Prahuahsdn Concusua Ofoncao
Prahuahsdn Concusua Ofoncao
Babak kedua pun tidak kalah hebatnya dari segi substansi dan pemilihan lagu, dan secara
keseluruhan performa PSM-Unpar jauh lebih kuat di babak kedua. Dua lagu pembuka adalah
Cor Mundum (Gyrgy Orbn) dan O Magnum Mysterium (William Hawley). Saya lebih terpikat
pada O Magnum Mysterium karena penggunaan teknik canon yang geliang-geliut di antara
banyak suara. Pembawaan yang sangat legato dan berbaur dengan rapi berhasil menciptakan satu
rangkaian melodi utuh yang panjang, bagaikan perjalanan spiritual yang tidak berujung.
Kerapian paduan suara juga bisa dinikmati di beberapa karya berikutnya: Stabat Mater (Vytautas
Barkauskas) dan Negros fantasmas (Ivan Yohan). Keduanya membangun suasana urgensi
melalui penggunaan harmoni-harmoni disonan dan pergantian dinamika yang mendadak
sekaligus mengejutkan. Energi yang diberikan para penyanyi terdengar sangat nyata dan
bersemangat, dan Ivan melalui gerakan tubuhnya dengan mudah membentuk dan memanipulasi
kalimat-kalimat musik sehingga tiap kalimat mempunyai efek dan makna yang berarti.
Lagu My Poor Fool (Tams Beischer-Maty) dan Mte saule (Pteris Vasks) adalah dua karya
yang saling kontras. Yang pertama mempunyai permulaan yang berenergi dan juga meresahkan,
tetapi berakhir dengan suasana yang khidmat, seolah menyerah diri pada yang kuasa. Pelafalan
kata-kata dalam bahasa Inggris pada umumnya bisa lebih tajam, terutama pada kata-kata yang
berakhir dengan huruf konsonan seperti k dan t, dan juga suara aspirasi hw" pada kata-kata
seperti why". Suasana tenang yang mengakhiri Mte saule kemudian berlanjut di lagu
berikutnya. Nyanyian uu" yang lembut dan menenangkan di suara wanita menjadi benang
merah yang mempertautkan keseluruhan paduan suara. Perlahan penonton bisa mendengarkan
benang-benang lain saling silang-menyilang sehingga timbulnya lapisan-lapisan suara yang
sangat halus dan sophisticated.
Akhir babak kedua dimeriahkan dengan dua lagu yang bisa disebut virtuosik dan spontan. Lagu
bertempo cepat O Frondens Virga (Ben Hanlon) menggunakan mixed meter (tanda birama yang
kerap berganti dalam waktu yang sangat berdekatan) yang membuat menghitung sulit dan
ketukan tidak beraturan. Terlihat ada beberapa bagian di lagu ini yang belum terdengar kompak
dikarenakan mixed meter yang rumit. Alhasil kesannya ada beberapa penyanyi yang terlihat
menunggu daripada mempercayakan diri masing-masing. Namun energi yang dihasilkan sangat
memukau dan menarik perhatian penonton. Lagu terakhir dalam program, yaitu Fecit Potentiam
(Ken Steven) juga tidak kalah menarik. Lagu yang menggunakan teknik body percussion
(perkusi tubuh) ini mengedepankan ritme dan koreografi yang menjadi daya tarik tersendiri.
Sebagai encore, PSM-Unpar menyuguhkan dua lagu habanera (lagu dansa yang mempunyai
ritme habanera yang khas) yang dipadukan dengan koreografi penuh kesan ceria dari para
penampil.
Pada keseluruhan PSM-Unpar mampu memberikan pertunjukkan yang sangat memukau dan
tidak dapat dimungkiri bahwa Ivan Yohan sangat berjasa mengharumkan nama PSM-Unpar
dengan dedikasinya yang tertanam kuat, serta ketulusan hatinya pada musik itu sendiri. Saya
sendiri yakin bahwa PSM-Unpar mampu meraih prestasi yang gemilang di kancah kompetisi
paduan suara berskala internasional; pembenahan diri, kedisiplinan dalam belajar, dan rasa
kekeluargaan pun harus tetap dijaga. Semoga sukses kedepannya!
Hazim Suhadi