Anda di halaman 1dari 10

Abstrak

Corporate Social Responbility merupakan suatu konsep bahwa organisasi khususnya


perusahaan memiliki tanggungjawab terhadap pemegang saham, karyawan, konsumen,
masyarakat dan lingkungan yang berkaitan dengan operasional perusahaan. CSR
berhubungan erat dengan pembangunan berkelanjutan, di mana terdapat argumentasi bahwa
suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus berdasarkan keputusannya tidak
hanya berdasarkan faktor hukum maupun keuangan belaka melainkan harus berdasarkan pada
moral dan konsekuensi sosial serta lingkungan untuk saat ini maupun untuk yang akan
datang. tulisan ini akan mencoba menganalisis dan mencermati tanggung jawab perusahaan
secara sosial berdasarkan kerangka teoritik yang ada. Adapun perusahaan yang menjadi acuan
dalam tulisan ini adalah PT. Letawa di Mamuju Utara, Sulawesi Barat. Analisis pada program
CSR PT. Letawa ini mengacu pada laporan tahunan dan sumber-sumber berita terkait.
Pendahuluan
Perusahaan yang ingin berkembang tentu tidak dapat menerapkan kebijakan yang
sama untuk berbagai aktivitas. Perusahaan harus peka terhadap perubahan pesat dan dinamis
yang terjadi di lingkungan tempat perusahaan tersebut beroperasi. Perusahaan saat ini tidak
lagi bisa melakukan monopoli atas usaha tertentu dikarenakan kebijakan deregulasi yang
ditetapkan pemerintah menumbuhkan iklim usaha dimana perusahaan dari berbagai sektor
dapat bersaing secara sehat. Lebih jauh, era globalisasi yang mengarah pada liberalisasi
perdagangan menuntut perusahaan untuk menerapkan strategi terbaik dalam memenangkan
persaingan bisnis.
Keberadaan perusahaan tidak bisa lepas dari publik yang ada di lingkungan
operasional perusahaan. Perusahaan harus menyadari bahwa mereka tidak bisa hanya
mengejar keuntungan semata, tapi juga aktivitas yang dijalankan perusahaan sedikit banyak
akan membawa konsekuensi sosial bagi publik. Oleh karena itu ada tuntutan moral bagi pihak
perusahaan untuk memperhatikan kepentingan publik. Perusahaan yang tidak mampu
mencermati lingkungan sosialnya cenderung bersifat tertutup dan akan mengalami kesulitan
ketika publik akhirnya melontarkan isu-isu yang menyudutkan perusahaan. Sedangkan
perusahaan yang mampu mencermati berbagai kepentingan dan perubahan dalam lingkungan
sosialnya, akan lebih siap ketika perusahaan harus menghadapi isu dan tuntutan publik.
Seiring dengan perkembangan gerakan peduli lingkungan dan publik yang semakin
kritis, perusahaan saat ini dituntut untuk memberikan tanggung jawab yang lebih besar atas

dampak kegiatan mereka terhadap sosial dan lingkungan. Hal yang perlu menjadi perhatian
pihak perusahaan adalah bagaimana mengelola berbagai sumber daya yang dimiliki agar bisa
dioptimalkan dalam mencapai visi perusahaan, juga mempertimbangkan perubahan yang
terjadi di lingkungan perusahaan yang diakibatkan oleh semakin meningkatnya tuntutan
publik. Kenyataan inilah yang memunculkan konsep tanggung jawab sosial perusahaan
(Corporate Social Responsibility).
Pemahaman konsep tanggung sosial yang ideal sesungguhnya adalah bagaimana
konsep ini dilihat sebagai suatu kebijakan perusahaan yang menyeluruh dimana programprogram dan pelaksanaannya terintegrasi di dalan setiap proses pengambilan keputusan
didalam perusahaan. Implikasi dari kebijakan ini adalah kebijakan tanggung jawab sosial
akan terlaksana dimanapun perusahaan beroperasi. Menurut Basya (dalam Adinur et al.,
2004:10), tanggung jawab sosial berhubungan erat dengan ukuran perusahaan, sektor bisnis,
termasuk juga besaran regional dan demografi perusahaan. Cakupan dari tanggung jawab
sosial meliputi isu-isu yang berhubungan dengan lingkungan hidup, etika bisnis, investasi
pengembangan masyarakat, lingkungan kerja, tata laksana perusahaan yang baik
(governence), hak asasi manusia, dan tentunya produk. Berdasarkan pemahaman tersebut
maka tulisan ini akan mencoba menganalisis dan mencermati tanggung jawab perusahaan
secara sosial berdasarkan kerangka teoritik yang ada. Adapun perusahaan yang menjadi acuan
dalam tulisan ini adalah PT. Letawa di Mamuju Utara, Sulawesi Barat.
CSR merupakan salah satu bukti bahwa perusahaan tidak hanya berorientasi pada
kepentingan shareholders dalam kegiatan usahanya, namun juga berorientasi pada
kepentingan stakeholders. Oleh karena itu stakeholders membutuhkan informasi terkait
agenda CSR yang dilakukan perusahaan. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui laporan
tahunan (annual report) yang dikeluarkan oleh perusahaan. Laporan tahunan memberikan
gambaran tentang kinerja perusahaan secara komprehensif baik mengenai informasi
keuangan maupun informasi non keuangan yang perlu diketahui oleh bukan hanya
shareholders, namun juga oleh para stakeholders, atau bahkan oleh publik. Oleh karena itu,
pengungkapan informasi yang dilakukan perusahaan di dalam laporan tahunan akan menjadi
salah satu acuan untuk bahan penilaian publik terhadap kegiatan CSR perusahaan. Atas dasar
tersebut maka analisis pada program CSR PT. Letawa ini mengacu pada laporan tahunan dan
sumber-sumber berita terkait.

Kerangka Teori
Teori pemangku kepentingan (Stakeholders theory) pertama kali diperkenalkan oleh
Freeman (1984), yang menyatakan bahwa perusahaan adalah organ yang berhubungan
dengan pihak lain yang berkepentingan, baik yang ada di dalam maupun di luar perusahaan.
Penjelasan yang lain tentang teori pemangku kepentingan mengatakan bahwa, perusahaan
bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus
memberikan manfaat bagi pemangku kepentingannya. Stakeholders merupakan individu
ataupun sekelompok manusia baik yang secara keseluruhan maupun secara parsial memiliki
hubungan serta kepentingan terhadap perusahaan. Individu, kelompok, maupun komunitas
dan masyarakat dapat dikatakan sebagai stakeholders jika memiliki karakteristik seperti
mempunyai kekuasaan, legitimasi, dan kepentingan terhadap perusahaan (Budimanta, Dkk,
2008).
Dalam hal ini peran stakeholders dikaitkan dalam peran yang dilakukan oleh
pemerintah dan masyarakat yang akan mendukung perusahaan untuk mengikuti peraturan dan
terselenggaranya tanggungjawab sosial sebagai etika bisnis, sehingga akan benar-benar
bertanggung jawab bahkan lebih dari yang telah diharapkan. Jika diibaratkan dalam
kehidupan masyarakat, CSR adalah hajatannya perusahaan. Oleh karena itu Perusahaan harus
membuka diri dan menyosialisasikan kegiatan CSR sehingga memungkinkan pihak lain
untuk membantu menyukseskan program CSR.
Carroll berpendapat bahwa CSR mencakup empat kategori tanggung jawab sosial:
ekonomi, hukum, etika, dan filantropis. Tanggung jawab ekonomi mencerminkan keyakinan
bahwa perusahaan memiliki kewajiban untuk memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan
dan diinginkan konsumen secara menguntungkan. Tanggung jawab hukum menunjukkan
bahwa perusahaan diharapkan untuk mengejar tanggung jawab ekonomi dalam batas-batas
hukum tertulis. Tanggung jawab etis dan filantropis mencakup tanggung jawab yang lebih
umum untuk melakukan apa yang benar dan menghindari resiko sosial. Keempat kategori
tanggung jawab sosial perusahaan versi Carroll tersebut, digambarkan sebagai sebuah
piramida, di mana tanggung jawab ekonomi adalah fondasi dari semua tanggung jawab lain
yang terkait dan saling bersinergi. Meskipun demikian, perusahaan diharapkan untuk
memenuhi empat tanggungjawab sosial secara bersamaan. Satu pertimbangan penting
mengenai perspektif ini yang bertentangan dengan kepercayaan umum bahwa tanggung

jawab ekonomi terkait dengan apa yang perusahaan lakukan untuk diri mereka sendiri, dan
tanggung jawab lain terkait dengan apa yang mereka lakukan untuk orang lain. Carroll
mengkalisifikasi tanggung jawab sosial perusahaan atas empat kategori (Branco & Rodrigues
2007), yaitu :
1. Tanggung jawab ekonomi: menguntungkan bagi pemegang saham, menyediakan
pekerjaan yang baik bagi karyawan, menghasilkan produk berkualitas bagi pelanggan.
2. Tanggung jawab hukum: mematuhi hukum dan berusaha sesuai dengan aturan.
3. Tanggung jawab etis: melakukan bisnis secara bermoral, melakukan apa yang benar
dan adil, dan menghindari bahaya.
4. Tanggung jawab filantropis: memberikan kontribusi sukarela kepada masyarakat,
memberikan waktu dan uang untuk melakukan pekerjaan yang baik.
Program CSR PT. Letawa
PT. Letawa merupakan anak perusahaan dari PT. Astra Agro Lestari yang memiliki
bidang usaha sebagai produsen minyak kelapa sawit di Sulawesi Barat sejak tahun 1995.
Definisi CSR PT. Letawa merupakan suatu komitmen usaha perusahaan yang didesain untuk
membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya atau memecahkan permasalahan yang
dihadapinya dengan menggerakan inisiatif dan potensi masyarakat itu sendiri dengan tujuan
kemandirian dan tidak tergantung pada pihak lain. CSR PT. Letawa dilakukan dengan
berdasarkan pada amanah Undang-Undang no. 40 tahun 2007 pasal 74 Bab V tentang
Perseroan Terbatas, serta untuk mencapai kepercayaan (trust building) antara masyarakat dan
perusahaan. PT. Letawa pada tahun 2015 mengambil bagian dalam pengharagaan program
PROPER pada peringkat PROPER Hijau. Peringkat Hijau dalam PROPER merupakan
pengakuan dari Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya bahwa perusahaan telah
melaksanakan tata kelola lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan di dalam UndangUndang atau peraturan laiinnya.
Konsep tentang CSR muncul ketika kesadaran akan sustainbility jangka panjang
perusahaan lebih penting dibandingkan profitability. Pada dasarnya pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan bertujuan untuk memperlihatkan kepada masyarakat tentang
aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan dan pengaruhnya kepada masyarakat. Di
Indonesia CSR diatur dalam UU No. 40 Pasal 74 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
(UUPT). Pada ayat 1 UUPT tersebut menyatakan bahwa perseroan menjalankan kegiatan
usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, wajib melaksanakan
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Atas dasar tersebut PT. Letawa melaksanakan CSR

dengan memprioritaskan empat bidang yang didasari melalui visinya Kemandirian


Masyarakat dan Tidak Bergantung Pada Pihak Lain, beberapa program CSR yang
diimplementasikan pada daerah ring I sampai III. yaitu:
1. Pendidikan
Bidang pendidikan dilakukan dengan mendirikan dan mengelola sekolah di dalam
kebun yang menampung siswa dari kalangan karyawan maupun masyarakat sekitar.
Sampai pada tahun 2015 perusahaan telah membangun dan mengelola 2 sekolah
swasta (SD dan SMP). Selain sekolah formal yang didirikan, perusahaan juga
memiliki Tempat Pengasuhan Anak (TPA) yang dikhususkan untuk mengasuh anakanak usia pra sekolah, khususnya anak karyawan PT.Letawa. Perusahaan juga
memberikan bantuan kepada sekolah-sekolah negeri di bawah naungan pemerintah
dan swasta yang berada di luar kebun, bantuan-bantuan yang diberikan berupa
beasiswa bagi para pelajar untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi,
peningkatan kompetensi guru melalui penyelenggaraan pelatihan, serta melakukan
bantuan pengembangan fasilitas sekolah (infrastruktur).
2. Kesehatan
Bidang kesehatan yang dilakukan perusahaan merupakan kegiatan yang didasari dari
program pemerintah yaitu melanjutkan pelaksanaan program revitalisasi Pos
Pelayanan Terpadu (Posyandu), dengan titik layanan Posyandu yang berada di dalam
perkebunan maupun Posyandu di desa-desa sekitar perkebunan.Kegiatan Posyandu
dilakukan dalam jangka waktu satu kali dalam sebulan, kegiatan yang dilakukan
berupa pelayanan kesehatan bagi para ibu hamil, balita, dan pelayanan Keluarga
Berencana
3. Ekonomi
Bidang ekonomi diwujudkan melalui kesempatan kerja, pemberian modal usaha,
pembinaan usaha, dan pendampingan. Kegiatan dalam bidang ekonomi yang
dilakukan oleh perusahaan merupakan pola kemitraan dengan membeli berbagai
kebutuhan perusahaan dari masyarakat selaku pemasok lokal, kebutuhan-kebutuhan
tersebut meliputi: bahan baku (tandan buah segar kelapa sawit), peralatan dan
perlengkapan kerja, suku cadang, beras, jasa angkutan tandan buah segar kelapa
sawit, dan jasa layanan kesehatan yang bekerja sama dengan rumah sakit daerah

setempat. Beberapa pola kemitraan yang dilalakukan, seperti pelaksanaan


pembangunan perkebunan dengan menggunakan perkebunan perusahaan sebagai inti
yang membantu dan mendampingi perkebunan milik rakyat, bantuan kemitraan ini
berupa, pinjaman bibit, pinjaman pupuk dan pestisida, pinjaman modal kerja,
penyuluhan dan bimbingan teknis. Pola kemitraan melalui kredit koperasi, dimana
perusahaan memberikan fasilitas kredit pada koperasi untuk para anggotanya. Pola
kemitraan selanjutnya dilakukan melalui swadaya, di mana masyarakat secara
swadaya membangun kebun miliknya sendiri kemudian hasilnya dipasok ke industri
pengolahan hasil perkebunan milik perusahaan, bantuan yang diberikan dalam
kemitraan ini berupa, pinjaman pupuk dan pestisida, pinjaman modal kerja, dan
penyuluhan dan bimbingan teknis.
4. Lingkungan
Bidang lingkungan dilakukan melalui perencanaan tata ruang untuk area konservasi,
pengembangan perangkat infrastruktur, pengelolaan spesies dan habitat, serta
pendidikan konservasi dan partisipasi masyarakat sekitar. Perusahaan juga melakukan
kemitraan dalam konservasi satwa terancampunah, restorasi ekosistem untuk
memperbaiki dan mengembalikan fungsi-fungsi ekologis, penyelamatan spesies
tumbuhan yang terancam punah, serta melaksanakan mitigasi gas rumah kaca.Dalam
mengembangkan keanekaragaman hayati, ada lima tahap yang dikembangkan oleh
perusahaan, yaitu: 1) identifikasi status keanekaragaman hayati, 2) perencanaan tata
ruang untuk area konservasi, 3) pengembangan perangkat dan infrastruktur, 4)
pengelolaan spesies dan habitat, serta 5) pendidikan konservasi dan partisipasi
masyarakat sekitar. Dalam bidang lingkungan, perusahaan juga menerapkan kebijakan
pelarangan pembakaran dalam operasional perkebunan, misalnya untuk keperluan
penyiapan lahan (zero burning) sebagai upaya mengurangi emisi.
Analisis Program CSR PT. Letawa
Perencanaan (planning) merupakan input awal kegiatan penetapan dari berbagai hasil
akhir yang ingin dicapai oleh perusahaan yang meliputi kebijakan, prosedur, anggaran,
sampai pada iplementasi program CSR yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Perumusan
tujuan CSR oleh perusahaan sangat bergantung kepada hasil analisis perusahaan terhadap
lingkungan internal maupun eksternal perusahaan. Berdasarkan hasil need assesment

perusahaan dapat merumuskan tujuan CSR perusahaan dengan berbagai strategi alternatif
yang dapat ditempuh perusahaan.
Jika dilihat dari motif yang dimiliki oleh PT. Letawa dalam penyusunan program
CSRnya, dapat dikatakan bahwa motif yang dimiliki adalah obay the law atau motif yang
berdasar pada hukum yang berlaku saja, argumen ini berdasar pada kerangka teori tiga
intervensi dalam pelaksanaan CSR yang diketahui, yaitu 1) bantuan langsung, 2)
memfasilitasi, 3) pengembangan. Dilihat dari tipe program CSR PT. Letawa, masih berada
pada intervensi memfasilitasi. Hal ini terklarifikasi pada laporan program CSR PT. Letawa,
perumusan kebijakan yang dilakukan PT. Letawa terhadap strategi CSRnya bersifat top down,
dalam hal ini analisis sosial tidak digunakan oleh perusahaan khususnya dalam penilaian
kebutuhan masyarakat. Tidak digunakannya need assesment, dalam arti analisis yang
dilakukan perusahaan bukan berdasar pada kebutuhan masyrakat, namun pada keinginan.
Penentuan program CSR ini terwujud pada ukuran keberhasilan yang tertuang pada laporan
tahunan PT. Letawa, tolak ukur keberhasilan yang ditampilkan adalah pada jumlah-jumlah
infrastuktur, dan jumlah program yang terselenggara. Artinya, ukuran yang digunakan oleh
PT. Letawa bukanlah outcome yang memiliki unsur keberlangsungan, melainkan output yang
terbilang masih berada jauh dari ukuran keberdayaan masyarakat, namun lebih pada unsur
prestisius.
Argumen di atas dapat terklarifikasi dari bentuk program CSR pada bidang ekonomi
yang dilakukan PT. Letawa. Program CSR yang dilakukan merupakan pola kemitraan dengan
skema pemberian bantuan fasilitas berupa dana dan bibit unggul untuk para petani, di mana
pada hasil kebun yang telah dikelola oleh masyrakat tersebut akan dipasok pada perusahaan.
Dalam hal ini perusahaan mencoba mengitegrasikan sejauh mungkin pelaksanaan program
CSR yang mereka lakukan dengan strategi perusahaan atau program CSR yang dilaksanakan
untuk dapat memiliki keterkaitan dengan rantai pemasok perusahaan. Contohnya seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya, pada bidang ekonomi yang dilakukan oleh PT. Letawa membina
para petani kelapa sawit yang hasil panennya kelak dibeli oleh perusahaan.
Dari skema seperti ini, program CSR yang dilakukan PT. Letawa berada pada
intervensi memfasilitasi potensi masyarakat yang dapat memiliki imbas positif bagi
perusahaan. Pada sisi lain kemauan perusahaan dalam merumuskan program CSR kepada
masyarakat sekitar dapat dikatakan hanya mengutamakan pada sektor-sektor yang dianggap
strategis oleh perusahaan, namun kondisi seperti ini terlihat membuat masyarakat berada

dalam kondisi ketergantungan pada perusahaan dalam aspek kapital. Oleh karenanya
masyarakat yang meneriman bantuan dalam bidang ekonomi pada akhirnya menjadi
tergantung pada perusahaan. Mengingat bahwa usia keberadaan perusahaan belum tentu bisa
lebih lama dari keberadaan masyarakat sekitar, hal seperti ini dapat menjadi potensi masalah
ketika perusahaan tidak lagi beroperasi. Maka dari itu, paradigma yang digunakan dalam
merumuskan program CSR seperti ini dapat mengikis makna dari visi yang telah dicanangkan
perusahaan, dimana aspek kemandirian masyarakat yang menjadi tujuan dari program
tersebut tidak dapat tercapai.
Dari hal ini bisa disinyalir bahwa bagi perusahaan untuk melaksanakan seluruh
tuntutan regulasi yang berlaku di negeri ini saja bisa dipandang sebagai tanda telah
berkegiatan CSR, namun sesungguhnya bahwa mematuhi regulasi hanyalah bentuk minimal
dari CSR, seperti yang terwujud pada kategori peringkat PROPER. ISO 26000:2010 juga
menegaskan bahwa mematuhi regulasi hanyalah 1 dari sekian prinsip tanggung jawab sosial,
sementara di atas itu masih banyak aspek yang berkaitan dengan CSR, seperti HAM,
kepentingan stakeholders, dan norma-norma yang berlaku pada tingkat internasional.
Dilihat dari keterlibatan stakeholders dalam program CSR PT. Letawa dengan
menggunakan penjelasan mengenai stakeholders sebelumnya, pemerintah bisa saja dikatakan
sebagai stakeholders yang memiliki kekuasaan dan legitimasi bagi perusahaan serta
pemerintah mempunyai kepentingan atas aktivitas PT. Letawa dan keberadaannya yang
sebagai salah satu elemen sistem sosial. Oleh kerena itu, PT. Letawa tidak bisa mengabaikan
eksistensi pemerintah dalam melakukan operasinya. Terdapatnya birokrasi yang mengatur
jalannya perusahaan dalam sebuah negara yang harus ditaati oleh perusahaan melalui
kepatuhan terhadap peraturan pemerintah menjadikan terciptanya sebuah hubungan antara
perusahaan dengan pemerintah.
Jika ditinjau menggunakan perspektif Stakeholders maka dalam hal ini pihak-pihak
yang ada dalam cakupan program CSR PT. Letawa adalah pemerintah. Pihak tersebut dapat
mengendalikan atau memiliki kemampuan untuk mempengaruhi pemakaian sumber-sumber
ekonomi yang digunakan perusahaan, pihak-pihak yang ada ini juga mampu mempengaruhi
atau dipengaruhi oleh berbagai keputusan, kebijakan maupun operasi perusahaan. Oleh
karena itu, program tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh PT. Letawa merupakan
program yang dilakukan dalam upaya menjalin jejaring kerjasama dan kemitraan dengan
pemerintah.

Zaim Saidi dalam buku Corporate Social Responsibility Komitmen untuk


Pemberdayaan Masyarakat menjelaskan bahwa pada umumnya kegiatan dalam program
CSR dapat digolongkan menjadi tiga: charity/sponsorship, pembangunan infrastruktur, dan
pemberdayaan masyarakat1. Dilihat dari peran pemerintah sebagai pihak pembuat regulasi,
berbagai program yang dilaksanakan oleh PT. Letawa tampak seperti mengambil alih tugas
dan fungsi pemerintah seperti contohnya dalam bidang Kesehatan dan Pendidikan,
perusahaan seolah hanya meneruskan program pemerintah melalui keberadaan Posyandu dan
di sisi lain pemerintah memanfaatkan sumber ekonomi perusahaan sebagai pendukung dalam
agenda pembangunan infrasturktur sekolah. Namun, bila dilihat secara komprehensif, wajar
jika hal ini terjadi, melihat begitu besarnya cakupan masalah sosial yang ada. Dengan
demikian melihat program CSR yang dilakukan PT. Letawa sudah mencakup dari ketiga
golongan yang ada.
Kesimpulan
Berdasarkan dari analsiis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motif CSR PT. Letawa
berada pada kategori obay the law dan dalam perumusan kebijakan terhadap strategi program
CSRnya tidak menggunakan assesment secara tepat, dalam arti analisis yang dilakukan
perusahaan bukan berdasar pada kebutuhan masyarakat, namun hanya sebatas pada
keinginan. Hal ini terklarifikasi pada bentuk program CSR yang dilakukan PT. Letawa. Di
mana hanya mengutamakan pada sektor-sektor yang dianggap strategis oleh perusahaan,
kondisi seperti ini berpotensi membuat masyarakat berada dalam kondisi ketergantungan
pada perusahaan dalam aspek kapital.
Dalam menjalankan usahanya PT. Letawa berada pada koridor peraturan ataupun
kebijakan pemerintah yang telah dibentuk. Masyarakat sebagai pihak yang merasakan
dampak langsung dari kegiatan program CSR PT. Letawa dan juga sebagai target utama
pelaksanaannya. Sedangkan PT. Letawa dalam pelaksanaan program CSRnya selain sebagai
ketaatan terhadap regulasi, juga merupakan agenda dalam upaya peningkatkan image positif
perusahaan di mata masyarakat yang akhirnya dapat memperkuat brand equity perusahaan.
Maka dari itu, paradigma yang digunakan dalam merumuskan program CSR seperti ini dapat
mengikis makna dari visi yang telah dicanangkan perusahaan, dimana aspek kemandirian
masyarakat yang menjadi tujuan dari program tersebut tidak dapat tercapai.
1 Zaim Saidi, Corporate Social Responsibility: Komitmen Untuk Pemberdayaan
Masyarakat, Yogyakarta, 2012 Hal.142

DAFTAR PUSTAKA
Basya, Muslim. Corporate Social Responsibility. Dalam Adinur, Nurhuda, Wiryono, Erwin
Lebe & Irmulan Sati T. Perhumas Dalam Warna, 2004.
Branco, Manuel Castelo dan Lcia Lima Rodriguez, Positioning Stakeholder Theory within
the Debate on Corporate Social Responsibility, EJBO (Electronic Journal of Business Ethics
and Organization Studies), Vol. 12, No. 1 (5-15), 2007.
Budimanta, Arif, Dkk. Corporate Social Responsibility Alternatif bagi Pembangunan
Indonesia, Cetakan Kedua, Jakarta: ICSD, 2008.
Zaim, Saidi. Corporate Social Responsibility: Komitmen Untuk Pemberdayaan Masyarakat,
Yogyakarta, 2012.

Anda mungkin juga menyukai