat dengan CSR yang
memberikan pendekatan yang lebih terhadap stakeholder (stakeholder–driven
concept). Prinsip lain lebih fokus pada shareholder-driven concept. CSR
merupakan suatu konsep bahwa organisasi khususnya perusahaan memiliki
tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan
lingkungan. Menerapkan CSR dengan benar berarti juga memenuhi prinsip
responsibility yang diusungkan GCG.
Karyawan: Pedoman Pokok Pelaksanaannya menurut KNKG
1.1.2. Penetapan besarnya gaji, keikutsertaan dalam pelatihan, penetapan jenjang karir
dan penentuan persyaratan kerja lainnya harus dilakukan secara objektif, tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik seseorang,
atau keadaaan khusus lainnya yang dilindungi oleh peraturan perundang-
undangan.
1.1.3. Perusahaan harus memiliki peraturan tertulis yang mengatur dengan jelas
pola rekrutmen serta hak dan kewajiban karyawan.
Di dalam PT.SD terdapat peraturan tertulis baik berupa Surat Keputusan Direksi
(SKD) maupun berupa Peraturan Perusahaan yang telah disyahkan oleh Dinas
Tenaga Kerja setempat.
Contoh SKD (Surat Keputusan Direksi )
Surat Keputusan Direksi No. 050/HRD-WIP/SE-XI/2008 tentang Fsiltas Pemanen
antara lain:
Contoh Peraturan Perusahaan
PASAL 4
STATUS KARYAWAN
1. Karyawan Tetap
Adalah Karyawan yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan dari Pimpinan PT.
S D untuk dipekerjakan dan terikat hubungan kerja dengan Perusahaan.
2. Karyawan Harian
Adalah Karyawan yang diterima bekerja untuk melaksanakan pekerjaan yang
bersifat umum dan rutin di mana gaji / upah dibayarkan untuk 30 hari dalam
sebulan dan berlaku ketentuan normal sebagai berikut :
a. Jumlah / nilai gaji / Upah minimal sesuai ketentuan UMSP
b. Jika tidak bekerja di hari kerja resmi tanpa ijin dianggap mangkir dan
di hari mangkir tersebut gaji / upah tidak dibayarkan dan secara otomatis gaji /
upah di hari Minggunya pun tidak dibayarkan.

3. Karyawan Bulanan
Adalah Karyawan yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Pengangkatan sebagai
Karyawan Bulanan.
4. Karyawan Perjanjian Kerja
Adalah Karyawan yang mengadakan Hubungan Kerja dengan Perusahaan dalam
jangka waktu tertentu dan / atau pekerjaan tertentu selama 2 ( dua ) tahun serta
dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali perpanjangan paling lama 1 (satu) tahun,
total keseluruhan paling lama 3 (tiga) tahun dengan berdasar pada
Kepmenakertrans No. KEP.100/MEN/VI/2004
PASAL 16
KOMPONEN UPAH
Upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan lain yang bersifat tetap dan tidak
tetap.
1. Upah pokok adalah imbalan dasar yang dibayarkan kepada Pekerja/Buruh
menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan
kesepakatan
2. Tunjangan Tetap adalah pembayaran kepada Pekerja/Buruh yang dilakukan secara
teratur dan tidak dikaitkan dengan kehadiran Pekerja/Buruh atau pencapaian
prestasi kerja tertentu.
3. Tunjangan Tidak Tetap adalah suatu pembayaran yang secara langsung atau tidak
langsung berkaitan dengan Pekerja/Buruh, yang diberikan secara tidak tetap untuk
Pekerja/Buruh dan keluarganya serta dibayarkan menurut satuan waktu yang tidak
sama dengan waktu pembayaran Upah pokok, seperti tunjangan transport dan/atau
tunjangan makan yang didasarkan pada kehadiran.
4. Komponen upah untuk setiap Karyawan dapat berbeda, tergantung pada
golongan, jenis pekerjaan dan sistem penggajian yang berlaku bagi Karyawan
yang bersangkutan.

PASAL 17
SISTEM DASAR PENETAPAN UPAH / GAJI & PPh
1. Perusahaan akan melakukan peninjauan atas tingkat gaji/upah dengan
memperhatikan :
a. Hasil penilaian kondite, masa kerja, loyalitas, dedikasi karyawan.
b. Kemampuan likuiditas perusahaan
c. Kenaikan Indeks Harga Konsumen
d. Ketetapan pemerintah tentang Upah Minimum Regional/Propinsi
2. Sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, pajak penghasilan
ditanggung oleh karyawan yang pelaksanaannya dipotong langsung dari upah
yang dilakukan oleh Perusahaan untuk kemudian disetorkan ke Kantor Kas
Negara, sesuai ketentuan.
3. Pemotongan gaji karyawan pada dasarnya dapat dilakukan untuk hal-hal
sebagai berikut :
a. Hutang karyawan pada perusahaan.
b. Iuran BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan yang menjadi tanggung
jawab karyawan.
c. Tidak masuk kerja atau mangkir.
d. Ganti kerugian.
e. PPh Pasal 21
ULASAN :
PT.SD sudah mempunyai SKD (Surat Keputusan Direksi) dan PP
(Peraturan Perusahaan) yang mengatur mengenai hak-hak dan kewajiban
karyawan.
Salah satu hak karyawan ialah menerima upah yang wajar , di mana di dalam
SKD telah ditetapkan bahwa bila dalam keadaan low production dan sudah
diberikan pekerjaan tambahan, upah tidak juga mencapai upah minimum , maka
perusahaan penuhi sampai upah minimum .
Jika pemanen yang minimal bekerja secara terus menerus selama 3 (tiga)
bulan berturut-turut dan mempunyai produktifitas yang sesuai dengan standar
perusahaan dapat diangkat sebagai Karyawan Tetap. Inilah pengertian dan
pemahaman manajemen ke bawah bahwa tenaga perawatan seperti ibu Zubaidah,
walaupun telah bekerja secara terus menerus selama 3 (tiga) bulan berturut–turut
tidak diangkat menjadi karyawan tetap karena yang diaturkan hanya karyawan
pemanen.
Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia tahun 2006 Bab
VI yang diusungkan KNKG: mengenai Pemangku Kepentingan, telah dilanggar
terutama stakeholder yang berupa tanggungjawab terhadap karyawan.

KESIMPULAN:
1. Perusahaan PT.SD sebagai organisasi bisnis, mempunyai tanggung jawab
terhadap pemangku kepentingan yang terkait dengan perusahaan.
2. Pemangku kepentingan yang paling dekat dengan perusahaan dan sehari-hari
bekerja untuk mencapai nilai dari perusahaan, adalah karyawan. Karena itu
perusahaan harus mempunyai aturan tertulis mengenai penetapan karyawan
sebagai PKWTT (KHT) atau PKWT (KHL/BHL).
3. Perusahaan sudah mempunyai aturan tertulis mengenai sistem pengupahan,
penetapan status karyawan, dan fasilitas untuk kesejahteraan karyawan, Namun
aturan tertulis yang sudah ada tidak mengatur secara menyeluruh dan lebih
terperinci sehingga pemahamannya sampai manejemen ke bawah, berbeda-beda.
4. Di dalam kasus ini , perusahaan telah melanggar :
a) Aturan dari Pemerintah mengenai UU No. 40 Tahun 2007 Pasal 74:
“Perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan”.
b) Melanggar aturan dari pemerintah khususnya Keputusan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi RI Nomor : KEP.100/MEN/VI/2004 tentang: Ketentuan
Pelaksanaan Perjanjian Kerja Tertentu, di Bab V tentang Perjanjian Kerja Harian
atau Lepas di Pasal 10:
Ayat 1: Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan
volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran , dapat dilakukan dengan
perjanjian kerja harian atau lepas
Ayat 2: Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) dilakukan
dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu) hari
dalam 1 (satu) bulan.
Ayat 3: Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3
(tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah
menjadi PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu TIdak Tertentu).
c) Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia tahun 2006 Bab VI:
Pemangku kepentingan yang diusungkan KNKG, yaitu Pedoman Pokok
Pelaksanaannya menurut KNKG mengenai karyawan.
5. Perusahaan PT.SD harus lebih mengfokuskan masalah tanggungjawab terhadap
karyawan terutama pengaturan yang lebih jelas mengenai karyawan
PKWTT(KHT) dan PKWT (KHL/BHL) terhadap pekerjaannya apa saja yang
bisa ditetapkan sebagai PKWTT atau PKWT, termasuk syarat-syarat yang harus
dipenuhi masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA

Kebijakan Perusahaan tentang Kode etik Perusahaan (Code of Conduct/CoC) Nomor :


003/DIR-KP/IV/2016 tertanggal 20 April 2016.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : KEP.100/MEN/VI/2004


tertanggal 21 Juli 2004

Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), 2006, Pedoman Umum Good


Corporate Indonesia.

OECD, 2015, G20/OECD Principles of Corporate Governance.

Peraturan Perusahaan PT.SD

Putusan Mahkamah Agung Nomor : 734 K/pdt.Sus-PHI/2015 tertanggal 16 Maret 2016.

Putusan Pengadilan Hubungan Industrial No.1/pdt-sus-PHI/2015/PN.pbr tertanggal 13


Mei 2015

Surat Anjuran Dari Disnaker Siak No. 565/Disosnakertrans/VIII/2014/78 tertanggal 18


Agustus 2014

Surat Keputusan Direksi PR.SD Nomor : 050/HRD-WIP/SK-XI/2008 Tertanggal 20


November 2008.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Zarkasyi, Wahyudin, 2008, Good Corporate Governance pada Badan Usaha


Manufaktur, Perbankan, dan Jasa Keuangan Lainnya. Bandung: Penerbit
Alfabeta.
https://www.mongabay.co.id/2017/05/31/antara-ribuan-izin-dan-ratusan-lubang-
tambang-batubara-kaltim-minim-pengawas/
https://www.mongabay.co.id/2018/09/25/buang-limbah-cair-ke-sungai-deli-perusahaan-
ini-disegel-klhk/

Anda mungkin juga menyukai