Anda di halaman 1dari 9

STUDI DAMPAK METODE OPEN DUMPING PADA MASYARAKAT

SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) TANJUNG KRAMAT


KOTA GORONTALO

ABSTRAK
Mutia Reyska Rahman. 2013. Studi Dampak Metode Open
Dumping Pada Masyarakat Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Tanjung Kramat Kota Gorontalo. Hasil Penelitian, Jurusan Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas
Negeri Gorontalo. Pembimbing I Dra. Hj. Rany Hiola, M.Kes., Pembimbing
II dr. Sri Manovita Pateda M.Kes.
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) mempunyai fungsi yang sangat
penting dimana sampah yang berada di area Kota Gorontalo diangkut dan
selanjutnya di buang di TPA Tanjung Kramat. TPA dengan luas 3 Ha
menerapkan metode open dumping dalam hal penanganan sampahnya.
Penanganan dengan metode tersebut sudah tidak efisen lagi karena akan
terjadi penumpukan dan penuh sehingga TPA tidak dapat difungsikan lagi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak metode open dumping
terhadap masyarakat sekitar TPA Tanjung Kramat.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Hasil
penelitian untuk penyakit berbasis lingkungan menunjukkan bahwa penyakit
yang paling banyak diderita masyarakat Kel. Pohe dan Tanjung Kramat
adalah Penyakit Kulit dengan prosentase sebesar
49,6% dan 53,2%. Sedangkan untuk pengukuran kepadatan Lalat dengan
menggunakan alat perangkap lalat (Fly grill) jumlah lalat dapat dikategorikan
sangat padat, karena rata-rata pengukuran dari 6 lokasi berbeda didapatkan
hasilnya lebih dari 21 ekor.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingginya jumlah
penyakit dan kepadatan lalat di sekitar TPA disebabkan oleh penerapan
metode open dumping dalam pengelolaan
sampah
yang
dapat
mengakibatkan
berbagai
macam
permasalahan bagi lingkungan dan
masyarakatnya.
Sebagai saran untuk pemerintah ataupun instansi terkait agar dapat
melakukan perubahan metode Pengolahan sampah dari Open Dumping
menjadi control landfill atau sanitary Landfill yang lebih ramah lingkungan
dan saniter.

Kata kunci : Sampah, Open Dumping,Lalat,Kepadatan Lalat, TPA

ABSTRACT
Mutia Reyska Rahman. 2013. The Study on Impact of the Open Dumping Method
toward Surrounding Community of Landfill (TPA) at Tanjung Kramat of Gorontalo City.
Research, Department of Public Health, Faculty of Health and Sports Sciences, Universitas
Negeri Gorontalo. Principal supervisor was Dra. Hj. Rany Hiola, M.Kes and Co-supervisor
was dr. Sri Manovita Pateda, M.Kes.
Landfill (TPA) has a very important function in which the Gorontalo City waste
transported into the area and then dumped it at Tanjung Kramat. TPA with an area of 3
hectares had applied open dumping methods in terms of waste handling. This method has
been ineffective since the waste will build up and full, so the landfill will not function
anymore. This study aimed to determine the impact of open dumping method toward
communities at landfill of Tanjung Kramat.
This study was quantitative descriptive. The results of environment-based study for
disease showed that the most common at Pohe and Tanjung Kramat villager were skin
diseases with the percentage of 49.6% and 53.2%. As for the flies density measurement used
a fly trap (Fly grill), the number of flies captured can be categorized as very high, because the
average measurements from 6 different locations obtained more than 21 flies.
From the results of this study concluded that the high number of illnesses and density
of flies surround of landfill is caused by the application of open dumping method on waste
management that can lead to a variety of problems for the environment and society.
It is suggested to the government or stakeholders in order to make changes to the
waste treatment method from open dumping into control landfill since its environmentally
and sanitary friendly.
Keywords: Waste, Open Dumping, Flies, Flies Density, Landfill

A. Pendahuluan
Dalam rangka peningkatan status
kesehatan masyarakat, ada berbagai
upaya yang bisa dilakukan, salah
satunya adalah sanitasi lingkungan atau
kesehatan lingkungan. Hal ini sesuai
dengan konsep H. Bloom yang
menyatakan bahwa faktor yang paling
memberikan kontribusi besar bagi status
kesehatan masyarakat adalah faktor
Lingkungan. (Balelay, 2008:1)
Salah satu faktor lingkungan yang
harus mendapat perhatian serius adalah
pengelolaan sampah. Menurut Bahar
(dalam Putra 2012:1) bahwa Sampah
adalah
buangan
berupa
padat,
merupakan polutan umum yang dapat
menyebabkan turunnya nilai estetika
lingkungan, membawa berbagai jenis
penyakit, menurunkan sumber daya,
menimbulkan
polusi,
menyumbat
saluran air dan berbagai akibat negatif
lainnya.
Pertambahan jumlah penduduk, dan
gaya
hidup
masyarakat
telah
meningkatkan jenis dan jumlah timbulan
sampah. Kondisiini
akan
makin
memburuk
manakala
pengelolaan
sampah di masing masing daerah
kurang efektif dan efisien dalam
pengelolaannya.
Berdasarkan data yang diperoleh dari
Direktorat Jendral Cipta Karya dalam
Rencana Strategis Direktorat Jenderal
Cipta Karya 2010-2014, maka pada
tahun 2010 dari 378 buah TPA di
Indonesia dengan luas keseluruhan
1.886,99 ha, sebanyak 80,6 % masih
menggunakan metode open dumping,
15,5 % menggunakan metode controlled
landfill dan hanya 2,8 yang menerapkan
metode sanitary landfill.
Di negara berkembang, sampah
umumnya ditampung pada lokasi
pembuangan dengan menggunakan
sistem sanitary landfill. Tanauma (2000)
dalam Putra: 2012:18 juga menyebutkan
bahwa metode Open Dumping dapat
menimbulkan pengaruh yang cukup

besar terhadap lingkungan hidup di


sekitar lokasi TPA yaitu menimbulkan
dampak pencemaran air, tanah, udara,
dan bau yang tidak sedap, gangguan
lalat yang sangat banyak sampai ke
rumah-rumah penduduk serta sarana
maupun sumber penularan penyakit.
Lokasi dan pengelolaan sampah yang
kurang memadai (pembuangan sampah
yang tidak terkontrol) merupakan tempat
yang cocok bagi beberapa organisme
dan menarik bagi berbagai binatang
seperti lalat yang dapat menjangkitkan
penyakit.
Sampah memicu pertumbuhan dan
perkembangan lalat, juga sangat efektif
untuk menularkan berbagai penyakit
pada manusia karena lalat mempunyai
kebiasaan hidup di tempat kotor dan
tertarik bau busuk seperti sampah basah.
Lalat merupakan serangga dari Ordo
Diptera yang semua bagian tubuh lalat
rumah bisa berperan sebagai alat penular
penyakit: badan, bulu pada tangan dan
kaki,
feces
dan
muntahannya.
(Wikipedia, 2013).
Adapun penelitian yang telah
dilakukan berkaitan dengan dampak
Metode Open Dumping di TPA terhadap
lingkungan yaitu: Penelitian Rudianto
(2003), tentang perbedaan jarak
perumahan ke TPA sampah Open
Dumping dengan indikator tingkat
kepadatan lalat dan kejadian diare di
Kabupaten Kenep Kecamatan Beji
Kabupaten Pasuruhan. Kesimpulan
yang didapatkan setelah melakukan
penelitian adalah terdapat perbedaan
tingkat kepadatan lalat, semakin dekat
letak perumahan dengan TPA maka
semakin tinggi tingkat kepadatan
lalatnya. Untuk kejadian diare, semakin
dekat jarak perumahan dengan TPA
maka semakin tinggi prosentase kejadian
diare serta terdapat perbedaan tingkat
kepadatan lalat dengan kejadian diare.
Semakin tinggi tingkat kepadatan lalat
maka semakin tinggi angka kejadian
diare. Hal ini dikarenakan Pengolahan

sampah di TPA masih menggunakan


Metode Open Dumping.
Oleh sebab itu, mulai tahun 2013
Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
sampah dengan sistem open dumping
dilarang dioperasikan. Larangan tersebut
sesuai dengan UU No 18 tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah, yang
menilai sistem open dumping ini tidak
ramah lingkungan serta rentan terhadap
bencana longsor. TPA yang masih
menggunakan sistem open dumping
harus
mulai
digantikan
pengoperasiannya dengan cara sanitary
landfill maupun control landfill, dan jika
di tahun 2013 masih ada TPA yang
beroperasikan dengan sistem open
dumping, maka pengelolanya bisa
dikenai sanksi hukuman. Mereka yang
melanggar akan dikenai sanksi berupa
penjara maksimal 10 tahun serta denda
maksimal Rp 5 miliar. Demikian
dikemukakan Peneliti Senior Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan
(Puslitbang) Pemukiman Kementerian
Pekerjaan Umum,
Lya
Meilany
Setyawaty.
Di
Kota
Gorontalo
Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) mempunyai
fungsi yang sangat penting dimana
sampah yang beradadi area Kota
Gorontalo diangkut dan selanjutnya di
buang di TPA Tanjung Kramat Kota
Gorontalo. Berdasarkan observasi awal,
TPA ini merupakan salah satu TPA yang
masih menggunakan metode open
dumping
(angkut-buang)
dalam
penanganan sampah.
Penanganan
dengan metode tersebut sudah tidak
efisen lagi dimana sampah yang ada
hanya dipadatkan serta diratakan
sehingga lambat laun volume sampah
yang ada, akan menumpuk dan penuh
yang bisa mengakibatkan berkurangnya
umur TPA, serta lambat laun TPA sudah
tidak dapat difungsikan lagi.
Lokasi TPA Tanjung Kramat juga
keadaannya sangat memprihatinkan
karena sering terjadi penumpukan
sampah dimana-mana dan kepadatan

lalatpun dapat dikategorikan sangat


padat. Hal ini dibenarkan oleh Pihak
Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kepala
Bidang Pengelolaan Limbah Kota
Gorontalo. Menurut Beliau terjadinya
penumpukan sampah dikarenakan alat
berat (Loader) satu-satunya terdapat di
TPA yang selalu digunakan untuk
mengatasi masalah penumpukan sampah
dalam keadaan rusak berat sehingga
pihak BLH Kota Gorontalo merasa perlu
melakukan kegiatan mobilisasi alat berat
Eskapator untuk melakukan pengerukan
tumpukan sampah serta penataan areal
TPA Tanjung Kramat.
Berdasarkan data dari Puskesmas
Pohe dan Tanjung Kramat menunjukkan
bahwa Penyakit Berbasis Lingkungan
termasuk dalam 10 penyakit menonjol di
wilayah
tersebut. Data penyakit
Kelurahan Pohe, Dermamatitis kontak
alergi: 233 penderita, gatal-gatal(infeksi
kulit) : 123 penderita dan Diare: 97
penderita, sedangkan Kelurahan Tanjung
Kramat, Demam Typoid: 233 Penderita,
Dermatitis Kontak Alergi:46 penderita,
Diare: 43 penderita dan gatalgatal(infeksi kulit) :39 penderita.
Selain itu juga, Menurut Keputusan
Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular
dan
Penyehatan
Pemukiman
Departemen Kesehatan No. 281 tentang
Persyaratan Kesehatan Pengelolaan
sampah untuk Pembuangan akhir
sampah (dalam Nandi, 2005:4) bahwa
jarak antara TPA dengan pemukiman
terdekat minimal 3 km. Sementara pada
kenyataannya jarak TPA dengan
pemukiman masyarakat < 1km. Daya
terbang lalat yang mencapai 200 1000
m (Wijayanti, 2009: 13). Hal ini dapat
menimbulkan bau yang tidak sedap,
pemandangan yang tidak sedap serta
dapat menjadi media penularan penyakit
sehingga tidak
dianjurkan untuk
digunakan.
Identifikasi Masalah
1. TPA Tanjung Kramat Kota Gorontalo
masih menerapkan Metode Open

Dumping. Penerapan sistem ini dapat


menimbulkan pengaruh yang cukup
besar terhadap lingkungan hidup di
sekitar
lokasi
TPA
yaitu
menimbulkan dampak pencemaran
air, tanah, udara, bau yang tidak
sedap dan gangguan lalat yang sangat
banyak sampai ke rumah-rumah
penduduk
serta
meningkatkan
populasi lalat sehingga kemungkinan
penyakit akan meningkat.
2. Adanya
larangan pengoperasian
dengan Metode Open dumping yang
sesuai dengan UU No 18 tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah, yang
menilai sistem open dumping ini
tidak ramah lingkungan serta rentan
terhadap bencana longsor.
3. Berdasarkan observasi awal yang
dilakukan di lokasi TPA Tanjung
Kramat Kota Gorontalo, keadaannya
sangat memprihatinkan karena sering
terjadi penumpukan sampah dimanamana dan kepadatan lalatpun dapat
dikategorikan sangat padat.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat di
rumuskan permasalahan sebagai berikut
"Bagaimana Dampak Metode Open
Dumping Pada Masyarakat Sekitar TPA
Tanjung Kramat Kota Gorontalo
B. Pembahasan
1. Karakteristik Responden
Dalam penelitian yang telah
dilakukan oleh Peneliti selama 12 hari
dengan jumlah sampel sebanyak 170 KK
yang terbagi atas 55 KK di Kelurahan
Pohe dan 115 KK di Kelurahan Tanjung
Kramat menunjukkan berbagai distribusi
dari responden menurut kelompok umur,
jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan.
Kelurahan Pohe dan Tanjung
Kramat memiliki banyak kesamaan
responden baik dari umur, jenis
kelamin, pendidikan dan pekerjaan.
Umur mengindikasikan bahwa dengan
bertambahnya umur seseorang maka

kematangan dalam berpikir semakin


baik juga mempengaruhi terhadap daya
tangkap dan pola pikir seseorang.
Banyaknya responden yang berumur
31 40 Tahun dan lebih dominan
perempuan dikarenakan pada saat pagi
dan sore hari, perempuan/ibu-ibu lebih
banyak dirumah dengan melakukan
pekerjaan rumah tangga (IRT).
Sementara laki-laki lebih banyak
melakukan aktivitas sebagai nelayan.
Keadaan wilayah Kelurahan Pohe dan
Kelurahan Tanjung Kramat yang
berada di pesisir pantai menjadikan
sebagian besar masyarakat sekitar
bermata pencaharian sebagai nelayan.
Pekerjaan tersebut sangat beresiko
terutama saat angin kencang dan
musim ombak yang mengharuskan
para nelayan untuk lebih berhati-hati
dalam berlayar. Tetapi menjadi nelayan
adalah sebuah pilihan bagi masyarakat
sekitar.
Ditambah dengan sebagian besar
pendidikan terakhir dari responden
hanya Tamat Sekolah Dasar (SD) yang
kurang
memungkinkan
untuk
mendapatkan pekerjaan yang lebih
baik lagi. Pendidikan merupakan salah
satu unsur yang menjadi pertimbangan
dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab, oleh karena dapat
memberikan suatu informasi mengenai
tingkat kemampuan dan kompetensi
seseorang.
Tingkat
pendidikan
merupakan jenjang pendidikan terakhir
yang ditempuh seseorang tingkat
pendidikan merupakan suatu wahana
untuk mendasari seseorang berprilaku
secara ilmiah. Tingkat pendidikan yang
rendah akan susah mencerna pesan
atau informasi yang disampaikan
(Notoatmodjo, 2007).
2. Penyakit Berbasis Lingkungan di
Kelurahan Pohe dan Kelurahan
Tanjung Kramat
Seperti yang tersaji pada tabel 4.5
dapat dilihat bahwa diantara ketiga
penyakit berbasis lingkungan yang
paling mendominasi di Kelurahan Pohe

maupun Kelurahan Tanjung Kramat


yaitu penyakit kulit (gatal-gatal).
Menurut sebagian besar responden
yang diwawancarai > 20 tahun tinggal
di
wilayah tersebut, terutama
masyarakat Tanjung Kramat yang
berpemukiman di RW 2 yang jaraknya
hanya sekitar 506 Meter dari lokasi
TPA, mereka menyebutkanbahwa
penyakit kulit (gatal-gatal) mulai
dirasakan masyarakat semenjak adanya
pengoperasian TPA sampah
Penyakit ini dapat hidup dan
berkembang
biak
di
tempat
pembuangan sampah dikarenakan
adanya lalat sebagai vektor pembawa
penyakit yang mampu menularkan
bibit-bibit penyakit ke manusia.
Penyakit kulit ini menyerang seluruh
atau bagian tubuh tertentu. Masyarakat
di wilayah ini sering mengeluhkan
penyakit kulit, dengan gejalalanya
seperti merasa gatal kemudian digaruk
sampai luka/berdarah dan terjadi
infeksi, bintik-bintik putih pada muka,
leher, telapak tangan, punggung, kaki,
kulit kelihatan merah serta ada juga
yang sampai menjalar diseluruh tubuh,
berbekas dan membuat kulit rusak.
Penyakit kulit ini menyerang
hampir semua umur, tidak ada
perbedaan antara
laki-laki dan
perempuan, serat anak-anak maupun
dewasa. Walaupun sudah di obati
dengan berbagai macam cara mulai
dari obat tradisional sampai melakukan
pengobatan di Puskesmas Pembantu
(Pustu) terdekat tetapi penyakit kulit
(gatal-gatal) ini belum juga sembuh.
Obat yang diberikan oleh tenaga
kesehatan hanya menghilangkan rasa
gatal untuk sementara waktu, setelah
obat habis penyakit kulit kembali
bereaksi dan dirasakan oleh penderita.
Tidak jarang sebagian masyarakat
tidak lagi berobat ke Puskesmas
terdekat dan lebih mengandalkan obat
tradisional
seperti
minyak
gosok/minyak tawon karena mereka
beranggapan bahwa penyakit ini masih

akan mewabah selama TPA Tanjung


Kramat terus beroperasi dan belum
dipindahkan.
Kemudian penyakit Diare yaitu
Kelurahan Pohe dengan porsentase
40,2% dan Kelurahan Tanjung Kramat
dengan porsentase 41,4%. Hal tersebut
dipengaruhi oleh banyaknya jumlah
lalat disekitar rumah penduduk yang
menyebabkan terjadinya penyakit
Diare. Lalat dengan daya terbang
mencapai 1000 Meter memungkinkan
untuk terbang dari lokasi TPA sampai
kepemukiman, karena lalat merupakan
vektor penular yang mempuyai
kebiasaan hidup di tempat kotor dan
tertarik bau busuk seperti sampah.
Lalat dapat menularkan penyakit dari
sampah yang ada di TPA ke rumahrumah masyarakat terutama yang
memiliki radius 1 km dari TPA,
Penularan penyakit ini tidak mengenal
usia, mulai dari anak-anak hingga
dewasa, perempuan ataupun laki-laki.
Bahkan ada pengakuan dari beberapa
responden yang menyebutkan bahwa
ada yang 4 -7 kali dalam setahun
menderita diare dan masuk Rumah
Sakit sampai 2 kali bahkan ada yang
sampai mengeluarkan darah.
Selanjutnya penyakit Tipes atau
Demam Tipoid dengan porsentase
10,2% untuk Kelurahan Pohe dan 5,4%
Kelurahan Tanjung Kramat
yang
disebabkan oleh infeksi bakteri
Salmonella
typhi.
Salah
satu
penyebaran bakterinya melalui lalat.
Banyaknya lalat di sekitar rumah
penduduk terutama saat musim angin
Timur/ angin Utara dan saat musim
hujan menjadi salah satu penyebab
terjadinya penyakit tipes diwilayah ini,
namun ada hal lain juga yang menjadi
penyebab penyakit tipes diantaranya
melalui feses dan muntah oleh
penderita. Apabila seseorang kurang
memperhatikan kebersihan dirinya
seperti mencuci tangan, makan
makanan yang tercemar oleh bakteri
Salmonella typhi maka dengan mudah

akan tertular penyakit ini. Terutama


bagi anak-anak yang sering bermain
diluar rumah tanpa menjaga kebersihan
dirinya, menyentuh berbagai macam
benda, saat selesai bermain tidak
mencuci tangan, makan makanan yang
sudah dihinggapi lalat dan tercemar
bakteri salmonella typhi, hal ini akan
berdampak bagi anak-anak untuk lebih
rentan terkena Demam Typoid.
Sebagian besar dari masyarakat yang
terkena penyakit tersebut pernah
mendapatkan perawatan di Rumah
Sakit.
Selain beberapa penyakit diatas,
terdapat permasalahan lain yang
dirasakan masyarakat sekitar terkait
dampak TPA Tanjung Kramat yaitu
Asap pembakaran sampah di TPA
sampai kerumah penduduk setiap hari
terutama jika dihembuskan oleh angin
Timur/ angin Utara, baunya yang
busuk dan menyengat dirasakan sangat
mengganggu oleh sebagian masyarakat
yang berada tidak jauh dari lokasi
TPA. Pagi hari saat menjemur pakaian
asap sudah menyatu dengan pakaian
yang dijemur, sore hingga malam hari
asapnya sudah seperti kabut dan
menutupi rumah penduduk. Hal seperti
ini berlangsung setiap hari, Bahkan ada
sebagian
masyarakat
Kelurahan
Tanjung Kramat yang mengaku sampai
menderita
sesak
nafas
akibat
menghirup asap yang masuk sampai ke
dalam rumah. Pernah juga terjadi
masyarakat sekitar menderita sesak
nafas secara bersamaan sekitar 25
Orang
Banyaknya Lalat yang bertebaran
di Lantai rumah setiap hari dengan
jenisnya mulai dari lalat berwarna
hitam (Lalat Rumah) sampai lalat yang
berwarna hijau dan besar (Lalat Hijau)
mengakibatkan aktivitas masyarakat
terganggu, seperti saat memasak,
memakan makanan dan istrahat siang.
Lalat banyak jenisnya tetapi paling
banyak merugikan manusia adalah
jenis lalat rumah (Musca domestica),

lalat hijau (Lucilia seritica). Dari


beberapa jenis lalat yang ada, lalat
rumah sudah dikenal sejak lama
sebagai pembawa penyakit
dan
tersebar merata di berbagai penjuru
dunia. Beberapa penyakit
yang
ditularkan melalui makanan oleh lalat
ini seperti disentri, kholera, typhoid,
diare gatal-gatal pada kulit. Penyakit
tersebut disebabkan karena sanitasi
lingkungan yang buruk. Lalat Rumah,
lalat hijau dapat membawa kuman dari
sampah atau kotorannya kepada
makanan dan menimbulkan penyakit
bawaan makanan. Lalat membawa
bacteri pada tubuh dan kaki-kakinya,
Sewaktu lalat menikmati makanan ia
akan mencemari makanan melalui
cairan yang dikeluarkan oleh makanan
yang dicerna dan masuk kembali
kedalam permukaan makanan . Bila
lalat terlampau banyak maka lalat
dapat membuang kotoran diatas
makanan, sehingga makanan menjadi
tercemar oleh telur atau larva lalat.
Menurut responden yang tinggal di
sekitar TPA >20 Tahun perbedaannya
sangat
jauh,
sebelum
adanya
pembangunan TPA masyarakat tidak
merasakan banyak lalat dan berbagai
penyakit, setelah adanya pembangunan
TPA
berbagai dampak
negatif
dirasakan masyarakat padahal jika
diperhatikan lingkungan rumah mereka
bersih dan tidak berlembab yang dapat.
Jika Musim Hujan lalat sampai
menyatu dengan lantai begitu juga saat
ada hajatan di rumah warga jumlah
lalat tidak dapat dihitung lagi, lalat
hinggap
di
makanan
sehingga
membuat para warga terganggu.
Berbagai upaya telah dilakukan
masyarakat mulai dari membersihkan
tempat tinggal, membersihkan halaman
sampai dengan membersihkan selokanselokan dan tempat yang lembab tetapi
jumlah lalat tidak
berkurang.
Pemerintah melakukan fogging untuk
menurunkan jumlah populasi lalat yang
semakin banyak akan tetapi upaya

tersebut dianggap tidak efektif, karena


dilakukan hanya sekali dan tidak
berkelanjutan.
3. Tingkat Kepadatan Lalat Di Sekitar
Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Tanjung Kramat
Upaya untuk menurunkan populasi
lalat adalah sangat penting, mengingat
dampak yang ditimbulkan. Untuk itu
sebagai salah satu cara penilaian baik
buruknya suatu lokasi adalah dilihat
dari angka
kepadatan lalatnya.
Berdasarkan hasil pengukuran tingkat
Kepadatan Lalat dengan menggunakan
alat perangkap lalat (Fly grill) di 6
Lokasi yang berbeda yaitu pada Jarak
500 Meter dan 1000 Meter Kelurahan
Pohe, Jarak 500 Meter dan 1000 Meter
Kelurahan Tanjung Kramat RW 1,
Jarak 500 Meter Kelurahan Tanjung
Kramat RW 2 serta Lokasi Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) sampah itu
sendiri. Dimana dari hasil pengukuran
diketahui bahwa hanya 1 lokasi yang
termasuk dalam kategori Padat dengan
rata-rata pengukuran kepadatan lalat
20,2 yaitu pada jarak 500 M ke
Kelurahan Tanjung Kramat RW 1. Jika
populasi padat, perlu pengamanan
terhadap tempat-tempat berbiaknya
lalat dan bila mungkin di rencanakan
upaya pengendaliannya. Sedangkan
untuk 5 lokasi berbeda termasuk pada
kategori sangat tinggi/sangat padat
dengan rata-rata pengukuran kepadatan
lalat 5 tertinggi >21 ekor. Jika
populasinya sangat padat, perlu
dilakukan
pengamanan
terhadap
tempat-tempat berbiaknya lalat dan
tindakan pengendalian lalat. (sangat
tinggi/sangat padat).
Pengendalian lalat dapat berjalan
dengan
baik
karena
system
pengelolaan sampah yang baik pula.
Adapun komponen komponen dalam
sistem pengelolaan sampah yang harus
mendapat perhatian agar lalat tidak ada
kesempatan untuk bersarang dan
berkembang biak adalah mulai dari,

penyimpanan setempat ( onsite storage


) yang tempat penyimpana sampah
dimana sampah dihasilkan ( biasanya
berbentuk bak bak di rumah tangga
dsb ), yang harus memenuhi syarat
agar lalat tidak dapat menjangkaunya
diantaranya adanya bak bak yang
tertutup rapat, baik pada waktu kosong
maupun terisi. Transfer dan transport,
yaitu tempat pengumpulan sampah dan
pengangkutan sampah ke tempat
pembuangan
akhir,
yang
di
persyaratkan untuk
TPS
harus
bersih/tersangkut ( tak ada sisa sampah
pada waktu sore/malam hari, atau
sebaiknya
TPS
terlindung
tak
terjangkau
lalat
dan
binatang
pengganggu lainnya. Serta Tempat
pembuangan akhir ( TPA ) yang
sebaiknya harus menggunakan metode
sanitary landfill.
Dari berbagai permasalahan yang
dirasakan masyarakat selama ini,
mereka
telah
menyampaikan
aspirasinya kepada pemerintah terkait
dengan pemindahan Lokasi TPA,
tetapi sampai saat ini belum ada
realisasinya. Karena dinilai hanya
dapat merugikan masyarakat yang
berada di sekitar TPA. Dari awal
pembangunannyapun tidak sesuai
dengan kesepakatan dan komitmen
pemerintah kepada masyarakat yang
menyebutkan
bahwa
pengolahan
sampah di TPA dilakukan dengan cara
ditimbun sehingga nantinya tidak akan
mengganggu
lingkungan
dan
masyarakat sekitar, namun pada
kenyataannya pengolahan sampah di
TPA dengan cara di bakar yang
dampaknya sampai saat ini dirasakan
oleh masyarakat sekitar TPA.
C. Penutup
Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil pengukuran tingkat
Kepadatan
Lalat
dengan
menggunakan alat perangkap lalat
(Fly grill) jumlah lalat dapat
dikategorikan sangat padat, karena

rata-rata pengukuran dari 6 lokasi


berbeda didapatkan hasilnya lebih
dari 21 ekor.
2. Dari ketiga penyakit yang telah
dilakukan penelitian yaitu Penyakit
Kulit (Gatal-gatal), penyakit Diare,
dan Types, yang paling banyak
diderita masyarakat Kelurahan Pohe
dan Kelurahan Tanjung Kramat
adalah penyakit Kulit (gatal gatal)
Saran
1. Pengelolaan
sampah
dengan
menggunakan metode Open Dumping
sangat tidak efektif dan hanya
menimbulkan
berbagai
macam
dampak negatif bagi masyarakat yang
tinggal di sekitar TPA Tanjung
Kramat. Olehnya sangat diharapkan
peran Pemerintah dan bekerja sama
dengan instansi terkait agar dapat
mengubah
metode
Pengolahan

sampah dari Open Dumping menjadi


control landfill yang lebih ramah
lingkungan dan saniter. Sehingga
masyarakat yang tinggal di sekitar
TPA merasa lebih nyaman dan tidak
terganggu baik dari segi lingkungan
maupun kesehatan masyarakatnya.
2. Diharapkan bagi peneliti lain yang
ingin melakukan penelitian lanjutan,
agar dapat memasukkan desa Bongo
sebagai sampel penelitian, karena
dari penelitian yang sudah ada, tidak
memasukkan desa Bongo sebagai
sampel. Peneliti hanya memasukkan
sampel yang termasuk dalam wilayah
Kota Gorontalo sedangkan desa
Bongo termasuk dalam wilayah
Kabupaten Gorontalo sementara itu
jarak TPA ke desa Bongo hanya
sekitar
661
Meter
yang
memungkinkan berbagai dampak dari
TPA dirasakan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai