BAB II
KAJIAN PUSTAKA
membutuhkan bantuan untuk menjaga patensi jalan nafas, dan tekanan ventilasi
Anestesi umum dibagi menjadi tiga tehnik yaitu tehnik anestesi total
intravena, anestesi total inhalasi, dan anestesi kombinasi antara intravena dan
ditentukan oleh karakteristik pasien sehingga tepat penggunaan dan resiko efek
samping yang paling minimal. Saat ini penggunaan tehnik ini sudah umum dan
sering dikerjakan.
yang ideal haruslah menyediakan semua komponen tadi tanpa menyebabkan efek
6
7
pusat seperti sebelum pembiusan. Karena tidak ada obat tunggal yang sempurna
2.1.2. Propofol
Propofol pertama kali ditemukan tahun 1970 dan diperkenalkan di pasaran sejak
tahun 1977 sebagai obat induksi anestesi, semakin populer dan semakin luas
minyak kedelai 10%. Propofol dalam dosis 1,5-2,5 mg/kgBB diberikan intravena
pemulihannya juga cepat dibandingkan dengan obat anestesi yang lain. Pasien
cepat kembali sadar setelah pembiusan dengan propofol dan efek residual yang
minimal merupakan keuntungan propofol. Propofol tidak larut dalam air dan pada
mual muntah paska operasi sangat jarang karena propofol memiliki efek anti
7
8
anestesi yang lain. Pasien cepat kembali sadar setelah pembiusan dengan propofol
dan efek residual yang minimal merupakan keuntungan propofol. Secara subyektif
pasien merasa lebih baik dan lebih segar paska anestesi dengan propofol
inhibitor utama di sistem saraf pusat. Saat reseptor GABA diaktifkan, terjadi
membrane sel postsinap dan inhibisi fungsi neuron postsinap. Interaksi antara
maupun sebagai sedasi. Selain efek utamanya tersebut propofol juga memiliki
konstriksi bronkus. Insiden mual muntah pasca operasi berkurang bila propofol
(Borgeat, dkk., 1994). Dosis subhipnotik (10 sampai 15 mg) intravena dapat
digunakan pasca anestesia sebagai anti mual muntah. Diduga kuat propofol
langsung di pusat muntah. Propofol memiliki efek antioksidan yang mirip dengan
8
9
propofol memiliki grup phenolic hydroxyl yang menangkap radikal bebas dan
dengan membentuk radikal yang cukup stabil propofol phenoxyl. Selain itu
paling kuat dalam menginisiasi peroksidasi lipid. Karena aktivitasnya ini propofol
membuktikan bahwa obat ini adalah obat induksi dengan sifat onset kerjanya
cepat dengan durasi kerja cepat dan waktu pemulihannya singkat dan stabil,
dengan efek samping yang relatif kecil. Selama tiga puluh tahun telah banyak
diberikan dengan cara yang berbeda. Cara pertama adalah injeksi tunggal dan
yang kedua adalah injeksi kontinyu. Propofol diyakini memiliki karakteristik yang
sesuai dengan model tiga kompartemen. Propofol dapat digunakan sebagai obat
digunakan sebagai obat untuk sedasi di ruang operasi maupun di tempat lainnya.
Propofol juga dikenal dapat menekan kejadian mual muntah pasca operasi. Mual
muntah pasca operasi dipengaruhi tiga hal yaitu pasien, operasi dan
inflasi lambung saat ventilasi sungkup muka, menggerakkan kepala pasien segera
setelah bangun, obat opioid serta obat volatil merupakan faktor-faktor yang
9
10
berperan dalam terjadinya mual muntah pasca operasi (Triem, 2009; Butterworth
terjadi hiperpolarisasi membran sel post-sinap dan inhibisi fungsi neuron post-
alkilphenol ini. Propofol tidak larut dalam air tetapi merupakan suatu emulsi
minyak dan air. Alkylphenol menjadi minyak dalam temperatur kamar dan tidak
larut dalam larutan air, namun propofol sangat larut lemak. Formulasi yang ada
sekarang mengandung 1% propofol, 10% soy bean oil (minyak kedelai), 2,25%
glycerol (gliserol), dan 1,2% egg fosfatide (fosfatida telur murni) atau lecitin
telur (kuning telur). Pasien yang mempunyai riwayat alergi terhadap telur belum
tentu akan alergi terhadap propofol karena kebanyakan reaksi alergi telur
disebabkan oleh bagian putih telur, sedangkan lecitin telur berasal dari ekstraksi
10
11
kuning telur. Keburukan propofol yang dirasakan oleh pasien adalah nyeri yang
timbul saat penyuntikan oleh karena formula yang beredar memiliki keasaman pH
sekitar 7. Formula Propofol di atas sangat mudah menjadi media tumbuh bakteri,
sehingga tehnik seril sangat diperlukan dalam penggunaan propofol dan sebaiknya
tidak melebihi 6 jam dari saat pertama kali membuka ampul obat. Saat ini
tersedia secara komersial stabil pada suhu kamar dan tidak sensitif terhadap
cahaya. Jika diperlukan dalam konsentrasi yang lebih rendah dalam larutan,
sebaiknya dilarutkan dalam dextrose 5% air (D5W) secara teori larutan ini akan
a) Absorpsi
penggunaan intravena saja dan memberikan efek sedasi sedang sampai berat.
b) Distribusi
cepat. Waktu yang diperlukan dari saat pertama kali diberikan bolus sampai
pasien terbangun (waktu paruh) sangat singkat yaitu 2-8 menit. Waktu paruh
11
12
menjadi pilihan untuk anestesi rawat jalan (one day care). Sehubungan
dengan volume distribusi yang lebih rendah pada orang dewasa maka
kebutuhan dosis induksi lebih rendah dan perempuan memerlukan dosis yang
lebih besar dibanding laki-laki juga waktu bangun pada perempuan lebih
dimana pada pemberian bolus propofol, kadar propofol dalam darah akan
menurun dengan cepat akibat adanya redistribusi dan eliminasi. Waktu paruh
distribusi awal dari propofol adalah 2-8 menit. Pada model tiga kompartemen
waktu paruh distribusi awal adalah 1-8 menit, yang lambat 30-70 menit dan
waktu paruh eliminasi 4-23,5 jam. Waktu paruh yang panjang diakibatkan
half time untuk infus propofol sampai 8 jam adalah 40 menit. Propofol
mengalami distribusi yang cepat dan luas juga dimetabolisme dengan cepat.
Waktu yang diperlukan untuk bangun dari anestesi atau sedasi dari propofol
hanya 50%, sehingga waktu pulih sadar dari propofol tetap cepat meskipun
c) Bioransformasi
12
13
d) Ekskresi
sistem saraf pusat (SSP). Propofol tidak memiliki komponen analgetik. Dua
efek menguntungkan propofol adalah efek antiemetik dan rasa nyaman pada
terlihat pada 90 sampai 100 detik. Dosis efektif median (ED 50) propofol
untuk hilangnya reflek mata adalah 1 sampai 1,5 mg/kgBB setelah bolus.
13
14
sampai 2,5 mg/kgBB bolus propofol. Efek propofol pada EEG yang dinilai
ke gamma dan frekuensi theta. Pada pemberian pemberian propofol dari dosis
obat lain. Konsentrasi propofol (jika dikombinasikan dengan nitric acid 66%)
operasi besar adalah 2,5-6 µg/mL (Butterworth dkk, 2013; Stoelting dkk,
2006).
b) Kardiovaskular
14
15
besarnya dosis, kecepatan injeksi dan umur tua. Efek kardiovaskular propofol
25% sampai 40% dari tekanan darah sistolik, perubahan serupa terlihat pada
dengan penurunan curah jantung kurang lebih 15%, indek volume sekuncup
kurang lebiih 20%, dan tahanan vaskular sistemik 15% sampai 25%.Dalam
sampai 10 menit setelah induksi anestesi termasuk status fisik ASA kelas III
dengan V, dengan dasar TAR kurang dari 70 mmHg, usia 50 tahun atau lebih,
sistolik arteri juga menurun menjadi 20% sampai 30%. Pada pemberian dosis
dalam resistensi pembuluh darah sistemik (30%), tetapi curah jantung dan
15
16
(vasodilatasi), konsumsi oksigen dan penekanan pada otot jantung jauh lebih
jelas terjadi pada saat induksi dibandingkan pada pemeliharaan anestesi. Efek
dihasilkan oleh obat pelumpuh otot (Butterworth dkk, 2013; Stoelting dkk,
2006).
c) Respirasi
Apnea bisa terjadi setelah pemberian dosis induksi propofol, kejadian dan
penurunan 40% pada tidal volume dan peningkatan 20% pada frekuensi
penurunan lebih lanjut volume tidal (455-380 mL), tetapi tidak ada perubahan
16
17
(10 mg/kgBB/jam) secara nyata mengurangi mediasi radikal bebas dan katalis
dkk, 2006).
efek samping, antara lain nyeri saat injeksi, mioklonus, apneu, penurunan tekanan
darah arteri dan walaupun jarang terjadi, tromboplebitis pada vena tempat
propofol diinjeksikan (Simon, 2001). Mioklonus terjadi lebih sering pada propofol
dan metohexital. Apneu setelah pemberian propofol biasa terjadi. Insiden apneu
apneu lebih dari 30 detik lebih tinggi pada propofol. Penurunan tekanan darah
sistemik adalah efek samping yang paling penting saat induksi propofol. Mungkin
injeksi perlahan dan dosis yang lebih kecil, pada pasien yang sudah direhidrasi
laringoskopi dan intubasi endotrakeal serta peningkatan MAP, frekuensi nadi dan
17
18
SVR secara bermakna lebih rendah pada pemberian propofol daripada tiopental.
Efek propofol yang paling menonjol adalah menurunkan tekanan darah arterial
selama induksi anestesia. Dosis induksi 2,0-2,5 mg/kg berat badan menghasilkan
penurunan tekanan darah sistolik 25-40%. Perubahan serupa juga terlihat pada
tekanan darah diastolik. Biasanya insiden hipotensi akibat pemberian propofol ini
hipotensi. Propofol dapat mengurangi aktifitas saraf simpatis lebih besar daripada
injeksi lebih ringan atau sama dengan etomidat, sama dengan metohexital dan
lebih berat dari tiopental. Nyeri saat injeksi dapat dikurangi dengan cara injeksi
pada vena yang lebih besar, menghindari injeksi pada vena di dorsum manus dan
disebabkan oleh penyuntikan propofol sampai saat ini belum jelas karena propofol
tersedia dalam larutan steril, nonpirogenik, isotonis dengan pH = 7,0. Klemen dan
dan putih susu. Pasien dengan kelainan jantung yang diberikan obat propofol,
18
19
gejala yang timbul yang dihubungkan dengan pemberian propofol. Istilah ini
sangat tinggi. Seiring dengan waktu, pengertian PRIS berkembang meliputi gejala
kelainan yang khas pada gambaran elektrokardiogram pada lead prekordial kanan
berupa gambaran Brugada (Olaf, 2009). Pada penelitian Wysowski dan Pollock,
2006, dari 68 orang dewasa yang didapatkan gejala PRIS yang meninggal setelah
4,4 hari. Walaupun sampai saat ini penyebab mengapa propofol dapat
sehingga produksi ATP menurun dan terjadinya keadaan hipoksia tingkat seluler
di jaringan jantung dan otot. Pada pemeriksaan biopsi otot dan analisa
metabolisme lemak pada pasien PRIS didapatkan kerusakan sel mitokondria dan
jantung. Faktor resiko lain yang dapat menyebabkan PRIS adalah: keadaan stress
metabolik, kebutuhan energi yang tinggi misalnya pada penyakit kritis, trauma
berat, trauma otak yang berat, sepsis, simpanan karbohidrat yang rendah (pada
19
20
anak-anak) dan pada keadaan kadar lemak darah yang tinggi (dihubungkan
dan hemofiltrasi dilakukan untuk mengurangi kadar propofol dalam plasma juga
beberapa kasus (Leigh, M., 2010). Selain PRIS pada pemberian propofol dengan
konsentrasi di dalam plasma lebih dari 20 µg/ml akan dapat menyebabkan adanya
terjadinya iskemia dan rusaknya sel saraf di otak. Hal ini juga yang menyebabkan
20
21
karakteristik obat, onset dan durasi kerja, serta metabolisme dan ekskresi obat.
adalah menghindari kelebihan dosis obat, dan menjaga kadar plasma darah tetap
pada level yang diinginkan sehingga anestesi yang dihasilkan tidak terlalu dalam
dan juga tidak terlalu dangkal. Penggunaan infus kontinyu pada awalnya
individual yang harus digunakan untuk mencapai kadar obat dalam plasma darah
yang serupa, untuk menghasilkan efek anestesia yang diinginkan. Namun terdapat
beberapa hal yang mempengaruhi kadar obat dalam plasma darah dalam
tubuh, dan kemampuan pengikatan obat. Karena hal inilah penggunaan infus
kontinyu terkadang memberikan efek lebih rendah atau lebih tinggi daripada yang
konsentrasi suatu obat dalam darah yang tetap dengan menggunakan model 2-
mengisi volume distribusi awal untuk mencapai keadaan yang tepat. Helmut
aplikasi klinis teori tersebut yang lalu dikenal sebagai sistem Computer Assisted
21
22
Total Intravenous Anaesthesia (CATIA). Proporsi total obat yang tetap di dalam
kompartemen sentral dibuang dalam setiap satuan waktu, oleh karenanya ketika
konsentrasi obat dalam darah konstan, jumlah obat yang dikeluarkan dari
kompartemen persatuan waktu juga konstan, maka jumlah obat yang hilang akibat
eliminasi digantikan pula oleh laju infus yang konstan. Schwilden kemudian
mesin TCI dikemudian hari. Astra Zeneca lalu meluncurkan alat TCI komersil
untuk propofol di benua eropa (Skotlandia) pada tahun 1992 dan terus
berkembang sampai saat ini di seluruh dunia sebagai mesin anestesi intravena
total (TCI) yang berbasis target obat di dalam plasma. Diprifusor sebagai sistem
pertama TCI untuk propofol mulai diperkenalkan tahun 1996. Target controlled
tahun 1998 sebagai metode administrasi propofol untuk anestesi umum, dimana
obat disuntikan untuk mencapai suatu target konsentrasi obat dalam darah yang
diprediksi secara spesifik. Sejak itu TCI lalu menjadi metode yang paling sering
aplikasi klinis dalam anestesi, sistem ini juga berperan untuk pemberian obat
Scan, MRI), dan atau radioterapi. Dengan TCI, obat anestesi intravena diberikan
diinginkan dan dapat disesuaikan dengan dapatan klinis pasien. Pada dasarnya
22
23
TCI adalah menetapkan konsentrasi tertentu yang harus dicapai dan dipertahankan
oleh alat baik di plasma (Cp) maupun effect site concentration (Ce). Konsentrasi
target diatur sejak awal oleh ahli anestesi untuk mendapat luaran klinis yang
diperlukan. Perubahan konsentrasi target yang diatur oleh ahli anestesi akan
terlihat pada effect site compartment setelah waktu tertentu karena terdapat jarak
waktu perpindahan obat dari darah ke tempat yang dituju atau obat berefek.
site equilibration (Ke0), time to peak effect dan context-sensitivity half life dan
merupakan model yang digunakan untuk menggambarkan nasib obat dalam tubuh.
terhadap waktu dan keadaan plasma sendiri yang merupakan kompartemen sentral
terjadi perpindahan di sawar darah otak, obat anestesi beraksi di sistem saraf pusat
yang menunjukkan the effect site sehingga konsentrasi effect site yang
keseimbangan antara darah dan effect site termasuk singkat, hal ini tidak dapat
23
24
terjadi secara instan. Setelah bolus obat intravena terdapat jarak waktu antara
konsentrasi darah tercapai dan efek sentral karena waktu ekuilibrasi darah/effect
site. Jarak waktu ini dapat diperkirakan dari efek sentral yang diperlihatkan seperti
ekuilibrium tercapai, dengan pemberian laju infus yang tetap, Cp dan Ce menjadi
memberikan bolus yang kemudian dilanjutkan dengan infus dengan laju yang
dan Ce telah dilakukan dengan baik sesuai dengan kebutuhan pasien dan stimulus
Oleh karena itulah TCI tetap memberikan tehnik yang lebih aman dalam
menyesuaikan antara konsentrasi obat dengan efek klinis yang diinginkan dengan
lebih baik dimana hal ini merupakan yang paling diinginkan dalam mengelola
anestesi terutama saat induksi dan prediksi pemulihan. Tehnik ini memungkinkan
titrasi obat yang lebih tepat berdasarkan peningkatan konsentrasi bertahap dimana
menggunakan teknik ini ahli anestesi dapat mengatur dan mengganti konsentrasi
yang diinginkan sesuai dengan observasi klinis pada pasien. Target controlled
24
25
dasar sesuai pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan) dan target
dan kedalaman anestesi yang diharapkan setelahnya sistim komputer mesin TCI
yang akan mengambil alih penyesuaian dosis dan laju infus propofol berdasarkan
target organ (Lesliedkk, 2008). Analgesia merupakan faktor yang sangat penting
dalam anestesi intravena total. Obat yang sering digunakan adalah opioid yang
dan fentanyl. Dari semuanya itu pilihan terakhir yang dapat digunakan dengan
TCI adalah fentanyl. Interaksi sinergis telah dibangkitkan antara opioid dan
tetap diberikan pelumpuh otot sebagai fasilitasi intubasi. Keuntungan lain yang
didapatkan dari TCI adalahrespon hemodinamik yang timbul selama operasi dan
25
26
sampai 25% setelah induksi, kejadian apneu lebih dari 50%. Pengurangan kadar
menghilangkan tujuan utama yaitu sedasi atau anestesi. Setelah dokter ahli
anestesi memasukkan data dasar pasien dan menentukan konsentrasi target, mesin
akan memberikan bolus obat dalam dosis tertentu untuk mengisi kompartemen
sentral. Setelah itu komputer akan mengkalkulasi metabolisme dan eliminasi obat
serta menentukan obat yang diinfuskan untuk mengisi kompartemen kedua dan
sesuai respon pasien dan stimulus bedah (Naidoo, 2011).Untuk sistem TCI dengan
adalah Marsh dan Schnider, sedangkan pada pasien anak-anak model Paedfusor
dan Kataria. Selain propofol obat lain yang dapat dioperasikan menggunakan
sistim TCI adalah sufentanil (model Bovil dan Gepts), alfentanil (model Maitre),
Gambar 2.1
26
27
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Foto Mesin TCI Perfusor® Space dari B.Braun yang dimiliki Bagian/SMF Ilmu
27
28
dengan berat badan. Usia tidak dimasukkan dalam kalkulasi, namun pompa tidak
dapat digunakan untuk umur dibawah 16 tahun. Hal ini menjadi sumber bias dan
Model Schnider disebut sebagai generasi baru dari TCI. Metode ini
jenis kelamindan berat badan ke dalam perhitungan. Lean body mass pasien
dihitung dan digunakan untuk mengkalkulasi dosis dan laju infus, jika yang
dipakai berat badan aktual maka akan ada kemungkinan kelebihan konsentrasi
obat pada pasien obese. Pada pasien obese dipergunakan berat badan ideal.
Perbedaan utama antara kedua model di atas adalah jumlah volume kompartemen
dan sama pada setiap pasien dan lebih kecil (4,27 L pada pasien BB 70 kg)
dibanding model Marsh (15,9 L). Akibat perbedaan ini akan didapatkan model
schnider Keo yang lebih besar (equilibrasi sentral dan effect site kompartemen
lebih cepat) dan K10 lebih besar (bersihan metabolik lebih cepat) sehingga model
schnider waktu pulihnya lebih cepat dibanding Marsh. Untuk tujuan induksi
2.2.3. Target Konsentrasi Plasma Dan Target Effect Site TCI Propofol
Pasien usia muda target konsentrasi pasma propofol untuk induksi adalah
6-8µg/ml, hati-hati pada saat induksi orang tua atau pasien sakit berat, dosis perlu
28
29
respon klinis pasien dan pengaruh dari obat penyerta lainnya seperti ketamine,
juga dikurangi bertahap sehingga waktu pemulihan makin cepat. Pada prakteknya
konsentrasi plasma yang diperlukan untuk induksi adalah 5-6 µg/mL dan bisa
ditingkatkan sampai 8 µg/mL pada pasien dewasa muda yang sehat. Pada pasien
dikurangi 4-5 µg/mL. Dengan target effect-site, tidak diperlukan tekanan yang
tingi untuk meningkatkan konsentrasi obat, karena mesin TCI akan bekerja secara
otomatis. Jika ada penundaan dari induksi, target konsentrasi rendah dapat dimulai
pasien terhadap propofol. Kemudian setelah itu ahli anestesi harus menilai pada
dicapai, efek klinis dinilai dan target dapat dinaikkan atau diturunkan jika
level dari stimulus bedah. Saat ini tidak ada bukti yang menganjurkan model
target apa yang lebih baik, namun direkomendasikan untuk menggunakan model
marsh pada model target konsentrasi plasma dan model Schnider menggunakan
mode effect-site. Pengguna TCI harus berhati-hati saat mengubah model target
bervariasi akan dimasukkan ke dalam sirkulasi pasien pada model model yang
berbeda dan akan menimbulkan efek klinis yang tidak diduga. Seperti halnya
29
30
dicapai lebih stabil, dapat terhindar dari kelebihan dosis dan masa pulih yang
anestesi sebelumnya dari tanda-tanda klinis seperti respon pupil, pola pernapasan,
kualitas denyut nadi ditambah dengan pengukuran langsung dari titik akhir
fisiologis termasuk tekanan darah, denyut jantung, laju pernapasan dan volume
mengukur konsentrasi agen farmakologis dan efek masing-masing obat. Saat ini,
metode baru tekanan darah secara kontinyu dan pemantauan curah jantung (Rena
30
31
Penentuan efek langsung dari obat anestesi pada sistem saraf pusat tetapmenjadi
suatu tantangan meskipun perkembangan yang luar biasa dalam penilaian sistem
respon sistem saraf pusat untuk agen anestesi dan karena itu tidak dapat
pusatakan menyediakan ukuran langsung status otak selama anestesi dan sedasi,
mencapai hasil terbaik untuk setiap pasien. Pemantauan yang akurat target efek
terhadap otak, dalam kombinasi dengan penilaian tanda klinis dan pemantauan
pemberian anestesi atau obat penenang. Secara khusus, BIS indek menyediakan
pengukuran efek hipnotik anestesi. Inti dari teknologi pemantauan otak adalah
adalah bentuk gelombang yang mewakili semua jumlah aktivitas otak yang
dihasilkan oleh korteks serebral (Billard V dkk., 2001). Gelombang normal EEG
terdapat dua karakteristik yaitu amplitudo kecil (20-200 microvolts) dan frekuensi
31
32
Gambar 2.4
Pola Umum dari Perubahan EEG yang Diobservasi Selama Peningkatan Dosis
dari Anestesi dengan Peningkatan Efek Anestesi, Frekuensi EEG Menunjukkan
Penurunan Menghasilkan Pola Transisi Frekuensi Bergantung Kelas: Beta
Alfa Theta Delta (Dikutip dari Billard dkk, 2001)
Perubahan sebagian dari EEG kortikal mencerminkan perubahan yang timbul dari
hubungan harmonis dan fase antara generator saraf kortikal dan subkortikal.
metodologi proses sinyal canggih yang menilai hubungan antara komponen sinyal
tambahan EEG mengenai aktivitas otak selama hipnosis (Renna, 2000). Salah
satu tujuan utama dalam pengembangan teknologi pemantauan status otak adalah
32
33
untuk mengidentifikasi fitur EEG atau "deskripsi" bispektral atau sebaliknya yang
yang paling umum digunakan. Selama pengembangan BIS indek, fitur ini
diidentifikasi dengan menganalisis database EEG lebih dari 5.000 subjek yang
menerima satu atau lebih dari agen hipnotis yang sering digunakan dan telah
dievaluasi dengan penilaian sedasi simultan (Galante, 2015). Fitur utama EEG
yang diidentifikasi dari analisis database ditandai dengan spektrum yang penuh
Adanya periode fully suppressed (yaitu isoelektrik, "garis datar") dalam EEG.
Bispektral indek adalah skala angka antara 0 dan 100 berkorelasi dengan titik
akhir klinis yang penting selama pemberian obat anestesi (Gambar 2.11). Nilai
menurun secara drastis. Pada nilai BIS Indek kurang dari 60, pasien memiliki
probabilitas kesadaran yang sangat rendah (Bower dkk, 2000; Avidan dkk, 2008).
33
34
Gambar 2.5
Panduan skala BIS Indek. Bispektral Indek adalah Skala dari 100 (Terjaga,
Respon Terhadap Suara Normal) sampai 0 (Menunjukkan Keadaan Isoelektrik,
Garis Flat EEG) (Dikutip dari Billard dkk, 2001)
Nilai BIS indek lebih rendah dari 40 menandakan efek anestesi berlebih
pada EEG. Pada nilai-nilai BIS rendah, tingkat penekanan EEG adalah penentu
utama dari nilai BIS. Uji klinis prospektif telah menunjukkan bahwa
Selama pemberian sedasi, nilai BIS indek > 70 dapat diamati selama kecukupan
tingkat sedasi adekuat tetapi memiliki probabilitas yang lebih besar akan
2.4. Gabapentin
34
35
efek dari gabapentin ini tidak diperantarai langsung oleh reseptor GABA
(Reimann dkk., 1983; Schlicker dkk., 1985), Penelitian yang lebih baru
(VGCC) (Gee dkk., 1996; Bertrand dkk., 2001; Lou dkk., 2002). Voltage-gated
calcium channels (VGCC) memainkan peranan pada fungsi normal maupun pada
proses patologis dari sel saraf dan sel lain yang dapat dieksitasi (Dolphin dkk.,
krustasea oleh Fatt dan Katz (1953) dan kemudian diklasifikasikan berdasarkan
activated (HVA) channels (Carbone and Lux, 1984). Seiring kemajuan teknik
(DHP) dan ditemukan pada otot skeletal, jantung, otot polos dan sel saraf (Hess
Pada beberapa jenis sel neuron komponen HVA yang ditemukan bukan
merupakan L-type, misalnya pada sel purkinje di serebelum dan pada terminal
presinap (Stenley dan Atrakchi, 1990; Hillman dkk., 1991). Dua tambahan subtipe
calcium channels kemudian diidentifikasi lagi yaitu N-type dan P-type. Pada sel
35
36
type. Juga ada tipe lain yaitu R-type yang resisten terhadap DHP (Randall dkk.,
1995).
Prinsip fisiologi dari GABA pada aksis neural adalah inhibisi sinaptik.
penghambatan yang lebih lambat dan lebih lama di hipokampus (Bertrand dkk.,
2001; Bowery and Enna., 2000). Penelitian belakangan ini menunjukkan bahwa
fungsi dan afinitas pengikatan agonis reseptor GABAB adalah heterodimer dari
masing-masing tujuh subunit gb1 dan gb2 transmembran yang tidak aktif (Bowery
dan Enna, 2000). Tiga molekuler dan farmakologi subtipe reseptor GABAB pada
manusia yang telah diketahui adalah gb1a-gb2, gb1b-gb2, dan gb1c-gb2 dan dapat
menjelaskan fungsi biologis yang berbeda-beda dari reseptor GABAB (Ng dkk.,
2001). Banyak peran fisiologis reseptor GABAB dapat dikaitkan dengan modulasi
P/Q-type (subunit α2δ, β1, α1A) dan N-type (subunit α2δ, β1, α1B) dari VGCC
GABAB pasca sinaptik (Bowery dan Enna, 2000). Reseptor GABAB mengatur
1997). Aktivasi reseptor GABAB presinaptik yang berikatan dengan VGCC secara
36
37
Gambar 2.6
Subunit voltage-gated calcium channels (VGCC)
(dikutip dari Dolphin dkk., 2003).
GABAB neuronal yang berikatan dengan GIRK tanpa aktivitas agonis atau
glutamat di daerah neokorteks dan hipokampus (Dooley dkk., 2000). Selain itu,
kornu dorsalis medula spinalis (Patel dkk., 2000;. Shimoyama dkk., 2000).
37
38
C9H17NO2 (Gambar 2.2), berbentuk kristal berwarna putih, larut dalam air, dan
rasanya pahit. Gabapentin memiliki berat molekul 171,34 dan pada pH fisiologis,
gabapentin berada dalam bentuk terionisasi sebagai suatu zwitterion dengan dua
pKa yaitu pKa1 3,68 dan pKa2 10,70. Gabapentin stabil dalam temperatur
ruangan, larut bebas di dalam larutan yang bersifat asam dan basa. Tapi pada
bentuk larutan dapat terbentuk sejumlah kecil laktam dan hal ini dapat
diminimalisasi pada pH 6,0. Log dari koefisien partisi pada pH 7,4 adalah -1,25
Gabapentin hanya tersedia dalam preparat oral, diabsorbsi pada usus halus
melalui kombinasi difusi dan transportasi aktif. Setelah melalui jalur oral,
gabapentin kemudian ditransport dari usus melalui ikatan dengan asam amino L.
(Rose dkk., 2002; Kong dkk., 2007). Karena asam amino L ini bersifat mudah
38
39
Bioavailabilitas pada dosis 300 mg adalah ≈ 60%, sedangkan pada dosis 600 mg
adalah ≈ 40%, dan menurun dan menetap ≈ 35% pada dosis 1600 mg dibagi
dalam tiga kali pemberian. Kadar puncak di dalam plasma (Cmax) gabapentin
adalah 2,7 – 2,99 mg/L dicapai dalam 2 – 3,2 jam setelah pemberian dosis tunggal
300 mg (Rose., 2002; Pandey dkk., 2004). Sebagai akibat dari absorbsi gabapentin
yang jenuh tergantung dosis, Cmax meningkat kurang dari tiga kali lipat bila
Distribusi yang luas diakibatkan oleh volume distribusi ≈ 0,6 – 0,8 L/kg.
Kadar gabapentin dalam cairan serebrospinalis sebesar 20% dari kadar dalam
plasma dan diperkirakan sekitar 0,09 – 0,14 μg/mL. Kadar dalam jaringan otak
plasma. Eliminasinya melalui ekskresi ginjal dalam bentuk yang tidak berubah.
Waktu paruh eliminasi gabapentin relatif pendek yaitu antara 4,8 – 8,7 jam.
dkk., 2002).
Gabapentin secara umum digunakan sebagai obat anti kejang dan obat
nyeri kronis. Fatma Sultan dkk., 2010 melaporkan gabapentin memiliki efek
39
40
nosiseptif perifer pada seluruh dosis dan anti-nosiseptif sentral efek pada dosis 30
mg/kgbb. Pada penelitian lain kombinasi propofol dan gabapentin juga dikatakan
namun mekanisme kerja berbeda dari beberapa obat yang bekerja pada GABA
sinaps.
karakteristik seperti peptida yang berikatan dengan jaringan otak tikus yang
GABA pada beberapa bagian otak, sama seperti yang terjadi pada pemberian
sodium valproat, meskipun pada bagian lain dari otak. Pada binatang obat yang
masuk ke dalam otak menunjukan efikasi pada beberapa model kejang. Pada
model binatang yang termasuk kejang bawaan, yang disebabkan elektroshock, dan
b) Kardiovaskular
40
41
secara sistemik maupun secara intratekal (Yoon dkk., 2003). Parsons dkk., 2001
mempengaruhi tekanan arteri rerata dan laju nadi. Sedangkan penelitian lain
dasar (Gillins dkk., 1998). Jalur pemberian melalui intratekal dan intraperitoneal
meningkatkan tekanan darah sistolik dan diastolik, tetapi tidak bermakna secara
gabapentin 1200 mg per oral 1 jam sebelum operasi tidak memberikan perubahan
bermakna pada tekanan arteri rerata (TAR) dan laju nadi sampai dengan 24 jam
pasca operasi pada pasien yang menjalani pembedahan dengan anestesi umum
Gabapentin diperkenalkan pada tahun 1993 sebagai anti kejang pada terapi
kejang parsial membandel. Saat ini gabapentin telah diterima sebagai obat klinis
untuk terapi kejang parsial refrakter, kejang umum tonok-klonik sekunder serta
diteliti untuk gangguan bipolar, phobia sosial, nyeri neuropati, nyeri pada gigi,
kronik seperti neuralgia pasca herpetik, neuropati diabetik, sindrom nyeri regional
41
42
neuropati berkaitan dengan HIV, dan nyeri kepala (Kong dkk., 2007). Pada tahun
2002, gabapentin disetujui oleh US Food and Drug Administration (FDA) untuk
terutama pada periode perioperatif seperti misalnya analgesia pasca operasi, anti
nausea and vomiting (PONV), serta pencegahan delirium pasca oprasi (Kong
dkk., 2007).
Nyeri pasca operasi tidak murni akibat nyeri kronik, tetapi juga
opioid pasca operasi 24 jam pertama pasca operasi dengan skor nyeri rerata saat
istirahat dan bergerak juga lebih rendah dalam 6 jam pasca operasi dibandingkan
(Ménigaux dkk., 2005). Tetapi penelitian lain oleh Rorarius dkk (2004)
ini untuk mencegah post operative nausea and vomiting (PONV). Pandey dkk
42
43
diketah ui dengan jelas tapi diperkirakan akibat efek tidak langsung dari opioid
sparing atau efek langsung pada aktivitas takikinin (Maneuf dkk., 2001).
pada pasien yang menjalani operasi kolumna spinalis yang diberikan dengan dosis
900 mg 1-2 jam preoperatif dan dilanjutkan sampai 3 hari pasca operasi
gabapentin dalam mengurangi delirium pasca operasi saat ini masih dalam
penelitian. Efek ini diyakini berhubungan dengan efek opioid sparing (Kong dkk.,
2007).
pemeliharaan. Dari penelitian yang sama disebutkan juga kebutuhan dosis opioid
pasca operasi juga menurun secara bermakna. Hemodinamik durasi operasi pada
pasien yang diberikan gabapentin lebih stabil dibandingkan dengan yang tanpa
craniotomy, selain itu juga menurunkan skor nyeri pasien pasca operasi.
43
44
anestesi dan adanya peningkatan efek NMDA antagonis pada propofol yang
pembedahan. Penelitian terbaru laju nadi dan tekanan darah lebih rendah pada
grup gabapentin yang dibandingkan dengan grup kontrol. Hal ini kemungkinan
disebabkan efek anxiolitik dari gabapentin. Pasien yang mendapatkan obat ini
ditemukan skor anxiety yang lebih rendah dibandingkan grup kontrol. Pada saat
intubasi pada grup kontrol dimana pada grup gabapentin tidak terjadi. Hasil ini
konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya oleh kade., 2011 tentang respon
kecuali dizzines yang ringan pada beberapa pasien. Tidak ditemukan efek samping
seperti sakit kepala, tremor, ataksia, nistagmus, sedasi berlebihan, dan depresi
pernafasan.
44