PENDAHULUAN
yang belum tentu terkait dengan konteks yang telah disebutkan di atas, baru
muncul pada paruh kedua abad kedua puluh dan sekali lagi hanya di kota-kota
besar.1
Dari sudut pandang kebudayaan konteks homoseksualitas sudah dikenal
sejak zaman dahulu kala di berbagai macam daerah di Indonesia. Sebagai contoh
adanya kebudayaan Bissu di
Ponorogo, Jawa Timur, dan tradisi tarian Rateb Sadati di Aceh, adalah kebudayaan
yang paling berkorelasi dengan homoseksualitas di Indonesia. Kebudayaan
tersebut lebih mencerminkan peran khusus dari kaum homoseksual dan
transgender sebagai perantara antara manusia dan dewa.2
Sedangkan dewasa ini, keberadaan kaum LGBT di Indonesia masihlah
menjadi kontroversi baik dipandang dari segi kebudayaan, hukum dan agama.
Secara umum, keberadaan kaum LGBT belum lah diakui dan diatur oleh Undangundang. Peraturan Undang-undang Indonesia hanya menetapkan dua gender saja,
yaitu pria dan wanita. Hal ini dapat ditafsirkan dari pencantuman tegas tentang
pria dan wanita dalam Undang-undang Perkawinan (UU No. 1/1974) dan
ketentuan serupa mengenai isi kartu penduduk yang ditetapkan dalam Undangundang Administrasi Kependudukan (UU No. 23/2006). Ketentuan ini bagi orang
transgender menjadi masalah, karena perbedaan antara pernyataan gender dengan
penampilan mereka dapat menyulitkan dalam hal memperoleh layanan jasa,
melakukan perjalanan, mengurus izin usaha dan lain sebagainya.
Sedangkan dari sudut pandang agama, kaum LGBT dipandang sebagai
penyimpangan dan pelanggaran terhadap fitrah manusia sebagai makhluk ciptaan
Tuhan. Oleh karena belum diaturnya status kaum LGBT di Indonesia serta suatu
momok bahwa homoseksualitas adalah penyakit yang berbahaya dan menular
yang berkembang di masyarakat, menjadikan kaum LGBT sering terlibat dalam
berbagai masalah hukum dan sosial, baik sebagai subjek maupun objek dari
masalah tersebut.3 Sebagaimana kita sering mendengar adanya tindak kejahatan
pencabulan yang dilakukan seorang laki-laki dewasa terhadap anak-anak.
Sedangkan, sebagai contoh kaum LGBT menjadi korban dari beberapa masalah
atau kasus hukum adalah dimana kaum LGBT sering kali merupakan korban
kasus kekerasan seksual, kekerasan fisik dan kekerasan emosional karena
keberadaan dan keadaan mereka sebagai kaum LGBT.
Olehkarena banyaknya masalah yang timbul oleh kaum LGBT, maka pada
referat ini akan dibahas mengenai AspekMedikolegal LGBT di Indonesia
1.2 Permasalahan
Bagaimana aspek medikolegal lesbian, gay, biseksual dan trangender
(LGBT) di Indonesia?
1.3 Tujuan
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk mengetahui aspek medikolegal lesbian, gay, biseksual dan
trangender (LGBT) di Indonesia
1.3.2
Tujuan Khusus
1.4 Manfaat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
berbagai kelompok dalam satu wilayah abu-abu; dan penggunaan akronim ini menandakan
bahwa isu dan prioritas kelompok yang diwakili diberikan perhatian yang setara. Di sisi lain,
kaum interseks ingin dimasukkan ke dalam kelompok LGBT untuk membentuk "LGBTI"
(tercatat sejak tahun 1999). Akronim "LGBTI" digunakan dalam The Activist's Guide of the
Yogyakarta Principles in Action5
Karena budaya rasa malu yang melekat pada homoseksualitas, aktivitas homoseksual
jarang tercatat dalam sejarah Indonesia. Tidak seperti di budaya Asia lainnya seperti India, Cina
atau Jepang, erotika homoseksual dalam lukisan atau patung hampir tidak ada dalam seni rupa
Indonesia. Homoseksualitas hampir tidak pernah direkam atau digambarkan dalam sejarah
Indonesia. Sebuah pengecualian langka adalah catatan abad ke-18 mengenai dugaan
homoseksualitas Arya Purbaya, seorang pejabat di istana Mataram, meskipun tidak jelas apakah
itu benar-benar didasarkan pada kebenaran atau sebuah rumor kejam untuk mempermalukan
dirinya.
Meskipun waria, laki-laki yang berpenampilan seperti wanita, dan pelacur, telah lama
memainkan peran mereka dalam budaya Indonesia, identitas homoseksualitas laki-laki gay dan
perempuan lesbian di Indonesia hanya diidentifikasi baru-baru ini, terutama melalui identifikasi
dengan rekan-rekan gay dan lesbian Barat mereka, melalui film, televisi, dan media. Sebelum
rezim Orde Baru Soeharto budaya lokal Indonesia mengenai gay dan lesbi belum ada.
Pergerakan gay dan lesbian di Indonesia adalah salah satu yang terbesar dan tertua di
Asia Tenggara Aktivisme hak-hak gay di Indonesia dimulai sejak 1982 ketika kelompok
kepentingan hak-hak gay didirikan di Indonesia. " Lambda Indonesia" dan organisasi serupa
lainnya muncul di akhir 1980-an dan 1990-an. Saat ini, ada beberapa kelompok utama LGBT di
negara ini termasuk "Gaya Nusantara" dan "Arus Pelangi". Sekarang ada lebih dari tiga puluh
LGBT kelompok di Indonesia.5
Yogyakarta, Indonesia, menyelenggarakan KTT pada tahun 2006 tentang hak-hak LGBT
yang menghasilkan Prinsip Yogyakarta tentang Penerapan Hukum Hak Asasi Manusia
Internasional dalam Kaitannya dengan Orientasi Seksual dan Identitas Gender. Namun,
pertemuan puncak pada Maret 2010 di Surabaya disambut dengan kecaman dari Majelis Ulama
Indonesia dan terganggu oleh demonstran konservatif
Di Indonesia, pria homoseksual yang berperilaku kemayu seperti wanita, atau pria yang
berpakaian seperti perempuan disebut sebagai banci, bencong atau waria. Sedangkan lesbian
sering juga dipanggil lesbi atau lines. Pria homoseksual yang berperilaku jantan selayaknya pria
biasa jarang teridentifikasi, akan tetapi jika ditemukan biasanya mereka dipanggil homo atau gay,
sedangkan gigolo homoseksual biasanya dipanggil kucing. Istilah-istilah, banci, bencong, kucing
dan homo memang memiliki makna konotatif yang merendahkan atau menghina, kecuali untuk
istilah waria, gay dan lesbian yang memperoleh persepsi netral. Ejekan, perundungan, dan
serangan terhadap kaum gay biasanya terjadi selama masa-masa remaja, tapi jarang melibatkan
kekerasan fisik, dan terutama hanya dilakukan secara verbal.
Seperti di negara lain, stereotip terhadap kaum homoseksual terjadi cukup umum di
Indonesia. Mereka biasanya mengambil peran, pekerjaan, dan karier tertentu; seperti sebagai
pemilik atau pekerja salon kecantikan, ahli kecantikan, make-up artist, pengamen (musisi
jalanan) berpakaian perempuan, sampai kegiatan cabul seperti menjadi pelacur transeksual.
Namun laki-laki homoseksual yang tidak berpenampilan seperti banci, sulit untuk dideteksi dan
sering berbaur dalam masyarakat.
Dalam budaya tradisional Indonesia, ketika seorang anak laki-laki atau perempuan
mencapai usia pubertas, hubungan dan interaksi antara mereka segera dibatasi. Norma dan moral
tradisional terutama di pedesaan dan wilayah pedalaman menentang kaum remaja berpacaran,
karena dianggap dapat mengarah pada hubungan seks pranikah. Moral tradisional juga
menentang berkumpulnya antara gadis yang belum menikah dengan laki-laki, karena dapat
mengarah pada skandal perzinahan. Hubungan persahabatan yang erat dan ikatan antar laki-laki
justru dianjurkan. Pengalaman homoerotik atau bahkan insiden hubungan homoseksual mungkin
saja terjadi di lingkungan serba laki-laki; misalnya di asrama, pondok pesantren, kamar kost,
hingga barak militer, dan penjara. Terdapat laporan dan desas-desus insiden hubungan
homoseksual di tempat-tempat tersebut, akan tetapi karena kuatnya budaya malu di Indonesia,
insiden semacam ini biasanya langsung ditutupi dan dirahasiakan agar tidak mencemari reputasi
institusi tersebut.
Kaum waria, baik yang berperan sebagai ritualis atau dukun pria yang menjadi
perempuan transgender, sebagai artis, dan pelacur, telah lama memainkan peran dalam budaya
lokal Indonesia. Namun kaum gay dan lesbi belum teridentifikasi sebelum masa Orde Baru.
Ketika pria dan wanita homoseksual akhirnya mengenali diri mereka melalui penggambaran
yang singkat mengenai kehidupan homoseksual asing, mereka akhirnya mencapai kesimpulan
bahwa 'dunia gay' bisa juga ada di Indonesia. Untuk pria gay, dunia mereka berada di berbagai
lokasi, mulai dari taman, diskotek, spa, panti pijat, pusat kebugaran dan kolam renang tertentu,
hingga kamar kost dan kediaman pribadi. Kaum gay lazim berkumpul di tempat 'terbuka' pada
waktu atau hari tertentu, di mana mereka mencari cinta, persahabatan, serta seks. Sedangkan
dunia lesbian umumnya bersosialisasi di rumah dan cenderung tersembunyi. Perbedaan ini
karena budaya yang dikonfigurasi dan didominasi norma hubungan heterogender. Dengan
menerima kategori baru seperti waria, pasangan lesbian dikenal sebagai tomboi atau pemburu
(sebutan lesbian yang bergaya dan berperan sebagai laki-laki), berpasangan dengan perempuan
feminin. Kontras antara pola pergaulan kaum gay dan lesbian mencerminkan dunia budaya yang
paralel: jika laki-laki gay dapat berkumpul dengan bebas relatif tanpa hambatan di taman-taman
terbuka - dan bahkan di rumah bersama keluarga dan orangtua mereka, dunia kaum lesbian
cenderung tertutup dan tersembunyi di rumah atau kediaman pribadi. Hal ini disebabkan
kepatuhan terhadap ideologi jender nasional; membatasi ruang gerak perempuan, dan
mengagungkan persahabatan pria. Hal ini menghalangi pergaulan antara perempuan dan laki-laki
yang belum menikah.
Kerap kali, waria atau transseksual menciptakan sub-budaya yang berbeda dalam corak
sosial Indonesia. Sering berkumpul di salon kecantikan dan lazim dalam bisnis hiburan
Indonesia, sub-budaya waria telah menciptakan bahasa mereka sendiri, Bahasa Binan, yang
sering mempengaruhi tren dialek di Indonesia khususnya di kalangan anak muda.
Tekanan pada pria gay atau lesbian sering kali berasal dari keluarga mereka sendiri. Ada
tekanan dari keluarga untuk segera menikah, dan mereka umumnya memiliki dua pilihan baik
gay dan lesbian dapat memutuskan untuk menikah, hanya untuk menyenangkan keluarga, atau
mereka lari dari keluarga dan mencari kehidupan yang bebas di luar.Perbedaan lain dalam
kehidupan homoseksual di Indonesia dibandingkan dengan rekan-rekan mereka di Barat adalah;
gay dan lesbian Indonesia lebih berkomitmen pada pernikahan heteroseksual. Sebagian besar
laki-laki gay mengaku berencana kelak akan menikahi wanita, atau bahkan sudah menikah, tetapi
masih menjalani kehidupan homoseksual secara diam-diam.
2.2 Perkembangan LGBT
2.2.1
10
11
12
luas, muncul gerakan untuk memperjuangkan hak asasi kaum gay (Gay Rights
Movement).
Pada tahun 1978 dibentuk International Lesbian and Gay Association (ILGA) di
Conventry, Inggris. Institusi ini memerjuangkan hak asasi kaum lesbian dan gay secara
internasional. Pada masa itu dikenal simbol LGBT yaitu berupa bendera pelangi (the
rainbow flag atau pride flag) sebagai simbol pergerakan hak asasi komunitas LGBT.
Awalnya simbol ini hanya untuk komunitas gay di Amerika Serikat, namun sekarang
dipakai secara meluas di seluruh dunia sebagai lambang pergerakan kaum LGBT dalam
meraih hak-hak mereka. Berikut gambar salah satu bendera LGBT.
pada tanggal tersebut dijadikan sebagai International Day Against Homophobia and
Transphobia (IDAHO).
Komunitas LGBT mencari pengesahan hukum pernikahan di negara-negara yang
telah melegalkan nikah sesama jenis. Belanda merupakan negara pertama yang
melegalkan pernikahan pasangan sesama jenis tahun 2001. Pada tahun 2008 diikuti oleh
Belgia, Kanada, Norwegia, Afrika Selatan, dan Spanyol ( untuk Amerika Serikat ada di
dua negara bagian yaitu Massachusetts dan Connecticut) (Sinyo, 2014).
2.2.2
14
Pada tahun 1985 berdiri juga komunitas gay di Yogyakarta mendirikan organisasi
gay. Organisasi tersebut bernama Persaudaraan Gay Yogyakarta (PGY).Tahun 1988 PGY
berubah nama menjadi Indonesian Gay Society (IGS). Tanggal 1 Agustus 1987 berdiri
kembali komunitas gay di Indonesia, yaitu berdirinya. Kelompok Kerja Lesbian dan
Gaya Nusantara (KKLGN) yang kemudian disingkat menjadi GAYa Nusantara (GN).
GN didirikan di Pasuruan, Surabaya sebagai penerus Lambda Indonesia. GN
menerbitkan majalah GAYa Nusantara.
Tahun 90-an muncul organisasi gay dihampir semua kota besar di Indonesia seperti
Pekanbaru, Bandung, Jakarta, Denpasar, dan Malang (Sinyo, 2014). Pada akhir tahun
1993 diadakan pertemuan pertama antar komunitas LGBT di Indonesia. Pertemuan
tersebut diselenggarakan di Kaliurang, Yogyakarta dan diberi nama Kongres Lesbian dan
Gay Indonesia I atau yang dikenal sebagai KLG I. Jumlah peserta yang hadir kurang
lebih 40-an dari seluruh Indonesia yang mewakili daerahnya masing-masing. GAYa
Nusantara mendapat mandat untuk mengatur dan memantau perkembangan Jaringan
Lesbian dan Gay Indonesia ( JLGI). KLG II dilakukan pada bulan Desember 1995 di
Lembang, Jawa Barat.
Peserta yang hadir melebihi dari KLG I dan datang dari berbagai daerah di Indonesia.
Tanggal 22 Juli 1996, salah satu partai politik di Indonesia yaitu Partai Rakyat
Demokratik ( PRD), mencatat diri sebagai partai pertama di Indonesia yang
mengakomodasi hak-hak kaum homoseksual dan transeksual dalam manifestonya.
Kemudian KLG III diselenggarakan di Denpasar, Bali pada bulan november 1997. KLG
III merupakan pertama kalinya para wartawan diperbolehkan meliput kongres diluar
15
sidang-sidang. Hasil kongres ini adalah peninjauan kembali efektivitas kongres sehingga
untuk sementara akan diadakan rapat kerja nasional sebagai gantinya (Sinyo, 2014)
Untuk pertama kalinya Gay Pride dirayakan secara terbuka di kota Surabaya pada
bulan Juni tahun 1999. Acara tersebut merupakan kerja sama antara GN dan Persatuan
Waria kota Surabaya (PERWAKOS). Pada tahun ini juga Rakernas yang rencananya
akan diselenggarakan di Solo batal dilaksanakan karena mendapat ancaman dari Front
Pembela Islam Surakarta (FPIS). Tanggal 7 November 1999 pasangan gay Dr. Mamoto
Gultom (41) dan Hendry M. Sahertian melakukan pertunangan dan dilanjutkan dengan
mendirikan Yayasan Pelangi Kasih Nusantara (YPKN). Yayasan ini bergerak dalam
bidang pencegahan dan penyuluhan tentang penyakit HIV/AIDS dikalangan komunitas
gay di Indonesia.7
16
Definisi tersebut bukan definisi mutlak mengingat hal ini diperumit dengan
adanya beberapa komponen biologis dan psikologis dari seks dan gender, dan dengan itu
seseorang mungkin tidak seratus persen pas dengan kategori dimana ia digolongkan.
Beberapa orang bahkan menganggap ofensif perihal pembedaan gender (dan pembedaan
orientasi seksual).7
Menurut V. Adsley, S.Psi,terdapat tiga aspek homoseksualitas, yaitu:
Orientasi seksual yang ditandai dengan kesukaan seseorang dengan orang lain
mempunyai kelamin sejenis secara biologis atau identitas gender yang sama.
Perilaku seksual melingkupi aktivitas untuk menemukan dan menarik perhatian
pasangan (perilaku mencari & menarik pasangan), interaksi antar individu,
kedekatan fisik atau emosional, dan hubungan seksual dengan gender yang sama
tidak peduli orientasi seksual atau identitas gender.
Identitas seksual atau identifikasi diri, yang mungkin dapat mengacu kepada
perilaku homoseksual atau orientasi homoseksual. Aspek ini mengarah pada
identitas seksual sebagai gay atau lesbian.8
Penyebab perilaku homoseksualitas antara lain : Genetik, Traumatik, Pola asuh yang
salah, Lingkungan, Teman dekat, Film, Explorasi. Menurut Prof. DR. Wimpie Pangkahila
(Pakar Andrologi dan Seksologi), beberapa faktor penyebab orang menjadi homoseksual
dapat dilihat dari :
1) Faktor Biologi
Susunan Kromosom
Perbedaan homoseksual dan heteroseksual dapat dilihat dari susunan kromosomnya
yang berbeda. Seorang wanita akan mendapatkan satu kromosom x dari ibu dan satu
17
kromosom x dari ayah. Sedangkan pada pria mendapatkan satu kromosom x dari ibu
dan satu kromosom y dari ayah. Kromosom y adalah penentu seks pria.
Jika terdapat kromosom y, sebanyak apapun kromosom x, dia tetap berkelamin pria.
Seperti yang terjadi pada pria penderita sindrom Klinefelter yang memiliki tiga
kromosom seks yaitu xxy. Dan hal ini dapat terjadi pada 1 diantara 700 kelahiran
bayi. Misalnya pada pria yang mempunyai kromosom 48xxy. Orang tersebut tetap
berjenis kelamin pria, namun pada pria tersebut mengalami kelainan pada alat
kelaminnya.
Ketidakseimbangan Hormon
Seorang pria memiliki hormon testoteron, tetapi juga mempunyai hormon yang
dimiliki oleh wanita yaitu estrogen dan progesteron. Namun kadar hormon wanita ini
sangat sedikit. Tetapi bila seorang pria mempunyai kadar hormon esterogen dan
progesteron yang cukup tinggi pada tubuhnya, maka hal inilah yang menyebabkan
perkembangan seksual seorang pria mendekati karakteristik wanita.
Struktur Otak
Struktur otak pada straight females dan straight males serta gay females dan gay
males terdapat perbedaan. Otak bagian kiri dan kanan dari straight males sangat jelas
terpisah dengan membran yang cukup tebal dan tegas. Straight females, otak antara
bagian kiri dan kanan tidak begitu tegas dan tebal. Dan pada gay males, struktur
otaknya sama dengan straight females, serta pada gay females struktur otaknya sama
dengan straight males, dan gay females ini biasa disebut lesbian.
Kelainan susunan saraf
18
Berdasarkan hasil penelitian terakhir, diketahui bahwa kelainan susunan saraf otak
dapat mempengaruhi prilaku seks heteroseksual maupun homoseksual. Kelainan
susunan syaraf otak ini disebabkan oleh radang atau patah tulang dasar tengkorak.
2) Faktor Psikodinamik, yaitu adanya ganguan perkembangan psikseksual pada masa
anak-anak
3) Faktor Sosiokultural, yaitu adanya adat-istiadat yang memberlakukan hubungan
homoseksual dengan alasan yang tidak benar
4) Faktor Lingkungan, dimana memungkinkan dan mendorong hubungan para pelaku
homoseksual menjadi erat.
Dari keempat faktor tersebut, penderita homoseksual yang disebabkan oleh faktor biologis
dan psikodinamik memungkinkan untuk tidak dapat disembuhkan menjadi heteroseksual.
Namun jika seseorang menjadi homoseksual karena faktor sosiokultural dan lingkungan,
maka dapat disembuhkan menjadi heteroseksual, asalkan orang tersebut mempunyai tekad
dan keinginan kuat untuk menjauhi lingkungan tersebut.9
2.3 Aspek Hukum LGBT
Beberapa dasar hukum yang melarang LGBT di Indonesia diantaranya adalah
sebagai berikut.9
19
perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun.
Pasal 64 Pengisian kolom jenis kelamin seorang warga Negara Indonesia harus
diisi dengan laki-laki atau perempuan. Hal tersebut dapat diartikan bahwa jenis
kelamin yang diakui di Indonesia hanyalah laki-laki dan perempuan, serta belum
mengatur tentang pengakuan status kaum Transgender. 11
21
Peraturan Menteri Sosial Nomor 8 Tahun 2012 diatur tentang orang yang disebut
sebagai penyandang masalah kesejahteraan sosial. Di antaranya adalah mereka yang
karena perilaku seksualnya menjadi terhalang dalam kehidupan sosial, yaitu waria (pria
transgender tidak disebutkan), pria gay dan perempuan lesbian. Solusi untuk hal ini
secara kurang jelas disebut sebagai "rehabilitasi." Penyusunan peraturan ini tampaknya
dilakukan tanpa berkonsultasi dengan orang-orang yang dimaksudkan untuk dibantu
dalam ketentuan tersebut. Selain itu masih belum jelas pula tentang pelaksanaannya.
Yang sering terjadi di banyak tempat adalah pelaksanaan razia terhadap orang-orang
seperti itu, yangkemudian dikirim ke pusat-pusat rehabilitasi yang melakukan pembinaan
bagi mereka untuk "berintegrasi ke dalam masyarakat." Seperti yang akan dijelaskan
kemudian, tindakan ini seringkali terkait dengan praktek korupsi oleh aparat penegak
hukum.14
Dalam sebuah penlitian yang dilakukan oleh Widhiatmoko B dan Suyanto E tahun
2013 menyebutkan bahwamenurut undang-undang kependudukan, data kependudukan
tidak dapat dirubah tanpa hak oleh siapapun, bila ada penggantiaan data, misalnya nama
atau karena peristiwa penting lainnya, dapat dilakukan tetapi harus melalui ketetapan
pengadilan negeri.14 Namun, untuk perubahan jenis kelamin tidak dicantumkan secara
khusus dalam undang-undang yang ada. Hal ini menyebabkan kekosongan hukum.
Dengan adanya Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun
2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman maka hakim harus membuat sebuah keputusan.
22
Keputusan ini harus didasari pertimbangan yang kuat dan didapat dari berbagai ahli
selain para dokter yang menangani kasus ambiguous genetalia ini. Tindakan pembedahan
untuk menyempurnakan atau menyesuaikan (mengganti) bentuk alat kelamin agar sesuai
kelamin sebenarnya tidak melanggar undang-undang yang ada dan etika kedokteran di
Indonesia
Keputusan hakim mengenai pengambilan putusan mengenai pergantian kelamin
ini didasarkan terhadap dua aspek yaitu aspek hukum dan non-hukum (medik). Aspek
hukum yang dijadikan acuan adalah Pasal 50 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa: Hakim dan Hakim Konstitusi wajib
menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup
dalam masyarakat.
Sedangkan pertimbangan dari aspek medis mengenai penentuan jenis kelamin
seseorang, sekurang-kurangnya ada 5 aspek penting yang perlu dipertimbangkan, yaitu:
(a) Aspek Kromosom, (b)Aspek alat kelamin primer (organ kelamin dalam yaitu testis
dan ovarium), (c) Aspek alat kelamin sekunder (organ kelamin luar yaitu penis serta
vulva dan vagina), (d)Aspek Hormonal dan (e) Aspek psikologik.
Beberapa Peraturan Daerah mengenai LGBT antara lain sebagai berikut.7
23
Bagian definisi istilah secara tegas menyebutkan hubungan "homoseksual dan lesbian" dan
selanjutnya melarang hubungan tersebut serta melarang orang yang "menawarkan diri untuk
terlibat dalam hubungan homoseksual maupun lesbian, baik dengan atau tanpa menerima
upah."15
Keempat Perda pertama di atas hanya mengatur tentang hukuman atas perbuatan
asusila tersebut. Secara umum disebutkan tentang "ketentuan perundang-undangan yang
24
berlaku", yang dimaksud sebagai perundang-undang nasional. Namun, Perda kelima secara
tegas menetapkan hukuman bagi berbagai perbuatan asusila sampai setinggi-tingginya tiga
bulan penjara atau denda sebesar Rp 10,000,000 (sekitar USD835). Terdapat Perda lain
tentang perbuatan asusila yang telah disahkan oleh DPRD Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam pada tahun 2009, yang memidanakan seks atas dasar suka sama suka oleh pria
dewasa dan perempuan dewasa, namun rancangan Perda ini belum ditandatangani oleh
Gubernur provinsi tersebut. Menarik untuk perhatikan bahwa waria (perempuan transgender)
sama sekali tidak disebutkan dalam Perda-Perda tersebut. Hal ini tampaknya menjadi
konsekuensi logis dari asumsi keberadaan hanya dua gender saja dalam undang-undang
negara. Menurut Undang-undang Republik Indonesia, mereka tetap dianggap sebagai pria.
Lima Perda diatas dapat dianggap sebagai pengecualian terhadap peraturan yang berlaku
umum. Namun, kalangan aktivis LGBT dan para sekutunya dalam gerakan hak asasi manusia,
baik arus utama maupun feminis, seringkali mengkhawatirkan bahwa tuntutan dari para
anggota legislatif dan kelompok-kelompok penekan berhaluan konservatif dapat menjadi
semakin vokal, dengan berdasarkan penafsiran mereka terhadap syariah Islam. Hal ini dapat
diterjemahkan ke dalam semakin banyak Perda, atau bahkan perundang-undang nasional,
yang serupa.
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak,
tercantum bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk
anak yang masih dalam kandungan. Dimana undang-undang ini membahas tentang perlindungan
anak, yaitu segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat
hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Seperti yang tertera
25
pada pasal 15 bahwa setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kejahatan seksual.
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung
jawab untuk memberikan Perlindungan Khusus kepada Anak, sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diberikan kepada: Anak korban kejahatan seksual. Setiap Orang dilarang melakukan
Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian
kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan
cabul. Tertera bahwa setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00. Kemudian apabila pelaku merupakan orang tua atau wali
pelaku, hukum akan dikenakan 1/3 lebih berat dari hukuman awal.15
2.4 Aspek Agama LGBT
26
Quran, Injil, dan Taurat telah menjelaskan tentang kaum Nabi Luth AS. Meskipun
perilaku seksual sejenis itu dikutuk, namun pada kenyataannya, banyak masyarakat
mempraktekkan moral bejat tersebut. Sudah barang tentu, dengan latar belakang dan
pelaku yang berbeda, seperti yang dilakukan di hotel, kos-kosan, tempat remang-remang
dan ltempat lain.16
1. Lesbian
LGBT menurut pandangan agama Islam, sebagian besar ulama menjelaskan tentang
hukuman Allah Subhanahu wa Taala terhadap para perempuan kaum Luth bersamaan
dengan para lelaki mereka, yaitu ketika para lelaki merasa cukup dengan kaum lelaki
maka hukumannya pun telah diketahui, tidaklah samar bagi seorang pun. Sesuai
dengan firman Allah Taala:
Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di
atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah
yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan
itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim, (QS. Hud: 82-83).
Bila ditelusuri secara gramatikal, tidak ada perbedaan penggunaan kata antara
homoseksual dan lesbian. Dalam bahasa arab kedua-duanya dinamakan al-liwath.
Pelakunya dinamakan al-luthiy. Namun Imam Al-Mawardi dalam kitabnya al-Hawi
al-Kabir menyebut homoseksual dengan liwath, dan lesbian dengan sihaq atau
musaahaqah. Imam Al-Mawardi berkata, Penetapan hukum haramnya praktik
27
homoseksual menjadi ijma, dan itu diperkuat oleh nash-nash Al-Quran dan AlHadits. 16
2. Gay
LGBT menurut pandangan agama Islam, diantaranya gay adalah salah satu
penyelewengan seksual, karena menyalahi sunnah Allah, dan menyalahi fitrah
makhluk ciptaanNya. Lebih kurang empat belas abad yang lalu, al-Quran telah
memperingatkan umat manusia ini, supaya tidak mengulangi perbuatan kaum Nabi
Luth. Allah Swt berfirman:
Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan
istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orangorang yang melampaui batas, (QS. Asy Syuara: 165-166).
Setelah Rasulullah menerima wahyu tentang berita kaum Luth yang mendapat
kutukan dari Allah dan merasakan azab yang diturunkanNya, maka beliau merasa
khawatir sekiranya peristiwa itu terulang kembali kepada umat di masa beliau dan
sesudahnya. Sebuah kemaksiatan yang menjijikkan daripada zina atau seks bebas.
Rasulullah bersabda, Sesuatu yang paling saya takuti terjadi atas kamu adalah
perbuatan kaum Luth dan dilaknat orang yang memperbuat seperti perbuatan mereka
itu, Nabi mengulangnya sampai tiga kali, Allah melaknat orang yang berbuat seperti
perbuatan kaum Luth; Allah melaknat orang yang berbuat seperti perbuatan kaum
Luth; Allah melaknat orang yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth, (HR. Ibnu
Majah, Tirmidzi dan Al Hakim). 16
28
3. Biseksual
Biseksualitas merupakan ketertarikan romantis, ketertarikan seksual, atau kebiasaan
seksual kepada pria maupun perempuan. Istilah ini umumnya digunakan dalam
konteks ketertarikan manusia untuk menunjukkan perasaan romantis atau seksual
kepada pria maupun perempuan sekaligus. Istilah ini juga didefinisikan sebagai
meliputi ketertarikan romantis atau seksual pada semua jenis identitas gender atau
pada seseorang tanpa mempedulikan jenis kelamin atau gender biologis orang
tersebut, yang terkadang disebut panseksualitas.
Semua perbuatan LGBT adalah maksiat dan haram, tak ada satu pun yang dihalalkan
dalam agama Islam. Biseksual adalah perbuatan zina jika dilakukan dengan lawan
jenis dan sesama jenis. Jika dilakukan dengan sesama jenis, tergolong homoseksual
jika dilakukan di antara sesama laki-laki, dan tergolong lesbianisme jika dilakukan di
antara sesama perempuan.
LGBT dalam Islam, hukumannya disesuaikan dengan perbuatannya. Jika tergolong
zina, hukumnya rajam (dilempar batu sampai mati) jika pelakunya muhshan (sudah
menikah) dan dicambuk seratus kali jika pelakunya bukan muhshan. Jika tergolong
homoseksual, hukumannya hukuman mati. Jika tergolong lesbian, hukumannya tazir.
16
4. Transgender
Pada dasarnya Allah menciptakan manusia ini dalam dua jenis saja, yaitu laki-laki
dan perempuan, sebagaimana firman Allah SWT:
29
Dan Dia (Allah) menciptakan dua pasang dari jenis laki-laki dan perempuan,
(QS. An Najm: 45).
Wahai manusia Kami menciptakan kamu yang terdiri dari laki-laki dan
perempuan, (QS. Al Hujurat: 13).
Kedua ayat di atas, dan ayat-ayat Al Quran lainnya menunjukkan bahwa manusia di
dunia ini hanya terdiri dari dua jenis saja, laki-laki dan perempuan, dan tidak ada jenis
lainnya. Namun kenyataannya, seseorang tidak mempunyai status yang jelas, bukan
laki-laki dan bukan perempuan. Jika penggantian kelamin dilakukan oleh seseorang
dengan tujuan tabdil dan taghyir (mengubah-ubah ciptaan Allah), maka identitasnya
sama dengan sebelum operasi dan tidak berubah dari segi hukum. Dari segi waris
seorang perempuan yang melakukan operasi penggantian kelamin menjadi pria tidak
akan menerima bagian warisan pria (dua kali bagian perempuan) demikian juga
sebaliknya.
LGBT menurut pandangan agama Islam pada umumnya menyamakan perbuatan
homoseksual dengan perbuatan zina. Karena itu, segala implikasi hukum yang
berlaku pada zina juga berlaku pada kasus homoseksual. Bahkan pembuktian hukum
pun mengacu pada kasus-kasus yang terjadi pada zina. Sementara operasi kelamin
yang dilakukan pada seorang yang mengalami kelainan kelamin (misalnya
berkelamin ganda) dengan tujuan tashih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan)
dan sesuai dengan hukum akan membuat identitas kelamin tersebut menjadi jelas. 16
30
Alkitab mengatakan dengan jelas bahwa Allah merancang agar hubungan seks
dilakukan hanya di antara pria dan perempuan, dan hanya dalam ikatan perkawinan.
(Kejadian 1:27, 28; Imamat 18:22; Amsal 5:18, 19) Alkitab mengutuk percabulan, yang
mencakup perilaku homoseksual maupun heteroseksual terlarang. (Galatia 5:19-21). 17
2.5 Aspek Sosial Budaya LGBT
Banyak orang tahu tentang konsep orientasi seksual yang beragam, namun tidak
banyak yang mengenal orang yang secara terbuka homoseksual atau orang yang merasa
dirinya tertarik atau melakukan hubungan seks dengan orang dengan gender
sejenis.Secara sepintas, orang transgender terutama waria, mendapatkan toleransi dan
dapat ditemukan di banyak lingkungan pergaulan masyarakat. Yang tidak disadari adalah
keadaan bahwa banyak orang seperti ini mungkin dapat "ditoleransi" tetapi belum tentu
mereka diterima oleh keluarga sendiri.Penerimaan berarti orang transgender dapat
mengikuti seluruh kegiatan keluarga dan masyarakat tanpa rasa enggan atau ragu-ragu.
Sedangkan toleransi biasanya diberikan secara kurang rela atau karena suatu keharusan.2
Demikian pula, segelintir orang yang dikenal sebagai lesbian, gay atau biseksual oleh
orang-orang di sekitar mereka cenderung ditolerir oleh orang yang belum tentu dapat
menunjukkan toleransi yang sama bagi anggota keluarga mereka sendiri. Namun secara
konseptual, banyak orang Indonesia akan menyatakan bahwa mereka menentang
homoseksualitas. Laporan Global Attitudes Project oleh Pew Research mengenai sikap
terhadap homoseksualitas menunjukkan adanya penolakan terhadap homoseksualitas oleh
93% responden survei di dalam negeri dan hanya ada 3% yang bersikap menerima. Di
lain pihak, semakin banyak orang yang bersikap progresif dan liberal serta memahami
prinsip-prinsip hak asasi manusia, atau pernah membaca tentang keragaman identitas dan
31
ekspresi gender serta orientasi seksual, dan dapat menerima keragaman dalam segala
aspeknya.2
2.6 Aspek Psikologi LGBT
Dalam PPDGJ III kaum LGBT masuk dalam salah satu gangguan jiwa yaitu F66
Gangguan Psikologis dan Perilaku yang Berhubungan dengan Perkembangan dan Orientasi
Seksual dengan kode lima karakter :
F66.x0 = Heteroseksualitas
F66.x1 = Homoseksualitas
F66.x2 = Biseksualitas
F66.x8 = Lainnya, termasuk pra pubertas
Homoseksualitas dengan sinonim gay untuk laki-laki dan lesbian untuk perempuan. Kata
homoseksual mempunyai konotasi medik dan pengertian kurang baik. Kelompok
homoseksual dan biseksual dalam PPDGJ III tidak berdiri sendiri sebagai suatu kelainan.
Kelompok ini telah dihapus sebagai kelainan jiwa sejak 1973 di USA oleh American
Psychiatric Association. Di Indonesia mereka ini tidak termasuk gangguan jiwa lagi sejak
1983. Dalam PPDGJ II homoseksualitas telah dikeluarkan sebagai gangguan jiwa. Mereka
masih ada dalam bentuk ego-distonik artinya tidak merasa identitas diri mereka sebagai
homoseks kurang atau tidak cocok.4
Dalam penelitian Kinsey tahun 1953 mendapatkan bahwa diantara orang-orang heterohomoseksual terdapat banyak varian dan adanya mereka ini tersebar menurut skala Kinsey.
Skala 0 dikhususkan untuk kelompok yang murni heteroseksual dan skala 0 untuk merek
yang murni homoseksual. Diantara mereka terdapat skala 1 sampai dengan 5, mereka yang
berada diantaranya dengan makin mendekati skala 6 terdapat mereka yang mempunyai
32
campuran orientasi heteroseksual dan lebih banyak orientasi homoseksualnya. Makin dekat
ke titik 0 terdapat mereka yang lebih banyak orientasi heteroseksnya. Di tengah-tengah
terdapat mereka yang biseksual, artinya sama banyak orientasi homo maupun heteroseksnya.
Mereka ini termasuk titik 3 dan 4.
6 = homoseksual semata-mata18
34
bersikap biasa, ada yang memandang sebelah mata, ada pula yang
hingga
35
2. Jenis Resiko2.3
a) Resiko sehubungan dengan kesehatan mental dan emosional
Resiko gangguan kesehatan mental dan emosional yang dapat terjadi terhadap
homoseksual, seperti: depresi, gangguan mental, gangguan kecemasan, gangguan
perilaku (melakukan penganiayaan-kekerasan seksual atau fisik / sexual or physical
abuse), menyakiti / melukai diri sendiri, hingga perilaku bunuh diri.
Penyebab terjadinya gangguan kesehatan mental dan emosional pada homoseksual :
Negative self image. Negative self image terjadi ketika seseorang memandang dan
meyakini dirinya sendiri tidak berharga, rendah diri, dan tidak berdaya (internalised
homophobia). Negative self image terbentuk pada seorang homoseksual ketika ia
dihadapkan pada: pengalaman masa lalu yang menyakitkan (ditolak dan dianiaya /
disakiti baik fisik maupun emosional oleh keluarga, teman-teman bermain di masa
kecil, ataupun di sekolah); perlakuan yang tidak menyenangkan dari masyarakat
(homophobia) seperti dengan: memberlakukan stereotipe tertentu mengenai
homoseksual, men-cap atau memberikan label negatif tertentu, memberikan
36
37
HIV-AIDS
Anal Cancer
38
39