Anda di halaman 1dari 9

1

Fentanyl
Fentanyl merupakan derivat agonis sintetik opioid fenil piperidin, yang secara
struktur berhubungan dengan meperidirfinn dengan kekuatan 100x morfin.
Opioid sendiri ialah zat sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan
reseptor morfin. Opioid digunakan sebagai analgetika yang sering digunakan
dalam anesthesia untuk mengendalikan nyeri. Opioid digolongkan menjadi:
1. Agonis mengaktifkan reseptor, contoh: morfin, papaveretum, petidin
(meperidin, demerol), fentanyl, alfentanil, sufentanil, remifentanil, kodein,
alfaprodin.
2. Antagonis tidak mengaktifkan reseptor dan pada saat bersamaan
mencegah agonis merangsang reseptor. Contoh: nalokson, naltrekson
3. Agonis-antagonis pentasosin, nalbufin, butarfanol, buprenorfin
Dalam klinik opioid digolongkan menjadi natural (morfin, kodein, papaverin,
dan derivate tebain) dan sintetik (petidin, fentanyl, alfentanil, sufentanil, dan
remifentanil).
Mekanisme Kerja
Reseptor opioid sebenarnya tersebar luas di seluruh jaringan system saraf pusat,
tetapi lebih terkonsentrasi di otak tengah yaitu di system limbic, thalamus,
hipotalamus, korpus striatum, system aktivasi reticular dan di korda spinalis
yaitu di substansia gelatinosa dan dijumpai pula di pleksus saraf usus. Molekul
opioid dan polipeptida endogen (metenkefalin, beta-endorfin, dinorfin)
berinteraksi dengan resptor opioid dan menghasilkan efek.
Reseptor opioid diidentifikasikan menjadi 5 golongan:

Reseptor (mu)

: -1, analgesia supraspinal, sedasi -2, analgesia


spinal, depresi napas, eforia, ketergantungan fisik,
kekakuan otot.

Reseptor (delta)

: analgesia spinal, epileptogen.

Reseptor (kappa)

: -1 analgesia spinal, -2 tidak diketahui, -3


analgesia supraspinal

Reseptor (sigma)

: disforia, halusinasi, stimulasi jantung

Reseptor (epsilon): respons hormonal


Pada sistem supraspinal, tempat kerja opioid ialah di reseptor substansia grisea,
yaitu di periaduktus dan periventrikuler. Sedangkan pada system spinal tempat
kerjanya di substansia gelatinosa korda spinalis. Opioid agonis terutama bekerja
di reseptor dan sisanya di reseptor .

Gambar 4. Reseptor Opioid pada Sistem Saraf Pusat

Keterangan:
Opioid mengikat reseptor opioid periaqueductal gray, rostral ventral medulla,
medulla spinalis, dan jaringan perifer, mengurangi transmisi nosiseptif di CNS,
bertindak utamanya di jalur nosiseptif daripada di korteks untuk mengubah
arousal dan sebagiannya untuk mengubah kognisi. Fentanyl, menurunkan
kondisi bangun dengan mengurangi asetilkolin di medial pontine reticular
formation, sedangkan morfin menurunkan kondisi bangun dengan menghambat
neuron di nukleus tegmental dorsal lateralis, dan medial pontine reticular
formation, dan basal otak depan.

Fentanyl lebih larut dalam lemak dibanding petidin dan menembus sawar
jaringan dengan mudah. Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya
secara kualitatif hamper sama dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru
ketika pertama kali melewatinya. Dimetabolisir oleh hati dengan N-dealkilasi
dan hidroksidan sisa metabolismenya dikeluarkan lewat urin.
Efek depresi napasnya lebih lama dibanding efek analgesinya.Dosis 1-3
g/kgBB analgesinya kira-kira hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya
dipergunakan untuk anesthesia pembedahan dan tidak untuk pasca bedah. Dosis
besar 50-150 g/kgBB digunakan untuk induksi anesthesia dan pemeliharaan
anesthesia dengan kombinasi benzodiazepine dan anestetik inhalasi dosis
rendah, pada bedah jantung. Efek tak disukai ialah kekakuan otot punggung
yang sebenarnya dapat dicegah dengan pelumpuh otot. Dosis besar dapat
mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin plasma, ADH, renin,
aldosterone, dan kortisol

Farmakodinamik
Fentanil adalah analgesik narkotik yang poten, bisa digunakan sebagai
tambahan untuk general anastesi maupun sebagai awalan anastetik. Fentanil
menyediakan stabilitas jantung dan stress yang berhubungan dengan hormonal,
yang berubah pada dosis tinggi. Dosis 100 g (w.o ml) setara dengan aktifits
analgesik 10 mg morfin. Fentanil memiliki kerja cepat dan efek durasi kerja
kurang lebih 30 menit setelah dosis tunggal IV 100 g. Fentanil bergantung dari
dosis dan kecepatan pemberian bisa menyebabkan rigiditas otot, euforia, miosis
dan bradikardi. Seluruh efek dari kerja fentanil secara cepat dan secara penuh
teratasi dan hilang dengan menggunaka narkotik antagonis seperti Naloxone.
Farmakokinetik
Sebagai dosis tunggal, fentanil memiliki onset kerja yang cepat dan durasi yang
lebih singkat dibanding morfin. Disamping itu juga terdapat jeda waktu
tersendiri antara konsentrasi puncak fentanil plasma, dan konsentrasi puncak
dari melambatnya EEG. Jeda waktu ini memberi efek waktu Equilibration
antara darah dan otak selama 6,4 menit.
Semakin tinggi potency dan onset yang lebih cepat mengakibatkan Lipid
solubility meningkat lebih baik daripada morfin, yang memudahkan perjalanan
obat menuju sawar darah otak.
Dikarenakan durasi dan kerja dosis tunggal fentanil yang cepat, mengakibatkan
distribusi ke jaringan yang tidak aktif menjadi lebih cepat pula, seperti jaringan
lemak dan otot skelet, dan ini menjadi dasar penurunan konsentrasi obat dalam
plasma.

Paru paru memiliki tempat penyimpanan tidak aktif yang cukup besar, dengan
estimasi 75% dari dosis awal fentanil yang di uptake disini. Fungsi non
respiratory dari paru ini yang membatasi jumlah obat yang masuk ke sirkulasi
sistemik dan memegang peranan utama dari penentuan farmakokinetik dari
fentanil. Bila dosis berulang IV berulang atau melalui infus yang terus menerus
dari fentanil dilakukan, saturasi yang progesif dari jaringan yang tidak aktif ini
terjadi.
Sebagai akibatnya konsentrasi dari fentanil plasma tidak menurun secara cepat,
sehingga durasi dari analgesia seperti depresi dari vantilasi memanjang.
Metabolisme
Dimetabolisme oleh N-demethylation, yang memproduksi Norfentanil yang
secara struktur mirip Normeperidine, ekskresi fentanil pada ginjal dan
terdeteksi pada urine dalam 72 jam setelah dosis tunggal IV dilakukan. Cepat di
metabolisme di hati, dan kurang lebih 75% dosis yang diberikan di eksresikan
dalam 24 jam dan hanya 10% tereliminasi sebagai obat yang tidak berubah.
Eliminasi dan paruh waktu
Walaupun fentanil memiliki durasi kerja yang cepat, eliminasi dari paruh waktu
lebih panjang dari morfin. Ini dikarenakan fentanyl mempunyai Lipid solubility
yang lebih baik yang menyebabkan perjalanan cepat menuju jaringan.
Konsentrasi plasma fentanil dipertahankan oleh uptake dari jaringan yang
lambat, yang memberikan hitungan dari efek obat yang persisten dan paralel
dengan eliminasi paruh waktunya.

Eliminasi paruh waktu pada orang tua lebih panjang , dikarenakan klirens
opiodi berkurang, disebabkan menurunnya aliran darah hepatik, aktifitas enzym
microsome atau produksi albumin (fentanyl 79 % - 87% terikat kepada protein).
Penggunaan secara klinis
Diberikan untuk analgesik narkotik , sebagai tambahan pada general atau
regional anestesi, atau untuk pemberian dengan neuroleptik (droperidol)
sebagai premedikasi,untuk induksi, sebgai tambahan pemeliharaan general
anestesi maupun regional anestesi.
Digunakan secara luas, contohnya dosis injeksi 1 3 g / kg IV memberikan
analgesia. Fentanyl 2-20 g/kg IV, biasanya digunakan untuk tambahan pada
inhalasi anastetik untuk membantu menurunkan respon sirkulasi, digunakan
dengan, a) Laryngoskopi untuk intubasi trakea ,atau b) Stimulasi operasi yang
tiba tiba.
Waktu pemberian fentanil injeksi IV untuk menghambat atau menatalaksana
beberapa respon operasi harus dipertimbangkan waktu equilibrationnya. Injeksi
opioid seperti fentanil sebelum stimulasi operasi yang menyakitkan, mungkin
dapat

mengurangi dari jumlah opioid yang dibutuhkan untuk periode

postoperasi untuk menyediakan analgesia.


Dosis besar dari fentanil sebagai awalan dari anestesi mempunyai kelebihan
menstabilkan hemodinamik dengan cara. A) Efek depresi myocard yang rendah
b) menghilangkan atau tidak mencetuskan pelepasan histamin c) mensupressi
stress pada respon operasi.

Kekurangannya a) gagal mencegah respon nervus simpatik pada stimulasi


operasi yang menyakitkan, terutama pada pasien dengan funsi ventrikel kiri
yang baik. b) kemungkinan pasien sadar c) depresi venilasi pada posoperasi
Fentanil juga dapat digunakan sebagai preparat transmucosal dengan alat
(Lozenge mounted on handle), yang didesain memberikan 5 20 g / kg
fentanil, tujuannya adalah untuk menurunkan anxiety perioperatif dan
memfasilitasi induksi anestesi terutama pada anak.
Pada anak 2-8 th rencana preoperatif dari oral transmucosal fentanil 15 - 20
g/kg, 45 menit sebelum induksi anestesi, secara jelas memberikan sedasi dan
memfasilitasi induksi anestesi inhalasi. Tetapi juga memberikan efek seperti
mengalamipenurunan frekuensi nafas dan oxigenasi arterial dan meningkatkan
kejadian mual dan muntah masa postoperatif. Efek terapi postoperatif pada
operasi ortopedi, 1mg oral transmukosal sama dengan 5 mg IV morfin.
Preparat fentanil transdermal memberikan 75-100 g/jam dengan hasil
konsentrasi fentanil plasma puncak selama 18 jam yang cukup stabil salama
pemasangan patch.
Dosis pemberian
Sebagai tambahan untuk general anestesi
Dosis rendah, 2 g/kg berguna untuk operasi minor
Dosis sedang, 2- 20 g /kg dimana operasi menjadi lebih rumit dan dosis besar
dibutuhkan
Dosis tinggi, 2050 g/kg dalam prosedur bedah mayor, dimana waktu tempuh
lebih lama dan respon stress operasi lebih tinggi, dosis 20 50 fentanyl dengan

N2O telah menjadi pilihan. Bila dosis seperti ini telah digunakan observasi
ventilasi posoperatif seperti diperlukan dimana kemungkinan depresi ventilasi
posoperatif memanjang.
Sebagai Agen Anestetik
Jika respon stress dari operasi sangat perlu diturunkan, dosis 50 100 g / kg
mungkin dapat diberikan dengan oksigen dan muscle relaksan. Teknik ini
memberikan anestesi tanpa perlu menambah anestesi lain dalam beberapa kasus
dosis lebih dari 150 g/kg mungkin diperlukan untuk menyediakan efek
anestesi tersebut, telah banyak digunakan untuk bedah jantung dan operasi lain
yang memerlukan proteksi miokard dari kelebihan kebutuhan akan oksigen.
Efek samping
Depresi ventilasi yang persisten maupun rekuren. Fentanil yang bersequesterasi
bisa diabsorbsi kembali dari usus halus kembali ke sirkulasi dan meningkatkan
konsentrasi plasma menyebabkan depresi ventilasi.
Efek kardiovaskular
Dalam perbandingan dengan morfin, fentanil dalam dosis besarpun (50 g/kg
IV) tidak mempengaruhiatau memprovokasi pelepasan histamin sehingga
dilatasi vena yang menyebabkan hipotensi minimal.
Tekanan Intrakranial
Pemberian fentanyl pada trauma kepala berhubungan dengan peningkatan 6-9
mhg pada tekanan intrakranial, ataupun menjaga PaCO2 yang tidak berubah.
Peningkatan ini biasanya diakibatkan oleh penurunan MAP dan tekanan perfusi
otak.

Interaksi Obat
Konsentrasi analgesik dari fentanil sangat berefek pada potensi midazolam dan
penurunan dosis dari propofol yang dibutuhkan. Pada klinisnya keuntungan
sinergi dari opioid dan benzodiazepin untuk menjaga kenyamanan pasien juga
harus dibarengi dengan pemaantauan ketat, karena memili efek buruk yaitu
berpotensi efek depresi.

Sumber:
Latief S.A, Suryadi K. A, Dachlan M.R. Anestetik Inhalasi dalam buku:
Petunjuk Praktis Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Jakarta,.
2002.
Robert S. Schwartz, M.D. General Anesthesia, Sleep, And Coma. N Engl J Med
2010; 363:2638-2650.

Anda mungkin juga menyukai