Anda di halaman 1dari 8

Lembaran Dawah Nurul Hidayah

Vol.1 No.40 Dzulqadah 1431H/Oktober 2010M

ISSN: 2086-0706
Jumat - III

MARIFATUL INSAN
Dikutip dari Kuliah Subuh di Masjid Nurul Hidayah oleh
Ust.Ir.Al-Bahra,M.Kom

ABSTRAK

Mengenal hakekat diri adalah dasar fundamental


yang akan menentukan perjalanan hidup seseorang dalam
kehidupannya di muka bumi ini. Seseorang yang telah
mengenal eksistensi dirinya, maka ia akan menjalani
hidupnya dengan benar, artinya ia akan mampu memahami
dan menyadari arti dari keberadaannya di alam dunia ini,
baik asal-usul dirinya, status yang melekat padanya,
tujuan dirinya diciptakan, tugas yang harus dikerjakan
selama berada dia alam dunia dan tanggung jawab
hidupnya. Mengenal hakekat diri dan potensi-potensi
yang dimilikinya dalam rangka menjalani kehidupan di
alam dunia ini sesuai dengan kehendak dari Penciptanya.
Iapun akan berusaha menjaga dan memelihara hakekat
kemanusiaannya. Memelihara perbedaan antara dirinya
dengan makhluq-makhluq lainnya dengan cara menunaikan
segala tujuan dan misi amanah yang Allah berikan
kepadanya secara sungguh-sungguh.
Sebaliknya konsekwensi seseorang yang tidak
mengenal hakekat dirinya, maka tersesat jalan hidupnya. Ia
tidak mengetahui arah dan tujuan yang hendak dicapai
dalam kehidupannya. Jika seseorang tidak mengenal
dirinya, maka ia tidak akan mengenal eksistensi
(keberadaan) Allah. Jika tidak mengenal Allah, maka
280
Marifatul Insan
1
Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom, Ketua Dewan Redaksi Lembaran
Dawah Nurul Hidayah

Lembaran Dawah Nurul Hidayah


Vol.1 No.40 Dzulqadah 1431H/Oktober 2010M

ISSN: 2086-0706
Jumat - III

akibatnya ia akan menjadikan selain Allah sebagai sumber,


dan pusat pengabdiannya serta tujuan dari seluruh aktivitas
kehidupannya.
Dalam kehidupan modern dewasa ini ketika
semangat kapitalisme dan sosialisme telah menjelma
menjadi semacam jaring yang mengepung segala tindakan
dan perilaku manusia, praktek konsumsi tidak lagi dipahami
hanya sekadar memenuhi kebutuhan dasar manusia, tetapi
juga dimengerti sebagai urusan yang berhubungan erat
dengan pemuasan unsur-unsur jasadiyah manusia. Dalam
pengertian ini, konsumsi akhirnya menjadi tanda yang
dipelintir artinya bagi peningkatan status, prestise, kelas,
dan simbol sosial tertentu yang kesemuanya mengarah
kepada kepentingan jasadiyah. Kegiatan berbelanja di Mal,
makan di restoran yang menyediakan makanan cepat saji,
kursus kepribadian dan berpakaian adalah contoh kecil dari
seseorang yang tidak mengenal hakekat dirinya, sehingga
menjadi tersesat jalan hidupnya.
Pengertian konsumsi yang absurd ini dalam kehidupan
modern menjadi arena sosial yang menyedot dan menarik
minat energi pelampiasan. Ia menjelma menjadi medan
kesadaran yang harus segera dipenuhi dan dipuaskan
kebutuhannya. Identitas diri di hadapan lingkungan sosial
yang demikian diperebutkan dan dibentuk oleh produkproduk rayuan melalui citra-citra tertentu yang ditawarkan
lewat berbagai media massa: Supaya Anda kelihatan jantan
dan macho Anda harus mengisap rokok tertentu. Supaya
perempuan kelihatan cantik, pergunakanlah kosmetik
merek tertentu. Agar Anda dikategorikan sebagai manusia
yang tidak ketinggalan zaman, milikilah atribut artis yang
lagi ngetop!
Manusia modern adalah manusia yang dahaga
karenanya mereka sangat bernafsu untuk memburu segala
sesuatu yang berhubungan dengan prestise & upaya
281
Marifatul Insan
1
Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom, Ketua Dewan Redaksi Lembaran
Dawah Nurul Hidayah

Lembaran Dawah Nurul Hidayah


Vol.1 No.40 Dzulqadah 1431H/Oktober 2010M

ISSN: 2086-0706
Jumat - III

peningkatan status sosial. Membanjirnya produk-produk


yang menawarkan pembentukan citra diri melalui seni bujuk
rayu media massa bukan meredakan gairah, tapi malah
semakin memacu semangat dan prinsip untuk secepat
mungkin menggerakkan tungkai menjadi manusia modern.
Faktanya, usaha manusia modern untuk senantiasa
berpacu dalam memenuhi segala hasratnya malah
menimbulkan tegangan dan dorongan baru yang harus
dikejar & dipenuhi yaitu "keinginan (hawa nafsu)".
Keinginan (hawa nafsu) adalah sesuatu yang
paradoks, setelah suatu keinginan (hawa nafsu) terpenuhi,
timbul keinginan(hawa nafsu) lain untuk segera
diselesaikan & dipenuhi hajatnya. Namun, dalam kerangka
kehidupan modern, keinginan(hawa nafsu) haruslah
menjadi sesuatu yang tak berujung & harus selalu
diposisikan sebagai pesona yang dapat menyedot hasrat
(hawa nafsu). Jika segala hawa nafsu disalurkan demi
pemenuhan kenikmatan, ia dapat menjadi semacam
dinamo yang pengoperasiannya bisa dilakukan menjadi
tanpa batas sehingga akhirnya ia menjelma menjadi
sesuatu yang tidak realistis & membahayakan eksistensi
manusia itu sendiri. Hal ini menjadi salah satu contoh
makhluq(manusia) yang tidak mengenal Allah, sehingga ia
akan menjadikan selain Allah (hawa nafsu) sebagai
sumber, dan pusat pengabdiannya serta tujuan dari seluruh
aktivitas kehidupannya hanyalah memenuhi hawa
nafsunya. Seperti firman Allah :

282
Marifatul Insan
1
Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom, Ketua Dewan Redaksi Lembaran
Dawah Nurul Hidayah

Lembaran Dawah Nurul Hidayah


Vol.1 No.40 Dzulqadah 1431H/Oktober 2010M

ISSN: 2086-0706
Jumat - III


Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan
hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka Apakah kamu
dapat menjadi pemelihara atasnya?, Atau Apakah kamu
mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau
memahami. mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang
ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang
ternak itu)" (Qs:Al Furqan[25]: 43-44).
Dalam Al-Quran, manusia berulang kali diangkat
derajatnya, mengungguli alam surga, bumi bahkan
malaikat, tetapi pada saat yang sama, mereka direndahkan
ke tempat yang paling hina, bahkan lebih rendah dari
binatang. Oleh karena itu makhluk manusia sendirilah yang
harus menetapkan sikap dan nasib akhir mereka sendiri.
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
Menciptakan (QS:Al-Alaq:1). Perintah iqro ini dilanjutkan
dengan kalimat berikutnya yakni bismirabbikalladzi kholaq,
kholaqal insana min alaq, yakni membaca dengan dasar
atau kerangka ismi rob (Allah sebagai Robb). Maka iqro
atau qiroah dalam ayat tersebut bukanlah sebatas harfiyah,
yakni membaca suatu tulisan saja, tetapi suatu perintah
untuk membaca, meneliti, dan mamahami. Sedangkan
objek yang harus dibaca adalah tentang manusia sebagai
makhluq dan Allah sebagai kholiq. Pengertian qiroah/iqro
dalam Al-Quran tercakup dalam perintah tafakkur,
tandzurun, dan tadabbur. Yang menjadi objek dalam
aktivitas qiroah meliputi seluruh ayat-ayat Allah. Secara
283
Marifatul Insan
1
Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom, Ketua Dewan Redaksi Lembaran
Dawah Nurul Hidayah

Lembaran Dawah Nurul Hidayah


Vol.1 No.40 Dzulqadah 1431H/Oktober 2010M

ISSN: 2086-0706
Jumat - III

garis besar ayat tersebut terdiri dari dua kategori yakni ayat
qauniah dan ayat kalamiyah.
Tugas Manusia :
1. Beribadah kepada Allah (QS:51:56)
2.
3.
4.
Al-Insan/Manusia pada dasarnya terdiri dari tiga unsur
yang menjadi satu kesatuan. Ketiga unsur tersebut adalah :
UNSUR JASMANI
Allah menjelaskan unsur jasmani ini dalam firmannya :



Dan sesungguhnya, Kami telah menciptakan manusia dari
suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan
saripati itu air mani(yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan
segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan
segumpal daging, & segumpal daging itu Kami jadikan
tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus
dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk (yang
berbentuk lain), maka Maha Sucilah Allah Pencipta Yang
Paling Baik. (QS:Al-Muminuun[23]:12-14), dan di lanjutkan

284
Marifatul Insan
1
Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom, Ketua Dewan Redaksi Lembaran
Dawah Nurul Hidayah

Lembaran Dawah Nurul Hidayah


Vol.1 No.40 Dzulqadah 1431H/Oktober 2010M

ISSN: 2086-0706
Jumat - III



Maka hendaklah manusia memperhatikan dari Apakah Dia
diciptakan?, Dia diciptakan dari air yang dipancarkan, Yang
keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada
perempuan (QS:Ath-Thaariq[86]:5-7)
UNSUR RUHANI
Unsur kedua dari manusia adalah Ruh. Ruh berasal
dari Allah dan akan kembali kepada Allah pada saat
manusia meniggalkan alam dunia ini, seperti firman Allah :



Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan kedalam
(tubuh) nya roh(ciptaan)Nya, dan Dia jadikan bagi kamu
pendengaran, penglihatan, dan hati;(tetapi)kamu sedikit
sekali bersyukur(QS:As-Sajdah[32]:9). dilanjutkan di surat
Al-Israa ayat 85 :



Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah:
"Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu
diberi pengetahuan melainkan sedikit".
285
Marifatul Insan
1
Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom, Ketua Dewan Redaksi Lembaran
Dawah Nurul Hidayah

Lembaran Dawah Nurul Hidayah


Vol.1 No.40 Dzulqadah 1431H/Oktober 2010M

ISSN: 2086-0706
Jumat - III

UNSUR NAFSIYAH
Unsur ketiga dari manusia adalah nafsiyah seperti
firman Allah :




Allah memegang jiwa/nafsiyah (orang)ketika matinya, dan
(memegang) jiwa/nafsiyah (orang) yang belum mati diwaktu
tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa/nafsiyah orang yang telah
dia tetapkan kematiannya, dan Dia melepaskan
jiwa/nafsiyah yang lain sampai Waktu yang ditentukan.
Sesungguhnya Pada yang demikian itu terdapat tandatanda kekuasaan Alla bagi kaum yang berfikir(QS:AzZumar[39]:42), dan dilanjutkan pada quran surat AsySyams[91] ayat 7-10 :


Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka
Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan &
ketakwaannya, Sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jiwa itu, Dan sesungguhnya merugilah org
yang mengotorinya.
Unsur nafsiyahlah yang akan dimintai pertanggung
jawabannya kelak di akhirat. Karena jasad manusia pada
286
Marifatul Insan
1
Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom, Ketua Dewan Redaksi Lembaran
Dawah Nurul Hidayah

Lembaran Dawah Nurul Hidayah


Vol.1 No.40 Dzulqadah 1431H/Oktober 2010M

ISSN: 2086-0706
Jumat - III

dasarnya tidak akan berfungsi sedikitpun tanpa digerakkan


oleh nafsiyah. Mulut (lidah & bibir) seorang manusia akan
membaca Al-Quran atau kitab suci lainnya tergantung
bagaimana nafsiyah yang menyatu dalam dirinya
menggerakkannya, tangan ini akan melakukan apa saja
(perbuatan buruk, seperti mencuri, dll) jika nafsiyahnya
sedang kotor, kaki ini akan melangkah ke masjid, jika
nafsiyahnya suci. Tubuh ini akan digunakan untuk
berdansa/berdangdut ria (seperti inul & penyanyi dangdut
lainnya) jika nafsiyahnya sedang kotor.
Nafsiyah akan selalu bersih jika jasadnya
dikembalikan kepada fitrahnya semula, yakni Allah dan
rasul-Nya melalui Quran dan Sunnah-Nya. Nafsiyah yang
bersih akan menjadikan Al-Quran dan Sunnah sebagai
standar gerak dan langkahnya dalam mengarungi bahtera
kehidupan di alam dunia ini.

DAFTAR PUSTAKA
1. Al-Bahra, Ust, Ir, M.Kom, Kumpulan Tausiyah
Ramadhon & Khutbah Ied Ust. Ir. Al-Bahra,
M.Kom, STMIK Muhammadiyah Banten, Serang, 2010
2. Al-Bahra, Ust, Ir, M.Kom, Penjelasan Surat Yaa Siin
(Panduan Yaa Siin dan Tahlil Modern Buku-2),
STMIK Muhammadiyah Jakarta, Jakarta, 2009
3. Al-Quran dan Terjemahnya
4. Shahih Al-Bukhari
5. Shahih Muslim
6. Tafsir Ibnu Katsir

287
Marifatul Insan
1
Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom, Ketua Dewan Redaksi Lembaran
Dawah Nurul Hidayah

Anda mungkin juga menyukai