Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN

PENELITIAN
TEACHING (2007)

MICRO

PENINGKATAN KUALITAS MICRO TEACHING DAN PPL


MELALUI LESSON STUDY BAGI CALON GURU
MATEMATIKA PADA PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP-UMS
Tjipto Subadi
Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta. Telp.
0271-717417
E-mail : tjiptosubadi@yahoo.com
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam meningkatkan kualitas pembelajaran bidang
studi matematika di sekolah banyak faktor yang
harus diperhatikan, misalnya; guru, siswa, sarana
dan prasarana, laboratorium dan kelengkapannya,
lingkungan dan manajemennya. Namun pada
kesempatan ini hanya akan dilihat dari segi guru
dan siswa yang merupakan dua faktor terpenting
dalam peningkatan kualitas pembelajaran bidang
studi tersebut, dengan tidak mengesampingkan
komponen lain.
Peningkatan kualitas pembelajaran calon guru pada
program studi Pendidikan Matematika FKIP-UMS
ditempuh dengan dua program. Pertama : Praktek
mengajar laboratoris di Laboratorium Micro Teaching
yang dilaksanakan pada semester VI. Kedua:

Praktek mengajar di sekolah latihan yang


dilaksanakan pada semester VII melalui PPL
(Program Pengalaman Lapangan).
Dalam upaya meningkatkan kualitas calon guru
tersebut banyak kendala yang dihadapi misalnya
strategi
pelatihan,
banyaknya
komponen
ketrampilan mengajar, terbatasnya laboratorium
micro teaching, dan terbatasnya sekolah yang
digunakan untuk PPL. Kendala lain yang dihadapi
calon guru (mahasiswa) adalah saat praktek
mengajar di sekolah latihan yakni masih banyaknya
kesalahan
dalam
mepraktekkan
teori-teori
pembelajaran di kelas.
Dalam era desentralisasi pendidikan, peningkatan
kualitas pembelajaran bagi calon guru dapat
dilakukan dengan berbagai kegiatan antara lain;
inservice teacher training yang berupa latihan
mengajar laboratoris baik secara micro maupun
pelatihan mengajar terintegrasi yang dilanjutkantan
kegiatan work shof. Setelah mengikuti kegiatan
tersebut, diharapkan calon guru dapat menerapkan
hasil training tersebut dalam pembelajaran di kelas
saat melaksanakan PPL.
Kegiatan-kegiatan
inservice
teacher
training
tersebut telah banyak dilaksanakan oleh pemerintah
sebagai upaya pemerintah meningkatkan kualitas
pembelajaran guru, kegiatan tersebut dengan biaya
yang
tidak
sedikit
yang
dikeluarkan
oleh
pemerintah, baik yang berasal dari rupiah murni
maupun dari dana pinjaman luar negeri. Banyak
atau sedikit, pasti ada sumbangan kegiatan tersebut
dalam meningkatkan mutu pembelajaran. Tetapi,

kebanyakan setelah kegiatan inservice teacher


training, hasil monitoring yang mempersoalkan
apakah ada peningkatan mutu pembelajaran yang
dilakukan oleh para peserta tidak tampak nyata
hasilnya.
Padahal
pada
dasarnya,
hakikat
pelaksanaan kegiatan inservice teacher training
selain meningkatkan kualitas guru, yang lebih
penting adalah guru peserta inservice teacher
training mampu menerapkan hasil training dalam
proses
pembelajaran
di
kelasnya
dan
mengimbaskan kepada rekan-rekan
guru
di
sekolahnya. Namun masih banyak guru setelah
mengikuti kegiatan inservice teacher training,
mereka tidak mengubah cara pembelajaran untuk
para siswanya. Hal ini sangat dimungkinkan karena
dalam kegiatan training tersebut tidak diberikan
contoh kongkret cara pembelajarannya di kelas
nyata.
Mulai tahun 2002, Indonesia telah menerapkan
sistem desentralisasi pendidikan. Apakah dalam era
desentralisasi ini strategi peningkatan kualitas
pembelajaran dari segi guru akan tetap sama
seperti dalam era sentralisasi? Dalam era
desentralisasi pendidikan, posisi guru berada pada
titik sentral dengan tanggung jawab yang luas dan
menjadi tumpuan vital dalam pengembangan
pembelajaran yang dilakukan. Guru bukan lagi
sebagai pelaksana pengajaran seperti yang tertulis
dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP)
yang telah ditetapkan oleh Menteri Pendidikan di
masa lalu. Tetapi dalam era desentralisasi
pendidikan, guru harus menyusun sendiri jabaran
kurikulum. Kurikulum sekarang sangat sederhana,
secara garis besar hanya berisi standar kompetensi,

kompetensi dasar, dan indikator pencapaiannya.


Guru harus menjabarkannya menjadi silabus atau
GBPP yang lebih rinci, yang sesuai dengan
karakteristik siswa, kemampuan sekolah, dan
lingkungannya. Pada era desentralisasi ini, guru
harus lebih aktif mengambil prakarsa sendiri, karena
tidak akan ada lagi intervensi dari luar yang harus
dipatuhi secara mutlak. Bukan karena sesuatu yang
datang dari luar dianggap pasti tidak sesuai. Tetapi
yang lebih penting adalah bahwa guru lebih leluasa
berperan sebagai seorang profesional.
Kini guru ditantang tampil dengan kemampuan yang
terbina dari dalam dirinya, guru harus mampu
membuktikan kemampuan profesionalnya untuk
menerima amanah sebagai pendidik yang tangguh.
Secara
singkat,
jika
pada
era
sentralisasi
pendidikan, guru sebagai pelaksana dari apa yang
telah dipikirkan oleh para birokrat, tapi kini guru
ditantang untuk berfikir logis, kritis, kreatif, dan
refleksif
dalam
meningkatkan
mutu
pembelajarannya,
dan
melaksanakan
hasil
pemikirannya ini dalam pembelajaran di kelas.
Bergantinya
sistem
sentralisasi
ke
sistem
desentralisasi pendidikan secara mendadak seperti
saat ini tidak akan serta merta mengubah pola pikir
guru yang semula sebagai pelaksana pengajaran
langsung menjadi pemrakarsa pembelajaran, seperti
membalikkan telapak tangan. Apalagi beragamnya
kualitas dan profesionalitas guru, dari guru yang
bermotivasi
peribadahan
hingga
karena
keterpaksaan, dari guru yang selalu menggerutu
hingga yang senantiasa tawakkal. Untuk itu perlu
tersedianya pendukung yang memadai dan proses

yang panjang dalam program pendidikan dan


pembinaan guru. Perlu adanya gerakan dari bawah,
dari para guru untuk mengidentifikasi kebutuhan
dirinya dalam meningkatkan kompetensinya, agar
dapat mengembangkan mutu pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
Permasalah utama penalitian ini adalah (a) Hal-hal
apa saja yang menjadi kendala dalam peningkatan
kualitas micro teaching dan PPL melalui lesson study
bagi calon guru matematika pada Program Studi
Pendidikan Matematika FKIP-UMS (b) bagaimana
rancangan model untuk meningkatkan kualitas
micro teaching dan PPL dengan pendekatan lesson
study bagi calon guru matematikan FKIP-UMS
(model konseptual pembelajaran yang dirancang
berdasarkan masalah-masalah pembelajaran yang
teridentifikasi tersebut di atas). (c) bagaimana
model peningkatan kualitas micro teaching dan PPL
malalui lesson study bagi calon guru matematika
pada Program Studi Pendidikan Matematika FKIPUMS?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menghasilkan produk berupa
(a) Identifikasi masalah peningkatan kualitas micro
teaching dan PPL melalui lesson study bagi calon
guru matematikan pada Program Studi Pendidikan
Matematikan FKIP-UMS (b) rancangan model untuk
meningkatkan kualitas micro teaching dan PPL
dengan pendekatan lesson study bagi calon guru
matematikan
FKIP-UMS
(model
konseptual
pembelajaran yang dirancang berdasarkan masalahmasalah pembelajaran yang teridentifikasi tersebut

di atas) (c) model peningkatan kualitas micro


teaching dan PPL (Program Pengalaman Lapangan)
malalui lesson study bagi calon guru matematika
pada Program Studi Pendidikan Matematika FKIPUMS.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian, secara teoritis penelitian ini
bermanfaat
memberikan
sumbangan
ilmu
pengetahuan sosial tentang (1) rancangan model
untuk meningkatkan kualitas micro teaching dan
PPL dengan pendekatan lesson study bagi calon
guru matematikan FKIP-UMS (model konseptual
pembelajaran yang dirancang berdasarkan masalahmasalah pembelajaran yang teridentifikasi tersebut
di atas) (2) model peningkatan kualitas micro
teaching dan PPL malalui pendekatan lesson study
bagi calon guru matematika pada Program Studi
Pendidikan Matematika FKIP-UMS. Secara praktis,
memberikan sumbangan pemikiran bagi guru, LPTK
dan birokrasi pendidikan (pemerintah) dalam
menyusun strategi kebijakan peningkatan kualitas
pembelajaran cagi calon guru/guru.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Micro Teaching dan PPL (Program Pengalaman
Lapangan)
Micro Teaching di samping merupakan teknik
program PPL bagi calon guru dapat pula merupakan
in service training bagi guru/dosen. Hal ini dilakukan
agar kompetensi profesional guru selain dapat
dihayati juga dapat dimiliki. Wawasan keguruan
yang telah ditanamkan pada calon guru tidak

sepenuhnya dapat dilaksanakan sehingga berakibat


kurang efektifnya proses pembelajaran, rendahnya
kadar student Active Learning atau tegasnya
gagalnya proses pembelajaran. Untuk memecahkan
permasalahan tersebut laboratoriun micro teaching
perlu dimanfaatkan secara maksimal sebagai in
service training bagi calon guru dan pre service
training bagi guru dan dosen. Dengan demikian
pengembangan kompetensi guru dilakukan secara
terpadu dan berkalnjutan dalam suatu program
yang sistematis.
Mengajar selama 45 menit merupakan pekerjaan
yang tidak mudah. Latihan mengajar bagi calon
guru pada awalnya akan terasa sulit dan rumit.
Untuk
mengatasi
kelemahan
tersebut
dikembangkan
pembelajaran
micro
teaching
sebagai bagian dari pendidikan guru berdasarkan
kompetensi (PGBK). Pembelajaran mikro sebagai
salah satu bagian dari Program Pengalaman
Lapangan (PPL) dimaksudkan memberikan bekal
kepada calon guru sebelum PPL yang berfungsi
untuk mengurangi kesalahan dalam pelaksanaan
PPL.
Moulton dalam Sundari 1989 berpendapat bahwa;
micro teching is performance training method
designed to isolate the component part of the
teaching process, so that the traince can master
each component one by one a simplified teaching
situation.
Berdasarkan
pengertian
tersebut
dapatlah dipahami bahwa pembelajaran mikro itu
tetap sebagai real teaching tetapi bentuknya mikro
sehingga mudah dikontrol. Bentuk mikro ini
mencakup semua komponen dalam pembelajaran

(jumlah murid 10 anak, waktu 10-15 menit, bahan


terbatas, ketrampilan difokuskan pada ketrampilan
mengajar tertentu). Bila dihubungkan dengan
pembelajaran yang sebenarnya, maka pembelajaran
mikro adalah penyederhanaan dari pembelajaran
yang sebenarnya.
1. Tujuan Mengajar Mikro
Tujuan pembelajaran mikro antara lain: (a)
membantu calon guru/guru menguasai ketrampilanketrampilan khusus, agar dalam latihan mengajar
sesungguhnya tidak mengalami kesulitan (b)
meningkatkan taraf kompetensi pembelajaran bagi
calon guru/guru secara bertahap (c) untuk
menemukan
sendiri
kekurangan
bagi
calon
guru/guru sekaligus berbaikannya
2. Komponen Ketrampilan Mengajar
Banyak para ahli pembelajaran mikro merumuskan
komponen ketrampilan yang berkaitan dengan
praktik
pembelajaran
mikro,
dari
beberapa
pendapat tersebut peneliti menyimpulkan paling
sedikit ada 9 ketrampilan, yaitu; (a) Ketrampilan
mengelola kelas (b) ketrampilan membuka pelajaran
(c)
ketrampilan
bertanya
(pre
test,
saat
menerangkan, dan pos test) (d) ketrampilan
menerangkan (e) ketrampilan menggunakan multi
media (f) ketrampilan menggunakan multi metode
(g)
ketrampilan
memberikan
motivasi
(h)
ketrampilan memberikan ganjaran (i) ketrampilan
menutup pelajaran
B. Lesson Study

Lesson Study merupakan suatu model pembinaan


profesi guru melalui pengkajian pembelajaran
secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan
prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk
membangun learning community. Lesson Study
bukan suatu metode pembelajaran atau suatu
strategi pembelajaran, tetapi dalam kegiatan Lesson
Study dapat memilih dan menerapkan berbagai
metode/strategi pembelajaran yang sesuai dengan
situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi
pendidik. Lesson study dapat merupakan suatu
kegiatan pembelajaran dari sejumlah guru dan
pakar pembelajaran yang mencakup; tahap
perencanaan
(planning),
tahap
implementasi
(action) pembelajaran dan observasi, dan tahap
refleksi (reflection) terhadap perencanaan dan
implementasi pembelajaran tersebut dalam rangka
meningkatkan kualitas pembelajaran.
Lesson Study yang maksud adalah suatu model
pembinaan untuk peningkatan kualitas micro
teaching dan PPL (Program Pengalaman Lapangan)
bagi Calon Guru Matematika pada Program Studi
Pendidikan
Matematika FKIP-UMS. Model ini
merupakan suatu kegiatan pembelajaran oleh
sejumlah
calon
guru
matematika
yang
diintegrasikan pada praktek mengajar mikro di
laboratorium micro teaching yang merupakan
bagian dari PPL (Program Pengalaman Lapangan) di
sekolah latihan, yang aktivitasnya mencakup; tahap
perencanaan
(planning),
tahap
implementasi
(action) pembelajaran dan observasi, dan tahap
refleksi
(reflection)
terhadap
perencanaan.
Implementasi pembelajaran tersebut dalam rangka
meningkatkan kualitas pembelajaran.

1. Tahap perencanaan
Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah
pembelajaran yang ada di kelas yang akan
digunakan untuk kegiatan lesson study dan
perencanaan alternatif pemecahannya. Identifikasi
masalah tersebut berkaitan dengan pokok bahasan
(materi pelajaran) yang relevan, karakteristik siswa
dan
suasana
kelas,
metode/pendekatan
pembelajaran, media/ alat peraga, dan proses
evaluasi dan hasil belajar yang akan dicapai.
Dari hasil identifikasi tersebut didiskusikan (dalam
kelompok lesson study) tentang pemilihan materi
pembelajaran, pemilihan metode dan media yang
sesuai dengan karakteristik siswa, serta jenis
evaluasi yang akan digunakan. Pada saat diskusi,
akan muncul pendapat dan sumbang saran dari
para guru dan pakar dalam kelompok tersebut
untuk menetapkan pilihan yang akan diterapkan.
Pada tahap ini, pakar dapat mengemukakan hal-hal
penting/baru yang perlu diketahui dan diterapkan
oleh calon guru, seperti pendekatan pembelajaran
konstruktif,
pendekatan
pembelajaran
yang
memandirikan
belajar
siswa,
pembelajaran
kontekstual, pengembangan life skill, Realistic
Mathematics Education, pemutakhiran materi ajar,
atau lainnya yang dapat digunakan sebagai
pertimbangan dalam pemilihan tersebut.
Hal yang penting pula untuk didiskusikan adalah
penyusunan lembar observasi, terutama penentuan
aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam suatu
proses pembelajaran dan indikator-indikatornya,
terutama dilihat dari segi tingkah laku siswa. Aspek-

aspek proses pembelajaran dan indikator-indikator


itu disusun berdasarkan perangkat pembelajaran
yang dibuat serta kompetensi dasar yang
ditetapkan untuk dimiliki siswa setelah mengikuti
proses pembelajaran.
Dari hasil identifikasi masalah dan diskusi
perencanaan pemecahannya, selanjutnya disusun
dan dikemas dalam suatu perangkat pembelajaran
yang terdiri atas : (a) Rencana Pembelajaran (RP) (b)
Petunjuk Pelaksanaan Pembelajaran (Teaching
Guide) (c) Lembar Kerja Siswa (LKS) (d) Media atau
alat peraga pembelajaran (e) Instrumen penilaian
proses dan hasil pembelajaran. (f) Lembar observasi
pembelajaran.
Penyusunan perangkat pembelajaran ini dapat
dilakukan oleh calon guru atau beberapa calon guru
atas dasar kesepakatan tentang aspek-aspek
pembelajaran yang direncanakan sebagai hasil dari
diskusi. Hasil penyusunan perangkat pembelajaran
tersebut perlu dikonsultasikan dengan dosen atau
guru yang dipandang pakar dalam kelompoknya
untuk disempurnakan. Perencanaan itu dapat juga
diatur sebaliknya, yaitu seorang atau beberapa
orang calon guru yang ditunjuk dalam kelompok
mengidentifikasi permasalahan dan membuat
perencanaan
pemecahannya
yang
berupa
perangkat-perangkat pembelajaran untuk suatu
pokok bahasan dalam suatu mata pelajaran yang
telah ditetapkan dalam kelompok. Selanjutnya, hasil
identifikasi masalah dan perangkat pembelajaran
tersebut didiskusikan untuk disempurnakan.
2. Tahap Implementasi dan Observasi

Pada tahap ini seorang calon guru yang telah


ditunjuk (disepakati) oleh kelompoknya, melakukan
implementasi rencana pembelajaran (RP) yang telah
disusun tersebut, di kelas. Pakar dan calon guru lain
melakukan observasi dengan menggunakan lembar
observasi yang telah dipersiapkan dan perangkat
lain yang diperlukan. Para observer ini mencatat
hal-hal
positif
dan
negatif
dalam
proses
pembelajaran, terutama dilihat dari segi tingkah
laku siswa. Selain itu (jika memungkinkan),
dilakukan rekaman video (audio visual) yang meng
close-up kejadian-kejadian khusus (pada calon guru
atau siswa) selama pelaksanaan pembelajaran.
Hasil rekaman ini berguna nantinya sebagai bukti
autentik kejadian-kejadian yang perlu didiskusikan
dalam tahap refleksi atau pada seminar hasil lesson
study, di samping itu dapat digunakan sebagai
bahan diseminasi kepada khalayak yang lebih luas.
3. Tahap Refleksi
Selesai praktik pembelajaran, segera dilakukan
refleksi. Pada tahap refleksi ini, calon guru yang
tampil dan para observer serta pakar mengadakan
diskusi tentang pembelajaran yang baru saja
dilakukan. Diskusi ini dipimpin oleh pembimbing,
koordinator kelompok, atau guru yang ditunjuk oleh
kelompok. Pertama, calon guru yang melakukan
implementasi
rencana
pembelajaran
diberi
kesempatan untuk menyatakan kesan-kesannya
selama melaksanakan pembelajaran, baik terhadap
dirinya maupun terhadap siswa yang dihadapi.
Selanjutnya, observer (calon guru lain dan pakar)
menyampaikan hasil analisis data observasinya,
terutama yang menyangkut kegiatan siswa selama

berlangsung pembelajaran yang disertai dengan


pemutaran video hasil rekaman pembelajaran.
Selanjutnya, guru yang melakukan implementasi
tersebut akan memberikan tanggapan balik atas
komentar para observer. Hal yang penting pula
dalam tahap refleksi ini adalah mempertimbangkan
kembali rencana pembelajaran yang telah disusun
sebagai
dasar
untuk
perbaikan
rencana
pembelajaran
berikutnya.
Apakah
rencana
pembelajaran tersebut telah sesuai dan dapat
meningkatkan performance keaktifan belajar siswa.
Jika belum ada kesesuaian, hal-hal apa saja yang
belum sesuai, metode pembelajarannya, materi
dalam LKS, media atau alat peraga, atau lainnya.
Pertimbangan-pertimbangan ini digunakan untuk
perbaikan rencana pembelajaran selanjutnya.
Memperhatikan perencanaaan, pelaksanaan dan
observasi serta refleksinya, langkah-langkah dalam
pelaksanaan lesson study ini ada kemiripan dengan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK), maka setiap
kelompok dapat melaksanakannya sebagai PTK,
sehingga setiap kelompok lesson study, selain
mengadministrasi semua perangkat pembelajaran
dan hasil refleksi harus membuat laporan PTK
seperti lazimnya penelitian. Bahkan akan sangat
baik, jika dilengkapi dengan artikel untuk dimuat
dalam jurnal.
C. Konsep Pengembangan Lesson Study sebagai
Model Pembinaaan Calon Guru
Lesson Study ini merupakan kerja kolektif
sekelompok calon guru. Pembuatan rencana
pembelajaran (planning) dapat dikerjakan secara

bersama-sama,
diimplementasikan
dengan
menunjuk salah satu anggota sebagai guru model,
calon guru lain dan pakar bertindak sebagai
observer, kemudian dari hasil observasi tersebut
dianalisis (melalui tahapan reflecting) secara
bersama-sama.
Lesson study merupakan praktek pembelajaran bagi
calon guru berupa belajar tentang bagaimana
melakukan pembelajaran pada mata pelajaran
tertentu melalui tampilan pembelajaran (model
mengajar) dengan rekaman video. Calon guru bisa
mengadopsi metode, teknik, ataupun strategi
pembelajaran, penggunaan media, dan sebagainya
Guru lain/pengamat perlu melakukan analisis untuk
menemukan positif-negatifnya kelas pembelajaran
tersebut dari menit ke menit. Hasil analisis ini
sangat diperlukan sebagai bahan masukan bagi
calon guru penampil untuk perbaikan, calon guru
bisa belajar atas inovasi pembelajaran yang
dilakukan oleh calon guru lain.
Lesson study dapat dipandang sebagai model
pembinaan calon guru dalam meningkatkan
profesionalitasnya. Mengapa demikian? Pada tahap
penyusunan perencanaan (planning), sekelompok
calon guru dan seorang pakar berdiskusi tentang:
1. Kondisi dan lingkungan siswa serta fasilitas yang
tersedia.
2. Rumusan kompetensi apa yang harus dimiliki
siswa
serta
merumuskan
indikator-indikator
pencapaiannya

3. Penentuan materi pelajaran yang berkenaan,


antara lain; (1) pokok-pokok materi dan uraian
masing-masing pokok materi, (2) urutan sajian
materi pelajaran, (3) sajian materi yang disesuaikan
dengan lingkungan siswa atau materi lokal atau
yang berkaitan dengan life skill atau yang berkaitan
dengan keimanan/agama,(4) pemilihan/penyusunan
soal-soal latihan, soal-soal yang berkaitan dengan
problem-solving dalam rangka penyusunan Lembar
Kerja Siswa (LKS) dan soal-soal untuk tes formatif.
4. Pemilihan strategi pembelajaran inovatif yang
menyenangkan dan memotivasi belajar siswa.
5. Pemilihan media/alat peraga pembelajaran dan
pengadaannya.
6. Petunjuk guru dalam praktek pembelajarannya
(teaching guide).
7.
Penentuan
indikator-indikator
pembelajaran yang dikatakan berhasil.

proses

8. Model Rencana Pembelajaran (RP) atau Satuan


Acara
Pembelajaran
(SAP).
Ada
banyak
model/format RP/SAP, mana yang perlu dipilih? Halhal apakah yang penting dan merupakan prinsipprinsip dalam penyusunan RP/SAP, sehingga
seorang guru/calon guru dapat memahami dan
menerapkannya dalam pembelajaran.
Materi-materi diskusi tersebut dapat diangkat
sebagai materi pelatihan yang senantiasa aktual,
mengingat
kompleksnya
perkembangan
pengetahuan
dalam
dunia
yang
senantiasa
berkembang. Sehingga dalam suatu kelompok guru

yang
merasa
tertantang
dengan
suatu
permasalahan pembelajaran dapat mengundang
pakar yang dipandang dapat memberi pemecahan
permasalahan tersebut.
Selanjutnya, pada tahap implementasi dapat
langsung diamati oleh observer, yang selanjutnya
pada tahap refleksi dapat didiskusikan, apakah yang
telah direncanakan tersebut dapat dilaksanakan
dengan baik, atau ada hal-hal dalam perencanaan
tersebut yang perlu diperbaiki, atau hal-hal lainnya
tentang pembelajaran yang telah dilakukan, baik
dari segi siswa maupun guru. Keberhasilan lesson
study dapat dilihat pada dua aspek pokok, yaitu:
perbaikan pada praktek pembelajaran oleh calon
guru, dan meningkatkan kolaborasi antar calon
guru.
Pertama, lesson study memberikan banyak hal yang
menurut para peneliti dianggap efektif dalam
merubah
praktek
pembelajaran,
seperti 1)
penggunaan materi pembelajaran yang konkret
untuk memfokuskan pada permasalahan yang lebih
bermakna, (2) mengambil konteks pembelajaran
dan pengalaman calon guru secara eksplisit, dan (3)
memberikan dukungan pada kesejawatan calon
guru. Dengan kata lain, lesson study memberikan
banyak kesempatan kepada calon guru untuk
membuat bermakna ide-ide pendidikan dalam
praktik mengajar mereka, untuk merubah perspektif
mereka tentang pembelajaran, dan untuk belajar
melihat praktek mengajar mereka dari perspektif
siswa. Dalam lesson study, kita melihat apa yang
terjadi dalam pembelajaran lebih objektif dan itu

membantu kita memahami ide-ide penting dalam


memperbaiki proses pembelajaran.
Kedua, lesson study juga mempromosikan dan
mengelola kerja kolaboratif antar calon guru dengan
memberi dukungan dan intervensi sistematik.
Selama lesson study, para calon guru berkolaborasi
untuk: (1) merumuskan kompetensi yang harus
dimiliki siswa sebagai dasar untuk pengembangan
belajar siswa (2) merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran yang berdasar pada hasil penelitian
dan observasi, agar siswa memiliki kompetensi yang
telah dirumuskan (3) mengobservasi secara hatihati tingkat belajar siswa, keterlibatan mereka, dan
perilaku
mereka
selama
pembelajaran
(4)
melaksanakan
diskusi
setelah
pembelajaran
bersama dalam kelompok kolaboratif mereka untuk
mendiskusikan dan merevisi rencana pembelajaran.
Wang-Iverson dan Yoshida (dalam Sukirman 2006;
6) mengemukakan hal-hal yang terkait dengan
lesson study sebagai berikut.
1. Lesson study (jugyokenkyu) is a form of long-term
teacher-led professional learning, developed in
Japan, in which teachers systematically and
collaboratively conduct research on teaching and
learning in classroom in order to enrich students
learning experiences and improve their own
teaching.
2. A lesson study cycle generally involves a team of
teachers planning collaboratively based upon a
research theme, implementing the lesson in the
classroom, collecting observation data, reflecting

upon and discussing the data, and developing a


record of their activity.
3. Lesson study is more than a studying instructional
materials and developing useful lessons. It also
explores ideas for improved teaching that bring out
students thinking and thinking processes, helps
students to develop mental images for solving
problem and understanding the topic, and expands
those skills and abilities.
4. Lesson study is a comprehensive approach to
professional learning that helps teachers develop
ways of: (a) thinking about learning and teaching in
the classroom (b) planning lessons (c) observing
how students are thinking and learning and taking
appropriate actions (d) reflecting on and discussing
teaching (e) identifying and recognizing knowledge
and skills necessary to improve their practice and
seek new solutions.
5. Lesson study supports teachers in becoming
lifelong learners about how to develop and improve
teaching and learning in the classroom.
1. Mengapa Lesson study?
Lesson study dipilih dan diimplementasikan karena
beberapa alasan. Pertama, lesson study merupakan
suatu cara efektif yang dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran yang dilakukan guru dan aktivitas
belajar siswa. Hal ini karena (1) pengembangan
lesson study dilakukan dan didasarkan pada hasil
sharing
pengetahuan
profesional
yang
berlandaskan pada praktik dan hasil pengajaran
yang dilaksanakan para guru, (2) penekanan

mendasar pada pelaksanaan suatu lesson study


adalah agar para siswa memiliki kualitas belajar, (3)
kompetensi yang diharapkan dimiliki siswa,
dijadikan fokus dan titik perhatian utama dalam
pembelajaran di kelas, (4) berdasarkan pengalaman
real di kelas, lesson study mampu menjadi landasan
bagi pengembangan pembelajaran, dan (5) lesson
study akan menempatkan peran para guru sebagai
peneliti pembelajaran. Kedua, lesson study yang
didisain dengan baik akan menjadikan guru yang
profesional dan inovatif. Dengan melaksanakan
lesson study para guru dapat (1) menentukan
kompetensi yang perlu dimiliki siswa, merencanakan
dan melaksanakan pembelajaran (lesson) yang
efektif; (2) mengkaji dan meningkatkan pelajaran
yang bermanfaat bagi siswa; (3) memperdalam
pengetahuan tentang mata pelajaran yang disajikan
para guru; (4) menentukan standar kompetensi
yang akan dicapai para siswa; (5) merencanakan
pelajaran secara kolaboratif; (6) mengkaji secara
teliti
belajar
dan
perilaku
siswa;
(7)
mengembangkan pengetahuan pembelajaran yang
dapat diandalkan; dan (8) melakukan refleksi
terhadap
pengajaran
yang
dilaksanakannya
berdasarkan pandangan siswa dan koleganya.
(Lewis, dalam Sukirman, 2006; 7)
Wang-Iverson dan Yoshida, dalam Sukirman (2006:
8) mengatakan bahwa lesson study memiliki
beberapa manfaat sebagai berikut; (1) mengurangi
keterasingan
guru
(dari
komunitasnya)
(2)
membantu
guru
untuk
mengobservasi
dan
mengkritisi pembelajarannya (3) memperdalam
pemahaman guru tentang materi pelajaran,
cakupan dan urutan materi dalam kurikulum (4)

membantu guru memfokuskan bantuannya pada


seluruh aktivitas belajar siswa (5) menciptakan
terjadinya
pertukaran
pengetahuan
tentang
pemahaman berpikir dan belajar siswa (6)
meningkatkan kolaborasi pada sesama guru.
2. Bagaimana Melaksanakan Lesson study?
Ada berbagai variasi tahapan atau langkah
pelaksanaan lesson study dalam perkembangan
implementasinya. Lewis (dalam Sukirman 2006; 7)
menyarankan ada enam tahapan dalam awal
mengimplementasikan lesson study di sekolah,
yakni :
Tahap 1: Membentuk kelompok lesson study.
Tahap 2: Memfokuskan lesson study.
Tahap 3: Menyusun rencana pembelajaran.
Tahap 4: Melaksanakan pembelajaran di kelas dan
mengamatinya (observasi).
Tahap 5: Refleksi dan menganalisis pembelajaran
yang telah dilaksanakan.
Tahap 6: Merencanakan
selanjutnya.

pembelajaran

tahap

Sementara itu, Richardson (2006) menuliskan ada 7


tahap atau langkah yang termasuk dalam lesson
study, yang masih mirip deng Lewis, yakni:
Tahap 1: Membentuk tim lesson study.
Tahap 2: Memfokuskan lesson study

Tahap 3: Merencanakan pembelajaran.


Tahap 4: Persiapan untuk observasi.
Tahap
5:
Melaksanakan
observasinya.

pembelajaran

dan

Tahap 6: Melaksanakan diskusi pembelajaran yang


telah dilaksanakan
refleksi).
Tahap 7: Merencanakan pembelajaran untuk tahap
selanjutnya.
Dalam implementasi lesson study yang dilakukan
oleh IMSTEP-JICA di Indonesia, Saito, dkk (2005)
mengenalkan lesson study yang berorientasi pada
praktik. Lesson study yang dilaksanakan terdiri atas
3
tahap
pokok,
yakni;
(1)
merencanakan
pembelajaran dengan penggalian akademis pada
topik dan alat-alat pembelajaran yang digunakan,
yang
selanjutnya
disebut
tahap
Plan
(2)
melaksanakan pembelajaran yang mengacu pada
rencana
pembelajaran
dan
alat-alat
yang
disediakan, serta mengundang rekan-rekan sejawat
untuk mengamati, kegiatan ini disebut tahap Do (3)
melaksanakan
refleksi
melalui
berbagai
pendapat/tanggapan
dan
diskusi
bersama
pengamat/observer, kegiatan ini disebut tahap See.
Berikut ini akan diuraikan secara lebih detil keenam
tahap yang dikemukakan oleh Lewis tersebut di
atas:
a. Membentuk Kelompok Lesson study

Setidak-tidaknya ada empat kegiatan yang perlu


dilakukan dalam membentuk kelompok lesson study.
Keempat kegiatan tersebut adalah (1) merekrut
anggota kelompok, (2) menyusun komitmen tentang
tugas-tugas yang harus dilakukan, (3) menyusun
jadwal pertemuan, dan (4) membuat aturan-aturan
kelompok. Anggota kelompok lesson study pada
dasarnya dapat direkrut dari guru, dosen, supervisor
akademik, pejabat pendidikan, dan/atau pemerhati
pendidikan.Yang sangat penting adalah mereka
mempunyai komitmen, minat, dan kemauan untuk
melakukan inovasi dan memperbaiki kualitas
pendidikan. Setiap anggota kelompok lesson study
harus memiliki komitmen, agar dia menyiapkan
waktu
khusus
untuk
mewujudkan
atau
mengimplementasikan lesson study. Para anggota
kelompok
ini
biasanya
menyelenggarakan
pertemuan-pertemuan
rutin
baik
mingguan,
bulanan, semesteran, maupun tahunan dalam satu
tahun ajaran tertentu. Di samping itu, mereka juga
bisa bertindak sebagai guru untuk melakukan suatu
research lesson.
Seperti dikemukakan di atas, pertemuan-pertemuan
anggota kelompok diperlukan adanya jadwal yang
harus ditaati oleh setiap anggota kelompok. Jadwal
itu mengatur semua tugas yang terkait dengan
kegiatan anggota kelompok, termasuk tugas
mengajar rutin. Anggota kelompok yang bertugas
sebagai guru tentu saja tidak boleh meninggalkan
kelas mengajarnya, sehingga kegiatan lesson study
tidak mengganggu tugas pokok mengajar. Oleh
karena itu, dalam menyusun jadwal pertemuan
hharus
mempertimbangkan
tugas
pokok

mengajarnya, agar tugas pokok tersebut tidak


ditinggalkan.
b. Memfokuskan Lesson study
Pada langkah ini ada tiga kegiatan yang dapat
dilakukan, yaitu menyepakati tema permasalahan,
fokus permasalahan, atau tujuan utama pemecahan
masalah, memilih subbidang studi, serta memilih
topik dan unit pelajaran. Terkait dengan penentuan
tema permasalahan suatu lesson study, kita perlu
memperhatikan tiga hal. Pertama, bagaimana
kualitas aktual para siswa saat sekarang? Kedua,
bagaimana kualitas ideal para siswa yang diinginkan
di masa mendatang? Ketiga, adakah kesenjangan
antara kualitas ideal dan kualitas aktual para siswa
yang menjadi sasaran lesson study? Kesenjangan
inilah yang dapat diangkat menjadi bahan tema
permasalahan.
Mata pelajaran yang digunakan untuk lesson study
ditentukan oleh anggota kelompok lesson study.
Anggota kelompok bisa memilih, misalnya mata
pelajaran IPA, Bahasa, atau Matematika, dan
sebagainya sesuai dengan minat para anggota.
Sebagai panduan untuk memilih mata pelajaran,
kita dapat menggunakan tiga pertanyaan berikut.
Pertama, mata pelajaran apa yang paling sulit bagi
siswa?. Kedua, mata pelajaran apa yang paling sulit
diajarkan oleh guru?. Ketiga, mata pelajaran apa
yang ada pada kurikulum baru yang ingin dikuasai
dan dipahami oleh guru?
Setelah menentukan mata pelajaran, langkah
selanjutnya memilih topik dan pembelajaran. Topik
yang dipilih sebaiknya topik yang menjadi dasar

bagi topik berikutnya, topik yang selalu sulit bagi


siswa atau tidak disukai siswa, topik yang sulit
diajarkan atau tidak disukai oleh guru, atau topik
yang baru dalam kurikulum. Topik dipilih harus
sesuai dengan kompetensi dasar yang perlu dimiliki
oleh siswa. Berdasarkan kompetensi dasar ini
disusun pembelajaran yang akan menunjang
tercapainya kompetensi tersebut.
c. Merencanakan Pembelajaran
Di dalam merencanakan pembelajaran (instructional
improvement), di samping mengkaji pembelajaranpembelajaran yang sedang berlangsung, kita perlu
mengembangkan suatu rencana untuk memandu
belajar (plan to guide learning). Rencana itu akan
memandu proses pembelajaran, pengamatan, dan
diskusi tentang pembelajaran serta mengungkap
temuan yang akan muncul selama lesson study
berlangsung. Rencana untuk memandu belajar itu
merupakan suatu hal yang kompleks. Suatu rencana
pembelajaran
diharapkan
akan
menjawab
pertanyaan yang sangat penting, yaitu perubahanperubahan apa yang akan terjadi pada siswa selama
pelajaran berlangsung dan apa yang akan
memotivasi mereka. Daftar pertanyaan berikut
mungkin dapat membantu untuk memandu
perencanaan pembelajaran (Lewis, 2002).
1) Apa yang saat ini dipahami oleh siswa tentang
topik ini?
2) Apa yang kita inginkan dari siswa untuk dipahami
pada akhir pembelajaran?

3) Rentetan pertanyaan dan pengalaman apa yang


akan mendorong para siswa untuk berpindah dari
pemahaman awal menuju pemahaman yang
diinginkan?
4) Bagaimana para siswa akan menjawab
pertanyaan dan aktivitas apa yang dilakukan siswa
pada pembelajaran tersebut? Apakah terdapat
masalah dan miskonsepsi yang akan muncul?
Bagaimana guru akan menggunakan idea dan
miskonsepsi untuk meningkatkan pembelajaran
tersebut?
5) Apa yang akan membuat pembelajaran ini
mampu memotivasi dan bermakna bagi siswa?
6) Apakah diperlukan bukti tentang belajar siswa,
motivasi siswa, perilaku siswa yang perlu
dikumpulkan, yang nantinya dapat didiskusikan
dalam kegiatan refleksi? bagaimanakah format
pengumpulan data yang diperlukan?
Penyusunan lembar observasi untuk pengumpulan
data ini merupakan suatu elemen penting yang
didasarkan pada rencana pembelajaran yang telah
disusun. Lembar observasi ini memandu pengamat
untuk memperhatikan aspek-aspek khusus dari
pelaksanaan pembelajaran. Anggota kelompok
lesson study dan guruguru biasanya diberikan tugas
dan format pengumpulan data untuk membantu
mereka dalam mengumpulkan data. Pengumpulan
data itu biasanya dikaitkan dengan denah tempat
duduk siswa, daftar anggota setiap kelompok siswa,
catatan tentang pemikiran awal siswa, daftar cek
untuk mencatat hal-hal penting tentang karya
siswa, catatan tentang partisipasi setiap siswa dari

suatu kelompok kecil, atau data lainnya yang


diperlukan/mendukung.
Data yang dikumpulkan selama lesson study
biasanya memuat bukti tentang aktivitas belajar,
motivasi, dan iklim sosial. Walaupun pengumpulan
data lebih difokuskan pada siswa, namun juga bisa
dilakukan untuk mencatat ucapan, gerakan guru,
dan waktu yang digunakan guru pada setiap elemen
pembelajaran.
Satu bagian penting lagi dan yang patut
dipertimbangkan dalam merencanakan lesson study
adalah kehadiran ahli/pakar dari luar. Mereka bisa
berasal dari guru senior atau dosen yang memiliki
pengetahuan tentang bidang studi yang dipelajari
dan/atau bagaimana mengajar bidang studi
tersebut. Keterlibatan ahli/pakar dari luar ini akan
lebih efektif jika berlangsung sejak awal. Dengan
cara
ini,
ahli/pakar
tersebut
mempunyai
kesempatan
dalam
membantu
merancang
pembelajaran, memberi saran tentang sumbersumber
kurikulum,
dan
bertindak
sebagai
komentator dan motivatorterhadap pelaksanaan
lesson study.
d. Praktik Pembelajaran dan Observasi
Rencana pembelajaran yang telah disusun bersama
diimplementasikan oleh seorang guru yang ditunjuk
(disepakati) oleh kelompok dan diamati oleh guru
lain dan pakar/ahli dari luar. Pengamat akan
mengumpulkan data yang diperlukan selama
pelajaran berlangsung. Untuk mendokumentasikan
proses pelaksanaan pembelajaran biasanya dapat
dilakukan
dengan
menggunakan
audiotape,

videotape, handycam, kamera, karya siswa, dan


catatan observasi naratif. Peranan pengamat selama
lesson study adalah mengumpulkan data dan bukan
membantu apalagi mengganggu siswa. Para siswa
harus diberitahu lebih dahulu bahwa pengamat atau
guru lain di kelas mereka itu hanya bertugas untuk
mempelajari pembelajaran yang berlangsung dan
bukan untuk membantu ataupun menilai mereka.
Selanjutnya, setiap anggota kelompok lesson study
sebaiknya diberi tugas dengan tanggung jawab
tertentu. Untuk ini setiap anggota kelompok
memahami isi dari semua perangkat pembelajaran
yang
digunakan
guru,
seperti
rencana
pembelajaran, lembar kerja siswa (LKS), teaching
guide, dan lembar observasi, sehingga mereka akan
lebih cermat dalam mengamatinya.
e. Refleksi dan Menganalisis Pembelajaran yang
Telah Dilakukan
Rencana
pembelajaran
yang
sudah
diimplementasikan perlu dilakukan refleksi dan
dianalisis. Hal ini perlu dilakukan, karena hasil
refleksi dan analisis tersebut dapat dijadikan
sebagai bahan masukan untuk perbaikan atau revisi
rencana
pembelajaran.
Dengan
demikian
pembelajaran berikutnya diharapkan akan menjadi
lebih sempurna, efektif dan efisien. Refleksi tentang
pelaksanaan pembelajaran sebaiknya memuat butirbutir: (1) refleksi dari guru pelaksana pembelajaran,
(2) tanggapan umum dari observer/pengamat, (3)
presentasi dan diskusi tentang hasil pengolahan
data dari pengamat, (4) tanggapan dan saran dari
ahli/pakar.

Beberapa bagian penting yang berguna sebagai


panduan refleksi pelaksanaan pembelajaran adalah
sebagai berikut. Pertama, guru yang melakukan
pembelajaran diberi kesempatan menjadi pembicara
pertama untuk mengemukakan semua kesulitan
dalam
pembelajarannya,
kesalahan
yang
diperbuatnya selama pembelajaran, atau hal-hal
lain yang terjadi dalam pembelajaran dan perlu
dikemukakan dalam refleksi. Kedua, pembelajaran
yang disampaikan merupakan milik semua anggota
kelompok lesson study. Ini adalah pembelajaran
kita, bukan pembelajaran saya ataupun
pembelajaran Anda, sehingga hal ini direfleksikan
pada setiap anggota kelompok. Anggota kelompok
bertanggung jawab untuk menjelaskan pemikiran
dan perencanaan yang telah disusun bersama
tersebut. Ketiga, para guru yang merencanakan
pembelajaran itu sebaiknya menceritakan mengapa
mereka merencanakan itu, perbedaan antara apa
yang
mereka
rencanakan
dan
apa
yang
sesungguhnya terjadi dalam pelaksanaan, serta
aspekaspek pelajaran yang mereka inginkan agar
para pengamat mengevaluasinya.Keempat, diskusi
yang berfokus pada data yang dikumpulkan oleh
para pengamat. Para pengamat membicarakan
secara spesifik tentang kegiatan siswa dan karya
siswa yang mereka catat. Pengamat tidak
membicarakan
tentang
kualitas
pelajaran
berdasarkan
kesan
mereka,
tetapi
mereka
membicarakan atas dasar fakta yang ditemukan.
Kelima, waktu refleksi bebas terbatas, oleh sebab
itu hanya terdapat kesempatan yang terbatas
(Lewis, 2002).

Refleksi
dari
pelaksanaan
pembelajaran
ini
dilaksanakan segera, pada hari yang sama, setelah
rencana pembelajaran diimplementasikan. Hal ini
seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa
hasil diskusi dan analisis ini dapat digunakan
sebagai pertimbangan untuk merevisi materi,
pendekatan, dan media yang digunakan.
f. Merencanakan Tahap-tahap Berikutnya
Dalam merefleksikan lesson study, hal yang perlu
dilakukan adalah memikirkan tentang apa-apa yang
sudah berlangsung dengan baik sesuai dengan
rencana dan apa-apa yang masih perlu diperbaiki.
Sekarang tiba saatnya untuk berpikir tentang apa
yang harus dikerjakan selanjutnya oleh kelompok
lesson
study.
Apakah
anggota
kelompok
berkeinginan untuk membuat peningkatan agar
pembelajaran ini menjadi lebih baik? Apakah
anggota yang lain dari kelompok lesson study ini
berkeinginan untuk menguji cobakan pembelajaran
ini pada kelas mereka sendiri? Apakah anggota
kelompok lesson study puas dengan pelaksanaan
lesson study dan operasional kelompok? (Lewis,
2002).
Pertanyaan-pertanyaan
berikut
juga
dapat
membantu dalam melakukan refleksi terhadap
siklus lesson study maupun memikirkan langkah
yang akan dilakukan berikutnya. Pertanyaan
tersebut (menurut Lewis, 2002), antara lain : (1) apa
yang berguna atau nilai tambah apa tentang
pelaksanaan lesson study yang telah dikerjakan
bersama? (2) apakah lesson study membimbing kita
untuk berpikir dengan cara baru tentang praktek

pembelajaran sehari-hari? (3) Apakah lesson study


membantu mengembangkan pengetahuan kita
tentang materi pelajaran serta pengetahuan
tentang
pembelajaran
yang
sesuai
dengan
perkembangan siswa? (4) apakah pelaksanaan
lesson study menarik bagi kita dalam meningkatkan
keprofesionalan kita? (5) apakah pelaksanaan lesson
study yang dilakukan secara kolaboratif/bersamasama merupakan suatu kerja yang produktif dan
suportif? (6) sudahkah kita membuat kemajuan
pembelajaran
secara
menyeluruh
melalui
pelaksanaan lesson study? (7) apakah semua
anggota kelompok kita merasa terlibat dan
berguna? (8) apakah pihak yang bukan peserta
kelompok memperoleh informasi atau manfaat dari
hasil pelaksanaan kegiatan lesson study kita.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini termasuk tindakan berbasis kelas yaitu
merupakan suatu usaha untuk meningkatkan
kualitas mengajar melalui partisipasi guru/calon
guru dengan melalui praktek mengajar laboratoris
antara calon guru matematika dengan peneliti dan
melibatkan dosen ahli. Penelitian ini bertujuan
menghasilkan produk berupa (a) Identifikasi
Masalah-Masalah Pembelajaran yang profesional
bagi guru/calon guru (b) Rancangan Lesson Study
sebagai model pembelajaran untuk meningkatkan
keprofesionalan guru (Model-Model Konseptual

Pembelajaran yang dirancang berdasarkan masalahmasalah pembelajaran yang teridentifikasi tersebut)


(c) Suatu model peningkatan mutu pembelajaran
melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif
dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip
kolegalitas dan mutual learning untuk membangun
learning community. Oleh karena itu lesson study
dapat dilaksanakan dalam satu kelompok guru/calon
guru mata pelajaran sejenis (guru matematika).
Produk yang berupa masalah-masalah pembelajaran
dicapai dengan pendekatan penelitian deskriptif
kualitatif dengan cara survey dan observasi latihan
pembelajaran laboratoris di laboratoriun micro
teaching, karena itu perlu ada model mengajar
laboratoris. Berdasarkan pada masalah-masalah
pembelajaran di atas, maka dirancang model
pembelajaran bidang studi matematika melalui
lokakarya terbatas.

B. Rancangan Penelitian
Mengingat penelitian ini merupakan penelitian
tindakan berasis kelas, maka penlitian ini akan
bersifat praktis, situasional, kondisional dan
kontektual. Berdasarkan permasalahan yang ada
selama dalam kegiatan pembelajaran Matematika.
Adapun rancangan penelitian ini mengacu pendapat
Moleong (1994) dengan rangkaian adaptasi dan
implementasi mengikuti pendapat Robinson (2006).
Rancangan penelitian menurut Moleong ada 5
tahapan yaitu: (1) dialog awal (2) perencanaan
tindakan pembelajaran (3) pelaksanaan tindakan,

observasi dan monitoring (4). refleksi, dan (5)


evaluasi. Robinson, mengusulkan delapan tahap
berdasarkan pada banyaknya kegiatan yang
diperlukan dalam pelaksanaan lesson study, yakni:
Tahap 1: Pemilihan topik lesson study
Tahap
2:
Melakukan
reviu
silabus
untuk
mendapatkan kejelasan tujuan pembelajaran untuk
topik tersebut dan mencari ide-ide dari materi yang
ada dalam buku pelajaran. Selajutnya bekerja dalam
kelompok untuk menyusun rencana pembelajaran.
Tahap 3: Setiap tim yang telah menyusun rencana
pembelajaran menyajikan atau mempresentasikan
rencana pembelajarannya, sementara kelompok lain
memberi masukan, sampai akhirnya diperoleh
rencana pembelajaran yang lebih baik.
Tahap 4: Guru yang ditunjuk oleh kelompok
menggunakan masukan-masukan tersebut untuk
memperbaiki rencana pembelajaran.
Tahap
5:
Guru
yang
ditunjuk
tersebut
mempresentasikan rencana pembelajaran nya di
depan semua anggota kelompok lesson study untuk
mendapatkan balikan.
Tahap 6: Guru yang ditunjuk tersebut memperbaiki
kembali secara lebih detail rencana pembelajaran
dan mengirimkan pada semua guru anggota
kelompok,
agar
mereka
tahu
bagaimana
pembelajaran akan dilaksanakan di kelas.
Tahap 7: Para guru dapat mempelajari kembali
tentang rencana pembelajaran tersebut dan

mempertimbangkannya
dari
berbagai
aspek
pengalaman pembelajaran yang mereka miliki,
khususnya difokuskan pada hal-hal yang penting
seperti : hal-hal yang akan dilakukan guru,
pemahaman siswa, proses pemecahan oleh murid,
dan kemungkinan yang akan terjadi dalam
implementasi pembelajarannya.
Tahap 8: Guru yang ditunjuk tersebut melaksanakan
rencana pembelajaran di kelas, sementara guru
yang lain bersama dosen/pakar mengamati sesuai
dengan tugas masing-masing untuk memberi
masukan pada guru. Pertemuan refleksi segera
dilakukan
secepatnya
kegiatan
pelaksanaan
pembelajaran, untuk memperoleh masukan dari
guru observer, dan akhirnya komentar dari dosen
atau pakar luar tentang keseluruhan proses serta
saran sebagai peningkatan pembelajaran, jika
mereka mengulang di kelas masing-masing atau
untuk topik yang berbeda.
Dari delapan tahapan di atas tampak adanya upaya
penyusunan dan perbaikan rencana pembelajaran
dan
praktek
pembelajaran
laboratoris
yang
berulang-ulang
untuk
memperoleh
rencana
pembelajaran dan model pembelajaran yang
terbaik.
C. Subjek dan Informan Penelitian
Yang menjadi subjek penelitian ini adalah
mahasiswa yang sedang melakukan program
praktek mengajar di Laboratorium Micro Teaching
yaitu mahasiswa semester VI Program Studi
Pendidikan
Matematika
FKIP-UMS.
Informan

penelitian yang lain dosen pembimbing dan dosen


ahli.
Informan penelitian diharapkan memberikan atau
merupakan sumber informasi yang berkaitan
dengan beberapa pertanyaa penelitian, yakni (a)
Hal-hal apa saja yang menjadi kendala (masalah)
dalam peningkatan kualitas micro teaching dan PPL
(Program Pengalaman Lapangan) melalui lesson
study bagi calon guru matematika pada Program
Studi
Pendidikan
Matematika
FKIP-UMS
(b)
bagaimana rancangan lesson study yang efektif
sebagai model untuk meningkatkan kualitas micro
teaching dan PPL bagi calon guru matematikan FKIPUMS (model konseptual pembelajaran yang
dirancang
berdasarkan
masalah-masalah
pembelajaran yang teridentifikasi tersebut di atas).
(c) bagaimana model peningkatan kualitas Micro
Teaching dan PPL (Program Pengalaman Lapangan)
malalui lesson study bagi calon guru matematika
pada Program Studi Pendidikan Matematika FKIPUMS?
D. Metode
Penelitian.

Pengumpulan

Data

dan

Instrumen

1. Metode Pengumpulan Data


Data tentang masalah-masalah pembelajaran
dikumpulkan dengan metode (teknik) observasi,
wawancara dan angket.
Observasi dilakukan untuk mengamati praktek
pembelajaran di Lab. Micro Teaching (beberapa kali)
sampai
memperoleh
model
pembinaan

pembelajaran yang berkualitas / profesional melalui


lesson study.
Wawancara dilakukan baik kepada calon guru
maupun dosen pembimbing dan dosen ahli untuk
memperoleh
data
tentang
masalah-masalah
pembelajaran sampai memperoleh interpretasi dari
informan tentang strategis peningkatan kualitas
pembelajaran memlalui lesson study, dan kemudian
peneliti menginterpretasikan interpretasi informasi
tersebut sampai memperoleh bahasa ilmiah yang
tidak merobah makna dari interpretasi pertama.
Dalam hal ini Berger menyebutnya dengan first
order
understanding
dan
second
order
understanding.
Angket diberikan kepada calon guru bidang studi
matematika untuk memperoleh data tentang
identifikasi masalah-masalah pembelajaran. Untuk
itu peneliti perlu mempersiapkan antara lain; (1)
instrumen penelitian, instrumen penelitian ini
berupa: pedoman observasi, angket semi terbuka,
(2) model pembelajaran matematika secara
laboratoris. (2) latihan mengajar di Lab Micro
Teaching oleh calon guru matematika, setiap calon
guru mendapatkan pelatihan mengajar berulangulang
kali
sampai
mendapatkan
model
pembelajaran metematika yang profesional.
2. Instrumen Penelitian
Beberapa contoh pertanyaan angket adalah sebagai
berikut:
1) Apa yang saat ini dipahami oleh siswa tentang
topik ini?

2) Apa yang kita inginkan dari siswa untuk dipahami


pada akhir pembelajaran?
3) Rentetan pertanyaan dan pengalaman apa saja
yang akan mendorong para siswauntuk berpindah dari pemahaman awal menuju
pemahaman yang diinginkan?
4) Bagaimana para siswa akan menjawab
pertanyaan dan aktivitas apa yang dilakukan siswa
pada pembelajaran tersebut? Apakah terdapat
masalah dan miskonsepsi yang akan muncul?
Bagaimana guru akan menggunakan idea dan
miskonsepsi untuk meningkatkan pembelajaran
tersebut?
5) Apa yang akan membuat pembelajaran ini
mampu memotivasi dan bermakna bagi siswa?
6) Apakah diperlukan bukti tentang belajar siswa,
motivasi siswa, perilaku siswa yang perlu
dikumpulkan, yang nantinya dapat didiskusikan
dalam kegiatan refleksi? bagaimanakah format
pengumpulan data yang diperlukan?
3. Bias Penelitian
Dalam proses pengumpulan informasi (data) ini,
kemungkinan akan terjadi bias-bias peneliti, seperti
dinyatakan oleh Denzim dan Lincoln (1994),
terdapat sedikitnya dua hal yang mengharuskan
agar peneliti bersifat hati-hati, yaitu; (1) peneliti
bisa kehilangan sensitifitas terhadap aktifitas seharihari karena sedemikian jauh peneliti going-along,
sehingga berbagai aktifitas subyek penelitian dapat

ditebak sebelumnya, sehingga peneliti dapat dibuat


tidak tertarik atau bosan, dan mengakibatkan
kemampuan melihat, mencatat dan merekam
secara detail fenomena subjek penelitian menjadi
tumpul; (2) peneliti kehilangan objektivitas terhadap
setting, karena bisa jadi peneliti terikat dengan
kelompok tertentu, yang bisa berakibat netralitas
sebagai kolektor bahan empirik tidak terpenuhi
(Denzin dan Lincoln, 1994: 231).
Posisi peneliti seperti diilustrasikan di atas, dapat
menimbulkan bias kepentingan maupun bias nilai.
Oleh karena itu, agar bisa tetap menghasilkan
penelitian yang transferable, maka dijaga dari
kemungkinan pengungkapan makna yang tidak
sesuai realitas senyatanya, maka dalam hal ini perlu
dilakukan triangulasi sebagai peneliti (investigator
triangulation). Dalam hal ini, peneliti menempuh
langkah penarikan diri. Pada saat-saat tertentu yang
lain, peneliti bisa meneruskan penelitiannya dengan
selalu menjaga agar tidak terjadi bias kedua dan
seterusnya.
E. Teknik Analisis Data.
Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif.
Analisis deskriptif kualitatif dengan pendekatan
proses alur yaitu data dianalisis sejak tindakan
pembelajaran dilaksanakan, dikembangkan selama
proses pemelajaran berlangsung sampai diperoleh
pembelajaran yang berkualitas / profesional.
Teknis analisis data dalam penelitian ini mengacu
pendapat Milles (1992), Pertama, analisis data yang
muncul berwujud kata-kata, data ini dikumpulkan
dengan observasi, wawancara, angket dan model

pembelajaran. Kedua, analisis ini terdiri dari tiga


alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu;
reduksi
data,
penyajian
data,
penarikan
kesimpulan/verifikasi
(Miles
dan
Huberman,
1992:15-21).
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan,
pemusatan
perhatian
pada
penyederhanaan,
pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan,
dalam hal ini peneliti mencatat hasil wawancara
dengan informan berkaitan dengan permasalahan
penelitian yang telah di rumuskan pada bagian latar
belakang tersebut di atas.
Alur penting yang kedua dari kegiatan analisis data
adalah penyajian data. Penyajian data di sini
sebagai sekumpulan informasi tersusun yang
memberi
kemungkinan
adanya
penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian
data ini berbentuk teks naratif, teks dalam bentuk
catatan-catatan hasil wawancara dengan informan
penelitian sebagai informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan.
Kegiatan analisis ketiga yang penting adalah
menarik kesimpulan dan verifikasi. Dari permulaan
pengumpulan
data,
seseorang
penganalisis
(peneliti) mulai mencari makna peningkatan kualitas
pembelajaran melalui lesson study. Dengan
demikian, aktifitas analisis merupakan proses
interaksi antara ketiga langkah analisis data
tersebut, dan merupakan proses siklus sampai
kegiatan penelitian selesai.
F. Indikator Kinerja

Indikator kinerja ini diarahkan pada pencapaian


produk berupa (a) Hal-hal yang menjadi kendala
(masalah) dalam peningkatan kualitas micro
teaching dan PPL (Program Pengalaman Lapangan)
melalui lesson study bagi calon guru matematika
pada Program Studi Pendidikan Matematika FKIPUMS (b) rancangan lesson study yang efektif
sebagai model untuk meningkatkan kualitas micro
teaching dan PPL bagi calon guru matematikan FKIPUMS (model konseptual pembelajaran yang
dirancang
berdasarkan
masalah-masalah
pembelajaran yang teridentifikasi tersebut di atas).
(c) model peningkatan kualitas Micro Teaching dan
PPL (Program Pengalaman Lapangan) malalui lesson
study bagi calon guru matematika pada Program
Studi Pendidikan Matematika FKIP-UMS.
Indikator peningkatan kualitas pembelajaran mikro
dan kualitas PPL apabila calon guru sudah mampu
mempraktikkan beberapa ketrampilan mengajar
sebagai berikut: (1) Ketrampilan mengelola kelas (2)
ketrampilan membuka pelajaran (3) ketrampilan
bertanya (pre test, saat menerangkan, dan pos test)
(4) ketrampilan menerangkan (5) ketrampilan
menggunakan
multi
media
(6)
ketrampilan
menggunakan multi metode (7) ketrampilan
memberikan motivasi (8) ketrampilan memberikan
ganjaran (9) ketrampilan menutup pelajaran

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kendala Peningkatan Kualitas Micro Teaching dan


PPL
Untuk mendapatkan data kendala dalam upaya
peningkatan kaulitas micro teaching dan PPL bagi
mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika
FKIP-UMS, peneliti melakukan wawancara kepada
beberapa sumber informasi sebagai bereikut;
Suwaji, Kepala Sekolah SMK Muhammadiyah 2
Surakarta menjelaskan bahwa; calon guru sebelum
menjalankan tugas PPL di Sekolah Latihan perlu
pelatihan baik secara tertulis (administrasi) maupun
praktek mengajar secara Micro Teaching (di
Laboratorium) manupun mini teaching yang lebih
banyak untuk mempraktekkan berbagai ketrampilan
mengajar secara tuntas, hal itu dilakukan untuk
menghindari
/mengurangi
kesalahan
dalam
pelaksanaan PPL.
Penjelasan lain sebagaimana yang dikemukakan
oleh seorang guru pembimbing yang tidak mau
disebut namanya bahwa; kebanyakan mahasiswa
PPL kurang menguasai materi ajar, mahasiswa PPL
perlu belajar yang sungguh-sungguh dalam
menguasai materi, termasuk belajar dari beberapa
sumber sehingga materi yang dikuasai peserta PPL
cukup banyak.
Permasalahan lain juga disampaikan dalam diskusi
pembimbingan antara guru pembimbing, dosen
pembimbing dan mahasiswa PPL, disimpulkan
bahwa; mahasiswa PPL pada umumnya kurang
menguasai secara keseluruhan kurikulum/bahan
ajar, penggunaan multi metode, termasuk pola
interasi, alat peraga yang tepat, pemanfaatan alam

sekitar, sistem penilaian yang tepat, termasuk


kelemahan
penguasaan
pembimbingan
micro
teaching. Dalam diskusi di sepakati dan diusulkan
agar sebelum mengajar paerlu diskusi awal untuk
menyamakan persepasi pengembangan bahan ajar
yang sesuaia dengan pokok bahasan yang akan di
ajarkan.
Temuan lain di Sekolah Latihan (SMP Al Islam
Kartosura), menurut penjelasan beberapa guru
pembimbing dapat peneliti rangkum sebagai
berikut; calon guru sebelum menjalankan tugas PPL
di Sekolah Latihan perlu latihan mengajar secara
laboratoris maupu real teaching yang lebih banyak
mempraktekkan berbagai ketrampilan mengajar
secara
tuntas,
hal
itu
dilakukan
untuk
menghindari/mengurangi
kesalahan
dalam
pelaksanaan PPL, kebanyakan mahasiswa PPL
kurang menguasai materi ajar.
Permasalahan
lain
juga
disampaikan
oleh
koordinator
guru
pembimbing
PPL
bahwa;
mahasiswa PPL pada umumnya kurang menguasai
secara keseluruhan kurikulum/bahan ajar, teknik
mengajar konstruktivisme, kurang memberikan
waktu kepada anak untuk berpartisipasi dalam
pembelajaran, pengelolaan kelas, penggunaan multi
metode termasuk pola interasi, alat peraga yang
tepat, pemanfaatan alam sekitar, sistem penilaian
yang tepat, kelemahan ini semua tidak lepas
dengan kelemahan penguasaan pembimbingan
micro teaching.
Dalam diskusi antara guru pembimbing, dosen
pamong dan mahasiswa PPL di sepakati dan

diusulkan agar sebelum mengajar paerlu diskusi


awal untuk menyamakan persepasi pengembangan
bahan ajar yang sesuai dengan pokok bahasan yang
akan di ajarkan.
Temuan lain di SMK Muhammadiyah 1 Surakarta,
dari wawancara peneliti kepada Wakasek Kurikulum
bapak Abdul Fatah menjelaskan, menurut informasi
dari beberapa guru pembimbing, saya (Wakasek
Kurikulum) menyimpulkan bahwa kendala yang
dihadapi para mahasiswa PPL di Sekolah kami
adalah para mahasiswa kelihatan kurang berlatih
mengajar secara laboratoris maupun real teaching,
hal ini ditunjukkan masih banyak kekurangan dalam
praktek mengajar karena itu kami usulkan perlunya
secara intensip mahasiswa latihan berbagai
ketrampilan mengajar secara tuntas, hal itu
dilakukan untuk menghindari/mengurangi kesalahan
dalam
pelaksanaan
PPL,
kendala
lainnya
kebanyakan mahasiswa PPL kurang menguasai
materi ajar.
Permasalahan lain juga disampaikan oleh guru
pembimbing (yang tidak mau disebut namanya)
bahwa; mahasiswa PPL pada umumnya kurang
menguasai secara keseluruhan kurikulum/bahan
ajar, teknik menagajar yang menumbuhkan
kreativitas anak, kurang memberikan waktu kepada
anak untuk berpartisipasi dalam pembelajaran,
pengelolaan kelas, penggunaan multi metode
termasuk pola interasi, alat peraga yang tepat,
pemanfaatan alam sekitar, dan sistem penilaian
yang tepat.

Dari temuan-temuan dilapangan tersebut diatas


dapat
disimpulkan
bahwa:
Kendala
utama
peningkatan kualitas pengajaran micro teaching dan
PPL bagi calon guru Progran Pendidikan Matematika
FKIP-UMS adalah (1) kurangnya kemampuan calon
guru dalam pengembangan kurikulum menjadi
pembelajaran
berkualitas
(2)
minimnya
ketersediaan sumber belajar yang dimiliki dan
pemanfaatannya (3) masalah pola interaksi
pembelajaran
dan
pola
pengembangan
pembelajaran yang berkaulitas (4) masalah pola
pemanfaatan
potensi
alam
sekitar
untuk
mendukung kegiatan pembelajaran (5) masalah
pengembangan
instrumen
penilaian
hasil
pembelajaran berkualitas (6) permasalahn kesulitas
calon guru dalam penguasaan kompetensi yang
diajarkan guru. (7) kemampuan dosen dalam
penguasaan Micro Teaching sebagai in service
training bagi calon guru dan pre service training
bagi guru dan dosen dan (8) kurangnya peran dosen
Mata Kuliah Keahlian (Mata Kuliah yang menunjang
materi
bidang
studi
matematika)
dalam
pengembangan pembelajaran berkualitas.
B. Rancangan yang Efektif Meningkatkan Kualitas
Micro Teaching dan PPL dengan Pendekatan lesson
study
1. Rancangan Micro Teaching dengan Pendekatan
Lesson Study
Tahapan-tahapan Lesson study yang efektif sebagai
model untuk meningkatkan kualitas micro teaching
dan PPL mengacu pendapat Sukirman dalam
makalah
Pelatihan
Lesson
Study
guru-guru

Berprestasi dan Pengurus MGMP MIPA SMP seIndonesia, mencakup 3 (tiga) tahap kegiatan; (1)
perencanaan (planning), (2) implementasi (action)
pembelajaran dan observasi (3) refleksi (reflection)
terhadap
perencanaan
dan
implementasi
pembelajaran tersebut, dalam rangka meningkatkan
kualitas pembelajaran.
Mengenalkan lesson study yang berorientasi pada
praktik, yang dilaksanakan dengan 3 tahap pokok
tersebut
di
atas
masing-masing
tahap
dikembangkan aspek-aspeknya, antara lain; (1)
merencanakan pembelajaran dengan penggalian
akademis pada topik dan alat-alat pembelajaran
yang digunakan, yang selanjutnya disebut tahap
Plan (2) melaksanakan pembelajaran yang mengacu
pada rencana pembelajaran dan alat-alat yang
disediakan, serta mengundang rekan-rekan sejawat
untuk mengamati, kegiatan ini disebut tahap Do (3)
melaksanakan
refleksi
melalui
berbagai
pendapat/tanggapan
dan
diskusi
bersama
pengamat/observer, kegiatan ini disebut tahap See.
Lebih jelasnya digambarkan dalam bagan berikut.
Rancangan model tersebut di atas dikembangkan
dalan tiga model yaitu; model koopertif, model
berdasarkan masalah, dan model peningkatan
langsung. Penjelasan beberapa model tersebut
sebagaimana uraian di bawah ini.
1)
Model
Peningkatan
Kualitas
Kooperatif
(Improvement Model of Quality of Co-Operative)
Model kooperatif ini memiliki beberapa unsur yaitu;
(1) Siswa belajar dalam kelompok kecil yang
beranggotakan 4 sampai 5 orang untuk efektifitas

kelompok dalam belajar. Anggota kelompok yang


terlalu besar tidak menjamin adanya kerja belajar
yang efektif (2) Setiap anggota kelompok memiliki
rasa ketergantungan dalam kelompok, keberhasilan
kelompok sangat ditentukan oleh kekompakan
anggota-anggota dalam kelompok tersebut (3)
Diperlukan tanggung jawab masing-masing anggota
kelompok, kesadaran tanggung jawab masingmasing anggota kelompok dalam belajar sangat
mendukung keberhasilan kelompok (4) Terdapat
kegiatan komunikasi tatap muka baik antar anggota
kelompok
daslam
kelompok
maupun
antar
kelompok. Adanya komunikasi ini dapat mendorong
terjadinya interaksi positip, sesama siswa dapat
lebih saling mengenal, masing-masing siswa saling
menghargai pendapat teman, menerima kelebihan
dan kekurangan teman apa adanya, menghargai
perbedaan pendapat yang selalu terjadi dalam
kehidupan. Siswa saling asah, saling asih dan saling
asuh (5) Anggota-anggota kelompk berlatih untuk
mengevalusi
pedapat
teman,
melalui
adu
argumentasi, belajar menerima hasil evaluasi dari
teman esama anggota kelompok, pada akhirnya
dapat menumbuhkan rasa toleransi pendapat dan
bergaul dalam hidup bermasyarakat. Dari ke 5 unsur
tersebut di atas dapat ditarik simpulan bahwa lewat
pembelajaran kooperatif, di samping diperoleh
pencapaian aspek akademik yang tinggi di kalangan
siswa, juga bermakna dalam membantu guru dalam
mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi
sosial dalam hubungannya dengan sesama.
2) Model Peningkatan Kualitas Berdasar Masalah
(Improvement Model of Quality of Based on
Problem)

Model peningkatan kualitas guru ini bertumpu pada


pengembangan kemampuan berpikir di kalangan
siswa lewat latihan penyelesaian masalah, oleh
sebab itu siswa dilibatkan dalam proses maupun
perolehan
produk
penyelesaiannya.
Dengan
demikian model ini juga akan mengembangkan
keterampilan berpikir lewat fakta empiris maupun
kemampuan berpikir rasional, sehingga latihan yang
berulang-ulang ini dapat membina keterampilan
intelektual dan sekaligus dapat mendewasakan
siswa. Siswa berperan sebagai self-regulated
learner, artinya lewat pembelajaran model ini siswa
harus dilibatkan dalam pengalaman nyata atau
simulasi sehingga dapat bertindak sebagai seorang
ilmuwan atau orang dewasa.
Model ini tentu tidak dirancang agar guru
memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada
siswa, tetapi guru perlu berperan sebagai fasilitator
pembelajaran dengan upaya memberikan dorongan
agar siswa bersedia melakukan sesuatu dan
mengungkapkannya secara verbal.
3)
Model
Peningkatan
Kualitas
(Improvement Model of Quality of Direct)

Langsung

Pembelajaran ini seringkali dianggap lebih sesuai


dengan sifat ilmu yang dipelajari, seperti halnya
kelompok mata pelajaran Basic Science. Hal ini di
dasarkan pada asumsi bahwa pengetahuan ilmiah
tersusun secara terstruktur yang memuat materi
prasyarat dalam setiap langkah penyajiannya.
Pembelajaran langsung pada umumnya dirancang
secara khusus untuk mengembangkan aktivitas
belajar di pihak siswa berkaitan dengan aspek

pengetahuan
procedural
serta
pengetahuan
deklaratif yang terstruktur dengan baik yang dapat
dipelajari selangkah demi selangkah. Fokus utama
dari pembelajarn ini adalah adanya pelatihanpelatihan yang dapat diterapkan dari keadaan nyata
yang sederhana sampai yang lebih kompleks.
Untuk semua model di atas beberapa catatan yang
penting antara lain : (1). pendalaman materi secara
individual dapat dilakukan di luar jam pelajaran, hal
tersebut memilik dua keuntungan;(a) siswa dapat
mencari sumber belajar lebih luas (internet atau
buku bacaan yang lain), (b) waktu yang disediakan
untuk kerja terstruktur dapat dimanfaatkan untuk
diskusi kelompok dan presentasi hasil, sehingga
lebih longgar (2) untuk, Lesson Study beberapa guru
dapat memonitor dan mengevaluasi seluruh
kegiatan dari awal sampai akhir, untuk selanjutnya
dilakukan diskusi diluar jam sebagai bahan masukan
untuk merevisi perncanaan program selanjutnya.
2. Rancangan Micro Teaching dan PPL
Pembelajaran mikro adalah penyederhanaan dari
pembelajaran yang sebenarnya dengan tujuan lain;
(1)
membantu
calon
guru/guru
menguasai
ketrampilan-ketrampilan khusus, agar dalam latihan
mengajar sesungguhnya tidak mengalami kesulitan
(2) meningkatkan taraf kompetensi pembelajaran
bagi calon guru/guru secara bertahap (3) untuk
menemukan
sendiri
kekurangan
bagi
calon
guru/guru sekaligus berbaikannya.
PPL (Program Pengalaman Lapangan) merupakan
salah
satu
kegiatan
kurikuler
yang
wajib
dilaksanakan oleh mahasiswa FKIP-UMS untuk

mencapai derajat gelar sarjana pendidikan. Kegiatan


PPL
mencakup
praktik
pembelajaran
dan
persekolahan, kegiatan ini diharapkan mapu
membentuk empat kompetensi yandipersyaratkan
untuk menjadi guru yang profesional. PPL secara
umum
bertujuan
agar
mahasiswa
memiliki
kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional,
adapun secara khusus PPL bertujuan memberikan
bekal kapda mahasiswa yang berupa pengetahuan,
ketrampilan, nilai dan sikap profesional sebagai
calon guru.
Mengajar merupakan
kegiatan yang sangat
kompleks dan melibatkan banyak unsuk yang
secara serempak dan serasi harus dilakukan secara
bersama. Unsur-unsur itu meliputi ilmu, teknologi
instruksional, sejumlah ketrampilan mengajar.
Dalam
hal
praktek
mengajar
calon
guru
mempraktekkan katrampilan mengajar yaitu; Tahap
Persiapan Pembelajaran, meliputi; 1) ketrampilan
membuka pelajaran 2) ketrampilan meberi motivasi
Tahap Pengelolaan Pembelajaran, meliputi; 1)
ketrampilan menjelaskan 2) ketrampilan memberi
penguatan verbal dan non verbal 3) ketrampilan
bertanya 4) ketrampilan menggunakan metode
yang tepat 5) ketrampilan menggunakan media
pembelajaran 6) ketrampilan mengelola kelas.
Tahap Penutup Pembelajaran yakni 1) ketrampilan
menutup pelajaran
C. Peningkatan Kualitas Micro Teaching dan PPL
(Program Pengalaman Lapangan) malalui Lesson
Study

1. Peningkatan Micro Teaching


Secara teoritis peningkatan kualitas pembelajaran,
termasuk juga peningkatan kualitas micro teaching
dan PPL bagi mahasiswa Program Studi Pendidikan
Matematika FKIP-UMS melalaui tiga tahapan; tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap
evaluasi
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan ini langkah yang dilakukan
adalah; (1) membentuk kelompok pembelajaran (2)
masing-masing kelompok mendapat tugas mengajar
dari
dosen
pembimbing
(3)
masing-masing
kelompok berdiskusi atau kajian akademik, yakni
kajian awal untuk melakukan penyidikan dan
pembahasan materi ajar (4) masing-masing
kelompok membut RMP (Rencana Mata Pelajaran)
(5) menyiapkan alat peraga.
Setelah membentuk kelompok dan masing-masing
kelompok mendapat tugas mengajar, calon guru
dengan bimbingan tim ahli diskusi tentang materi
pembelajaran. Selajutnya calon guru membuat RMP
(Rencana Mata Pelajaran), rencana ini dibuat oleh
masing-masing calon guru dengan berkonsultasi
kepada guru pamong dan dosen pembimbing/dosen
pengampu mata kuliah yang ada kaitannya dengan
praktik mengajar. Dan kemudian langkah ketiga
calon guru mempersiapkan alat peraga, alat
pelajaran, alat-alat ini dipilih yang sesuai dengan
pokok bahasan yang akan diajarkan, alat peraga
tersebut berfungsi untuk memperjelas pelajaran
agar tidak menimbulkan pengetahuan yang
verbalistis. Alat peraga ini bisa berasal dari

lingkungan, bisa alat buatan sendiri, bahkan bisa


alat elektronik yang berbasis IT.
b. Tahap
Teaching

Pelaksanaan

Mengajar

secara

Micro

Tindakan Pertama,
Putaran I
Praktik mengajar secara laboratoris, praktik
mengajar ini berbasis ketrampilam mengajar yang
diikuti 20 calon guru berlatih mengajar secara micro
taching,
Pertama, praktik mengajar micro teaching, pada
tindakan pertama putaran ini calon guru berlatih
mengajar Tahap Persiapan dan Tahap Menutup
Pelajaran, ketrampilan yang dilatihkan (ketrampilan
membuka, memberikan motivasi dan menutup
pelajaran). Aspek yang dinilai dalam ketrampilan
membuka pelajaran, antara lain; (1) memperhatikan
sikap dan tempat duduk siswa (2) memulai
pelajaran setelah siswa siap menerima pelajaran (3)
mengenalkan pkok bahasan cukup menarik (4)
mengenalkan
pokok
bahasan
dengan
menghubungkan pengetahuan yang telah diketahui
siswa (5) hubungan antara pendahuluan dengan inti
pelajaran nampak jelas dan logis. Sedang aspek
yang dinilai dalam ketrampilan menutup pelajaran
adalah sebagai berikut; (1) menyimpulkan pelajaran
dengan tepat (2) menggunakan kata-kata yang
dapat membesarkan hati siswa (3) menimbulkan
perasaan mampu dari pelajaran yang diperoleh (4)
mendorong siswa tertarik pada pelajaran yang telah
diterima.

Kedua, diskusi pelaksanaan praktik mengajar micro


putaran 1 oleh calon guru, observer, dan dosen
pembimbing).
Hasil
dari
diskusi
tersebut
berkesimpulan ada 4 orang calon guru yang
dianggap telah berhasil, sedangakan yang 16 orang
calon guru masih ada kekurangan (belum berhasil),
terhadap empat aspek ketrampilan yang harus
diperbaiki, yaitu aspek; (1) memulai pelajaran
setelah siswa siap menerima pelajaran (2)
mengenalkan pokok bahasan cukup menarik (3)
menyimpulkan pelajaran dengan tepat dan (4)
mendorong siswa tertarik pada pelajaran yang telah
diterima. Diskusi juga berkesimpulan agar calon
guru memperbaiki MRP dengan berkonsultasi
kepada guru pomong dan dosen pembimbing.
Selanjutnya calon guru yang belum berhasil
tersebut disarankan memperbaiki RMP (Rencana
Mata Pelajaran) sebelum mengajar pada putaran 2.
Dari 20 calon guru yang telah berlatih mengajar
dengan dua ketrampilam tersebut hanya 4 calon
guru yang berhasil (20%). Kemudian dilanjutkan
putaran berikutnya (putaran 2)
Putaran 2
Pada putaran kedua ini disamping mempertahankan
beberapa aspek ketrampilan mengajar yang telah
berhasil pada putaran 1, juga memperbaiki aspek
ketrampilan yang belum berhasil pada putaran 1.
Langkah yang ditempuh pada putaran 2 adalah;
Pertama, perbaikan RMP berdasarkan hasil diskusi
pada putaran 1, mepersiapkan alat peraga, praktik
mengajar micro teching putaran 2. Kedua, diskusi
pelaksanaan praktik mengajar micro putaran 2.

Hasil dari diskusi tersebut calon guru masih terdapat


satu ketrampilan yang harus diulang yaitu
ketrampilan mendorong siswa tertarik pada
pelajaran yang telah diterima, diskusi tersebut juga
menyarankan agar calon guru memperbaiki MRP
dengan berkonsultasi kepada guru pomong dan
dosen pembimbing.
Hasil tindakan putaran 2 calon guru yang berhasil
meningkat menjadi 11 calon guru (55%).
Putran 3
Pada putaran ketiga ini disamping mempertahankan
beberapa aspek ketrampilan mengajar yang telah
berhasil pada putaran 2, juga memperbaiki aspek
ketrampilan yang belum berhasil pada putaran 2.
Langkah yang ditempuh pada putaran 3 adalah;
Pertama, perbaikan RMP berdasarkan hasil diskusi
pada putaran 2, mepersiapkan alat peraga, praktik
mengajar micro teching putaran 3. Kedua, diskusi
pelaksanaan praktik mengajar micro putaran3.
Hasil tindakan putaran 3 meningkat lagi mencapai
20 calon guru (100 %)
Tindakan Kedua,
Putaran 1
Pada Tindakan Kedua Putaran ini yang dilakukan;
Pertama, calon guru praktik mengajar secara
laboratoris
Tahap
Pengelolaan
Pembelajaran,
meliputi;
(1)
ketrampilan
menjelaskan
atau
menerangkan, (2) ketrampilan memberi penguatan
verbal dan non verbal, (3) ketrampilan bertanya, (4)

ketrampilan menggunakan metode yang tepat, (5)


ketrampilan menggunakan media pembelajaran,
ketrampilan mengelola kelas.
Kedua, diskusi antara calon guru, observer, dan
dosen pembimbing; diskusi ini mendiskusikan
pelaksanaan pengajar oleh calon guru itu, hasil dari
diskusi tersebut berkesimpulan bahwa dari 20 calon
guru terdapat 2 orang calon guru yang dianggap
telah berhasil, sedangakan yang 18 orang
kebanyakan masih ada kekurangan (belum berhasil)
mempraktekkan lima ketrampilan dan masih perlu
perbaikan, Diskusi juga menghasilkan agar calon
guru memperbaiki MRP dengan berkonsultasi
kepada guru pomong dan dosen pembimbing.
Selanjutnya calon guru yang belum brerhasil
disarankan memperbaiki RMP (Rencana Mata
Pelajaran) sebelum mengajar pada putaran 2.
Putaran 2
Pada putaran kedua ini disamping mempertahankan
beberapa ketrampilan mengajar yang telah berhasil
pada putaran 1, calon guru juga memperbaiki
ketrampulan yang belum berhasil pada putaran 1.
Setelah selesai praktek mengajar dilanjutkan
diskusi. Hasil dari diskusi tersebut calon guru masih
terdapat satu ketrampilan yang harus diulang yaitu
menerangkan, diskusi tersebut juga menyarankan
agar calon guru memperbaiki MRP dengan
berkonsultasi kepada guru pomong dan dosen
pembimbing.
Putran 3

Pada putaran 3 ini calon guru praktik mengajar


secara laboratoris, di samping mempertahankan
beberapa aspek ketrampilan yang sudah berhasil
juga berusaha memperbaiki aspek ketrampilan
mengajar yang masih gagal pada putaran kedua.
Hasil tindakan putaran 1, terdapat 2 calon guru dari
20 calon guru (10 %) yang telah berhasil. Kemudian
meningkat menjadi 10 calon guru (50%) pada
putaran ke II, kemudian meningkat lagi mencapai 20
calon guru (100 %) pada putaran 3.
c. Tahap Evaluasi dan Tindak lanjut
Selesai praktik pembelajaran, pada tahap ini segera
dilakukan refleksi. Pada tahap refleksi ini, calon guru
yang tampil dan para observer serta pakar (dosen)
mengadakan diskusi tentang pembelajaran yang
baru saja dilakukan. Diskusi ini dipimpin oleh dosen,
koordinator kelompok, atau calon guru yang
ditunjuk oleh kelompok. Pertama guru yang
melakukan implementasi rencana pembelajaran
diberi kesempatan untuk menyatakan kesankesannya selama melaksanakan pembelajaran, baik
terhadap dirinya maupun terhadap siswa yang
dihadapi. Selanjutnya observer (calon guru lain dan
pakar/dosen) menyampaikan hasil analisis data
observasinya, terutama yang menyangkut kegiatan
siswa selama berlangsung pembelajaran yang
disertai dengan pemutaran video hasil rekaman
pembelajaran. Selanjutnya, guru yang melakukan
implementasi tersebut akan memberikan tanggapan
balik atas komentar para observer. Hal yang penting
pula
dalam
tahap
refleksi
ini
adalah
mempertimbangkan kembali rencana pembelajaran

yang telah disusun sebagai dasar untuk perbaikan


rencana pembelajaran berikutnya. Apakah rencana
pembelajaran tersebut telah sesuai dan dapat
meningkatkan performance keaktifan belajar siswa.
Jika belum ada kesesuaian, hal-hal apa saja yang
belum sesuai, metode pembelajarannya, materi
dalam LKS, media atau alat peraga, atau lainnya.
Pertimbangan-pertimbangan ini digunakan untuk
perbaikan rencana pembelajaran selanjutnya.
Memperhatikan perencanaaan, pelaksanaan dan
observasi serta refleksinya, langkah-langkah dalam
pelaksanaan lesson study ini ada kemiripan dengan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
2. Peningkatan PPL
PPL merupakan salah satu kegiatan kurikuler yang
wajib dilaksanakan oleh mahasiswa FKIP-UMS untuk
mencapai derajat gelar sarjana pendidikan. Kegiatan
PPL
mencakup
praktik
pembelajaran
dan
persekolahan, kegiatan ini diharapkan mapu
membentuk empat kompetensi yang dipersyaratkan
untuk menjadi guru yang profesional. PPL secara
umum
bertujuan
agar
mahasiswa
memiliki
kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional,
adapun secara khusus PPL bertujuan memberikan
bekal kapda mahasiswa yang berupa pengetahuan,
ketrampilan, nilai dan sikap profesional sebagai
calon guru.
Menurut pandangan modern, Mengajar merupakan
kegiatan yang sangat kompleks dan melibatkan
banyak unsuk yang secara serempak dan serasi
harus dilakukan secara bersama. Unsur-unsur itu

meliputi ilmu, teknologi instruksional, sejumlah


ketrampilan mengajar. Menurut Mohroji (Pengelola
Lab. Micro Teaching) dalam hal praktik mengajar
micro calon guru mempraktikkan katrampilan
mengajar yaitu; (1) Tahap Persiapan Pembelajaran,
meliputi ketrampilan membuka pelajaran dan
ketrampilan meberi motivasi (2) Tahap Pengelolaan
Pembelajaran, meliputi; ketrampilan menjelaskan,
ketrampilan memberi penguatan verbal dan non
verbal,
ketrampilan
bertanya,
ketrampilan
menggunakan metode yang tepat, ketrampilan
menggunakan
media
pembelajaran
dan,
ketrampilan mengelola kelas. (3) Tahap Penutup
Pembelajaran yaitu ketrampilan menutup pelajaran.
PPL
FKIP-UMS
tahun
akademik
2007-2008
merupakan kegiatan integral dari keseluruhan
Kurikulum FKIP-UMS dan sebagai salah satu
matakuliah wajib lulus. Program PPL meliputi; (1)
Persiapan PPL yang meliputi; koordinasi dengan
Sekolah-Sekolah
Praktek,
Pendaftaran
dan
penempatan
mahasiswa,
pene,mpatan
dosen
pembimbing, dan pembekalan mahasiswa (2)
Kegiatan PPL yang meliputi ; observasi lapangan,
praktik pembelajaran, praktik persekolahan, dan
penyusunan laporan PPL.
Hasil wawancara dengan beberapa guru di Sekolah
Laitihan (SMK Muhammaduyah 1 ,2 dan SMP Al
Islam Surakarta) peneliti menyimpulkan bahwa PPL
FKIP-UMS perlu memperhatikan (1) Sistem Magang
dan (2) Memperhatikan IPKG (Instrumen Penilaian
Kinerja Guru) yang meliputi; (a) Prapembelajaran,
(b) membuka pembelajaran, (c) kegiatan inti
pembelajaran
(penguasaan
materi,

srtategu/pendekatan pembelajaran, pemanfaatan


sumber pembelajaran, pebelajaran yang memicu
dan memelihara keterlibatan siswa, penilaian proses
dan hasil belajar, penggunaan bahasa) dan, (d)
penutup

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan tersebut
dalam BAB IV dapat penelitian disimpulka:
1. Kendala Peningkatan Kualitas Micro Teaching dan
PPL
Kendala utama peningkatan kualitas pengajaran
micro teaching dan PPL bagi calon guru Program
Pendidikan Matematika FKIP-UMS adalah (1)
kemampuan calon guru dalam penguasaan dan
pengembangan kurikulum menjadi pembelajaran
berkualitas (2) minimnya ketersediaan sumber
belajar yang dimiliki siswa dan pola pemanfaatan
potensi alam sekitar untuk mendukung kegiatan
pembelajaran
(3)
masalah
pola
interaksi
pembelajaran
dan
pola
pengembangan
pembelajaran yang berkaulitas (4) pengembangan
instrumen penilaian hasil pembelajaran berkualitas
(5) permasalahn kesulitas calon guru dalam
penguasaan kompetensi guru yang profesional (6)
kemampuan dosen dalam penguasaan Micro
Teaching sebagai in service training bagi calon guru
dan pre service training bagi guru dan dosen dan (7)
kurangnya peran dosen Mata Kuliah Keahlian (Mata

Kuliah yang menunjang materi bidang studi


matematika)
dalam
pengembangan
materi
pembelajaran berkualitas.(8) kurang memperhatikan
sistem magang, padahal ini sangat dibutuhkan
mahasiswa
2. Rancangan Model Meningkatkan Kualitas Micro
Teaching dan PPL dengan Pendekatan Lesson Study.
Rancangan micro teaching yang efektif dengan
pendekatan lesson study dan PPL mencakup 3 (tiga)
tahap kegiatan, yaitu (1) perencanaan (planning),
(2) implementasi (action) pembelajaran dan
observasi
(3)
refleksi
(reflection)
terhadap
perencanaan dan implementasi pembelajaran
tersebut, dalam rangka meningkatkan kualitas
pembelajaran. Untuk lebih jalasnya bisa dibaca
skema di bawah ini:
Pengembangan dari ketiga tahapan tersebut,
masing-masing tahapan terdapat aspek-aspek yang
juga
dilaksanakan
oleh
calon
guru
dalam
melaksanakan
tugas
meningkatan
kalitas
pembelajaran
Rancangan model tersebu di atas dikembangkan
dalan tiga model yaitu:
(a)
Model
Peningkatan
Kualitas
Kooperatif
(Improvement Model of Quality of Co-Operative),
model ini di samping diperoleh pencapaian aspek
akademik yang tinggi di kalangan siswa, juga
bermakna dalam membantu guru dalam mencapai
tujuan pembelajaran yang berdimensi sosial

b) Model Peningkatan Kualitas Berdasar Masalah


(Improvement Model of Quality of Based on
Problem), model ini merupakan peningkatan kualitas
guru
yang
bertumpu
pada
pengembangan
kemampuan berpikir di kalangan siswa lewat latihan
penyelesaian masalah.
(c)
Model
Peningkatan
Kualitas
Langsung
(Improvement Model of Quality of Direct), fokus
utama dari pembelajarn ini adalah adanya
pelatihan-pelatihan yang dapat diterapkan dari
keadaan nyata yang sederhana sampai yang lebih
kompleks.
3. Peningkatan Kualitas Micro Teaching dan PPL
a. Peningkatan Kualitas Micro Teaching
Peningkatan Kuailitas Micro Teaching dilakukan
dengan
sistem
SLPKB
(Sikles
Laboratoris
Penguasaan Ketrampilan Belajar) model PTK. Model
ini diawali dengan Sikles pertama; (a) Kajian
Akademik, yakni kajian awal untuk melakukan
penyidikan dalam upaya kajian pendalaman materi
ajar (b) Kajian Pembuatan RMP secara keseluruhan,
(c) Pelaksanaan Tindakan dan Observasi, dan (d)
Evaluasi dan Tindak Lanjut. Memasuki siklus
berikutnya dimulai dengan (a) Tahap Perencanaan
Lanjut sebagai revisi atas perencanaan yang
disusun sebelumnya, (b) Pelaksanaan Tindakan dan
Observasi Lanjutan, dan (c) Refleksi Lanjut. Dan
seterusnya.
Model sikles tersebut di atas sesuai dngan model
sikles nya Kemmis dan Mc. Taggart sebagai berikut,
diawali dengan (a) Menetapkan Topik Area (thematic

concern) yang akan diajarkan, kemudian dilanjutkan


dengan (b) Perencanaan Secara Keseluruhan, (c)
Implementasi Tindakan (d) Observasi, dan (e)
Refleksi. Memasuki siklus berikutnya dimulai dengan
(a) Tahap Perencanaan Lanjut sebagai revisi atas
perencanaan yang disusun sebelumnya dengan
memanfaatkan hasil refleksi, (b) Pelaksanaan
Tindakan dan Observasi Lanjut, dan (c) Refleksi
Lanjut.
Peningkatan kualitas pembelajaran Micro Teaching
dilakukan dengan sistem SLPKB (Sikles Laboratoris
Penguasaan
Ketrampilan
Belajar)
yakni
(1)
Ketrampilan mengelola kelas (2) ketrampilan
membuka pelajaran (3) ketrampilan bertanya (pre
test, saat menerangkan, dan pos test) (4)
ketrampilan
menerangkan
(5)
ketrampilan
menggunakan
multi
media
(6)
ketrampilan
menggunakan multi metode (7) ketrampilan
memberikan motivasi (8) ketrampilan memberikan
ganjaran (9) ketrampilan menutup pelajaran.
SLPK putaran 1 menghasikan ada 4 calon guru dari
20 calon guru (25 %) yang telah berhasil, kemudian
meningkat mejadi 10 calon guru (50 %) pada
putaran ke 2, dan kemudian meningkat lagi
mencapai 20 calon guru (75 %) pada putaran ke 3.
b. Peningkatan PPL
Peningkatan PPL dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut; (1) Persiapan PPL (koordinasi
dengan sekolah-sekolah praktikan, pendaftaran dan
penempatan
mahasiswa,
penetapan
dosen
pembimbing dan guru pamong, pembekalan dosen
pembimbing dan guru pamong, dan pembekalan

mahasiswa) (2) Kegiatan PPL (observasi lapangan,


praktik pembelajaran, praktik persekolahan, dan
penyusunan laporan PPL) (3) Pendekatan Sistem
Magang dan (4) Berpedoman pada Instrumen
Penilaian Kinerja Guru (IPKG) (Prapembelajaran,
membuka pembelajaran, kegiatan inti pembelajaran
meliputi (penguasaan materi, srtategi/pendekatan
pembelajaran, pemanfaatan sumber pembelajaran,
pebelajaran
yang
memicu
dan
memelihara
keterlibatan siswa, penilaian proses dan hasil
belajar, penggunaan bahasa yang benar) dan, (5)
Evaluasi kinerja.
B. Saran-Saran
Pelaksanan Mata Kuliah Micro Teaching dan PPL di
FKIP-UMS sudah dilaksakan dengan baik. Untuk
meningkatkan kualitas pelaksanaan micro teaching
dan PPL hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:
1. Sarana dan prasarana mengajar yang berbasis IT
bagi mahasiswa PPL perlu dipikirkan pengadaannya
oleh FKIP.
2. Peningkatkan kualitas lulusan dan profesionalitas
guru lulusan FKIP-UMS perlu disusun program PPL
dengan sistem magang.
3. Sekolah Lab. (Sekolah Latihan FKIP-UMS) sangat
dibutuhkan dalam rangka menunjang sistem
magang.
4. Di perlukan Evaluasi kinerja.

DAFTAR PUSTAKA

DGSE. (2002). Report on Validation and Socialization


of the Guideline of Syllabi and Evaluation System of
Competent-Based Curriculum for Mathematics in
Manado, North Sulawesi. Jakarta: Depdiknas.
Denzin K. N., Lincoln S. Y., 1994, Hand Book of
Qualitative Research, London- New Delhi: Sage
Publications.
Fernandez, Clea and Yoshida, Makoto. (2004).
Lesson Study : A Japanese Approach to Improving
Mathematics Teaching and Learning. New Jersey:
Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
Garfield, J. (2006). Exploring the Impact of Lesson
Study on Developing Effective
Statistics Curriculum. (Online): diambil tanggal 19-62006
dari:
www.stat.auckland.ac.nz/iase/publication/-11/Garfield.doc.
Lewis, Catherine C. (2002). Lesson study: A
Handbook of Teacher-Led Instructional Change.
Philadelphia, PA: Research for Better Schools, Inc.
Lincoln, Y. S., Guba, E.G., 1984, Naturalistic Inquiry,
California: Sage Publication.
Miles, B. M., Michael, H., 1984, Qualitative Data
Analisys, dalam H.B. Sutopo, Taman Budaya
Surakarta dan Aktivitas Seni di Surakarta, Laporan
Penelitian, FISIPOL UNS.
Moleong J. L., Metodologi Penelitian
Bandung: Remaja Rosdakarya.

Kualitatif,

Morgan, Shawn. 2001. Teaching Math the Japanese


Way (Online), Diambil tanggal 16 Mei 2005 dari:
http://www.as1.org/alted/lessonstudy.htm,.
Robinson, Naomi. 2006. Lesson Study: An example
of its adaptation to Israeli middle school teachers.
(Online):
stwww.weizmann.ac.il/G-math/ICMI/
Robinson proposal.doc
Richardson, J. 2006. Lesson study: Teacher Learn
How to Improve Instruction. Nasional Staff
Development Council. (Online): www.nsdc.org.
03/05/06.
Saito, E., Imansyah, H. dan Ibrohim. 2005.
Penerapan Studi Pembelajaran di Indonesia: Studi
Kasus dari IMSTEP. Jurnal Pendidikan Mimbar
Pendidikan, No.3. Th. XXIV: 24-32.
Saito, E., (2006). Development of school based inservice teacher training under the Indonesian
Mathematics and Science Teacher Education Project.
Improving Schools. Vol.9 (1): 47-59
Sukirman. 2006. Peningkatan Profesional Guru
Melalui Lesson Study.Makalah Pelatihan Lesson
Stady Bagi Guru-Guru Berprestasi dan Pengurus
MGMP Se-Indonesia.
Tim Piloting. (2002). Laporan Kegiatan Piloting.
Yogyakarta: IMSTEP-JICA FMIPA UNY.
___________ .(2003). Laporan Kegiatan
Yogyakarta: IMSTEP-JICA FMIPA UNY.

Piloting.

___________. (2004). Laporan Kegiatan


Yogyakarta: IMSTEP-JICA FMIPA UNY.

Piloting.

Tim PPPMT (2008), Pedoman Praktik Pembalajaran


Micro Teaching, Laboratoriu Micro Teaching dan PPL,
FKIP-UMS.
Tim Pengembang Sertifikasi Kependidikan. (2003).
Pedoman
Sertifikasi
Kompetensi
Tenaga
Kependidikan (draft). Jakarta: Direktorat Pembinaan
Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan
Perguruan Tinggi Ditjen Dikti Depdiknas.

Anda mungkin juga menyukai