Anda di halaman 1dari 8

KOLAM RETENSI KOLAM RETENSI (KOLAM TANDON)

I. Umum
Fungsi dari kolam retensi adalah untuk menggantikan peran lahan resapan yang
dijadikan lahan tertutup/perumahan/perkantoran maka fungsi resapan dapat
digantikan dengan kolam retensi. Fungsi kolam ini adalah menampung air hujan
langsung dan aliran dari sistem untuk diresapkan ke dalam tanah. Sehingga kolam
retensi ini perlu ditempatkan pada bagian yang terendah dari lahan. Jumlah,
volume, luas dan kedalaman kolam ini sangat tergantung dari berapa lahan yang
dialihfungsikan menjadi kawasan permukiman.
Fungsi lain dari kolam retensi adalah sebagai pengendali banjir dan penyalur air;
Pengolahan limbah, kolam retensi dibangun untuk menampung dan mentreatment
limbah sebelum dibuang; dan pendukung waduk/bendungan, kolam retensi
dibangun untuk mempermudah pemeliharaan dan penjernihan air waduk. karena
jauh lebih mudah dan murah menjernihkan air di kolam retensi yang kecil sebelum
dialirkan ke waduk dibanding dengan menguras/menjernihkan air waduk itu sendiri.
Kolam retensi memiliki berbagai tipe, seperti:
1.

Kolam retensi tipe di samping badan sungai

Gambar 1. Kolam retensi tipe di samping badan sungai


Tipe ini memiliki bagian-bagian berupa kolam retensi, pintu inlet, bangunan
pelimpah samping, pintu outlet, jalan akses menuju kolam retensi, ambang rendah
di depan pintu outlet, saringan sampah dan kolam penangkap sedimen. Kolam
retensi jenis ini cocok diterapkan apabila tersedia lahan yang luas untuk kolam
retensi sehingga kapasitasnya bisa optimal. Keunggulan dari tipe ini adalah tidak
mengganggu sistem aliran yang ada, mudah dalam pelaksanaan dan pemeliharaan.

2. Kolam retensi di dalam badan sungai

Gambar 2. Kolam retensi di dalam badan sungai


Kolam retensi jenis ini memiliki bagian-bagian berupa tanggul keliling, pintu outlet,
bendung, saringan sampah dan kolam sedimen. Tipe ini diterapkan bila lahan untuk
kolam retensi sulit didapat. Kelemahan dari tipe ini adalah kapasitas kolam yang
terbatas, harus menunggu aliran air dari hulu, pelaksanaan sulit dan pemeliharaan
yang mahal.
3. Kolam retensi tipe storage memanjang

Gambar 3. Kolam retensi tipe storage memanjang


Kelengkapan sistem dari kolam retensi tipe ini adalah saluran yang lebar dan dalam
serta cek dam atau bendung setempat. Tipe ini digunakan apabila lahan tidak

tersedia sehingga harus mengoptimalkan saluran drainase yang ada. Kelemahan


dari tipe ini adalah kapasitasnya terbatas, menunggu aliran air yang ada dan
pelaksanaannya lebih sulit.
Ukuran ideal suatu kolam retensi adalah dengan perbandingan panjang/lebar lebih
besar dari 2:1. Sedang dua kutub aliran masuk (inlet) dan keluar (outlet) terletak
kira-kira di ujung kolam berbentuk bulat telor itulah terdapat kedua mulut masuk
dan keluarnya (aliran) air. Keuntungan yang diperoleh adalah bahwa dengan bentuk
kolam yang memanjang semacam itu, ternyata sedimen relatif lebih cepat
mengendap dan interaksi antar kehidupan (proses aktivitas biologis) di dalamnya
juga menjadi lebih aktif karena terbentuknya air yang terus bergerak, namun tetap
dalam kondisi tenang, pada saatnya tanaman dapat pula menstabilkan dinding
kolam dan mendapat makanan (nutrient) yang larut dalam air.
II. Data-Data Hidrologi yang Berhubungan dengan Kolam Retensi
Perencanaan pembangunan kolam retensi membutuhkan data dari aspek-aspek
seperti curah hujan, intensitas hujan, debit banjir, koefisien pengaliran, dll.
dibutuhkan dalam pembuatan kolam retensi. Selain data hidrologi, diperlukan juga
data dari aspek hidrolik (kecepatan maksimum aliran dan bentuk penampang
saluran), aspek struktur (jenis dan mutu bahan; kekuatan dan kestabilan
bangunan), aspek biaya dan pemeliharaan.
Aspek pertama yang mempengaruhi dalam perencanaan pembangunan kolam
retensi adalah data curah hujan. Namun stasiun hujan kadang tidak mempunyai
data yang lengkap hal ini dapat diatasi dengan pelengkapan data curah hujan.
Maksudnya adalah data curah hujan harian maksimum dalam setahun yang
dinyatakan dalam mm/ hari, untuk stasion curah hujan yang terdekat dengan lokasi
sistem drainase, jumlah data curah hujan paling sedikit dalam jangka waktu 10
tahun berturut-berturut.
Jika ditemui data yang kurang, perlu dilengkapi dengan melakukan pengisian data
terhadap stasion yang tidak lengkap atau kosong, dengan beberapa metode antara
lain:
Bila perbedaan hujan tahunan normal di stasion yang mau dilengkapi tidak lebih
dari 10 %, untuk mengisi kekurangan data dapat mengisinya dengan harga ratarata hujan dari stasion=stasion disekitarnya.
Bila perbedaan hujan tahunan lebih dari 10 %, melengkapi data dengan metode
Rasio Normal, yakni dengan membandingkan data hujan tahunan stasion yang
kurang datanya terhadap stasion disekitarnya dengan cara sebagai berikut :

Dimana: r
n

= curah hujan yang dicari (mm)


= jumlah stasiun hujan

R
= curah hujan rata-rata setahun di tempat pengamat R yang datanya
akan dilengkapi
rA, rB, rC
RA, RB, RC

= curah hujan di tempat pengamatan A, B dan C


= curahn hujan rata-rata setahun di stasiun A, B dan C

Sebagai contoh, berikut adalah tabel data curah hujan harian maksimum selama 20
tahun (1992 s/d 2011) yang diperoleh di Stasion A (St. A). Diasumsikan Stasion A
sebagai stasion curah hujan yang terdekat dengan lokasi perencanaan sistem
drainase.
Tabel 1. Data curah hujan harian maksimum
Tahun

CHHmax (mm/hari)

Tahun

CHHmax (mm/hari)

1992

152

2002

71

1993

80

2003

112

1994

92

2004

150

1995

130

2005

129

1996

70

2006

67

1997

26

2007

92

1998

92

2008

58

1999

79

2009

90

2000

79

2010

74

2001

23

2011

87

Berikutnya adalah menentukan kala ulang. Karakteristik hujan menunjukkan bahwa


hujan yang besar tertentu mempunyai kala ulang tertentu, kala ulang rencana
untuk saluran mengikuti standar yang berlaku seperti tabel berikut :

Tabel 2. Kala ulang berdasarkan tipologi kota dan luas daerah pengaliran
Catchment Area (Ha)

Tipologi Kota
< 10

10 100

100 500

>500

Kota Metropolitan

2 tahun

2 5 tahun

5 10
tahun

10 25 thn

Kota Besar

2 tahun

2 5 tahun

2 5 tahun

5 20 thn

Kota Sedang/Kecil

2 tahun

2 5 tahun

2 5 tahun

5 10 thn

Langkah berikutnya adalah menentukan hujan rencana. Terdapat dua metode untuk
menganalisis hujan rencana ini, metode Gumbel dan metode Log Pearson type III.
Namun yang akan dibahas di sini adalah Metode Gumbel, sebagai berikut:
1. Menentukan harga tengah (R):

1.
2. Menentukan harga standar deviasi (Sx):

3. Menentukan faktor frekuensi (K):

4. Menentukan curah hujan rencana dengan waktu ulang yang dipilih:

5. Menentukan data fungsi kala ulang (Yt)

Tabel 3. Data fungsi kala ulang (Yt)


6. Menentukan nilai Yn dan Sn yang bergantung pada n

Tabel 4. Data nilai Yn dan Sn yang bergantung pada n

Langkah selanjutnya adalah analisis debit banjir dengan Metode Rasional. Rumus
metode rasional:

Dimana: Qt

= Debit banjir (m3/detik)

= koefisien pengaliran

= Intensitas Hujan (mm/jam)

= Luas daerah aliran (km2)

Metode ini mempunyai beberapa kekurangan, yaitu: daya tampung penangkapan


hujan tidak diperhitungkan, hujan diperkirakan merata di seluruh daerah tangkap
hujan, Hidrograph dari aliran tidak bisa digambarkan.

Tabel 5. Koefisien Pengaliran


Langkah yang terakhir adalah analisis dimensi saluran. Analisis ini meliputi
Penampang basah yang paling ekonomis untuk menampung debit maksimum (Ae),
Penampang basah berdasarkan debit air (Q) dan kecepatan (V), Kemiringan talud,
tinggi jagaan (F) dan Kemiringan tanah.
III. Kesimpulan
Data curah hujan yang lengkap dan akurat sangat menentukan dalam pembuatan
kolam retensi. Karena akan menentukan dalam ketepatan model kolam, volume
kolam yang optimal, titik air tertinggi dan terendah dari kolam dan debit air
maksimal. Pembuatan kolam retensi tanpa penghitungan data hidrologis yang
akurat akan menimbulkan inefisiensi pada penggunaannya.

Anda mungkin juga menyukai