Anda di halaman 1dari 22

Referat

VAGINOSIS BAKTERIAL

Oleh:
Ayu Kumala Sari
Nefri Tiawarman

Pembimbing :
Dr. Imawan Hardiman. Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB
RSUD BANGKINANG
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkah
dan pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul
Vaginosis Bakterial yang diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti KKS
Ilmu Kulit dan Kelamin. Terima kasih penulis ucapkan kepada dokter
pembimbing yaitu dr. Imawan Hardiman, Sp.KK yang telah bersedia
membimbing penulis, sehingga laporan kasus ini dapat selesai pada waktunya.
Penulis memohon maaf jika dalam penulisan laporan kasus ini terdapat
kesalahan, dan penulis memohon kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan
laporan kasus ini. Atas perhatian dan sarannya penulis mengucapkan terima kasih.

Bangkinang, 27 Mei 2015

Penulis

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
2
DAFTAR ISI
3
BAB I PENDAHULUAN
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
5
2.1 Definisi
5
2.2 Epidemiologi
5
2.3 Etiologi
6
2.4 Patogenesis
9
2.5 Manifestasi klinis
11
2.6 Pemeriksaan penunjang
12
2.7 Diagnosis
14
2.8 Diagnosis banding
15

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG

2.9 Penatalaksanaan
16
2.10
Prognosis .......
19
BAB III KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
21

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG

BAB I
PENDAHULUAN
Bakterial vaginosis adalah sindrom klinik akibat pergantian Lactobacillus
Spp penghasil hidrogen peroksida (H2O2) yang merupakan flora normal vagina
dengan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi (contoh : Bacteroides Spp,
Mobilincus Spp), Gardnerella vaginalis, dan Mycoplasma hominis.1-6 Jadi,
bakterial vaginosis bukan suatu infeksi yang disebabkan oleh suatu organisme,
tetapi timbul akibat perubahan kimiawi dan pertumbuhan berlebih dari bakteri
yang berkolonisasi di vagina.7
Saat ini belum ada bukti bahwa penyakit ini ditularkan secara seksual
antara pasangan heteroseksual. Namun, bakterial vaginosis disebabkan oleh
berganti-ganti pasangan seksual dan kuman penyebabnya pernah dibiak dari uretra
laki-laki yang menjadi pasangan seksual perempuan yang terinfeksi. Pasangan
lesbian dilaporkan dapat mengalami sekresi vagina (keputihan) yang serupa, dan
pada kasus bakterial vaginosis, hal ini mungkin mencerminkan penularan seksual
dalam kelompok ini.8
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap wanita dengan bakteriologis vagina
normal dan wanita dengan bakterial vaginosis, ditemukan bakteri aerob dan
bakteri anaerob pada semua perempuan. Lactobacillus adalah organisme dominan
pada wanita dengan sekret vagina normal dan tanpa vaginitis. Lactobacillus
biasanya ditemukan 80-95 % pada wanita dengan sekret vagina normal.
Sebaliknya, Lactobacillus ditemukan 25-65 % pada bakterial vaginosis.9

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Vaginosis bakterial adalah keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang
disebabkan

bertambahnya

pertumbuhan

flora

vagina

bakteri

anaerob

menggantikan Lactobacillus yang mempunyai konsentrasi tinggi sebagai flora


normal vagina. Awalnya infeksi pada vagina hanya disebut dengan istilah
vaginitis, di dalamnya termasuk vaginitis akibat Trichomonas vaginalis dan akibat
bakteri anaerob lain berupa Peptococcus dan Bacteroides, sehingga disebut
vaginitis nonspesifik. Setelah Gardner menemukan adanya spesies baru yang
akhirnya disebut Gardnerella vaginalis, istilah vaginitis nonspesifik pun mulai
ditinggalkan. Berbagai penelitian dilakukan dan hasilnya disimpulkan bahwa
Gardnerella melakukan simbiosis dengan berbagai bakteri anaerob sehingga
menyebabkan manifestasi klinis vaginitis, diantaranya termasuk dari golongan
Mobiluncus, Bacteroides, Fusobacterium, Veilonella, dan golongan Eubacterium,
misalnya Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealyticum, dan Streptococcus
viridans. Gardnerella vaginalis sendiri juga merupakan bakteri anaerob batang
gram variable yang mengalami hiperpopulasi sehingga menggantikan flora normal
vagina dari yang tadinya bersifat asam menjadi bersifat basa. Perubahan ini terjadi
akibat berkurangnya jumlah Lactobacillus yang menghasilkan hidrogen
peroksida. Lactobacillus sendiri merupakan bakteri anaerob batang besar yang
membantu menjaga keasaman vagina dan menghambat mikroorganisme anaerob
lain untuk tumbuh di vagina.1,2,5,7
2.2

Epidemiologi

Penyakit bakterial vaginosis lebih sering ditemukan pada wanita yang


memeriksakan kesehatannya daripada vaginitis jenis lainnya. Frekuensi
bergantung pada tingkatan sosial ekonomi penduduk pernah disebutkan bahwa 50
% wanita aktif seksual terkena infeksi G. vaginalis, tetapi hanya sedikit yang

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG

menyebabkan gejala sekitar 50 % ditemukan pada pemakai AKDR dan 86 %


bersama-sama dengan infeksi Trichomonas.7
Pada wanita hamil, penelitian telah didokumentasikan mempunyai prevalensi
yang hampir sama dengan populasi yang tidak hamil, berkisar antara 6%-32%.
Kira-kira 10-30% dari wanita hamil akan mendapatkan Vaginosis bacterialis
selama masa kehamilan mereka.7
Gardnerella vaginalis dapat diisolasi dari 15 % anak wanita prapubertas yang
masih perawan, sehingga organisme ini tidak mutlak ditularkan lewat kontak
seksual. Meskipun kasus bakterial vaginosis dilaporkan lebih tinggi pada klinik
PMS, tetapi peranan penularan secara seksual tidak jelas.1,3,7
Hampir 90 % laki-laki yang mitra seksual wanitanya terinfeksi Gardnerella
vaginosis, mengandung G.vaginalis dengan biotipe yang sama dalam uretra, tetapi
tidak menyebabkan uretritis.4,5
Sedangkan di USA Hampir 100% wanita menikah yang mengalami tanda dan
gejala VB memiliki G.vaginalis yang juga ditemukan pada hampir 70% pria
pasangan seksualnya.2,7
2.3

Etiologi

1,3,4

Meskipun penyebab dari vaginosis bacterialis belum diketahui dengan pasti


namun telah diketahui berhubungan dengan kondisi keseimbangan bakteri normal
dalam vagina yang berubah. Ekosistem vagina normal adalah sangat kompleks.
Lactobacillus merupakan spesies bakteri yang dominan (flora normal) pada
vagina wanita usia subur, tetapi ada juga bakteri lainnya yaitu bakteri aerob dan
anaerob. Pada saat bakterial vaginosis muncul, terdapat pertumbuhan berlebihan
dari beberapa spesies bakteri yang ditemukan, dimana dalam keadaan normal ada
dalam konsentrasi rendah.2,3,4
Penyebab bakterial vaginosis bukan organisme tunggal. Pada suatu analisis
dari data flora vagina memperlihatkan bahwa ada 3 kategori dari bakteri vagina
yang berhubungan dengan bakterial vaginosis, yaitu :2,4,7

a. Gardnerella vaginalis
KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG

Berbagai kepustakaan selama 30 tahun terakhir membenarkan observasi


Gardner dan Dukes bahwa Gardnerella vaginalis sangat erat hubungannya
dengan bakterial vaginosis. Organisme ini mula-mula dikenal sebagai H.vaginalis
kemudian diubah menjadi genus Gardnerella atas dasar penyelidikan mengenai
fenetopik dan asam dioksi-ribonukleat. Tidak mempunyai kapsul, tidak bergerak
dan berbentuk batang gram negatif atau variabel gram. Tes katalase, oksidase,
reduksi nitrat, indole, dan urease semuanya negatif.3

Gambar 1: Gardnerella vaginalis yang mengelilingi sel epitel vagina

Kuman ini bersifat fakultatif, dengan produksi akhir utama pada fermentasi
berupa asam asetat, banyak galur yang juga menghasilkan asam laktat dan asam
format. Ditemukan juga galur anaerob obligat. Dan untuk pertumbuhannya
dibutuhkan tiamin, riboflavin, niasin, asam folat, biotin, purin, dan pirimidin.3

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG

Berbagai literatur dalam 30 tahun terakhir membuktikan bahwa G. vaginalis


berhubungan dengan bacterial vaginalis. Bagaimanapun dengan media kultur yang
lebih sensitive G. Vaginalis dapat diisolasi dalam konsentrasi yang tinggi pada
wanita tanpa tanda-tanda infeksi vagina. Saat ini dipercaya bahwa G. vaginalis
berinteraksi dengan bakteri anaerob dan hominis menyebabkan bakterial
vaginosis.3
b. Mycoplasma hominis
Pertumbuhan Mycoplasma hominis mungkin distimulasi oleh putrescine, satu
dari amin yang konsentrasinya meningkat pada bakterial vaginosis. Konsentrasi
normal bakteri dalam vagina biasanya 105 organisme/ml cairan vagina dan
meningkat menjadi 108-9 organisme/ml pada bakterial vaginosis. Terjadi
peningkatan konsentrasi Gardnerella vaginalis dan bakteri anaerob termasuk
Bacteroides, Leptostreptococcus, dan Mobilincus Spp sebesar 100-1000 kali
lipat.3,7

Gambar 2 Mycoplasma hominis

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG

c. Bakteri anaerob : Mobilincus Spp dan Bacteriodes Spp


Spiegel menyimpulkan bahwa bakteri anaerob berinteraksi dengan G.
Vaginalis untuk menimbulkan vaginosis. Peneliti lain memperkuat adanya
hubungan antara bakteri anaerob dengan bakterial vaginosis. Menurut
pengalaman, Bacteroides Spp paling sering dihubungkan dengan bakterial
vaginosis. Mikroorganisme anaerob yang lain yaitu Mobilincus Spp, merupakan
batang anaerob lengkung yang juga ditemukan pada vagina bersama-sama dengan
organisme lain yang dihubungkan dengan bakterial vaginosis. Mobilincus Spp
hampir tidak pernah ditemukan pada wanita normal, 85 % wanita dengan bakterial
vaginosis mengandung organisme ini. 3,5,7

Gambar 3 Bacteroides

2.4

Patogenesis

Bakterial vaginosis disebabkan oleh faktor-faktor yang mengubah lingkungan


asam normal di vagina menjadi keadaan basa yang mendorong pertumbuhan
berlebihan

bakteri-bakteri

penghasil

basa.

Lactobacillus

adalah

bakteri

predominan di vagina dan membantu mempertahankan sekresi vagina yang


bersifat asam. Faktor-faktor yang dapat mengubah pH melalui efek alkalinisasi
antara lain adalah mukus serviks, semen, darah haid, mencuci vagina (douching),
pemakaian antibiotik, dan perubahan hormon saat hamil dan menopause. FaktorKKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG

faktor ini memungkinkan meningkatnya pertumbuhan Gardnerella vaginalis,


Mucoplasma hominis, dan bakteri anaerob. Metabolisme bakteri anaerob
menyebabkan lingkungan menjadi basa yang menghambat pertumbuhan bakteri
lain1
Mencuci vagina (douching) sering dikaitkan dengan keluhan disuria,
keputihan, dan gatal pada vagina. Pada wanita yang beberapa kali melakukan
douching, dilaporkan terjadi perubahan pH vagina dan berkurangnya konsentrasi
mikroflora normal sehingga memungkinkan terjadinya pertumbuhan bakteri
patogen yang oportunistik. 7
Sekret vagina adalah suatu yang umum dan normal pada wanita usia
produktif. Dalam kondisi normal, kelenjar pada serviks menghasilkan suatu cairan
jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan
sekresi dari kelenjar Bartolini. Pada wanita, sekret vagina ini merupakan suatu hal
yang alami dari tubuh untuk membersihkan diri, sebagai pelicin, dan pertahanan
dari berbagai infeksi. Dalam kondisi normal, sekret vagina tersebut tampak jernih,
putih keruh, atau berwarna kekuningan ketika mengering di pakaian, memiliki pH
kurang dari 5,0 terdiri dari sel-sel epitel yang matur, sejumlah normal leukosit,
tanpa jamur, Trichomonas, tanpa clue cell.1
Pada bakterial vaginosis dapat terjadi simbiosis antara G.vaginalis sebagai
pembentuk asam amino dan kuman anaerob beserta bakteri fakultatif dalam
vagina yang mengubah asam amino menjadi amin sehingga menaikkan pH sekret
vagina sampai suasana yang sesuai bagi pertumbuhan G. vaginalis. Beberapa
amin diketahui menyebabkan iritasi kulit dan menambah pelepasan sel epitel dan
menyebabkan duh tubuh berbau tidak sedap yang keluar dari vagina. Basil-basil
anaerob yang menyertai bakterial vaginosis diantaranya Bacteroides bivins, B.
Capilosus dan B. disiens yang dapat diisolasikan dari infeksi genitalia.1
G. vaginalis melekat pada sel-sel epitel vagina in vitro, kemudian
menambahkan deskuamasi sel epitel vagina sehingga terjadi perlekatan duh tubuh
pada dinding vagina. Organisme ini tidak invasif dan respon inflamasi lokal yang

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG

terbatas dapat dibuktikan dengan sedikitnya jumlah leukosit dalam sekret vagina
dan dengan pemeriksaan histopatologis. Timbulnya bakterial vaginosis ada
hubungannya

dengan

aktivitas

seksual

atau

pernah

menderita

infeksi

Trichomonas.1 Bakterial vaginosis yang sering rekurens bisa disebabkan oleh


kurangnya pengetahuan tentang faktor penyebab berulangnya atau etiologi
penyakit ini. Walaupun alasan sering rekurennya belum sepenuhnya dipahami
namun ada 4 kemungkinan yang dapat menjelaskan, yaitu:3,7
1)

Infeksi berulang dari pasangan yang telah ada mikroorganisme penyebab


bakterial vaginosis. Laki-laki yang mitra seksual wanitanya terinfeksi G.
vaginalis mengandung G. vaginalis dengan biotipe yang sama dalam uretra
tetapi tidak menyebabkan uretritis pada laki-laki (asimptomatik) sehingga
wanita yang telah mengalami pengobatan bakterial vaginosis cenderung untuk

kambuh lagi akibat kontak seksual yang tidak menggunakan pelindung.


2) Kekambuhan disebabkan oleh mikroorganisme bakterial vaginosis yang hanya
dihambat pertumbuhannya tetapi tidak dibunuh.
3) Kegagalan selama pengobatan untuk mengembalikan Lactobacillus sebagai
4)

flora normal yang berfungsi sebagai protektor dalam vagina.


Menetapnya mikroorganisme lain yang belum diidentifikasi faktor hostnya
pada penderita, membuatnya rentan terhadap kekambuhan.
2.5

Manifestasi Klinis

Wanita dengan bakterial vaginosis dapat tanpa gejala. Gejala yang paling
sering pada bakterial vaginosis adalah adanya cairan vagina yang abnormal
(terutama setelah melakukan hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang
khas yaitu bau amis/bau ikan (fishy odor).1
Bau tersebut disebabkan oleh adanya amin yang menguap bila cairan vagina
menjadi basa. Cairan seminal yang basa (pH 7,2) menimbulkan terlepasnya amin
dari perlekatannya pada protein dan amin yang menguap menimbulkan bau yang
khas. Walaupun beberapa wanita mempunyai gejala yang khas, namun pada
sebagian besar wanita dapat asimptomatik. Iritasi daerah vagina atau sekitar
vagina (gatal, rasa terbakar), kalau ditemukan lebih ringan daripada yang
disebabkan oleh Trichomonas vaginalis atau C.albicans. Sepertiga penderita

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG

mengeluh gatal dan rasa terbakar, dan seperlima timbul kemerahan dan edema
pada vulva. Nyeri abdomen, dispareuria, atau nyeri waktu kencing jarang terjadi,
dan kalau ada karena penyakit lain.1,2

Gambar 4: Vaginal discharge dari Vaginosis bacterialis

Pada pemeriksaan biasanya menunjukkan sekret vagina yang tipis dan sering
berwarna putih atau abu-abu, viskositas rendah atau normal, homogen, dan jarang
berbusa. Sekret tersebut melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan
tipis atau kelainan yang difus. Gejala peradangan umum tidak ada. Sebaliknya
sekret vagina normal, lebih tebal dan terdiri atas kumpulan sel epitel vagina yang
memberikan gambaran bergerombol.1,2
Pada penderita dengan bakterial vaginosis tidak ditemukan inflamasi pada
vagina dan vulva. Bakterial vaginosis dapat timbul bersama infeksi traktus genital
bawah seperti trikomoniasis dan servisitis sehingga menimbulkan gejala genital
yang tidak spesifik.2,5
2.6
Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan preparat basah
Dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan NaCl 0,9% pada
sekret vagina diatas objek glass kemudian ditutupi dengan coverslip. Dan
dilakukan pemeriksaan mikroskopik menggunakan kekuatan tinggi (400

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG

kali) untuk melihat clue cells, yang merupakan sel epitel vagina yang
diselubungi dengan bakteri (terutama Gardnerella vaginalis). Pemeriksaan
preparat basah mempunyai sensitifitas 60% dan spesifitas 98% untuk
mendeteksi bakterial vaginosis. Clue cells adalah penanda bakterial
vaginosis.1,2

Gambar 5 Clue cell

B. Whiff test
Whiff test dinyatakan positif bila bau amis atau bau amin terdeteksi
dengan penambahan satu tetes KOH 10-20% pada sekret vagina. Bau
muncul sebagai akibat pelepasan amin dan asam organik hasil alkalisasi
bakteri anaerob. Whiff test positif menunjukkan bakterial vaginosis.1,2,7
C. Tes lakmus untuk pH
Kertas lakmus ditempatkan pada dinding lateral vagina. Warna kertas
dibandingkan dengan warna standar. pH vagina normal 3,8 - 4,2. Pada 8090% bakterial vaginosis ditemukan pH > 4,5.5,6,12 1,2,7
D. Pewarnaan gram sekret vagina
Pewarnaan gram sekret vagina dari bakterial vaginosis tidak ditemukan
Lactobacillus

sebaliknya

ditemukan

pertumbuhan

berlebihan

dari

Gardnerella vaginalis dan atau Mobilincus Spp dan bakteri anaerob


lainnya.1,2,7
E. Kultur vagina
Kultur Gardnerella vaginalis kurang bermanfaat untuk diagnosis bakterial
vaginosis. Kultur vagina positif untuk G. vaginalis pada bakterial
vaginosis tanpa grjala klinis tidak perlu mendapat pengobatan.1,2,7

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG

2.7 Diagnisis
Diagnosis bakterial vaginosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan mikroskopis. Anamnesis menggambarkan riwayat sekresi vagina
terus-menerus dengan bau yang tidak sedap. Kadang penderita mengeluh iritasi
pada vagina disertai disuria/dispareunia, atau nyeri abdomen.2,3,5,7
Pada pemeriksaan fisis relatif tidak banyak ditemukan apa-apa, kecuali hanya
sedikit inflamasi dapat juga ditemukan sekret vagina yang berwarna putih atau
abu-abu yang melekat pada dinding vagina. Gardner dan Dukes (1980)
menyatakan bahwa setiap wanita dengan aktivitas ovum normal mengeluarkan
cairan vagina berwarna abu-abu, homogen, berbau dengan pH 5 - 5,5 dan tidak
ditemukan T.vaginalis, kemungkinan besar menderita bakterial vaginosis.2,7
WHO (1980) menjelaskan bahwa diagnosis dibuat atas dasar ditemukannya
clue cells, pH vagina lebih besar dari 4,5, tes amin positif dan adanya G. vaginalis
sebagai flora vagina utama menggantikan Lactobacillus. Balckwell (1982)
menegakkan diagnosis berdasarkan adanya cairan vagina yang berbau amis dan
ditemukannya clue cells tanpa T. vaginalis. Tes amin yang positif serta pH vagina
yang tinggi akan memperkuat diagnosis.1,2
Dengan hanya mendapat satu gejala, tidak dapat menegakkan suatu diagnosis,
oleh sebab itu didapatkan kriteria klinis untuk bakterial vaginosis yang sering
disebut sebagai kriteria Amsel (1983) yang berpendapat bahwa terdapat tiga dari
empat gejala, yaitu :1,2,7
1) Adanya sekret vagina yang homogen, tipis, putih, melekat pada dinding
vagina dan abnormal
2) pH vagina > 4,5
3) Tes amin yang positif, yangmana sekret vagina yang berbau amis sebelum
atau setelah penambahan KOH 10% (Whiff test).
4) Adanya clue cells pada sediaan basah (sedikitnya 20 dari seluruh epitel)
2.8
Diagnosis Banding
Ada beberapa penyakit yang menggambarkan keadaan klinik yang mirip
dengan bakterial vaginosis, antara lain :1,2
1) Trikomoniasis
Trikomoniasis merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh
Trichomonas vaginalis. Biasanya penyakit ini tidak bergejala tapi pada
beberapa keadaan trikomoniasis akan menunjukkan gejala. Terdapat duh tubuh
KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG

vagina berwarna kuning kehijauan, berbusa dan berbau. Eritem dan edem pada
vulva, juga vagina dan serviks pada beberapa perempuan. Serta pruritos,
disuria, dan dispareunia.1,2
Pemeriksaan apusan vagina Trikomoniasis sering sangat menyerupai
penampakan pemeriksaan apusan bakterial vaginosis. Tapi Mobilincus dan
clue cell tidak pernah ditemukan pada Trikomoniasis. Pemeriksaan
mikroskopoik tampak peningkatan sel polimorfonuklear dan dengan
pemeriksaan preparat basah ditemukan protozoa untuk diagnosis. Whiff test
dapat positif pada trikomoniasis dan pH vagina 5 pada trikomoniasis.1,2,4
2) Kandidiasis
Kandidiasis merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh Candida
albicans atau kadang Candida yang lain. Gejala yang awalnya muncul pada
kandidiasis adalah pruritus akut dan keputihan. Keputihan seringkali tidak ada
dan hanya sedikit. Kadang dijumpai gambaran khas berupa vaginal thrush
yaitu bercak putih yang terdiri dari gumpalan jamur, jaringan nekrosis epitel
yang menempel pada vagina. Dapat juga disertai rasa sakit pada vagina iritasi,
rasa panas dan sakit saat berkemih. 1,2,4
Pada pemeriksaan mikroskopik, sekret vagina ditambah KOH 10%
berguna untuk mendeteksi hifa dan spora Candida. Keluhan yang paling sering
pada kandidiasis adalah gatal dan iritasi vagina. Sekret vagina biasanya putih
dan tebal, tanpa bau dan pH normal.2,4

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG

Gambar 6. Perbedaan BV, Trikomoniasis dan Candidiasis6

2.9

Penatalaksanaan

Penyakit baktrerial vaginosis merupakan penyakit yang cukup banyak


ditemukan dengan gambaran klinis ringan tanpa komplikasi. Sekitar 1 dari 4
wanita akan sembuh dengan sendirinya, hal ini diakibatkan karena organisme
Lactobacillus vagina kembali meningkat ke level normal, dan bakteri lain
mengalami penurunan jumlah. Namun pada beberapa wanita, bila bakterial
vaginosis tidak diberi pengobatan, akan menimbulkan keadaan yang lebih parah.
Oleh karena itu perlu mendapatkan pengobatan, dimana jenis obat yang digunakan
hendaknya tidak membahayakan dan sedikit efek sampingnya.1,2,7
Semua wanita dengan bakterial vaginosis simtomatik memerlukan
pengobatan, termasuk wanita hamil. Ahli medis biasanya menggunakan antibiotik
seperti metronidazol dan klindamisin untuk mengobati bakterial vaginosis. 1,2,7,8

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG

A. Terapi sistemik
Metronidazol merupakan antibiotik yang paling sering digunakan yang
memberikan keberhasilan penyembuhan lebih dari 90%, dengan dosis 2 x
400 mg atau 500 mg setiap hari selama 7 hari. Jika pengobatan ini gagal,
maka diberikan ampisilin oral (atau amoksisilin) yang merupakan pilihan
kedua dari pengobatan keberhasilan penyembuhan sekitar 66%).
Mempunyai aktivitas sedang terhadap G.vaginalis, tetapi sangat aktif
terhadap bakteri anaerob, efektifitasnya berhubungan dengan inhibisi

anaerob. Metronidazol dapat menyebabkan mual dan urin menjadi gelap.


Klindamisin 300 mg, 2 x sehari selama 7 hari. Sama efektifnya dengan
metronidazol untuk pengobatan bakterial vaginosis dengan angka
kesembuhan 94%. Aman diberikan pada wanita hamil. Sejumlah kecil
klindamisin

dapat

menembus

ASI,

oleh

karena

itu

sebaiknya

menggunakan pengobatan intravagina untuk perempuan menyusui.


Amoksilav (500 mg amoksisilin dan 125 mg asam klavulanat) 3 x sehari
selama 7 hari. Cukup efektif untuk wanita hamil dan intoleransi terhadap

metronidazol.
Tetrasiklin 250 mg, 4 x sehari selama 5 hari.
Doksisiklin 100 mg, 2 x sehari selama 5 hari.
Eritromisin 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.
Cefaleksin 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.

B. Terapi Topikal
Metronidazol gel intravagina (0,75%) 5 gram, 1 x sehari selama 5 hari.
Klindamisin krim (2%) 5 gram, 1 x sehari selama 7 hari.
Tetrasiklin intravagina 100 mg, 1 x sehari.
Triple sulfonamide cream. (Sulfactamid 2,86%, Sulfabenzamid 3,7% dan
Sulfatiazol 3,42%), 2 x sehari selama 10 hari, tapi akhir-akhir ini

dilaporkan angka penyembuhannya hanya 15 45 %.


Pengobatan bakterial vaginosis pada masa kehamilan. Terapi secara rutin
pada masa kehamilan tidak dianjurkan karena dapat muncul masalah.
Metronidazol tidak digunakan pada trimester pertama kehamilan karena
mempunyai efek samping terhadap fetus. Salah satu efek samping
penggunaan Metronidazole ialah teratogenik pada trimester pertama.30
Dosis yang lebih rendah dianjurkan selama kehamilan untuk mengurangi

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG

efek samping (Metronidazol 200-250 mg, 3 x sehari selama 7 hari untuk


wanita hamil). Penisilin aman digunakan selama kehamilan, tetapi
ampisilin dan amoksisilin jelas tidak sama efektifnya dengan metronidazol
pada wanita tidak hamil dimana kedua antibiotik tersebut memberi angka
kesembuhan yang rendah.

Metronidazole

dapat

melewati

sawar

placenta dan memasuki sirkulasi ketuban dengan pesat. Studi reproduksi


telah dilakukan pada tikus di dosis sampai lima kali dosis manusia dan
dinyatakan tidak ada bukti perburukan kesuburan atau efek bahaya ke
janin karena Metronidazole. Tidak ada efek fetotoxicity selama penelitian
pemberian Metronidazole secara oral untuk tikus yang hamil pada 20 mg /

kg / hari, dosis manusia (750 mg / hari) berdasarkan mg / kg berat badan.


Pada trimester pertama diberikan krim klindamisin vaginal karena
klindamisin tidak mempunyai efek samping terhadap fetus. Pada trimester
II dan III dapat digunakan metronidazol oral walaupun mungkin lebih

disukai gel metronidazol vaginal atau klindamisin krim.


Untuk keputihan yang ditularkan melalui hubungan seksual. Terapi juga
diberikan kepada pasangan seksual dan dianjurkan tidak berhubungan

selama masih dalam pengobatan.


Pengobatan secara oral atau lokal dapat digunakan untuk pengobatan pada
wanita hamil dengan gejala VB yang resiko rendah terhadap komplikasi
obstertri. Wanita tanpa gejala dan wanita tanpa faktor resiko persalinan
preterm tidak perlu menjalani skrening rutin untuk pemngobatan bacterial
vaginosis. Wanita dengan resiko tinggi persalinan preterm dapat mengikuti
skrining rutin dan pengobatan bacterial vaginosis. Jika pengobatan untuk
pencegahan terhadap komplikasi kehamilan dijalani, maka diharuskan
menggunakan metronidazole oral 2 kali sehari selama 7 hari. Topical (pada
vagina) tidak direkomendasikan untuk indikasi ini. Test skrining harus
diulangi 1 bulan setelah pengobatan untuk memastikan kesembuhan.2

2.10

Prognosis

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG

Prognosis bakterial vaginosis baik, dilaporkan perbaikan spontan pada lebih


sepertiga kasus. Dengan pengobatan metronidazol dan klindamisin memberi
angka kesembuhan yang tinggi (84-96%).9

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG

BAB III
KESIMPULAN
Bakterial vaginosis adalah suatu keadaan yang abnormal pada vagina yang
disebabkan oleh pertumbuhan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi
(Bacteroides Spp, Mobilincus Spp, Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis)
menggantikan flora normal vagina (Lactobacillus Spp) yang menghasilkan
hidrogen peroksida sehingga vagina yang tadinya bersifat asam (pH normal
vagina 3,8 4,2) berubah menjadi bersifat basa.
Menurut Amsel, untuk menegakkan diagnosa dengan ditemukannya tiga
dari empat gejala, yakni : sekret vagina yang homogen, tipis, putih dan melekat,
pH vagina > 4,5, tes amin yang positif; adanya clue cells pada sediaan basah
(sedikitnya 20% dari seluruh epitel) yang merupakan penanda bakterial vaginosis.
Pengobatan bakterial vaginosis biasanya menggunakan antibiotik seperti
metronidazol dan klindamisin. Untuk keputihan yang ditularkan melalui
hubungan seksual terapi juga diberikan kepada pasangan seksual dan dianjurkan
tidak berhubungan selama masih dalam pengobatan.

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG

DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi. 2009. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelaamin Edisi kelima).
Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
2. Farid. Vaginosis Bakterialis: Duh tubuh nan kelabu. serial on
the internet: about 3 p. available from: http://www.majalahfarmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=545
3. Sylvia YM. Bakteri anaerob: yang erat kaitannya dengan
problem di klinik. Jakarta : EGC ; 2007.
4. Davey Patrick. Duh tubuh vagina dan uretritis. In : At a
Glance Medicine. Jakarta: Erlangga ; 2005. P.74-75.
5. Sweet RL. Gibbs RS. Infectious diseases of the female
genital tract. Baltimore: Williams and Wilkins. 2007.
6. Hiller SL. Holmes KK. Bacterial vaginosis. In : Holmes KK.
Mardh PA. Sparling PF et al eds. Sexually transmitted
diseases. New York. Mc Graw hill information services co.
1998 : 547-59.
7. Dewi AW. Studi prevalensi dan keberhasilan terapi
vaginosis bakterialis pada ibu hamil (dissertation).
Semarang: Universitas Diponegoro; 2003
8. Jackie Sherrard, Gilbert Donders, David White. European (IUSTI/WHO)
Guideline on the Management of Vaginal Discharge. 2011

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG

Anda mungkin juga menyukai