Referat Kolesteatoma
Referat Kolesteatoma
BAB I.............................................................................................2
PENDAHULUAN..............................................................................2
BAB II............................................................................................3
TELINGA........................................................................................3
2.1 Anatomi Telinga....................................................................3
2.2 Fisiologi Pendengaran........................................................14
BAB III..........................................................................................18
KOLESTEATOMA...........................................................................18
3.1 Definisi...............................................................................18
3.2 Epidemiologi......................................................................18
3.3 Klasifikasi...........................................................................19
3.4 Patofisiologi........................................................................22
3.5 Gejala Klinis........................................................................39
3.6 Diagnostik..........................................................................41
3.7
Differensial Diagnosis......................................................47
3.8 Penatalaksanaan................................................................52
3.9 Komplikasi..........................................................................55
3.10 Prognosis..........................................................................58
BAB IV PENUTUP.......................................................................59
REFERENSI..................................................................................60
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TELINGA
bagian dalam. Bagian luar dari telinga ini disebut juga sebagai aurikula yang
dimana terdapat banyak bagian dari aurikula yang memiliki nama masing-masing.
Dalam fungsi pendengaran terdapat cekungan pada telinga luar yang disebut juga
sebagai concha yang sangat berperan penting dalam mengumpulkan dan
mengantarkan suara yang akan berujung pada koklea. Bentuk dari kartilago yang
menyusun telinga luar setiap orang dapat berbeda-beda, oleh karena itu dalam
menangani trauma yang berada pada telinga luar, harus sangat diperhatikan untuk
mempertahankan struktur ini. (1,3)
ini tidak terdapat kelenjar keringat. Oleh karena epitel pada liang telinga ini tidak
seperti epitel pada daerah lainnya yang sering tergosok secara natural, maka epitel
didaerah ini dapat membersihkan sel kulit yang mati dan juga serumen yang
berada pada kanalis telinga, kegagalan dalam pembersihan sendiri dari sel epitel
ini merupakan salah satu teori yang berkembang dalam patofisiologi dari
terjadinya kolesteatoma. Terdapat dua sel yang berperan dalam pembentukan
serumen yaitu kelenjar sebaseus dan kelenjar serumen. Serumen sendiri terdiri
dari dua jenis yaitu serumen yang bersifat basah dan serumen yang bersifat kering .
(1)
semi
Salah satu struktur penting yang berada pada telinga tengah adalah
membran timpani. Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat
dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas
disebut Pars flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa
(membran propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah
lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia,
seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi
ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang
berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani
disebut umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah
bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk
membran timpani kanan. Di membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler
dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang
berupa kerucut. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis
searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di
umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta
bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani. (7)
membran timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes.
Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea.
Hubungan
antar
tulang-tulang
pendengaran
merupakan persendian.
Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina
propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam
telinga tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang
mempunyai fungsi konduksi suara.(7)
negatif yang akan berujung pada akumulasi cairan serosa diruang telinga tengah.
(7)
Bagian terakhir dari telinga adalah telinga bagian dalam telinga dalam
terdiri dari organ-organ akhir (end organ) pendengaran (koklea) dan
keseimbangan (labyrinthine). Koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran. Labyrinthus osseus terdiri dari vestibulum dan
tiga kanalis
10
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala
timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi
endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissners
membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran
ini terletak organ corti. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah
yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang
terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk
organ corti.(7)
11
maupun labyrinthus menerima pasokan darah dari cabang terminal arteri basilaris.
(7)
Dibelakang dari rongga telinga tengah terdapat mastoid antrum yang
merupakan penonjolan dari tulang temporalis, dan rongga mastoid ini
berhubungan dengan telinga tengah melalui aditus ad antrum. Rongga mastoid
merupakan sebuah rongga yang berbentuk seperti segitiga dengan puncaknya
mengarah ke kaudal. Mastoid antrum ini memiliki panjang 12-15mm, tinggi 810mm, dan lebar antara 6-8mm.
Pada bagian superior atau atap mastoid antrum dibatasi oleh tegmen
timpani, dinding medial dan lantai dari rongga mastoid ini dibatasi oleh pars
petrosa dan pars mastoidea dari tulang temporalis, bagian lateral dari rongga
mastoid ini dibatasi oleh squama bagian luar dari pars mastoidea, pada bagian
medial dari rongga mastoid terdapat aditus ad antrum yang menghubungkan
rongga mastoid dengan telinga tengah. Pada saat bayi baru lahir ketebalan dari
dinding antrum hanya 1-2mm saja namun ketika dewasa ketebalannya dapat
mencapai 9-10mm. Seperti dikatakan sebelumnya bahwa rongga mastoid
berbentuk seperti segitiga yang puncaknya akan mengarah ke kaudal, dan bagian
ini merupakan prosesus mastoideus.(30)
Rongga mastoid merupakan mastoid air cell terbesar yang berada dibagian
petrosa dari tulang temporal. Mastoid cell ini sendiri memiliki banyak sekali
ukuran, dari yang kecil hingga yang besar. Pada bagian atas dan depan dari tulang
12
temporal bentuk dari mastoid air cell ini cenderung ireguler dan berukuran besar
dan mengandung udara, namun jika kita mengarah kebagian bawah maka ukuran
dari mastoid cell ini akan semakin mengecil, dan bahkan pada bagian apex
mastoid air cell yang berada disana berukuran sangat kecil atau bahkan malah
mengandung sumsum tulang.(27)
13
14
15
stria vaskularis ini beradaptasi dengan menyediakan nutrisi ke organ Corti dengan
suplai vaskularisasi yang jauh dari organ Corti.
Terdapat kurang lebih 30.000 neuron aferen yang menginervasi 15.000 sel
rambut yang berada pada koklea. Setiap sel rambut ini akan diinervasi oleh
banyak neuron. Terdapat juga 500 neuron eferen menginervasi setiap koklea, yang
dimana neuron-neuron ini juga akan bercabang, sehingga menyebabkan satu sel
rambut memiliki banyak eferen nerve ending.
Serabut saraf dari nervus koklear akan menuju bagian dorsal dan ventral
koklear nuclei, yang dimana hampir semua serabut yang berasal dari nuklei akan
mengalami penyilangan pada midline dan naik ke kolikulus inferior kontralateral,
namun beberapa juga naik ke kolikulus inferior ipsilateral. Dari kolikulus inferior,
jalur dari auditori akan menuju corpus geniculate medial dan akan diteruskan ke
korteks auditori yang berada dilobus temporal area 4. Oleh karena banyak neuron
yang mengalami persilangan maka jika terdapat lesi pada bagian sentral dari jalur
auditori akan menimbulkan kehilangan pendengaran pada kedua telinga. (3)
16
BAB III
KOLESTEATOMA
3.1 Definisi
Kolesteatoma telah diakui selama beberapa dekade sebagai lesi destruktif
dasar tengkorak yang dapat mengikis dan menghancurkan struktur penting pada
tulang temporal. Potensinya dalam menyebabkan komplikasi sistem saraf
( misalnya abses otak, meningitis) membuatnya menjadi lesi yang berpotensi fatal.
(15)
mastoid, atau epitimpanum. (16) Normalnya, celah telinga tengah dilapisi oleh
berbagai jenis epitel di berbagai regio: kolumnar bersilia di bagian anterior dan
inferior, kuboidal di bagian tengah dan pavement-like di bagian attic. Telinga
tengah tidak dilapisi oleh epitel skuamosa berkeratin. Oleh karena itu, adanya
epitel skuamosa pada telinga tengah, mastoid, atau epitimpanum disebut
kolesteatoma. Dengan kata lain, cholesteatoma adalah "kulit di tempat yang
salah".
(17)
mengandung kristal kolesterol dan bukan tumor untuk mendapat akhiran "oma".
Namun, istilah ini dipertahankan karena penggunaannya yang lebih luas. 18 Pada
dasarnya, cholesteatoma terdiri dari dua bagian, (i) matriks, yang terdiri dari epitel
skuamosa berkeratin yang bertumpu pada stroma jaringan ikat dan (ii) central
white mass, yang terdiri dari debris keratin yang dihasilkan oleh matriks. Maka,
kolesteatoma juga disebut sebagai epidermosis atau keratoma.(17)
3.2 Epidemiologi
Insidensi dari kolesteatoma sangat beragam berdasarkan pada penilitian
yang telah dilakukan dibeberapa negara. Di Skotlandia ditemukan insidensi
sebesar 13 per 100.000 mengalami kolesteatoma, sedangkan di Amerika Serikat
ditemukan insidensi yang lebih rendah yaitu 7 per 100.000 pertahunnya. Di Israel
insidensi dari penanganan operasi yang dilakukan pada pasien dengan
kolesteatoma sebsar 66 dari 100.000 penduduk.
Insidensi dari kolesteatoma ini beraneka ragam yang dimana salah satu
penyebabnya adalah praktek medis yang berbeda-beda disetiap negara, seperti
contohnya di Israel ditemukan adanya penurunan kejadian dari kolesteatoma,
17
ketika pada pasien yang menderita otitis media kronik dilakukan penanganan
dengan penggunaan grommets ataupun aural ventilation tube.
Baik laki-laki ataupun perempuan dapat mengalami kolesteatoma ini,
dengan perbandingan laki-laki berbanding wanita sebesar 3:2. Kolesteatoma yang
terjadi pada anak-anak ditemukan akan lebih sering berdampak pada tuba
eustachius, anterior mesotympanum, sel retrolabirin dan prosesus mastoid jika
dibandingkan dengan orang dewasa. Berdasarkan bukti klinis dan pemeriksaan
histologi diketahui bahwa kolesteatoma yang terjadi pada anak pada umumnya
bersifat lebih agresif. (13)
3.3 Klasifikasi
a. Kongenital
Kolesteatoma congenital terjadi sebagai konsekuensi dari epitel skuamosa
yang terjebak dalam tulang temporal selama embriogenesis. Kolesteatoma
congenital biasanya ditemukan di anterior mesotympanum atau di dalam area
perieustachian tube. Mereka diidentifikasi paling sering pada anak-anak usia 6
bulan hingga 5 tahun. Selama kolesteatoma membesar, kolesteatoma dapat
menyumbat tuba eustachius dan memproduksi cairan telinga tengah kronis dan
mengakibatkan tuli konduktif. Kolesteatoma juga dapat melebar ke arah posterior
dan mengelilingi tulang-tulang pendengaran hingga menyebabkan tuli konduktif.
Tidak seperti tipe kolesteatoma lainnya, kolesteatoma congenital biasnaya
diidentifikasi di belakang membran timpani yang masih utuh dan terlihat normal.
Anak biasanya tidak memiliki sejarah infeksi telinga berulang, tidak pernah
dioperasi telinga sebelumnya, dan tidak memiliki sejarah perforasi membran
timpani.(15)
18
b. Primary acquired
Kolesteatoma acquired primer terjadi karena retraksi membran timpani,
retraksi ke dalam medial pars flaccida ke dalam epitympanum (scutum) secara
progresif. Selama proses ini berlangsung, dinding lateral epitympanum (scutum)
secara perlahan mengalami erosi sehingga terjadi kerusakan pada dinding lateral
epitympanum yang perlahan-lahan meluas. Membran timpani terus mengalami
retraksi kearah medial hingga melewati kepala tulang pendengaran dan ke dalam
epitympanum. Sering terjadi kerusakan pada tulang pendengaran. Bila
kolesteatoma mengarah ke posteror ke dalam aditus ad antrum dan mastoid, erosi
dari tegmen mastoideum dengan eksposur dari dura dan atau erosi dari lateral
kanalis semisirkularis hingga terjadi ketulian dan vertigo dapat terjadi.(15)
Tipe kedua dari acquired kolesteatoma primer terjadi saat kuadran posterior dari
membran timpani teretraksi ke dalam telinga tengah bagian posterior. Drum akan
menempel ke bagian panjang dari incus. Saat retraksi terus terjadi ke arah medial
dan posterior, epitel skuamosa akan menutupi struktur dari stapes dan kemudian
mengalami retraksi ke dalam sinus timpani. Kolesteatoma primer terjadi dari
membran timpani posterior akan mudah mengakibtakan eksposur ke nerves
fasialis (dapat mengakibatkan paralisis) dan kerusakan struktur stapedial.(15)
19
Gambar 10
c. Secondary acquired
Kolesteatoma acquired sekunder terjadi karena konsekuensi langsung
terjadap injuri pada membran timpani. Kerusakan ini dapat dalam bentuk
perforasi yang terjadi karena otitis media akut atau trauma, atau dapat terjadi
karena manipulasi operasi dari drum. Prosedur simple seperti tympanostomy
dapat mengakibatkan implantasi epitel skuamosa ke dalam telinga tengah hingga
menyebabkan terbentuknya kolesteatoma. Perforasi posterior marginal paling
sering menyebabkan formasi kolesteatoma. Walaupun perforasi tipe central jarang
mengakibatkan kolesteatoma, perforasi central juga dapat mengakibatkan
kolesteatoma. Kantung retraksi dalam apapun dapat menyebabkan terjadinya
formasi kolesteatoma bila kantung retraksi menjadi cukup dalam untuk menjebak
epitel yang mengalami deskuamasi.(15)
Gambar 11
3.4 Patofisiologi
3.4.1 Kolesteatoma Kongenital
Kolesteatoma Kongenital
Patogenesis kolesteatoma kongenital masih diperdebatkan hingga saat ini. Ada
beberapa teori yang dipakai untuk menjelaskan patogenesis dari kolesteatoma
kongenital.(19)
20
menyebar
dan
terus
berekspansi
dan
membentuk
21
22
Ada 4 mekanisme yang menjelaskan teori inklusi yang dikemukakan oleh Tos. (19)
- Membran timpani retraksi dan menempel pada handle malleus, malleus neck,
atau process longus dari incus, yang akan melonggar dan robek, meninggalkan
cuff kecil dari epitel keratin yang menempel pada ossiculus dengan robekan
residual kecil pada membran timpani. Ketika robekan tersebut mengalami
pemulihan, epitelium tersebut membuat pembentukan inklusi kolesteatoma.
(A1,2)
- Robekan
dan menjadi longgar dari strukturnya yang mengakibatkan sisa sel epiteliaal
tertinggal di rongga telinga tengah tanpa adanya perforasi dari membran timpani
yang kemudian mengakibatkan inklusi kolestatoma. (B1, 2)
- Mikroperforasi dari membran timpani yang mengalami trauma atau perlukaan
mengakibatkan invasi dari lapisan basalis oleh epitelial cones.(C1, 2)
- Sama dengan mekanisme sebelumnya, inflamasi yang berulang pada membran
timpani mengakibatkan proliferasi epitelial cones yang pentrasi ke lapisan basalis
dan proliferasi ke ruang subepitel. (D1, 2)
Fig. 2. Site of origin and patterns of spread of congenital cholesteatoma according to (A) Tos
acquired inclusion theory and (B) Teed-Michaels epidermal rest theory.
23
24
Gambar 11
Kolesteatoma congenital, masa berwarna putih terlihat di belakang drum yang
utuh.
25
secara perlahan mengalami erosi sehingga terjadi kerusakan pada dinding lateral
epitympanum yang perlahan-lahan akan meluas. Membran timpani terus
mengalami retraksi kearah medial hingga melewati kepala tulang pendengaranan
hingga terjadi kerusakan pada tulang pendengaran. Bila kolesteatoma mengarah
ke posterior ke dalam aditus ad antrum dan mastoid, erosi dari tegmen
mastoideum dengan eksposur dari dura dan atau erosi dari lateral kanalis
semisirkularis dapat mengakibatkan terjadinya ketulian dan vertigo.(15)
Perubahan geometris akibat retraksi yang progresif mengakibatkan
penyempitan dari jalan anatomis dan gangguan migrasi epitel hingga mengganggu
proses pembersihan debris keratin. Saat kantung terbentuk semakin kearah dalam
dan berada diantara lipatan mukosa dengan crevices, ia menjadi tidak bisa
membersihkan debris dengan sendirinya hingga terjadi penumpukan debris
keratin. Proliferasi bakteri dan infeksi super dari akumulasi debris membentuk
suatu biofilm yang akan mengakibatkan terjadinya infeksi kronik dan proliferasi
epitel. Chole dan Faddis menganalisa adanya matrix biofilm pada debris
kolesteatoma. Baru-baru ini , Wang menemukan adanya strain otopatogenik dari
pseudomonas aeruginosa yang mampu memproduksi biofilm dan memiliki tingkat
resisitensi yang tinggi terhadap antimikroba. Penemuan ini secara kuat
menunjukan adanya peran biofilm dalam patogenesis kolesteatoma. Telah
ditemukan bahwa kombinasi dari retraksi membtran timpani dan proliferasi sel
basal merupakan penyebab utama formasi dan proses pembentukan kolesteatoma.
(19)
26
27
28
29
posterior. Drum akan menempel ke bagian panjang dari incus. Saat retraksi terus
terjadi ke arah medial dan posterior, epitel skuamosa akan menutupi struktur dari
stapes dan kemudian mengalami retraksi ke dalam sinus timpani. Kolesteatoma
primer terjadi dari membran timpani posterior akan mudah mengakibtakan
eksposur ke nerves fasialis (dapat mengakibatkan paralisis) dan kerusakan struktur
stapedial(15)
Kolesteatoma dapat menyebar sesuai letak asalnya. Kolesteatoma
epitympanic posterior dapat menyebar melalui superior incudal space dan aditus
ad antrum. Lalu kolesetatoma mesotympanic superior dapat menginvasi sinus
timpani dan resesus fasialis. Sedangkan kolesteatoma epitympanic anterior dapat
meluas ke ganglion geniculate.(21)
30
31
3. Teori Metaplasia
Epitel
yang
terdeskuamasi
bertransformasi
menjadi
epitel
32
33
sebuah perforasi dari membran timpani dan diberikan latex dengan 50%
propylene glycol akan menyebabkan terjadinya kolesteatoma pada 80-90% bahan
percobaan. Latex ini digunakan sebagai bahan yang akan merangsang terjadinya
neoangiogenesis dan juga sebagai jembatan dari migrasi epitel. Keadaan lainnya
yang juga akan mendukung untuk terjadinya pembentukan kolesteatoma adalah
kejadian inflamasi baik pada fase akut ataupun kronik yang dimana banyak
dihasilkan sitokin-sitokin yang disebabkan karena terdapatnya benda asing pada
34
percobaan ini, namun pada klinis keadaan jaringan yang mengalami inflamasi ini
terjadi pada otitis media baik yang akut maupun yang kronik. Oleh karena itu dari
percobaan ini disimpulkan bahwa migrasi dari sel epitel yang berkeratin pada
tempat terjadinya perforasi dari membran timpani dan disertai oleh keadaan
lingkungan yang sedang mengalami inflamasi merupakan penyebab utama dari
terjadinya kolesteatoma sekunder ini.(19)
Patofisiologi Kolesteatoma23
35
36
37
dari implantasi dari epitel skuamosa pada prosedur operasi atau perforasi yang
telah menutup, maka membrani akan tampak normal.(16)
Pada kasus kolesteatoma kongetinal, gejala klinis sangat tergantung dari
letak kolesteatom, ukuran dan komplikasi yang ditimbulkanya. Kolesteatom yang
terbatas pada kuadran anterosuperior dari membran timpani tidak menimbulkan
gejala atau asimptomatis. Gejala dapat muncul jika terjadi perluasan atau
menyebabkan kerusakan pada daerah sekitarnya. Gejala klinis yang timbul dapat
berupa gangguan pendengaran, otitis media efusi, gangguan keseimbangan,
kelumpuhan saraf fasialis, fistula retroaurikuler, maupun gejala akibat perluasan
ke intrakranial.16
Gambar 13
38
Gambar 14
3.6 Diagnostik
Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan THT
terutama pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan penala merupakan pemereriksaan
sederhana untuk mengetahui gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan
derajat gangguan pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan audiometric nada
murni, audiometric tutur (speech audiometric), dan pemeriksaan BERA
(brainstem evoked response audiometric) bagi pasien anak yang tidak koperatif
dengan pemeriksaan audiometric nada murni.
Berdasarkan gejala klinik didapatkan pasien mengeluh:
-
otalgia
obstruksi nasal
vertigo
39
tengah)
secret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatoma)
Pemeriksaan penunjang
1. RADIOLOGI
0 Dapat dilakukan foto rontgen mastoid, CT scan, atau MRI.
1 Foto rontgen mastoid
2
3 Xray mastoid normal dengan honey comb appearance dari mastoid air cells
4
40
5
0 Xray mastoid dengan kolesteatoma
1
2 CT scan merupakan pilihan radiologi yang dapat mendeteksi gangguan tulang.
Namun CT scan tidak selalu dapat membedakan antara jaringan granulasi
dengan kolesteatoma. Gaurano (2004) telah mendemonstrasikan bahwa
ekspansi antrum mastoid dapat dilihat pada 92% kolesteatoma telinga
tengah dan 92% mendemonstrasikan adanya erosi tulang pendengaran(15)
CT scan yang digunakan adalah CT scan tulang temporal (2mm tanpa
kontras dengan potongan axial dan coronal.
41
42
bila diagnosa masih belum pasti, diagnosa belum pasti biasanya pada
pasien dengan retraksi attic kecil yang didapatkan pada pemeriksaan fisik.
CT scan pada pasien ini dapat membantu membedakan antara retraksi
tanpa perluasan jaringan lunak ke epitympanic space dengan masa jaringan
43
44
Proses peradangan pada OMSK tipe aman terbatas pada mukosa saja, dan
45
tengah)
secret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatoma)
terlihat bayangan kolesteatoma pada rontgen mastoid
46
Kolesteatoma
47
Fistula retroauricular
Ear discharge
Tubotympanic CSOM
Banyak, tidak berbau
Atticoantral CSOM
Sedikit, berbau tidak
Hearing loss
Sedang, konduktif
enak, mucopurulent
Berat, konduktif dan
Perforation
Cholesteatoma
Granulations
Polyp
central
Jarang
Jarang
Pedunculated edematous
sensorineural
Attic, marginal
Sering
Sering
Pedunculated edematous
Complications
mucosa
Jarang
granulations
Sering
Kondisi
Gejala
Otitis Media Supuratif Pada otoskopi
Kronik
perforasi
namun
Otitis Eksterna
Pemeriksaan
terlihat Diagnosa klinis
pars
tensa
tidak
terlihat
kolesteatoma
Pada otoskopi
dan
terlihat
discarge.
namun
bila
48
Eksterna
scan
menunjukan
atau
imunosupresi
lainnya
Pada
jaringan
temporal
otoskopi
terdapat granulasi
di kanalis telinga
namun tidak ada
bukti
Myringitis
Saat
kolesteatoma
otoskopi terdapat Diagnosa klinis
peradangan
membran
adanya
kolesteatoma
49
3.8 Penatalaksanaan
Terapi Non Bedah
Tujuan awal dari terapi kolesteatoma adalah menurunkan derajat inflamasi
dan aktivitas infeksi pada bagian telinga yang terinfeksi. Prinsip pengobatan
medikasi kolesteatoma adalah membuang debris dari liang telinga. Irigasi harus
dilakukan dengan tepat, air harus dikeluarkan seluruhnya dari telinga untuk
mencegah kelanjutan kontaminasi. Selain irigasi, diperlukan juga antimikroba
topikal untuk menekan infeksi, yang umumnya disebabkan oleh organisme
sebagai berikut : Pseudomonas aeruginosa, Streptococci, Staphylococci, Proteus,
dan Enterobacter. Antimikroba yang umum dipakai adalah ofloxacin atau
neomycin-polymyxin B. Apabila telinga tengah terpapar, dikemukakan bahwa
penggunaan aminoglikosida bersifat ototoksik dan berbahaya. Akan tetapi, belum
ada
50
Teknik
canal-wall-down
memiliki
probabilitas
tertinggi
dalam
cukup
tinggi
sehingga
ahli
bedah
menyarankan
suatu
51
Eliminasi dari tulang attic dilengkapi dengan cartilage atau bone graft.
Perbesarana meatus
Terapi postoperatif yang diberikan antara lain antimikroba yang sesuai dan
granulasi.(15)
Setelah tindakan bedah dilakukan, pasien dianjurkan untuk kontrol secara rutin.
Pasien yang menajalani prosedur canal-wall-down dianjurkan untuk kontrol setiap
3 bulan untuk pembersihan liang telinga. Tujuanny aialah untuk menjaga agar
telinga pasien tetap bebas daei deskuamasi epitel dan serumen. Pada pasien yang
menjalani prosedur canal-wall-up umumnya memerlukan tindakan operatif kedua,
setelah 6-9 bulan setelah tindakan operatif pertama.
52
Gambar 17
3.9 Komplikasi
Perikondritis atau kondritis terjadi pada kurang dari 1% pasien. Eksposur
dan devaskularisasi karena pembedahan menjadi penyebab mudahnya terjadi
infeksi. Gejala dari perikondritis adalah nyeri yang meningkat, eritema, dan
edema pada kulit yang melapisi kartilago aurikula. Gejala lainnya adalah adanya
fluktuasi. 20
Perikondritis
Komplikasi yang paling ditakutkan dari operasi tympanomastoid adalah
perlukaan pada nerves fasialis. Perlukaan pada nerves fasialis biasanya diketahui
saat prosedur berlangsung namun kadang diketahui pada saat pasien berada di
ruang pemulihan. Langkah pertama untuk menangini perlukaan nerves fasialis
adalah dengan dekompresi nerves di sekitar area yang terlihat terjadi perlukaan.
Jauhkan tulang beberapa millimeter proksimal dan distal dari segmen yang rusak
53
(15)
54
3.10 Prognosis
Melakukan proses eliminasi dari kolesteatoma hampir selalu berhasil,
namun terkadang membutuhkan tindakan operasi yang berkali-kali. Karena
penanganan dari kolesteatoma dengan pembedahan pada umumnya berhasil
dengan sempurna, oleh karena itu komplikasi yang timbul dari pertumbuhan
kolesteatoma yang tidak terkontrol sangatlah jarang terjadi.
Pada
penanganan
canal-wall-down
tympanomastoidectomy
akan
55
56
BAB IV PENUTUP
57
REFERENSI
1. Moller, A. R. (2006). Hearing : Anatomy, Physiology, and Disorders of the
Auditory System. California: El-Sevier.
2. Nugraha, S. (2011). Anatomy Ear. Retrieved February 17, 2013 from
http://journal-kesehatan.blogspot.com/2011/12/anatomy-ear.html
3. Adams, G. R., Boies, L. R. & Hilger, P. A. (1989). Boies Fundamentals of
Otolaryngology
Textbook
of
Ear,
Nose
and
Throat
2013
from
(2007).
Retrieved
February
17,
http://www.virtualmedicalcentre.com/anatomy/ear/29
5.
El GH, Peng P. Anatomi dan Fisiologi; dalam buku: Ilmu THT Esensial
Edisi kelima. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011.5-11
6. Bhatt RA, Gest TR. Ear Anatomy. [homepage on the Internet]. 2011 [cited
2013
Feb
17].
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/1948907-overview
7. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran (Tuli);
dalam buku: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi
Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. 10-22
8. View-normal-tympanic-membrane. [homepage on the Internet]. 2010
[cited
2013
Feb
17].
Available
from:
http://commons.wikimedia.org/wiki/File:View-normal-tympanicmembrane.svg
9. Maleus, Incus, Stapes. [homepage on the Internet]. 2007 [cited 2013 Feb
17]. Available from: www.sciencedirect/maleusincusstapes.com
10. Inner Ear Anatomy. [homepage on the Internet]. 2006 [cited 2012 Feb 17].
Available from: http://nursingcomments.com/?s=inner+ear
11. Organ Korti. [homepage on the Internet]. 2012 [cited 2012 Feb 18].
Available from: http://id.wikipedia.org/wiki/Organ_Korti
58
12. Johnson DH. Auditory Pathways. [homepage on the Internet]. 1997 [cited
2012
Feb
18].
Available
from:
RICE
University,
Web
site:
http://www.ece.rice.edu/~dhj/pathway.html
13. Cholesteatoma. [homepage on the Internet]. 2012 [cited 2013 Feb 18].
Available
from:
BMJ,
Web
site:
http://bestpractice.bmj.com/best-
practice/monograph/1033/basics/epidemiology.html
14. Snow, J. B. & Ballenger, J. J. (2002). Ballenger's Otorhinolaryngology
Head and Nech Surgery Sixteenth Edition. Ontario: B.C.Decker.
15. Roland PS, Meyers AD. Cholesteatoma. [homepage on the Internet]. 2012
[cited
2013
Feb
17].
Available
from:
Medscape,
Web
site:
http://emedicine.medscape.com/article/860080-overview#showall
16. Lalwani,
A.
K.
(2007). Current
Diagnosis
&
Treatment
in
Hospitals
of
Cleveland,
Web
site:
http://scribd.com/doc/23179340/The-Pathophysiology-of-Cholesteatoma
20. Rothholtz, Vanessa. Cholesteatoma. Department of otolaryngology Head
and Neck Surgery. University of California. [cited 2013 Feb 2013].
Available from www.utmb.edu/otoref/grnds/.../Cholest-slides-060125.ppt.
21. Makishima, Tomoko. Cholesteatoma. University of Texas Medical Branch.
Department of Otolaryngology. [cited 2013 Feb 20]. Available from
telemed.shams.edu.eg/ASTP/mod/resource/view.php?id=526.
22. Elizabeth M. Rash, PhD, FNP-C . Recognize Cholesteatomas Early.
University of Central Florida. February 2004.
23. Disease of Ear, Nose, and Throat,5th Edition. Cholesteatoma and Otitis
Media. Chapter 11. 2010
24. Hauptman G, Quinn FB, Ryan MW. Cholesteatoma. [homepage on the
Internet]. 2006 [cited 2013 Feb 20]. Available from: UTMB, Web site:
http://utmb.edu/otoref/grnds/Cholest-060125/Cholest-060125.doc
59
25. The middle ear. [homepage on the Internet]. 2008 [cited 2013 Feb 21].
Available
from:
SpringerImages,
site:http://www.springerimages.com/
Web
Images/RSS/1-10.1007_978-3-642-
02210-4_2-6
26. Best Practice. Cholesteatoma. [homepage on the Internet]. 2008 [cited
2013 Feb 21]. Available from : http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/1033/diagnosis/differential.html.
27. Mastoid antrum and air cells. [homepage on the Internet]. 2008 [cited
2013
Feb
25].
Available
from:
www.sites.google.com/site/entglimpse/mastoidaircell system
28. The Radiology Assistant. Cholesteatoma. Radiology department of the
University Medical Centre of Utrecht, the Netherlands. Cited. homepage
on
the
Internet].
2008
[cited
2013
Feb
21]. Available
from
http://www.radiologyassistant.nl/en/p49c62abe0880e#i49c69c065e6f5.
29. Essentials of Otolaryngologylogy. 2007. Staff member of Otolaryngology
Department Faculty of Medicine Mansoura University Egypt.
30. Cunningham DJ & Robinson A Cunningham's Text Book of Anatomy. 5th
ed. New York: William Wood and Company; 1998
60