Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KIMIA BAHAN ALAM

TETRASIKLIN DAN GLIKOSIDA SIANOGEN

Disusun Oleh :
Kelompok 2

1. Faradisa Anindita G 301 11 020


2. Nurain Turah

G 301 11 005

3. Moh. Fadhil K

G 301 11 006

4. Lina

G 301 11 007

5. Andi Nursyafinah G 301 11 009


6. Fathiah Riskah

G 301 11 010

7. Ririn Anggriani

G 301 11 011

8. Nina Rahmadani

G 301 11 012

9. Nur Febrianti

G 301 11 016

10. Elsy Tepare

G 301 11 017

11. Nur Fitrah

G 301 11 018

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU, 2013

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada saat ini banyak macam antibiotik tersedia di pasaran. Begitu banyak
macamnya sehingga kadang-kadang membingungkan bagi dokter yang ingin
menggunakannya. Apalagi dengan adanya tekanan promosi yang sangat gencar,
tidak jarang merangsang

pemakaian

antibiotik yang menjurus ke arah

ketidakrasionalan.
Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang
mempunyai

efek

menekan

atau

menghentikan

suatu

proses biokimia di

dalam organisme, khususnya dalam prosesinfeksi oleh bakteri. Penggunaan antibiotik


khususnya

berkaitan

dengan

pengobatan

penyakit

infeksi,

meskipun

dalam bioteknologi dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi
terhadap mutan atau transforman.

Antibiotik

bekerja

seperti pestisida dengan

menekan atau memutus satu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya
adalah bakteri.
Walaupun diagnosa mikrobiologik hanya dapat dilakukan pada sebagian
kecil kasus penyakit infeksi, tetapi agar kita tetap ada dalam garis pemakaian
antibiotik yang rasional kita harus tetap berfikir secara mikrobiologik. Kalau kita
menghadapi suatu penyakit infeksi dengan berbagai macam simtomnya harus kita

bayangkan kira-kira kuman apa yang menyebabkannya gram positif atau gram
negatif, ataukah anaerob/dan terhadap antibiotika yang mana kuman tersebut
diperkirakan masih sensitif .
Anggapan bahwa antibiotik yang lebih baru dan lebih mahal mujarab dari
antibiotika yang sudah lama digunakan merupakan anggapan yang salah. Justru
banyak antibiotika yang baru menpunyai spesifikasi tertentu sehingga bila tidak
dipergunakan sesuai dengan spesifikasinya maka khasiatnya tidak seperti yang
diharapkan.
Pada makalah ini akan dibahas antiobiotik tetrasiklin dan glikosida
sianogenik.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah sejarah dan asal mula tetrasiklin dan glikosida sianogen
2. Apakah pengertian tetrasiklin dan glikosida sianogen
3. Bagaimanakah biosintesis dan reaksi-reaksi pokok serta sifat kimiawi tetrasiklin
dan glikosida sianogen.
4. Bagaimanakah jenis senyawa glikosida sianogenik
5. Bagaimanakah manfaat dari tetrasiklin dan glikosida sianogenik
C. Tujuan
1. Mengetahui sejarah dan asal mula tetrasiklin dan glikosida sianogen
2. Mengetahui pengertian tetrasiklin dan glikosida sianogen
3. Mengetahui biosintesis dan reaksi-reaksi pokok serta sifat kimiawi tetrasiklin dan
glikosida sianogen.
4. Mengetahui jenis senyawa glikosida sianogenik
5. Mengetahui manfaat dari tetrasiklin dan glikosida sianogenik

BAB II
PEMBAHASAN
A. Tetrasiklin
1. Sejarah dan asal mula
Tetrasiklin pertama kali ditemukan oleh Lloyd Conover. Berita tentang
Tetrasiklin yang dipatenkan pertama kali tahun 1955. Tetrasiklin merupakan
antibiotika yang memberi harapan dan sudah terbukti menjadi salah satu penemuan
antibiotika penting.
Antibiotik golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah klortetrasiklin
yang dihasilkan oleh Streptomyces aureofaciens. Kemudian ditemukan oksitetrasiklin
dari Streptomyces rimosus. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari
klortetrasiklin, tetapi juga dapat diperoleh dari spesies Streptomyces lain.
Para tetrasiklin adalah suatu keluarga besar antibiotik yang ditemukan sebagai
produk alami oleh Benjamin Minge Duggar dan pertama kali dijelaskan pada 1948.Di
bawah Yellapragada Subbarao , Benjamin Duggar membuat penemuan pertama dunia
antibiotik tetrasiklin, Aureomycin , pada tahun 1945.
In 1950, Harvard Professor Robert Woodward determined the chemical structure of
Terramycin, the brand name for a member of the tetracycline family; the patent
protection for its fermentation and production was also first issued in 1950.
Pada tahun 1950, Profesor Harvard Robert Woodward menentukan struktur
kimia Terramycin, nama merek untuk anggota keluarga tetrasiklin; paten
perlindungan untuk fermentasi dan produksi juga pertama kali diterbitkan pada tahun
1950. A research team of seven scientists at

, in collaboration with Woodward,

participated in the two-year research leading to the discovery . Sebuah tim riset dari

tujuh ilmuwan di Pfizer, bekerja sama dengan Woodward, berpartisipasi dalam dua
tahun penelitian yang mengarah ke penemuan tersebut (2).
mummies have been studied in the 1990s and were found to contain
significant levels of tetracycline; there is evidence that the beer brewed at the time
could have been the source.

Tetracycline sparked the development of many

chemically altered antibiotics and in doing so has proved to be one of the most
important discoveries made in the field of antibiotics.Nubia mumi telah dipelajari
pada 1990-an dan ditemukan mengandung level signifikan tetracycline; ada bukti
bahwa bir brewed pada saat itu bisa saja sumbernya.Tetracycline memicu
pengembangan banyak antibiotik kimiawi berubah dan dalam melakukannya terbukti
menjadi salah satu penemuan paling penting yang dibuat dalam bidang antibiotik. It is
used to treat many gram-positive and gram-negative bacteria and some protozoa. Hal
ini digunakan untuk mengobati bakteri gram positif dan gram-negatif banyak dan
beberapa protozoa. It, like some other antibiotics, is also used in the treatment of .Ini,
seperti beberapa antibiotik lainnya, juga digunakan dalam pengobatan jerawat.

2. Definisi Tetrasiklin
Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut dalam air, tetapi bentuk garam
natrium atau garam HClnya mudah larut. Dalam keadaan kering, bentuk basa dan
garam HCl tetrasiklin bersifat relatif stabil. Dalam larutan, kebanyakan tetrasiklin
sangat labil sehingga cepat berkurang potensinya.
Tetrasiklin adalah zat anti mikroba yang diperolah denga cara deklorrinasi
klortetrasiklina, reduksi oksitetrasiklina, atau dengan fermentasi.
Tetrasiklin mempunyai mempunyai potensi setara dengan tidak kurang dari
975 g tetrasiklin hidroklorida,(C22H24N2O8.HCl),per mg di hitung terhadap zat
anhidrat (4).

Struktur kimia dari tetrasiklin adalah sebagai berikut:

Gambar.1.Struktur Tetrasiklin (2)


Gambar.1.Struktur Tetrasiklin (2)

Tabel 1. Struktur kimia golongan tetrasiklin (1)


Gugus
R1
R2
R3
1. Klortetrasiklin
-Cl
-CH3, -OH
-H, -H
2. Oksitetrasiklin
-H
-CH3, -OH
-OH, -H
3. Tetrasiklin
-H
-CH3, -OH
-H, -H
4. Demeklosiklin
-Cl
-H, -OH
-H, -H
5. Doksisiklin
-H
-CH3, -H
-OH, -H
6. Minosiklin
-N(CH3)2
-H, -H
-H, -H
Tetracycline adalah spektrum luas Poliketida antibiotik yang dihasilkan oleh
Jenis tetrasiklin

Streptomyces genus dari Actinobacteria , diindikasikan untuk digunakan melawan


infeksi bakteri banyak. It is a protein synthesis inhibitor. Ini adalah inhibitor sintesis
protein. It is commonly used to treat today, and, more recently, , and played a
historical role in stamping out in the developed world. Hal ini umumnya digunakan
untuk mengobati jerawat hari ini, dan yang lebih baru, rosacea , dan memainkan

peran historis dalam memerangi kolera di negara maju. It is sold under the brand
names Sumycin , Terramycin , Tetracyn , and Panmycin , among others. Actisite is a
thread-like fiber form, used in dental applications. Itu dijual dengan merek Sumycin,
Terramycin, Tetracyn, dan Panmycin, antara lain. Actisite adalah seperti bentuk-serat
benang, digunakan dalam aplikasi gigi. It is also used to produce several semisynthetic derivatives, which together are known as the . Hal ini juga digunakan untuk
memproduksi turunan semi-sintetik beberapa yang bersama-sama dikenal sebagai
antibiotik tetrasiklin (3).
Menurut farmakope Indonesia Edisi 4, Tetrasiklin memiliki pemerian serbuk
hablur kuning, tidak berbau. Stabil di udara tetapi pada pemaparan dengan cahaya
matahari kuat, menjadi gelap. Dalam laruta dengan pH lebih kecil dari 2, potensi
berkurang dan cepat rusak dalam larutan alkali hidroksida (4).
Tetrasiklin mempunyai kelarutan sangat sukar larut dalam air, larut dalam 50
bagian etanol (95%) P, praktis tidak larut dalam kloroform P, dan dalam eter P. Larut
dalam asam encer, larut dalam alkali disertai peruraian (3).
Tetrasiklin adalah salah satu antibiotik yang dapat menghambat sintesis
protein pada perkembangan organisme. Antibiotik ini diketahui dapat menghambat
kalsifikasi dalam pembentukan tulang. Tetrasiklin diketahui dapat menghambat
sintesis protein pada sel prokariot maupun sel eukariot. Mekanisme kerja
penghambatannya, yaitu tetrasiklin menghambat masuknya aminoasil-tRNA ke
tempat

aseptor A pada kompleks

mRNA-ribosom,

sehingga menghalangi

penggabungan asam amino ke rantai peptide (7).


3.

Biosintesis dan Reaksi-Reaksi Pokok Tetrasiklin


Tetrasiklin merupakan salah satu jenis antibiotik yang paling awal
ditemukan, di mana klortetrasiklin ditemukan pada tahun 1948. Produk alami
tetrasiklin dihasilkan oleh berbagai spesies aktinomicetes; Streptomyces aureofaciens
menghasilkan baik klortetrasiklin dan tetrasiklin, Streptomyces rimosus menghasilkan
oksitetrasiklin, dan daktilosiklin dihasilkan oleh Dactylosporangium sp. dan
Actinomadura brunnea.

Biosintesis tetrasiklin bermula dari karboksilasi asetil-KoA membentuk


malonil-KoA dengan enzim asetil-KoA karboksilase. Malonil-KoA kemudian
bereaksi

dengan

2-oksosuksinamat

menghasilkan

malonamoil-KoA.

2-

oksosuksinamat merupakan hasil dari transaminasi asparagin dengan enzim asam


okso-asparagin transaminase. Malonamoil-KoA kemudian dikonversi lebih lanjut
menjadi 4-hidroksi-6-metilpretetramida melalui 6-metilpretetramida. Senyawa inilah
yang akan diubah menjadi 4-dedimethylamino-4-okso-anhidrotetrasiklin, yang
merupakan intermediat dalam menghasilkan klorotetrasiklin dan tetrasiklin.

4.

Sifat Kimiawi Tetrasiklin


Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut dalam air, tetapi bentuk garam
natrium atau garam HCl-nya mudah larut. Dalam keadaan kering, bentuk basa dan
garam HCl tetrasiklin bersifat relatif stabil. Dalam larutan, kebanyakan tetrasiklin
sangat labil sehingga cepat berkurang potensinya. Golongan tetrasiklin adalah suatu
senyawa yang bersifat amfoter sehingga dapat membentuk garam baik dengan asam
maupun basa. Sifat basa tetrasiklin disebabkan oleh adanya radikal dimetilamino
yang terdapat didalam struktur kimia tetrasiklin, sedangkan sifat asamnya disebabkan
oleh adanya radikal hidroksi fenolik.
Tetrasiklin harus disimpan di tempat yang kering, terlindung dari cahaya.
Tetrasiklin apabila bereaksi dengan logam bervalensi 2 dan 3 (Ca, Mg, Fe ) maka
akan membentuk kompleks yang inaktif sehingga tetrasiklin tidak boleh diminum
bersama dengan susu dan obat-obat antasida.
Obat ini dalam bentuk kering bersifat stabil, tidak demikian halnya bila antibiotika
ini berada dalam larutan air. Untuk tetrasiklin sediaan basah perlu ditambahkan
buffer. Dalam larutan tetrasiklin yang biasa digunakan untuk injeksi mengandung
buffer dengan pelarut propylen glikol pada pH 7,5, dapat tahan 1 tahun pada suhu
kamar sampai 45C. Bila pH lebih tinggi dari 7,5 maka tingkat kestabilan tetrasiklin
akan menurun.

5.

Manfaat Tetrasiklin Untuk penyakit


Ini adalah beberapa contoh penyakit yang dapat di obati dengan golongan tetrasiklin :
1. Infeksi Klamidia

Limfogranuloma venereum.
Untuk penyakit ini golongan tetrasiklin merupakan obat pilihan utama. Pada
infeksi akut diberikan terapi selama 3-4 minggu dan untuk keadaan kronis
diberikan terapi 1-2 bulan. Empat hari setelah terapi diberikan bubo mulai
mengecil.

Psikatosis
Pemberian golongan tetrasiklin selama beberapa hari dapat mengatasi gejala
klinis. Dosis yang digunakan ialah 2 gram per hari selama 7-10hari atau 1

gram per hari selama 21 hari.


Trakoma
Pemberian salep mata golongan tetrasiklin yang dikombinasikan dengan
doksisiklin oral 2 x 100 mg/hari selama 14 hari memberikan hasil pengobatan

yang baik.
2. Infeksi Basil
Bruselosis
Pengobatan dengan golongan tetrasiklin memberikan hasil baik sekali untuk
penyakit ini. Hasil pengobatan yang memuaskan biasanya didapat dengan
pengobatan selama 3 minggu. Untuk kasus berat, seringkali perlu diberikan

bersama streptomisin 1gram sehari IM.


Tularemia
Obat pilihan utama untuk penyakit ini sebenarnya ialah streptomisin, tetapi

terapi dengan golongan tetrasiklin juga memberikan hasil yang baik.


Kolera
Doksisiklin dosis tunggal 300 mg merupakan antibiotik yang efektif untuk
penyakit ini. Pemberian dapat mengurangi volume diare dalam 48 jam.

B. GLIKOSIDA SIANOGEN
1. Asal usul glikosida sianogen
Dengan

adanya

perkembangan

zaman,

ilmu

pengetahuan

semakin

berkembang dan begitu pula dengan ilmu kefarmasian. Ditemukan begitu banyak
senyawa-senyawa aktif alamiah yang dapat dimanfaatkan keberadaannya untuk
sarana pengobatan berbagai macam penyakit. Salah satu diantaranya adalah glikosida.
Glikosida banyak terdapat dalam alam.
Glikosida merupakan salah satu kandungan aktif tanaman yang termasuk
dalam kelompok metabolit sekunder. Di dalam tanaman, glikosida tidak lagi diubah
menjadi senyawa lain, kecuali bila memang mengalami peruraian akibat pengaruh
lingkungan luar.
Glikosida terdiri atas gabungan dua bagian senyawa, yaitu gula dan bukan
gula. Keduanya dihubungkan oleh suatu bentuk ikatan berupa jembatan oksigen (O
glikosida, dioscin), jembatan nitrogen (N-glikosida, adenosine), jembatan sulfur (Sglikosida, sinigrin), maupun jembatan karbon (C-glikosida, barbaloin). Bagian gula
biasa disebut glikon sedangkan bagian bukan gula disebut sebagai aglikon atau
genin. Apabila glikon dan aglikon saling terikat maka senyawa ini disebut sebagai
glikosida.
Aglikon dari glikosida terdiri dari banyak jenis senyawa kimiawi. Senyawasenyawa kimiawi tersebut meliputi senyawa-senyawa alkoholik fenolik, isotiosianat,
nitril sianogenetik, turunan antrasen, flavonoid dan fenolik, flavonoid dan steroid.
Bagian aglikon atau genin terdiri dari berbagai macam senyawa organik, seperti
triterpena, steroid, antrasena, maupun senyawa-senyawa yang mengandung gugus
fenol, alkohol, aldehid, keton dan ester.

Gula yang sering menempel pada glikosida adalah -D-glukosa. Meskipun


demikian ada juga beberapa gula jenis lain yang dijumpai menempel pada glikosida,
contohnya ramnosa, digitoksosa, dan simarosa. Glikosida sering sekali diberi nama
sesuai dengan bagian gula yang menempel di dalamnya dengan menambahkan kata
oksida. Salah satu contohnya adalah glukosida, yang mengandung galakturonat
disebut galakturonosida, dan sebagainya.
Pada glikosida, bagian glikon biasanya bersifat polar, sedangkan aglikon
bersifat non polar. Bila glikon dan aglikon saling terikat maka senyawa ini disebut
sebagai glikosida. Jembatan glikosida yang menghubungkan glikon dan aglikon ini
sangat mudah terurai oleh pengaruh asam, basa, enzim, air, dan panas. Bila kadar
asam atau basa semakin pekat, ataupun bila semakin panas lingkungannya, maka
glikosida akan semakin cepat terhidrolisis. Pada saat glikosida terhidrolisis maka
molekul akan pecah menjadi dua bagian yaitu glikon dan aglikon. Dalam bentuk
glikosida, senyawa ini larut dalam pelarut polar seperti air. Namun, bila sudah terurai
maka aglikonnya tidak larut dalam air melainkan larut dalam pelarut organik
nonpolar.
Secara kimiawi, glikosida adalah senyawa asetal dengan satu gugus hidroksi
dari gula yang mengalami kondensasi dengan gugus hidroksi dari komponen bukan
gula. Sementara gugus hidroksi yang kedua mengalami kondensasi di dalam molekul
gula itu sendiri membentuk lingkaran oksida. Oleh karena itu gula terdapat dalam dua
konformasi, yaitu bentuk alfa dan bentuk beta maka bentuk glikosidanya secara
teoritis juga memiliki bentuk alfa dan bentuk beta. Namun dalam tanaman ternyata
hanya glikosida bentuk beta saja yang terkandung didalamnya. Hal ini didukung oleh
kenyataan bahwa emulsion dan enzim alami lain hanya mampu menghidrolisis
glikosida yang ada pada bentuk beta.
Penggolongan glikosida salah satunya ada glikosida sianogen. Glikosida
sianogenik adalah senyawa hidrokarbon yang terikat dengan gugus CN dan gula.
Beberapa tanaman tingkat tinggi dapat melakukan sianogenesis, yakni membentuk

glikosida sianogenik sebagai hasil sampingan reaksi biokimia dalam tanaman


.Rumus bangun glikosida sianogenik secara umum :

2. Pengertian Glikosida Sianogen


Glikosida sianogenik adalah senyawa hidrokarbon yang terikat dengan gugus
CN dan gula. Beberapa tanaman tingkat tinggi dapat melakukan sianogenesis, yakni
membentuk glikosida sianogenik sebagai hasil sampingan reaksi biokimia dalam
tanaman.
Keberadaan glikosida sianogenik pada tanaman memiliki fungsi penting
terhadap kelangsungan hidup tanaman tersebut. Glikosida sianogenik berperan
sebagai sarana protektif terhadap gangguan predator terutama herbivora. Adanya
kerusakan jaringan pada tanaman akibat hewan pemakan tumbuhan akan
menyebabkan pelepasan HCN yang mengganggu kelangsungan hewan tersebut.
Glikosida sianogen disebut juga glikosida sianophora, merupakan glikosida
yang

jika dihidrolisis menghasilkan asam sianida (HCN). Contoh tanaman

yang banyak mengandung glikosida sianogen adalah Prunus serotina,Sabucus nigra,


Manihot utilissima,

dll. Glikosida

ini contohnya

manihotoksin (

dari tanaman

ketela pohon), amygdalin (daritanaman amanel pahit), linamarin (biji lini),


faseolunatin (dari Phaseolus lunatus). Mereka menghasilkan asam prusat (prussic

acid) pada hidrolisis dan merupakan glikosida sianppora atau sianogen yang
pertama.
3. Hidrolisis glikosida sianogenik
Glikosida sianogenik dapat terhidrolisis secara enzimatis menghasilkan asam
sianida (HCN), atau asam prusat yang sangat beracun. Hidrolisis ini dilakukan oleh
enzim Beta glikosidase, menghasilkan gula dan sianohidrin. Tahap berikutnya adalah
degradasi sianohidrin menjadi HCN dan senyawa keton atau aldehid.
Tahap lain dari hidrolisis Glikosida sianogenik adalah melalui enzim
Hidroksinitril Liase yang tersebar luas pada berbagai tanaman. Pada tanaman utuh,
keberadaan enzim hidroksinitrilliase dengan Glikosida sianogen terpisah. Namun,
pada saat terjadi kerusakan jaringan tertentu pada bagian tanaman tersebut, maka
enzim ini akan langsung bertemu dengan senyawa glikosida sianogen hingga
pelepasan HCN dapat terjadi. Reaksi peruraian glikosida sianogenik hingga
dihasilkan asam sianida.

Hidrolisis enzimatik dari amygdalin

Asam sianida (HCN) yang dilepaskan merupakan senyawa toksik


berspektrum luas pada setiap organisme. Hal ini disebabkan oleh kemampuannya
mengikat mineral-mineral seperti Fe2+, Mn2+ dan Cu2+ yang amat penting peranannya
sebagai kofaktor untuk memgoptimalkan kerja enzim, menghambat proses reduksi
Oksigen rantai pernafasan tingkat sel oleh sitokrom oksidase, transport electron pada
proses fotosintesis, dan aktivitas beberapa enzim semisal katalase, oksidase, dll.
Salah satu mekanisme toksisitas HCN yang paling umum adalah berikatan
dengan Ion besi. HCN setelah dilepas dengan cepat diabsorpsi dari saluran
gastrointestinal masuk ke dalam darah. Ion Cianida (CN - ) selanjutnya berikatan
dengan Fe heme dan bereaksi dengan ferric (oxidasi) dalam

mitokondria

membentuk cytochrome oxidase di dalam mitokondria, membentuk kompleks stabil


dan menahan jalur respirasi. Akibatnya hemoglobin tidak bisa melepas oxygen
dalam sistem transport electron dan terjadi kematian akibat hipoksia selular (sel-sel
kekurangan oksigen).
4. Jenis Senyawa Glikosida Sianogenik dan Tanamannya :
Jenis sianogen
glikosida

Amigdalin

Spesies

Nama
umum
Almond

Nama latin
Prunus
amygdalus

Struktur

Dhurrin

Shorgum

Shorgum album

Linamarin

Singkong

Manihot
esculenta

Lotaustralin

Singkong

Manihot
carthaginensis

Prunasin

Stone
fruits

Prunus sp.

Taxyphyllin

Bambu

Bambusa
vulgaris

5. Tanaman-Tanaman yang Mengandung Metabolit Sekunder Glikosida


Sianogen
1. Singkong
Singkong mengandung racun linamarin dan lotaustralin, yang keduanya
termasuk golongan glikosida sianogenik. Linamarin terdapat pada semua bagian
tanaman, terutama terakumulasi pada akar dan daun. Singkong dibedakan atas
dua tipe, yaitu pahit dan manis. Singkong tipe pahit mengandung kadar racun
yang lebih tinggi daripada tipe manis. Jika singkong mentah atau yang dimasak
kurang sempurna dikonsumsi, maka racun tersebut akan berubah menjadi
senyawa kimia yang dinamakan hidrogen sianida.
Singkong manis mengandung sianida kurang dari 50 mg per kilogram,
sedangkan yang pahit mengandung sianida lebih dari 50 mg per kilogram.
Meskipun sejumlah kecil sianida masih dapat ditoleransi oleh tubuh, jumlah
sianida yang masuk ke tubuh tidak boleh melebihi 1 mg per kilogram berat
badan per hari.
Gejala keracunan sianida seperti yang terdapat pada singkong
diantaranya penyempitan kerongkongan, mual, muntah, sakit kepala, bahkan
pada kasus berat dapat menimbulkan kematian. Untuk mencegah keracunan
singkong, sebelum dikonsumsi sebaiknya singkong (terutama singkong pahit)
dicuci untuk menghilangkan tanah yang menempel, kulitnya dikupas, dipotongpotong, direndam dalam air bersih yang hangat selama beberapa hari, dicuci, lalu
dimasak sempurna, baik itu dibakar atau direbus, namun untuk singkong tipe
manis sebenarnya hanya memerlukan pengupasan dan pemasakan untuk
mengurangi kadar sianida ke tingkat non toksik.
2. Pucuk Bambu (Rebung)
Racun alami pada pucuk bambu termasuk dalam golongan glikosida
sianogenik pula sehingga gejala keracunannya mirip dengan gejala keracunan
singkong, antara lain meliputi penyempitan kerongkongan, mual, muntah, dan

sakit kepala. Untuk mencegah keracunan akibat mengkonsumsi pucuk bambu,


maka sebaiknya pucuk bambu yang akan dimasak terlebih dahulu kemudian
dibuang daun terluarnya, diiris tipis, lalu direbus dalam air mendidih dengan
penambahan sedikit garam.
Glikosida sianogenik yang terkandung pada bambu segar dapat
terdekomposisi dengan cepat pada proses perebusan hingga suhu didih. Telah
diketahui bahwa perebusan pucuk bambu pada suhu 98C selama 20 menit dapat
menghilangkan hampir 70% sianida yang terkandung, sedangkan perebusan pada
suhu yang lebih tinggi serta jangka waktu yang lebih lama dapat menghilangkan
sianida lebih dari 96%. Kadar sianida yang tinggi dapat dihilangkan dengan
proses pemasakan selama 2 jam. Semakin banyak sianida yang hilang akan
semakin baik, namun untuk menghindarkan diri dari keracunan setidaknya
perebusan dilakukan minimal selama 8-10 menit.
3. Whild Cherry
Whild cherry adalah kulit kering Whild dari Prunus serotina
(Familia Rosaceae) yang dikumpulkan dalam musim rontok ketika dalam keadaan
paling aktif. Setelah dikeringkan secara hati-hati disimpan dalam bejana kedap
udara. Tanaman Prunus serotina berupa semak atau pohon yang banyak tumbuh di
Kanada dan Amerika serikat. Konstituen simplisia ini mengandung glikosida
sianogenetik prunasin dan enzim prunase.
Pada hidrolisis menghasilkan glukosa, benzaldehid, dan asam sian
0,07%-0,16%.Kulit tersebut mengandung resin yang menghasilkan senyawa
fluoresensi scopoletin pada hidrolisis. Juga terdapat asam benzoat, asam trimetigalat
(asam trimetilgallat), dan asam p-kumarat serta beberapa tanin.Khasiat wild cherry digunakan
terutama dalam sediaan batuk, karena khasiat sedatif yang lemah dan rasanya yang enak.
6. Analisis Keberadaan Glikosida Sianogenik Pada Tanaman

Kertas pikrat dibuat dengan mencelupkan potongan kertas saring berbentuk


segiempat ke dalam larutan asam pikrat jenuh (0,05 M) dalam air, yang sebelumnya
dinetralkan dengan NaHCO3 dan disaring. Setelah dikeringkan, kertas dapat disimpan
lama. Dua atau tiga helai daun (atau jaringan lain dalam jumlah sama) tumbuhan
yang diuji diempatkan dalam tabung reaksi. Setetes air dan dua tetes toluene
ditambahkan, lalu bahan dilumatkan dengan batang pengaduk.
Tabung kemudian ditutup ketat dengan gabus dan kertas pikrat yang
dibasahkan digantungkan pada gabus di dalam tabung. Inkubasi pada suhu 40 oC
selama dua jam. Perubahan warna dari kuning ke coklat kemerahan menunjukkan
adanya pembebasan HCN dari tumbuhan secara enzimatis. Bila reaksi negative,
tabung harus disimpan pada suhu kamar selama 24-48 jam lagi, kemudian diperiksa
lagi apakah HCN dibebaskan secara non-enzimatis. Intensitas perubahan warna
sesuai dengan banyaknya sianogen yang ada.
Kertas pikrat tidak seutuhnya khas untuk sianogen karena akan memberikan
tanggapan palsu terhadap isotiosianat atsiri yang dibebaskan oleh kelompok tanaman
family Brassica, disamping sifat ketidakpekaannya. Oleh karena itu, sering digunakan
kertas uji lain bersama-sama dengan kertas pikrat, didasarkan pada penelitian FieldAnger (1966). Pita kertas saring disiapkan dengan mencelupkannya ke dalam
campuran 1 : 1 dari dua larutan berikut ini yang dibuat segar : (1)

4,4

tetrametildiamina difenilamina 1% (b/v) dalam kloroform dan (2) tembaga


etilasetoasetat 1% (b/v) dalam kloroform. Kertas yang telah dikeringkan itu dapat
disimpan dalam botol gelas sebelum digunakan. HCN dapat mengubah kertas FeiglAnger dari hijau-biru lemah ke biru terang, dan dapat mendeteksi HCN sekecil 1g.

BAB III
KESIMPULAN
1. Tetrasiklin pertama kali ditemukan oleh Lloyd Conover. Berita tentang Tetrasiklin
yang dipatenkan pertama kali tahun 1955.
2. Tetrasiklin merupakan antibiotik yang bersifat basa yang sukar larut dalam air,
tetapi bentuk garam natrium atau garam HClnya mudah larut. Dalam keadaan
kering, bentuk basa dan garam HCl tetrasiklin bersifat relatif stabil.
3. Biosintesis tetrasiklin bermula dari karboksilasi asetil-KoA membentuk malonilKoA dengan enzim asetil-KoA karboksilase. Malonil-KoA kemudian bereaksi
dengan 2-oksosuksinamat menghasilkan malonamoil-KoA. Malonamoil-KoA
kemudian dikonversi lebih lanjut menjadi 4-hidroksi-6-metilpretetramida melalui
6-metilpretetramida.

Senyawa

inilah

yang

akan

diubah

menjadi

4-

dedimethylamino-4-okso-anhidrotetrasiklin, yang merupakan intermediat dalam


menghasilkan klorotetrasiklin dan tetrasiklin.
4. Glikosida sianogenik adalah senyawa hidrokarbon yang terikat dengan gugus CN
dan gula. Beberapa tanaman tingkat tinggi dapat melakukan sianogenesis, yakni
membentuk glikosida sianogenik sebagai hasil sampingan reaksi biokimia dalam
tanaman.
5. Glikosida sianogenik dapat terhidrolisis secara enzimatis menghasilkan asam
sianida (HCN), atau asam prusat yang sangat beracun. Hidrolisis ini dilakukan
oleh enzim Beta glikosidase dan enzim Hidroksinitril Liase.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Bagian farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Gayabaru
Arifin, Sjamsul. 1985. Kimia Organik Bahan Alam. Universitas Terbuka
Chandury A. In vitro activity of Cefpirome A new fourth generation cephalosporin.
Indian J. of Medical Microbiology 2003; 21:50-51
Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia:
Pedoman Penggunaan Antibiotik Nasional. Edisi 1, 1992, Jakarta.
Ganiswara S.G. ( Ed) : Farmakologi dan terapi . Edisi IV, Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran UI, 1955, Jakarta.
Mandel G. L., Douglas R. G., Bennet J. E., Dolin R. : Principles and Practice Of
Infectious Disease : Antimicrobial Therapy 1995 / 1996. Churchill
Livingstone, 1995.Tierney L. M., Mc Phee S. J.,Papadakis M. A. : Current
Medical Diagnosis and Treatment 35 th Ed. Appleton and Lange, 1996,
Stamfod.
Tumah H. Fourth-Generation Cephalosporins : In vitro Activity against Nosocomial
Gram-Negative Bacili Compared with -Lactam Antibiotics and
Ciprofloxacin. Chemoteraphy 2005;51:80-85
Schwartz, dkk, 2000, Intisari Prinsip - Prinsip Ilmu Bedah. Editor : G. Tom Shires
dkk, EGC ; Jakarta
Schwartz.Shires.Specer Intisari Prinsip-Prinsip
kedokterean EGC 1995 Jakarta 47

Ilmu

bedah

Ed

6Buku

Anda mungkin juga menyukai