Latar Belakang
Konsep CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan adalah bentuk
tanggung jawab perusahaan bersama pemerintah untuk mengatasi permasalahan
sosial yang terjadi di masyarakat. CSR merupakan komitmen kalangan bisnis
berkontribusi dalam pembangunan masyarakat baik pada aspek sosial, ekonomis
maupun lingkungan. Kalau pada masa lalu tanggung jawab dalam mengatasi
permasalahan sosial sepenuhnya menjadi tanggungjawab pemerintah, karena
dunia usaha sudah memberikan sumbangan kepada masyarakat dalam bentuk
penyediaan tenaga kerja, pemenuhan kebutuhan masyarakat melalui produk yang
dihasilkan oleh perusahaan dan pembayaran pajak pada negara (Wibisono,
2007:24), beberapa tahun belakangan melalui konsep CSR ada kesadaran dari
kalangan bisnis untuk memberikan kontribusi berpartisipasi turut serta
menyelesaikan berbagai masalah sosial yang di hadapi masyarakat.
CSR di Indonesia dipahami sebagai tanggung jawab sosial dan lingkungan
oleh perusahaan, merupakan perluasan peran perusahaan dari peran klasiknya
mencetak laba sebesar-besarnya untuk kepentingan pemilik modal (Pesero) telah
tergeser tidak hanya memerankan peran klasiknya tetapi dilibatkan bahkan
diwajibkan untuk mengambil peran ikut serta dalam menyejahterakan masyarakat.
Perluasan peran tersebut sangatlah wajar kalau setiap perusaaan ikut
bertanggungjawab mengembang persoalan sosial dan lingkungan, karena setiap
perusahaan keberadaannya sangat dipastikan bersinggungan dengan masyarakat
dan sumber daya alam setempat.
Kami dari dunia usaha keberatan secara prinsipil kalau CSR menjadi
sesuatu yang wajib seperti membayar pajak. Itu (CSR) sama saja dengan
pajak tambahan. Akan mengganggu iklim usaha dan investasi di
Indonesia.
3. Undang-Undang Perseroan Terbatas hanya mewajibkan CSR bagi
perusahaan yang kegiatan usahanya di bidang dan/atau bersangkutan
dengan sumber daya alam. Ketentuan kegiatan usaha dibidang dan/atau
bersangkutan dengan sumber daya alam ini oleh Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro dinilai sebagai kebijakan
yang tidak adil (Majalah Bisnis dan CSR,2007:65).
Sebaliknya, mereka yang mendukung berargumen kalau tidak diatur maka
perusahaan cenderung lalai menjalankan tanggung jawab sosialnya (Majalah
Bisnis dan CSR,2007:64). Pihak pro-CSR mengharapkan korporasi untuk dapat
ikut serta dalam proses pembangunan berkelanjutan. Korporasi bukanlah entitas
terpisah dari sebuah masyarakat dan lingkungan di mana dia berada, tetapi
korporasi merupakan bagian integral yang hanya dapat eksis jika memiliki
legitimasi sosial yang kuat. Untuk memiliki legitimasi yang kuat, sebuah
korporasi mesti memiliki banyak manfaat dan peduli terhadap lingkungan
sosialnya atau menjadi good corporate citizenship (Hidayah Muhallim, CSR dan
Politik Ekonomi Kita).
Sementara itu di lain pihak, DPR sebagai perumus konsep CSR ini dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas membantah
bahwa CSR akan membebani perusahaan. Hermansyah Nazirun anggota DPR dari
untuk
menciptakan
keselamatan,
kesehatan,
kenyamanan,
dan
kesejahteraan pekerja.
Selanjutnya Pasal 17 Undang-Undang Pasar Modal menentukan bahwa
penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan
wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang
memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup yang pelaksanaannya diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penjelasan ayat ini menyebutkan yang dimaksud dengan dikenai sanksi seasuai
dengan ketentuan peraturan perundangan adalah dikenai segala bentuk sanksi
yang diatur dalam peraturan perundangan yang terkait.
Pengaturan tentang di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas sangat umum dan tidak operasional. Pengaturan
operasionalnya diletakkan pada peraturan perundang-undangan di bawahnya.
Sehubungan dengan hal ini Pasal 74 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas menentukan bahwa, ketentuan lebih lanjut
mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Terhadap ketentuan ini, Sutan Remy Sjahdeini (Sjahdeini,2007:65-66)
memberikan catatan sebagai berikut:
1. CSR oleh UUPT telah ditetapkan sebagai kewajiban hukum bukan sebagai
kewajiban moral yang pelaksanaannya bersifat sukarela;
2. CSR hanya diberlakukan terbatas pada perseroan yang menjalankan
usahanya di bidang sumber daya alam atau berkaitan dengan sumber daya
alam;
3. Apabila perseroan tersebut tidak melaksanakan CSR dikenakan sanksi;
4. Pendanaan untuk kegiatan CSR itu dapat dianggarkan dan pengeluarannya
dapat diperhitungkan sebagai biaya perseroan.
Menurut Pradjoto (2007) pertautan kedua undang-undang tersebut dianggap
membuat dunia usaha menjerit oleh daya saing, biaya ekonomi tinggi dan
segala masalah lain seperti reformasi birokrasi dan penguatan kelembagaan
B. Perumusan Masalah
Dari beberapa hal yang diuraikan dalam latar belakang masalah, maka
permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Mengapa kewajiban melaksanakan CSR dikenakan bagi perseroan yang
menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan / atau berkaitan dengan
sumber daya alam?
2. Bagaimana pengawasan dan sangsi bila ada perseroan terbatas yang
kegiatan usahanya di bidang dan / atau berkaitan dengan sumber daya
alam tidak melaksanakan kewajiban CSR atau tanggung jawab sosial dan
lingkungan?
C. Batasan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada kajian hukum tentang
kewajiban melaksanakan CSR bagi perseroan yang menjalankan usahanya
dibidang dan/atau bekaitan dengan sumber daya alam dan bagaimana
pengawasannya serta sangsi bila perseroan tersebut tidak melaksanakannya.
perbandingan
antara
negara
pengaturan
Cina
dan
Corporate
Social
Indonesia
dalam
hambatan
dalam
menjadi
melakukan
laporan
tahunan
perusahaan
untuk
Corporate
Social
lembaga
independennya
adalah:
China
Corporate
Social
hambatan dalam pelaksanaannya antara lain; subyek yang diatur dalam UUPT
2007 masih bersifat terbatas yaitu hanya perusahaan yang mengelola sumber daya
alam, belum jelas adanya pengaturan mengenai perhitungan anggaran sebagai
biaya perseroan yang memperhatikan aspek kepatutan dan kewajaran, sanksi yang
belum dijelaskan secara rinci melainkan diserahkan pada ketentuan perundangundangan. Peraturan Pemerintah yang janjikan dalam UUPT 2007 untuk mengatur
lebih lanjut tentang Corporate Social Responsibility baru diterbitkan oleh
pemerintah pada tahun 2012 yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012
tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas. Namun perlu
diketahui bahwa Peraturan Pemerintah tersebut tidak mengatur secara detail hanya
mengatur hal-hal yang substansial, yang berisi 9 pasal saja. Sebagai peraturan
tertulis yang berfungsi melaksanakan undang undang Peraturan Pemerintah
Nomor 47 Tahun 2012 tersebut memiliki banyak kelemahan/ kekurangan.
kewajiban melaksanakan
F. Landasan Teori
1. Kewajiban
Dalam ilmu hukum pengertian kewajiban yang sesungguhnya
adalah beban yang diberikan oleh hukum kepada subyek hukum. Misalnya
kewajiban seseorang untuk membayar pajak dari adanya ketentuan undangundang. hak itu memberi kenikmatan dan keleluasaan kepada individu dalam
melaksanakannya, sedang kewajiban merupakan pembatasan dan beban
sehingga menonjol dalam segi aktif dalam hubungan hukum itu, yaitu hak
(Mertokusumo,2005:42). Selanjutnya menurut Sudikno Mertokusumo, hak
dan kewajiban bukanlah merupakan kumpulan peraturan atau kaidah,
melainkan merupakan pertimbangan kekuasaan dalam bentuk hak individu
disatu pihak yang tercermin pada kewajiban pada pihak lawan. Kalau ada hak
maka ada kewajiban. Hak dan kewajiban ini merupakan kewenangan kepada
seseorang oleh hukum. Kewajiban dikelompokkan sebagai berikut (Satjipto
Raharjo 2006 : 60):
1) Kewajiban yang mutlak dan nisbi
2) Kewajiban publik dan pernyataan
3) Kewajiban yang positif dan yang negatif
4) Kewajiban-kewajiban universal, umum dan khusus
5) Kewajiban primer dan kewajiban yang memberi sanksi.
Kewajiban melaksanakan CSR
in socially responsible manner when its decision and account for and balance
diverse stakeholder interest. Definisi ini menekankan kepada perlunya
memberikan
perhatian
secara
seimbang
terhadap
kepentingan
berbagai
stakeholders yang beragam dalam setiap keputusan dan tindakan yang diambil
oleh para pelaku bisnis melalui perilaku yang secara sosial bertanggung jawab.
Sedangkan Komisi Eropa membuat definisi yang lebih praktis, yang pada
galibnya bagaimana perusahaan secara sukarela memberi kontribusi bagi
terbentuknya masyarakat yang lebih baik dan lingkungan yang lebih bersih
(Susanto,2007:21).
Sedangkan Elkington (1997) mengemukakan bahwa sebuah perusahaan
yang menunjukkan tanggung jawab sosialnya akan memberikan perhatian kepada
peningkatan kualitas perusahaan (profit); masyarakat, khususnya komunitas
sekitar (people); serta lingkungan hidup (planet bumi) (Susanto,2007:22).
Menurut definisi yang dikemukakan oleh The Jakarta Consulting Group,
tanggung jawab sosial ini diarahkan baik ke dalam (internal) maupun ke luar
(eksternal) perusahaan. Ke dalam, tanggung jawab ini diarahkan kepada
pemegang saham dalam bentuk profitabilitas dan pertumbuhan. Seperti diketahui,
pemegang saham telah menginvestasikan sumber daya yang dimilikinya guna
mendukung berbagai aktivitas operasional perusahaan, dan oleh karenanya
mereka akan mengharapkan profitabilitas yang optimal serta pertumbuhan
perusahaan sehingga kesejahteraan mereka di masa depan juga akan mengalami
peningkatan. Oleh karenanya perusahaan harus berjuang keras agar memperoleh
laba yang optimal dalam jangka panjang serta senantiasa mencari peluang bagi
pembayar
pajak
dan
penyedia
lapangan
kerja,
meningkatkan
(eksistensi)
dan
keberlangsungan
(sustainability)
dan
bukan
hanya
shareholders-nya.
Para
c. melaksanakan
Corporate
Social
Responsibility
berarti
juga
juga
menjalankan
perusahaan
atau
korporasi
untuk
rekanan yang bekerja sama dengan mereka juga harus melakukan hal yang sama.
Selanjutnya bagi perusahaan yang bergerak dalam bidang makanan siap saji harus
memastikan bahwa pasokan yang diperoleh harus higienis, proses pengolahan
dengan mempergunakan alat-alat dan sarana-sarana yang ada ditujukan untuk
tetap menjaga tidak hanya higenitas tetapi juga kandungan gizi dan sebagainya
hingga proses pembuangan produk makanan yang memang sudah selayaknya
dibuang. Semua biaya yang terkait dengan proses tersebut adalah biaya yang
merupakan bagian dari pelaksanaan Corporate Social Responsibility dari
perusahaan-perusahaan
tersebut.
Kewajiban-kewajiban
ini
dalam
melainkan bagian yang menyatu dengan misi dan nilai perusahaan (Etcheverry,
2005:498-499).
Menurut Soeharto Prawirokusumo, (2003:83) tangung jawab sosial adalah
sebuah konsep yang luas yang berhubungan dengan kewajiban perusahaan atau
organisasi dalam memaksimumkan impact positif terhadap masyarakatnya.
Tanggung jawab sosial para pelaku usaha dalam suatu perusahaan terdiri atas
empat dimensi tanggung jawab, yaitu; ekonomi, hukum, etika dan philanthropies.
Dari perspektif ekonomi, semua perusahaan harus bertanggung jawab kepada para
shareholder, karyawan dan masyarakat sekelilingnya dalam hal pendapatan
karyawan dan tersedianya pekerjaan. Kedua tanggung jawab tersebut di atas
merupakan tanggung jawab pokok perusahaan yang memperkokoh terjadinya
tanggung jawab etika dan kegiatan philanthropies.
CSR tidak sama dengan corporate philanthropies. Keduanya memiliki
perbedaan yang mendasar. Corporate philanthropies telah lama ekses seiring
dengan berkembangnya masyarakat. Landasan filosofis di balik corporate
philanthropies adalah aliansi antara untuk keuntungan dan bukan mencari
keuntungan, di mana modal dapat digunakan untuk keuntungan dari organisasi
yang tidak mencari keuntungan. Dengan demikian suatu korporasi dapat
mengaitkan dirinya pada corporate philanthropies dan tidak bertanggung jawab
sosial. Fakta menunjukkan bahwa, logika corporate philanthropies adalah salah
satu konsesi atau perasaan belas kasihan sedangkan CSR bersandar pada prinsip
kesamaan martabat dari semua yang terlibat dalam kegiatan perusahaan, dari
penyusunan tujuan-tujuan sampai dengan pemenuhan rencana entrepreneur.
Dengan perkataan lain, dapat dikatakan bahwa pemimpin bisnis selalu menyadari
bahwa untuk dapat menjamin kondisi kehidupan pekerja yang lebih baik, artinya
mendorong mereka untuk memiliki loyalitas dan identifikasi dengan tujuan-tujuan
perusahaan. Begitu juga perhatian yang sama berlaku bagi stakeholder lainnya,
seperti masyarakat di sekitar kegiatan perusahaan. (Srefana dan Schawallbenberg,
2006: 575-576).
Doktrin CSR yang diciptakan sebagai suatu etika atau moral dalam
perilaku perusahaan telah diterima ke dalam aturan hukum, undang-undang,
regulasi yang ada dalam Code-Code dan European System. Namun demikian,
istilah CSR memiliki makna yang berbeda dengan etika, moral, philanthropies
dan hukum.
CSR mewakili kompromi antara etika dan perilaku-perilaku tertentu. CSR
muncul untuk meningkatkan image perusahaan di dalam masyarakat di mana
perusahaan itu menjalankan kegiatan usahanya. Ide untuk menjadikan kepedulian
sosial perusahaan sebagai unsur pemasaran. Perencanaan sosial harus selalu
masuk dalam rancana strategik perusahaan. Kegiatan sosial tersebut bukan suatu
biaya, tetapi merupakan suatu investasi.
Dilihat dari sudut pandang hukum bisnis, setidaknya ada dua tanggung
jawab yang harus diajarkan dalam etika bisnis, yaitu tanggung jawab hukum
(legal responsibility) yang meliputi aspek perdata (civil liability) dan aspek pidana
(crime liability) dan aspek tanggung jawab sosial (social responsibility) yang
dibangun di atas landasan norma moral yang berlaku di dalam masyarakat.
Artinya, sekalipun suatu kegiatan bisnis secara hukum (perdata dan pidana) tidak
Sejauh
kemampuan
finansialnya
memadai,
pelaku
suha
wajib
untuk
saat ini, meskipun cukup banyak yang menyebutkan atau mempergunakan istilah
badan hukum, namun tidak ada satupun juga memberikan pengertian atau definisi
badan hukum.
Pengertian dan definisi badan hukum lahir dari doktrin ilmu hukum, yang
dikembangkan oleh para ahli, berdasarkan pada kebutuhan praktek hukum dan
dunia usaha. Hal ini pada akhirnya melahirkan banyak teori tentang badan hukum
yang terus berkembang dari waktu ke waktu.
Dalam kepustakaan hukum Belanda, istilah badan hukum dikenal dengan
sebutan rechtsperson, dan dalam kepustakaan Common Law seringkali disebut
dengan istilah-istilah legal entity, juristic person, atau artificial person.
Legal
Entity
dalam
Kamus
Hukum
Ekonomi
(Erawati
dan
Dari pengertian yang diberikan tersebut di atas ada satu hal menarik yang
dapat dikemukakan, yaitu bahwa badan hukum merupakan penyandang hak dan
kewajibannya sendiri, yang memiliki suatu status yang dipersamakan dengan
orang perorangan sebagai subyek hukum. Dalam pengertian sebagai penyandang
hak dan kewajiban badan hukum dapat digugat ataupun menggugat di pengadilan.
Hal ini membawa konsekuensi bahwa keberadaannya dan ketidakberadaannya
sebagai badan hukum tidak digantungkan pada kehendak pendiri atau anggotanya
melainkan pada sesuatu yang ditentukan oleh hukum.
Keberadaan Perseroan sebagai suatu badan hukum diakui dengan tegas
dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perseroan Terbatas, dengan
syarat bahwa status badan hukum Perseroan baru diperoleh setelah Akta Pendirian
Perseroan disahkan oleh Menteri Kehakiman dan HAM. Pengesahan Akta
Pendirian ini, yang merupakan saat berubahnya status Perseroan menjadi badan
hukum membawa konsekuensi bahwa pemegang saham perseroan tidak
bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan
dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi nilai saham yang
telah diambilnya.
Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai landasan teori adalah Teori
Negara Hukum dan Teori Negara Kesejahteraan serta teori keadilan. Ketiga teori
tersebut merupakan rangkaian teori yang tidak terpisahkan. Hal tersebut sesuai
dengan asas negara Republik Indonesia yang berdasarkan atas hukum
sebagaimana tersurat dalam filosofi bangsa Indonesia yang terkandung dalam sila
ke lima Pancasila dan alinea ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
4. Teori Hukum
a. Teori Negara Hukum
Pemikiran tentang negara hukum telah ada beberapa waktu sebelum
masehi (Plato dan Aristoteles), sedangkan istilah negara hukum penggunaannya
baru dimulai abad ke 19 sejalan pemikiran manusia untuk menghapus sistem
pemerintahan yang absolut.
Pengertian negara hukum menurut teori kedaulatan hukum mengatakan
bahwa kekuasaan tertinggi di dalam suatu negara adalah hukum. Oleh karena itu
seluruh alat kelengkapan negara apapun namanya termasuk negara-negara harus
tunduk dan patuh pada hukum (Cipto Handoyo 2003 : 12).
Hal itu sesuai pendapat Hugo Krabbe sebagai seorang ahli yang
mempelajari aliran ini berpendapat bahwa negara seharusnya negara hukum (recht
staat) dan tindakan setiap negara harus didasarkan pada hukum atau harus dapat
dipertanggungjawabkan pada hukum.
Konsepsi negara hukum yang demikian negara berperan sebagai pencipta
hukum dan penegak hukum dalam rangka menjaga keamanan dan ketertiban
hidup bersama dalam ikatan organisasi yang disebut negara. Kendati negara
adalah pencipta hukum ia juga harus tunduk pada hukum ciptaannya (Cipto
Handoyo 2003:14).
oleh
undang-undang
dasar)
serta
keputusan
pengadilan
(Budihardjo, 1982:57)
Dalam sistem konstitusi negara Indonesia, cita negara hukum merupakan
bagian
tak
terpisahkan
dari
perkembangan
gagasan
kenegaraan
sejak
dua macam keadilan yaitu keadilan distributif (distributive justice) dan keadilan
komutatif (commutative justice). Kendala distributif menuntut bahwa setiap orang
mendapat apa yang menjadi hak atas jatahnya secara proporsional sedang keadilan
komutatif adalah keadilan yang menuntut kesamaan, setiap orang diperlakukan
sama tanpa memandang kedudukannya.
G. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normative (Normative Law
Research), yaitu penelitian yang menggunakan kepustakaan sebagai bahan utama
(Mertokusumo,2007:27).
Penelitian
hukum
normative
dilakukan
dengan
Pendekatan Undang-undang
Pendekatan kasus
Pendekatan historis
Pendekatan komparatif
Pendekatan konseptual.
yang
optimal
bagi
kesejahteraan
masyarakat
secara
2. Kamus Inggris-Indonesia
3. Kamus hukum
4. Ensiklopedia
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara studi
dokumen yaitu mengkaji, menelaah, dan mempelajari bahan-bahan hukum yang
ada kaitannya dengan penelitian ini.
4. Metode Analisa Data
Metode Analisa Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif, yaitu data yang diperoleh dari penelitian disajikan secara
deskriptif dan diolah secara kualitatif dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Data yang diperoleh dari penelitian, diklasifikasikan sesuai dengan
masalah-masalah dalam penelitian
b. Hasil klasifikasi selanjutnya disistematisasikan
c. Data yang telah disistematisasikan kemudian dianalisis untuk dijadikan
dasar dalam mengambil keputusan.