Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Banyak kelainan kaki muncul sebagai deformitas yang mungkin akibat cacat
kongenital,ketidakseimbangan otot, kelemahan ligamen, atau ketidakstabilan sendi.
Deformitas yang ada ini dipertahankan dan diperburuk oleh beban abnormal dan
tekanan sepatu. Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) yang juga dikenal sebagai
club-foot bukan merupakan malformasi embrionik. Kaki yang pada mulanya normal
akan menjadi pengkor selama trimester kedua kehamilan.suatu kelainan bawaan yang
sering ditemukan pada bayi yang baru lahir, dengan koreksi yang sebenarnya sulit
dilakukan. Sering ditemukan karena ketidaktahuan keluarga penderita, sehingga
kelainan menjadi terbengkalai. Gangguan terjadi pada perkembangan ekstremitas
inferior, terutama pada tulang calcaneus, talus, dan naviculare. CTEV termasuk
dalam sindromik bila kasus ini ditemukan bersamaan dengan gambaran klinik lain
sebagai suatu bagian dari sindrom genetik, dapat ditemukan gangguan neurologis dan
neuromuskular, seperti spina bifida. Akan tetapi CTEV dapat timbul sendiri tanpa
didampingi gambaran klinik lain, yaitu CTEV idiopatik. Pada jenis idiopatik tidak
ditemukan kelainan neuromuscular yang nyata, tetapi kemungkinan kecacatan
disebabkan oleh ketidak seimbangan otot pada janin yang sedang berkembang. Tetapi
bentuk yang paling sering ditemui adalah CTEV idiopatik.
Perawatan dengan cara memanipulasi kaki dengan lembut untuk kemudian
dipasang perban merupakan metode yang digunakan hingga saat ini secara non
operatif. Intervensi operasi telah dilakukan sejak abad 18 dengan lorens Axhiles
tenotomy hingga ditemukannya teknik manipulasi dan casting serial pada 1930 yang
diperrbaiki oleh Ignacio Ponseti pada 1950.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) atau sering disebut Clubfoot adalah
fiksasi dari kaki pada posisi talus menunjuk ke arah bawah (equinus), bagian leher
berdeviasi kearah tengah dan bagian tubuh berotasi sedikit ke luar dalam
hubungannya dengan kalkaneus; navuculare dan seluruh kaki depan bergeser ke
tengah dan supinasi.7
2.2 EPIDEMIOLOGI
Insiden dari CTEV bervariasi, bergantung dari ras dan jenis kelamin. Insiden
CTEV sebesar 2 kasus setiap 1000 kelahiran hidup. Lebih sering ditemukan pada bayi
laki-laki \dengan perbandingan kasus laki-laki dan perempuan adalah 2:1. 50%
bersifat bilateral.1,7
2.3 ETIOLOGI
Etiologi yang sebenarnya dari CTEV tidak diketahui dengan pasti. Pada
beberapa

kelainan

adanya

perkembangan

defek

fetal

dimana

terjadi

ketidakseimbangan otot invertor dan evertor. akan tetapi banyak teori mengenai
etiologi CTEV, antara lain :
a

faktor mekanik intra uteri


adalah teori tertua dan diajukan pertama kali oleh Hipokrates. Dikatakan
bahwa kaki bayi ditahan pada posisi equinovarus karena kompresi eksterna
uterus. Parker (1824) dan Browne (1939) mengatakan bahwa adanya

oligohidramnion mempermudah terjadinya penekanan dari luar karena


b
c
d

keterbatasan gerak fetus.


herediter
Wynne dan Davis mengemukakan bahwa adanya mutasi gen
Enterovirus (infeksi TORCH).
Gangguan perkembangan fetus
Atlas dkk (1980), menemukan adanya abnormalitas pada vaskulatur kasuskasus CTEV. Didapatkan adanya bloking vaskular setinggi sinus tarsalis. Pada
bayi dengan CTEV didapatkan adanya muskulus yang tidak berfungsi (muscle
wasting) pada bagian ipsilateral, dimana hal ini kemungkinan dikarenakan

berkurangnya perfusi arteri tibialis anterior selama masa perkembangan


defek plasma sel primer
Irani & Sherman telah melakukan pembedahan pada 11 kaki dengan CTEV
dan 14 kaki normal. Ditemukan bahwa pada kasus CTEV leher dari talus
selalu pendek, diikuti rotasi bagian anterior ke arah medial dan plantar.
Mereka mengemukakan hipotesa bahwa hal tersebut dikarenakan defek dari
plasma sel primer.4

2.4 PATOFISIOLOGI
Jaringan Lunak
1
2

Otot gastroknemius mengecil


Tendon Achiles memendek dengan arah mediokaudal dan menyebabkan

varus; begitu pula tendon halucis longus dan digitorum komunis


Tendon tibialis anterior dan posterior memendek, sehingga kaki bagian depan

(forefoot) menjadi aduksi


Ligament antara talus, kalkaneus, naviculare menebal dan memendek. Fasia
plantaris menebal dan memendek, yang dengan kuat menahan kaki pada
posisi equines dan membuat navicular dan calcaneus dalam posisi adduksi dan
inversi

Tulang

Sebagian besar deformitas terjadi di tarsus. Pada saat lahir, tulang tarsal, yang hampir
seluruhnya masih berupa tulang rawan, berada dalam posisi fleksi, adduksi, dan
inversi yang berlebihan. Talus dalam posisi plantar fleksi hebat, collumnya
melengkung ke medial dan plantar, dan kaputnya berbentuk baji. Navicular bergeser
jauh ke medial, mendekati malleolus medialis, dan berartikulasi dengan permukaan
medial caput talus. Calcaneus adduksi dan inversi dibawah talus. Bentuk sendi-sendi
tarsal relatif berubah karena perubahan posisi tulang tarsal. Forefoot yang pronasi,
menyebabkan arcus plantaris menjadi lebih konkaf (cavus). Tulang-tulang metatarsal
tampak fleksi dan makin kemedial makin bertambah fleksi. 5

2.4.1 Gb CTEV secara anatomis


Secara histology dibawah mikroskop, berkas serabut kolagen menunjukkan gambaran
bergelombang yang dikenal sebagai crimp (kerutan). Kerutan ini menyebabkan
ligament mudah diregangkan. Peregangan ligamen pada bayi, yang dilakukan dengan
gentle, tidak membahayakan. Kerutan akan muncul lagi beberapa hari berikutnya,
yang memungkinkan dilakukan peregangan lebih lanjut. Inilah sebabnya mengapa
koreksi deformitas secara manual mudah dilakukan.5

2.4.2 Gb foto mikrografi ligament tibionaviculare


2.5 KLASIFIKASI
Beberapa jenis klasifikasi yang dapat ditemukan antara lain :
1

Typical Clubfoot
Ini merupakan jenis Clubfoot yang klasik hanya menderita kaki pengkor saja
yang sering ditemukan. Umumnya dapat dikoreksi dengan lima casting dan
manajemen dari Ponseti mengatakan hasil jangka panjangnya baik dan
sempurna. Yang dimasukkan jenis clubfoot ini diantaranya:
a Positional Clubfoot Sangat jarang ditemukan, sangat fleksibel dan diduga
akibat jepitan intrauterin. Pada umumnya koreksi dapat dicapai dengan
b
c

satu atau dua kali pengegipan.


Delayed treated clubfoot ditemukan pada anak berusia 6 bulan atau lebih.
Recurrent typical clubfoot dapat terjadi baik pada kasus yang awalnya
ditangani dengan metode Ponseti maupun dengan metode lain. Relaps
lebih jarang terjadi dengan metode Ponseti dan umumnya diakibatkan
pelepasan brace yang terlalu dini. Rekurensi supinasi dan equinus paling
sering terjadi. Awalnya bersifat dinamik namun dengan berjalannya waktu

d
2

menjadi fixed.
Alternatively treated typical clubfoot termasuk kaki pengkor yang

ditangani secara operatif atau pengegipan dengan metode non-Ponseti.


Atypical Clubfoot

Clubfoot jenis ini biasanya diartikan sebagai penyakit lain. Dengan ponsenti
manajemen maslah yang timbul biasanya sulit dikoreksi. Yang dimasukkan
a

dalam kategori ini antara lain:


Rigid atau Resistant atypical clubfoot dapat kurus atau gemuk. Kasus dengan
kaki yang gemuk lebih sulit ditangani. Kaki tersebut umumnya kaku, pendek,
gemuk dengan lekukan kulit yang dalam pada telapak kaki dan dibagian
belakang pergelangan kaki, terdapat pemendekan metatarsal pertama dengan
hiperekstensi sendi metatarsophalangeal (halaman 22). Deformitas ini terjadi

pada bayi yang menderita kaki pengkor saja tanpa disertai kelainan yang lain.
Syndromic clubfoot Selain kaki pengkor ditemukan juga kelainan kongenital
lain (halaman 23). Jadi kaki pengkor merupakan bagian dari suatu sindroma.
Metode Ponseti tetap merupakan standar penanganan, tetapi mungkin lebih
sulit dengan hasil kurang dapat diramalkan. Hasil akhir penanganan lebih
ditentukan oleh kondisi yang mendasarinya daripada kaki pengkor nya

c
d

sendiri.
Tetralogic clubfoot -- seperti pada congenital tarsal synchondrosis.
Neurogenic clubfoot -- berhubungan dengan kelainan neurologi seperti

meningomyelocele.
Acquired clubfoot -- seperti pada Streeter dysplasia.5

GAMBARAN KLINIS
Pada CTEV ( clubfoot ) sudah jelas ditemukan kelainannya sejak baru
lahir. Kedua kakinya berputar dan terplintir ke dalam sehingga alas kakinya
menghadap ke posteromedial. Lebih tepatnya, pergelangan kaki ( ankle )
dalam posisi equinus, telapak kaki inversi dan forefoot dalam keadaan adduksi
dan supinasi. Kadang terdapat kelengkungan yang besar ( cavus ) dan talus
menonjol keluar pada permukaan dorsolateral kaki. Tumit biasanya kecil dan
tinggi, terlihat kurus.
Bayi harus selalu diawasi untuk mengetahui adanya kelainan-kelainan
misalnya dislokasi pinggul congenital dan spina bifida. Tidak ditemukannya

lipatan mengindikasikan arthogryposis, lihatlah apakah ditemukan adanya


kelainan sendi yang lain.5,6,7

Gb 2.6.1. Gambaran kaki dengan CTEV


7

GAMBARAN RADIOLOGIS
Radiologis
Tiga komponen utama dari kelainan bentuk yang akan jelas tampak pada
radiographi:6,7
Fleksi plantar anterior kalkaneus sedemikian rupa sehingga sudut
antara

sumbu

panjang

tibia

dan

sumbu

panjang

kalkaneus

(tibiocalcaneal sudut) lebih besar dari 90

Gambar 2.7.1
Talus diasumsikan tetap fix terhadap tibia. Kalkaneus dianggap yang
berputar menjadi Varus posisi (ke arah garis tengah). Pada tampilan

lateral, sudut antara sumbu panjang sumbu panjang kalkaneus


(talocalcaneal sudut) adalah kurang dari 25 ,dan 2 tulang hampir
sejajardalam kondisi normal (lihat Gambar 2.7.2-2.7.3 ).

Gambar 2.7.2

Gambar 2.7.3
Talocalcaneal sudut kurang dari 15 , dan 2 tulang tampak tumpang
tindih lebih dari biasanya. sumbu longitudinal melalui tengah landaian
(midtalar line) melalui lateral ke dasar metatarsal pertama, karena
adalah medial kaki depan menyimpang (lihat Gambar 2.7.4-2.7.5).

Gambar 2.7.4

Gambar 2.7.5
Kaki depan supinasi Varus dan meningkatkan konvergensi dari basis
metatarsal, dibandingkan dengan sedikit normal konvergensi (lihat
Gambar 2.7.6). Pada pandangan lateral, tampak gambaran seperti
tangga dari tulang metatarsal pada forefoot varus (lihat Gambar 2.7.7).

Gambar 2.7.6

Gambar 2.7.7
8

SCORING CTEV

20 points
Equinus : 4 points

Sagittal plane evaluation of equinus

Varus : 4 points

Internal
Rotation :
4 points

Horizontal plane evaluation of derota


of the calcaneopedal block

Adduction :
4 points

Frontal plane evaluation of varus


Horizontal plane evaluation of forefo
Relative to hindfoot

Gb 2.8.1 Perhitungan klasifikasi CTEV


Grade 1
Grade 2
Grade 3
Grade 4

Benign (score < 5)


Moderat (score 5-10)
Considerable reducibility (score 10-15)
Resistant and partially reducible (score 15-20)8

2.9 PENATALAKSANAAN TERAPI NON OPERATIF


Dengan penatalaksanaan terapi non operatif, maka pemasangan splint dimulai
pada bayi berusia 2-3 hari. Urutan dari koreksi yang akan dilakukan adalah sebagai
berikut :
1

Adduksi dari forefoot

Supinasi forefoot

Equinus7

Usaha-usaha untuk memperbaiki posisi equinus di awal masa koreksi dapat


mematahkan kaki pasien, dan mengakibatkan terjadinya rockerbottom foot ( kaki
seperti kursi goyang ). Tidak boleh dilakukan pemaksaan saat melakukan koreksi.
Beberapa metode terapi:
a

Ponsetti method

French method

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Richard pada 2009, kekambuhan terjadi
29% dari kaki yang yang telah sukses di terapi menggunakan metode French
functional dan 37% terjadi kekambuhan dari metode Ponseti. Namun pada
pemantauan lebih lanjut, terapi dengan metode poseti menjadi baik sebanyak 72%,

dan buruk 16%, sedang dengan menggunakan metode French functional 67% menjadi
baik dan buruk 16%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode Ponseti dan French
functional tidak menunjukkan hasil yang berbeda jauh. Namun orang tua
pasiencenderung memilih metode ponsetti sebagai terapi bagi anaknya dua kali lebih
banyak dibandingkan French Methode karena lebih murah.2,3
1

Metode Ponsetti

Metode ini dikembangkan oleh dr. Ignacio Ponseti dari Universitas Iowa. Metode
ini dilakukan secepatnya setelah kelahiran. Metode ini dikembangkan dari penelitian
kadaver dan observasi klinik yang dilakukan oleh dr. Ponseti. Lebih dari dekade
terakhir metode Ponseti telah diterima diseluruh dunia sebagai metode penanganan
kaki pengkor yang paling efektif dan paling murah. Deformitas utama yang terjadi
pada kasus CTEV adalah adanya rotasi tulang kalkaneus ke arah intenal (adduksi)
dan fleksi plantar pedis. Kaki berada dalam posisi adduksi dan plantar pedis
mengalami fleksi pada sendi subtalar.
Koreksi kaki pengkor dilakukan dengan mengabduksikan kaki yang telah
disupinasikan sambil melakukan counterpressure pada aspek lateral caput talus untuk
mencegah rotasi talus di ankle. Plaster cast (gips) yang dibentuk (molding) dengan
baik akan mempertahankan kaki dalam posisi yang tepat. Ligamen tidak boleh
diregangkan melebihi batas kewajaran nya. Setelah 5 hari, ligamen dapat
diregangkan lagi untuk meningkatkan derajat koreksi lebih lanjut. Tulang dan sendi
akan mengalami remodelling tiap kali gips diganti karena sifat jaringan ikat, kartilago
dan tulang yang akan berubah mengikuti perubahan arah stimulus mekanik.
Bandingkan posisi normal tulang tarsal [2 kiri] dengan kaki pengkor [2 kanan].
Perhatikan talus [merah] berubah bentuk dan navicular [kuning] bergeser ke medial.
Kaki memuntir (rotasi) mengelilingi caput talus [panah biru]. Koreksi Ponseti dicapai
dengan membalikkan arah rotasi ini [3]. Koreksi dicapai secara bertahap dengan gips

serial. Tehnik Ponseti memperbaiki deformitas dengan cara merotasikan kaki


disekitar caput talus [lingkaran merah] secara bertahap selama beberapa minggu
pengegipan tersebut.5

h
2.9.1 Gb Perbandingan kaki normal dg CTEV

2.9.2 Gb Koreksi Ponsetti

Metode ini dikerjakan segerea setelah kelahiran (7-10 hari). Bahkan deformitas
dari clubfoot masih dapat dikoreksi dari umur 9 bulan. Terapi yang dimulai dari usia
9 hingga 28 bulan masih dapat dikoreksi walau tidak sebaik jika terapi kurang dari 9
bulan. Kebanyakan clubfoot dapat dikoreksi dalam waktu 6 minggu setelah
penggunaan enam atau tujuh plaster cast yang diganti tiap minggunya.

Jika

deformitas tidak terkoreksi setelah 6 atau 7 kali ganti gips, kemungkinan besar
penanganan selanjutnya akan gagal. Pada semua pasien dengan kaki pengkor
unilateral, kaki pengkor sedikit lebih pendek (rata-rata 1,3 cm) dan lebih sempit
(ratarata 0,4 cm) daripada kaki normal. Panjang tungkai sama, tetapi lingkaran
tungkai yang sakit lebih kecil (rata-rata 2,3 cm). Kaki tersebut kuat, fleksibel, dan
bebas nyeri. Koreksi ini diharapkan tetap bertahan sepanjang hayat pasien. Hal ini
memberikan kesempatan untuk menjalani masa anak-anak secara normal dengan kaki
yang bebas nyeri dan mobile selama kehidupan dewasa.Metode ini telah terbukti 90%
sukses dalam mengkoreksi clubfoot, namun kegagalan pada umumnya terjadi karena
kaki kaku dengan lipatan yang dalam pada tapak kaki sehingga dibutuhkan koreksi
operasi. 5
Kebanyakan kaki pengkor dapat dikoreksi dengan manipulasi singkat dan gips
dalam koreksi maksimal. Setelah kira-kira 5 kali pengegipan cavus, adduktus, dan
varus dapat terkoreksi. Tenotomi Achilles perkutan dilakukan pada hampir semua
kasus untuk menyempurnakan koreksi equinus, kemudian kaki di gips selama 3
minggu. Koreksi ini dipertahankan dengan foot abduction brace yang dipakai malam
hari sampai anak berumur 2-4 tahun. Kaki yang ditangani dengan metode ini terbukti
kuat, fleksibel dan bebas nyeri, sehingga memungkinkan untuk menjalani kehidupan
yang normal.5,7
2.9.1.1 Koreksi Gips Ponsetti

Menentukan

letak

kaput

talus

dengan

tepat

Tahap ini sangat penting. Pertama, palpasi kedua malleoli (garis biru) dengan
ibu jari dan jari telunjuk dari tangan A sementara jari-jari dan metatarsal
dipegang dengan tangan B. Kemudian, geser ibu jari dan jari telunjuk tangan
A ke depan untuk dapat meraba caput talus (garis merah) di depan
pergelangan kaki. Karena navicular bergeser ke medial dan tuberositasnya
hampir menyentuh malleolus medialis, kita dapat meraba penonjolan bagian
lateral dari caput talus (merah) yang hanya tertutup kulit di depan malleolus
lateralis. Bagian anterior calcaneus dapat diraba dibawah caput talus. Dengan
menggerakkan forefoot dalam posisi supinasi kearah lateral, kita dapat meraba
navicular bergeser -- meskipun sedikit -- didepan caput talus sedangkan tulang
calcaneus akan bergerak ke lateral di bawah caput talus.

MengurangiCavus
Bagian

pertama

metode

Ponseti

adalah

mengoreksi

cavus

dengan

memposisikan kaki depan ( forefoot ) dalam alignment yang tepat dengan kaki
belakang ( hindfoot). Cavus, yang merupakan lengkungan tinggi di bagian
tengah kaki [ 1 garis lengkung kuning], disebabkan oleh pronasi forefoot
terhadap hindfoot. Cavus ini hampir selalu supel pada bayi baru lahir dan
dengan mengelevasikan jari pertama dan metatarsal pertama maka arcus
longitudinal kaki kembali normal [2 dan 3]. Forefoot disupinasikan sampai
secara visual kita dapat melihat arcus plantar pedis yang normal -- tidak
terlalu tinggi ataupun terlalu datar. Alignment (kesegarisan) forefoot dan
hindfoot untuk mencapai arcus plantaris yang normal sangat penting agar
abduksi -- yang dilakukan untuk mengoreksi adduksi dan varus -- dapat
efektif.

Gb 1

Gb 2

Gb 3
3

Long Leg Cast


Setelah kaki dimanipulasi, maka langkah selanjutnya adalah memasang long
leg cast untuk mempertahankan koreksi yang telah dilakukan.
a Manipulasi Awal Sebelum gips dipasang, kaki dimanipulasi lebih dahulu.
Tumit tidak disentuh sedikitpun agar calcaneus bisa abduksi bersamasama dengan kaki [4].

Memasang padding Pasang padding yang tipis saja [5] untuk


memudahkan molding. Pertahankan kaki dalam posisi koreksi yang
maksimal dengan cara memegang jari-jari dan counter pressure pada caput
talus selama pemasangan gips.

Pemasangan Gips Pasang gips di bawah lutut lebih dulu kemudian


lanjutkan gips sampai paha atas. Mulai dengan tiga atau empat putaran
disekeliling jari-jari kaki [6] kemudian ke proksimal sampai lutut [7].
Pasang gips dengan cermat. Saat memasang gips diatas tumit, gips
dikencangkan sedikit. Kaki harus dipegang pada jari-jari, gips
dilingkarkan di atas jari-jari pemegang agar tersedia ruang yang cukup
untuk pergerakan jari-jari.

Molding gips Koreksi tidak boleh dilakukan secara paksa dengan


menggunakan gips. Gunakanlah penekanan yang ringan saja. Jangan
menekan caput talus dengan ibu jari terus menerus, tapi tekan-lepastekan berulangkali untuk mencegah pressure sore. Molding gips di atas
caput talus sambil mempertahankan kaki pada posisi koreksi [1].
Perhatikan ibu jari tangan kiri melakukan molding gips di atas caput talus
sedangkan tangan kanan molding forefoot (dalam posisi supinasi). Arcus
plantaris dimolding dengan baik untuk mencegah terjadinya flatfoot atau
rocker-bottom

deformity. Tumit

dimolding

dengan

baik

dengan

membentuk gips di atas tuberositas posterior calcaneus. Malleolus


dimolding dengan baik. Proses molding ini hendaknya merupakan proses
yang dinamik, sehingga jari-jari harus sering digerakkan untuk
menghindari tekanan yang berlebihan pada satu tempat. Molding
dilanjutkan sambil menunggu gips keras.

Lanjutankan gips sampai paha Gunakan padding yang tebal pada


proksimal paha untuk mencegah iritasi kulit [2]. Gips dapat dipasang
berulang bolak-balik pada sisi anterior lutut untuk memperkuat gips disisi
anterior [3] dan untuk mencegah terlalu tebalnya gips di fossa poplitea,
yang akan mempersulit pelepasan gips.

Potong gips Biarkan gips pada sisi plantar pedis untuk menahan jari-jari
[4]

dan

potong

gips

dibagian

dorsal

sampai

mencapai

sendi

metatarsophalangeal. Potong gips dibagian tengah dulu kemudian


dilanjutkan kemedial dan lateral dengan menggunakan pisau gips. Biarkan
bagian dorsal semua jari-jari bebas sehingga dapat ekstensi penuh.
Perhatikan bentuk gips yang pertama [5]. Kaki equinus, dan forefoot
dalam keadaan supinasi.

Ciri dari abduksi yang adekuat


Pastikan abduksi kaki cukup adekuat terlebih dulu agar kita dapat melakukan
dorsofleksi kaki 0-5 dengan aman sebelum melakukan tenotomi.
a Tanda terbaik abduksi yang adekuat adalah kita dapat meraba processus
b
c

anterior calcaneus yang terabduksi keluar dari bawah talus.


Kaki dapat diabduksi sekitar 60 derajat terhadap bidang frontal tibia.
Calcaneus neutral atau sedikit valgus. Hal ini ditentukan dengan meraba

bagian posterior dari calcaneus.


Ingat ini merupakan deformitas tiga dimensi dan deformitas ini dikoreksi
bersamaan. Koreksi dicapai dengan mengabduksi kaki di bawah caput talus.
Kaki samasekali tidak boleh dipronasikan.
Setelah dapat dicapai abduksi kaki maksimal, kebanyakan kasus membutukan
dilakukannya tenotomi perkutaneus pada tendon Achilles. Tenotomi dilakukan
untuk mengoreksi equinus setelah cavus, adduksi, dan varus sudah terkoreksi
baik akan tetapi dorsofleksi ankle masih kurang dari 10 derajat. Hal ini
dilakukan dalam keadaan aspetis. Daerah lokal dianestesi dengan kombinasi
antara lignokain topikal dan infiltrasi lokal minimal menggunakan lidokain.
Tenotomi dilakukan dengan cara membuat irisan menggunakan pisau Beaver
(ujung bulat). Luka post operasi kemudian ditutup dengan jahitan tunggal
menggunakan benang yang dapat diabsorbsi. Pemasangan gips terakhir
dilakukan dengan kaki yang berada pada posisi dorsofleksi maksimum,
kemudian gips dipertahankan hingga 2-3 minggu.

Pelepasan Casting

Lepas setiap cast diklinik sebelum cast yang baru dipasang. Hindari melepas
cast sebelum sampai diklinik karena dapat merusak perbaikan yang sudah ada

saat mengganti cast.


Pilihan untuk melepas
Hindari menggunakan gergaji saat melepas cast karena menakutkan bayi dan
keluarganya, selain itu juga dapat menyebakan luka pada kulit bayi. Lepaslah
cast menggunakan pisau. Rendam cast dalam air kurang lebih 30-45 menit
lalu bungkus cast dengan kais basah sebelum dilepas. Ini dapat dilakukan

sebelum pergi ke klinik oleh orang tua.


Gunakan pisau plester, potong secara

oblique

untuk

menghindari

terpotongnya kulit, lepaslah cast pada bagian atas lutut kemudian lepaslah

bagian bawah lutut.


Merendam dan melepas balutan : metode ini efektif namun memerlukan
waktu yang lama. Rendamlah cast dalam air lalu lepas perlahan plester. Agar
lebih mudah, tinggalakan bagian ujung dari plester untuk identifikasi.

2.8.1.2 Bracing
Pada akhir pengegipan, kaki dalam posisi sangat abduksi -- sekitar 60-70
deraja (tight-foot axis). Setelah tenotomi, gips erakhir dipakai selama 3
minggu. Protokol Ponseti selanjutnya adalah memakai brace (bracing) untuk
mempertahankan kaki dalam posisi abduksi dan dorsofleksi. Brace berupa bar
(batang) logam direkatkan pada sepatu yang bertelapak kaki lurus dengan
ujung terbuka (straight-last open-toe shoes). Abduksi kaki dengan sudut 60-70
derajat ini diperlukan untuk mempertahankan abduksi calcaneus dan forefoot
serta mencegah kekambuhan (relaps). Jaringan lunak pada sisi medial akan
tetap teregang hanya jika dilakukan bracing setelah pengegipan. Dengan
brace, lutut tetap bebas, sehingga anak dapat menendangkan kaki kedepan

sehingga meregangkan otot gastrosoleus. Abduksi kaki dalam brace, ditambah


dengan bar yang sedikit melengkung, akan membuat kaki dorsofleksi. Hal ini
membantu mempertahankan regangan pada otot gastrocnemius dan tendo
Achilles. Ankle-foot orthose (AFO) tidak berguna sebab hanya menahan kaki
lurus dengan dorsofleksi netral.
Aturan pemakaian brace
Tiga minggu setelah tenotomi, gips dilepas, dan brace segera dipakai. Alat ini
terdiri dari sepatu open-toe high-top straight-last shoes yang terpasang pada
sebuah batang logam [1]. Pada kasus unilateral, brace dipasang pada 60-70
derajat eksternal rotasi
pada sisi sakit dan 30-40 derajat eksternal rotasi pada sisi yang sehat [2] .
Pada kasus bilateral, brace diatur 70 derajat eksternal rotasi pada kedua sisi.
Bar harus cukup panjang sehingga jarak antar tumit sepatu selebar bahu [2].
Kesalahan yang sering
terjadi adalah bar yang terlalu pendek yang membuat anak merasa tidak
nyaman. Bar harus dilengkungkan 5-10 derajat kearah bawah (menjauhi
badan) agar kaki tetap dorsofleksi.
Brace harus dipakai sepanjang hari selama 3 bulan pertama semenjak gips
terakhir dilepas. Setelah itu anak harus memakai brace ini selama 12 jam pada
malam hari dan 2-4 jam pada siang. Sehingga total pemakaian 14-16 jam
dalam sehari sampai
anak berusia 3-4 tahun.
Pentingnya Bracing
Manipulasi Ponseti dikombinasikan dengan tenotomi perkutan pada umumnya
memberikan hasil excellent. Hanya saja tanpa diikuti dengan bracing yang
baik akan terjadi relaps lebih dari 80%. Sangat jauh berbeda dengan relaps

rate 6% pada keluarga yang taat dalam program bracing ini (Morcuende et
al).Managemen Kekambuhan
Setelah pemakaian sepatu yang dipasangkan pada lempengan Dennis Brown
pertamakali setelah tenotomi cast diambil, pasien dijadwalkan untuk kontrol.
1
2

2 minggu untuk mengontrol apakah terdapat komplikasi


3 bulan kemudian untuk memeriksa ketaatan pemakaian brace pada

malam hari dan tidur siang


Setiap 4 bulan hingga usia 3 tahun untuk memonitor pemakaian brace

4
5

dan relaps
Setiap 6 bulan hingga usia 4 tahun
Setiap 1 hingga 2 tahun hingga mencapai maturitas otot lurik yaitu
usia 4 tahun

Kekambuhan awal pada infant menunjukkan hilangnya koreksi kaki abduksi


dan atau dorsofleksi dan atau kembalinya metatarsal menjadi adduksi.
Kekambuhan ini dapat didiagnosis dengan melihat cara berjalan dari pasien.
Pada inspeksi dilihat supinasi dari forefoot yang menunjukkan kontraksi otot
tibialis anterior dan kelemahan peroneal. Kemudian inspeksi tumit yang
menjadi varus. Kekambuhan ini dapat terjadi karena program bracing yang
kurang baik, seperti ketidakseimbangan otot saat pemasangan brace. 5

2.9.1.2 Gb Bracing

10

DIAGNOSA BANDING

Spina Bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang
belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa
vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh pada masa
perkembangan fetus. Defek ini berhubugan dengan herniasi jaringan dan
gangguan fusi tuba neural.

Arthrogryposis, juga dikenal sebagai Arthrogryposis Multiplex Congenita,


adalah kelainan bawaan yang ditandai dengan beberapa sendi kontraktur dan
dapat meliputi kelemahan otot dan fibrosis non-progresif, namanya berasal
dari bahasa Yunani, secara harfiah berarti 'atau doyan sendi melengkung.

2.14 PROGNOSIS

Angka keberhasilan tergantung pada derajat kekakuan kaki, pengalaman ahli


bedahnya, dan kesungguhan keluarganya. Pada kebanyakan kasus, angka
keberhasilan ini diperkirakan lebih dari 95%. Kegagalan paling sering terjadi
pada kasus dengan kaki yang kaku, disertai lekukan dalam pada telapak kaki
dan diatas ankle, diserta cavus yang berat, otot gastrosoleus yang kecil dengan
fibrosis pada betis bawah.5

Bila berdasarkanusia, maka prognosis metode ponsetti terhadap keberhasilan


terapi adalah8
Umur (minggu)

Persentasi
keberhasilan

0-6

94%

7-12

66%

13-24

24%

25-36

1%

>36

0,24%

DAFTAR PUSTAKA
1

Brunicardi, C. 2009. Schwartzs Principles of Surgery: Talipes


Equinovarus, 1717-1718.

Faulks, S., Richard, B. 2009. clubfoot treatmen: ponseti and french


fungtional methods are equally effective. www.the journal of bone and
join surgery.org.

Richards, S., Faulks, S., Rathjen, K., Johnston, C., Jones, S. 2009. A
Comparison of Two Nonoperative Methods of Idiopathic Clubfoot
Correction: The Ponseti Method and the French Functional
(Physiotherapy) Method. www.the journal of bone and join
surgery.org.

Roye, B., Hyman, J., Roye, D. 2004. Congenital Idiopatic Talipes


Equinovarus. www. American Academy of Pediatric.org

Staheli, Lynn. 2009. Clubfoot : Ponseti Management Third Edition.


www.global-help.org.

Shelter, B. 1998. Textbook of Disorders and Injuries of the


Musculoskeletal System: Deformities of the foot, 473-476.

Solomon, Louis. 2001. Apleys System of Orthopaedics and


Fractures : Talipes Equinovarus ( idiophatic clubfoot ), 488-490

Wainwright, A., Auld, T., Benson, M., Theologis, T. 2002. The


Classification of Conginetal Talipes Equinovarus www.the journal of
bone and join surgery.org.

Anda mungkin juga menyukai