RMK SAP 4
Disusun oleh:
KELOMPOK 1
PUTU RAYANA PRAYOGA (1881611050)
RUSDIAN EDY SYAHPUTRA (1881611060)
LESTARI SURYANINGSIH STEPANUS (1881611070)
NI WAYAN NOVA APSARI (1881611072)
Pemegang saham dan para pemangku kepentingan lainnya menaruh harapan besar terhadap bisnis,
direksi, eksekutif, dan akuntan profesional tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mereka
melakukannya. Pada saat yang sama, lingkungan tempat bisnis beroperasi semakin kompleks sehingga hal
tersebut menjadi tantangan etika bagi mereka. Jika mereka sampai melakukan tindakan yang melanggar
etika, maka hal tersebut dapat menimbulkan risiko yang besar dan akan berpengaruh buruk bagi reputasi
dan pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan. Jadi, sangat dibutuhkan sistem tata kelola
perusahaan yang menyediakan aturan serta akuntabilitas yang tepat untuk kepentingan pemegang saham
dan semua pemangku kepentingan lainnya.
A. Kerangka Tata Kelola dan Akuntabilitas Modern untuk Pemegang Saham dan Para
Pemangku Kepentingan Lainnya
1. Ekspektasi baru – kerangka baru untuk memperbaiki kredibilitas
Kasus pelanggaran etika yang berujung pada kegagalan bisnis, audit, dan tata kelola perusahaan
berskala besar seperti Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom telah mengakibatkan hilangnya
kepercayaan investor terhadap perusahaan-perusahaan di Amerika. Hal ini merupakan suatu
bencana besar di lingkungan bisnis, dan telah menjadi pemicu harapan baru dalam tata kelola dan
akuntabilitas perusahaan. Menyikapi hal tersebut, para politisi Amerika menciptakan kerangka
tata kelola dan akuntabilitas baru yang dikenal dengan Sarbanes-Oxley Act (SOX) yang bertujuan
untuk memulihkan kembali kepercayaan investor dan memfokuskan kembali tata kelola
perusahaan pada tanggung jawab direksi terhadap kewajiban fidusia mereka, yakni tanggung
jawab terhadap kepentingan pemegang saham dan para pemangku kepentingan lainnya.
2. Akuntabilitas kepada pemegang saham atau pemangku kepentingan?
Karena kepentingan stakeholder bisa secara potensial menimbulkan konflik dengan beberapa
kepentingan shareholder, banyak ketetapan yang secara formal memodifikasi ketetapan dimana
direktur perusahaan memasukkan kepentitangan stakeholders yang sesuai. Direktur diharapkan
untuk memeriksa trade-off antara shareholders dan stakeholders dan memilih satu diantara yang
lain atau solusi campuran. Untungnya, dalam jangka panjang perspektik share-holders seringkali
bertepatan dengan kepentingan stakeholders.
Berdasarkan realita dari tekanan stakehoder dan hasrat untuk mendapat dukungan stakeholders,
perusahaan menyadari bahwa mereka bertanggung jawab kepada stakeholder dan memerintahkan
dirinya untuk meminimkan resiko dan memaksimumkan peluang didalam kerangka kerja
akuntabilitas stakeholder. Secara de facto, perusahaan semakin menyadari bahwa mereka
bertanggungjawab kepada semua stakeholders
3. Tata kelola untuk akuntabilitas pemangku kepentingan secara umum
Shareholder, faktanya merupakan kelompok stakeholders dan mungkin merupakan dasar yang
berkelanjutan yang paling penting, tetapi mereka bukan lagi kelompok stakeholder yang hanya
kepentingannya mempengaruhi tindakan perusahaan. Dalam usaha untuk mengurangi reaksi
stakeholder yang menyakitkan dan meningkatkan peluang di masa depan, perusahaan harus
menilai bagaimana tindakan mereka berakibat pada kepentingan kelompok stakeholder mereka
yang penting. Hal ini yang menggarisbawahi perhatian dari penyaringan lingkungan dan isu
manajemen. Yang berubah adalah stakeholder impact analysis secara signifikan dibangun seperti
halnya alat yang dipekerjakan dalam menguji, meranking dan menaksir kepentingan stakeholder.
4. Mekanisme budaya etis dan kode etik
Nilai-nilai yang ingin direksi perusahaan tanamkan dalam rangka memotivasi keyakinan dan
tindakan personil perlu disampaikan dalam bentuk kode etik yang menyatakan nilai-nilai yang
dipilih, prinsip-prinsip yang mengalir dari nilai tersebut, dan setiap aturan yang harus diikuti
untuk memastikan bahwa nilai-nilai yang tepat dihormati. Kode etik adalah aturan-aturan etika
yang harus melihat budaya di tempat kerja.Dalam mekanisme petunjuknya harus memahami
ancaman-ancaman yang menghambat dalam pekerjaan seperti tidak memahami tugas-tugas yang
terkait dengan kepercayaan dan gagal mengidentifikasi risiko kelola.
D. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah instrumen yang menunjukkan apakah prinsip – prinsip pemerintahan,
hukum, keterbukaan, transparansi, keberpihakan dan kesamaan dihadapan hukum telah
dihargai atau tidak. Akuntabilitas juga hal yang penting untuk menjamin nilai – nilai secara
efisiensi, efektivitas, reabilitas dan prediktibiltas dari administrasi publik. Dalam peran
kepemimpinan, akuntabilitas dapat merupakan pengetahuan dan adanya pertanggungjawaban
terhadap tiap tindakan, produk, keputusan dan kebijakan termasuk pula di dalamnya
administrasi publik pemerintahanm dan pelaksanaan dalam lingkup peran atau posisi kerja
yang mencakup di dalamnya mempunyai suatu kewajiban untuk melaporkan, menjelaskan
dan dapat dipertanyakan bagi tiap – tiap konsekuensi yang sudah dihasilkan.
F. Ancaman Terhadap Upaya Penerapan Tata Kelola yang Baik dan Akuntabilitas
Dalam menanggapi ancaman-ancaman yang terkait dengan tata kelola dan akuntabilitas yang baik,
maka suatu pedoman yang jelas sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasi dan mengatasi ancaman-
ancaman tersebut. Tiga ancaman yang signifikan meliputi:
1. Salah mengartikan tujuan dan kewajiban fidusia
Walaupun ketika kebudayaan yang berbeda tidak menjadi isu, pegawai bisa salah mengerti tujuan
dari organisasi dan peranannya sendiri. Kurangnya petunjuk yang sesuai atas mekanisme
pelaporan akan mengakibatkan direktur dan yang lainnya tidak memahami tugas fidusianya.
Misalnya pada kasus Enron, banyak direksi dan karyawannya percaya bahwa tujuan perusahaan
terpenuhi dengan baik oleh tindakan-tindakan yang membawa keuntungan jangka pendek,
sehingga perusahaan melakukan manipulasi untuk memperoleh keuntungan tersebut yang
ternyata berujung pada kehancuran perusahan tersebut.
2. Kegagalan dalam mengidentifikasi dan mengelola risiko etika
Seiring dengan meningkatnya kompleksitas, volatilitas, dan risiko yang melekat pada kepentingan
dan operasi perusahaan, maka risiko harus dapat diidentifikasi, dinilai, dan dikelola dengan hati-
hati.Prinsipnya yaitu, risiko etika terjadi ketika terdapat kemungkinan harapan stakeholder tidak
terpenuhi.Menemukan dan memperbaikinya adalah sangat penting untuk menghindari krisis atau
kehilangan dukungan dari para pemangku kepentingan. Hal itu dapat dilakukan dengan
menetapkan tanggung jawab, mengembangkan proses tahunan, dan tinjauan dari dewan
organisasi.
3. Konflik kepentingan
Seluruh karyawan dan pimpinan perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang bebas dari konflik
kepentingan.Konflik kepentingan terjadi ketika penilaian independen seseorang menjadi goyah,
atau ada kemungkinan goyah dalam membuat keputusan terkait dengan kepentingan terbaik
lainnya yang bergantung pada penilaian tersebut.Hal ini bisa saja terjadi karena karyawan dan
pimpinan perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung memiliki kepentingan pribadi
dalam mengambil suatu keputusan yang seharusnya diambil secara objektif, bebas dari keragu-
raguan, dan demi kepentingan terbaik dari perusahaan.Konflik kepentingan ini lebih dari sekedar
bias, dimana dapat diukur dan disesuaikan.Jadi karena ketidakjelasan sifat dan besarnya pegaruh,
perhatian harus benar-benar diberikan pada setiap kecenderungan yang menuju kepada bias.
http://www.scribd.com/doc/39310150/Sesi-4-Tata-Kelola-Etis-Akuntabilitas
Leonard J. Brooks (2004). Business and Professional Ethics for Accounting. South-
Western College Publishing, chapter 3 dan 5