Anda di halaman 1dari 4

Kisah Teladan Abbad bin Bisyr

Radhiyallahu Anhu
Sahabat Nabi yang kita bicarakan kali ini adalah seorang pemuda yang luar biasa
kekhusyukan shalat dan tilawahnya, hingga panah yang menembus tubuhnya pun tak
mampu memutuskan shalat dan tilawahnya. Sahabat Nabi yang juga member solusi strategi
perang melawan pasukan Musailamah Al-Kadzab. Sahabat Nabi yang juga termasuk tiga
orang paling utama dari kalangan Ansar menurut Aisyah, istri Rasulullah. Dialah Abbad bin
Bisyr.
Abbad bin Bisyr adalah sebuah nama cemerlang dalam sejarah dakwah Islamiyah. Bila Anda
mencarinya diantara para abid (ahli ibadah) maka Anda akan mengatakan dia seorang yang
taqwa, suci, dan menegakkan shalat setiap malam dengan membaca beberapa juz AlQuran. Bila Anda mencarinya di kalangan para pahlawan, maka Anda akan mendapatinya
sebagai pahlawan yang gagah berani, telah mengalami banyak pertempuran demi
menegakkan kalimat Allah. Dan jika Anda melihatnya di lapangan pemerintahan, maka dia
seorang penguasa yang cakap, berbobot, dan dipercaya dalam urusan harta kekayaan kaum
muslimin.
Ketika Islam mulai tersiar di Yatsrib, Abbad bin Bisyr masih muda. Kulitnya yang bagus dan
wajahnya yang rupawan memantulkan kesucian. Dalam kegiatan sehari-hari dia
memperlihatkan tingkah laku yang baik, bersikap seperti orang-orang yang sudah matang
jiwanya, meski usianya belum mencapai dua puluh lima tahun.
Dia mendekatkan diri kepada seorang dai dari Makkah, pemuda Mushab bin Umair. Maka
dalam tempo singkat hati keduanya terikat oleh ikatan iman; bekerja sama dalam urusanurusan yang mulia dan masalah-masalah utama. Abbad belajar membaca Quran kepada
Mushab. Suaranya lapang, merdu, keras, menyejukkan dan menawan hati. Karena itu dia
senang sekali membaca kalamullah, dan melapangkan tempat yang luas dalam hati
kecilnya, sehingga menjadi kegiatan utama baginya. Diulang-ulanginya siang dan malam,
bahkan dijadikannya suatu kewajiban. Lalu dia terkenal di kalangan para sahabat sebagai
imam dan sahabat Al-Quran.
Pada suatu malam Rasulullah SAW shalat tahajjud di rumah Aisyah yang berdempetan
dengan masjid. Terdengar oleh beliau suara Abbad bin Bisyr membaca Al-Quran dengan
suaranya yang empuk dan lembab, laksana suara Jibril ketika menurunkan wahyu ke dalam
hati beliau.
Maka Rasulullah SAW berkata , Hai Aisyah! Suara Abbad bin Bisyr-kah itu?
Aisyah menjawab, Betul, ya Rasulullah!
Beliau berdoa, Ya Allah ampunilah dia.
Abbad bin Bisyr turut berperang bersama Rasulullah SAW dalam setiap peperangan yang
dipimpin beliau. Dalam peperangan-peperangan itu di bertugas sebagai pembawa Al-

Quran. Waktu Rasulullah kembali dari peperangan Dzatur Riqa, beliau beristirahat bersama
seluruh pasukan muslim pada suatu jalan di atas bukit.
Seorang prajurit muslim menawan seorang wanita musyrik dalam pertempuran, ketika
wanita itu ditinggal pergi oleh suaminya. Ketika suaminya dating kembali, didapatinya
istrinya sudah tiada. Dia bersumpah dengan Lata dan Uzza akan menyusul Rasulullah dan
pasukan muslimin, dan tidak akan kembali kecuali setelah menumpahkan darah mereka.
Setibanya di perkemahan di atas bukit, Rasulullah bertanya kepada mereka, Siapa yang
bertugas kawal malam ini?
Abbad bin Bisyr dan Ammar bin Yasir berdiri seraya berkata, Kami, ya Rasulullah! kata
keduanya serentak. Rasulullah telah menjadikan mereka berdua bersaudara ketika kaum
muhajirin baru tiba di Madinah. Waktu keduanya keluar ke mulut jalan (pos penjagaan),
Abbad bertanya kepada Ammar, Siapa diantara kita yang jaga lebih dahulu, sementara
yang lain dapat tidur?
Aku yang tidur lebih dulu, jawab Ammar yang bersiap-siap untuk berbaring tidak jauh dari
tempat penjagaan.
Suasana malam itu tenang, sunyi dan lembut. Bintang-bintang, pohon-pohon, dan batubatuan seakan sedang bertasbih memuji Tuhannya. Hati Abbad tergiur hendak turut
melakukan ibadah dan membaca Al-Quran. Dia segera merasakan bagaimana manisnya
ayat-ayat Al-Quran yang dibacanya dalam shalat. Sehingga nikmat shalat dan nikmat
tilawah berpadu menjadi satu dalam jiwanya.
Dia menghadap ke kiblat hendak shalat. Dalam shalat dibacanya surat Al-Kahfi dengan
suara memilukan, lembut, dan menawan. Ketika dia sedang bertasbih dalam cahaya Ilahi
yang meningkat tinggi, tenggelam dalam kelap-kelip pancarannya, seorang laki-laki dating
memacu langkah tergesa-gesa. Ketika dilihatnya dari kejauhan seorang hamba Allah sedang
beribadah di mulut jalan, dia maklum Rasulullah dan para shahabat pasti berada di sana.
Sedangkan orang yang sedang shalat itu adalah pengawal yang bertugas jaga.
Orang itu segera menyiapkan panah dan memanah Abbad tepat mengenainya. Abbad
mencabut panah yang bersarang di tubuhnya sambil meneruskan bacaan dan tenggelam
dalam shalat. Orang itu memanah lagi dan mengenai Abbad dengan jitu. Abbad mencabut
pula panah kedua ini dari tubuhnya seperti yang pertama. Kemudian orang itu memanah
pula kali yang ketiga. Abbad mencabutnya pula seperti dua panah yang terdahulu. Giliran
jaga bagi Ammar bin Yasir pun tiba. Abbad merangkak seraya berkata, Bangun, aku luka
oarah dan lemas!

Ketika si pemanah melihat mereka berdua, orang itu segera melarikan diri. Ammar menoleh
kepada Abbad. Terlihat darahnya mengucur dari tiga buah lubang luka di tubuh Abbad. Kata
Ammar, Subahanallah! Mengapa engkau tidak membangunkan ketika panah pertama
mengenaimu?
Abbad menjawab, Aku sedang membaca surat dalam shalat. Aku tidak ingin memutuskan
bacaanku sebelum selesai. Demi Allah! Kalaulah tidak karena takut akan menyia-nyiakan
tugas yang dibebankan Rasulullah, menjaga mulut jalan tempat kaum muslimin berkemah,
biarlah tubuhku putus daripada memutuskan bacaan dan shalat.
Ketika perang memberantas orang-orang murtad berkecamuk di masa Abu Bakar r.a.,
khalifah menyiapkan pasukan perang yang besar untuk mengatasi kekacauan yang
ditimbulkan Musailamah Al-Kadzab. Menundukkan orang-orang murtad yang memihak
Musailamah dan mengembalikan mereka kepada Islam. Maka Abbad bin Bisyr adalah
pelopor dalam ketentaraan tersebut.
Setelah diperhatikannya celah-celah pertempuran, Abbad berpendapat kaum muslimin tidak
mungkin menang karena kaum Muhajirin dan kaum Ansar saling menyerahkan urusan satu
sama lain. Bahkan mereka berselisih. Maka yakinlah Abbad kaum muslimin tidak akan
menang dalam pertempuran dengan pasukan yang tidak kompak. Kecuali bila kaum Ansar
dan Muhajirin membentuk pasukannya masing-masing dengan tanggung jawab sendirisendiri. Dengan begitu dapat diketahui dengan jelas mana pejuang yang sungguh-sungguh
berjuang.
Suatu malam sebelum pertempuran yang menentukan, Abbad bermimpi dalam tidurnya.
Seolah-olah dia melihat langit terbuka baginya. Setelah dia memasukinya, dia langsung
menggabungkan diri ke dalam dan mengunci pintu, ketika subuh tiba, Abbad menceritakan
mimpinya kepada Abu Said Al-Khudri. Ia mengatakan, Demi Allah! Mimpi seperti itu benarbenar nyata, hai Abu Said!
Setelah hari siang, dan perang sudah mulai, Abbad naik ke satu bukit kecil seraya berteriak,
Hai kaum Ansar! Pecahkan sarung pedang kalian! Jangan kalian tinggalkan Islam yang
terhina atau tenggelam, pasti bencana akan menimpa kalian!
Abbad mengulang-ulang seruannya, hingga akhirnya berkumpul di dekatnya kira-kira empat
ratus prajurit. Diantaranya terdapat perwira seperti Tsabit bin Qais, Al-Barra bin Malik, dan
Abu Dujanah, pemegang pedang Rasulullah.
Abbad dan pasukannya menyerbu memecahkan pasukan musuh dan menebar maut dengan
pedangnya. Kemunculannya menyebabkan pasukan Musailamah Al-Kadzab terdesak mundur
dan melarikan diri ke Taman Maut. Di sana dekat pagar tembok taman maut, Abbad gugur
sebagai syuhada berlumuran darah syahidnya. Tubuhnya penuh dengan luka bekas pukulan

pedang, tusukan lembing, dan panah yang menancap. Para sahabat hamper tak
mengenalinya, kecuali setelah melihat beberapa tanda di tubuhnya.
Aisyah pernah memberikan kesaksiannya pada sahabat yang syahid di Taman Maut ini, Ada
tiga orang Anshar yang tidak seorangpun melebihi keutamaannya. Mereka adalah Saad bin
Muadz, Usaid bin Hudhair, dan Abbad bin Bisyr. [Sumber: Kepahlawanan Generasi Sahabat
Rasulullah]

Anda mungkin juga menyukai