Refarat Orthopedi Ica 2016
Refarat Orthopedi Ica 2016
PENDAHULUAN
Banyak kelainan kaki muncul sebagai deformitas yang mungkin akibat cacat
kongenital,ketidakseimbangan otot, kelemahan ligamen, atau ketidakstabilan sendi.
Deformitas yang ada ini dipertahankan dan diperburuk oleh beban abnormal dan
tekanan sepatu. Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) yang juga dikenal sebagai
club-foot bukan merupakan malformasi embrionik. Kaki yang pada mulanya normal
akan menjadi pengkor selama trimester kedua kehamilan.suatu kelainan bawaan yang
sering ditemukan pada bayi yang baru lahir, dengan koreksi yang sebenarnya sulit
dilakukan. Sering ditemukan karena ketidaktahuan keluarga penderita, sehingga
kelainan menjadi terbengkalai. Gangguan terjadi pada perkembangan ekstremitas
inferior, terutama pada tulang calcaneus, talus, dan naviculare. CTEV termasuk
dalam sindromik bila kasus ini ditemukan bersamaan dengan gambaran klinik lain
sebagai suatu bagian dari sindrom genetik, dapat ditemukan gangguan neurologis dan
neuromuskular, seperti spina bifida. Akan tetapi CTEV dapat timbul sendiri tanpa
didampingi gambaran klinik lain, yaitu CTEV idiopatik. Pada jenis idiopatik tidak
ditemukan kelainan neuromuscular yang nyata, tetapi kemungkinan kecacatan
disebabkan oleh ketidak seimbangan otot pada janin yang sedang berkembang. Tetapi
bentuk yang paling sering ditemui adalah CTEV idiopatik.
Perawatan dengan cara memanipulasi kaki dengan lembut untuk kemudian
dipasang perban merupakan metode yang digunakan hingga saat ini secara non
operatif. Intervensi operasi telah dilakukan sejak abad 18 dengan lorens Axhiles
tenotomy hingga ditemukannya teknik manipulasi dan casting serial pada 1930 yang
diperrbaiki oleh Ignacio Ponseti pada 1950.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) atau sering disebut Clubfoot adalah
fiksasi dari kaki pada posisi talus menunjuk ke arah bawah (equinus), bagian leher
berdeviasi kearah tengah dan bagian tubuh berotasi sedikit ke luar dalam
hubungannya dengan kalkaneus; navuculare dan seluruh kaki depan bergeser ke
tengah dan supinasi.7
2.2 EPIDEMIOLOGI
Insiden dari CTEV bervariasi, bergantung dari ras dan jenis kelamin. Insiden
CTEV sebesar 2 kasus setiap 1000 kelahiran hidup. Lebih sering ditemukan pada bayi
laki-laki \dengan perbandingan kasus laki-laki dan perempuan adalah 2:1. 50%
bersifat bilateral.1,7
2.3 ETIOLOGI
Etiologi yang sebenarnya dari CTEV tidak diketahui dengan pasti. Pada
beberapa
kelainan
adanya
perkembangan
defek
fetal
dimana
terjadi
ketidakseimbangan otot invertor dan evertor. akan tetapi banyak teori mengenai
etiologi CTEV, antara lain :
a
2.4 PATOFISIOLOGI
Jaringan Lunak
1
2
Tulang
Sebagian besar deformitas terjadi di tarsus. Pada saat lahir, tulang tarsal, yang hampir
seluruhnya masih berupa tulang rawan, berada dalam posisi fleksi, adduksi, dan
inversi yang berlebihan. Talus dalam posisi plantar fleksi hebat, collumnya
melengkung ke medial dan plantar, dan kaputnya berbentuk baji. Navicular bergeser
jauh ke medial, mendekati malleolus medialis, dan berartikulasi dengan permukaan
medial caput talus. Calcaneus adduksi dan inversi dibawah talus. Bentuk sendi-sendi
tarsal relatif berubah karena perubahan posisi tulang tarsal. Forefoot yang pronasi,
menyebabkan arcus plantaris menjadi lebih konkaf (cavus). Tulang-tulang metatarsal
tampak fleksi dan makin kemedial makin bertambah fleksi. 5
Typical Clubfoot
Ini merupakan jenis Clubfoot yang klasik hanya menderita kaki pengkor saja
yang sering ditemukan. Umumnya dapat dikoreksi dengan lima casting dan
manajemen dari Ponseti mengatakan hasil jangka panjangnya baik dan
sempurna. Yang dimasukkan jenis clubfoot ini diantaranya:
a Positional Clubfoot Sangat jarang ditemukan, sangat fleksibel dan diduga
akibat jepitan intrauterin. Pada umumnya koreksi dapat dicapai dengan
b
c
d
2
menjadi fixed.
Alternatively treated typical clubfoot termasuk kaki pengkor yang
Clubfoot jenis ini biasanya diartikan sebagai penyakit lain. Dengan ponsenti
manajemen maslah yang timbul biasanya sulit dikoreksi. Yang dimasukkan
a
pada bayi yang menderita kaki pengkor saja tanpa disertai kelainan yang lain.
Syndromic clubfoot Selain kaki pengkor ditemukan juga kelainan kongenital
lain (halaman 23). Jadi kaki pengkor merupakan bagian dari suatu sindroma.
Metode Ponseti tetap merupakan standar penanganan, tetapi mungkin lebih
sulit dengan hasil kurang dapat diramalkan. Hasil akhir penanganan lebih
ditentukan oleh kondisi yang mendasarinya daripada kaki pengkor nya
c
d
sendiri.
Tetralogic clubfoot -- seperti pada congenital tarsal synchondrosis.
Neurogenic clubfoot -- berhubungan dengan kelainan neurologi seperti
meningomyelocele.
Acquired clubfoot -- seperti pada Streeter dysplasia.5
GAMBARAN KLINIS
Pada CTEV ( clubfoot ) sudah jelas ditemukan kelainannya sejak baru
lahir. Kedua kakinya berputar dan terplintir ke dalam sehingga alas kakinya
menghadap ke posteromedial. Lebih tepatnya, pergelangan kaki ( ankle )
dalam posisi equinus, telapak kaki inversi dan forefoot dalam keadaan adduksi
dan supinasi. Kadang terdapat kelengkungan yang besar ( cavus ) dan talus
menonjol keluar pada permukaan dorsolateral kaki. Tumit biasanya kecil dan
tinggi, terlihat kurus.
Bayi harus selalu diawasi untuk mengetahui adanya kelainan-kelainan
misalnya dislokasi pinggul congenital dan spina bifida. Tidak ditemukannya
GAMBARAN RADIOLOGIS
Radiologis
Tiga komponen utama dari kelainan bentuk yang akan jelas tampak pada
radiographi:6,7
Fleksi plantar anterior kalkaneus sedemikian rupa sehingga sudut
antara
sumbu
panjang
tibia
dan
sumbu
panjang
kalkaneus
Gambar 2.7.1
Talus diasumsikan tetap fix terhadap tibia. Kalkaneus dianggap yang
berputar menjadi Varus posisi (ke arah garis tengah). Pada tampilan
Gambar 2.7.2
Gambar 2.7.3
Talocalcaneal sudut kurang dari 15 , dan 2 tulang tampak tumpang
tindih lebih dari biasanya. sumbu longitudinal melalui tengah landaian
(midtalar line) melalui lateral ke dasar metatarsal pertama, karena
adalah medial kaki depan menyimpang (lihat Gambar 2.7.4-2.7.5).
Gambar 2.7.4
Gambar 2.7.5
Kaki depan supinasi Varus dan meningkatkan konvergensi dari basis
metatarsal, dibandingkan dengan sedikit normal konvergensi (lihat
Gambar 2.7.6). Pada pandangan lateral, tampak gambaran seperti
tangga dari tulang metatarsal pada forefoot varus (lihat Gambar 2.7.7).
Gambar 2.7.6
Gambar 2.7.7
8
SCORING CTEV
20 points
Equinus : 4 points
Varus : 4 points
Internal
Rotation :
4 points
Adduction :
4 points
Supinasi forefoot
Equinus7
Ponsetti method
French method
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Richard pada 2009, kekambuhan terjadi
29% dari kaki yang yang telah sukses di terapi menggunakan metode French
functional dan 37% terjadi kekambuhan dari metode Ponseti. Namun pada
pemantauan lebih lanjut, terapi dengan metode poseti menjadi baik sebanyak 72%,
dan buruk 16%, sedang dengan menggunakan metode French functional 67% menjadi
baik dan buruk 16%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode Ponseti dan French
functional tidak menunjukkan hasil yang berbeda jauh. Namun orang tua
pasiencenderung memilih metode ponsetti sebagai terapi bagi anaknya dua kali lebih
banyak dibandingkan French Methode karena lebih murah.2,3
1
Metode Ponsetti
Metode ini dikembangkan oleh dr. Ignacio Ponseti dari Universitas Iowa. Metode
ini dilakukan secepatnya setelah kelahiran. Metode ini dikembangkan dari penelitian
kadaver dan observasi klinik yang dilakukan oleh dr. Ponseti. Lebih dari dekade
terakhir metode Ponseti telah diterima diseluruh dunia sebagai metode penanganan
kaki pengkor yang paling efektif dan paling murah. Deformitas utama yang terjadi
pada kasus CTEV adalah adanya rotasi tulang kalkaneus ke arah intenal (adduksi)
dan fleksi plantar pedis. Kaki berada dalam posisi adduksi dan plantar pedis
mengalami fleksi pada sendi subtalar.
Koreksi kaki pengkor dilakukan dengan mengabduksikan kaki yang telah
disupinasikan sambil melakukan counterpressure pada aspek lateral caput talus untuk
mencegah rotasi talus di ankle. Plaster cast (gips) yang dibentuk (molding) dengan
baik akan mempertahankan kaki dalam posisi yang tepat. Ligamen tidak boleh
diregangkan melebihi batas kewajaran nya. Setelah 5 hari, ligamen dapat
diregangkan lagi untuk meningkatkan derajat koreksi lebih lanjut. Tulang dan sendi
akan mengalami remodelling tiap kali gips diganti karena sifat jaringan ikat, kartilago
dan tulang yang akan berubah mengikuti perubahan arah stimulus mekanik.
Bandingkan posisi normal tulang tarsal [2 kiri] dengan kaki pengkor [2 kanan].
Perhatikan talus [merah] berubah bentuk dan navicular [kuning] bergeser ke medial.
Kaki memuntir (rotasi) mengelilingi caput talus [panah biru]. Koreksi Ponseti dicapai
dengan membalikkan arah rotasi ini [3]. Koreksi dicapai secara bertahap dengan gips
h
2.9.1 Gb Perbandingan kaki normal dg CTEV
Metode ini dikerjakan segerea setelah kelahiran (7-10 hari). Bahkan deformitas
dari clubfoot masih dapat dikoreksi dari umur 9 bulan. Terapi yang dimulai dari usia
9 hingga 28 bulan masih dapat dikoreksi walau tidak sebaik jika terapi kurang dari 9
bulan. Kebanyakan clubfoot dapat dikoreksi dalam waktu 6 minggu setelah
penggunaan enam atau tujuh plaster cast yang diganti tiap minggunya.
Jika
deformitas tidak terkoreksi setelah 6 atau 7 kali ganti gips, kemungkinan besar
penanganan selanjutnya akan gagal. Pada semua pasien dengan kaki pengkor
unilateral, kaki pengkor sedikit lebih pendek (rata-rata 1,3 cm) dan lebih sempit
(ratarata 0,4 cm) daripada kaki normal. Panjang tungkai sama, tetapi lingkaran
tungkai yang sakit lebih kecil (rata-rata 2,3 cm). Kaki tersebut kuat, fleksibel, dan
bebas nyeri. Koreksi ini diharapkan tetap bertahan sepanjang hayat pasien. Hal ini
memberikan kesempatan untuk menjalani masa anak-anak secara normal dengan kaki
yang bebas nyeri dan mobile selama kehidupan dewasa.Metode ini telah terbukti 90%
sukses dalam mengkoreksi clubfoot, namun kegagalan pada umumnya terjadi karena
kaki kaku dengan lipatan yang dalam pada tapak kaki sehingga dibutuhkan koreksi
operasi. 5
Kebanyakan kaki pengkor dapat dikoreksi dengan manipulasi singkat dan gips
dalam koreksi maksimal. Setelah kira-kira 5 kali pengegipan cavus, adduktus, dan
varus dapat terkoreksi. Tenotomi Achilles perkutan dilakukan pada hampir semua
kasus untuk menyempurnakan koreksi equinus, kemudian kaki di gips selama 3
minggu. Koreksi ini dipertahankan dengan foot abduction brace yang dipakai malam
hari sampai anak berumur 2-4 tahun. Kaki yang ditangani dengan metode ini terbukti
kuat, fleksibel dan bebas nyeri, sehingga memungkinkan untuk menjalani kehidupan
yang normal.5,7
2.9.1.1 Koreksi Gips Ponsetti
Menentukan
letak
kaput
talus
dengan
tepat
Tahap ini sangat penting. Pertama, palpasi kedua malleoli (garis biru) dengan
ibu jari dan jari telunjuk dari tangan A sementara jari-jari dan metatarsal
dipegang dengan tangan B. Kemudian, geser ibu jari dan jari telunjuk tangan
A ke depan untuk dapat meraba caput talus (garis merah) di depan
pergelangan kaki. Karena navicular bergeser ke medial dan tuberositasnya
hampir menyentuh malleolus medialis, kita dapat meraba penonjolan bagian
lateral dari caput talus (merah) yang hanya tertutup kulit di depan malleolus
lateralis. Bagian anterior calcaneus dapat diraba dibawah caput talus. Dengan
menggerakkan forefoot dalam posisi supinasi kearah lateral, kita dapat meraba
navicular bergeser -- meskipun sedikit -- didepan caput talus sedangkan tulang
calcaneus akan bergerak ke lateral di bawah caput talus.
MengurangiCavus
Bagian
pertama
metode
Ponseti
adalah
mengoreksi
cavus
dengan
memposisikan kaki depan ( forefoot ) dalam alignment yang tepat dengan kaki
belakang ( hindfoot). Cavus, yang merupakan lengkungan tinggi di bagian
tengah kaki [ 1 garis lengkung kuning], disebabkan oleh pronasi forefoot
terhadap hindfoot. Cavus ini hampir selalu supel pada bayi baru lahir dan
dengan mengelevasikan jari pertama dan metatarsal pertama maka arcus
longitudinal kaki kembali normal [2 dan 3]. Forefoot disupinasikan sampai
secara visual kita dapat melihat arcus plantar pedis yang normal -- tidak
terlalu tinggi ataupun terlalu datar. Alignment (kesegarisan) forefoot dan
hindfoot untuk mencapai arcus plantaris yang normal sangat penting agar
abduksi -- yang dilakukan untuk mengoreksi adduksi dan varus -- dapat
efektif.
Gb 1
Gb 2
Gb 3
3
deformity. Tumit
dimolding
dengan
baik
dengan
Potong gips Biarkan gips pada sisi plantar pedis untuk menahan jari-jari
[4]
dan
potong
gips
dibagian
dorsal
sampai
mencapai
sendi
Pelepasan Casting
Lepas setiap cast diklinik sebelum cast yang baru dipasang. Hindari melepas
cast sebelum sampai diklinik karena dapat merusak perbaikan yang sudah ada
oblique
untuk
menghindari
terpotongnya kulit, lepaslah cast pada bagian atas lutut kemudian lepaslah
2.8.1.2 Bracing
Pada akhir pengegipan, kaki dalam posisi sangat abduksi -- sekitar 60-70
deraja (tight-foot axis). Setelah tenotomi, gips erakhir dipakai selama 3
minggu. Protokol Ponseti selanjutnya adalah memakai brace (bracing) untuk
mempertahankan kaki dalam posisi abduksi dan dorsofleksi. Brace berupa bar
(batang) logam direkatkan pada sepatu yang bertelapak kaki lurus dengan
ujung terbuka (straight-last open-toe shoes). Abduksi kaki dengan sudut 60-70
derajat ini diperlukan untuk mempertahankan abduksi calcaneus dan forefoot
serta mencegah kekambuhan (relaps). Jaringan lunak pada sisi medial akan
tetap teregang hanya jika dilakukan bracing setelah pengegipan. Dengan
brace, lutut tetap bebas, sehingga anak dapat menendangkan kaki kedepan
rate 6% pada keluarga yang taat dalam program bracing ini (Morcuende et
al).Managemen Kekambuhan
Setelah pemakaian sepatu yang dipasangkan pada lempengan Dennis Brown
pertamakali setelah tenotomi cast diambil, pasien dijadwalkan untuk kontrol.
1
2
4
5
dan relaps
Setiap 6 bulan hingga usia 4 tahun
Setiap 1 hingga 2 tahun hingga mencapai maturitas otot lurik yaitu
usia 4 tahun
2.9.1.2 Gb Bracing
10
DIAGNOSA BANDING
Spina Bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang
belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa
vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh pada masa
perkembangan fetus. Defek ini berhubugan dengan herniasi jaringan dan
gangguan fusi tuba neural.
2.14 PROGNOSIS
Persentasi
keberhasilan
0-6
94%
7-12
66%
13-24
24%
25-36
1%
>36
0,24%
DAFTAR PUSTAKA
1
Richards, S., Faulks, S., Rathjen, K., Johnston, C., Jones, S. 2009. A
Comparison of Two Nonoperative Methods of Idiopathic Clubfoot
Correction: The Ponseti Method and the French Functional
(Physiotherapy) Method. www.the journal of bone and join
surgery.org.