Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH

PENYAKIT MIKROBIAL DAN PARASITER 1


MAMMOMONOGAMIASIS

KELAS A/2013
Aziz Aninur Rahman
135130107111004
Duwi Fatmawati
135130101111015
Putri Stefy Graf
135130101111004
Aidia Latifatul Fajeria
135130101111016
Setya Pambudi

135130101111014

PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyak spesies dari cacing yang merupakan parasit pada
tanaman dan hewan. Cacing-caing tersebut terdapat di seluruh
dunia, dengan distribusi geografis spesies yang secara spesifik
tergantung pada kondisi ekologi dan iklim tiap daerah.

Sebagian cacing parasit hidup dalam organ-organ internal dari


hospes mereka (paru-paru, jantung, ginjal, hati, usus, lambung
dan lain-lain) dan karena itulah mereka sering dikelompokkan ke
dalam parasit internal atau disebut juga endoparasit. Cacing
parasit disebut Helminth dan infestasi cacing parasit dapat
disebut helminthiasis atau penyakit cacingan.
Cacing parasit sangat disesuaikan dengan cara hidup
mereka dalam hospes mereka. Kebanyakan spesies cacing tidak
memiliki sistem peredaran darah (jantung, darah, pembuluh
darah, dan lain-lain).Semua cacing parasit adalah parasit obligat,
yaitu mereka tidak dapat menyelesaikan siklus hidup mereka
tanpa berada dalam hospes mereka.
Beberapa parasit cacing mempunyai hospes yang spesifik,
yaitu cacing yang mampu menyelesaikan siklus hidup mereka
hanya

pada

spesies

hospes

tertentu

(misalnya

Toxocara

vitullorum hanya pada ternak, atau Chabertia ovina, yang infests


hanya domba dan kambing). Spesies lain dapat berkembang
pada banyak spesies hospes yang berbeda (misalnya cacing hati,
Fasciola hepatica). Berdasarkan taksonomi, cacing parasit atau
helminth dibagi menjadi Nemathelminthes dan Platyhelminthes.
Nemathelminthes berasal dari bahasa yunani, nema:
benang, helminthes: cacing. Nemathelminthes disebut sebagai
nematoda/cacing gilig karena tubuhnya berbentuk bulat panjang
atau seperti benang. Lebih dari 16.000 spesies nematoda yang
hidup sebagai parasit tumbuhan dan hewan, termasuk sapi,

domba, kambing, babi, unggas, anjing, kucing dan juga banyak


hewan liar dan domestik lainnya, manusia dan juga tanaman.
Nematoda dalam ilmu veteriner termasuk dalam parasit obligat,
yaitu parasit tidak dapat berkembang secara lengkap tanpa
menjadi parasit dari hospes mereka. Diantara berbagai genus
dari nematoda, satu diantaranya adalah Mammomonogamus
yang akan dibahas secara rinci dalam makalah ini.
1.2 Tujuan Penulisan
Beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini
adalah :

Memberikan info tentang cacing Mammomonogamus yang

menjadi parasit pada beberapa hewan ternak.


Mengerti tentang penyakit Mammomonogamiasis yang

disebabkan oleh cacing Mammomonogamus.


Mengerti bagaimana penanganan dalam

menghadapi

penyakit Mammomonogamiasis termasuk cara mencegah


dan pengobatannya.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Mammomonogamus
Mammomonogamus, merupakan genus cacing nematoda
parasit yang umum untuk sapi, kambing, domba, rusa, kucing,
orangutan, dan gajah, kadang-kadang ditemukan sebagai parasit
manusia

dan

menyebabkan

penyakit

yang

disebabkan

Mammomonogamiasis. Sementara saat ini ada tiga spesies yang


dikenal

dan

secara

taksonomi

berada

di

bawah

genus

Mammomonogamus, akan tetapi hanya Mammomonogamus


laryngeus dapat menginfeksi manusia dan karena itu cacing
tersebut memiliki kepentingan klinis tersendiri. Infeksi yang
disebabkan M. laryngeus pada manusia sangat jarang terjadi
dengan hanya sekitar 100 kasus yang dilaporkan di seluruh
dunia, sebagian besar dari Kepulauan Karibia atau Brasil.
Cacing ini biasanya mendiami pada daerah saluran
pernapasan atas seperti di trakea, bronkus, atau laring sehingga
dapat menimbulkan batuk kronis dan gejala seperti asma. Salah
satu kasus yang terjadi baru-baru ini di Thailand melaporkan
menemukan

cacing

M.

menunjukkan

bahwa

M.

laryngeus
laryngeus

di

duodenum

juga

mungkin

yang
parasit

gastrointestinal. Penelitian lebih lanjut diperlukan karena siklus


hidup M. laryngeus tidak sepenuhnya diketahui dan sedikitnya
jumlah informasi yang tersedia mengenai parasit ini didalam
literatur.
2.2 Taksonomi dan Klasifikasi
Kingdom
:
Animalia

Phylum
:
Nematoda
Class
:
Secernentea
Order
:
Strongylida
Family
:
Syngamidae
Genus
:
Mammomonogamus
Klasifikasi Mammomonogamus berada di bawah keluarga
Syngamidae. Syngamidae dalam superfamili Strongyloidae dan
ordo Strongylida, membuat mereka memiliki kerabat dekat
dengan cacing tambang dan nematoda lainnya.
Parasit

Gambar 1 Diagram taksonomi dari Mammomonogamus

Nama genus Mammomonogamus berasal dari akar bahasa


Latin "Mammo" (payudara) dan akar Yunani "mono" (tunggal)
dan "gamus" (pernikahan). Penyebab penamaan tersebut yang
paling

mungkin

adalah

mengacu

pada

karakteristik

yang

berbeda dari cacing jantan dan betina yang bertindak sebagai


satu kesatuan melalui cacing jantan yang selalu menempel saat
kopulasi permanen pada bagian tengah tubuh betina. Beberapa
spesies dalam genus ini adalah Mammomonogamus laryngeus,
Mammomonogamus

nasicola,

dan

Mammomonogamus

gangguiensis. Dari ketiga spesies tersebut hanya M. laryngeus


diketahui menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada manusia

sejauh ini. Karena kemiripan M. laryngeus ke gapeworm yang


berasal

dari

genus

Syngamus

yang

biasanya

menginfeksi

burung, M. laryngeus awalnya disebut Syngamus laryngeus dan


Syngamus kingi. Kemudian klasifikasi tersbut direvisi pada tahun
1948 ketika Ryzhikov merekonstruksi hubungan filogenetik dari
keluarga Syngamidae dan kembali dikategorikan sebagai parasit
M.

laryngeus,

Infeksi

M.

laryngeus

telah

disebut

Mammomonogamiasis, Mammomonogamosis, Syngamosis, atau


Syngamiasis.
2.3 Anatomi dan Morfologi
Karakteristik yang paling berbeda dari Mammomonogamus
adalah

bentuk

"Y"

yang

terbentuk

ketika

cacing

jantan

bergabung dengan cacing betina saat kopulasi. Cacing jantan


yang tubuhnya lebih kecil menggunakan bursa posterior untuk
melekatkan diri ke vulva betina yang terletak di sisi dekat tengah
cacing

betina.

Cacing

dewasa

biasanya

melekat

secara

permanen bergabung dalam formasi "Y" saat mereka menetap di


epitel mukosa laring, trakea atau bronkus.

Gambar 2 Bentukan 'Y' sebagai ciri khas dari Mammomonogamus

Cacing dewasa Mammomonogamus berwarna merah atau


coklat kemerahan karena sifat mereka hemophagous (pemakan

darah). Mammomonogamus memiliki buccal capsules berbentuk


cangkir (mulut) yang membuka pada ujung anterior. Terletak jauh
di dalam buccal cavity terdapat 8 sampai 10 gigi yang belum
diketahui

digunakan untuk

melekat pada mukosa. Seperti

nematoda lain, tubuh mereka ditutupi dengan kutikula, yang


fleksibel tapi agak keras. Cacing tersebut tidak memiliki tandatanda eksternal dari adanya segmentasi. Mereka memiliki sistem
pencernaan tubular dengan dua lubang, yaitu mulut dan anus.
Mereka juga memiliki sistem saraf tetapi tidak ada organ ekskresi
dan tidak ada sistem peredaran darah, karena tidak terdapat hati
atau pembuluh darah. Ovarium dari cacing betina ukurannya
besar dan uteri berujung di sebuah lubang yang disebut vulva
dan terbuka dekat ujung posterior. Cacing jantan memiliki
spikula chitinous untuk dipasang ke cacing betina selama
kopulasi dengan ukuran panjang mulai dari 23-30 m.

Gambar 3 Morfologi dari Mammomonogamus : (1) Buccal Capsule, (2) Bursa


copulatory, (3) Ujung posterior betina, (4) Ujung Anterior jantan, (5) Telur-Telur dengan
perbesaran 400x

Cacing jantan dewasa memiliki panjang sekitar setengah


dari panjang cacing betina dewasa. Berdasarkan laporan-laporan
dari berbagai kasus, telah ditemukan cacing jantan dengan
panjang mulai dari 3-6.3 mm dan lebar 360-380 m. Cacing
betina dewasa memiki ukuran lebih besar dengan panjang
sekitar 8.7-23.5 mm dan lebar 550-570 m. Cacing betina juga
memiliki ujung posterior runcing dengan ekor yang panjang atau
pendek. Cacing betina saat kopulasi menelurkan banyak telur
berbentuk ellipsoid yang memiliki ukuran sekitar 40 x 80 m,

tidak

mempunyai

operculum

dan

biasanya

memiliki

kulit

(albumin) lebih tebal dari telur hookworm.

Gambar 4 Telur Mammomonogamus

2.4 Penyebaran
Mammomonogamiasis adalah penyakit yang sangat jarang
terjadi pada manusia namun sering menjadi parasit pada hewan
secara umum. Hanya 100 kasus manusia dari M. laryngeus telah
dilaporkan sejauh ini. Hospes dari Mammomonogamus sebagian
besar berada di daerah tropis, yang paling umum adalah hewan
ternak, kucing, orangutan, ruminansia dan hewan ungulates
lainnya. Oleh karena itu, manusia adalah hospes accidental, di
mana infeksi yang paling mungkin terjadi adalah karena paparan
dekat dengan sapi atau kucing yang terinfeksi.
Sementara siklus hidup secara lengkap masih belum
sepenuhnya diketahui, transmisi dianggap melaui oral-fecal, di
mana

infeksi

berasal

dari

mencerna

makanan

yang

terkontaminasi atau air yang mengandung telur berembrio, larva


atau hospes perantara. Dari berbagai laporan kasus, daerah
endemis termasuk Martinique, Brasil, Puerto Rico, Dominika

Hindia Barat, Santa Lucia, Trinidad, Guayana, Guadaloupe, India,


daerah tropik di Afrika, Malaysia, Filipina, Vietnam, Cina, Korea
dan Thailand.

Gambar 5 Distribusi global Mammomonogamus

2.5 Siklus Hidup


Meskipun siklus hidup lengkap Mammomonogamus tidak
sepenuhnya diketahui karena sedikitnya informasi yang terdapat
dalam literatur, beberapa telah mendalilkan bahwa cacing
tersebut mengadopsi siklus hidup yang mirip dengan Syngamus
trachea, yaitu cacing parasit umum pada burung yang awalnya
dianggap sebagai Mammomonogamiasis. Saat ini, terdapat dua
hipotesis mengenai siklus hidup yang ada yang akan membantu
diagnosa medis, terutama di daerah endemik seperti daerah
tropis, Karibia, dan Brasil.

Hipotesis #1
Infeksi pada awalnya dimulai oleh mengonsumsi makanan,

air, atau hospes perantara yang terkontaminasi oleh cacing


dewasa. Cacing-cacing dewasa infektif bermigrasi ke laring atau
trakea dan melekat pada dinding mukosa. Reproduksi seksual
terjadi di organ tersebut, dan betina mulai bertelur di wilayah
saluran pernapasan bagian atas. Telur tidak berkembang pada
suhu tubuh dan akan dikeluarkan dalam sputum atau tertelan
kembali dan selanjutnya dikeluarkan melalui feses.

Hipotesis #2
Agen infektif dapat berupa telur berembrio atau larva

infektif,

dan

infeksi

akan

disebabkan

oleh

mengonsumsi

makanan, air, atau hospes perantara yang terkontaminasi. Ketika


larva dilepaskan ke daerah usus, larva tersebut kemudian
menggali melalui dinding usus, lalu melakukan perjalanan
melalui pembuluh darah mesenterika dan bermigrasi ke alveoli.
Di sini, larva tersebut menjalani siklus paru, dimana larva
berkembang menjadi cacing dewasa dalam sebuah proses yang
bisa memakan waktu 7 hari. Setelah mencapai usia dewasa,
Mammomonogamus bermigrasi ke saluran pernapasan atas
seperti trakea, laring, atau bronkus, dimana reproduksi seksual
akan terjadi. Produksi telur dimulai sekitar 3 minggu kemudian,
dan telur akan dibatukkan oleh hospes sehingga akan keluar

melalui dahak atau kotoran. Larva dapat menetas dari telur


berembrio di luar tubuh hospes.
Penelitian lebih lanjut diperlukan

untuk

sepenuhnya

menjelaskan siklus hidup, tetapi mungkin muncul pemikiran


bahwa bentuk larva dan dewasa dapat menjadi infektif. Salah
satu kasus baru-baru ini dilaporkan telah menemukan cacing
dewasa di duodenum, yang merupakan presentasi pertama
bahwa cacing dewasa Mammomonogamus tidak hanya hidup di
wilayah pernapasan bagian atas. Ada kemungkinan bahwa
cacing dewasa mungkin telah dibatukkan dan kembali tertelan
sebelum menetap di duodenum. Perkembangan dari larva ke
dewasa adalah sekitar 3 minggu, tetapi masih belum terdapat
kepastian

mengenai

adanya

siklus

paru pada

fase larva.

Meskipun hospes perantaranya tidak sepenuhnya diketahui,


terdapat

kemungkinan

bahwa

cacing

tanah

(yang

juga

merupakan hospes perantara untuk genus Syngamus, parasit


pada burung), siput, atau arthropoda yang digunakan sebagai
hospes perantara dalam siklus hidup Mammomonogamus. Selain
hospes perantara, belum ada literatur yang menyebutkan vektor
biologis atau mekanis lainnya dari Mammomonogamus.

Gambar 6 Hipotesa mengenai siklus hidup Mammomonogamus

2.6 Gejala Klinis


Gejala biasanya mulai muncul 6-11 hari setelah infeksi
awal, dimulai dengan demam dan batuk. Kebanyakan kasus yang
dilaporkan tedapat gejala batuk secara terus-menerus, berdahak
dan kadang-kadang hemoptisis (batuk darah). Cacing di wilayah
bronkial dapat memicu batuk kronis dan gejala seperti asma
karena obstruksi saluran napas oleh cacing. Gejala tersebut
dapat muncul bersamaan dengan demam ringan yang dapat
berlangsung selama beberapa bulan jika pada awal kejadian
tidak didiagnosis dengan benar. Sebuah sensasi seperti ada yang
menggaruk atau merangkak dapat dirasakan di tenggorokan jika
cacing terebut melekat dalam laring.
Baru-baru ini, M. laryngeus cacing ditemukan di duodenum
dari pasien Thailand, yang merupakan kasus gastrointestinal
pertama Mammomonogamiasis. Pasien mengeluh nyeri dada,

haematemesia, melena, perut kembung, tetapi tidak ada gejala


pernapasan. Meskipun tidak ada penjelasan yang meyakinkan,
terdapat kemungkinan bahwa cacing dewasa yang keluar dari
laring, kembali tertelan dan kemudian ditemukan di duodenum.

Gambar 7 M. laryngeus pada duodenum

2.7 Diagnosis
Diagnosis

definitif

adalah

didapatkannya

dari

cacing

dewasa baik pada batuk mereka atau mengangkat mereka


dengan forceps, bronkoskop, atau instrumen endoskopi. Namun
Mammomonogamus akan mungkin sulit untuk terangkat jika
melekat erat pada dinding bronkus. Telur Mammomonogamus
yang ditemukan di dahak atau feses adalah tanda pasti lain dari
adanya infestasi Mammomonogamus.

Gambar 8 Gambar endoscopic dari M. laryngeus pada


Mammomonogamus yang telah diangkat dari pasien (kanan)

bronkus

(kiri)

dan

Telur dari Mammomonogamus sangat mirip dengan telur


cacing tambang, tapi telur Mammomonogamus memiliki kulit
(albumin) lebih tebal.

Gambar 9 Telur saat pembelahan 4 sel ditemukan pada feses (kiri) dan telur yang
ditemukan pada sputum (kanan)

2.8 Pencegahan dan Pengobatan


Mammomonogamiasis relatif

mudah

untuk

diobati.

Pengangkatan cacing secara manual atau bronchoscopic telah


dilaporkan berhasil. Meskipun tidak ada studi terkontrol tentang
efikasi

dari

obat-obatan

anti-helmintics

dalam

mengobati

Mammomonogamiasis telah dilakukan, sebagian besar pasien


dapat diberi Albendazole, Mebendazol, Thiabendazole atau
Ivermectin tanpa efek samping. Sejauh ini belum terdapat vaksin
yang sesuai untuk melawan Mammomonogamus sehingga perlu

ditingkatkan lagi biosecurity dalam peternakan untuk mencegah


masuknya cacing tersebut melalui pakan, air ataupun hospes
perantara yang diduga dapat menyebarkan telur atau larva
Mammomonogamus.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mammomonogamus, merupakan genus cacing nematoda
parasit yang umum untuk sapi, kambing, domba, rusa, kucing,
orangutan, dan gajah, kadang-kadang ditemukan sebagai parasit
manusia

dan

menyebabkan

penyakit

yang

disebabkan

Mammomonogamiasis. Siklus hidup dari cacing tersebut belum


sepenuhnya diketahui. Karakteristik yang paling berbeda dari

Mammomonogamus adalah bentuk "Y" yang terbentuk ketika


cacing jantan bergabung dengan cacing betina saat kopulasi.
Mammomonogamiasis relatif mudah untuk diobati karena
belum

terdapat

anthelminthics
Albendazole,

laporan

sehingga

mengenai

dapat

Mebendazol,

resistensi

diobati

dengan

Thiabendazole

atau

terhadap
pemberian
Ivermectin.

Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan


biosecurity serta pengawasan dalam pakan dan air yang
dicurigai

terdapat

kontaminasi

telur

atau

larva

Mammomonogamus.

DAFTAR PUSTAKA
Acha P.N., dan Szyfres B. Mammomonogamiasis. Zoonosis and
communicable diseases common to man and animals.
Washington (DC): Pan American Health Organization, 2003.
Scientific and Technical Publication No. 580.
Anderson R.C., Chabaud A.G., dan Willmott S. CIH keys to the
nematode parasites of vertebrates, no 7.Keys to genera of
superfamily

Strongyloidea.

Commonwealth

Agricultural

Bureaux, England, 1980.


Beaver P.C., Jung R.C., dan Wayne E. Clinical parasitology.
Philadelphia: Lea and Febiger, 1984.

Costa, J.C., Delgado, M.L., Vieira, P., Afonso, A., Conde, B., dan
Cross, J.H. Syngamoniasis in Tourist. Emerging Infectious
Diseases. Vol 11, No. 12, 2005. www.cdc.gov/eid.

Anda mungkin juga menyukai