OLEH :
Tiara Dwi Pratiwi (0910312110)
PERSEPTOR :
Dr. Yusri Diane Jurnalis, Sp.A (K)
terhadap
infeksi
Streptococcus
beta
hemolyticus
group A yang
kasus
demam reumatik dan penyakit jantung reumatik. Setiap tahunnya rata rata
ditemukan 55 kasus dengan DRA dan PJR.Diperkirakan prevalensi PJR di Indonesia
sebesar 0,3-0,8 anak sekolah 5-15 tahun 2. DRA merupakan penyebab utama penyakit
jantung didapat pada anak usia 5 tahun sampai dewasa muda di negara berkembang
dengan keadaan sosio ekonomi rendah dan lingkungan buruk. Untuk mengetahui
insidensi infeksi tenggorok oleh kuman Streptococcus betahemolyticus grup A dan
DRA serta prevalensi PJR, dilakukan survei pada anak sekolah di daerah Kecamatan
Senen (Jakarta). Hasil survei ini menunjukkan bahwa insidensi infeksi tenggorok oleh
kuman Streptococcus
beta hemolyticus
grup A cenderung
menurun,
akan tetapi
insidensi demam reumatik dan prevalensi penyakit jantung reumatik tidak akan berubah
bila dibandingkan dengan laporan penelitian sebelumnya 2.
Etiologi
Agen penyebab adalah infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A pada
tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik, baik pada serangan utama atau
pada serangan ulang.1
Hubungan etiologis antara kuman Streptokokus dengan demam reumatik diketahui dari
data sebagai berikut 3 :
1.
Pada sebagian besar kasus demam reumatik akut terdapat peninggian kadar
antibodi terhadap Streptokokus, atau dapat diisolasi kuman Streptococcus beta
hemolyticus group A, atau keduanya.
2.
Insidensi demam reumatik yang tinggi biasanya bersamaan dengan insidensi
infeksi oleh Streptococcus beta hemolyticus group A yang tinggi pula. Kira-kira3%
penderita infeksi saluran nafas oleh kuman tersebut akan mengalami komplikasi demam
reumatik atau penyakit jantung reumatik. Hal ini diamati pada masyarakat tertutup seperti
asrama tentara. Di masyarakat diperkirakan sekitar 0,3% dari penderita infeksi saluran
nafas bagian atas oleh Streptococcus beta hemolyticus group A akan menderita
demam reumatik atau penyakit jantung reumatik. Sebaliknya insidensi demam reumatik
akan menurun bila infeksi kuman tersebut pada suatu golongan penduduk diobati dengan
baik.
3.
Serangan ulang demam reumatik akan sangat menurun bila penderita mendapat
klinisi
yang
berpengalamanpun
tidak mendengar
adanya
murmur padahal sudah terdapat keterlibatan katup pada pasien tersebut. Keterlibatan
katup seperti ini dinamakan karditis/ valvulitis subklinis.Saat ini, diagnosis DRA
ditegakkan berdasarkan Kriteria Jones.namun dalam praktek sehari- hari tidak mudah
untuk menerapkankan hal tersebut5.
Untuk Diagnosa diperlukan : 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria
minor dan bukti infeksi oleh sterptokokus grup A. Kecuali bila ada chorea atau karditis
maka bukti infeksi sebelumnya tidak diperlukan5
Kriteria Jones untuk DRA (WHO 2002-2003)5
Kriteria Mayor
Kriteria Minor
1.
2.
3.
4.
5.
Karditis
Polyarthritis
Chorea
Erythema marginatum
Subcutaneous nodul
1. Demam
2. Polyatralgia
3. Laboratorium:Peningkatan acute phase reactan
(LEDatau leukosit)
4. PR interval memanjang
lebih
Kriteria
Dua mayor atau satu mayor dan dua minor
beta
hemolyticus
bukti infeksi
group
Korea Reumatik
sebelumnya
Tidak diperlukan kriteria mayor lainnya atau bukti
PJR
(stenosis
mitralmurni
kombinasidenganinsufisiensi
mitral
atau
dan/atau
kultur
tenggorokan.
Dengan
ditemukan 89,4%
Jenis antibiotic
Benzatin Penisilin
Dosis
BB > 30 kg 1,2 juta
Frekuensi
Satu Kali
-Penisilin V
BB< 30 kg 600.000
400.000/250 mg
-Eritromisin
50 mg/kgBB/hari
-Yang
lain
seperti
Dosis bervariasi
Sefalosporin,
Klindamisin, Nafsilin,
Amoksisilin
PENGOBATAN SUPORTIF
1. TIRAH BARNG
Pedoman umum tirah baring dan rawat jalan pada pasien demam reumatik 9
Status karditis
Derajat 1
(tanpa karditis)
Penatalaksanaan
Tirah baring selama 2 minggu dan sedikit
Derajat 2
(Karditis tanpa kardiomegali)
Derajat 3
(Karditis dengan kardiomegali)
Derajat 4
2. Diet
Tujuan diet pada penyakit jantung adalah memberikan makanan
secukupnya tanpa memberatkan kerja jantung, mencegah atau menghilangkan
penimbunan garam atau air. Syarat-syarat diet penyakit jantung antara lain: energi
yang cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal, protein
yang cukup yaitu 0,8 gram/kgBB, lemak sedang yaitu 25-30% dari kebutuhan
energi total (10% berasal dari lemak jenuh dan 15% lemak tidak jenuh), Vitamin
dan mineral cukup, diet rendah garam 2-3 gram perhari, makanan mudah cerna
dan tidakmenimbulkan gas, serat cukup untuk menghindari konstipasi, cairan
cukup 2 liter perhari. Bila kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi melalui makanan
dapat diberikan tambahan berupa makanan enteral, parenteral atau sulemen gizi.
3. Pengobatan simptomatis.
Pengobatan anti radang amat efektif dalam menekan manifestasi radang
akut demam reumatik, sedemikian baiknya sehingga respon yang cepat dari
artritis terhadap salisilat dapat membantu diagnosis.Pengobatan anti radang yang
lebih kuat seperti steroid amat bermanfaat untuk mengendalikan perikarditis dan
gagal jantung pada karditis akut, tetapi tidak berpengaruh terhadap sekuelejangka
lama demam reumatik aktif, yaitu insiden penyakit jantung reumatik. Respon
yang baik terhadap steroid tidak berarti memperkuat diagnosis demam reumatik
karena kebanyakan artritis, termasuk artritis septik, berespon baik terhadap
steroid, setidaknya pada stadium awal.5,8. Obat anti radang seperti salisilat dan
steroid harus ditangguhkan bila atralgia atau artritis yang meragukan merupakan
satu-satunya manifestasi, terutama apabila diagnosis belum pasti. Analgesik
murni, seperti asetaminofen dapat digunakan karena dapat
demam
dan
membuat
pasien
merasa
enak
namun
mengendalikan
tidak sepenuhnya
manifestasi
klinis
segera
setelah
terapi
dihentikan.Berikut
1,
kegiatan
indikasi
fungsional
ke
III
intervensi
ini
hanya
untuk
penderita
kelas
misalnya Byork Shiley, St.Judge dan lain-lain, digunakan untuk penderita lainnya
dan diperlukan antikoagula untuk selamanya.
c. Stenosis Aorta
Pasien dengan gejala-gejala akibat stenosis aorta membutuhkan tindakan
operatif. Pasien tanpa gejala membutuhkan penanganan yang sangat hati-hati
serta follow up untuk menentukan kapan tindakan bedah dilakukan. Penanganan
stenosis dengan pelebaran katup aorta memakai balon mai diteliti. Pasien-pasien
yang dipilih adalah pasien yang tidak memungkinkan dilakukan penggantian
katup karena usia, adanya penyakit lain yang berat, atau menunjukkan gejala
yang berat. Pasien-pasien dengan gradien sistolik 75 mmHg harus dioperasi
walaupun tanpa gejala.Pasien tanpa gejala tetapi perbedaan tekanan sistolik
kurang dari 75 mmhg harus dikontrol setiap 6 bulan. Tindakan operatif harus
dilaksanakan
bila
pasien
menunjukkan
peningkatan tekanan sistolik aorta yang diukur denagn teknik doppler. Pada
pasien muda bisa dilakukan valvulotomi aorta sedangkan pada pasien tua
membutuhkan penggantian katup.Risiko operasi valvulotomi sangat kecil, 2%
pada penggantian atup dan risiko meningkat menjadi 4% bila disertai bedah
pintas koroner.Pada pembesaran jantung dengan gaga jantung, risiko naik jadi 4
sampai 8%. Pada pasien muda yang tidak bisa dilakukan valvulotomi
penggantian katup perlu dilakukan memakai katup sintetis. Ahli bedah bisa
menggunakan katup jaringan (Porsin/pericardial) untuk pasien-pasien lebih tua.
Keuntungan katup jaringan ini adalah kemungkinan tromboemboli jarang, tidak
diperlukan
antikoagulan,
dan
perburukan
biasanya
lebih
lambat
bila
jaringan,
BAB II
ILUSTRASI KASUS
Nama
: An. S
Umur
: 12 tahun 6 bulan
Jenis kelamin : Laki- laki
Suku bangsa : Minangkabau
Anamnesis (alloanamnesis oleh ibu kandung)
Seorang anak laki - laki berusia 12 tahun 6 bulan diawat di semi Intensif bagian anak
RSUP DR. M. Djamil Padang sejak tanggal 27 Februari 2014 dengan :
Keluhan utama
Bertambah sesak sejak 2 minggu yang lalu
Riwayat penyakit sekarang
-nyeri pada kedua lutut sejak 3 tahun yang lalu, kemudian tidak dapat berjalan selam 3
minggu, tidak disertai bengkak dan merah, tidak pernah dibawa berobat ke dokter
hanya berurut saja.
-Demam berulang sejak 2 bulan yang lalu, demam tidak tinggi, terus menerus, tidak
menggigil dan tidak berkeringat
10
-Sesak nafas sejak 2 bulan yang lalu dan bertambah sejak 2 minggu ini dan anak lebih
nyaman tidur denagn 2 atau 3 bantal, sesak semakin berat setelah beraktivitas.
-Dada berdebar-debar sejak 2 bulan yang lalu
-Batuk dan pilek tidak ada
-Mual dan muntah tidak ada
-BAK dan BAB jumlah dan warna biasa
-Pasien di rujuk dari RS Ibnu Sina Pasaman dengan diagnosis Cardiomegali dengan susp
RHD
Riwayat penyakit dahulu
Tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga dan tetangga yang menderita penyakit seperti ini.
Riwayat kehamilan
Selama hamil ibu tidak pernah menderita penyakit berat, ibu tidak mengkonsumsi obatobatan selama hamil, tidak pernah mengdapat penyinaran selama hamil, tidak ada
kebiasaan merokok dan minum alcohol dan ibu melakukan control ke puskesmas tidak
teratur.Suntikan imunisasi TT 2x, hamil cukup bulan.
Riwayat kelahiran
Anak lahir spontan ditolong oleh bidan. Kehamilan cukup bulan dengan berat badan lahir
3200 gram, panjang lahir 51 cm. saat lahir anak langsung menangis kuat.
Riwayat makan dan minum
ASI : 0 2.5 bulan
Nasi tim : umur 9 bulan
Makanan biasa : umur 1.5 tahun sekarang, frekuensi 3x1/hari
Kesan : kualitas dan kuantitas makan dan minum kurang
Riwayat imunisasi
Anak tidak pernah mendapatkan imunisasi dasar
Riwayat sosial ekonomi
Anak pertama dari 2 bersaudara.Ibu tamatan SD dengan pekerjaan sehari-hari sebagai ibu
rumah tangga, Bapak tamatan SD dengan pekerjaan sebagai petani.
Riwayat lingkungan dan perumahan
Tinggal di rumah permanen dengan perkarangan yang cukup luas.Sumber air diperoleh
dari PDAM.Aktivitas mandi, buang air besar dan kecil dilakukan di kamar mandi di
dalam rumah.Sampah ditumpuk lalu dibakar.
Kesan : higine dan sanitasi lingkungan baik
Riwayat tumbuh kembang
Pertumbuhan gigi pertama : 6 bulan
Psikomotor :
Tengkurap : 7 bulan
Duduk : 8 bulan
Berdiri : 12 bulan
Berjalan : 12 bulan
Bicara : 13 bulan
Membaca dan menulis : 50 bulan
Kesan : normal
Pemeriksaan fisik
11
Kesadaran : sadar
KU : buruk
TD : 120/50 mmHg
Nadi : 120x/menit
Suhu : 37,40C
Pernapasan : 42x/menit
TB : 133 cm
BB : 23,5 kg
BB/U : 53,40 %
TB/U : 86,36%
BB/TB : 83,92 %
Sianosis : tidak ada
Edema : tidak ada
Anemia : ada
Ikterus : tidak ada
Kulit
KGB
Kepala
Rambut
Mata
Paru
suprasternal
Jantung
Palpasi : fremitus ki = ka
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, Rh -/-, Wh -/-, stridor +
Inspeksi : ictus cordis terlihat 2 jari lateral LMCS RIC VI
Palpasi : ictus cordis taraba pada 2 jari lateral LMCS RIC VI
Perkusi : batas-batas jantung ; atas : RICII, kanan : LSD, kiri : 2 jari
12
Trombosit : 450.000/mm3
Hitung jenis : 0/2/2/64/24/4
Retikulosit : 3,5%
Na : 138 mmol/l
K : 4,6 mmol/l
k/ anemis mikrositik hipokrom
Terapi
O2 2l/i
IVFD Ka-EN 1B 4 tetes/I micro
ML DJ II 2000 kkal
Lasix 1x25 mg iv
Spinorolaktom 2x25 mg po
Rencana :
Pemeriksaan EKG
Ro Thoraks
Follow up
Tanggal
dan
hari rawatan
28 februari 2014
Hari rawatan ke-
Keluhan
Pengobatan
S/
Sesak ada
Kebiruan tidak ada
Lebih enak pada posisi duduk
Demam tidak ada
BAK dan BAB jumlah dan warna biasa
O/
1 maret 201
Hari rawatan ke3
tidak ikterik
Thoraks: normochest, retraksi (-)
Cor : irama teratur, bising (+) pansistolik
Pulmo : vesikuler, wh -/-, rh -/Abdomen : distensi (-), BU (+)
Pemeriksaan laboratorium
ASTO (+) CRP (+)
Kesan : Infeksi Streptokokus B Hemolitikus
S/
Sesak ada
Kebiruan tidak ada
Lebih enak pada posisi duduk
Demam tidak ada
BAK dan BAB jumlah dan warna biasa
O/
13
O2 2l/i
IVFD Ka-EN
tetes/I micro
ML DJ II 1700 kkal
Lasix 1x25 mg iv
Spinorolaktom 2x25 mg
po
Amoxicilin 3 x 400 mg
O2 2l/i
IVFD Ka-EN
tetes/I micro
ML DJ II 1700 kkal
Lasix 1x25 mg iv
Spinorolaktom 2x25 mg
1B
1B
po
Amoxicilin 3 x 400 mg
tidak ikterik
Thoraks: normochest, retraksi (-)
Cor : irama teratur, bising (+) pansistolik
Pulmo : vesikuler, wh -/-, rh -/ Abdomen : distensi (-), BU (+)
BAB III
DISKUSI
Telah dirawat seorang pasien anak laki-laki berumur 2 tahun, sejak tanggal 8 Mei
2013 dengan diagnosis kerja gagal jantung fungsional III, anemia mikrositik hipokrom
dan gizi kurang. Diagnosis kerja ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan ada sesak nafas yang semakin bertambah, nyeri
pindah pada sendi,demam, jantung berdebar-debar dan pertumbuhan terganggu. Pada
pemeriksaan fizik dijumpai takipnea, dispnea, takikardi .Pada gerakan dada pula
didapatkan simetris namun tampak retraksi otot-otot dada.Iktus jantung terlihat dan
ditemukan kardiomegali.Palpasi jantung teraba iktus melebar dan kuat angkat,terdapatnya
thrill.Pada auskultasi jantung ditemukan bising pansistolik grade 4/6.
Dari pemeriksaan ASTO ( +) dan CRP ( +) ditemukan streptokokus B
hemolitikus.Dari pemerikssan darah :
Darah :
Hb
: 9 gr/dL
Leukosit
: 10 200 /mm3
Trombosit
: 450 000 /mm3
Eritrosit
: 3,69 juta/mm3
Hematokrit
: 27,9 %
Hitung Jenis
: 0 / 2 / 2 / 64 / 28 / 4
MCV : 75,60 fL (76-96)
MCH : 23,84 pg (27-32)
MCHC : 31,54 gr/dL (32-37)
Kesan : Anemia Micrositik Hipokrom ec suspek deffiensi besi
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta didukung oleh pemeriksaan
penunjang maka pasien ini didiagnosis dengan gagal jantung fungsional III, anemia
mikrositik hipokrom suspek defisiensi besi dan gizi kurang.
14
DAFTAR PUSTAKA
1.
Fyler, D, 1998. Kardiologi Anak Nadas, Edisi 2, Gadjah Mada University, Press,
2.
Yogyakarta.
Pusponegoro HD. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi 1. Jakarta: Badan
3.
4.
[Diunduh tanggal
15
Juni
2009].
Tersedia
dari:
http://www.who.int/cardiovaskular_diseases/resources/trs 923/en/index.html.
Behrman. Kliegman.Arvin.Ilmu Kesehatan Anak Nelson vol 2.Jakarta : EGC, 2000.
929-935
15