Makalah Fraktur Femur Dextra
Makalah Fraktur Femur Dextra
Skenario
Seorang laki laki berusia 30 tahun dibawa ke UGD RS dengan keluhan sangat nyeri
pada paha kanannya setelah mengalami kecelakaan sepeda motor 2 jam yang lalu. Menurut
warga yang mengantar, saat sedang mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan sedang,
pasien ditabrak oleh sepeda motor lain dari arah kanan hingga terjatuh dan terguling ke arah kiri.
Pada pemeriksaan fisik, kesadaran compos mentis, tanda tanda vital dalam batas normal. Status
lokalis regio femur dekstra tampak adanya edema, hematom, deformitas, posisi abduksi dan
sedikit eksorotasi, palpasi teraba fragmen tulang, nyeri tekan (+), nyeri gerak (+).
Pendahuluan
Fraktur / patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (trauma). Trauma yang menyebabkan tulang patah
dapat berupa trauma langsung ataupun tidak langsung. Trauma langsung adalah ketika tulang
yang terkena benturan menjadi patah karena benturan tersebut, sedangkan trauma tidak langsung
adalah ketika tulang yang patah bukanlah tulang yang kontak dengan penyebab trauma (misalnya
pada orang yang menumpu tubuh dengan tangan ketika jatuh).1
Akibat dari trauma bermacam macam tergantung jenis, kekuatan, dan arahnya. Trauma
tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah dengan luka
terbuka sampai ke tulang, inilah yang disebut dengan patah tulang terbuka (open fracture).
Sedangkan, patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang
disertai luksasi sendi yang disebut dengan fraktur dislokasi.1
Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis adalah suatu tehnik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu percakapan
antara seorang dokter dengan pasiennya, yang mempunyai tujuan untuk mengetahui kondisi
pasien dan untuk mendapatkan data pasien beserta permasalahan medisnya. Jenis anamnesis
yang dapat dilakukan ialah autoanamnesis dan alloanamnesis. Autoanamnesis dapat dilakukan
jika pasien masi berada dalam keadaan sadar. Sedangkan bila pasien tidak sadar, maka dapat
dilakukan alloanamnesis yang menyertakan kerabat terdekatnya yang mengikuti perjalanan
penyakitnya.2
Anamnesis sendiri terdiri dari beberapa pertanyaan yang dapat mengarahkan kita untuk
dapat mendiagnosa penyakit apa yang diderita oleh pasien. Pertanyaan tersebut meliputi:3
a. Identitas
Menanyakan nama, umur, dan jenis kelamin pemberi informasi (misalnya adalah pasien,
keluarga, dll)
b. Keluhan utama
Pernyataan dalam bahasa pasien tentang permasalahan yang sedang dihadapi yang
membawanya untuk datang berobat ke dokter. Berdasarkan skenario 12, diketahui bahwa
keluhan utama pasien adalah nyeri pada paha kanannya setelah mengalami kecelakaan
sepeda motor 2 jam yang lalu.
c. Riwayat penyakit sekarang (RPS)
Menjelaskan penyakit berdasarkan kualitas, kuantitas, latar belakang, waktu (kapan
penyakitnya dirasakan, faktor faktor apa yang membuat penyakitnya membaik /
memburuk, apakah keluhan konstan / hilang timbul. Informasi harus dalam susunan yang
kronologis, termasuk test diagnostic yang dilakukan sebelum kunjungan pasien. Riwayat
penyakit dan pemeriksaan apakah ada demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia,
mual, muntah, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada
skenario didapatkan status lokalis region femur dekstra tampak adanya edema, hematom,
deformitas, posisi abduksi dan sedikit eksorotasi, palpasi teraba fragmen tulang, terdapat
nyeri tekan dan terdapat nyeri gerak.
d. Riwayat penyakit dahulu (RPD)
Pernahkah pasien mengalami gejala yang sama sebelumnya.
e. Riwayat keluarga
2
Menanyakan umur, status anggota keluarga ( hidup / meninggal), dan apakah ada masalah
kesehatan pada anggota keluatga.
f. Riwayat psychosocial (sosial)
Stressor (lingkungan kerja / sekolah, tempat tinggal), faktor resiko gaya hidup (makan
makanan sembarangan / tidak)3
Pemeriksaan Fisik
Konsep dari suatu pemeriksaan secara luas yang diterapkan lebih sedikit daripada
terhadap region anatomis atau sistem tubuh. Hal ini juga dicek paling sedikit setiap hari dan
sering lebih kerap kali pada setiap penderita rumah sakit akut. Banyak situasi memerlukan
pemantauan yang sering terhadap tanda tanda vital.4
Pengkajian tanda vital (suhu, nadi, pernafasan, dan tekanan darah) adalah tanggung jawab
dasar keperawatan dan merupakan metode yang penting untuk memantau fungsi tubuh yang
vital. Tanda tanda vital memberi gambaran tentang fungsi organ organ spesifik terutama
jantung, paru paru dan juga seluruh sistem tubuh. Perawat mengobservasi tanda tanda vital
untuk membentuk pengukuran dasar, mengamati kecenderungan, mengidentifikasi masalah
fisiologis dan memantau respons klien terhadap terapi.5
Pada pemeriksaan fisik pula yang umumnya dilakukan ialah antara lain, inspeksi, palpasi
dan auskultasi. Inspeksi dilakukan hanya
menyeluruh untuk menemukan kelainan yang Nampak jelas (misalnya benjolkan, bercak
bercak, dsb) dan kelainan yang tersembunyi (misalnya pucat, fasikulasi). Palpasi dilakukan
dengan meraba tubuh pasien untuk mengetahui adanya nyeri atau nyeri tekan. Pemeriksaan
dimulai dengan penekanan yang ringan dan lembut, lalu dilanjutkan dengan penekanan yang
lebih kuat. Perkusi dilakukan dengan mengketuk ketuk tubuh pasien dan membandingkan
suara suara yang terdengar di setiap daerah tubuh pasien. Terakhir, auskultasi dilakukan dengan
menggunakan alat bantu stetoskop untuk mendengarkan suara seperti suara detakan jantung atau
suara saat melakukan inspirasi / ekspirasi.1
Dalam skenario 12 didapatkan tanda tanda vital pasien dalam keadaan normal, akan
tetapi status lokalis region femur dekstra tampak adanya edema, hematom, deformitas, posisi
abduksi dan sedikit eksorotasi, palpasi teraba fragmen tulang, terdapat nyeri tekan dan terdapat
nyeri gerak.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan yang dapat membantu dokter untuk
menyingkirkan diagnosis pembanding, untuk menegakkan diagnosis, maupun untuk memilih
terapi yang tepat untuk dijalankan oleh pasien. Dalam memilih pemeriksaan penunjang, dokter
haruslah bijaksana dan haruslah mempertimbangkan berbasgai faktor yang terlibat, selain itu
pemeriksaan penunjang yang akan di jalankan oleh pasien haruslah informative untuk dokter
tersebut. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan oleh pasien tersebut adalah:6,7
1. Rontgen foto rontgen harus memenuhi beberapa syarat:
a. Letak patah tulang di pertengahan foto dan sinar harus menembus tempat ini
b.
c.
d.
e.
Diagnosis Kerja
Fraktur tertutup regio femur dekstra
Os Femur
Os femur merupakan tulang panjang dalam tubuh yang dibagi atas Caput Corpus dan
Collum dengan ujung distal dan proximal. Tulang ini bersendi dengan acetabulum dalam struktur
persendian panggul dan bersendi dengan tulang tibia pada sendi lutut. Tulang paha atau tungkai
atas merupakan tulang terpanjang dan terbesar pada tubuh yang termasuk seperempat bagian dari
panjang tubuh. Tulang paha terdiri dari 3 bagian yaitu epiphysis proximal, diaphysis, dan
epiphysis distalis.8
Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur dapat berbentuk transversa, obliqe,
atau spiral. Pada fraktur patahan dahal (greenstick), hanya satu sisi tulang yang mengalami
fraktur, sisi lainnya menekuk (biasanya tulang imatur). Pada fraktur komunutif terdapat dua atau
lebih fragmen tulang. Pada fraktur komplikata, beberaapa struktur organ lain juga rusak
(misalnya saraf atau pembuluh darah). Pada fraktur compound, terdapat robekan kulit diatasnya
(atau visera di dekatnya) dengan potensi kontaminasi pada ujung tulang. Fraktur patologis
merupakan fraktur yang terjadi karena kelemahan tulang oleh suatu penyakit, misalnya suatu
metastasis.9
Jenis jenis fraktur:9,10,11
a. Fraktur tertutup (closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open / compound) bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukan di kulit, fraktur terbuka dibagi menjadi 3
derajat, yaitu:
i.
Derajat I
Luka kurang dari 1 cm
Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
Fraktur sederhana, tranversal, obliqe atau kumulatif ringan
Kontaminasi ringan
ii.
Derajat II
5
iii.
Patofisiologi
Tulang bersifat selalu rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan daya tahan pegas
untuk menahan tekanan, tulang yang mengalami fraktur, biasanya diikuti dengan kerusakan
jaringan sekitarnya. Fraktur ini suatu permasalahan yang kompleks karena pada fraktur tersebut
tidak dilukai luka terbuka sehingga dalam meresponi fraktur tersebut perlu pertimbangan dengan
fiksasi yang baik agar tidak timbul komplikasi selama reposisi. Penggunaan fiksasi yang tepat
yaitu dengan internal fiksasi jenis plate dan screw. Dilakukan operasi terhadap tulang ini
bertujuan mengembalikan posisi tulang yang patah ke normal atau posisi tulang sudah dalam
keadaan sejajar sehingga akan terjadi proses penyambungan tulang.11
Tahapan penyembuhan fraktur tulang melalui beberapa tahap antara lain:11
a. Hematoma
i.
Tulang patah mengenai pembuluh darah
ii.
Terbentuk hematoma di sekitar pepatahan
iii.
Hematoma dibentuk jaringan lunak di sekitarnya
iv. Permukaan tulang yang patah tidak mendapat supplay
v. Berlangsung selama 24 jam setelah terjadi perpatahan
b. Proliferasi
i.
Sel sel periosteum dan endosteum paling menonjol pada tahap ini
ii.
Proliferasi dari sel sel dalam periosteum yang menutupi fraktur, sel sel ini
iii.
lain.
iv. Berlangsung selama 3 4 hari
c. Kalsifikasi
7
i.
Jaringan seluler yang keluar dari masing masing fragmen yang sudah matang
ii.
Sel sel memberi perlengkapan untuk osteoblast
iii.
Condoblast membentuk callus yang belum masak dan membentuk jendolan
iv. Ada rigiditas pada fraktur
v. Berlangsung selama 6 12 mgg
d. Konsolidasi
i.
Callus yang belum masak akan membentuk callus
ii.
Berlangsung bertahap dan berubah ubah
iii.
Adanya aktivitas osteoblast menjadi tulang yang lebih kuat dan massa strukturnya
berlapis lapis
iv. Berlangsung setelah 12 14 minggu
e. Remodeling
i.
Tulang menyambung atau membentuk baik dari luar maupun dari dalam canalis
ii.
iii.
medularis
Osteoblast mengabsorbsi pembentukan tulang yang lebih
Berlangsung selama 24 minggu sampai 1 tahun11
hemorage
Perubahan ini membuat peradangna mengarah pada nyeri dan protektif spastic
b. Pembekuan
Dengan adanya luka yang diikuti pendarahan dan vasokonstriksi pada pembuluh
darah, mekanisme pembekuan biasanya selesai selama 5 menit tetapi dapat
Gejala klinis
Gejala klinis fraktur adalah didapatkan adanya riwayat trauma, hilangnya fungsi, tanda
tanda inflamasi yang berupa nyeri akut dan berat, pembengkakan local, merah / perubahan
warna, dan panas pada daerah tulang yang patah. Selain itu ditandai juga dengan deformitas,
dapat berupa angulasi, rotasi, atau pemendekan, serta krepitasi. Apabila fraktur terjadi pada
ekstremitas atau persendian, maka akan ditemui keterbatasan LGS (lingkup gerak sendi).
Pseudoartrosis dan gerakan abnormal.7
Adanya fraktur tulang menimbulkan tanda tanda seperti berikut:7
a.
b.
c.
d.
Angulasi
Rotasi
Pemendekan (shortening)
False movement
Selain itu ada juga tanda tanda yang tidak pasti, yakni oedem, nyeri (nyeri gerak dan nyeri
sumbu), dan memar. Ketika dilakukan pemeriksaan fisik perabaan di bagian fraktur, pasien
dengan sengaja atau tidak sengaja menggerakan bagian yang fraktur akan terdapat
krepitasi.1,7
Etiologi dan Epidemiologi
Dimana kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya trauma
rata rata setiap penduduk. Penduduk Amerika Serikat juga mengalami trauma dan 50%
memerlukan tindakan medis, 3.6 juta (12%) membutuhkan perawatan tumah sakit didapatkan
10
300 juta orang diantaranya menderita kecacatan yang menetap (1%) dan 8.7 juta orang menderita
kecacatan sementara (30%). Sedangkan di Indonesia tercatat kurang lebih 12.000 orang
pertahunnya mengalami kecelakaan lalu lintas. Dilihat dari banyaknya kecelakaan sebagai
akibatnya selain kematian adalah kondisi patah tulang atau fraktur.11
Penatalaksanaan
Perlu diketahui bahwa pada dasarnya yang harus diperhatikan dalam menangani patah
tulang adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi semula (reposisi) dan
mempertahankan posisi itu selama proses penyembuhan patah tulang (imobilisasi).1,7
Reposisi tidak harus sempurna, karena tulang memiliki kemampuan menyesuaikan
bentuknya kembali seperti bentuk semula (proses remodeling). Kelayakan reposisi dinilai dari
angulasi seminimum mungkin (20 30 derajat masing dapat diremodelling), rotasi seminimum
mungkin (tidak dapat dikoreksi oleh remodeling), dan pemendekan seminimum mungkin.1,7
Medica Mentosa
Nyeri yang seringkali timbul akibat fraktur dapat diberikan parasetamol 500mg hingga
dosis maksimum 3000mg per hari, bila respon tidak kuat dapat ditambahkan kodein 10mg.
langkah selanjutnya adalah dengan menggunakan NSAIDs seperti ibuprofen 400mg 3x sehari.
Pada keadaan sangat nyeri (terutama bila terdapat osteoporosis) berikan kalsitonin 50 100 IU
subkutan malam hari. Golongan narkotik hendaknya dihindari karena dapat menyebabkan
delirium. 1,7
Tatalaksana terhadap infeksi dapat menggunakan antimikroba, dimana antimikroba harus
dapat menembus tulang, nontoksik, mudah didapat, dan murah. Antimikroba harus dipilih
berdasarkan kemungkinan bakteri yang menyebabkan (dibuktikan secara in vitro) atau sesuai
kebutuhan pasien. Direkomendasikan pemberian IV selama setidaknya 2 minggu pertama.1,7
Non Medica Mentosa
11
1. Perawatan tertutup biasanya jarang diindikasikan untuk fracture batang femur pada orang
dewasa. Bentuk yang paling efektif dalam perawatan ini adalah traksi skeletal selama 2 3
bulan, diikuti balutan eksternal dan balutan penyangga (brace). Posisi yang baik mungkin
sulit untuk dipertahankan, dan seringkali ditemukan kekakuan sendi. Fraktur femur distal
lebih cocok menggunakan metode gips penyangga. Setelah 6 minggu ditraksi, pasien dapat
menggunakan gips kaki panjang berengsel untuk dapat melakukan pergerakan dini.1,7
2. Perawatan operatif kebanyakan menggunakan pen intrameduler yang memungkinkan
mobilisasi pasien, reposisi yang lebih anatomis, peningkatan fungsi genu dengan mengurangi
waktu traksi, dan mengurangi biaya rumah sakit.1,7
Dapat dilakukan dengan cara:1,7
a. Memasukkan nail dari area fraktur ke fragmen proksima, kemudian mereposisi area
fraktur tersebut sehingga nail masuk ke frakmen distal. Metode ini menyebabkan
hilangnya banyak darah. Sedangkan metode lain adalah dengan mereposisi fraktur
dengan manupulasi tertutup di atas meja fraktur di bawah kontrol fluoroskopi.1,7
b. Menginsisi proksimal trochanter major, dan memasukkan nail melalui lubang trochanter
ke canalis medularis. Metode ini mengurangi resiko infeksi dan non union dengan
mengurangi jumlah jaringan lunak yang dibuka dan membiarkan lokasi fraktur tetap
tertutup. Apabila fraktur kominutif atau tidak stabil (misalnya fraktur batang femur
distal), dapat dipergunakan interlocking nails yang dikombinasi dengan pelat untuk
netralisasi posisi. Pen boleh dilepaskan setelah 1 1.5 tahun. Namun fiksasi eksternal
tidak sufisien untuk mengendalikan posisi fraktur yang mendapat tarikan yang besar dari
otot atau pada fraktur yang tidak stabil. Fiksasi dengan pelat biasanya hanya digunakan
untuk keadaan tertentu misalnya lempeng epifiseal yang masi terbuka, fraktur collum
femur ipsilateral, dan untuk mengkoreksi osteotomi.1,7
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin dapat terjadi akibat fraktur tersebut ialah:1,7
1. Cedera pembuluh darah dan saraf
2. Delayed union, mal union, non union
12
a. Non union lazim terjadi pada fraktur pertengahan batang femur, trauma
kecepatan tinggi dan fraktur dengan interposisi jaringan lunak diantara fragmen.
Fraktur yang tidak menyatu memerlukan bone grafting dan fiksasi interna
b. Mal union disebabkan oleh abductor dan aduktor yang bekerja tanpa aksi
antagonis pada fragmen atas untuk abductor dan fragmen distal untuk aduktor.
3.
4.
5.
6.
7.
Infeksi pascabedah
Delayed union, mal union, non union
Refraktur
Cedera neurovascular
Resiko operasi kedua untuk melepas alat fiksasi
Kesimpulan
13
Pasien mengalami fraktur tertutup incomplete pada regio femur dekstra. Penanganan
fraktur terutama perlu memperhatikan prinsip reposisi dan imobilisasi supaya fungsi bagian yang
patah dapat menyambung kembali dan berfungsi dengan baik, dan debridement merupakan
langkah awal yang sangat penting dalam penanganan fraktur.
Daftar Pustaka
1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke 2. Jakarta: EGC;
2004.h.840 54.
2. Supartondo, Setiyohadi B. Buku ajar ilmu penyakit dalam: Anamnesis. Edisi ke 5.
Vol.1. Jakarta : Interna Publishing. 2009.h.25 7.
3. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2005.h. 12
52.
4. Janice L, Willms, Henry S. Paula S, Algranti. Diagnosis fisik. Jakarta: EGC; 2003.h.50.
5. Morton PG. Penduan pemeriksaan kesehatan dengan dokumentasi soapie. Edisi ke 2.
Jakarta: EGC; 2003.h. 56.
6. Ekayuda I. Trauma skelet. In: Sjahriar Rasad. Radiologi diagnostik. Edisi ke 2. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2011.h.31 2
7. Sabiston DC. Sabiston textbook of sugery : the biological basis of modern surgical
practice. 19th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier; 2012.p. 441, 480 91.
8. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemila. Jakarta: EGC; 2003.h.146 8.
9. Smeltzer, Suzanne C. Buku ajar keperawatan medical bedah dari Brunner & Suddarth.
Edisi ke 8. Jakarta: EGC; 2001.h.373 87.
10. Patel PR. Radiologi. Edisi ke 2. Jakarta: Erlangga; 2006.h.222 3.
11. Brinker. Review of orthopaedic trauma. Pennsylvannia: Saunders Company; 2001.p.127
35.
14
15